Epilepsi

35
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. D DENGAN ST EPILEPTIKUS DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Oleh : Dewi Rahmawati 201420461011056 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2105

description

Epilepsi

Transcript of Epilepsi

Page 1: Epilepsi

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. D DENGAN ST EPILEPTIKUS DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Oleh :Dewi Rahmawati 201420461011056

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MALANG2105

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA EPILEPSI

Page 2: Epilepsi

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian

Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-

gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang

disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat

reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang

timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba (Mansjoer, 2000).

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang

dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat

spontan dan berkala (Harsono, 2007).

2. Etiologi

a. Idiopatik: sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi pada anak

adalah epilepsi idiopatik.

b. Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang

disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa,

neurofibriomatosis, angiomatosis ensepalo-trigeminal, fenilketonuria,

hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

c. Faktor genetik: pada kejang demam dan breath holding spells

d. Kelainan kongenital otak: atropi, forensepali, agenesis korfus kalosum.

e. Gangguan metabolik: Hipoglikemia, hipokalsimia, hiponatremia,

hipernatremia.

f. Infeksi: radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan

selaputnya, toksoplasmosis.

Page 3: Epilepsi

g. Trauma: Kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma

subdural.

h. Neoplasma otak dan selaputnya.

i. Kelainan pembuluh darah, mal formasi, penyakit kolagen.

j. Keracunan: timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air.

k. Lain-lain: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon degenerasi

serebral.

3. Patofisiologi

Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial

membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau

toksik, yang selanjutnya melepas muatan listrik dari sel saraf tersebut

(Mansjoer, 2000). Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan

asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik

dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja,

sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin

sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik

sel-sel saraf kortikal dipermudah. Setilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf

kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran

waspada (terjaga) lebih banyak asetilkolin lebih banyak merembes ke luar

dari permukaan otak dari pada selama tidur.

Pada epilepsi idiopatik, tipe grandmal, secara primer muatan listrik

dilepas oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti

centercephalic. Inti ini merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik

atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui

lintasan aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali

tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab

yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti

intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal yang

berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus

Page 4: Epilepsi

menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran yang menerima

impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran menghilang.

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls

dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke

hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan Kemudian

untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan

serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses

inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara

intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG

dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave

yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap

berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena

kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun serangan

epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion.

Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis

metabolik) depolarisasi impuls dapat menimbulkan aktivitas serangan

yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

Page 5: Epilepsi

PATHWAY

4. Manifestasi Klinis

Menurut Commission of Classification and Terminology of the

International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, epilepsy

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Epilepsi parsial (fokal, lokal)

1) Sawan parsial sederhana kesadaran tetap normal

a) Dengan gejala motorik

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

Difusi Na dan Ca berlebih

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

kejang

parsial umum

sederhana kompleks absens mioklonik Tonik klonik

Kesadaran Gg peredaran darah

Aktivitas otot

Resiko injury Reflek menelan

aspirasi

hipoksi

Permeabilitas kapiler

Metabolisme

Keb. O2

asfiksia

Suhu tubuh makin meningkat

Page 6: Epilepsi

Fokal motorik tidak menjalar

Fokal motorik menjalar (dikenal dengan Epilepsi Jackson)

Versiz disertai gerakan memutar tubuh, mata, kepala

Postural disertai lengan atau tungkai kaku dalam sikap

tertentu

Fonasi disertai dengan arus bicara terhenti atau menimbulkan

bunyi- bunyian tertentu

b) Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (melibatkan

pancaindera)

Somatosensoris timbul rasa kesemutan atau seperti ditusk

jarum

Visual terlihat kilatan cahaya

Auditorius terdengar sesuatu

Olfaktoris terhidu sesuatu

Disertai vertigo

c) Dengan gejala atau tanda gangguan syaraf otonom pucat,

berkeringat, dilatasi pupil.

d) Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) sensasi

epigastrium,

Disfasia mengulang suku kata, kata atau bagian kalimat

Dimnesia gangguan fungsi ingatan seperti pernah mengalami,

merasakan, melihat atau sebaliknya tidak pernah.

Kognitif gangguan orientasi waktu

Afektif merasa senang, susah, marah, takut

Ilusi perubahan persepsi benda yang dilihat

Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada

yangbicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu

2) Epilepsi parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)

a) Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran

Dengan gejala parsial sederhana disertai dengan

menurunnya kesadaran

Page 7: Epilepsi

Dengan automatisme : gerakan-gerakan tidak terkendali

dan tidak disadari

b) Dengan penurunan kesadaran sejak permulaan serangan

Hanya dengan penurunan kesadaran

Dengan automatisme

3) Epilepsy parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

(tonik-klonik, tonik, klonik)

a) Sawan parsial sederhana yang berkembangan menjadi

bangkitan umum

b) Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi

bangkitan umum

c) Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial

kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum

b. Epilepsi umum (konvulsif dan non-konvulsif)

1) Epilepsi lena (absence) : kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti,

muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas,

tidak ada reaksi bila diajak bicara, biasanya berlangsung ¼ - ½

menit dan sering dijumpai pada anak. Cirikhasnya :

a) Hanya penurunan kesadaran

b) Dengan komponen klonik ringan

c) Dengan komponen atonik

d) Dengan komponen tonik

e) Dengan automatisme

f) Dengan komponen autonom : kombinasi

2) Epilepsi lena tak khas (atypical absence) : dapat disertai dengan

gangguan tonus yang lebih jelas ; permulaan dan berakhirnya

bangkitan tidak mendadak.

3) Epilepsi mioklonik : terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat

kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot-otot, sekali atau

berulang-ulang.

Page 8: Epilepsi

4) Epilepsi klonik : tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang

kelonjot.

5) Epilepsi tonik : tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya

menjadi kaku.

6) Epilepsy tonik-klonik (Grandmal epilepsy)

Serangan dapat diawali dengan aura, klien mendadak jatuh pingsan,

otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung selama

kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang kelonjot diseluruh badan.

Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi

dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah meningkat

saat kejang, mulut menjadi berbusa karena hembusan nafas kuat.

Mungkin pula klien miksi. Setelah kejang selesai, klien dapat

bangun dengan kesadaran yang masih rendah atau langsung

menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah dan nyeri

kepala

7) Epilepsi atonik : otot-otot seluruh badan mendadak lemas sehingga

klien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik dan dapat juga menurun

sebentar.

8) Status epileptikum : aktifitas kejang yang berlangsung terus-

menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran.

c. Epilepsi tak tergolongkan

Ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,

mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berwenang, menggigil atau

pernafasan yang mendadak berhenti sejenak.

5. Pemeriksaan Penunjang

Elektroensefhalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang

yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan

Page 9: Epilepsi

pola EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun

diluar serangan berupa gelombang, runcing, gelombang paku, runcing

lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat

adalah pemeriksaan poto polos kepala, yang berguna untuk mendeteksinya

adanya fraktur tulang tengkorak: CT scan, yang berguna untuk mendeteksi

adanya infark, hematom, tumor, hidrosefalus, sedangkan pemeriksaan

laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan

sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia, uremia, dan lain-lain.

6. Penatalaksanaan

Tujuan Pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa

mengganggu kapasitas fisik dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi

meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.

a. Pengobatan Medika Mentosa

Pada epilepsi yang simtomatis dimana sawan yang timbul

adalah manifestasi penyebabnya seperti; tumor otak, radang otak,

gangguan metabolik, maka di samping pemberian obat anti epilepsi

diperlukan pula terapi kasual.

Page 10: Epilepsi

b. Pengobatan Psikososial

Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang

optimal sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh

dalam menjalani pengobatannya, sehingga dapat bebas dari sawan dan

dapat belajar, bekerja, dan bermasyarakat secara normal.

7. Prognosis

Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan

paling sedikit 2 tahun, dan apabila lebih dari 5 tahun sesudah serangan

terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan

telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami

remisi meskipun minum obat secara teratur. Sesudah remisi, kemungkinan

munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik

dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah

mengalami relaps sesudah remisi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Data Subyektif, antara lain :

1) Keluhan Utama

Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat

pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan

kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang

klien/keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering

tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau

anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.

2) Riwayat kesehatan.

Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual.

Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuensi serangan,

ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi

yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai

Page 11: Epilepsi

hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak, Apakah

klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat

terlarang, atau mengkonsumsi alkohol. Klien mengalami gangguan

interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu, merasa rendah

diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu

waspada/berhati-hati dlm hubungan dgn orang lain.

3) Riwayat kesehatan keluarga.

Dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kemungkinan masalah

yang sama pada keluarga.

4) Klien dapat mengeluhkan kelemahan/lelah dan kurang mampu

melakukan aktivitas sehari-hari.

b. Data Objektif, antara lain:

Dari pemeriksaan fisik didapat penurunan kekuatan otot. Data

pada saat serangan dijumpai:

1) Perubahan pada tanda-tanda vital berupa peningkatan tekanan

darah, denyut nadi meningkat dan sianosis.

2) Inkontinensia urin dan fekal.

3) Perlukaan pada gusi dan lidah.

4) Ada riwayat nyeri, kehilangan kesadaran/pingsan, kehilangan

kesadaran sesaat

klien menangis, jatuh kelantai, disertai komponen motorik seperti

kejang tonik klonik.

5) Mioklonik.

tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah. mulut berbuih, ada

inkontinensia urin dan fekal, bibir dan muka cianosis, mata dan

kepala bergerak memutar-mutar pada satu posisi atau keduanya.

c. Data setelah Serangan:

1) Setelah serangan tanda-tanda vital mungkin berubah.

2) Klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara,

nyeri kepala.

Page 12: Epilepsi

3) Perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi/hemiparese

sementara.

4) Klien lupa atau sedikit ingat terhadap kejadian yang menimpa

dirinya.

5) Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung.

6) Ada perlukaan/cedera.

7) Gusi mengalami hiperplasi karena efek samping penggunaan

Dilantin.

Deskripsi spesifik dari kejang harus mencakup beberapa

data penting meliputi:

1) Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh

prodormal dan fase aura.

2) Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.

3) Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena

sesisi atau bilateral, dimana mulainya dan bagaimana

kemajuannya.

4) Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat

dibangunkan selama atau setelah serangan ?

5) Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap

lingkungan. Hal ini sangat penting untuk membedakan apakah

yang terjadi pada klien benar epilepsi atau hanya reaksi

konversi.

6) Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup

rapat atau terbuka.

7) Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan

perdarahan dari mulut.

8) Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan,

baal atau semutan, disfagia, disfasia cedera komplikasi, periode

post iktal atau lupa terhadap semua pristiwa yang baru saja

terjadi.

9) Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.

Page 13: Epilepsi

2. Diagnosa keperawatan

a. Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.

b. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi

trakheobronkhial.

c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia.

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang.

e. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan.

f. Risiko isolasi berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita

penyakit kronis.

h. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian.

i. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan keterbatasan

paparan.

j. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan

konflik pengambilan keputusan.

3. Intervensi

a. Diagnosa 1 : Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.

1) NOC : Pengendalian Resiko.

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh

selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami cedera dan

tetap tenang dengan seringnya pengendalian resiko  skala 3.

3) Kriteria hasil :

a) Pantau faktor resiko perilaku dan lingkungan.

b) Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, penggunaan

tikar karet).

c) Menghindari cedera fisik.

d) Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan

terhadap cedera.

e) Orang tua akan mengenali resiko dan memantau kekerasan.

Skala :

Page 14: Epilepsi

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Mencegah Jatuh

a) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan,

misalnya perubahan status mental, usia, pengobatan dan defisit

motorik / sensorik.

b) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko

jatuh.

c) Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan bahaya.

d) Arahkan anak ke area aman, khususnya jauh dari jendela,

tangga, alat pemainan/sumber air.

e) Jangan membuat anak teragitasi; bicara dengan suara lembut

dan sikap tenang.

f) Lindungi anak setelah kejang.

b. Diagnosa 2 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan

dengan obstruksi trakheobronkhial

1) NOC : Kontrol Aspirasi

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mencegah

Jatuh selama 3x24 jam  diharapkan jalan nafas pasien kembali

efektif dengan seringnya memonitor aspirasi skala 2.

3) Kriteria hasil :

a) Mengidentifikasi faktor risiko.

b) Menghindari faktor risiko.

c) Menyediakan makanan sesuai kemampuan menelan pasien.

d) Mengupayakan konsitusi cairan dan makanan.

Skala :

1. Ekstrem

2. Berat

Page 15: Epilepsi

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

4) NIC : Mencegah Jatuh

a) Pengelolaan jalan nafas.

b) Ajarkan batuk secara efektif.

c) Posisikan 90 derajat sesuai kemampuan.

d) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.

e) Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk

membersihkan sekresi.

c. Diagnosa 3 : Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia

1) NOC : Orientasi Kognitif

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pelatihan

Memori selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak

menunjukkan kerusakan memori dengan status orientasi

kognitif skala 4.

3) Kriteria hasil :

a) Mengidentifikasikan orang terdekat, tempat sekarang, dan

musim, tahun, hari yang benar.

b) Menggunakan teknik untuk membantu memperbaiki memori.

c) Secara akurat mengingat secara tepat, informasi saat ini dan

lama.

d) Mengungkapkan kemampuan yang lebih baik untuk mengingat.

Skala : 

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Pelatihan Memori

Page 16: Epilepsi

a) Kaji depresi, ansietas, dan peningkatan stres yang mungkin

memberikan kontribusi pada kehilangan memori.

b) Kaji fungsi neurologis untuk menentukan masalah pasien,

apakah kehilangan memori atau demensia.

c) Beri label pada barang-barang.

d) Bantu pasien untuk rileks untuk meningkatkan konsentrasi.

e) Berikan kesempatan pasien untuk konsentrasi seperti suatu

permainan pasangan kartu yang sesuai.

f) Berikan gambar pengingat memori; bila diperlukan.

d. Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas

kejang

1) NOC : Citra Tubuh

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencapaian Citra

Tubuh selama 3x24 jam diharapkan persepsi pasien terhadap

dirinya positif dengan status citra tubuh skala 3

3) Kriteria hasil :

a. Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.

b. Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh dan wujud tubuh.

c. Mengidentifikasi kekuatan personal.

d. Memelihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan

personal.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC : Pencapaian Citra Tubuh

a) Tentukan bagaimana respon anak terhadap tubuhnya  sesuai

dengan tahap perkembangan.

Page 17: Epilepsi

b) Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari

orang penting bagi pasien yang menyangkut citra tubuh.

c) Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan

perasaan dan untuk berduka.

d) Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan

perhatian tentang hubungan personal yang dekat.

e. Diagnosa 5 : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan

perkembangan.

1) NOC : Perkembangan Anak :2,3,4,5 tahun: Masa Kanak-kanak

Pertengahan (%-11 tahun), dan Remaja (12-17 tahun).

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan

Harga Diri selama 3x24 jam diharapkan harga diri  pasien positif

(pasien dapat meningkatkan harga dirinya) dengan status

perkembangan menunjukkan skala 3.

3) Kriteria hasil :

a) 2 th : Mengindikasikan keinginan secara verbal, berinteraksi

dengan orang dewasa dalam permainan sederhana.

b) 3 th : mampu mengatakan nama pertamanya; memainkan

interaksi dengan anak seusianya.

c) 4 th : Mampu menjelaskan aturan-aturan permainan interaktid

bersama teman seusianya.

d) Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat.

Skala :

1. Ekstrem

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

4) NIC : Peningkatan Harga Diri

a) Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri.

Page 18: Epilepsi

b) Bantu pasien meningkatkan penilaian dirinya terhadap

penghargaan diri.

c) Hindari tindakan yang dapat melemahkan pasien.

d) Beri penghargaan / pujian terhadap perkembangan pasien

dalam pencapaian tujuan.

e) Ajarkan orang tua akan pentingnya ketertarikan dan

dukungannya terhadap perkembangan konsep diri yang positif

pada anak.

f. Diagnosa 6  : Resiko isolasi sosial  berhubungan dengan gangguan

psikologis.

1) NOC : Keterlibatan Sosial

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan

Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi

dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan dengan status

keterlibatan sosial menunjukkan skala 3.

3) Kriteria Hasil :

a) Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga, aggota

keluarga.

b) Berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan

c) Mulai berhubungan dengan orang lain.

d) Mengembangkan hubungan satu sama lain.

e) Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC :  Peningkatan Sosialisasi

Page 19: Epilepsi

a) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada

perasaan isolasi sosial.

b) Kurang stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.

c) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai

ketertarikan dan tujuan sama

d) Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan

teman-teman untuk berinteraksi.

e) Berikan uji pembatasan interpersonal.

f) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan

dan menonton film

g. Diagnosa 7  : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan

mempunyai anak yang menderita penyakit kronik.

1) NOC : Parenting

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan

Integritas Keluarga selama 3x24 jam diharapkan keluarga

berfungsi secara efektif dengan seringnya melakukan peran sebagai

orang tua yang ditunjukkan dengan skala 4.

3) Kriteria hasil :

a) Memberikan kebutuhan psikologi untuk anak.

b) Memberikan perlindungan dan perawatan kesehatan secara

teratyr dan aseptik.

c) Stimulasi perkembangan kognitif.

d) Stimulasi perkembangan emosi.

e) Stimulasi perkembangan spiritual.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Konsisten

Page 20: Epilepsi

4) NIC : Peningkatan Integritas keluarga

a) Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.

b) Tentukan jenis hubungan keluarga.

c) Tentukan gangguan dalam jenis proses keluarga.

d) Ajari keterampilan merawat pasien yang diperlukan oleh

keluarga.

e) Ajari keluarga perlunya kerja sama dengan sistem sekolah

untuk menjamin akses kesempatan pendidikan yang sesuai

untuk penyakit kronik.

f) Bantu keluarga berfokus pada anaknya dibanding dengan

penyakitnya.

h. Diagnosa 8 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian /

perubahan status kesehatan.

1) NOC : Kontrol Cemas

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan

ansietas selama 3x24 jam diharapkan kecemasan hilang atau

berkurang dengan seringnya mengontrol cemas dengan skala

3) Kriteria hasil :

a) Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat

stres.

b) Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.

c) Manifestasi perilaku kecemasan tidak ada.

d) Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada

pengetahuan dan keterampilan yang baru.

e) Tidak menunjukkan perilaku agresif

Skala : 

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

Page 21: Epilepsi

5. Konsisten

4) NIC : Pengurangan Ansietas

a) Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis,

treatmen dan prognosis.

b) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

c) Berikan dorongan kepada orang tua untu  menemani anak,

sesuai dengan kebutuhan.

d) Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan,

untuk mengurangi ansietas.

i. Diagnosa 9    : Kurang pengetahuan berhubungan dengan

keterbatasan paparan

1) Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Menjelaskan Proses Penyakit selama 3x24 jam diharapkan

defisit pengetahuan dapat teratasi dengan status pengetahuan

mengenai proses penyakit menunjukkan skala 4.

2) NOC : Knowledge:  Proses Penyakit

a) Menguraikan proses penyakit

b) Menguraikan faktor risiko

c) Menguraikan komplikasi

d) Menguraikan tanda dan gejala penyakit.

e) Menguraikan faktor penyebab untuk mencegah komplikasi.

Skala:

1 : Tidak mengetahui

2 : Terbatas pengetahuannya

3 : Sedikit mengetahui

4 : Banyak pengetahuannya

5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks

3) NIC :  Menjelaskan proses penyakit

a) Identifikasi etiologi yang memungkinkan.

b) Uraikan proses penyakit.

Page 22: Epilepsi

c) Uraikan tanda dan gejala penyakit.

d) Diskusikan terapi atau pilihan pengobatan.

e) Jelaskan patofisiologi penyakit.

f) Jelaskan komplikasi kronis yang mungkin terjadi.

j. Diagnosa 10  : Resiko isolasi sosial  berhubungan dengan gangguan

psikologis.

1) NOC : Keterlibatan Sosial

2) Tujuan :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan

Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi

dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan dengan status

keterlibatan sosial menunjukkan skala 3.

3) Kriteria Hasil :

a) Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga, anggota

keluarga.

b) Berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan

c) Mulai berhubungan dengan orang lain.

d) Mengembangkan hubungan satu sama lain.

e) Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.

Skala :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang

4. Sering

5. Konsisten

4) NIC :  Peningkatan Sosialisasi

a) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada

perasaan isolasi sosial.

b) Kurang stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.

c) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai

ketertarikan dan tujuan sama.

Page 23: Epilepsi

d) Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan

teman-teman untuk berinteraksi.

e) Berikan uji pembatasan interpersonal.

f) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan

dan menonton film

DAFTAR PUSTAKA

Harsono, (2007). Kapita Selekta Neurologi Second Ed. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Catzel, Pincus. (2005). Kapita Selekta Pediatri (216-226). Edisi II. Jakarta:

EGC.

Harsono. (2007). Epilepsi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Manjoer, Arif. (2003). Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI.

Nelson. (2012). Ilmu Kesehatan Anak (339-345) Edisi 3. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit (175-184) Edisi II. Jakarta: EGC.

Sachorin, Rosa. (2002). Prinsip Keperawatan Pediatrik (290-293) Edisi II.

Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judit. (2002). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Page 24: Epilepsi

Wong, Donna. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.

Jakarta: EGC.