EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT SEMANGKA SEBAGAI INHIBITOR ...digilib.unila.ac.id/59663/3/SKRIPSI TANPA...
Transcript of EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT SEMANGKA SEBAGAI INHIBITOR ...digilib.unila.ac.id/59663/3/SKRIPSI TANPA...
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT SEMANGKASEBAGAI INHIBITOR KOROSI STAINLESS STEEL 304
DALAM MEDIA KOROSI HCl 3%
(SKRIPSI)
Oleh
Ratna Huzaupah
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
i
ABSTRAK
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT SEMANGKA SEBAGAI INHIBITORKOROSI STAINLESS STEEL 304 DALAM MEDIA KOROSI HCL 3%
Oleh
RATNA HUZAUPAH
Ekstrak kulit semangka sebagai inhibitor SS-304 dalam media korosi HCl 3%.Perendaman sampel dilakukan selama 168 jam dengan variasi konsentrasiinhibitor 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%. Diperoleh laju korosi terendah dengan metodekehilangan berat, pada sampel SS-304 dengan penambahan inhibitor 8% dengannilai laju korosi 2,7948 x10-3 mm/tahun. Data menunjukkan semakin besarkonsentrasi inhibitor maka laju korosi semakin berkurang. Efisiensi terbesarterdapat pada sampel SS-304 dengan inhibitor 8% dengan nilai efisiensi49,6060%. Karakterisasi dengan XRD terlihat bahwa fasa yang terbentuk adalahfasa Fe- (ferit) dan Fe- (austenit), dengan bidang 110, 200, 220 dan 211 yangmenunjukkan struktur kristal BCC.
Kata kunci: SS-304, ekstrak kulit semangka, XRD.
ii
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF WATERMELON RIND EXTRACT ASINHIBITORS CORROSION ON STAINLESS STEEL 304 IN MEDIA
CORROSION HCl 3%
By
RATNA HUZAUPAH
Watermelon rind extract as an inhibitor of the SS-304 in corrosion media HCl 3%.Submersion the sample was carried out for 168 hours with variations in theinhibitor concentration of 0%, 2%, 4%, 6% and 8%. The lowest corrosion rateobtained by the method of weight loss, in the SS-304 sample with the addition of8% inhibitor with a corrosion rate of 2,7948 x10-3 mm / year. The data shows thatthe greater the inhibitor concentration, the less the corrosion rate. The greatestefficiency was found in SS-304 samples with 8% inhibitors with an efficiencyvalue of 49.6060%. Characterization with XRD shows that the phase formed isFe- (ferrite) and Fe- (austenite) with 110, 200, 220 and 211 fields which showthe BCC crystal structure.
Key Words: SS-304, watermelon rind extract, XRD.
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT SEMANGKASEBAGAI INHIBITOR KOROSI STAINLESS STEEL 304
DALAM MEDIA KOROSI HCl 3%
Oleh
RATNA HUZAUPAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS
Pada
Jurusan FisikaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton
Bandar Lampung pada tanggal 31 Juli April 1994. Penulis merupakan anak
pertama dari pasangan Bapak Rasid Sarbini dan Ibu Hartini. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Sumber Agung tahun 2005, SMPN 22
Bandar Lampung pada tahun 2008 dan SMKN 3 Bandar Lampung Jurusan
Busana Butik pada tahun 2011.
Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Penerimaan
Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP). Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif di kegiatan kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai
Garuda Muda pada tahun 2011-2012, Anggota Pemberdayaan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (PPSDM) pada tahun 2012-2013. Penulis juga aktif di
kegiatan Himpunan Mahasiswa Fisika sebagai Anggota Muda Fisika pada tahun
2011-2012, Anggota Bidang Dana Usaha (DANUS) pada tahun 2012-2013,
Kepala Bidang Dana Usaha (DANUS) pada tahun 2013-2014. Penulis melakukan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT. Balai Pengolahan Mineral Lampung-LIPI
dengan judul “Pembuatan Bata Komposit Tanpa Bakar”. Penulis juga pernah
viii
menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I, Fisika Dasar II, Sol Gel, dan Fisika
Eksperimen. Kemudian penulis melakukan penelitian “Efektivitas Ekstrak Kulit
Semangka Sebagai Inhibitor Korosi Stainless Steel 304 dalam Media Korosif HCl
3%” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UNILA. sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNILA.
ix
MOTTO
Be Your Self
Learn from yesterday, Live for today,
Hope for tomorrow
-Albert Einstein-
Be better than you yesterday
Ketika kau bertarung dengan ketakutanmu karena keinginan
itulah “KEBERANIAN”
-TOP BigBang-
ix
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,Aku persembahkan karya ini untuk orang-orang yang
aku cintai dan aku sayangi karena Allah SWT
Kedua Orang Tua dan KeluargaTerimakasih atas segala Do’a dan pengorbanan yang telah diberikan
hingga aku mampu menyelesaikan pendidikan S1.
Bapak-Ibu dosenTerima kasih atas bekal ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang telah
membuka hati dan wawasanku
Para sahabat dan teman-teman seperjuanganTerima kasih atas kebaikan kalian dan kebersamaan yang kita lalui
dan
Almamaterku tercintaUniversitas Lampung
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Efektifitas Estrak Kulit Semangka sebagai Inhibitor Korosi
Stainless Steel 304 dalam Media Korosif HCl 3%”
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan terdapat banyak kesalahan,
namun berkat rahmat dari Allah SWT serta bimbingan dan kerjasama dari
berbagai pihak sehingga permasalahan tersebut dapat terselesaikan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan,
sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.
Bandar Lampung, 22 Februari 2019
Penulis,
Ratna Huzaupah
xii
SANWACANA
Alhamdulillah, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik berkat dorongan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si. selaku pembimbing I atas segala
dedikasi yang telah Beliau berikan selama menempuh pendidikan di kampus,
atas semua kebaikan, kesabaran, bimbingan dan ilmu sehingga penelitian dan
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Bapak Drs. Syafriadi, M.Si., selaku pembimbing II dan Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan serta nasehat
dengan ikhlas dan penuh kesabaran.
3. Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si., selaku pembahas atas bimbingan,
arahan dan ilmu yang telah diberikan.
4. Dengan segenap ketulusan hati, terima kasih untuk Bapakku Rasid Sarbini
dan Ibuku Hartini atas seluruh cinta, kasih sayang, kesabaran, keikhlasan,
pengorbanan dan ketulusan do’a yang selalu dipanjatkan.
5. Bapak Prof. Warsito, D.E.A selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
6. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. selaku Ketua jurusan Fisika FMIPA
Unila.
xiii
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika FMIPA Unila atas segala dedikasi, ilmu
dan pengalaman yang telah diberikan selama mengikuti perkuliahan di
kampus.
8. Terima kasih kepada embah, adikku Abi, Tiwi, Karlon dan keluarga atas
segala dukungan dan do’a yang tak pernah putus.
9. Sahabat seperjuangan Ayu Sevtia Anggraini, Dita Rahmayanti dan Nindy
Elyta Mawarti yang selalu mengajarkan tentang arti berbagi, cinta,
persahabatan dan kebersamaan.
10. Teman-teman seperjuangan Edward Jannert Ch. S., Heri Prasetiyo, Nika
Khumaidah, Umi Latifah, Sunarsih dan Ali Akbar Hasibuan serta adik-adik
tingkat atas segala dukungan dan semangat. Semoga kita dipertemukan di
puncak kesuksesan. Aamiin.
11. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran serta kritik dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala ketulusan dan bantuannya.
Bandar Lampung, 22 Februari 2019
Penulis,
Ratna Huzaupah
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
PERYATAAN......................................................................................................vi
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................vii
MOTTO ............................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN................................................................................................ x
KATA PENGANTAR………………………………………………………….xi
SANWACANA ....................................................................................................xii
DAFTAR ISI...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... …xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ..xviii
I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang ................................................................................... 11.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 41.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 41.4. Batasan Masalah................................................................................. 41.5. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Baja Tahan Karat (Stainless Steel) ..................................................... 62.2. Baja Tahan Karat Austenitik SS 304 ................................................. 9
xv
2.3. Korosi .................................................................................................102.3.1. Faktor Korosi..........................................................................102.3.2. Jenis-Jenis Korosi...................................................................122.3.3. Mekanisme Terbentuknya Sel Korosi ....................................162.3.4. Laju Korosi.............................................................................182.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Korosi ..................19
2.4. Inhibitor..............................................................................................212.4.1. Mekanisme Kerja Inhibitor ....................................................212.4.2. Jenis Inhibitor .........................................................................22
2.5. Semangka (Citrullus Lanatus) ...........................................................232.5.1. Gambaran Umum Tumbuhan Semangka ...............................232.5.2. Taksonotomi Tumbuhan Semangka.......................................252.5.3. Kadungan Kulit Semangka.....................................................252.5.4. Ekstrak Kulit Semangka Sebagai Inhibitor ............................26
2.6. XRD (X-Ray Diffraction) ...................................................................27
III. METODOLOGI PENELITIAN3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................313.2. Alat dan Bahan ...................................................................................313.3. Prosedur Penelitian.............................................................................32
3.3.1. Pembuatan Larutan Inhibitor Dari Kulit semangka ...............353.3.2. Preparasi Sampel Baja SS 304 (Pemotongan
dan Pembersihan) ...................................................................363.3.3. Penimbangan Massa Awal Sampel ........................................363.3.4. Pembuatan Medium Korosif ..................................................373.3.5. Perendaman Sampel ...............................................................373.3.6. Pembersihan dan Penimbangan Massa Akhir Sampel ...........383.3.7. Perhitungan Laju Korosi ........................................................383.3.8. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) .........................................39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil Perhitungan Laju Korosi...........................................................414.2. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) ....................................................43
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan.........................................................................................505.2. Saran...................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Korosi merata ................................................................................12
2.2. Korosi galvanis ..............................................................................13
2.3. Korosi sumuran .............................................................................13
2.4. Korosi celah...................................................................................14
2.5. Korosi batas butir ..........................................................................15
2.6. Korosi retak tegangan....................................................................15
2.7. Korosi erosi ...................................................................................16
2.8. Mekanisme Korosi.........................................................................17
2.9. Daun semangka .............................................................................24
2.10. Bunga dari tanaman semangka......................................................24
2.11. Bentuk umum buah semangka.......................................................25
2.12. Skema metoe difraksi sinar-X .......................................................28
2.13. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang ..............................29
2.14. Ilustrasi transisi elektron dalam sebuah atom ...............................30
3.1. Diagram alir proses pembuatan inhibitor dan proses ujikandungan tanin.............................................................................33
3.2. Diagram alir preparasi baja ...........................................................34
3.3. Sampel SS-304 ..............................................................................34
3.4. Diagram alir penelitian dan karakterisasi sampel..........................35
xvii
4.1. Laju korosi SS-304 dengan konsentrasi inhibitor dalammedium korosif HCl ......................................................................42
4.2. Difraktogram hasil analisis XRD sampel SS-304/HCl(0%)dengan panjang gelombang yang digunakan λ = 1,54060 Å.........44
4.3. Difraktrogram hasil analisis XRD SS-304-HCl(8%) denganpanjang gelombang sinar-X yang digunakan = 1,54060Å .........46
4.4. Difraktogram sampel SS-304/HCl(8%) dan SS-304/HCl(8%) .....48
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Komposisi unsur kimia baja tahan karat tipe 304 ..............................10
2.2. Perbandingan satuan laju korosi mils per year (mpy) dengansatuan laju korosi yang lain................................................................19
2.3. Taksonotomi tumbuhan semangka.....................................................25
3.1. Konstanta laju korosi..........................................................................38
4.1. Data penelitian SS-304 dalam larutan HCl ........................................40
4.2. Hasil perhitungan laju korosi SS-304 ................................................41
4.3. Selisih nilai 2/d(Å) antara data XRD sampel
SS-304/HCl(0%) dengan data standar................................................45
4.4. Selisih nilai 2/d(Å) antara data XRD sampel SS-304HCl(8%)
dan data standar..................................................................................47
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semangka (Citrullus lanatus) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis
dan subtropis yang buahnya cukup digemari masyarakat Indonesia. Seperti buah
lainnya, buah semangka hanya dikonsumsi bagian dagingnya dan lapisan putih
hingga kulit umumnya dibuang dan menjadi limbah. Limbah yang dihasilkan dari
semangka ini cukup banyak, yaitu sekitar 30% dari berat buah (Kementrian
pertanian, 2015). Pemanfaatan limbah kulit semangka masih kurang maksimal,
padahal berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai produk yang berguna.
Kulit semangka mengandung beberapa atom berikatan kovalen dan nitrogen serta
oksigen, yang memungkinkan terjadinya interaksi ionik dengan permukaan logam
dan dapat berfungsi sebagai inhibitor korosi (Odewunmi et all a., 2015). Kulit
semangka juga mengandung L-citrulline yang memiliki sifat antioksidan yang
dapat menghambat proses korosi (Odewunmi et all b., 2015) Beberapa penelitian
juga telah memperlihatkan efektivitas kulit semangka sebagai biosorben yang
ekonomis dan telah diujikan pada larutan yang mengandung nikel (Ni), kobalt
(Co) (Lakshmipathy and Sarada, 2013), kromium (Cr) (Reddy et all., 2014),
kadmium (Cd) (Lakshmipathy et all., 2013) dan logam lainnya. Hal ini karena
2
adanya kandungan gugus fungsi dalam kulit semangka, yaitu hidroksil (selulosa)
dan karboksil (pektin) yang dapat dengan mudah berikatan dengan ion-ion logam
(Lakshmipathy et all., 2014). Salah satu contoh logam yang dapat digunakan
adalah Stainless stel.
Stainless steel merupakan jenis baja yang tahan korosi karena memiliki unsur
kromium minimal 10% (Cobb, 1999). Berdasarkan struktur kristalnya, baja tahan
karat dikelompokkan menjadi lima yaitu baja tahan karat austenitik, baja tahan
karat martensitik, baja tahan karat feritik, baja tahan karat pengerasan
pengendapan dan baja tahan karat dupleks (Cobb, 1999). Baja tahan karat
austenitik (Austenitic stainless steel) merupakan baja yang mengandung 18% Cr
dan 8% Ni dengan kadar karbon rendah (Dewangan et all., 2015). Baja tahan
karat austenitik yang mengandung kromium dan nikel diberi nomor seri 300 dan
untuk baja yang menganung kromium, nikel dan mangan diberi nomor seri 200
(Cobb, 1999).
Baja SS-304 merupakan baja tahan karat jenis austenitik dengan kemampuan las,
kekuatan mekanik dan ketahanan korosi yang baik (Sumarji, 2011). Baja jenis ini
memiliki ketahanan korosi yang baik terdapat lapisan kromium oksida pada
permukaanya (Riszki dan Harmami, 2015). Tetapi, jenis baja tahan karat ini jika
bereaksi dengan klorida akan menimbulkan korosi (Dewangan et all., 2015).
Korosi yang terjadi dapat berupa korosi batas butir (intergranular corrosion),
korosi lubang (crevice corrosion), korosi sumuran (pitting corrosion) dan korosi
retak tegang (stress corrosion cracking) (Khatak dan Raj, 2002).
3
Terjadinya korosi tidak bisa dihindari, tetapi lajunya dapat dikurangi. Laju proses
korosi dapat dikurangi dengan proteksi anodik, proteksi katodik, pelapisan
(coating), atau dengan penambahan inhibitor. Inhibitor korosi terbagi menjadi
inhibitor anorganik dan inhibitor organik. Inhibitor anorganik antara lain kromat,
arsenat, fosfat dan silikat yang merupakan jenis bahan kimia yang tidak ramah
lingkungan, mahal, serta tidak biokompatibel atau dapat berefek buruk bila
berinteraksi langsung dengan tubuh manusia. Oleh sebab itu, saat ini banyak
dilakukan pengembangan inhibitor organik yang lebih alami, aman dan
biokompatibel dengan tubuh (Ziebowicz et all., 2008). Inhibitor organik alami
bersifat lebih bio-degradable dan lebih mudah didapatkan dibandingkan dengan
inhibitor organik sintesis. Penggunaan produk tumbuhan sebagai inhibitor korosi
dengan senyawa fitokimia yang terkandung didalamnya secara struktur
elektrokimia dan molekuler mendekati sama dengan molekul inhibitor organik
konvensional (Umoren et all., 2011).
Pada penelitian kali ini, baja yang digunakan adalah baja SS-304 yang merupakan
baja tahan karat jenis austenitik, yang diaplikasikan dalam pembuatan peralatan
makanan. Baja SS-304 direndam dalam medium korosi HCl dengan penambahan
inhibitor 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%, dengan lama perendaman selama 144 jam.
Sampel baja SS-304 hasil korosi akan dikarakterisasi dengan XRD (X-Ray
Diffraction) untuk melihat fasa pada baja dan menentukan laju korosi
menggunakan metode kehilangan berat.
4
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor ekstrak kulit
semangka dalam medium korosif HCl terhadap laju korosi pada baja SS-304.
2. Bagaimana struktur mikro dari produk-produk korosi yang terjadi pada baja
SS-304 setelah direndam dalam larutan HCl.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah:
1. Mengetahui laju korosi yang dihasilkan pada baja SS-304 dengan
penambahan inhibitor ekstrak kulit semangka pada medium korosif HCl.
2. Mengetahui struktur mikro dari produk-produk korosi yang terjadi pada baja
setelah direndam dalam medium korosif dengan penambahan inhibitor.
1.4. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, batasan masalah yang digunakan adalah:
1. Sampel yang digunakan adalah baja SS-304.
2. Medium korosif yang digunakan adalah HCl dengan konsentrasi 3%.
3. Konsentrasi inhibitor ekstrak kulit semangka (Citrullus Lanatus) yaitu
konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6% dan 8% selama 144 jam.
4. Laju korosi dihitung dengan metode kehilangan berat.
5. Karakterisasi sampel menggunakan XRD (X-Ray Diffraction).
5
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Untuk memberikan informasi mengenai pengaruh konsentrasi larutan
inhibitor ekstrak kulit semangka (Citrullus Lanatus) pada baja SS-304 pada
medium korosif.
2. Tambahan referensi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
terutama di Jurusan Fisika.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Baja tahan karat merupakan baja paduan tinggi dengan kandungan unsur kromium
minimal 10%, sehingga mempunyai sifat tahan korosi. Selain unsur kromium
terdapat unsur tambahan lain yaitu Ni, Mo, Mn, Al, Cu, Ti, C dan Nb (Cobb,
1999). Setiap unsur memiliki pengaruh dalam proses oksidasi suhu tinggi. Proses
oksidasi akan menghasilkan senyawa FeO, Fe3O4, Fe2O3, Cr2O3 dan CrO
(Bandriyana dkk., 2004).
Unsur dalam baja tahan karat antara lain:
1. Kromium (Cr)
Kromium (Cr) dapat meningkatkan kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan,
ketahanan terhadap abrasi dan korosi karena membentuk lapisan pasif
kromium oksida.
2. Nikel (Ni)
Nikel (Ni) adalah unsur yang sangat penting dalam pembuatan baja tahan
karat. Nikel dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan serta ketahanan
terhadap korosi.
7
3. Molibdenum (Mo)
Molibdenum (Mo) berfungsi untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan,
ketangguhan dan ketahanan baja terhadap korosi.
4. Mangan (Mn)
Mangan (Mn) dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik.Selain itu,
dapat mengurangi distorsi pada baja.
5. Aluminium (Al)
Aluminium (Al) dapat meningkatkan ketahanan korosi pada saat oksidasi.
6. Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) dapat meningkatkan ketahanan korosi dalam larutan asam
tertentu, menurunkan kekerasan dan meningkatkan machinability.
7. Titanium (Ti)
Titanium (Ti) digunakan sebagai penstabil unsur dalam baja tahan karat.
8. Karbon (C)
Karbon (C) merupakan komponen utama dari baja karena dapat
meningkatkan kekuatan tarik, kekerasan dan ketahanan. Unsur karbon dapat
menurunkan keuletan, ketangguhan dan machinability pada baja
(Outokumpu, 2013).
8
Berdasarkan struktur kristalnya, baja tahan karat dibagi menjadi lima yaitu:
1. Baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel)
Austenitic stainless steel merupakan baja yang mengandung 18% Cr dan 8%
Ni dengan kadar karbon rendah. Baja jenis ini diaplikasikan dalam pembuatan
peralatan makanan. Baja austenitik bersifat non-magnetik, ulet, mudah
dibentuk dan dilas serta tahan korosi. Tetapi, jika bereaksi dengan klorida
akan menimbulkan korosi retak tegang (SCC). Jenis baja austenitik misalnya
AISI 201, 202, 304, 302 dan 316 (Dewangan et all., 2015).
2. Baja tahan karat feritik (ferritic stainless steel)
Ferritic stainless steel merupakan baja dengan kandungan 11 – 27% kromium
dan sedikit nikel atau tidak ada sama sekali. Tidak dapat dikeraskan dengan
perlakuan panas, namun dapat dikeraskan dengan perlakuan dingin. Bersifat
magnetik, ulet, tahan terhadap korosi dan oksidasi. Jenis baja tahan karat
feritik misalnya AISI 430 dan 409 (Cobb, 1999).
3. Baja tahan karat martensitik (martensitic stainless steel)
Martensitic stainless steel merupakan baja dengan kadar kromium 10,5 –
18% dan karbon sekitar 1,2% tanpa tambahan nikel. Dikeraskan melalui
pendinginan cepat (quenching). Bersifat magnetik dan rapuh, sehingga
diperlukan proses tempering untuk mendapatkan keuletannya. Jenis baja
martensit misalnya AISI 410 dan 440 (Davis, 1994).
4. Baja Tahan Karat Dupleks (Duplex Stainless Steel)
Duplex Stainless Steel merupakan baja dengan bentuk struktur campuran
antara austenitik dan feritik, mempunyai kekuatan tarik dan luluh lebih tinggi
9
dibandingkan dengan jenis austenitik maupun feritik. Baja ini biasa
digunakan dalam peralatan atau mesin yang memiliki tegangan dinamis. Tipe
dari baja ini antara lain AISI 2205 dan 2304 (Yunaidi, 2016).
5. Baja Tahan Karat Pengerasan Pengendapan (Precipitation Hardenable
Stainless Steel)
Precipitation Hardenable Stainless Steel merupakan baja dengan kandungan
11 – 17,5% Cr, 4 – 8% Ni dan 0 – 2% Mo. Bersifat magnetik dan dapat
dikeraskan dengan perlakuan panas. Jenis baja ini misalnya S17400 dan
S13800 (Davis, 1994).
2.2. Baja Tahan Karat Austenitik SS-304
Baja tahan karat austenitik tipe 304 merupakan baja paduan dengan kandungan Cr
18 – 20% dan Ni 8 – 10,5% (Roberge, 2000). Baja jenis ini biasa digunakan
sebagai bahan konstruksi utama dalam beberapa industri seperti industri nuklir,
kimia dan makanan. Baja ini memiliki ketahanan korosi yang baik karena terdapat
lapisan kromium oksida pada permukaannya (Riszki dan Harmami, 2015).
Ketahanan korosi SS-304 akan menurun jika direndam secara terus menerus
dalam larutan asam maupun air laut. Semakin lama baja tersebut direndam dalam
medium korosif, laju korosinya akan semakin menurun (Iliyasu et all., 2012). SS-
304 merupakan baja yang memiliki tingkat kekerasan rendah sekitar 123 HB dan
kekuatan tarik sebesar 505 N/mm2 (Nasir, 2014). Tabel 2.1 menunjukkan
komposisi unsur kimia penyusun baja SS-304.
10
Tabel 2.1. Komposisi unsur kimia baja tahan karat tipe 304Unsur Fe C Si Mn Cr Mo Ni S PKadar(%)
72,07 0,0423 0,57 1,1973 17,289 0,024 8,4 0,0008 0,04
2.3. Korosi
Korosi atau yang lebih dikenal dengan pengkaratan, secara umum didefinisikan
sebagai penurunan mutu dari logam akibat reaksi elektrokimia dengan
lingkungannya (Trethewey dan Chamberlain, 1991). Kondisi lingkungan yang
sering menyebabkan terjadinya korosi pada logam adalah udara dan air (Fontana
dan Greene, 1986). Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan
oksigen (udara) mengalami reduksi. Peristiwa korosi sendiri merupakan proses
elektrokimia, yaitu proses (perubahan atau reaksi kimia) yang melibatkan adanya
aliran listrik. Bagian tertentu dari logam berlaku sebagai kutub negatif (elektroda
negatif, anoda), sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda
positif, katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadi
peristiwa korosi (Daryanto, 2003).
2.3.1. Faktor Korosi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya korosi antara lain adalah udara, air,
tanah dan zat-zat kimia.
1. Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan bumi dan
komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konsisten. Adanya oksigen
yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan permukaan logam
11
yang lembab sehingga kemungkinan terjadi korosi lebih besar (Trethewey
dan Chamberlain, 1991).
2. Air
Air dapat dibedakan atas air laut dan air tawar. Air laut merupakan larutan
yang mengandung berbagai macam unsur yang bersifat korosif. Jumlah
garam dapat dinyatakan dengan salinitas, yaitu jumlah bahan-bahan padat
yang terlarut dalam satu kilogram air laut. Karena banyaknya bahan-bahan
padat yang terdapat dalam air laut maka akan mempengaruhi laju korosi suatu
bahan logam. Air laut sangat mempengaruhi laju korosi dari logam yang
dilalui atau yang kontak langsung dengannya. Hal ini dikarenakan air laut
mempunyai konduktivitas yang tinggi dan memiliki ion klorida yang dapat
menembus permukaan logam (Kirk dan Othmer, 1965).
Air tawar seperti air sungai, air danau atau air tanah dapat mengandung
berbagai macam garam alami, asam, oksigen dan zat-zat kimia lain yang
berasal dari susunan geologi dan mineral dari daerah yang bersangkutan.
Biasanya zat terlarut yang membentuk asam, misalnya belerang dioksida,
karbon dioksida akan mempercepat laju korosi (Sulaiman, 1978).
3. Zat-zat kimia
Zat kimia yang dapat menyebabkan korosi antara lain asam, basa dan garam,
baik dalam bentuk cair, padat maupun gas. Pada umumnya, korosi oleh zat
kimia pada suatu material dapat terjadi bila material mengalami kontak
langsung dengan zat kimia tersebut (Trethewey dan Chamberlin, 1991).
12
2.3.2. Jenis-Jenis Korosi
Penyebab terjadinya korosi berdasarkan lingkungan maupun jenis material yang
diserang. Korosi terbagi menjadi beberapa macam, diantaranya adalah:
1. Korosi merata (uniform corrosion)
Korosi merata yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat
pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam
berkurang sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk karat yang
biasanya terjadi pada peralatan-peralatan terbuka, misalnya permukaan pipa.
Gambar 2.1. menunjukan korosi merata.
Gambar 2.1. Korosi merata (sumber: Priyotomo, 2008).
Korosi ini terjadi ketika luas permukaan logam terkorosi sepenuhnya dalam
lingkungan seperti cairan elektrolit (larutan kimia, logam cair), gas elektrolit
(udara), atau elektrolit hybrid (air, organisme biologis). Contohnya seperti
stainless steel yang direndam dalam lingkungan natrium klorida (NaCl), tangki
baja yang berkarat karena terkena udara, korosi pada pipa dekat rel kereta api dan
lain-lain (Perez, 2004).
2. Korosi galvanis (galvanic corrosion)
Korosi galvanis merupakan proses pengkaratan elektro kimiawi. Korosi ini dapat
terjadi apabila dua jenis logam yang berbeda potensial dimasukkan ke dalam satu
13
elektrolit (Widharto, 1999). Contoh korosi galvanis dapat dilihat pada Gambar
2.2.
Gambar 2.2. Korosi Galvanis (sumber: ASM Handbook, 1991).
Logam dengan potensial elektroda lebih tinggi (katodik) akan mengalami
reduksi, sedangkan logam yang memiliki potensial elektroda lebih rendah
(anodik) akan mengalami oksidasi dan terkorosi (Roberge, 2000).
3. Korosi sumuran (pitting corrosion)
Korosi sumuran yaitu korosi terbentuk lubang-lubang pada permukaan logam
karena hancurnya film dari proteksi logam disebabkan oleh laju korosi yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya pada permukaan logam
tersebut. Kerusakan dimulai akibat komposisi tidak homogen. Gambar 2.3.
menunjukkan korosi sumuran.
Gambar 2.3. Korosi sumuran (sumber: Priyotomo, 2008)
14
Umumnya lubang-lubang halus pada logam atau material digambarkan
sebagai rongga atau lubang dengan diameter lubang kira-kira sama bahkan
lebih kecil dari kedalamannya. Bentuk sumuran atau pit yang terjadi akibat
korosi jenis ini bervariasi (Berlian, 2011).
4. Korosi celah (crevice corrosion)
Korosi celah terjadi ketika permukaan logam terkena medium korosif yang
menyebabkan korosi terlokalisasi (Sidiq, 2013). Bentuk korosi celah dapat dilihat
pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Korosi celah (sumber: Priyotomo, 2008).
Korosi celah biasanya terjadi pada logam pasif akibat dari kerusakan lapisan
oksida pelindung dari logam. Korosi terjadi akibat dari adanya konsentrasi
senyawa korosif pada bagian permukaan logam. Untuk kasus ini, konsentrasi
terjadi akibat dari adanya celah yang sangat kecil antara dua permukaan
logam (Priyotomo, 2008).
5. Korosi Batas Butir (intergranular corrosion)
Korosi batas butir merupakan korosi yang secara lokal menyerang batas butir-
butir logam sehingga butir-butir logam akan hilang atau kekuatan mekanik
dari logam akan berkurang. Gambar 2.5.menunjukkan korosi batas butir.
15
Gambar 2.5. Korosi batas butir (sumber: Budianto dkk., 2009)
Korosi ini disebabkan adanya kotoran (impurity) batas butir, adanya unsur
yang berlebih pada sistem perpaduan atau penghilangan salah satu unsur pada
daerah batas butir (Priyotomo, 2008).
6. Korosi retak-tegangan (stress corrosion cracking)
Korosi retak tegang merupakan korosi yang terjadi akibat adanya tegangan
tarik atau geser, tegangan sisa dan media korosif yang menyebabkan terjadi
penampakan retak pada logam (Landolt, 2007). Gambar 2.6 menunjukkan
korosi retak-tegangan.
Gambar 2.6. Korosi retak-tegangan (sumber: Priyotomo, 2008).
Biasanya retakan-retakan korosi retak-tegangan tidak mudah dilihat,
terbentuk dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Korosi
16
retak-tegangan ini disebabkan kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan
yang bersifat korosif sehingga struktur logam melemah (Priyotomo, 2008).
7. Korosi erosi (erosion corrosion)
Jenis korosi ini terjadi pada industri yang mengalirkan minyak memakai pipa.
Contoh dari korosi ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Korosi Erosi (sumber: Priyotomo, 2008)
Korosi erosi disebabkan oleh kombinasi fluida korosif dan kecepatan aliran
yang tinggi. Bagian fluida yang kecepatan alirannya rendah akan mengalami
laju korosi rendah, sedangkan fluida kecepatan tinggi menyebabkan
terjadinya erosi dan dapat menggerus lapisan pelindung sehingga
mempercepat korosi (Lucya, 2012).
2.3.3. Mekanisme Terbentuknya Sel Korosi
Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan berawal dari
logam yang teroksidasi dan melepaskan elektron untuk membentuk ion logam
yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak sebagai katoda dengan reaksi
yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2, akibat ion H+ dan H2O
yang tereduksi. Reaksi ini terjadi di permukaan logam yang akan menyebabkan
17
pengelupasan akibat pelarutan logam ke dalam larutan secara berulang-ulang
(Nurdin dkk, 1998). Gambar 2.8 menunjukkan mekanisme korosi
Gambar 2.8. Mekanisme Korosi
Di dalam logam atau bahan itu sendiri terdapat dua komponen penting dalam
penentuan terjadinya reaksi korosi, yaitu:
a. Anoda
Anoda adalah bagian permukaan yang mengalami reaksi oksidasi atau
terkorosi. Pada anoda ini logam terlarut dalam larutan dan melepaskan elektron
untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif. Reaksi korosi suatu
logam M dinyatakan dalam persamaan berikut:
Μ →Μn+ + ne- (2.1)
18
b. Katoda
Katoda adalah elektroda yang mengalami reaksi reduksi menggunakan elektron
yang dilepaskan oleh anoda. Pada lingkungan air alam, proses yang sering
terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2.
Pelepasan H2 dalam larutan asam dan netral
evolusi hidrogen / larutan asam : 2H+ + 2e- → H2 (2.2)
reduksi air / larutan netral / basa : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH- (2.3)
Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam dan netral
reduksi oksigen / asam : O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O (2.4)
reduksi oksigen / netral atau basa : O2 + 2H20 + 4e- → 4OH- (2.5)
Reduksi ion logam yang lebih elektronegatif
M3+ + e- → M2+ (2.6)
2.3.4. Laju Korosi
Laju korosi didefinisikan sebagai banyaknya logam yang dilepas tiap satuan
waktu pada permukaan tertentu. Laju korosi umumnya dinyatakan dengan satuan
mils per year (mpy). Satu mils adalah setara dengan 0,001 inchi (Fontana,1986).
Laju korosi dapat dirumuskan sebagai berikut:
= (2.7)
Dimana: C = Laju korosi (mm/y)K = Konstanta laju korosiW = Selisih massa (mg)T = Waktu perendaman (tahun)A = Luas permukaan (mm2)ρ = Massa jenis (mg/mm3)
19
Metode pengurangan berat merupakan metode pengukuran laju korosi paling
sederhana. Massa sampel sebelum dan setelah dilakukan uji ditimbang untuk
mengetahui selisih massanya (Kumar, 2014).
Tabel 2.2 menunjukkan perbandingan nilai laju korosi dalam mpy dengan unit
satuan yang lain. Laju korosi dalam mm/tahun menampilkan nilai bentuk pecahan,
µm/tahun memberikan hasil dalam bilangan bulat besar dan nm/jam serta pm/jam
menunjukkan nilai laju korosi dengan bilangan bulat kecil. Nilai laju korosi
tersebut menunjukkan ketahanan suatu logam terhadap proses korosi.
Tabel 2.2. Perbandingan satuan laju korosi mils per year (mpy) dengan satuan lajukorosi yang lain
Laju korosi relatif mil/tahun mm/tahun μm/tahun nm/jam pm/detik
Amat sangat baik < 1 < 0,025 < 25 < 2,89 < 0,8Sangat baik 1 – 5 0,025 – 0,1 25 – 100 2,89 – 10 0,8– 4Baik 5 -20 0,1 – 0,5 100 – 500 10 – 50 4 – 16Sedang 20 – 50 0,5 – 1 500 – 1000 50 – 150 16 – 40Buruk 50 - 200 1 – 5 1000 – 5000 150 – 500 40 – 161Sangat buruk 200+ 5+ 5000+ 500+ 161+
Sumber: (Jones, 1996).
Suatu baja dapat dikatakan memiliki ketahanan korosi baik jika laju korosinya < 1
mils per year (mpy) (Jones, 1996).
2.3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi yaitu:
1. Kandungan Gas dan Padatan Terlarut
a. Oksigen (O2)
20
Gas oksigen yang terlarut akan menyebabkan laju korosi pada material
meningkat. Kelarutan dalam air merupakan fungsi dari tekanan,
temperatur dan kandungan klorida. Oksigen akan bereaksi dengan besi
yang kemudian menghasilkan karat.
b. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida yang terlarut dalam air akan membentuk asam karbonat
dan menyebabkan pH air menurun sehingga korosifitas meningkat. Jenis
korosi yang dihasilkan berupa korosi piting atau sumuran.
c. Klorida (Cl-)
Klorida akan menyerang lapisan pelindung pada material yang
menyebabkan terjadinya korosi sumuran, korosi celah dan pecahnya
paduan.
d. Sulfat (SO4)
Ion sulfat dalam air dapat berubah menjadi sulfida yang bersifat korosif.
2. Temperatur
Laju korosi pada umumnya akan meningkat seiring dengan bertambahnya
temperatur meskipun kelarutan oksigen berkurang. Hal ini disebabkan karena
reaksi kimia akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.
3. Derajat keasaman (pH)
Suatu lingkungan akan bersifat asam jika pH < 7 dan basa jika pH > 7. Laju
korosi akan meningkat dengan menurunnya pH. Penurunan pH akan
21
menjadikan lingkungan bersifat semakin asam dan kandungan hidrogennya
meningkat.
4. Bakteri Pereduksi
Bakteri pereduksi sulfat (SRB) akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S.
Apabila gas tersebut kontak dengan material logam akan menyebabkan
terjadinya korosi (Gunaatmaja, 2011).
2.4. Inhibitor
Inhibitor korosi adalah suatu senyawa organik atau anorganik yang apabila
ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit ke dalam sistem logam akan efektif
menurunkan laju korosi logam. Syarat umum suatu senyawa yang dapat
digunakan sebagai inhibitor korosi adalah senyawa-senyawa yang mampu
membentuk senyawa kompleks atau memiliki gugus fungsi yang mampu
membentuk ikatan kovalen koordinasi (Dalimunthe, 2004).
2.4.1. Mekanisme Kerja Inhibitor
Adapun mekanisme kerja inhibitor sebagai berikut:
1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat
dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan
terhadap logamnya.
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta
22
melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak,
sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan suatu zat kimia
yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut
membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya
(Dalimuthe, 2004).
2.4.2. Jenis Inhibitor
Berdasarkan materialnya, inhibitor korosi terbagi menjadi dua, yaitu inhibitor
organik dan anorganik.
1. Inhibitor anorganik
Inhibitor anorganik dapat menginhibisi material logam secara anodik atau
katodik karena memiliki gugus aktif (Wiston, 2000). Inhibitor ini terdiri dari
beberapa senyawa anorganik seperti fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat,
molibdat dan arsenat. Senyawa-senyawa tersebut sangat berguna dalam
aplikasi pelapisan korosi, namun inhibitor ini memiliki kelemahan yaitu
bersifat toksik (Ameer at all., 2000).
3. Inhibitor organik
Inhibitor organik berperan sebagai inhibitor anodik dan katodik karena dapat
menginhibisi reaksi anodik dan katodik, sehingga akan terjadi penurunan laju
korosi yang ditandai dengan melambatnya reaksi anodik, reaksi katodik atau
23
bahkan kedua reaksi tersebut (Argrawal at all., 2004). Senyawa yang
digunakan sebagai inhibitor organik adalah senyawa heterosiklik yang
mengandung atom nitrogen, sulfur atau oksigen yang mempunyai elektron
bebas (Stupnisek at all., 2002).
Inhibitor dapat mempengaruhi seluruh permukan dari suatu logam yang
terkorosi apabila digunakan dalam konsentrasi yang cukup. Efektifitas dari
inhibitor ini bergantung pada komposisi kimia, struktur molekul dan
permukaan logam.Inhibitor organik diklasifikasikan ke dalam 2 bentuk, yaitu
sintetik dan alami. Inhibitor sintetik dapat menghambat laju korosi logam,
namun inhibitor ini sangat berbahaya terhadap manusia dan lingkungan
karena inhibitor sintetik bersifat toksik. Sedangkan untuk inhibitor organik
alami bersifat non-toksik dan ramah lingkungan karena berasal dari senyawa
bahan alam seperti tumbuh-tumbuhan (Oguzie dkk, 2007).
2.5. Semangka (Citrullus Lanatus)
2.5.1. Gambaran Umum Tumbuhan Semangka
Tanaman semangka adalah tanaman semusim yang tumbuh merambat hingga
mencapai kepanjangan 3-5 meter. Batang tanaman ini lunak, berambut, bersegi
dan panjangnya mencapai 1,5-5 meter. Daun semangka berseling, bertangkai,
helaian daunnya lebar dan unjungnya runcing, tepian daun bergelombang dan
tulang daunnya berbentuk menjari. Panjang daun sekitar 3-25 cm dan lebar daun
1,5-5 cm (Sobir, 2010). Bentuk dari daun semangka dapat dilihat pada Gambar
2.9.
24
Gambar 2.9. Daun Semangka
Bunga tanaman semangka berwarna kuning cerah dan terdiri dari tiga jenis, yaitu
bunga betina (pistillate), bunga jantan (staminate) dan bunga sempurna
(hermaphrodite). Pada umumnya perbandingan jumlah bunga jantan dan betina
pada tanaman semangka yaitu 7:1 (Sobir, 2010). Gambar 2.10 menunjukkan
bunga dari tanaman semangka.
Gambar 2.10. Bunga dari tanaman semangka
Buah semangka memiliki bentuk bervariasi dengan diameter 15-20 cm, panjang
20-40 cm dan berat 4-20 kg. Bentuk buahnya secara umum dibedakan menjadi
tiga, yaitu bulat, oval dan lonjong. Semangka memiliki kulit buah yang tebal, licin
dan berdaging. Warna kulit luar semangka beragam, seperti hijau tua, hijau muda
bergaris putih, atau kuning agak putih. Daging kulit semangka berwarna putih dan
disebut albedo. Sedangkan daging buah semangka renyah, mengandung banyak
air, manis dan umumnya berwarna merah, tetapi ada juga yang berwarna kuning
25
dan jingga. Bentuk biji semangka pipih, memanjang dan warnanya hitam, putih,
kuning atau coklat kemerahan, serta ada juga semangka yang tidak memiliki biji
(seedless) (Sobir, 2010). Buah umum buah semangka dapat dilihat pada Gambar
2.11.
Gambar 2.11.Bentuk umum buah semangka
2.5.2. Taksonomi Tumbuhan Semangka
Taksonomi tanaman semangka ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Taksonotomi Tubuhan SemangkaKlasifikasi Ilmiah
Kerajaan PlantaeDivisi TracheophytaSubdivisi SpermatophytinaKelas MagnoliopsidaOrdo CucurbitalesFamili CucurbitaceaeGenus CitrullusSpesies Citrullus lanatus
Sumber: (Paris, 2015), (Wang et all., 2012).
2.5.3. Kandungan kulit semangka
Penelitian menunjukkan bahwa kulit, daging dan biji semangka mengandung
beberapa senyawa fitokimia seperti alkaloid, tanin, fenol, saponin, oksalat dan
sebagainya (Johnson et all., 2012). Sedangkan kulit semangka sendiri
26
mengandung 13% pektin, 20% selulosa, 23% hemiselilosa, 10% lignin, 12% silika
dan protein (Lakshmipathy dan Sarada, 2013). Penelitian oleh Odewunmi et all
b.,(2015) mendapatkan bahwa kulit semangka juga mengandung L-citrulline yang
memiliki sifat antioksidan yang dapat menghambat proses korosi.
2.5.4. Ekstrak kulit semangka sebagai inhibitor korosi
Kulit semangka mengandung 20% selulosa dan 10% lignin yang merupakan
penyusun dinding sel (Lakshmipathy dan Sarada, 2013). Selulosa berpotensi
untuk dijadikan adsorben karena adanya kandungan gugus –OH yang
menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian selulosa
lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar
(Mandasari dan Purnomo, 2016).
Pektin merupakan salah satu senyawa yang terdapat pada dinding sel tumbuhan
darat. Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan
oleh ikatan α-1,4 glikosidik dan banyak terdapat pada lamella tengah dinding sel
tumbuhan (Wong et all., 2008). Proses biosorpsi logam oleh pektin dapat terjadi
karena adanya gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron bebas seperti gugus
karboksilat dan hidroksil yang terdapat pada senyawa tersebut, sehingga kation
logam dapat tertarik dan berikatan membentuk kompleks pektin dan logam
(Mandav dan Pusphalatha, 2002). Hasil karakterisasi dengan FT-IR pada ekstrak
kulit semangka menunjukkan adanya gugus –OH, –C=O, –COO dan –C–O yang
merupakan gugus fungsi yang mudah berikatan dengan logam (Lakshmipathy et
all., 2013).
27
Kandungan lain yang terdapat pada semangka yaitu L-citrulline yang mengandung
heteroatom (nitrogen dan oksigen) dan cincin aromatik dalam struktur kimianya
memungkinkan terjadinya interaksi ionik dengan permukaan logam dan dapat
berfungsi sebagai inhibitor korosi (Odewunmi et al b, 2015).
2.6. XRD (X-Ray Diffraction)
Suatu material dapat dipelajari kisi-kisi ruang dari intensitasnya secara cepat dan
akurat menggunakan difraksi sinar-X (Brindley dan Brown, 1980). Sinar-X pertama
kali ditemukan oleh Wilhelm Rontgen pada tahun 1895. Difraksi sinar-X (XRD)
merupakan proses hamburan sinar-X oleh kristal. Sinar-X adalah gelombang
elektromagnetik transversal. Panjang gelombang sinar-X yang digunakan dalam
difraksi sekitar 0,5 – 2,5 Å. Bila seberkas sinar-X dengan panjang gelombang
diarahkan pada permukaan kristal dengan sudut datang , maka sinar tersebut akan
dihamburkan oleh bidang atom kristal dan menghasilkan puncak-puncak difraksi
yang dapat diamati dengan peralatan difraktor (Cullity, 1978).
Difraksi sinar-X atau yang dikenal dengan XRD adalah alat yang digunakan untuk
menentukan struktur dan pengenalan bahan-bahan baik keramik, logam, gelas
maupun komposit. Teknik dasar XRD digunakan untuk mengidentifikasi fasa
kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi untuk
mendapatkan ukuran partikel (Widhyastuti dkk, 2009).
Komponen dasar XRD terdiri dari sumber sinar-X (X-Ray source), material uji
(spesimen) dan detektor sinar-X (X-Ray detector) (Sartono, 2006). Dalam teknik
pengujian dengan metode difraksi sinar-X, sampel yang digunakan dapat berupa
28
serbuk atau padatan kristalin yang diletakkan pada plat kaca. Skema metode
difraksi sinar-X seperti pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Skema metode difraksi sinar-X.
Sinar-X yang keluar dari tabung sinar-X dalam keadaan vakum pada tegangan
tinggi dan dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam (Cu) atau
sampel padatan kristalin. Kemudian sinar-X tersebut akan diabsorbsi,
ditransmisikan dan sebagian dihamburkan terdifraksi ke segala arah sampel.
Selanjutnya detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan, untuk
mendeteksi pola difraksi sinar-X tersebut. Pola difraksi yang dihasilkan berupa
deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif yang bervariasi sepanjang
2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif bergantung pada jumlah atom atau ion yang
ada dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Selain itu, pola
difraksi setiap padatan kristalin sangat khas berdasarkan kisi kristal, unit
parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang
sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1969).
29
Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang (Ismunandar,
2006).
Gambar 2.13. difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang atom paralel a dan a1
yang terpisah oleh jarak d. Dua berkas sinar-X yaitu a dan a1 dianggap bersifat
paralel, monokromatik dan koheren dengan panjang gelombang λ datang pada
bidang dengan sudut θ. Jika kedua berkas tersebut terdifraksi berturut-turut oleh
M dan N menjadi i1’ dan i2’ yang masing-masing akan membentuk sudut θ
terhadap bidang dan bersifat paralel, monokromatik dan koheren.
Sinar-X dapat pula terbentuk melalui proses perpindahan elektron suatu atom dari
tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah. Adanya
tingkat-tingkat energi dalam atom dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya
spektrum sinar-X dari suatu atom (Gambar 2.14). Sinar-X yang terbentuk melalui
proses ini mempunyai energi yang sama dengan selisih energi antara kedua
tingkat energi elektron tersebut. Karena setiap jenis atom memiliki tingkat-tingkat
30
energi elektron yang berbeda-beda maka sinar-X yang terbentuk dari proses ini
disebut karakteristik Sinar-X.
Gambar 2.14. Ilustrasi transisi elektron dalam sebuah atom
Karakteristik Sinar-X terjadi karena elektron yang berada pada kulit K terionisasi
sehingga terpental keluar. Kekosongan kulit K ini segera diisi oleh elektron dari
kulit diluarnya. Jika kekosongan pada kulit K diisi oleh elektron dari kulit L,
maka akan dipancarkan karakteristik sinar-X Kα Jika kekosongan itu diisi oleh
elektron dari kulit M, maka akan dipancarkan karakteristik Sinar-X Kβ dan
seterusnya.
31
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2018 sampai Agustus 2018 di
Laboratorium Kimia Organik Universitas Lampung, Laboratorium Mesin SMK N
2 Bandar Lampung, Laboratorium Universitas Padang.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: penguap putar vakum
(rotary evaporator), neraca digital, alat pemotong baja, gergaji mesin, jangka
sorong digital, gelas ukur, decicator, plastik kecil, botol film, beaker glass,
blender, spatula, pipet tetes, benang, kayu kecil, kertas saring, aluminium foil,
kertas amplas, XRD (X-Ray Diffraction).
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kulit semangka,
baja SS 304, asam klorida (HCl), etanol 70%, aseton, aquades dan aquabides.
32
3.3. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa tahapan dalam preparasi bahan diantaranya
pembuatan larutan inhibitor, preparasi sampel baja, hingga proses perendaman
dan karakterisasi. Untuk lebih terperinci preparasi bahan pada penelitian ini
seperti berikut.
a. Prosedur pembuatan larutan inhibitor ekstrak buah semangka dapat dilihat pada
diagram alir dalam Gambar 3.1.
33
Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan inhibitor dan
proses uji kandungan tanin
Mengeringkan kulit buah semangka selama 4hari
Mengoven kulit buah semangka selama 2 jampada suhu 100o C
Menghaluskan sampel yang telah kering
Merendam kulit buah semangka denganetanol 70% selama 5 hari
Menyaring hasil rendaman dengan kertassaring
Menguapkan filtrate menggunakan rotaryevarotor engan kecepatan 200 rpm pada suhu
50o C
Hasil ekstrak
Menyiapkan kulit buah semangka 3500 gram
34
b. Prosedur preparasi sampel baja dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Diagram alir preparasi baja
Gambar 3.3. Sampel SS-304
c. Prosedur penelitian untuk melihat laju korosi pada baja yang telah dipreparasi
dengan inhibitor ekstrak kulit buah semangka apat diliat pada Gambar 3.4.
Memotong Sampel baja
Mengamplas sampel sampai permukaan halus
Mencelupkan sampel baja ke dalam aseton
Mencuci sampel dengan cairan pembersih
Baja hasil preparasi
35
Gambar 3.4. Diagram alir penelitian dan karakterisasi sampel
3.3.1. Pembuatan Larutan Inhibitor dari Kulit semangka
Pembuatan larutan inhibitor dari kulit semangka yaitu:
1. Mengeringkan sampel kulit semangka segar sebanyak 3500 gram
dalam suhu kamar selama 4 hari untuk menghilangkan kadar air.
2. Mengoven kulit semangka yang sudah setengah kering dengan suhu
100oC selama 2 jam.
3. Menghaluskan sampel yang telah kering dengan blender untuk
mempermudah dan memaksimalkan proses ekstraksi.
4. Mengekstrak kulit semangka menggunakan metode maserasi.
Penimbangan massa awal sampel
Pembuatan medium korosif HCl 3%
Perendaman sampel dalam larutan HCl3% dengan menambahkan inhibitor
ekstrak kulit semangka 0%, 2%, 4%, 6%,8% selama 144 jam
Pembersihan sampel
Penimbangan massa akhir sampel
Uji XRD
36
5. Melakukan metode maserasi dengan memasukkan kulit semangka
yang telah halus ke dalam wadah botol yang berisi etanol 70% selama
5 hari.
6. Menyaring hasil perendaman menggunakan kertas saring hingga
memperoleh filtrat.
7. Kemudian menguapkan filtrat dari hasil proses tersebut menggunakan
alat penguap putar vakum (rotary evaporator) dengan kecepatan 200
rpm dan suhu 50ºC hingga menghasilkan ekstrak pekat.
3.3.2. Preparasi Sampel Baja SS 304 (Pemotongan Dan Pembersihan)
Untuk menyiapkan baja SS 304 dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Memotong baja SS 304 dengan panjang 8 mm, lebar 8 mm dan tinggi 8
mm.
2. Membersihkan baja SS 304 dan memperhalus permukaannya
menggunakan kertas amplas untuk menghilangkan pengotor.
3. Mencelupkan baja SS 304 ke dalam aseton untuk membersihkan
pengotor yang menempel pada baja.
3.3.3. Penimbangan massa awal sampel
Baja yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui
massa sebelum pengkorosian.
37
3.3.4. Pembuatan medium korosif
Medium korosif adalah larutan yang dapat mengakibatkan terjadinya
korosi. Medium korosif pada penelitian ini adalah HCl dengan konsentrasi
3%. Cara pembuatan larutan HCl yaitu mengencerkan HCl yang memiliki
konsentrasi 37% dengan aquades. Untuk pengenceran larutan HCl
ditentukan secara matematis berdasarkan persamaan (3.1).
V1 x M1 = V2 x M2 (3.1)
Dimana: V1 = Volume mula-mulaM1 = Konsentrasi mula-mulaV2 = Volume setelah pengenceranM2 = Konsentrasi setelah pengenceran
Dari rumus pengenceran, HCl yang digunakan 40,54 ml ditambah aquades
sebanyak 459,46 ml. Karena volume medium korosi dibuat dalam 500 ml.
3.3.5. Perendaman Sampel
Dalam tahap perendaman ini sampel yang digunakan sebanyak 5 buah.
Sampel direndam pada medium korosif HCl 3% dengan menambahkan
inhibitor ekstrak kulit semangka. Konsentrasi inhibitor yang digunakan
sebesar 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%. Menurut ASTM G31-72 (2004) waktu
perendaman umum sampel untuk pengukuran laju korosi skala
laboratorium adalah 2 – 7 hari. Dalam penelitian ini, perendaman sampel
dilakukan selama 7 hari.
38
3.3.6. Pembersihan dan Penimbangan Massa Akhir Sampel
Sampel yang telah direndam dalam medium korosif ditambah inhibitor
dibiarkan hingga kering. Selanjutnya sampel ditimbang untuk mengetahui
massa akhir sampel.
3.3.7. Perhitungan Laju Korosi
Perhitungan laju korosi dilakukan menggunakan metode kehilangan berat
sampel tiap satuan luas dan waktu menggunakan persamaan (3.2) dengan
konstanta laju korosi yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Konstanta laju korosi
No Laju Korosi K
1 Mills per years (mpy) 3,45 x 106
2 Inches per years (ipy) 3,45 x 103
3 Inches per month (ipm) 2,87 x 102
4 Milimetres per years (mm/y) 8,76 x 104
5 Micrometres per years (μm/y) 8,76 x 107
6 Picometres per second (pm/s) 2,78 x 106
7 Gram per square metre per hour )g/m2.h) 1,00 x 104 x Da
8Milligrams per square decimeter per day(mmd)
2,40 x 106 x Da
9Micrograms per square metre per second(μg/m2.s) 2,78 x 106 x Da
Sumber: ASTM International, 2005. hal 23.
= (3.2)
Dimana: C = Laju korosi (mm/y)K = Konstanta laju korosiW = Selisih massa (mg)T = Waktu perendaman (tahun)A = Luas permukaan (mm2)ρ = Massa jenis (mg/mm3)
39
Sedangkan untuk menghitung efisiensi penggunaan inhibitor dihitung
menggunakan persamaan (3.3).(%) = 100% (3.3)
Dimana: η = Efisiensi inhibitor (%)CRuninhibited = Laju korosi tanpa inhibitor (mm/y)CRinhibited = Laju korosi dengan inhibitor (mm/y)
(Fontana, 1986).
3.3.8. Uji XRD (X-Ray Diffraction)
Sampel yang telah mengalami pengkorosian kemudian diuji menggunakan
XRD (X-Ray Diffraction) yang bertujuan untuk mengetahui fasa yang
terbentuk pada sampel.
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin besar konsentrasi inhibitor ekstrak kulit semangka yang digunakan
maka laju korosi akan semakin berkurang dan inhibisi akan semakin
menigkat.
2. Efisiensi terbesar terdapat pada SS-304-HCl(8%) dengan inhibitor 8% dengan
nilai efisiensi 49,6060%.
3. Hasil karakterisasi XRD memperlihatkan bahwa fasa yang terbentuk adalah
fasa Fe- (ferit) dan Fe- (austenit) dengan struktur kristal BCC.
4. Dari hasil karakterisasi dan perhitungan laju korosi didapatkan bahwa
inhibitor ekstrak kulit semangka efektif dalam menginhibisi laju korosi pada
logam SS-304.
51
5.2. SARAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, saran untuk penelitian selanjutnya adalah
penambahan konsentrasi HCl di atas 3% dan perlakuan panas untuk logam SS-
304 melihat apakah struktur kristal berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Ameer, M. A., Khamis, E., dan Al-Senani, G. 2000. Effect ofThiosemicarbozoneson Corrosion of Steel of Phoporic Acid Produced byWet Process: Ads.Science Technologies. Vol 2 pp 127-138.
Argrawal, Y. K., Talati, J. D., Desai, M. N., dan Shah, N. K. 2004. ScihiffBasesof Ethylenediamine as Corrosion Inhibitors of Zinc in SulphuricAcid.Corrosion Science. Vol 46 pp 633-651.
ASM handbook. 1991. ASM Handbook Heat Treating. ASM International.USA.Vol 4 pp 1012.
ASTM Internasional. 2005. Corrosion Test and Standar: Application andInterpretation. Second Edition.ASTM International. pp 23.
ASTM International. 2004. ASTM G31-72: Standard Practice for LaboratoryImmersion Corrosion Testing of Metals. United States of America. pp 5.
Bandriyana, B., Udhi, N dan Bagus, J. 2004.Ketahanan Korosi Baja Anti Karatpada Operasi Suhu Tinggi. Inasea. Vol 5 hal 117–126.
Baldenebro, F. J., Gomez, C. D., Ramon, C., Susana, P. A., Manuel, J. P., Jose, E.L., Roberto, M and Jose, M. H. 2015. Influence of Size on theMicrostructure and Mechanical Properties of an AISI 304L Stainless Steel –A Comparison between Bulk and Fiber. Materials. 8: 451 – 461.
Berlian, M. T. I. 2011. Pengaruh Kekerasan Baja AISI 1045 Hasil Proses Sekrapterhadap Laju Korosi dilingkungan Industri, Pantai, dan PegunungandiProvinsi Lampung (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.hal 42.
Budianto, A., Purwantini, K dan BA. Tjipto, S. 2009. Pengamatan Struktur Mikropada Korosi Antar Butir dari Material Baja Tahan Karat Austenitik setelahMengalami Proses Pemanasan. Jurnal Forum Nuklir. Vol 3(2) hal 107–130.
Chan, S. G., Beck, T. R., 1993. Electrochemical Technology Corp. SeattleWashington. United State of America. pp 125-129.
Cobb, H. M. 1999. Steel Products Manual: Stainless Steel. Iron and Steel Society.United States of America. pp 1.
Dalimunthe, I. S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Universitas Sumatera Utara.Medan. pp 45-48.
Daryanto. 2003. Ilmu Bahan. Bumi Aksara. Jakarta. hal 61-89.
Davis, J. R. 1994. ASM Specialty Handbook: Stainless Steels. ASM International.United States of America. pp 14-17, 34.
Dewangan, A. K., Patel, A. D and Bhadania, A. G. 2015. Stainless Steel for Dairyand Food Industry: A Review. Journal of Material Science andEngineering. Vol (4) pp 1-4.
Fontana, M. G. 1987. Corrosion Engineering. McGraw-Hill Book. Singapore. pp5-30.
Fontana, M. C., dan Greene, M. D. 1986. Corrosion Enginering Hand Book.McGraw Hill Book Company. New York. pp 144-147.
Griffin, H. dan Riessen, V. A. 1991. Scanning Electron Microscopy Course Notes.The University of Western Australia, Nedlands. pp 1-8.
Gunaatmaja, A. 2011. Korosi pada Baja Karbon Rendah dengan PenambahanEkstrak Ubi Ungu sebagai Inhibitor Organik di Lingkungan NaCl 3,5%.(Skripsi). Universitas Indonesia. Depok. hal 9-13.
Iliyasu, I., D. S. Yawas and Aku, S. Y. 2012. Corrosion Behaviour of AusteniticStainless Steel in Sulphuric Acid at Various Concentrations. Advanced inApplied Science Research. Vol 3 pp 3909-3915.
Ismunandar. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Buku Online.http://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id. Diakses tanggal 28 Maret2018.Pukul. 11.00 WIB.
Johnson J, Iwang E, Hemen J, Odey M, Efiong E, Eteng O. 2012. Evaluation ofanti-nutrient contents of watermelon Citrullus lanatus. J Ann Biol Res; Vol3(11) pp 5145-5150.
Jones, Denny A. 1992. Principles and Preventation of Corrosion.MaxwellMacmillan. Singapura. pp 12.
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Statistik produksihortikultura tahun 2014. Direktorat Jenderal Hortikultura, Jakarta:Kementrian Pertanian; hal 34.
Khatak, H. S and Raj, B. 2002. Corrosion of Austenitic Stainless Steel. Alpha ScienceInternational Ltd. India. pp 1 – 163.
Kirk dan Othmer. 1965. Enclyclopedia of Chemical Technology, Second Edition.Vol 6 pp 320.
Kriston, Paramita. 2017. Efektivitas Ekstrak Kulit Semangka Sebagai InhibitorKorosi Pada Kawat ortodonsi Berbahan Stainless Steel (Skripsi).Universitas Hasanudin. Makasar.
Kumar, N., Singh, A. K., Ajit, K and Sushi, PP. 2014. Corrosion Behaviour ofAustenitic Stainless Steel Grade 316 in Strong Acid Solution.InternationalJournal of Advanced Research. Vol 2(5) pp 1 – 9.
Lakshmipathy R, Sarada NC. 2013. Application of watermelon rind as sorbent forremoval of nickel and cobalt from aqueous solution. Int. J Miner Process;Vol 122 pp 63–65.
Lakshmipathy R, Sarada NC. 20.14. Adsorptive removal of basic cationic dyesfrom aqueous solution by chemically protonated watermelon (Citrulluslanatus) rind biomass. J Desalin Water Treat ; Vol 52 pp 6175-84
Lakshmipathy R, Vinod AV, Sarada NC. 2013. Watermelon rind as biosorbent forremoval of Cd2+ from aqueous solution: FTIR, EDX, and Kinetic studies.J Indian Chem Soc; Vol 90 pp 1147–1154
Landolt, D. 2007. Corrosion and Surface Chemistry of Metals. EPFL Press.Swiss. pp 461 – 462, 505 – 508.
Lucya. 2012. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Karburasi Padat terhadapKekerasan Permukaan Baja AISI-SAE 1522. Prosiding Seminar nasionalaplikasi sains dan teknologi. Institut Sains dan Teknologi Akprind.
Madhav A, Pusphalatha PB. 2002. Characterization of pectin extracted fromdifferent fruit wastes. J Trop Agri; Vol 40(1) pp 53-55.
Mandasari I, Purnomo A. 2016. Penurunan ion besi (Fe) dan mangan (Mn) dalamair dengan serbuk gergaji kayu kamper. J Teknik ITS ; Vol 5(1) pp 11-16.
Nasir, N. I. 2014. The Effect of Heat Treatment on the mechanical Properties ofStainless Steel Type 304. International Journal of Scientific Engineeringand Research. Vol 3(8) pp 87-93.
Nurdin, Isdriayani dan Syahri, M. 1998. Inhibisi Korosi Baja Karbon di dalamLarutan Karbonat Bikarbonat. ITB. Bandung.
Odewunmi NA, Umoren SA, Gasem ZM. (a). 2015. Utilization of watermelonrind extract as a green corrosion inhibitor for mild steel in acidic media. JInd Eng Chem; Vol 21 pp 239–247.
Odewunmi NA, Umoren SA, Gasem ZM, Ganiyu SA, Muhammad Q. (b). 2015.L-citrulline: An active corrosion inhibitor component of watermelon rindextract for mild steel in HCl medium. J Taiwan Inst Chem Eng; Vol 51pp177–85.
Oguzie, E. E. 2007. Corrosion Inhibition of Aluminium in Acidic and AlkalineMedia by Sansevieria Trifas-Ciata Extract. Corrosion Science. Vol 49 pp402-417.
Outokumpu. 2013. Handbook of Stainless Steel. Outokompu Oyj. Sweden. pp 12-15.
Paris HS.2015. Origin and emergence of the sweet dessert watermelon, Citrulluslanatus. J Annals Botany: Vol 116 pp 133-148.
Perez, N. 2004. Electrochemistry and Corrosion Science. Kluwer AcademicPublisher. New York. pp 1-6.
Pozio, A., Silva, R. F dan A Masci. 2008. Corrosion Study of SS430/Nb asBipolar Plate Materials for PEMFCs. International Journal of HydrogenEnergy. 33: 5697 – 5702.
Priyotomo, G. 2008. Kamus Saku Korosi Material. Metalurgi LIPI. Tangerang.hal 4-14.
Qulub. 2011. Scanning Electron Microscope dan Energi Dispersive X-RaySpectroscopy(SEM-EDS). http://www.Munawirul-q.blogspot.com/2011/031. Diakses tanggal 28 Maret 2018, pukul 12.00WIB.
Reddy NA, Lakshmipathy R, Sarada NC. 2014. Application of Citrullus lanatus rindas biosorbent for removal of trivalent chromium from aqueous solution. JAlexandria Eng; Vol 53(4) pp 969–975.
Reed, S. J. B. 1993. Electron Microprobe Analysis and ScanningElectronMicroscopy in Geology. Cambridge University Press, Florida. pp23-24.
Richman, M. H. 1967. An Introduction to The Science of Metals. BlaisdellPublishing Company, United State of America. pp 78-79.
Riszki, T. I dan Harmami. 2015. Pengaruh Suhu Terhadap Kualitas Coating(Pelapisan) Stainless Steel Tipe 304 dengan Kitosan secara Elektroforesis.Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol 4(1) hal 25 – 28.
Roberge, P. R. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. McGraw-Hill.NewYork. pp 333 – 351,754, 1093.
Sari, D. M., Handani, S., dan Yetri, Y. 2013. Pengendalian Laju Korosi Baja St-37dalam Medium Asam Klorida dan Natrium Klorida menggunakan InhibitorEkstrak Daun Teh (Camelia Sinensis). Jurnal Fisika Unand . Vol. 2. P. 204-211.
Sartono, A. A. 2006. Difraksi Sinar-X (XRD). (Skripsi). Universitas Indonesia.Depok.
Schmieg, S. 2012. Scanning Electron Microscopy. http://sebastian-schmieg.Blogspot.com/2012/07/scanning-electron-microscopy.html. Diakses padatanggal 28 Maret 2018 pukul 12.15 WIB.
Sembiring, S. 2012. Mikroskopi Elektron (SEM). Bandar Lampung: UniversitasLampung.
Sidiq, M. F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. Vol3(1) hal 25 – 30.
Smith, F. W. 1990. Principles of Material Science and Engineering,secondedition. McGraw-Hill, Inc. New York. pp 864.
Sobir, Siregar FD. 2010. Budidaya semangka panen 60 hari. Jakarta: PenebarSwadaya; pp 12-5.
Stupnisek, L. E., Gazioda, A., dan Madzarac, M. 2002. Low Toxicity CopperCorrosion Inhibitor. Corrosion Science. Vol 47 pp 4189.
Sulaiman, A. 1978. Korosi Laut, Lingkungan dan Pengaruhnya terhadap Korosi.Seminar Nasional Elektrokimia Publitbang LIPI. Serpong Tangerang. hal34.
Sumarji. 2011. Studi Perbandingan Ketahanan Korosi Stainless Steel Tipe SS 304 danSS 201 menggunakan Metode U-Bend Test secara Siklik dengan Variasi Suhudan pH. Jurnal ROTOR. Vol 4(1) hal 1 – 8.
Thretewey, K. R dan J. Chamberlein. 1991. Korosi untuk Mahasiswa Sains danRekayasawan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal 1 – 393.
Umoren, S.A., Obot, I.B., And Obi-Egbedi. 2011. Corrosion Inhibition andAbsorption Behaviour For Alumunium by Exract of Aningeria Robusta inHCL Solution: Synergistic Effect of Iodide Ions. University of Uyo.Nigeria. pp 21-22.
Wang, YH, Behera TK, Kole C. 2012. Genetics, genomics and breeding ofcucurbits. Florida: Taylor & Francis Group; pp 162-163.
Warren, E. 1969. X-Ray Diffraction Addittion-wesley pub. Institute of TechnologyMessachssetfs. New York.
Wiston, R. 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook, 2nd edition. John willey andsonsInc. New York. pp 1091.
Wong WW, Abbas FMA, Liong MT, Azhar ME. 2008. Modification of durianrind pectin for improving biosorbent ability. J Int Food Res; Vol 15(3) pp363-365.
Yunaidi. 2016. Perbandingan Laju Korosi pada Baja Karbon Rendah dan StainlessSteel Seri 201, 304, dan 430 dalam Media Nira. Jurnal Mekanika danSistem Termal. Vol 1 hal 1 – 6.
Zakaria. 2003. Analisis Kandungan Magnetik pada Batuan Beku Daerah IstimewaYogyakarta dengan Metode X-Ray Diffraction. (Skripsi). UniversitasHaluoleo. Kendari.
Ziebowics A, Walke W, Barucha-Kepka A, Kiel M. 2008. Corrosion behavior ofmetallic biomaterials used as orthodontic wires. J AMME; Vol 27(2) pp 151-2.