FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf ·...

85
1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh Muhammad Abduh NIM 03210079 FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2008

Transcript of FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf ·...

Page 1: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

1

HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN

ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

Muhammad Abduh NIM 03210079

FAKULTAS SYARI’AH

JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MALANG

2008

Page 2: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

2

MOTTO

ÉΟ ó¡Î0 «! $# Ç≈uΗ÷q §�9 $# ÉΟŠ Ïm §�9 $#

� ا������ ص �� �ل. � أ�� ه���ة ر�� ا� ��ء ا�'()'�ت،$ #"!�ن� :م )+ ��

) ا��9�ريروا7 (.5�رة 3��ر2#�، و0�/�.� -�ة

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a: Nabi SAW. Pernah bersabda,

“Wahai kaum muslimat, jangan memandang rendah hadiah yang diberikan

tetanggamu meskipun sekadar telapak kaki kambing.”(H.R. Bukhari) 1

1 Al- Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, "Al- Tajrîd Al-Shahîh li Ahâdîts Al-Jâmî’ Al-Shahîh", diterjemahkan Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis, Ringkasan Shahîh Al-Bukhârî (Cet.VI; Bandung: Mizan, 2002), 462.

ii

Page 3: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

3

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohiim…

Dengan iringan do'a & ketulusan hati

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ibu & Bapak Tercinta

(Hj. Zainab Lailah & H. Subuki AR) yang telah percikkan kasih dan do'anya

selalu mengalir tulus tiada henti-hentinya

Ade'q Tersayang

(Amalia suroiah, Ahmad Mudzakkir Kamil & Rofikotus Sa’adah) yang selalu

menghiburku dan membuatku tersenyum

Teman2ku Syari’ah ankatan “03

(Anshori, Mus’id, Prof/Arif, Badrun, Soni) yang tak pernah surut memberikan

sumbangan dorongan & motivasi yang telah membuatku mengerti akan makna

persahabatan

Sedulur-sedulurku HIMMABA

Thank's

iii

Page 4: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

4

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Demi Allah,

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan, penulis

menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN

ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau

memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada

kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka

skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi hukum.

Malang, November 2008

Penulis,

Muhammad Abduh

NIM 03210079

iv

Page 5: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

5

HALAMAN PERSETUJUAN

HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN

ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

SKRIPSI

oleh:

Muhammad Abduh NIM: 03210079

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan, Oleh Dosen Pembimbing:

Dr. Saifullah, S.H, M.Hum

NIP : 150 303 048

Mengetahui, Dekan Fakultas Syari’ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425

v

Page 6: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

6

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudara Muhammad Abduh, NIM 03210079, mahasiswa

Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah membaca, mengamati

kembali berbagai data yang ada di dalamnya, dan mengoreksi, maka skripsi yang

bersangkutan dengan judul:

HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada majelis

dewan penguji.

Malang, November 2008

Pembimbing,

Dr. Saifullah, S.H, M.Hum

NIP : 150 303 048

vi

Page 7: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

7

PENGESAHAN SKRIPSI

Dewan penguji skripsi saudara Muhammad Abduh, NIM 03210079, mahasiswa Fakultas

Syari’ah angkatan tahun 2003, dengan judul

HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN

ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

Telah dinyatakan LULUS dan berhak menyandang Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Dengan Penguji:

1. Dr. Umi Sumbulah, M.Ag (..................................... )

NIP. 150 289 266 Penguji Utama

2. Drs. M. Fauzan Zenrif, M. Ag (...............………………..) NIP. 150 303 047 Ketua Penguji

3. Dr. Saifullah, S.H.,M.Hum (........................................) NIP : 150 303 048 Sekretaris

Malang, November 2008

Dekan,

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag NIP : 150 216 425

vii

Page 8: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil'alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT., yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad SAW. beserta keluarga serta sahabatnya. Semoga kita termasuk umat yang

mendapatkan syafa'at beliau di akhirat kelak. Amiin.

Skripsi yang membahas tentang "Hibah dan Wasiat Dalam Analisis Perbandingan

Antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)" ini

tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, dengan mencurahkan segala usaha

yang ada serta dengan dukungan dari berbagai pihak skripsi ini akhirnya dapat

terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih yang sedalam-

dalamnya penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Malang.

2. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Universitas Islam Negeri

(UIN) Malang.

3. Dra. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag., selaku dosen wali penulis selama kuliah di Fakultas

Syari’ah UIN Malang.

4. Dr. Saifullah, S.H, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

meluangkan waktu dan tidak pernah lelah dalam memberikan arahan serta

bimbingan demi kebaikan penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tua tercinta (Bapak H. Subuki AR dan Ibu Hj. Zainab Lailah) yang

telah banyak memberikan motivasi dan juga doanya yang selalu mengiringi dalam

setiap aktifitasku, sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

6. Segenap dosen Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang yang telah

membimbing dan mencurahkan ilmunya kepada kami.

viii

Page 9: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

9

7. Semua keluargaku terutama adikku tercinta (Amalia, Mudzakkir, Rofiko) yang telah

memberikan motifasi pada penulis.

8. Seorang teman dekatku, yang selalu senantiasa menemani dan membantu penulis.

9. Kepada bibik dan pak lek aku tercinta (Robi’ah dan Mashudi) yang telah

memberikan semangatnya selalu.

10. Teman-teman Fakultas Syari'ah angkatan 2003 (Anshori, Mus’id, Arif Prof, Badrun,

Sony & Umana yang selalu memberi semangat dan motifasi dalam mengerjakan

skripsi)

11. Teman-teman PKLI tahun 2006 Fakultas Syari'ah khususnya PKLI Pasuruan.

12. Sedulur-sedulurku HIMMABA, yang selalu menjaga baik almamater.

13. Sahabat-sahabatiku PMII khususnya Rayon Al Faruq.

Semoga bantuan dan jerih payah tersebut dapat menjadi tabungan amal saleh, dan

hanya Allah SWT. sajalah yang dapat membalas kebaikan semuanya.

Akhirnya semoga skripsi ini, dapat bermanfaat bagi kami khususnya serta

memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi para pembaca budiman umumnya.

Malang, November 2008

Penulis

ix

Page 10: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................... i

HALAMAN MOTTO ............................................................................................... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ iv

HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................v

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... vi

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................viii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. x

ABSTRAK ..............................................................................................................xiii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian............................................................................................. 7

D. Kegunaan Penelitian........................................................................................ 7

E. Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 8

F. Metode Penelitian ......................................................................................... 10

G. Sistematika Pembahasan .............................................................................. 15

BAB II : HIBAH DAN WASIAT DALAM KUH PERDATA

A. Hibah Dalam KUH Perdata ......................................................................... 17

1. Pengertian Hibah Menurut KUH Perdata .............................................. 17

2. Dasar Hukum Hibah Dalam KUH Perdata ............................................ 20

3. Syarat-syarat Hibah Dalam KUH Perdata ............................................. 21

x

Page 11: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

11

B. Wasiat Dalam KUH Perdata ........................................................................ 27

1. Pengertian Wasiat Dalam KUH Perdata ................................................ 27

2. Dasar Hukum Wasiat Dalam KUH Perdata........................................... 28

3. Syarat Wasiat Dalam KUH Perdata ....................................................... 29

4. Bentuk Wasiat Dalam KUH Perdata .................................................... 30

BAB III : HIBAH DAN WASIAT DALAM KOMPILASI HUKUM IS LAM

A. Hibah Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ........................................... 34

1. Pengertian Hibah menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) .................. 34

2. Dasar Hukum Hibah .............................................................................. 37

3. Syarat-syarat Hibah Dalam KHI ........................................................... 41

B. Wasiat Dalam Kompilasi Hukum Islam........................................................ 45

1. Pengertian Wasiat Dalam KHI .............................................................. 45

2. Dasar Hukum Wasiat Dalam KHI ......................................................... 46

3. Rukun dan Syarat Wasiat Dalam KHI ................................................... 51

BAB IV : HIBAH DAN WASIAT MENURUT KUH PERDATA DAN

KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

A. Persamaan dan Perbedaan Hibah dan Wasiat Menurut KUH Perdata

dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ............................................................ 54

1. Persamaan Hibah dan Wasiat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ......................................... 54

2. Perbedaan Hibah dan Wasiat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ......................................... 57

a. Perbedaan Hibah Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ................................................. 57

b. Perbedaan Wasiat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ................................................. 59

xi

Page 12: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

12

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 65

B. Saran-saran ................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

xii

Page 13: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

13

ABSTRAK Abduh, Muhammad, 03210079, 2008, Hibah dan Wasiat Dalam Analisis Perbandingan Antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) , Skripsi, Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dosen Pembimbing: Dr. Saifullah, S.H, M.Hum. Kata Kunci: Hibah, Wasiat, KHI, KUH Perdata

Hibah merupakan akad yang masih sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia.Hal ini mungkin disebabkan hibah termasuk perbuatan yang dianjurkan atau di syari'atkan oleh agama. Di Indonesia, aturan atau Undang-undang yang mengatur persoalan hibah di antaranya terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Maksud dan tujuan hibah itu sendiri adalah agar antara penghibah dan penerima hibah itu timbul rasa saling mencintai dan menyayangi.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, a) persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat antara KUH Perdata dan KHI. b) akibat hukum hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari teori-teori yang telah berkembang yang diperoleh dari buku-buku atau bahan pustaka yang ada hubungannya dengan permasalahan. Adapun data penelitian ini dikumpulkan melalui studi dokumen. Sedangkan analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini ialah KUH Perdata dan KHI mempunyai persamaan dan perbedaan yang mengatur tentang hibah dan wasiat. KUH Perdata dan KHI dalam hal ini lebih rinci dalam mengatur masalah hibah dan wasiat. Adapun persamaan hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI yaitu: (1) Dalam melaksanakan hibah baik menurut KUH Perdata maupun KHI tersebut harus ada bukti autentik. (2). Dalam melaksanakan hibah harus dilakukan sebelum si penghibah meninggal dunia. Sedangkan perbedaan hibah menurut KUH Perdata dan KHI yaitu: (1). Pasal 1666-1693, Pasal 210-214 KHI (2). Dalam melaksanakan hibah orang tersebut bukan orang muslim saja, akan tetapi orang non muslim bisa melaksanakan hibah. (3). Dalam melaksanakan hibah bukan harta pusaka saja, tetapi bisa harta yang lainnya. (4). Di dalam KUH Perdata tidak di jelaskan tentang bentuk hibah. Perbedaan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI yaitu: (1). Pasal 874-912 dan 930-932, Pasal 194-209 KHI. (2). Orang yang hendak melaksanakan wasiat bukan orang muslim saja, tetapi bisa orang non muslim, orang yang akan melaksanakan wasiat hanya orang muslim saja (KHI). (3). Barang yang di wasiatkan maksimal 1/3 dari harta tersebut. (4). Lisan, tertulis.

xiii

Page 14: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan

yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala

urusan hidup. Ada beberapa bentuk tolong-menolong untuk menjalin tali

silaturrahmi, di antaranya adalah memberikan harta kepada orang lain tanpa

mengharapkan imbalan, yang dikenal dengan nama hibah.

Hibah merupakan akad yang masih sering di lakukan oleh masyarakat

Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan hibah termasuk perbuatan yang dianjurkan

atau di syari'atkan oleh agama. Akan tetapi oleh kebanyakan orang, hibah hanya

dipahami sebagai bentuk pemberian saja, tanpa menyadari apa yang dimaksud

dengan hibah itu sendiri. Oleh karena itu, harus ada Undang-Undang yang mengatur

1

Page 15: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

2

tentang hibah di Indonesia. Dengan demikian, maka di harapkan masyarakat dapat

mengerti apa yang dimaksud dengan hibah, tujuan hibah, cara melaksanakan hibah,

menghindari larangan-larangan di dalamnya, menghindari hal-hal yang merusak akad

hibah, menghindari persengketaan, dan sebagainya.

Wasiat apabila dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, maka wasiat tersebut

pada dasarnya juga bermakna transaksi pemberian sesuatu kepada pihak lain.

Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta atau pembebanan/pengurangan

utang ataupun pemberian manfaat dari milik pemberi wasiat kepada pihak yang

menerima wasiat. Oleh karena itu, harus ada Undang-Undang yang mengatur tentang

wasiat di Indonesia.

Di Indonesia, aturan atau Undang-Undang yang mengatur persoalan hibah di

antaranya terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (KUH Perdata).

Hibah juga merupakan suatu pemberian yang tidak ada kaitannya dengan

kehidupan keagamaan. Tetapi yang menjadi pokok pengertian dari hibah ini selain

unsur keikhlasan dan kesukarelaan seseorang dalam memberikan sesuatu kepada

orang lain adalah pemindahan hak dan hak miliknya. Di dalam Hukum Islam yang

dimaksud dengan hibah adalah pemindahan hak dan hak milik dari sejumlah

kekayaan.1

Perkataan hibah atau memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai perbuatan

hukum itu dikenal, baik di dalam Kompilasi Hukum Islam maupun Burgerlijk

Wetboek (BW). Pada dasarnya peraturan tentang hibah dalam KUH Perdata secara

1Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2002), 180.

Page 16: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

3

umum bersumber dari gabungan hukum kebiasaan/hukum kuno Belanda dan code

civil Prancis. Berdasarkan atas gabungan berbagai ketentuan tersebut, maka pada

tahun 1838, kodifikasi hukum perdata barat Belanda ditetapkan dengan Stb. 1838.

sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1848, kodifikasi hukum perdata barat

Belanda diberlakukan di Indonesia dengan Stb. 1848.2 Jadi, KUH Perdata yang

berlaku di Indonesia adalah kutipan dari KUH Perdata yang berlaku di Belanda yang

setelah disesuaikan dengan keadaan masyarakat di Indonesia yang menggunakan

asas konkordansi.

Hibah itu sendiri harus ada suatu persetujuan. Dilakukan sewaktu pemberi

hibah masih hidup, dan harus diberikan secara cuma-cuma. Hal ini sudah dirumuskan

dalam Pasal 1666 KUH Perdata (BW) .3

Biasanya pemberian-pemberian tersebut tidak akan pernah dicela oleh sanak

keluarga yang tidak menerima pemberian itu, oleh karena pada dasarnya seorang

pemilik harta kekayaan berhak dan leluasa untuk memberikan harta bendanya kepada

siapapun. Hibah ini termasuk materi hukum perikatan yang diatur di dalam Buku

Ketiga Bab kesepuluh Burgerlijk Wetboek (BW). Berbeda dengan hukum waris salah

satu syarat dalam hukum waris untuk adanya proses pewarisan adalah adanya orang

yang meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah harta kekayaan. Sedangkan

dalam hibah, seorang pemberi hibah itu masih hidup pada waktu pelaksaan

pemberian. Berkaitan dengan hibah ini, dalam KUH Perdata terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan, yaitu:4

2Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 12. 3Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 89. 4Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), 81.

Page 17: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

4

1. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan oleh penghibah ketika

hidupnya untuk memberikan sesuatu barang dengan cuma-cuma kepada

penerima hibah.

2. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris, apabila tidak dengan akta notaris,

maka hibah batal.

3. Hibah antara suami-isteri selama dalam perkawinan dilarang, kecuali jika yang

dihibahkan itu benda-benda bergerak yang harganya tidak terlampau mahal.5

Hibah baru dianggap telah terjadi apabila barang yang dihibahkan itu telah

diterima. Hibah yang dilakukan orang tua kepada anaknya kelak dapat

diperhitungkan sebagai harta warisan apabila orang tuanya meninggal dunia. Hibah

tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Hibah yang

diberikan pada saat orang yang memberikan hibah dalam keadaan sakit yang

membawa kematiannya, maka hibah yang demikian itu haruslah mendapat

persetujuan dari ahli warisnya, sebab yang merugikan para ahli waris dapat diajukan

pembatalannya ke Pengadilan Agama agar hibah yang diberikan itu supaya

dibatalkan.6

Perumusan hukum hibah yang diatur dalam KHI mengalami modifikasi dan

ketegasan hukum demi terciptanya persepsi yang sama, baik bagi aparat penegak

hukum maupun bagi anggota masyarakat.7

Hibah dalam KHI dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan,

bahkan telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam KHI, pemberian berupa harta

5Ibid., 81-82. 6 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 144 7Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 71.

Page 18: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

5

tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen

tertulis.8

Selain hibah dalam masyarakat dan peraturan juga mengenal yang namanya

wasiat. Sedangkan wasiat itu sendiri terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Wasiat dalam hukum perdata dikenal dengan nama testamen yang diatur

dalam buku kedua bab ketiga belas terdapat pada pasal 875.

Pernyataan kehendak yang berupa amanat terakhir orang yang menyatakan

wasiat itu dikemukakan secara lisan dihadapan notaris dan dua orang saksi. Wasiat

dalam hukum perdata harus dibuat dalam bentuk surat wasiat (testamen) dan

pembuatan surat wasiat itu merupakan perbuatan hukum yang sangat pribadi. BW

mengenal tiga macam bentuk surat wasiat, yaitu: wasiat olografis, wasiat umum,

wasiat rahasia. Surat wasiat model ini harus disegel, kemudian diserahkan kepada

notaris dengan dihadiri empat orang saksi, penyegelan dilakukan dihadapan notaris.

Sebaiknya pembuat wasiat harus membuat keterangan di hadapan notaris dan saksi-

saksi bahwa yang termuat dalam segel itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis sendiri

atau yang ditulis orang lain dan ia menandatanganinya, kemudian notaris membuat

keterangan yang isinya membenarkan keterangan tersebut.9

Dalam Kompilasi Hukum Islam sudah disebutkan pada pasal 171 huruf (f).

Ketentuan tentang wasiat ini terdapat dalam pasal 194-209 yang mengatur secara

keseluruan prosedur tentang wasiat.

Orang yang hendak melakukan wasiat harus sudah berusia sekurang-kurangnya

21 tahun dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau

8 Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djmbatan, 2005), 296 9 Abdul Manan, Op. Cit, 150-151

Page 19: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

6

lembaga. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.

Pemilikan terhadap harta benda ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat

meninggal dunia (pasal 194 KHI). Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun

pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu (pasal 198 KHI).

Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di

hadapan dua orang saksi atau di hadapan notaris. Wasiat kepada ahli waris hanya

berlaku apabila disetujui oleh semua ahli warisnya (pasal 195 KHI). Dalam wasiat,

baik secara lisan maupun tertulis, harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau

siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang

diwasiatkan (pasal 196 KHI).

Mengkaji uraian tersebut, maka timbullah pertanyaan tentang masalah yang

perlu atau menarik untuk dibahas dan diteliti. Adapun masalah yang muncul adalah

tentang persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI.

Seperti yang kita pahami banyak persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat

tersebut, masyarakat masih belum mengetahui apa persamaan dan perbedaan hibah

dan wasiat tersebut. Selain hal tersebut jika terjadi sengketa bagaimana akibat hukum

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dengan melihat permasalahan maka peneliti terdorong untuk mengadakan

penelitian ilmiah dengan mengkaji dan menyusun skripsi dengan judul: “Hibah dan

Wasiat dalam Analisis Perbandingan antara KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA dan KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)”

Page 20: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana persamaan dan perbedaan hibah dan wasiat antara Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Hal-hal yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah ingin menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah tersebut yang telah

dipaparkan diatas. Dengan demikian, maka tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk membandingkan perbedaan antara hibah dan wasiat menurut KUH

Perdata dan Kompilasi Hukum Islam.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut

1. Aspek Teoritis

Untuk memperkaya wacana keislaman dalam bidang hukum yang berkaitan

antara hibah dan wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam yang dibandingkan

dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Aspek Praktis

Sebagai pengetahuan sekaligus pengalaman dan kontribusi bagi penulis

dalam penyusunan karya ilmiah yang berhubungan dengan hibah dan wasiat

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum

Islam.

Page 21: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

8

E. Penelitian Terdahulu

Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian yang akan diteliti, maka disini

penting untuk mengkaji terlebih dahulu hasil penelitian terdahulu yang terkait

dengan penelitian ini baik secara teori maupun kontribusi keilmuan. Ada beberapa

judul skripsi yang tidak jauh berbeda dengan judul yang peneliti angkat antara lain

yaitu:

1. Hibah Sebagai Cara Untuk Menyiasati Pembagian Harta Waris (Studi

Hukum Islam Di Desa Randuagung Kec. Singosari Malang). Penelitian dari

Moh. Nafik menjelaskan tentang pelaksanaan hibah orang tua pada anak wanita

tidak banyak menimbulkan sengketa. Hal yang demikian itu disebabkan karena

semua anak menerima apa yang telah menjadi ketentuan orang tua sebagai rasa

hormat mereka terhadap orang tua. Kendatipun ada yang menjadi sengketa,

namun tidak sampai ke meja hijau dan diselesaikan secara kekeluargaan.10

Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang penulis angkat, yang

sama-sama membahas tentang hibah dan wasiat. Akan tetapi, penelitian tersebut

lebih banyak membahas tentang pelaksanaan hibah orang tuan pada anak wanita.

2. Wasiat Wajibah bagi anak angkat (kajian terhadap pasal 209 KHI).

Penelitian dari Sahirul Alim menjelaskan tentang wasiat wajibah bagi anak

angkat di KHI dirumuskan dalam asal 209 ayat (2) yang menyatakan bahwa

terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya diberi

wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 warisan.11 Penelitian tersebut hampir

sama dengan penelitian yang penulis angkat, yang sama-sama membahas hibah

10 Nafik, Moh, Hibah Sebagai Cara Untuk Menyiasati Pembagian Harta Waris (Studi Hukum Islam Di Desa Randuagung Kec. Singosari Malang), (Malang: Universitas Islam Negeri, 2003) 11 Sahirul Alim, Wasiat Wajibah bagi anak angkat (kajian terhadap pasal 209 KHI). (Malang : Universitas Islam Negeri, 2003)

Page 22: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

9

dan wasiat. Akan tetapi penelitian tersebut lebih banyak membahas tentang

wasiat wajibah bagi anak angkat dan tidak membahas secara detail tentang hibah

wasiat.

3. Wasiat Wajibah Bagi Non Muslim (Kajian Terhadap Putusan Mahkamah

Agung No. 368 K/AG/1995). Penelitian dari M. Arif Arwani menjelaskan

tentang wasiat wajibah dalam putusan Mahkamah Agung No. 368 K/AG/1995

dilandasi oleh pendapat sebagian fuqaha’ yang berpendapat bahwa surat Al-

Baqarah ayat 180 masih berlaku dan tidak pernah dinasakh oleh ayat-ayat

mawaris. Menurut fuqaha’ golongan ini bagi ahli waris yang tidak mendapatkan

harta pusaka karena adanya ahli waris yang lebih utama atau karena adanya

halangan mewaris diberikan wasiat wajibah dengan ketentuan tidak boleh

melebihi 1/3. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 368 K/AG/1995, disebutkan

bahwa bagi orang non Muslim karena merupakan halangan mewaris masih

berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka melalui wasiat wajibah sebesar

bagian pokoknya. Wasiat wajibah adalah wasiat yang wajib berlakunya tanpa

harus adanya persetujuan dari pewaris maupun dari ahli waris yang lain.12

Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang penulis angkat, yang

sama-sama membahas hibah dan wasiat. Akan tetapi penelitian tersebut lebih

banyak membahas tentang wasiat wajibah bagi non Muslim.

12 Arwani, M. Arif, Wasiat Wajibah Bagi Non Muslim (Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 368 K/AG/1995), (Malang : Universitas Islam Negeri, 2004)

Page 23: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

10

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara yang dapat digunakan dalam

mengumpulkan data penelitian dan dibandingkan dengan standar ukuran yang telah

ditentukan.13 Seorang peneliti yang akan melakukan proyek penelitian, sebelumnya

dituntut untuk mengetahui dan memahami metode serta sistematika penelitian, jika

peneliti tersebut hendak mengungkapkan kebenaran melalui suatu kegiatan ilmiah.

Adapun dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik atau metode penelitian yang

meliputi:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif.

Karena pendekatan kualitatif digunakan apabila data-data yang dibutuhkan berupa

sebaran-sebaran informasi yang tidak perlu di kuantifikasi.14 Menurut Bogdan dan

Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata ataupun tulisan.15

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka atau literatur yaitu suatu data

yang dieroleh dari buku-buku atau bahan pustaka yang ada hubungannya dengan

permasalahan yang dipilih serta menghindarkan terjadinya duplikasi yang tidak di

inginkan dengan mengarah pada pengembangan konsep dan fakta yang ada.16

Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah yang diambil, maka

penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yuridis normatif. Penelitian Hukum

13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta.

2002),126-127. 14 Tim Dosen Fak. Syari’ah, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (Malang: Fakultas Syari’ah UIN, 2005),11. 15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 3. 16 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 111

Page 24: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

11

Normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Pada penelitian hukum normatif,

bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan

sebagai data sekunder.17 Penelitian yang akan dibahas ini dapat dimasukkan ke

dalam kategori penelitian hukum normatif, karena penelitian ini membahas tentang

pasal-pasal yang berkaitan dengan hibah wasiat yang terdapat dalam KUH Perdata

selain itu penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder belaka sehingga penelitian ini dinamakan dengan penelitian hukum

normatif. Selain itu pada penelitian hukum normatif ini, tidak diperlukan penyusunan

atau perumusan hipotesa.

3. Sumber Data

Sumber data adalah sumber dari mana data itu diperoleh. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan sumber data sekunder. Yang mana sumber data sekunder ini

dibagi menjadi:18

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam hal

ini meliputi Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan bahan hukum dari zaman

penjajahan yang hingga kini masih berlaku yaitu Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW).

b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, antara lain:

1) Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata karya

Anisitus Amanat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2001.

17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 23-24. 18Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), 52

Page 25: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

12

2) Beberapa Permasalahan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat

karya Mohd Idris Ramulyo. Jakarta: Sinar Grafindo. 1993.

3) Fiqih Lima Madzhab karya Muhammad Jawad Mughniyah Jakarta: PT

Lentera Basritama. 2001.

4) Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah) karya A. Rahman I.

Doi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.

5) Fiqih Muamalah karya Helmi Karim. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

1993

6) Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia karya Simanjuntak Jakarta:

Djambatan. 1999.

c. Bahan Hukum Tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Ensiklopedi

Hukum Islam, maupun kamus.

4. Metode Pengumpulan Data

Keputusan alat pengumpul data mana yang akan dipergunakan tergantung pada

permasalahan yang akan diamati. Karena jenis penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif maka peneliti memilih untuk menggunakan studi dokumen atau

dokumentasi untuk alat pengumpul datanya. Studi dokumen merupakan langkah awal

dari setiap penelitian hukum. Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi

bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

dan bahan hukum tersier.19 Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-

19Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 68.

Page 26: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

13

hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan

sebagainya.20

Adapun data yang diperoleh sebagai pendukung guna tersusunnya penulisan

skripsi dengan menggunakan teknik atau metode sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan

sebagainya.21

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan pada subyek

penelitian. Dokumentasi merupakan sumber data pasif artinya penulis dapat melihat

secara langsung data yang sudah dicatat dengan baik dalam berbagai dokumentasi

yang dianggap penting, seperti KUH Perdata dan dokumentasi-dokumentasi yang

dianggap penting. Dokumen juga berguna sebagai bukti suatu pengujian.22

Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang menggunakan

dokumentasi, maka diharapkan agar penelitian ini lebih terperinci karena sumber

yang akan dicari dalam suatu dokumentasi merupakan sumber penting yang

menyangkut hibah dan wasiat menurut KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam

(KHI).

Keputusan alat pengumpul data mana yang akan dipergunakan tergantung pada

permasalahan yang akan diamati. Karena jenis penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif maka peneliti memilih untuk menggunakan studi dokumen atau

dokumentasi untuk alat pengumpul datanya. Studi dokumen merupakan langkah awal

20Suharsimi Arikunto, Op. Cit, 206. 21 Suharsini Arikunto, Op. Cit, 206 22 Lexi. J. Moleong, Op. Cit, 161

Page 27: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

14

dari setiap penelitian hukum. Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi

bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

dan bahan hukum tersier.23 Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-

hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan

sebagainya.24

5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah,

karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam

memecahkan masalah penelitian.25

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode analisis data Content Analysis atau

analisis isi buku. Content analysis yaitu analisis data yang mendasarkan pada isi dari

data deskriptif.26 Setelah melihat dan mempelajari aturan hibah dan wasiat yang ada

dalam Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata maka data tersebut dianalisis

dengan cara memaparkan kedua aturan tersebut.

Proses analisis data dimulai,27 dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, yakni dari hasil sumber tertulis berupa data dokumentasi tentang

hibah dan wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi

Hukum Islam. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya

adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.

23Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 68. 24Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: PT. Rineka Cipta,. 2002), 206. 25 Moh Nazir. Op. Cit, 405 26Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), 65. 27Ibid., 190.

Page 28: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

15

Langkah selanjutnya ialah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu

kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan skripsi ini, dijelaskan dalam lima bab, yaitu:

Bab I : Pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yang menjelaskan gambaran

umum yang memuat pola dasar penelitian skripsi ini, yaitu mencakup latar

belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II : Pada bab ini merupakan pembahasan mengenai kajian pustaka yang

berhubungan dengan materi yang akan di bahas. Pada bab ini dijelaskan

tentang hibah dan wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Adapun sub bab dalam bab kedua ini berisikan tentang pengertian hibah dan

wasiat, dasar hukum hibah dan wasiat, syarat hibah dan wasiat, bentuk wasiat

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Bab III : Pada bab ini merupakan pembahasan mengenai kajian pustaka yang

berhubungan dengan materi yang dibahas. Pada bab ini juga dijelaskan

tentang hibah dan wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI). Adapun

sub bab dalam bab ketiga ini menjelaskan tentang definisi hibah dan wasiat,

dasar hukum hibah dan wasiat, syarat hibah dan wasiat dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI).

Bab IV : Pada bab ini akan dijelaskan tentang pembahasan dan analisis serta

interpretasi terhadap data. Hasil pengkajian teoritis yang telah disebutkan

pada bab II dan bab III dijadikan bahan diskusi terhadap data yang sudah

disebutkan. Adapun sub bab pada bagian ini adalah analisis persamaan dan

Page 29: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

16

perbedaan hibah dan wasiat antara KUH Perdata dan Kompilasi Hukum

Islam (KHI).

Bab V : Pada bab ini mengemukakan kesimpulan dan saran dari jawaban atas

permasalahan penelitian

Page 30: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

17

BAB II

HIBAH DAN WASIAT DALAM KUH PERDATA

A. Hibah Dalam KUH Perdata

1. Pengertian Hibah Menurut KUH Perdata

Hibah dalam KUH Perdata terdapat dalam Pasal 1666, penghibahan (bahasa

Belanda: schenking, bahasa Inggris: danation). Dalam Pasal 1666 KUH Perdata

tersebut dapat dipahami bahwa:

Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya,

dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu

benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

17

Page 31: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

18

Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah diantara

orang-orang yang masih hidup.28

Dari rumusan tersebut di atas, dapat diketahui unsur-unsur hibah, sebagai

berikut:

a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-cuma.

Artinya, tidak ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah.

b. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk

menguntungkan pihak yang diberi hibah.

c. Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala macam harta milik

penghibah, baik berada berwujud maupun tidak berwujud, benda tetap

maupun benda bergerak, termasuk juga segala macam piutang penghibah.

d. Hibah tidak dapat ditarik kembali.

e. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.

f. Pelaksanaan dari penghibahan dapat juga dilakukan setelah penghibah

meninggal dunia.

g. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris.29

Penghibahan ini digolongkan pada apa yang dinamakan: perjanjian "dengan

cuma-cuma" (bahasa Belanda: "om niet"), dimana perkataan "dengan cuma-cuma"

itu ditujukan hanya pada adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak yang

lainnya tidak usah memberikan kontra-prestasi sebagai imbalan. Perjanjian yang

demikian itu juga dinamakan perjanjian "sepihak" (unilateral) sebagai lawan dari

perjanjian "timbal balik" (bilateral). Perjanjian yang banyak tentunya adalah

28 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit, 436 29 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), 86

Page 32: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

19

bertimbal balik, karena yang lazim adalah bahwa orang menyanggupi suatu prestasi

karena ia akan menerima suatu kontra-prestasi.

Meskipun hibah sebagai perjanjian sepihak yang menurut rumusannya dalam

pasal 1666 BW tidak dapat ditarik kembali, melainkan atas persetujuan pihak

penerima hibah. Akan tetapi dalam pasal 1688 BW dimungkinkan bahwa hibah dapat

ditarik kembali atau bahkan dihapuskan oleh penghibah, yaitu:

a. Karena syarat-syarat resmi untuk penghibahan tidak dipenuhi.

b. Jika orang yang diberi hibah telah bersalah melakukan atau membantu

melakukan kejahatan lain terhadap penghibah.

c. Apabila penerima hibah menolak memberi nafkah atau tunjangan kepada

penghibah, setelah penghibah jatuh miskin.30

Perkataan "diwaktu hidupnya" si penghibah, adalah untuk membedakan

penghibahan ini dari pemberian-pemberian yang dilakukan dalam suatu testamen

(surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi

meninggal dan setiap waktu selama si pemberi itu masih hidup, dapat dirubah atau

ditarik kembali olehnya. Pemberian dalam testament itu dalam B.W. dinamakan

"legaat" (hibah wasiat) yang diatur dalam hukum waris, sedangkan penghibahan ini

adalah suatu perjanjian. Karena penghibahan menurut B.W. itu adalah suatu

perjanjian, maka sudah dengan sendirinya ia tidak boleh ditarik kembali secara

sepihak oleh si penghibah.

Perkataan penghibahan atau (pemberian) ini mempunyai dua pengertian,

yaitu:31

30 Ibid, 86-87 31 Ibid., 99.

Page 33: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

20

a. Penghibahan dalam arti yang sempit, adalah perbuatan-perbuatan yang

memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam pasal ini. Misalnya syarat

"dengan cuma-cuma" yaitu tidak memakai pembayaran. Dalam hal ini orang

lazim mengatakan "formale schenking" yaitu suatu penghibahan formal.

b. Penghibahan dalam arti yang luas, adalah penghibahan menurut hakekat atau

"materiele schenking", misalnya seorang yang menjual rumahnya dengan harga

yang sangat murah atau membebaskan debitur dari hutangnya. Maka menurut

pasal 1666 KUH Perdata ia tidak melakukan suatu penghibahan atau pemberian,

tetapi menurut pengertian yang luas ia dapat dikatakan menghibahkan atau

memberikan.

2. Dasar Hukum Hibah dalam KUH Perdata

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1). Bab tentang Hibah dalam pasal 1666-1693. Pada pasal 1666 berbunyi: Hibah

adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya,

dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan

sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan

itu.

Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di antara

orang-orang yang masih hidup.

2) Pasal 1667 berbunyi: Hibah hanyalah dapat mengenai benda-banda yang

sudah ada.

Jika hibah itu meliputi benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari,

maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal.

Page 34: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

21

3) Pasal 1676 berbunyi: Setiap orang diperbolehkan memberi sesuatu sebagai

hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tak cakap untuk

itu.

4) Pasal 1677 berbunyi: Orang-orang belum dewasa tidak diperbolehkan

memberi hibah, kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari

buku.32

3. Syarat-syarat Hibah Dalam KUH Perdata

Dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara tegas mengenai syarat-syarat

hibah. Akan tetapi, dengan melihat pasal 1666 KUH Perdata maka dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa syarat-syarat hibah dalam KUH Perdata, diantaranya

adalah:

a. Adanya Perjanjian

b. Penghibah

c. Penerima Hibah

d. Barang Hibah

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai syarat-syarat hibah dalam KUH Perdata yang

telah disebutkan diatas.

a. Adanya Perjanjian

Di dalam pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa yang dinamakan dengan

suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

32 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit, 436-438

Page 35: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

22

Subekti mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian oleh Buku III

B.W adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua

orang, yang memberi hak pada satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang

lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.33

Suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu perjanjian

dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu

manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian

yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau

tidak berbuat sesuatu. Penghibahan, dalam hal ini dapat dikategorikan perjanjian

dengan cuma-cuma atau biasa dinamakan dengan perjanjian sepihak (unilateral).

Untuk dapat mencerminkan apa yang dimaksud perjanjian itu rumusan Rutten

adalah sebagai berikut:34

Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-

formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian

pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk

timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak

lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal

balik.

Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk

yaitu perjanjian yang dilakukan dengan tertulis dan perjanjian yang dilakukan cukup

secara lisan.

33 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1996), 122-123. 34 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), 46-47

Page 36: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

23

Untuk kedua bentuk tersebut sama kekuatannya dalam arti sama kedudukannya

untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja bila perjanjian dibuat dengan

tertulis dapat dengan mudah dipakai sebagai alat bukti bila sampai terjadi

persengketaan

Bila secara lisan sampai terjadi perselisihan, maka sebagai alat pembuktian

akan lebih sulit, disamping harus dapat menunjukkan sanksi-sanksi, juga I’tikad baik

pihak-pihak diharapkan dalam perjanjian itu.

Perjanjian adalah merupakan perbuatan hukum, perbuatan hukum adalah

perbuatan-perbuatan dimana untuk terjadinya atau lenyapnya hukum atau hubungan

hukum sebagai akibat yang dikehendaki oleh perbuatan orang atau orang-orang itu.

Untuk suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat, yaitu:35

1) Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri.

Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang

bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan

dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam.36

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.37

Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri.

Sebagaimana telah diterangkan dalam KUH Perdata, beberapa golongan

orang yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan

sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Mereka itu, seperti orang di bawah

umur, orang di bawah pengawasan dan perempuan yang telah kawin.38

Menurut yurisprudensi sekarang ini, perempuan yang sudah kawin cakap

35 Ibid., 134-135. 36 Ibid., 135 37 Ibid, 134 38 Ibid, 136

Page 37: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

24

untuk membuat persetujuan atau dapat melakukan perbuatan-perbuatan

hukum sendiri.

3) Suatu hal tertentu yang diperjanjikan.39

Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu

barang yang cukup jelas atau tertentu. 40

4) Suatu sebab yang halal.41

Hibah dibuat di hadapan notaris (merupakan suatu keharusan), tetapi hal ini

tentu akan menimbulkan kesukaran pada tempat-tempat yang jauh sekali letaknya

dengan tempat adanya kantor notaris. Maka dapat dimengerti bahwa kadang-kadang

hibah ini dibuat di hadapan pejabat pemerintahan setempat. Akta hibah itu

ditandatangani oleh pemberi hibah dan penerima hibah. Namun demikian, suatu

hibah terhadap barang-barang yang bergerak tidak memerlukan suatu akta dan adalah

sah dengan penyerahan belaka kepada penerima hibah atau kepada seorang pihak

ketiga yang menerima pemberian itu atas nama penerima hibah. Seperti: seorang

pemberi hibah memberikan sebuah arloji kepada penerima hibah, maka hal tersebut

tidak memerlukan suatu akta otentik yang dibuat di hadapan seorang notaris.42

b. Penghibah

Untuk menghibahkan seseorang harus sehat pikirannya, harus sudah dewasa.

Diadakan kekecualian dalam halnya seorang yang belum mencapai usia genap 21

tahun, menikah dan pada kesempatan itu memberikan sesuatu dalam suatu perjanjian

perkawinan (pasal 1677). Orang yang belum mencapai usia 21 tahun itu

39 Ibid, 134 40 Ibid, 136 41 Ibid, 134 42 Elise T. Sulistini dan Rudy T. Erwin, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-perkara Perdata (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 58-59.

Page 38: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

25

diperkenankan membuat perjanjian perkawinan asal ia dibantu oleh orang tuanya

atau orang yang harus memberikan izin kepadanya untuk melangsungkan

perkawinan.43

Tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu sebagai hibah setiap orang

diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah, kecuali mereka yang

oleh undang-undang dinyatakan tak cakap untuk itu, seperti anak-anak di bawah

umur, orang gila, atau orang yang berada di bawah pengampuan. 44

Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk

menjual atau memberikan kepada orang lain suatu barang yang termasuk dalam

penghibahan. Penghibahan yang semacam ini, sekedar mengenai barang tersebut,

dianggap sebagai batal (pasal 1668). Janji yang diminta oleh si penghibah bahwa ia

tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, berarti

bahwa hak milik atas barang tersebut tetap ada padanya karena hanya seorang

pemilik dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal itu dengan

sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakikat penghibahan.45

c. Penerima Hibah

Untuk menerima suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa, tetapi ia

harus diwakili oleh orang tua atau wali. Undang-undang hanya memberikan

pembatasan dalam pasal 1679, yaitu menetapkan bahwa orang yang menerima hibah

itu harus sudah ada (artinya: sudah dilahirkan) pada saat dilakukannya penghibahan,

dengan pula mengindahkan ketentuan pasal 2 B.W. yang berbunyi: anak yang ada

43 Subekti, Op. Cit., 100. 44 Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 90. 45 Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), 95-96.

Page 39: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

26

dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan manakala kepentingan si anak

itu menghendakinya.46

Ada beberapa orang tertentu yang sama sekali dilarang menerima penghibahan

dari penghibah, yaitu:47

1) Orang yang menjadi wali atau pengampun si penghibah;

2) Dokter yang merawat penghibah ketika sakit;

3) Notaris yang membuat surat wasiat milik si penghibah.

d. Barang Hibah

Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang-barang yang sudah ada. Jika ia

meliputi barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari, maka sekedar

mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667). Berdasarkan ketentuan ini maka

jika dihibahkan suatu barang yang sudah ada, bersama-sama dengan suatu barang

lain yang baru akan ada di kemudian hari, penghibahan yang mengenai barang yang

pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah. Namun

demikian, padi yang belum menguning disawah seluas satu hektar dapat dihibahkan.

Karena padi itu merupakan barang yang ada dan merupakan sebagian harta benda

milik pemberi hibah.

Setiap bagian dari harta benda milik pemberi hibah dapat dihibahkan.

Sebaliknya berbuat sesuatu dengan cuma-cuma, seperti: mengetik naskah dengan

disediakan kertas dan mesin tik oleh penulis naskah tanpa diberi hadiah atau imbalan,

berbuat dan tidak berbuat itu tidak merupakan bagian dari harta benda.48

46 Subekti, Op. Cit. 47 Eman Suparman, Hukum Waris Islam dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), 86. 48 Suryodiningrat, Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian (Bandung: Tarsito, 1978), 74.

Page 40: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

27

B. Wasiat Dalam KUH Perdata

1. Pengertian Wasiat Dalam KUH Perdata

Wasiat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat pada pasal 874,

wasiat disebut juga dengan testamen, dalam pasal 874 dapat dipahami bahwa wasiat,

yaitu:

Suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia

meninggal.49

Pasa asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak

saja (eenzildig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya.

Dengan sendirinya, dapat dimengerti bahwa tidak segala yang dikehendaki oleh

seseorang, sebagaimana diletakkan dalam wasiatnya itu, juga diperbolehkan atau

dapat dilaksanakan.

Pasal 874 BW yang menerangkan tentang arti wasiat atau testamen, memang

sudah mengandung suatu syarat, bahwa isi pernyataan itu tidak boleh bertentangan

dengan undang-undang.50

Isi suatu testamen, tidak usah terbatas pada hal-hal yang mengenai kekayaan

harta benda saja. Dalam suatu testamen dapat juga dengan sah dilakukan, penunjukan

seorang wali untuk anak-anak si meninggal, pengakuan seorang anak yang lahir di

luar perkawinan, atau pengangkatan seorang executeurtestamentair, yaitu seorang

yang dikuasakan mengawasi dan mengatur pelaksanaan testamen.51

49 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op, Cit, 50 Subekti, Op, Cit, 106-107 51 Ibid, 108

Page 41: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

28

Menurut isinya,maka ada 2 jenis wasiat:52

1. Wasiat yang berisi “erfstelling” atau wasiat pengangkatan waris. Seperti

disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan waris, adalah wasiat dengan mana

orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih dari seorang,

seluruh atau sebagian (setengah, sepertiga) dari harta kekayaannya, kalau ia

meninggal dunia. Orang-orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal itu

adalah waris di bawah titel umum.

2. Wasiat yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat.

Selain pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat dibagi

menurut bentuknya.

2. Dasar Hukum Wasiat dalam KUH Perdata

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1). Bab tentang Wasiat dalam pasal 874-912 dan pasal 930-953. Pada pasal 874

berbunyi: Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah

kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap

itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.53

2) Pasal 875 berbunyi: Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah

suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang

dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya

dapat dicabut kembali lagi.

52 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1983), 16 53 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit, 231-232

Page 42: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

29

3) Pasal 896 berbunyi: setiap orang dapat membuat atau menikmati keuntungan

dari sesuatu surat wasiat, kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan

dalam bagian ini, dinyatakan tak cakap untuk itu.

4) Pasal 897 berbunyi: Para belum dewasa yang belum mencapai umur genap

delapan belas tahun, tak diperbolehkan membuat surat wasiat

3. Syarat-syarat Wasiat Dalam KUH Perdata

Menurut pasal 895 dan 897 terdapat syarat-syarat wasiat, yaitu:

a. Pembuat testamen harus mempunyai budi akalnya, artinya tidak boleh

membuat testamen ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu

berat, sehingga ia tidak dapat berfikir secara teratur.

b. Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat

membuat testamen.

Adapun mengenai sahnya ketentuan dalam testamen ada peraturan sebagai

berikut:

Pasal 888: Jika testamen memuat syarat-syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak

mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka

hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.

Pasal 890: Jika di dalam testamen disebut sebab yang palsu, dan isi dari testamen itu

menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia

tahu akan kepalsuannya maka testamen tidaklah sah.

Page 43: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

30

Pasal 893: Suatu testamen adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau

muslihat.54

4. Bentuk Wasiat Dalam KUH Perdata

Menurut pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut bentuk, yaitu:

a). Wasiat olografis, atau wasiat yang ditulis sendiri.

b). Wasiat umum (openbaar testamen).

c). Wasiat rahasia atau wasiat tertutup.

Tentang wasiat olografis pasal 932 memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1). Harus seluruhnya ditulis dan ditanda tangani oleh pewaris.

2). Harus disimpankan kepada seorang notaris.

Tentang peristiwa ini harus dibuat suatu akta yang disebut akta penyimpanan

(acte van depot).

Adapun akta ini harus ditanda tangani oleh:

a). Yang membuat testamen itu sendiri.

b). Notaris yang menyimpan wasiat itu.

c). Dua orang saksi yang menghadiri peristiwa itu.

3). Jika wasiat ada di dalam keadaan tertutup (masuk dalam sampul), maka akta

itu harus dibuat di atas kertas tersendiri, dan di atas sampul yang berisi

testamen itu haru ada catatan bahwa sampul itu berisi surat wasiatnya dan

catatan itu harus diberi tanda tangannya.

54 Ibid, 15

Page 44: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

31

Kalau testamen berada di dalam keadaan terbuka maka akta dapat ditulis di

bawah surat wasiat itu sendiri. Segala sesuatu itu harus dilakukan di muka

notaris dan saksi-saksi.

Jika timbul keadaan bahwa pewaris setelah menanda tangani wasiat tidak

dapat hadir untuk menanda tangani akta, maka hal itu dan sebab musababnya

harus dinyatakan oleh notaris dalam akta itu.

4). Jika keterangan pewaris dinyatakan di luar hadir para saksi dan dari wasiat

telah dibuat oleh notaris, maka pewaris harus menerangkan sekali lagi di

muka para saksi apa maksudnya. Kemudian konsep dibaca dengan kehadiran

saksi-saksi. Pewaris lalu ditanya, apakah sudah betul isinya.

Jika sudah betul, maka testamen harus diberi tanda tangan oleh peawaris,

notaris dan saksi-saksi.

5). Jika pewaris berhalangan hadir, maka hal ini harus disebut dalam wasiat, juga

sebabnya berhalangan hadir.

6). Surat wasiat harus menyebut pula bahwa segala acara selengkapnya telah

dipenuhi.55

Suatu “openbaar testamen” dibuat oleh seorang notaris. Orang yang akan

meninggalkan warisan menghadap pada notaris dan menyatakan kehendaknya.

Notaris itu membuat suatu akte dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Bentuk ini paling banyak dipakai dan juga memang yang paling baik, karena

notaris dapat mengawasi isi surat wasiat itu, sehingga ia dapat memberikan nasehat-

nasehat supaya isi testamen tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang.56

55 Ibid, 17-19 56 Subekti, Op. Cit, 109-110

Page 45: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

32

Pembuat surat wasiat harus menyampaikan sendiri kehendaknya itu di hadapan

saksi-saksi. Hal itu tidak dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain, baik

anggota keluarganya maupun notaries yang bersangkutan. Surat wasiat harus dibuat

dalam bahasa yang dipergunakan oleh pewaris ketika menyampaikan kehendaknya,

dengan syarat bahwa notaris dan saksi-saksi juga mengerti bahasa tersebut. Syarat

untuk saksi-saksi dalam surat wasiat umum antara lain harus sudah berumur 21 tahun

atau sudah menikah. Mereka harus warga Negara Indonesia dan juga mengerti

bahasa yang dipakai dalam surat wasiat tersebut. Terdapat beberapa orang yang tidak

boleh menjadi saksi dalam pembuatan surat wasiat umum ini, yaitu:

a). Para ahli waris atau orang yang menerima wasiat atau sanak keluarga mereka

sampai derajat ke empat.

b). Anak-anak, cucu-cucu, dan anak-anak menantu, dan anak atau cucu notaris.

c). Pelayan-pelayan notaris yang bersangkutan.57

Suatu testamen rahasia, juga dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan

warisan, tetapi tidak diharuskan ia menulis dengan tangannya sendiri. Suatu testamen

rahasia harus selalu tertutup atau disegel. Penyerahannya kepada notaris harus

dihadiri oleh empat orang saksi. Jadi lebih dari biasa yang hanya dibutuhkan dua

orang saksi. Orang yang menjadi saksi pada pembuatan atau penyerahan suatu

testamen kepada seorang notaris, harus orang yang sudah dewasa, penduduk

Indonesia dan mengerti benar bahasa yang digunakan dalam testamen atau akte

penyerahan itu.58

57 Eman Suparman, Op. Cit, 99-100 58 Subekti, Op. Cit, 109-110

Page 46: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

33

Setelah semua formalitas dipenuhi, surat wasiat itu selanjutnya harus disimpan

pada notaris dan selanjutnya merupakan kewajiban notaris untuk memberitahukan

adanya surat wasiat tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan, apabila

pembuat surat wasiat/peninggal warisan meninggal dunia.59

59 Eman Suparman, Op. Cit, 100

Page 47: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

34

BAB III

HIBAH DAN WASIAT DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

A. Hibah Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

1. Pengertian Hibah Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang sudah diadopsi menjadi bahasa

Indonesia. Kata ini berasal dari kata kerja �وه–� � yang berarti memberikan.60

Secara terminologi hibah berarti pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam

mendekatkan diri kepada Allah SWT. tanpa mengharapkan balasan apapun.61

Apabila seseorang memberikan harta miliknya kepada orang lain maka berarti si

pemberi itu menghibahkan miliknya itu. Sebab itulah, kata hibah sama artinya

dengan istilah pemberian.

60 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 1584. 61 Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), 540.

34

Page 48: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

35

Hibah menurut terminologi syariat Islam adalah:

� .���# "�ة� ا� �ل �ض� �� ����� ا����� �

Artinya:

“Akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan

dilakukan secara sukarela”.62

Hibah berarti pemberian dari orang yang hidup kepada orang lain tanpa

merampas atau mengabaikan hak-hak keturunan dan sanak kerabat dekat dan mesti

harus langsung dan tanpa syarat untuk memindahkan hak seluruh harta tanpa adanya

penggantian (‘iwadh). Dengan kata lain hibah adalah suatu pemindahan harta tertentu

tanpa pertukaran tertentu atas sebagian orang yang memberi pemberian dan

penerimaan atas bagian orang yang diberi harta.

Bila pemberian itu membawa orang yang menerima memperlihatkan rasa

menyukainya, disebut hibah atau pemberian tanpa pamrih tanpa ada unsur apa-apa.

Oleh karena itu, pemberian yang disebut hibah itu tidak ada syarat apa-apa bagi harta

yang menentukan tujuan yang dilakukan di masa hidup tanpa mengharapkan balasan

sedikitpun.

Pemberian dan penerimaan hibah itu direkomendasikan oleh Nabi dengan

sangat kuat. Hibah itu sempurna pada saat penerima hibah itu telah menerimanya dan

memiliki pemberian yang diterimanya. Hibah itu mesti dilakukan tanpa adanya unjuk

kekuatan atau dipaksa. Penting bagi penghibah mengetahui akibat perbuatannya.

Kenyataannya, orang yang sedang sekarat di akhir hidupnya tidak dapat melakukan

pemberian dengan benar, baik dalam bentuk hibah maupun wasiat.

62 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 242

Page 49: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

36

Hibah itu dapat dilakukan demi kesejahteraan hidup orang yang mampu

menguasai harta bendanya. Hibah juga dapat dilakukan kepada seorang anak yang

masih berada di dalam kandungan ibunya, sebuah bangunan masjid, sekolah atau

pranata kebajikan yang lainnya.63

Hibah menurut ajaran Islam dimaksudkan untuk menjalin kerja sama sosial

yang lebih baik dan untuk lebih mengakrabkan hubungan sesama manusia.

Walaupun hibah merupakan suatu akad yang sifatnya untuk mempererat silaturahmi

antara sesama manusia, namun sebagai suatu tindakan hukum hibah tersebut

mempunyai rukun dan syarat yang harus di penuhi, baik oleh yang menyerahkan

hibah maupun bagi orang yang menerima hibah tersebut. Akibatnya jika salah satu

rukun atau syarat hibah itu tidak terpenuhi, maka hibah menjadi tidak sah.

Sesuai dengan definisi diatas, bahwa hibah itu dilakukan penyerahannya

semasa penghibah hidup, maka muncul persoalan seandainya penghibah tersebut

dalam keadaan sakit yang sangat parah sehingga kecil kemungkinannya untuk

bertahan hidup. Dalam hal ini para ulama’ mengatakan bahwa hibahnya tersebut di

hukumkan sebagai wasiat. Akibatnya, harta yang dihibahkan itu baru bisa berpindah

tangan kepada orang yang dihibahkan setelah penghibah meninggal dunia.

Kata hibah juga dipakai oleh Al-Qur’an dalam arti pemberian. Apabila

ditelusuri secara mendalam, istilah hibah itu berkonotasi memberikan hak milik oleh

seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dan jasa. Menghibahkan

tidak sama artinya dengan menjual atau menyewakan. Suatu catatan lain yang perlu

diketahui ialah bahwa hibah itu mestilah dilakukan oleh pemilik harta (pemberi

63 A. Rahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 424-428

Page 50: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

37

hibah) kepada pihak penerima di kala ia masih hidup. Jadi, transaksi hibah bersifat

tunai dan langsung serta tidak boleh dilakukan atau disyaratkan bahwa perpindahan

itu berlaku setelah pemberi hibah meninggal dunia.64

Sedangkan pengertian hibah dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam

Pasal 171 huruf (g) yang berbunyi, hibah adalah pemberian suatu benda secara

sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk

dimilikinya.65

2. Dasar Hukum Hibah dalam KHI

a. Kompilasi Hukum Islam

1). Bab tentang Hibah dalam pasal 171 huruf (g) dan pasal 210-214. Pada pasal

171 huruf (g) berbunyi: “ Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela

dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk

dimiliki”. 66

b. Hibah disyari'atkan dan dihukumi mandhub (sunnah) dalam Islam, berdasarkan

firman Allah SWT.

Surat Al Baqarah ayat 177:

)١٧٧: ا�( /ة .....( ��& �(23 ذوي ا� /�& وا����.& وا��+�آ�, وا�, ا�+*(�)وأ"& ا���ل.....

Artinya: "…Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-

anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan

pertolongan)…."(Q.S Al Baqarah: 177)67

64 Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 73-74. 65 Lihat INPRES No. 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam (KHI) , (Jakarta: DEPAG R.I) 66 Ibid, 80 67 Raja Fahd Ibn ‘Abd al-Aziz Al-Sa’ud. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Saudi Arabia, 43

Page 51: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

38

Menurut tafsir al-Misbah menjelaskan surat al-baqarah ayat 177 yaitu:

Setelah menyebutkan sisi keimanan yang hakikatnya tidak nampak, ayat ini

melanjutkan penjelasan tentang contoh-contoh kebajikan sempurna dari sisi yang

lahir kepermukaan. Contoh-contoh itu antara lain berupa kesediaan mengorbankan

kepentingan pribadi demi orang lain, sehingga bukan hanya memberi harta yang

sudah tidak di senangi atau di butuhkan walaupun ini tidak terlarang.

Tetapi memberikan harta yang dicintai secara tulus dan demi meraih cinta-Nya

kepada kerabat anak-anak yatim, orang miskin, musafir yang memerlukan

pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta.68

Surat Al Munaafiqun ayat 10:

�ا ., .*� رز>?<= ., >() أن :"9 أ �Bوأ (C9 إ�& أ?"/*Eأ F�� 3�ل رب �H �آ= ا���ت�

,� ��*Jق وأآ, ., ا�*�*L:H �/<) ن� H�?١٠ :ا��(

Artinya: "Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan

kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara

kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak

menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat, yang

menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orang-orang

yang saleh?" (Q.S Al Munafiqun: 10)

Menurut tafsir al-Misbah menjelaskan surat al-Munaafiqun ayat 10 yaitu:

Setelah ayat yang lalu mengingatkan agar kaum beriman tidak dilengahkan

oleh harta benda yakni dalam upaya perolehannya, maka ayat diatas menekankan

perlunya berinfak, menyalahi saran kaum munafiqin yang disinggung pada ayat 7

yang lalu. Di sini Allah berfirman: dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah 68 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol: 1, (Jakarta: Lentera Hati. 2002), 391

Page 52: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

39

Kami rezekikan anugerahkan kepada kaum, baik harta benda, pengetahuan, kekuatan

dan sebagainya sebelum datang dalam waktu singkat ini kepada salah seorang dari

kamu tanda-tanda terakhir dan sekarat kematian, lalu ketika itu dia berkata:

“Tuhanku, hendaklah kiranya Engkau tangguhkan kehadiran kematian aku ini ke

waktu yang dekat sekadar guna menggantikan waktu yang dihabiskan oleh

kelengahanku, supaya aku bersedekah, dan aku menjadi yakni termasuk dalam

kelompok orang-orang saleh yang mantap kesalehannya”.

Kata rezeki pada firman-Nya: (=آ �رز>? ��.) mimma razaqnakum/dari apa yang

telah Kami rezekikan kepada kamu, mencakup semua anugerah Allah swt, baik harta,

ilmu, kesehatan, udara yang menghirup, air yang diminum dan sebagainya. Ayat di

atas memerintahkan untuk menafkahkan sebagian dari rezeki itu, karena rezeki

kalaupun seseorang menafkahkan seluruh hartanya, bukanlah masih ada rezeki Allah

kepadanya selain harta? Katakanlah kesehatan yang dinikmatinya, atau udara yang

dihirupnya. Kata sebagian juga dapat mengisyaratkan perlunya bekerja keras mencari

nafkah, agar di samping dapat berinfak, juga dapat menabung sebagian yang tidak

diinfakkan itu.

Kata (ان) an pada firman-Nya: (9"� ان) an ya’tiya mengandung isyarat dekatnya

kedatangan apa yang diuraikan itu. Dalam hal ini adalah kematian. Penggunaan

redaksi itu agaknya bertujuan untuk mengingatkan setiap orang agar selalu siap,

karena kehadiran maut telah dekat.

Kata (F��) laula digunakan sebagai kata pendorong terhadap mitra bicara untuk

mengabulkan apa yang diuraikan oleh pembicara. Ia digunakan juga untuk

mengecam, menunjukkan penyesalan dan perandaian. Kata laula pada ayat ini dapat

berarti permohonan yang sangat, atau bisa kata laula dipahami dalam arti (��) lau

Page 53: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

40

yakni seandainya. Pendapat pertama lebih sesuai dengan lanjutan ayat yang

menegakkan tidak adanya penangguhan ajal.

Kata ((Cا) ajal adalah batas akhir dari waktu sesuatu. Batas akhir dari masa

kontrak kerja dinamai ajal. Batas akhir dari waktu keberadaan dipentas bumi ini juga

dinamai ajal.

Kata (�/<) qariib/dekat. Ajal yang qarib dalam arti batas waktu yang tidak

lama. Si pemohon tidak meminta penundaan yang lama, walau sebentar saja. Ini,

karena biasanya permohonan meraih sesuatu yang sedikit dinilai oleh menusia lebih

mudah dikabulkan daripada permohonan yang banyak. Demikian juga halnya dengan

pemohon pada ayat di atas.69

Dalam As-Sunnah juga disebutkan mengenai dasar hukum hibah, antara lain

adalah:

ة�ر Cن* / "� B+�ء ا��+���ت،F : >�لم.ص �, ا�?*(39 2? � اN9O رة// ه�9أ ,�

)ا�(X�ريرواW ( .�ة H/U,V�� وT��ر"��،

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a: Nabi SAW. Pernah bersabda,

“Wahai kaum muslimat, jangan memandang rendah hadiah yang

diberikan tetanggamu meskipun sekadar telapak kaki kambing.”(H.R.

Bukhari) 70

2?� O9 اN/ة رأ�9 ه/ ,�L �لU*/�ل ا� *�*�U2�� و� Oدوا" : =& ا��"��2 (�ا C/Eأ

9 ) ا�(X�ري وا�(��

69 M. Quraish Shihab, Op. Cit, 254-256 70 Al- Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, "Al- Tajrîd Al-Shahîh li Ahâdîts Al-Jâmî’ Al-Shahîh", diterjemahkan Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis, Ringkasan Shahîh Al-Bukhârî (Cet.VI; Bandung: Mizan, 2002), 462.

Page 54: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

41

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. Rasululloh SAW. Bersabda:”saling memberilah

kamu, niscaya kamu sekalian kasih mengasihi”. (HR. Bukhori &

Baihaqy).

3. Syarat-syarat Hibah Dalam KHI

Ada 3 syarat yang harus dipenuhi dalam hal melakukan hibah menurut Hukum

Islam, yaitu:

a. Ijab, yaitu pernyataan tentang pemberian tersebut dari pihak yang

memberikan.

b. Qabul, yaitu pernyataan dari pihak yang menerima pemberian itu.

c. Qabdlah, yaitu penyerahan milik sendiri.

Seseorang yang hendak menghibahkan sebagian atau seluruh harta peninggalan

semasa hidupnya dalam pasal 210 Kompilasi Hukum Islam (KHI) harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:71

a. Orang tersebut telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun.

b. Harus berakal sehat.

c. Tidak adanya paksaan.

d. Menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain

atau lembaga.

e. Hibah diberikan di hadapan dua orang saksi.

Ada 4 rukun yang harus dipenuhi dalam hal melakukan hibah menurut Hukum

Islam, yaitu:

1. Ada pihak penghibah.

71 Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999), 295-296.

Page 55: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

42

2. Ada pihak yang menerima hibah.

3. Ada benda yang dihibahkan.

4. Ada ijab qabul.

a. Pihak penghibah adalah orang yang memberikan hibah atau orang yang

menghibahkan hartanya kepada pihak lain. Pemberi hibah sebagai salah satu

pihak pelaku dalam transaksi hibah disyaratkan:

1. Ia mestilah pemilik sempurna atas sesuatu benda yang dihibahkan. Karena

hibah mempunyai akibat perindahan hak milik, otomatis pihak penghibah

dituntut sebagai pemilik yang mempunyai hak penuh atas benda yang

dihibahkan itu.

2. Pihak penghibah mestilah seorang yang cakap bertindak secara sempurna

(kamilah), yaitu baligh dan berakal. Orang yang sudah cakap bertindaklah

yang bisa dinilai bahwa perbuatan yang dilakukannya sah, sebab ia sudah

mempunyai pertimbangan yang sempurna. Dalam kerangka ini, anak-anak

yang belum dewasa, kendatipun sudah mumayyiz, dipandang tidak berhak

melakukan hibah.

3. Pihak penghibah hendaklah melakukan perbuatannya itu atas kemauan sendiri

dengan penuh kerelaan, dan bukan dalam keadaan terpaksa. Kerelaan adalah

salah satu prinsip utama dalam transaksi di bidang keharta-bendaan. Orang

yang dipaksa menghibahkan sesuatu miliknya, bukan dengan ikhtiarnya,

sudah pasti perbuatannya itu tidak sah.

b. Adanya pihak penerima hibah. Karena hibah itu merupakan transaksi

langsung, maka penerima hibah disyaratkan sudah wujud dalam artinya yang

sesungguhnya ketika akad hibah dilakukan. Oleh sebab itu, hibah tidak boleh

Page 56: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

43

diberikan kepada anak yang masih dalam kandungan, sebab ia belum wujud

dalam arti yang sebenarnya. Dalam persoalan ini, pihak penerima hibah tidak

disyaratkan supaya baligh dan berakal. Kalau sekiranya penerima hibah

belum cakap bertindak ketika pelaksanaan transaksi, ia diwakili oleh walinya.

c. Obyek yang dijadikan hibah atau benda yang dihibahkan. Tidak ada hibah bila

sekiranya tidak ada sesuatu yang dihibahkan. Adapun syarat-syarat yang

harus dipunyai oleh sesuatu yang dihibahkan sehingga ia bisa menjadi barang

hibah, dan syarat yang harus dipenuhi, yakni:

1. Benda yang dihibahkan tersebut mestilah milik yang sempurna dari pihak

penghibah. Ini berarti bahwa hibah tidak sah bila sesuatu yang dihibahkan itu

bukan milik sempurna dari pihak penghibah.

2. Barang yang dihibahkan itu sudah ada dalam arti yang sesungguhnya ketika

transaksi hibah dilaksanakan.

3. Obyek yang dihibahkan itu mestilah sesuatu yang boleh dimiliki oleh agama.

Tidaklah dibenarkan menghibahkan sesuatu yang tidak boleh dimiliki, seperti

menghibahkan minuman yang memabukkan.

4. Harta yang dihibahkan tersebut mestilah telah terpisah secara jelas dari harta

milik penghibah.

d. Ijab qabul. Dalam hubungan ini, penekanan yang menjadi sasaran ialah kepada

sighat dalam transaksi hibah tersebut sehingga perbuatan itu sungguh

mencerminkan terjadinya perpindahan hak milik melalui hibah. Ini berarti

bahwa walaupun tiga rukun pertama sudah terpenuhi dengan segala

Page 57: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

44

persyaratannya, hibah tetap dinilai tidak ada bila transaksi hibah tidak

dilakukan.72

Shighat hibah adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan ijab qabul, seperti

dengan lafadz hibah, athiyah (pemberian), dan sebagainya. Ijab dapat dilakukan

secara sharih, seperti seseorang berkata, “Saya hibahkan benda ini kepadamu”., atau

tidak jelas, yang tidak akan lepas dari syarat, waktu, atau manfaat.

1. Ijab disertai waktu (umuri)

Seperti pernyataan, “Saya berikan rumah ini selama saya masih hidup atau

selama kamu hidup”. Pemberian itu sah, sedangkan syarat waktu tersebut batal.

Rasulullah SAW, bersabda:

رواW) . W/�� أ,� B2��� V�[H/�� ., أن�� Hهو/F Z�"=<ا��. ا=<��ا ��<+.ا

\Zر�Fب ا�+?, ا� Lوا ��� )ا�(X�ري و.+�= وا

Artinya: “Peganglah di tanganmu harta-hartamu, jamgamlah mensyaratkan

dengan umurmu (jika memberi), sebab yang memberi dengan

mensyaratkan umur harta tersebut adalah bagi yang diberi”.

(HR. Bukhari. Muslim, dan Ahmad, serta pengarang kitab Sunan yang empat)

2. Ijab disertai syarat (penguasaan)

Seperti seseorang berkata, “Rumah ini untukmu, secara raqabi (saling

menunggu kematian, jika pemberi meninggal dunia terlebih dahulu, maka

barang miliknyalah yang diberi. Sebaliknya, jika penerima meninggal dunia

dahulu barang kembali pada pemiliknya)”. Ijab seperti ini hakikatnya adalah

pinjaman. Dengan demikian, hibahnya batal, tetapi dipandang sebagai pinjaman.

72 Rachmat Syafe’i, Op. Cit, 76-78

Page 58: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

45

3. Ijab disertai syarat kemanfaatan

Seperti pernyataan, “Rumah ini untuk kamu dan tempat tinggal saya”.

Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa pernyataan itu bukan hibah tetapi

pinjaman.73

Suatu catatan lain yang perlu diketahui ialah bahwa hibah itu mestilah

dilakukan oleh pemilik harta (pemberi hibah) kepada pihak penerima di kala ia masih

hidup. Jadi, transaksi hibah bersifat tunai dan langsung serta tidak boleh dilakukan

atau disyaratkan bahwa perpindahan itu berlaku setelah pemberi hibah meninggal

dunia.

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, dengan sederhana dapat dikatakan

bahwa hibah adalah suatu akad pemberian hak milik oleh seseorang kepada orang

lain di kala ia masih hidup tanpa mengharapkan imbalan dan balas jasa. Oleh sebab

itu, hibah merupakan pemberian yang murni, bukan karena mengharapkan pahala

dari Allah, serta tidak pula terbatas berapa jumlahnya.

B. Wasiat Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

1. Pengertian Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Wasiat berakar kata dari bahasa Arab Washa yang berarti menyampaikan,

dengan kata lain wasiat adalah harta yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang

lain ketika si pemberi telah meninggal dunia.74Petunjuk Al-Qur’an (QS: 2: 180-182)

bahwa ini adalah kewajiban orang saleh, jika ia telah meninggal untuk berwasiat.

73 Ibid, 244-246 74 A. Rahman I. Doi, Op. Cit, 416

Page 59: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

46

Seorang muslim yang mempunyai harta boleh memberikan wasiatnya karena

kasih sayang kepada seseorang kecuali ahli waris yang sah. Pemberian ini disebut

Washiyyah, berwasiat ini direkomendasikan secara khusus. Al-Qur’an menyatakan

bahwa wasiat itu sebagai kewajiban atas seorang muslim yang harus dilaksanakan

ketika orang ini meninggalkan harta yang cukup bagi ahli warisnya. Nabi SAW,

telah bersabda: “Tidak berhak bagi seorang muslim yang mempunyai harta untuk

berwasiat, karena dia harus melewati dua hari tanpa memiliki pesan tertulis dengan

wasiatnya”.75

Menurut pasal 171 huruf (f) yang dimaksud wasiat adalah pemberian suatu

benda dari Pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah

pewaris meninggal dunia. Ada klausula penting dalam wasiat, yakni “baru akan

berlaku (mempunyai kekuatan hukum) apabila yang mewasiatkan telah meninggal

dunia”. Dengan demikian wasiat merupakan pemberian yang digantungkan pada

kejadian tertentu, baik pemberian itu dengan atau tanpa persetujuan dari yang

diberi.76

2. Dasar Hukum Wasiat dalam KHI

a. Kompilasi Hukum Islam

1). Bab tentang Wasiat dalam pasal 171 huruf (f) dan pasal 194-209. Pada pasal

171 huruf (f) berbunyi: “ Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris

75 Ibid, hal 418 76 Rahmad Budiono, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di Idonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), 173

Page 60: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

47

kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal

dunia”.77

b. Ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berhubungan dengan wasiat, yaitu:

1). Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180-182:

,��/اF> و,���� �\L�ا ا��/� Eك/ "ن ات��� ا=آ�� ا/[ا �ذ ا=<�� ���آ

����Z/فو� )180:ا�( /ة. (,� 9� ا���� �

Artinya:“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat

untuk ibu-bapak dan kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban

atas orang-orang yang bertakwa”.78

Menurut tafsir al-Misbah menjelaskan surat al-Baqarah ayat 180 yaitu:

Ayat diatas mewajibkan kepada orang-orang yang menyadari kedatangan tanda-

tanda kematian agar memberi wasiat kepada yang ditinggalkan berkaitan dengan

hartanya, bila harta tersebut banyak.

Wasiat adalah “Pesan baik yang disampaikan kepada orang lain untuk di

kerjakan, baik saat hidup maupun setelah kematian yang berpesan”. Tetapi kata ini

biasa digunakan untuk pesan-pesan yang disampaikan untuk dilaksanakan setelah

kematian yang memberi wasiat. Makna inilah yang dimaksud oleh ayat diatas, yang

dikuatkan oleh pengaitan perintah itu dengan kematian.

Tanda-tanda hadirnya kematian cukup banyak, seperti rambut yang memutih,

gigi yang rontok, kesehatan yang menurun, usia senja dan lain-lain. Selanjutnya,

77 Lihat INPRES No. 1 tahun 1991, Op. Cit, 80 78 Sakdiyah, Jurnal Mimbar Hukum, Vol 38, (Jakarta: Al Hikmah & DITBINBAPERA, 1998), 11

Page 61: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

48

harta yang banyak sangat relatif. Al-Qur’an dan Sunnah tidak menjelaskan berapa

jumlahnya.

Ulama’ yang menganut paham ini berpendapat bahwa ada ayat-ayat Al-Qur’an

yang dibatalkan hukumnya sehingga tidak berlaku lagi karena adanya hukum baru

yang bertentangan dengannya. Ada juga ulama’ yang menolak ide adanya

pembatalan ayat-ayat hukum Al-Qur’an. Mereka tetap berpegang kepada ayat ini

dalam arti wajib, tetapi mereka memahami pemberian wasiat kepada kedua orang tua

adalah bila orang tua dimaksud tidak berhak mendapat warisan oleh satu dan lain hal,

seperti bila mereka bukan pemeluk agama Islam, atau mereka hamba sahaya.79

H�,� ��2� Z�. U ��Z2H �B�ا �c�2� ��9 اd, )���B2ن إOا U ��e� ��= .

)181:ا�( /ة(

Artinya: “Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia

mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang

yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui”.80

Di dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa barang siapa yang mengubah

wasiat itu, dengan menambah, mengurangi atau menyembunyikan wasiat atau

kandungannya setelah ia mendengarnya, dan setelah kandungannya jelas baginya,

maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar segala sesuatu, termasuk bisikan-bisikan

79 M. Quraish Shihab, Vol:1, Op. Cit, 397-398 80 Sakdiyah, Jurnal Mimbar Hukum, Op. Cit. Hal. 11

Page 62: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

49

dalam hal perubahan wasiat, dan Allah lagi Maha Mengetahui langkah-langkah yang

diambil, termasuk langkah mereka yang berusaha mengubahnya.81

H�,E ف�ص� ., .C ?�ا �او c�H ��L�f� �?�=H �ا c=� ��2ن إOا g ��ر

�ر�=.

)182: ا�( /ة (

Artinya:“(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu

berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara

mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”.82

Di dalam tafsir al-Misbah dijelaskan yaitu, memang bila yang memberi wasiat

diduga akan keliru atau berlaku tidak adil dalam menetapkan wasiatnya, lalu

menasihati yang memberi wasiat untuk mengubah niatnya menyangkut apa yang

akan di wasiatkannya, maka perubahan yang demikian dapat ditoleransi. Dapat juga

ditoleransi pengubahan wasiat oleh yang diwasiati, bila wasiat yang dipesankan tidak

sejalan dengan ketetapan agama maka Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.83

Adapun Hadits yang berhubungan dengan wasiat antara lain adalah sebagai

berikut:

81 M. Quraish Shihab, Vol: 1 Op. Cit, 399 82 Sakdiyah, Jurnal Mimbar Hukum, Op. Cit, 11 83 M. Quraish Shihab, Vol: 1 Op. Cit, 399

Page 63: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

50

�,� )�O, �ا�ر/� N9Oا �ا��? �رن U�لOا L �O9 ا�و2�� U�=< ل� :

.� �i.2 �=�+ .ئ/ اV k �LH 9�2 )�l� ����,ا Fو وL��2. >���\� ?�W) . Wروا

)ا�(X�ري و.+�= وا�� داود وا��/.dي وا�?+�ئ وا��ر.9

Artinya:“Dari Abdullah Ibn Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda;

“Tidak ada seorang muslim pun yang memiliki sesuatu yang (pantas

untuk) diwasiatkan dan ia masih mempunyai kesempatan hidup selama

dua malam, melainkan (hendaklah) ia mempunyai wasiat yang ditulis”.

(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’iy dan Ad-

Darimiy)

�,m � \� ,. J/ل >ف�U ��l� )�Oو9 ا� ا, � اH9 رN9Oا �ه��? �(

F ,H: �ل ؟ Hصو ا=U� و2�� �9 اL 9�O(�? ا�نآ�l :�آp�� آ�س9 ا�?� �

)�ري وا��/.dيرواW ا�(X. ( اO�ب�<L� 9وا: �ل؟ >\L����ا �و/.او ا\L�ا��

Artinya:“Dari Talhah Ibn Musarrif ia (pernah) berkata, “Saya pernah bertanya

kepada Abdullah Ibn Abi Awfa r.a.”, “Adakah Nabi SAW dahulu

berwasiat? “(Abdullah) berkata, “Tidak”. Saya bertanya (lagi),

“Bagaimana orang diwajibkan berwasiat atau diperintahkan berwasiat

(padahal beliau sendiri tidak?”(Abdullah) berkata, “Beliau

memerintahkan wasiat atas dasar Kitabullah”.

(HR. Bukhari dan At-Turmudzi)84

84 Sakdiyah, Jurnal Mimbar Hukum, Op. Cit, 12

Page 64: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

51

3. RUKUN DAN SYARAT WASIAT DALAM KHI

Wasiat menurut Hukum Islam baru dianggap sah dan bisa terlaksana bila

terpenuhi semua unsurnya dan cukup pula syarat-syarat unsurnya. Unsur (rukun)

wasiat itu ada 4,yaitu:

1. Pihak yang berwasiat.

2. Pihak yang menerima wasiat.

3. Obyek yang diwasiatkan.

4. Sighat ijab qobul.

a. Pihak yang berwasiat

Ada dua syarat kumulatif agar seseorang dapat mewasiatkan sebagian harta

bendanya. Dua syarat tersebut adalah:

1. Telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun.

2. Berakal sehat.

Syarat tambahan adalah bahwa wasiat tersebut harus dibuat tanpa paksaan. Hal

ini dinyatakan dalam pasal 194 ayat (1). Rupanya, Kompilasi Hukum Islam tidak lagi

menggunakan ukuran-ukuran yang tidak mengandung kepastian hukum untuk

menentukan apakah seseorang itu cakap atau tidak cakap melakukan perbuatan

hukum, melainkan mempergunakan batasan umur, yakni sekurang-kurangnya

berumur 21 tahun. Angka ini pula yang dipergunakan oleh KHI.

b. Penerima wasiat

Kompilasi Hukum Islam tidak mengatu secara khusus mengenai penerima

wasiat. Meskipun demikian, dari pasal 171 huruf (f) dapat diketahui bahwa penerima

wasiat adalah:

1. Orang.

Page 65: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

52

2. Lembaga.

Hal ini tersimpul dari adanya frase: “kepada orang lain atau lembaga”. Di

samping itu, dari pasal 196 juga dapat disimpulkan mengenai hal itu. Pasal 196

menegaskan bahwa dalam wasiat, baik secara tertulis maupun secara lisan harus

disebutkan dengan tegas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan

menerima harta benda yang diwasiatkan.

Pada dasarnya setiap orang, kecuali pewasiat sendiri, dapat menjadi subjek

penerima wasiat. Ada beberapa perkecualian mengenai hal ini, sebagaimana

tercantum dalam pasal 195 ayat (3), pasal 207, dan pasal 208. orang-orang yang tidak

dapat diberi wasiat adalah:

1. Ahli waris; kecuali wasiat tersebut disetujui oleh semua ahli waris lainnya.

2. Orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan orang yang

memberi tuntutan kerohanian sewaktu ia (pewasiat) menderita sakit hingga

meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.

3. Notaris dan saksi-saksi yang berkaitan dengan pembuatan akta wasiat.

Kompilasi Hukum Islam telah mengambil jalan tengah dari perselisihan apakah

ahli waris dapat menerima wasiat atau tidak. Barangkali ketentuan sebagaimana

tercantum dalam pasal 207 itu dilatarbelakangi oleh konsep bahwa tidak tepat untuk

mengatakan perasaan si sakit yang demikian itu sebagai “tidak berakal sehat”, tetapi

sesungguhnya memang “tidak sehat”. Akan tetapi, yang agaknya mengaburkan

penafsiran itu adalah klausula yang tercantum dalam pasal tersebut, yaitu: “kecuali

ditentukan dengan jelas dan tegas untuk membalas jasa”.

Page 66: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

53

c. Objek yang diwasiatkan

Pasal 171 huruf (f) menyebutkan “suatu benda” sebagai sesuatu yang dapat

diwasiatkan. Tidak ada keterangan lebih lanjut tentang pengertian benda dalam

Kompilasi Hukum Islam. Oleh karena itu perkataan benda dalam pasal tersebut harus

ditafsirkan sebagai benda dalam arti yang lazim, yaitu sebagai barang yang berwujud

yang dapat ditangkap dengan panca-indera dan juga barang yang tidak berwujud.

Dengan perkataan lain, benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak

milik. Di samping itu, meskipun hanya tersirat, Kompilasi Hukum Islam

membedakan benda yang dapat diwasiatkan ke dalam benda bergerak dan benda

tidak bergerak. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 200.

Apapun jenis benda yang diwasiatkan tetapi ada syarat yang harus melekat

pada hubungan hukum antara pewasiat dengan benda yang diwasiatkan, yaitu “harus

merupakan hak dari pewasiat”. Syarat ini logis, karena pada dasarnya suatu wasiat

berisi pemindahan hak. Oleh karena itu, yang berhak memindahkan hak itu harus

orang yang memiliki hak untuk itu.85

85 Rahmad Budiono, Op. Cit,173-177

Page 67: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

54

BAB IV

HIBAH DAN WASIAT MENURUT KUH PERDATA

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

A. Persamaan dan Perbedaan Hibah dan Wasiat Menurut KUH Perdata dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

1. Persamaan Hibah dan Wasiat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dalam suatu hibah dan wasiat berdasar pada dua hukum, yaitu Hukum Perdata

dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Hukum Perdata hibah dan wasiat

terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari kedua dasar tersebut

terdapat hal-hal yang bertentangan maupun persamaan antara kedua dasar tersebut

terutama mengenai hibah dan wasiat.

54

Page 68: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

55

Persamaan dalam hibah dan wasiat terdapat dalam aspek dasar hukum yaitu

keduanya mempunyai dasar hukum yang kuat dalam menetapkan hibah dan wasiat,

hibah menurut KUH Perdata terdapat pada pasal 1666-1693 dan wasiat menurut

KUH Perdata terdapat pada pasal 874-912 dan pasal 930-953. Sedangkan hibah

menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat pada pasal 210-214, dan wasiat

menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat pada pasal 194-209. Persamaan

kedua dasar tersebut mengenai ketentuan dalam mengadakan suatu hibah dan wasiat.

Adapun persamaan hibah menurut KUH Perdata dan KHI, yaitu:

1. Dalam melaksanakan hibah baik menurut KUH Perdata maupun KHI tersebut

harus ada bukti autentik.

2. Dalam melaksanakan hibah harus dilakukan sebelum si penghibah meninggal

dunia.

Sedangkan persamaan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI, yaitu:

1. Dalam melaksanakan wasiat harus dilaksanakan setelah si pemberi wasiat

meninggal dunia.

2. Dalam melaksanakan wasiat baik menurut KUH Perdata maupun KHI tersebut

harus ada bukti autentik.

Hibah menurut ajaran Islam dimaksudkan untuk menjalin kerja sama sosial

yang lebih baik dan untuk lebih mengakrabkan hubungan sesama manusia.

Walaupun hibah merupakan suatu akad yang sifatnya untuk mempererat silaturahmi

antara sesama manusia, namun sebagai suatu tindakan hukum hibah tersebut

Page 69: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

56

mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, baik oleh yang menyerahkan

hibah maupun orang yang menerima hibah tersebut.86

Maksud hibah yang dilakukan oleh seseorang itu harus ada bukti autentik

ketika orang tersebut hendak melakukan hibah baik menurut KUH Perdata maupun

KHI.

Persamaan lain antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi

Hukum Islam adalah dalam melaksanakan hibah itu harus dilakukan sebelum si

penghibah meninggal dunia, tidak diperbolehkan melakukan atau melaksanakan

hibah setelah si pemberi hibah tersebut meninggal dunia.

Perkataan diwaktu hidupnya si penghibah, adalah untuk membedakan

penghibahan ini dari pemberian-pemberian yang dilakukan dalam suatu testamen,

yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi meninggal dan

setiap waktu selama si pemberi itu masih hidup, dapat dirubah atau ditarik kembali

olehnya. Kalau dilakukan setelah orang yang memberi hibah tersebut meninggal

dunia maka itu bukan dinamakan hibah akan tetapi wasiat

Sedangkan persamaan wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dan Kompilasi Hukum Islam yaitu ketika seseorang melaksanakan wasiat harus

dilaksanakan setelah si pemberi wasiat telah meninggal dunia. Apabila dilakukan

sebelum orang tersebut meninggal maka bukan wasiat akan tetapi hibah.

Melakukan wasiat itu harus sudah ada bukti yang autentik apabila orang

tersebut hendak melakukan wasiat, baik menurut KUH Perdata maupun KHI.

86 Helmi, Karim, Op. Cit, 73

Page 70: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

57

2. Perbedaan Hibah dan Wasiat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

a. Perbedaan Hibah Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dasar hukum yang dipakai dalam melaksanakan hibah menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata terdapat pada pasal 1666-1693 yang membahas tentang

masalah hibah secara umum baik hibah mengenai tanah, harta pusaka dan lain-lain.

Prosedur dalam melaksanakan suatu hibah menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata itu orang yang hendak melakukan hibah bukan orang muslim saja,

akan tetapi bisa orang non muslim.

Penghibahan dalam KUH Perdata tidak ada penjelasan mengenai hibah

maksimal 1/3 harta tersebut, akan tetapi hanyalah dapat mengenai barang-barang

yang sudah ada. Jika ia meliputi barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari,

maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667). Berdasarkan

ketentuan ini maka jika dihibahkan suatu barang yang sudah ada, bersama-sama

dengan suatu barang lain yang baru akan ada di kemudian hari, penghibahan yang

mengenai barang yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua

adalah tidak sah. Namun demikian, padi yang belum menguning di sawah seluas satu

hektar dapat dihibahkan. Karena padi itu merupakan barang yang ada dan merupakan

sebagian harta benda milik pemberi hibah.87

Sedangkan hibah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut

bukan menyangkut harta pusaka saja akan tetapi bisa menghibahkan berupa tanah

dan sebagainya.

87 Suryodiningrat, Op. Cit, 74

Page 71: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

58

Kemudian hibah di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu masih ada

unsur jual beli yang terdapat dalam pasal 1668.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan tentang

bentuk hibah secara detail dan tidak diatur dalam undang-undang. Juga tidak

disebutkan pula pasal yang membahas bentuk hibah itu sendiri.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam dalam melaksanakan hibah juga

terdapat di dalam pasal 210-214 yang membahas masalah hibah terhadap harta

pusaka.

Sedangkan orang yang hendak melaksanakan hibah tersebut hanya tertuju pada

orang muslim saja.

Kompilasi Hukum Islam menganut prinsip bahwa melaksanakan hibah

maksimal 1/3 dari harta yang dimilikinya, hibah orang tua kepada anaknya dapat di

perhitungkan sebagai waris. Apabila hibah akan dilaksanakan menyimpang dari

ketentuan tersebut, diharapkan agar tidak terjadi perpecahan di antara keluarga.

Benda yang dihibahkan tersebut mestilah milik yang sempurna dari pihak

penghibah. Barang yang dihibahkan itu sudah ada dalam arti yang sesungguhnya

ketika transaksi hibah dilaksanakan.88

Adapun bentuk hibah menurut Kompilasi Hukum Islam itu bisa secara lisan

maupun tertulis. Kalau secara lisan itu tanpa adanya surat yang menjelaskan tentang

hibah, sedangkan secara tertulis harus disertai surat dan harus ada tanda tangan dari

si penghibah.

88 Rachmat, Syafe’i, Op. Cit, 77

Page 72: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

59

b. Perbedaan Wasiat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dasar hukum dalam melakukan wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata juga terdapat pada pasal 874-912 dan pasal 930-932.

Adapun orang yang hendak melaksanakan wasiat kepada orang yang diwasiati

maka orang tersebut bukan orangmuslim saja, akan tetapi bisa orang non muslim.

Ketika orang yang melaksanakan wasiat kepada orang lain, maka barang yang

hendak diwasiatkan bisa berupa barang benda atau benda yang lainnya.

Mengenai wasiat yang ditulis sendiri (wasiat olografis), undang-undang

menjelaskan dalam pasal 932, yakni: suatu wasiat tertulis sendiri harus seluruhnya

ditulis dan ditanda tangani oleh si yang mewariskan sendiri, surat wasiat yang

demikian oleh si yang mewariskan harus disimpan kepada seorang notaris.

Ada beberapa ketentuan tentang wasiat olografis,89 yakni:

- Adanya keharusan bahwa wasiat tersebut harus ditulis dan ditanda tangani

oleh pembuat wasiat.

- Wasiat tersebut disimpan kepada seorang notaris dengan dibebani keharusan

untuk dibuatkan akte penyimpanan (akte van depot).

- Apabila wasiat tersebut dalam keadaan tertulis atau untuk dalam sampul,

maka akta penyimpanan tersebut dibuat di atas kertas sendiri.90

Menurut undang-undang ada beberapa unsur yang harus diperhatikan mengenai

wasiat umum, yakni:

- Testamen umum dibuat di depan notaris.

89 Olografis adalah surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang Notaris dan penyerahan itu bisa dalam keadaan terbuka atau bisa juga dalam keadaan tertutup. 90 Sudarsono, Hukum Waris Dan Sistem Bilateral, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), 42-43

Page 73: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

60

- Pembuatan testamen tersebut harus dihadiri oleh dua orang saksi.

- Didepan notaris dan para saksi, pewaris menjelaskan kehendaknya.

- Dengan kata-kata yang jelas notaris menulis atau menyuruh menulis segala

kehendak yang disampaikan oleh pewaris.

Demikian wasiat tertutup dan disegel, kertas itu harus ditunjukkan kepada

notaris di depan empat orang saksi, atau di depan saksi-saksi itu si yang mewariskan

harus minta supaya kertas di tutup dan disegel, dan menerangkan bahwa kertas itu

memuat wasiatnya, dengan penegasan bahwa dia sendiri yang menulis dan

menandatangani surat itu, atau orang lain yang menulis, namun dia yang

menandatanganinya.91

Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun terhadap

pembuatan testamen tidak diperbolehkan melakukan wasiat sebelum usianya

mencapai 18 tahun. Apabila orang tersebut melakukan wasiat maka tidak sah

wasiatnya.92

Dasar hukum dalam melakukan wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam juga

terdapat pada pasal 194-209 yang membahas tentang wasiat.

Sedangkan orang yang hendak melaksanakan wasiat tersebut harus orang yang

muslim bahwasanya menganut kepada KHI.

Kompilasi Hukum Islam menganut prinsip bahwa wasiat hanya boleh

dilakukan maksimal 1/3 dari harta yang dimilikinya, apabila wasiat yang akan

dilaksanakan kemudian menyimpang dari ketentuan tersebut, diharapkan agar tidak

terjadi perpecahan di antara keluarga.

91 Ibid, 46-47 92 Ibid, 15

Page 74: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

61

Di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 198 disebutkan bahwa wasiat yang

berupa hasil dari suatu benda atau pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka

waktu tertentu. Pembatasan seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan tertib

administrasi, karena melihat substansi wasiat sesungguhnya adalah untuk jangka

waktu yang lama.93

Wasiat dapat dilakukan dengan cara lisan dan tertulis. Bahwa wasiat tertulis

dapat dengan akta di bawah tangan dan akta otentik. Suatu wasiat yang dilakukan

secara lisan maupun akta di bawah tangan harus dilakukan di hadapan dua orang

saksi.

Kompilasi Hukum Islam tidak lagi menggunakan ukuran-ukuran yang tidak

mengandung kepastian hukum untuk menentukan apakah seseorang itu cakap atau

tidak cakap melakukan perbuatan hukum, melainkan mempergunakan batasan umur,

yakni sekurang-kurangnya berumur 21 tahun. Akan tetapi, sesungguhnya pasal 194

ayat (1) yang menegaskan bahwa batasan umur tersebut harus diikuti pengecualian,

yaitu kecuali orang-orang yang telah melangsungkan perkawinan.

Supaya seseorang dapat menyatakan kehendaknya, maka ia harus berakal sehat.

Syarat ini logis, dan harus disertakan, sebab jika tidak, maka akan sulit diketahui

apakah seseorang tersebut benar-benar ingin mewasiatkan harta bendanya atau tidak,

yang sulit adalah mencari ukuran berakal sehat itu.94

93 Abdul, Manan, Op. Cit, 160-161 94 Rahmat Budiono, Op. Cit, 173-174

Page 75: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

62

3. Tabel Perbedaan Hibah dan Wasiat Menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Tabel I

Perbedaan Hibah Menurut KUH Perdata dan KHI

No Aspek Kompilasi Hukum Islam

(KHI)

Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata

(KUH Perdata)

1 Dasar Hukum Pasal 210-214 Pasal 1666-1693

2 Prosedur dalam

melaksanakan hibah

Orang yang

melaksanakan hibah

hanya orang muslim saja

Orang yang

melaksanakan hibah

bukan orang muslim

saja, akan tetapi bisa

orang non muslim

3 Barang yang di

hibahkan

-Barang yang di

hibahkan maksimal 1/3

dari hartanya

- Barang yang di

hibahkan berupa harta

pusaka

-Dalam KUH Perdata

tidak ada ketentuan

maksimal 1/3, akan

tetapi barang yang di

hibahkan harus berupa

barang yang sudah ada

- Barang yang di

hibahkan bukan harta

pusaka saja, akan tetapi

Page 76: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

63

bisa yang lainnya

- ada unsur jual beli

4 Bentuk hibah - Lisan

- Tertulis

Dalam KUH Perdata

tidak di jelaskan

Tabel II

Perbedaan Wasiat Menurut KUH Perdata dan KHI

No Aspek Kompilasi Hukum Islam

(KHI)

Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata

(KUH Perdata)

1 Dasar hukum Pasal 194-209 Pasal 874-912

Pasal 930-932

2 Prosedur dalam

melaksanakan wasiat

Orang yang

melaksanakan hibah

hanya orang muslim saja

Orang yang

melaksanakan hibah

bukan orang muslim

saja, akan tetapi bisa

orang non muslim

3 Barang yang di

wasiatkan

Barang yang di

wasiatkan maksimal 1/3

dari harta tersebut

Dalam KUH Perdata

tidak di jelaskan, akan

tetapi barang yang di

wasiatkan bisa berupa

Page 77: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

64

barang benda

4 Bentuk wasiat - Lisan

- Tertulis

- Wasiat olografis

- Wasiat umum

- Wasiat rahasia

Page 78: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan secara sistematis sesuai dengan

tujuan penelitian ini. Pertama adalah tentang persamaan dan perbedaan hibah dan

wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam,

sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan hibah menurut KUH Perdata maupun KHI harus ada

bukti autentik.

2.Dalam melaksanakan hibah harus dilakukan sebelum si penghibah meninggal

dunia.

65

Page 79: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

66

Sedangkan persamaan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI, yaitu:

1. Dalam melaksanakan wasiat harus dilaksanakan setelah si pemberi wasiat

meninggal dunia.

2. Dalam melaksanakan wasiat harus ada bukti autentik baik menurut KUH

Perdata maupun KHI.

Adapun perbedaan hibah dan wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum

perdata dan Kompilasi Hukum Islam, sebagai berikut:

a. KUH Perdata

1. Pasal 1666-1693

2. Dalam melaksanakan hibah orang tersebut bukan orang muslim saja, akan

tetapi orang non muslim bisa melaksanakan hibah.

3. - Dalam KUH Perdata tidak di jelaskan, tetapi barang yang di hibahkan

berupa barang yang sudah ada.

- Dalam melaksanakan hibah bukan harta pusaka saja, tetap bisa berupa

harta yang lainnya.

- Ada unsur jual beli.

4. Di dalam KUH Perdata tidak di jelaskan tentang bentuk hibah.

b. KHI

1. Pasal 210-214

2. Dalam melaksanakan hibah orang tersebut hanya orang muslim saja.

3. Barang yang di hibahkan maksimal 1/3 harta si penghibah.

4. - Lisan.

- Tertulis.

Page 80: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

67

Sedangkan perbedaan wasiat menurut KUH Perdata dan KHI

a. KUH Perdata

1. Pasal 874-912 dan 930-932.

2. Dalam melaksanakan hibah orang tersebut bukan orang muslim saja, akan

tetapi orang non muslim bisa melaksanakan hibah.

3. Di dalam KUH Perdata tidak di jelaskan, tetapi barang yang di wasiatkan

bisa berupa benda.

4. - Wasiat olografis.

- Wasiat umum.

- Wasiat rahasia.

b. KHI

1. Pasal 194-209

2. Dalam melaksanakan hibah orang tersebut hanya orang muslim saja.

3. Barang yang di wasiatkan maksimal 1/3 dari harta tersebut.

4. - Lisan.

- Tertulis.

B. Saran-saran

Dalam mengakhiri penulisan skripsi ini, peneliti dapat memberikan beberapa

saran yang dapat dijadikan pertimbangan baik bagi lembaga Pengadilan Agama

maupun Pengadilan Negeri dan masyarakat.

1. Hendaknya Pengadilan Agama, dalam menangani masalah hibah kepada

orang lain harus adil dalam mengeluarkan atau mengambil putusan. Hibah

merupakan suatu bentuk pemberian cuma-cuma, dan merupakan ajaran

Page 81: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

68

yang disyari'atkan oleh agama Islam. Karena di dalamnya terkandung nilai

yang positif.

2. Bagi permohonan hibah dan wasiat yang dilakukan sebagai bukti dalam

menyelesaikan masalah hibah dan wasiat, maka lembaga pengadilan

maupun masyarakat harus tahu bagaimana cara melaksanakannya dan yang

lainnya apakah sudah benar dan jelas.

Page 82: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

69

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo,

2004) Abu Achmadi, dan Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian. (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2005) Afandi, Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1983) Alim, Sahirul, Wasiat Wajibah bagi anak angkat (kajian terhadap pasal 209 KHI).

(Malang : Universitas Islam Negeri, 2003) Al- Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, "Al- Tajrîd Al-Shahîh li

Ahâdîts Al-Jâmî’ Al-Shahîh", diterjemahkan Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis, Ringkasan Shahîh Al-Bukhârî (Cet.VI; Bandung: Mizan, 2002)

Amanat, Anisitus, Membagi Warisan Berdasarkan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum

Perdata/BW,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001) Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004) Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.

Rieneka Cipta,2002) Arwani, M. Arif, Wasiat Wajibah Bagi Non Muslim (Kajian Terhadap Putusan

Mahkamah Agung No. 368 K/AG/1995), (Malang : Universitas Islam Negeri, 2004)

Ash Shiddiqy, Hasbi, Fiqhul Mawaris (Hukum-Hukum Kewarisan dalam Syari’at

Islam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1967) Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1999) Budiono, Rahmad, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di Idonesia, (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 1999) Djamali, Abdul, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu

Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2002) Doi, A. Rahman I, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002)

Page 83: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

70

Erwin, Rudy T, dan Elise T. Sulistini, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-perkara Perdata (Jakarta: Bina Aksara, 1987)

Harahap, Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Alumni, 1986) INPRES No. 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam (KHI), DEPAG R.I Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997) Mamudji, Sri dan Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006) Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2002) Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Madzhab, (Jakarta: PT Lentera

Basritama, 2001) Munawwir, Ahmad Warson Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997) Nafik, Moh, Hibah Sebagai Cara Untuk Menyiasati Pembagian Harta Waris (Studi

Hukum Islam Di Desa Randuagung Kec. Singosari Malang), (Malang: Universitas Islam Negeri, 2003)

Nazir, Moh, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998) Patrik,Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung: CV Mandar Maju,

1994) Raja Fahd Ibn ‘Abd al-Aziz Al-Sa’ud. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Saudi Arabia Ramulyo, Mohd Idris, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata

Barat (Burgelijk Wetboek),(Jakarta: Sinar Grafika, 1993) Sakdiyah, Jurnal Mimbar Hukum, Vol 38, (Jakarta: Al-Hikmah &

DITBINBAPERA,1999) Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Vol I, (Jakarta: Lentera Hati. 2002) Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999)

Page 84: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

71

Sirojuddin, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996)

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986) Soimin, Soedharyo, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata

Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995) ______, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1996) Sudarsono, Hukum Waris Dan Sistem Bilateral, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994) ________, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992) Suparman, Eman, Hukum Waris Islam dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW

(Bandung: PT. Refika Aditama, 2005) ______________, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005) Suryodiningrat, Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian (Bandung: Tarsito, 1978) Syafe’i, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) Tim Dosen Fak. Syari’ah, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (Malang:

Fakultas Syari’ah UIN, 2005) Tjitrosudibio, R, dan R. Subekti Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Cet. 34;

Jakarta: Pradnya Paramita, 2004)

Page 85: FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL SYAKHSYIYAH …etheses.uin-malang.ac.id/4219/1/03210079.pdf · 1 HIBAH DAN WASIAT DALAM ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

72