Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

21

description

dfc

Transcript of Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Page 1: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 2: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 3: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 4: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 5: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 6: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

TINJAUAN PUSTAKA

EFEK TERATOGENIK PENGGUNAAN VITAMIN A

DOSIS TINGGI DAN SENYAWA TURUNANNYA

SELAMA KEHAMILAN

Disusun oleh:

dr. Indri Seta Septadina, M. Kes

dipresentasikan dalam :

Pertemuan Ilmiah Nasional Persatuan Ahli Anatomi Indonesia

Denpasar, Bali

Tanggal 12-13 Oktober 2012

Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang

2012

Page 7: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

EFEK TERATOGENIK PENGGUNAAN VITAMIN A DOSIS TINGGI

DAN SENYAWA TURUNANNYA SELAMA KEHAMILAN:

(TINJAUAN PUSTAKA)

Septadina Indri Seta

Anatomi Universitas Sriwijaya, Palembang

Penggunaan beberapa obat selama kehamilan dapat menimbulkan resiko yang

membahayakan janin. Penelitian di Amerika menunjukkan 60-70% perempuan hamil

menggunakan 3-10 jenis obat selama kehamilannya. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil

dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin dan menyebabkan kelainan

pada masa embriogenesis sampai organogenesis. Vitamin A dibutuhkan untuk pertumbuhan sel,

proliferasi, dan differensiasi sel epitel serta menunjang perkembangan sistem penglihatan, dan

reproduksi. Senyawa yang analog dengan vitamin A seperti retinoid, vitamin A palmitat, dan

isotretionin sering ditambahkan ke dalam racikan obat sebagai penghalus kulit. Pemberian

vitamin A maupun senyawa turunannya bisa diberikan selama kehamilan dengan dosis tidak

lebih dari 8000 IU per hari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Institut Toksikologi dan

Embriofarmakologi, pemberian vitamin A dosis tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan

kelainan morfologi pada janin. Pada penelitian lain disebutkan juga bahwa vitamin A palmitat

yang diberikan pada tikus betina yang hamil menyebabkan embrioletal, sedangkan pada tikus

yang bertahan hidup terbukti menyebabkan palatoschizis, exencephaly, mikrophtalmus,

anophtalmus, hidronefrosis, brachygnatia, pinna anomalies, dan kelainan jantung bawaan.

Resiko terjadinya efek teratogenik akibat pemberian vitamin A dan turunannya tergantung pada

dosis obat yang diberikan. Walaupun pemberian vitamin A selama kehamilan menunjukkan

keamanan pada hewan coba pada dosis yang disarankan, namun pemberiannya pada manusia

belum teruji secara klinis dan diperlukan penelitian lebih lanjut.

Kata kunci : Efek teratogenik, vitamin A, kehamilan

Page 8: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

TERRATOGENIC EFFECTS OF HIGH DOSE VITAMIN A AND ITS DERIVATION

DURING PREGNANCY:

(LITERATURE REVIEW)

Septadina Indri Seta

Anatomy Sriwijaya University, Palembang

The use of some drugs during pregnancy can cause fetal harm risk. Research in America shows

60-70% of pregnant women using 3-10 kinds of drugs during her pregnancy. Some medications

taken by pregnant women that can penetrate into the fetal circulation and causing abnormalities

during embryogenesis and organogenesis. Vitamin A is necessary for cell growth, proliferation,

and differensiasi as well as supporting the development of epithelial cell, vision, and

reproduction system. Analog compounds with vitamin A such as retinoids, vitamin A palmitate,

and isotretionin are often added to the drug as skin moisturizer. Vitamin A and its derivation can

be given during pregnancy with a dose of no more than 8,000 iu per day.In research conducted

by the Institute for Toxicology and Embryopharmacology, giving high doses of vitamin A during

pregnancy may cause fetal morphology abnormalities. In other studies also mentioned that

vitamin A palmitate given to pregnant female rats caused embrioletal, whereas the survival in

rat leads to proven, palatoschizis, mikrophtalmus, anophtalmus exencephaly, hidronefrosis,

brachygnatia, pinna abnormalities and congenital heart defect.The risk of terratogenic effects of

vitamins A depends on a dose of medicine given. However giving vitamin A during pregnancy is

safe in animals but the alter crucial developmental proccess at human should be further

investigated.

Keywords : Terratogenic effect, vitamin A, pregnancy

Page 9: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Pendahuluan

Tubuh manusia membutuhkan vitamin A sebagai suatu senyawa yang penting untuk

mempertahankan pertumbuhan normal sel, mengatur proliferasi, dan differensiasi jaringan epitel

serta membantu dalam menjalankan fungsi penglihatan dan reproduksi (Goodman,1984). Tiga

bentuk vitamin A yang aktif secara biologis di dalam tubuh yaitu retinol, asam retinoat, dan

senyawa turunan lainnya. Retinol berfungsi untuk mempertahankan struktur membran mukosa

sedangkan asam retinoat berperan dalam perkembangan retina serta terlibat dalam pengaturan

pola pembentukan awal embrio terutama pada lempeng sistem syaraf dan berperan dalam

ekspresi gen. (O’Donnel,2004). Bentuk aktif biologis lainnya merupakan senyawa turunan dari

vitamin A seperti semua trans RA (isotretionin), 9-cis-RA, 14-retoretinol dan lain-lain juga dapat

berperan sebagai dismorfogen yang membantu proses metabolisme dan perkembangan sel. (West

et al, 1999).

Senyawa vitamin A yang direkomendasikan oleh klinisi sebagai nutrisi yang sangat

dibutuhkan oleh tubuh merupakan vitamin A yang berasal dari betakaroten yang belum memiliki

bukti yang sama telah menyebabkan efek toksik seperti vitamin A sintetis, vitamin A analog

seperti asam retinoat maupun isotretionin. Penelitian di Amerika menunjukkan 60-70%

perempuan hamil menggunakan 3-10 jenis obat selama kehamilannya. Sebagian obat yang

diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin dan

menyebabkan kelainan pada masa embriogenesis sampai organogenesis.

Penggunaan suplemen vitamin A yang mengandung dosis tinggi (lebih dari 60000 IU)

selama kehamilan telah dilaporkan dapat menyebabkan efek merugikan berupa cacat lahir pada

sejumlah kasus. (Allan,1987) Vitamin A analog, asam retinoat atau isotretionin yang merupakan

senyawa turunan vitamin A dalam bentuk asam (all trans retinol) juga banyak digunakan sebagai

campuran di dalam obat untuk mengatasi beberapa masalah kulit seperti jerawat, psoriasis,

icthyosis dan digunakan dalam produk kosmetik sebagai pemutih atau penghalus kulit. (Bollag

dan Matter,1983; Combs,2008). Penggunaan senyawa vitamin A analog dan turunannya di dalam

produk kosmetik oleh sebagian besar wanita patut diwaspadai karena dapat menyebabkan kulit

kering, rasa terbakar dan memicu kanker kulit. (ASHP,2010). Pada wanita hamil trisemester

pertama juga harus diawasi penggunaannya karena asam retinoat berpotensi sebagai agen

teratogenik yang dapat menyebabkan kematian serta kecacatan pada janin (Puspitadewi,2008).

Page 10: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Penggunaan vitamin A secara alami dan konsumsi suplemen vitamin A sintesis serta analognya

memiliki pengertian yang berbeda dan perlu diketahui oleh masyarakat pada umumnya terutama

klinisi atau praktisi kesehatan.

Farmakodinamika Vitamin A

Asam retionat adalah sebuah retinoid aktif turunan vitamin A dalam bentuk asam yang

dibentuk dari all-trans retinol (retinoid dalam bentuk alkohol). Asam retinoat juga dikenal

dengan sebutan isotretioninyang digunakan dalam terapi jerawat. (Combs,2008). Vitamin A

sintetis dan senyawa turunannya seperti asam retinoat dan isotretionin merupakan bagian dari

senyawa retinoid. Sedangkan beta karoten adalah vitamin A yang dijumpai secara alami pada

sayur dan buah (Goodman,1984). Beta karoten tidak disimpan dan dimetabolisme dengan cara

yang sama dengan vitamin A sintetis. Beta karoten juga belum terbukti menyebabkan efek

toksisitas yang terkait dengan efek teratogenik, walaupun tidak ada data juga yang bisa

mengkonfirmasi pernyataan ini (Underwood,1984).

Metabolisme asam retinoat berbeda dengan metabolisme retinol dan betakaroten,

khususnya pada proses transportasi dan pengikatannya. Asam retinoat diserap melalui sistem

portal dan dihidrolisis di hati dan terdeteksi dalam keturunan tikus (Hutchings et al,1973;

Vorches et al,1978; Mooney et al,1981).

Rekomendasi Vitamin A

Vitamin A dibutuhkan dalam jumlah meningkat untuk mendukung fungsi reproduksi

seorang wanita selama kehamilan. Walaupun asupan nutrisi vitamin A dapat dipenuhi hanya

dengan mengkonsumsi makanan alami dan diet seimbang yang baik, namun telah menjadi tren

masa kini pemberian suplemen tambahan selama kehamilan sudah menjadi kebiasaan di semua

kalangan masyarakat. Padahal golongan vitamin dan mineral tergolong zat gizi yang dibutuhkan

dalam jumlah kecil yang disebut dengan mikronutrien. Vitamin A yang terkandung di dalam

suplemen kebanyakan merupakan vitamin A sintetis dalam bentuk retinol atau retinil ester.

Ditambah lagi dengan penggunaan produk kosmetik bebas yang mengandung senyawa vitamin

A analog dan turunannya di pasaran membuat kontrol penggunaan vitamin A menjadi tidak

diketahui secara pasti. Beberapa penelitian melaporkan pemberian vitamin A analog seperti asam

retinoat maupun isotretionin pada awal kehamilan menujukkan gangguan pertumbuhan dan

Page 11: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

tingkat respons perilaku pada janin lahir. Cacat lahir kongenital biasanya terjadi pada pemberian

suplemen vitamin A dosis tinggi selama periode trisemester pertama kehamilan. Tidak

ditemukan toksisitas akut pada wanita yang mengkonsumsi vitamin A secara alami melalui

makanan.

Menurut National Academy of Science (2000) perkiraan rata-rata dosis vitamin A yang

dianjurkan selama kehamilan adalah: (nutrient guidelines)

- Wanita hamil kurang dari 18 tahun : 2500 IU (750mg setara retinol)

- Wanita hamil di atas 19 tahun : 2567 IU (770 mg setara retinol)

Badan POM telah mengeluarkan peringatan sebanyak 44 merk kosmetik perawatan wajah

mengandung bahan kimia berbahaya. Sebanyak 12 diantaranya terbukti mengandung asam

retinoat yang di campurkan ke dalam krim pemutih dan penghalus kulit. Berdasarkan keputusan

dari Kepala BPOM tahun 2008 asam retinoat dan isotretionin termasuk ke dalam salah satu dari

1243 jenis bahan yang dilarang penggunaannya di dalam kosmetik.

Penelitian Tentang Efek Teratogenik Vitamin A

Penggunaan vitamin A analog maupun senyawa turunanannya selama kehamilan secara

berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya cacat kongenital pada janin lahir dan kematian

janin di dalam uterus. Waktu yang rentan terjadinya kecacatan adalah pada trisemester pertama

dan kedua kehamilan, karena pada saat ini lah terjadi proses embriogenesis dan organogenesis.

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek teratogenik vitamin A pada hewan coba

pertama kali dilakukan oleh Cohlan (1953). Pemberian vitamin A dengan dosis 35.000 IU pada

tikus hamil selama 2 minggu menyebabkan beberapa cacat kongenital pada janin seperti

eksensefali, bibir sumbing, palatoschizis, brachygnathia, dan cacat pada mata.

Pada tahun 1970-an beberapa penelitian mulai dilakukan dengan memberikan vitamin A

sintetis atau vitamin A analog dan turunannya seperti asam retinoat dan isotretionin ditemukan

lebih dari 70 jenis anomali janin pada tikus dan hamster (Geelen, 1979; Shenefelt, 1972).

Beberapa kelainan kongenital terbanyak yang dijumpai pada paparan teratogen pascaimplantasi

adalah anomali pada kepala, organ sensorik dan sistem kardiovaskular. Sedangkan kelainan

seperti cacat tungkai dan cacat pada sistem urogenitalia dijumpai pada hewan coba yang

diberikan teratogen pada periode kehamilan selanjutnya (Geelen, 1979; Kochhar,1973;

Willwhite dan Balogh-Nair,1985)

Page 12: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Sebagian peneliti telah menggunakan retinoid tunggal dosis tinggi yang diberikan pada

hewan coba yang hamil pada hari-hari tertentu untuk membuktikan tahapan efek sesuai usia

perkembangan. Pemberian dosis yang diberikan mulai dari 25 dan 100 mg/kgBB selama periode

organogenesis dan mempengaruhi hampir setiap embrio yang terpapar. Pola kecacatan yang

ditimbulkan oleh retinoid analog mirip dengan efek yang disebabkan oleh vitamin A alami yang

diberikan pada periode embriogenesis. (Geleen,1979; Lammer et al,1985; Rosa et al,1986,

Willwhite et al 86).

Penelitian yang dilakukan oleh Marin dkk (1965) membuktikan bahwa pemberian

isotretionin pada tikus dapat menyebabkan perubahan patologis pada sel mesoderm embrionik

yang melibatkan sel-sel pial pada sistem syaraf dengan manifestasi kelainan pada telinga,

thymus, sistem saraf dan kelainan otak. Pernyataan ini didukung oleh penelitian lain yang

membuktikan efek teratogenik yang sama pada hamster (Webster et al, 1986). Menurut

Thorogood et al (1982) isotretionin tidak hanya menyebabkan perubahan patologis yang

melibatkan sel pial pada sistem syaraf, namun juga melibatkan beberapa sel lain disekitarnya.

Pada tahun-tahun berikutnya beberapa peneliti telah menemukan defisit fungsional dan

perilaku pada keturunan hewan dari ibu dengan hipervitaminosis A. Kelainan kognitif dan

perilaku terdeteksi pada keturunan tikus (Hutchings et al,1973; Vorhees et al, 1978; Mooney et

al, 1981).

Beberapa laporan telah menjelaskan mekanisme patologis bagaimana retinoid dapat

menyebabkan perubahan molekuler yang terjadi di tingkat sel. Pada penelitian eksperimental

yang dilakukan pada ayam dan embrio amfibi, perubahan ini melibatkan peristiwa kematian sel

dini, kegagalan differensiasi sel maupun perubahan pola perkembangan secara menyeluruh.

(Maden dan Summerbell, 1986).

Beberapa bukti menunjukkan bahwa retinoid bekerja didalam sel dengan cara mengikat

protein sitoplasma yang diangkut ke inti sel dan mengubah pola aksi gen didalamnya. Protein

yang khusus mengikat sel di sitoplasma ini disebut sebagai Celluler Retinoic Acid Binding

Protein (CRABP) yang terdeteksi di dalam embrio tikus dan ayam (Kwarta et al, 1985), namun

peran dari CRABP dalam menyebabkan efek teratogenik masih belum dapat dipastikan.

Dari tujuh laporan kasus yang dilaporkan oleh FDA ditemukan hasil kehamilan yang

buruk terkait dengan konsumsi harian vitamin A sebesar 25000 IU atau lebih (Rossa et al, 86).

Beberapa bayi memiliki kelainan yang sama dengan bayin yang terpajan dengan isotretionin

Page 13: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

walaupun bias yang berkontribusi pada hasil penelitian ini tidak diketahui dengan pasti. Tidak

ada studi epidemiologi yang menyediakan data yang diperlukan secara kuantitatif untuk

menyatakan resiko malfarmasi setelah paparan harian janin akibat suplementasi vitamin A alami.

Bukti epidemiologi mulai dipublikasikan setelah ditemukan tiga bayi yang mengalami kelainan

akibat penggunaan isotretionin pada awal kehamilan. (Rosa, 1983; Lammer et al, 1985).

Isotretionin yang diberikan dengan dosis 0,5-1,5 mg/kg terbukti sebagai agen teratogenik yang

menyebabkan cacat kongenital mayor pada hampir 20% janin yang terpapar. Kelainan yang

dijumpai adalah cacat pada kraniofasial, sistem syaraf pusat, jantung, dan thymus. Kelainan pada

otak yaitu hidrosefalus, mikrosefali, dan mikrocerebelli. Kelainan jantung yang ditemukan

seperti aorticopulmonary septation defect atau cacat pada perkembangan conotruncal (Lammer

dan Opitz, 1986). Malformasi kraniofasial termasuk cacat telinga eksternal, atresia pulmonalis,

micrognatia, wajah asimetris dan palatoschizis.

Pemberian asam retinoat pada induk mencit sejak umur kebuntingan 10 hari pada dosis

60 mg/kgBB meyebabkan peningkatan kematian intrauterus yang meliputi jumlah fetus mati dan

embrio teresorpsi. (Puspitadewi, 2008). Vitamin A dan senyawa turunan lainnya merupakan

teratogen yang kuat, baik pada hewan coba maupun pada manusia. Kelainan lahir yang

dilaporkan pada wanita yang menerima 13-cis-retinoic acid (isotretionin) selama kehamilan

terjadi peningkatan resiko kelahiran pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10000 IU per

hari seuplemen pro-vitamin A pada tujuh minggu sebelum melahirkan. Konsumsi vitamin A

sebanyak 10 kali lipat dari RDA oleh wanita hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin,

gejala kelainan neurologi dan kerusakan pada mata. (Christian, 2000).

Waugh (2004) telah melaporkan bahwa bayi yang terlahir dari seorang wanita yang

mengoleskan asam retinoat 0,05% sebanyak dua kali sehari untuk wajah berjerawat, sebelum

dan selama kehamilan, mengalami malformasi berat pada wajah seperti kecacatan langit-langit

mulut, bibir sumbing, celah kelopak mata menyatu, hipertelorisma, , defisiensi lubang hidung

kiri dan kelainan sistem saraf pusat serta hidrosefalus. Kasus lainnya melibatkan seorang wanita

yang telah menggunakan krim asam retinoat 0,05% selama sebulan sebelum menstruasi terakhir

dan selama sebelas minggu pertama kehamilan, dilaporkan bahwa bayi yang terlahir mengalami

cacat telinga eksternal.

Sifat teratogenik pada asam retinoat umumnya ditandai oleh kelainan pada telinga

eksternal,kelainan bentuk wajah, kelainan sistem saraf pusat (malposisi, perkembangan kurang

Page 14: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

sempurna, atau tidak ada perkembangan), kurangnya kemampuan produksi hormon paratiroid,

serta kelainan jantung (terutama kecacatan pada sekat ventrikel dan atrium, atau pada lengkung

aorta). Kebanyakan bayi yang terlahir dengan kondisi tersebut akhirnya meninggal. Selain dari

itu, kasus keguguran dan kelahiran prematur telah dilaporkan usai penggunaan asam retinoat.

(Waugh, 2004; Briggs, 2005). Adanya asam retinoat dalam darah pada kehamilan telah

dinyatakan berpotensi teratogen. Tidak terkecuali untuk penggunaan asam retinoat topikal di

kulit yang dapat memungkinkan resiko terserapnya asam retinoat ke dalam tubuh. Karena

besarnya resiko tersebut, asam retinoat dikontraindikasikan selama kehamilan dan selama

merencanakan kehamilan.( Briggs, 2005; Thiboutot, 2008))

Percobaan lain juga telah membuktikan bahwa pemberian senyawa retinoid pada embrio

xenopus menyebabkan kelainan pada sistem syaraf berupa mikrosefali, enoftalmus dan

ketidaksempurnaan perkembangan otak depan dan otak tengah setelah pemaparan 4-okso-RA

sejak periode blastula sampai neuralasi awal. Paparan teratogen yang sama pada tikus juga

menyebabkan beberapa cacat kongenital seperti hilangnya struktur otak belakang bagian

anterior, cortical cytoarchitecture dan kelainan perilaku setelah dewasa. (Ganguly, 1989).

Laporan lain telah mendokumentasikan juga pemaparan asam retinoat pada tikus yang

baru dilahirkan menyebabkan keterlambatan perkembangan dan kelainan perilaku .(Luo dkk,

2004). Abnormalitas pada sistem syaraf juga ditemukan sama seperti gejala sindrom all-trans-RA

seperti kegagalan perkembangan paru, pseudotumor cerebri dan peningkatan tekanan intrakranial

yang menyebabkan pembengakakan pada otak. (West dkk, 1999; Mulder, 2000)

Beberapa bukti yang dijumpai oleh Melanie Lamprecht (2007) terkait dengan toksisitas

dari vitamin A dapat membahayakan janin sehingga konsumsi harian dari vitamin A perlu

diperhatikan. Namun perbedaan farmakologi antara vitamin A alami dan vitamin A analog dan

turunannya mempersulit dalam perkiraan efek teratogen dan konversinya dari hewan coba ke

manusia. Konsentrasi teratogen relatif untuk berbagai bentuk retinoid dapat ditentukan dengan

kultur tikus pada embrio pascaimplantasi, namun prosedur ini belum diterima secara luas oleh

masyarakat peneliti sebagai ekstrapolasi data ke manusia hamil.

Kesimpulan

Penggunaan beberapa obat selama kehamilan dapat menimbulkan resiko yang

membahayakan janin karena sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus

Page 15: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin dan menyebabkan kelainan pada masa

embriogenesis maupun organogenesis. Vitamin A analog dan senyawa turunannya yang sering

digunakan dalam campuran obat pada penyakit kulit, produk kosmetik maupun suplemen

merupakan suatu senyawa yang larut lemak dan dieksresikan sangat lambat dari tubuh, sehingga

penggunaannya dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek toksik bagi tubuh.

Resiko terjadinya efek teratogenik akibat pemberian vitamin A dan turunannya tergantung pada

dosis obat yang diberikan. Walaupun pemberian vitamin A selama kehamilan menunjukkan

keamanan pada hewan coba pada dosis yang disarankan, namun pemberiannya pada manusia

belum teruji secara klinis dan diperlukan penelitian lebih lanjut.

Referensi

American Society of Health-System Pharmacy. 2010. AHFS Drug Information. ASHP

Inc. USA. From http://www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/ajhp_04012010.pdf

Allan R. Liss. Publikasi teratologi masyarakat. Rekomendasi penggunaan vitamin A

selama kehamilan. Teratology 35:269-275 (1987)

Badan POM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. CV. Sagung Seto. Jakarta

Bollag, W. (1983) Vitamin A and retinoids. From nutrition to pharmacology in

dermatology and oncology. Lancet I:860–863.

Bollag, W., and A. Matter (1981) From vitamin A to retinoids in experimental and

clinical oncology: Achievements, failures and outlook. Ann. N.Y. Acad. Sci., 359: 9–23.

Briggs, Gg, et all. 2005. Drug in Pregnancy and Lactation, seventh edition. Lippincott

William& Wilkins. California.

Ganguly J. Biochemistry of Vitamin A. Florida. CRC Press Inc, 1989.

Geelen, J.A.G. (1979) Hypervitaminosis A induced teratogenesis. CRC Crit. Rev.

Toxicol., 6:351–375.

Page 16: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Christian P, West KP Jr, Khatry SK, et al. Vitamin A or β-carotene supplementation

reduces symptoms of illness in pregnant and lactating Nepali women. J Nutr

2000;130:2675-82.

Combs, GF. 2008. The Vitamin: Fundamental Aspects in Nutrition and health. Third

edition. Elsevier Academic Press. USA.

Goodman, D.S. (1984) Vitamin A and retinoids in health and disease. N. Engl. J. Med.,

310:1023–1031.

Howard, W.B., and C.C. Willhite (1986) Toxicity of retinoids in humans and animals. J.

Toxicol. Toxin. Rev.; 5:55–94.

Hutchings, D.E., J. Gibbon, and M.A. Kauffman (1973) Maternal vitamin A excess

during the early fetal period: effect on learning and development in the offspring. Dev.

Psychobiol., 6:445–457.

Kamm, J.J. (1982) Toxicology, carcinogenicity, and teratogenicity of some orally

administered retinoids. J. Am. Acad. Dermatol., 6:652–659.

Kamm, J.J., K.O. Ashenfelter, and C.W. Ehmann (1984) Preclinical and clinical

toxicology of selected retinoids. In: The Retinoids. M. Sporn, A.B. Roberts, and D.S.

Goodman, eds. Academic Press, New York, vol. n, pp. 287–326.

Kochhar, D.M. (1973) Limb development in mouse embryos. I Analysis of teratogenic

effects of retinoic acid. Teratology, 7:289–298.

Kochhar, D.M., and W.G. McBride (1986) Isotretinoin metabolism and its role in

teratogenesis in mice and marmosets. Teratology, 33:47C.

Kwarta, R.F., C.A. Kimmel, G.L. Kimmel, and W. Slikker (1985) Identification of the

cellular retinoic acid-binding protein (CRABP) within the embryonic mouse (CD-1) limb

bud. Teratology 32:103–111.

Lammer E.J., and J.M. Opitz (1986) The DiGeorge anomaly as a developmental field

defect. Am. J. Med. Genet. (Suppl.) 2:113–127.

Lammer, E.J., D.T. Chen, R.M. Hoar, N.D. Agnish, P.J. Benke, J.T. Braun, C.J. Curry,

P.M. Fernhoff, A.W. Crix, LT. Lott, J.M. Richard, and S.C. Sun (1985) Retinoic acid

embryopathy. N. Engl. J. Med., 313:837–841.

Luo T, Wagner E, Crandall JE, Drager UC. A Retinoic Acid Critical Period in Early

Postnatal Mouse Brain. Biological Psychiatry. 2004;56:971-980.

Maden, M., and D. Summerbell (1986) Retinoic acid-binding protein in the chick limb

bud: Identification at developmental stages and binding affinities of various retinoids. J.

Embryol. Exp. Morphol., 97:239–250.

Marin-Padilla, M., and V.H. Ferm (1965) Somite necrosis and developmental

malformations induced by vitamin A in the golden hamster. J Embryol. Exp. Morphol,

13:1–8.

Melanie Lamprecht. 2007. Overdose of Vitamin A: Teratogenic Effects on the Fetus |

Suite101.com http://suite101.com/article/overdosage-of-vitamin-a-

a25227#ixzz26YMWBJil

Mooney, M.P., K.T. Hoyenga K.B. Hoyenga, and J.R.C. Morton (1981) Prenatal

hypovitaminosis A and postnatal behavioral development in the rat. Neurobehav.

Toxicol. Teratol., 3:1–4.

Morriss, G.M. (1976) Abnormal cell migration as a possible factor in the genesis of

vitamin A-induced craniofacial anomalies. In: New Approaches to the Evaluation of

Page 17: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Abnormal Embryonic Development. D. Neubert and H.J. Merker, (eds.) Thieme,

Stuttgart, pp. 678–687.

Mulder GB, Manley N, Grant J, Schmidt K, Zeng W, Eckhoff C, Maggio-Price L. Effects

of Excess Vitamin A on Development of Cranial Neural Crest-Derived Structures: A

Neonatal and Embriological Study. NLM : Teratology. 2000;62:214-26.

National Toxicology Program(2005) All All-Trans-Retinyl Palmitate (Effects of Topically

Applied Retinoids on Photocarcinogenesis). http://ntp.niehs.nih.gov/go/7658

Nutrients guidelines. Institute of Medicine of the National Academies, (2008)

http://www.americanpregnancy.org/pregnancyhealth/nutrientguidelines.htm

O’Donnell J. Polar Hysteria: An Expression of Hypervitaminosis A. Am J Ther.

2004;11:507-516.

Puspitadewi Teresia Retna, 2008. Efek Asam Retinoat yang Diberikan pada Induk

Mencit (Mus musculus) Umur Kebuntingan 10 Hari Terhadap Hasil Reproduksi dan

Kelainan Bawaan Eksternal Janin. From : http://www.fk.unair.ac.id/scientific-

papers/pasca-theses/efek-asam-retinoat-yang-diberikan-pada-induk-mencit-mus-

musculus-umur-kebuntingan-10-hari-terhadap-hasil-reproduksi-dan-kelainan-bawaan-

eksternal-janin.html

Rosa, F.W. (1983) Teratogenicity of isotretinoin., Lancet, II:513.

Russell-Briefel, R., A.W. Caggiula, and L.H. Kuller (1985) A comparison of three dietray

methods for estimating vitamin A intake. Am. J. Epidemiol. 122:628–636.

Sommer A, West KP. Effects of alternative maternal micronutrient Supplement On Low

Birth Weight In rural Nepal: Double-Blind Randomised Trial. BMJ. 2003;26:571.

Shenefelt, R;E. (1972) Morphogenesis of malformations in hamsters caused by retinoic

acid. Relation to dose and stage at treatment. Teratology, 5:103–118.

Thiboutot, DM, et all, 2008. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin mediates 13-cis

retinoic acid-induced apoptosis of human sebaceous gland cells. Abstract J. of Clinical

Investigation. http://www.fred.psu.edu/ds/retrieve/fred/publication/18317594

Thorogood, P., L. Smith, A. Nicot, R. McGinty, and D. Garrod (1982) Effects of vitamin

A on the behavior of migratory neural crest cells in vitro. J. Cell Sci.,57:331–350.

Underwood B.A. (1984) Vitamin A in animal and human nutrition. In: The Retinoids,

Vol. I. M.B Sporn, A.B. Roberts, and D.S. Goodman, eds. Academic press, New York,

pp. 282–377.

Underwood, B.A. (1986) The safe use of vitamin A by women during the reproductive

years. Report of the International Vitamin A Consultative Group, April 1986.

Vorhees, C.V., R.L. Brunner, C.R. McDaniel, and R.E. Butcher (1978) The relationship

of gestational age to vitamin A induced postnatal dysfunction. Teratology, 17:271–276.

Waugh J., et all. 2004. Adapalene: a Review of its Use in the Treatment of Acne Vulgaris.

J. Drug. Dermatology.

Webster, W.S., M.C. Johnston, E.J. Lammer, and K.S. Sulik (1986) Isotretinoin

embryopathy and the cranial neural crest: an in vivo and in vitro study. J. Craniofac.

Genet. Dev. Biol., 6:211–222.

West KP, Katz J, Khatry SK, LeCLrq SC, Pradhan EK, Shresth SR, Connor PB, Dali

SM, Christian P, Pokhrei RP, Sommer A. Double-Blind, Cluster Randomised Trial of

Low Dose Supplementation With Vitamin A or b- Carotene on Mortality Related to

Pregnancy in Nepal. BMJ. 1999;318:570-575.

Page 18: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi

Willhite, C.C., and V. Balogh-Nair (1985) Teratogenic profile of retinylidene methyl

nitrone and retinol in Swiss-Webster mice. Teratogenesis Carcinogen. Mutagen., 5:355–

363.

Willhite, C.C., R.M. Hill, and D.W. Irving (1986) Isotretinoin induced craniofacial

malformations in humans and hamsters. J. Craniofac. Genet. Dev. Bio., 2:193–209.

Page 19: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 20: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi
Page 21: Efek Teratogenik Vitamin a Dosis Tinggi