FILSAFAT SENI PUISI ZIKIR KARYA D ZAWAWI IMRON
Transcript of FILSAFAT SENI PUISI ZIKIR KARYA D ZAWAWI IMRON
FILSAFAT SENI
PUISI ZIKIR KARYA D ZAWAWI IMRON
Skripsi
Diajukan Ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh:
ZAINURRAHMAN
NIM. 111303310060
JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M.
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB LATIN
Pedoman Aksara
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
H Ha dan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Z Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
S es dengan garis di bawah ص 14
D de dengan garis di bawah ض 15
T te dengan garis di bawah ط 16
Z Zet dengan garis di bawah ظ 17
Koma terbalik di ta hadap kanan ‘ ع 18
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H ha ه 27
Apostrof ‘ ء 28
Y Ye ي 29
v
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Unuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
No Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
1 A Fathah
2 I Kasrah
3 U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
No Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
_ ى 1 Ai Fathah
Au kasrah _ و 2
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
No Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ا 1
Î i dengan topi di atas ئ 2
Û u dengan topi di atas ؤ 3
Kata Sandang
Kata yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال
dialihaksarakan menjadi hururf /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun
huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl, al-dîwân bukan aḍ-ḋîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab yang dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ضرورة ال tidak
ditulis ad-ḏarûrah, melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
vi
Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) lihat contoh 2. Namun jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Transliterasi
Ṯarîqah ةقيطر 1
al-jâmi’âh al-Islâmiyyah ة االسالمي الجمعة 2
waẖdat al-wujûd الوجود وحدة 3
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab hurf kapital dikenal, dalam alihaksara
ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku
dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk
menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri,
dan lain-lain. Penting diperhtikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf
awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî, bukan Abû Hâmid Al-
Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EYD. Judul ini ditulis dengan cetak miring, maka
demikianlah halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd
al-Samad al-Palimbânî, Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîr
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
sarjana agama program studi Aqidah Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan terutama kepada yang terhormat:
1. Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku Ketua Program Studi Aqidah dan Filsafat
Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Program Studi Aqidah
dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dosen sekaligus ibu tempat berkeluh kesah, rumah
tempat mengeluh dan pemberi solusi terbaik disetiap ada masalah.
Terimakasih yang tiada batas untuk segala pengorbanan, kebaikan,
keikhlasan baik dari segi moral maupun materiil. Semoga panjang umur dan
Allah melindungi dalam setiap langkahmu ibu.
3. Kusen, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah sudi meluangkan waktu
yang dimiliki untuk berdiskusi dan membimbing penulis selama proses
penulisan skripsi ini.
viii
4. Kyai D Zawawi Imron selaku penulis puisi Zikir yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk mengangkat karya sastranya dalam skripsi ini.
5. Segenap dosen khusunya program studi Aqidah Filsafat Islam, staff
perpustakaan Fakultas Ushuluddin, beserta jajaran civitas akademik yang
telah sedia melayani penulis dalam mengurus segala keperluan dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Kedua orang tua (papa Abd Sami’uddin dan mama Faizah) yang telah
melahirkan dan merawat hingga saat ini, mengajarkan arti sebuah
perjuangan hingga saya bisa sekuan ini. Tanpa mama dan papa saya tidak
akan pernah ada di dunia dan tidak akan pernah menjadi seperti saya
inginkan saat ini. Semoga selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Aamiin.
7. Istri Tercintaku : Sulistiyawati, S.Psi yang selalu membantu,
menyemangati, dan memotivasi serta tidak pernah bosan mendengarkan
keluh kesahku terutama selama proses penulisan skripsi ini. Terimakasih
atas cinta kasih yang tak terhingga.
8. Kedua saudaraku : Asmawati dan Zainullah serta keponakan tercintaku :
Faidatur Rohmah dan M. Zaidan Al-Attar yang telah memberi dukungan
semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga penulis
bisa menjadi gambaran dan menjadi motivasi untuk kalian dan suatu saat
nanti kalian bisa mengikuti lagkah dan perjuangan ini. Jangan pernah takut
kalah, jangan pernah menyerah pada takdir, tunjukkan kita orang-orang kuat
dilahirkan dari orang yang kuat, dan akan menjadi orang yang kuat pula.
Aku sayang kalian.
ix
9. Karibku Zahid 2013 : Khairil Barri dan Anggi Widiarsih, terimakasih telah
menjadi teman terbaik dalam suka duka berjuang di tanah rantau ibu kota
Jakarta, semoga kita sukses di belahan bumi manapun berada. Harapan
suatu saat kita sama-sama bisa meluangkan waktu untuk sekedar diskusi
sambil ngopi bersama sembari menikmati cemilan cimol di pinggir jalan
seperti dulu.
10. Sahabat-sahabatku : Abd Karim, Ali Syamsukdin, Jamaluddin, Moh. Alwi,
Muhamad Najibudin dan teman-teman satu angkatan AFI’13 khusunya
teman-teman kelas B yang telah menjadi keluarga baru selama di bangku
kuliah. Terimakasih untuk banyak kebaikan selama kita menimba ilmu
bersama.
11. Keluargaku di perantauan : Hamid, Faiz, Hamidi, Dila, Hana, Listy,
Abdillah, Rofiqi, yang selalu menghibur di saat duka, menjadi teman di saat
suka, menolong bukan karena iba melainkan kita semua saudara.
Terimakasih banyak.
12. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang telah
mengajarkan banyak hal untuk tumbuh dan berkembang di bidang
Organisasi khusunya. Tidak akan pernah saya lupakan hadiah yang cukup
berharga di tahun 2016-2017 yang telah berperan aktif memenangkan kursi
jabatan di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sungguh
satu kebanggaan. terimakasih sudah mau berdarah-darah mengawal sampai
kemenangan.
x
13. Teman-teman KKN BERPACU , terimaksih atas kerja sama dan
partisipasinya. Bersama kalian penulis banyak mendapatkan pengalaman
baru yang tidak akan pernah terlupakan.
Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
baik perseorangan maupun isntitusi, yang telah membantu penulis. Kepada
semuanya saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah
membalas segala amal baik mereka. Aamiin.
Ciputat, 23 Juli 2020
Penulis,
Zanurrahman
11113033100060
xi
ABSTRAK
Zainurrahman. 1113033100060. Filsafat Seni Puisi Zikir Karya D Zawawi
Imron. Skripsi. Prodi Aqidah Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
D Zawawi Imron merupakan salah satu sastrawan yang terkenal dengan
karyanya yang bertajuk Celurit Emas. Penyair sekaligus Ulama tersebut memiliki
ciri khas dimana di setiap karyanya selalu kental dengan nuansa religius dan adat
istiadat temat dia lahir dan di besarkan. Salah satu karya D Zawawi yang unik
adalah puisi Zikir. Puisi ini secara garis besar berisi tentang keesaan tuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui filsafat seni dalam puisi Zikir
karya D Zawawi Imron. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan
menitikberatkan kajiannya pada analisis isi (content analysis). Puisi Zikir dalam
penelitian ini dianalisis dengan metode analisi structural dan semiotic. Analisis
structural dalam artian puisi ini dianalisis berdasarkan unsur-unsur pembentuk puisi
itu sendiri. Sedangkan analisi semiotik berarti mengkaji beberapa hal yaitu
pergantian makna, hipogram, pembacaan hermeneutika dan penciptaan makna.
Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa puisi zikir
merupakan puisi yang bertemakan keagamaan atau religiusitas. Hal ini dapat
dilihat dari pilihan kata yang digunakan serta dari keseluruhan isi puisi yang
menggambarkan keesaan tuhan serta mengimani bahwa semesta merupakan hasil
ciptaan tuhan. Puisi zikir ini seolah memberikan pesan bahwa D Zawawi Imron
ingin menegaskan bahwa tuhan itu satu, akan tetapi tuhan mampu mengawasi
seluruh alam dikarenakan tuhan adalah dzat yang maha mengetahui.
Kata Kunci: Puisi Zikir, Struktural, Semiotik
xii
DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................. iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
ABSTRAK .............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Batasan Dan Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .................................................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 8
E. Metode Penelitian ....................................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan .................................................................................11
BAB II SENI DAN PUISI A. Seni ..............................................................................................................12
1. Pengertian Dan Batasan Seni ...................................................................12
2. Sejarah Penggolongan Seni ......................................................................14
3. Filsafat Seni Dan Hubungannya Dengan Estetika ...................................16
B. Puisi .............................................................................................................19
1. Pengertian Puisi ........................................................................................19
2. Analisis Struktural Dan Semiotik Dalam Puisi ........................................22
BAB III BIOGRAFI D ZAWAWI IMRON 1. Biografi D Zawawi Imron ....................................................................... 26 2. Karya-Karya D Zawawi Imron Dan Prestasinya ..................................... 31
3. Puisi Zikir Karya D Zawawi Imron ......................................................... 32
BAB IV FILSAFAT SENI DALAM PUISI ZIKIR KARYA D ZAWAWI
IMRON A. Analisis Isi Puisi Zikir Karya D Zawawi Imron .......................................... 34 B. Analisis Struktural Dalam Puisi Zikir .......................................................... 35
C. Analisis Semiotika Dalam Puisi Zikir .......................................................... 46
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 52 B. Kritik Dan Saran ............................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Estetika merupakan kalimat yang dalam masyarakat luas dimaknai dengan
keindahan. Berbicara tentang keindahan sendiri memiliki beragam objek dan
penilaiannya pun cenderung subjektif. Ketika seseorang melihat sebuah objek
dan menilai bahwa objek itu memiliki keindahan belum tentu penilaian yang
sama akan diberikan oleh orang lain untuk objek yang serupa. Namun, ketika
berbicara tentang estetika maka terdapat acuan pengertian dari beberapa tokoh
yang membuat kata estetika tidak hanya diartikan secara dangkal sebagai suatu
keindahan saja.
Kata estetika sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “aisthetika” yang
berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera (perasaan/sensitifitas). Oleh
karena itu, estetika sering diartikan sebagai persepsi indera.1 Merujuk pada
pengertian dasar tersebut, cakupan estetika bisa menjadi sangat luas tidak hanya
sebatas objek yang bias dilihat dengan mata. Hartoko (1983) mengartikan
estetika sebagai kemampuan melihat lewat penginderaan atau penyerapan,
persepsi, perasaan, dan pengalaman pemandangan. 2
Menurut Aristoteles estetika merupakan keindahan yang menyangkut
keseimbangan dan keteraturan ukuran, yakni ukuran material. Pandangan ini,
1 Dharsoono Sony Kartika dan Nanang Ganda Perwira, Pengantar Estetika, (Bandung :
Rekayasa Sains,2004), hal.5
2 Ibid, hal.9
2
menurut Aristoteles, berlaku untuk benda-benda alam ataupun untuk karya
seni buatan manusia. Karya seni yang dibicarakan Aristoteles terutama karya
sastra dan drama.3
Karya seni sendiri bentuknya sangat beragam, mulai dari lukisan,
patung, puisi, musik, drama, dan bentuk karya seni lainnya yang
mengandung nilai estetika. Salah satu karya seni yang paling sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari adalah puisi. Puisi menurut Waluyo merupakan
karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia. Selain itu,
puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang dalam penyajiannya
sangat mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna.4
Banyak sastrawan terkenal dengan karya puisinya salah satunya
adalah D Zawawi Imron. D Zawawi Imron merupakan ulama sekaligus
sastrawan yang berasal dari pulau Madura. Beberapa karya besarnya antara
lain: Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit
Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982), Nenek Moyangku Airmata
(1985), Berlayar di Pamor Badik (1994), Bantalku Ombak Selimutku Angin
(1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Madura Akulah Darahmu
(1999), dan Kujilat Manis Empedu (2003). Beberapa sajaknya telah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan Bulgaria.
3 Sidi Gazalba, Sistematika Flsafat : Pengantar Kepada Teori Filsafat, Teori
Pengetahuan Metafisika, Teori Nilai, Jilid IV, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hal.549.
4 Herman J Waluyo, Apresiasi Puisi : Paduan Untuk Pelajar dan Mahasiswa, (Jakarta :
Gramedika Pustaka Utama, 2002), hal. 1
3
Buku kumpulan sajaknya, “Nenek Moyangku Airmata” mendapat
hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K (1985). Kemudian “Celurit
Emas” dan “Nenek Moyangku Airmata” terpilih sebagai buku puisi terbaik
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Zawawi yang juga penerima
hadiah utama penulisan puisi ANteve dalam rangka HUT RI ke-50 (1995)
ini, pernah menjadi pembicara dalam Seminar Majlis Bahasa Brunei
Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majlis Asia Tenggara (MASTERA)
Brunei Darussalam (Maret 2002), serta pernah tampil dalam acara kesenian
Winter Nachten di Belanda (2002). Di dalam tahun 2011, puisinya yang
berjudul “Kelenjar Laut” mendapat penghargaan hadiah sastra Asia
Tenggara dari Kerajaan Malaysia di Kuala Lumpur. Hadiah diserahkan
langsung oleh Wakil Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin.5
Salah satu karya puisi D Zawawi Imron yang cukup unik dan memiliki
makna mendalam adalah puisi yang berjudul Dzikir. Puisi yang ditulis tahun
1980 silam ini tetap hidup meski telah bertahun-tahun lamanya. Puisi tersebut
kerap kali dibawakan dalam even pentas seni maupun ajang lomba puisi
khususnya di Madura. Karya D Zawawi Imron benar-benar tidak lekang oleh
waktu.
Jika ditelisik lebih mendalam, karya-karya D Zawawi Imron memiliki
nuanasa tema yang unik dan menjadi ciri khas karya sastranya. Keunikan
tersebut yang membedakan karya sastra D Zawawi Imron dengan sastrawan
5 Arief Machmudy, Sekelumit Tentang Sosok D Zawawi Imron, Diakses dari
http://ariefmachmudy.blogspot.com/2012/01/sekelumit-tentang-sosok-d-zawawi-imron.html pada
tanggal 20 Januari 2020.
4
lainnya. Chairil Anwar, salah satu sastrawan terkenal yang juga banyak menulis
puisi memiliki ciri khas ekspresionis dan lugas, jarang menggunakan kata
hiasan dan cenderung langsung pada tujuan. Sastrawan lainnya yang juga
memiliki ciri khas dalam karyanya adalah Taufiq Ismail yang mana karya sastra
yang ditulis lebih banyak merupakan kritik social dan berisi tentang politik.
Keunikan yang dimiliki sastrawan lainnya adalah Sutardji Calzoum Bachri yang
mana terkenal dengan pemilihan bahasanya yang rumit dan seringkali
menggunakan Bahasa asing.6
Jika dibandingkan dengan sastrawan-sastrawan tersebut, karya sastra D
Zawawi Imron memiliki perbedaan yang menjadikan ciri khas setiap karya
sastranya. Karya sastra D Zawawi Imron menggunakan bahasa yang tidak terlalu
sulit dan cenderung merupakan Bahasa sehari-hari. Isi dari puisi-puisinyapun
banyak mengulas tentang tanah kelahiran dan budaya-budaya yang ada di sana.
Namun, beliau tidak jarang membahas tentang keTuhanan serta sufistik dalam
karya-karyanya. Gaya Bahasa yang unik, pemilihan rima juga isi dari puisi-puisi
D Zawawi Imron memiliki nilai estetika tersendiri bagi yang membaca,
memahami makna tulisannya serta menikmati apa yang ada dalam karyanya.
Ketika menikmati suatu karya sastra, maka seseorang bisa disebut juga
sedang mengalami “pengalamaan estetik” yang oleh John Dewey (1957)
diartikan sebagai pengalaman yang dirasakan oleh penikmat seni terhadap suatu
6Armayanti Aras, Apresiasi Puisi Indonesia.Diakses dari http://armayanti-
aras.blogspot.com/2012/11/ciri-khas-puisi-taufik-ismail-chairil.html pada tanggal 19 Februari
2020.
5
karya estetik.7 Pengalaman etetik terhadap sebuah karya seni atau sastra lebih
mengekpresikan gagasan dan perasaan, tidak seperti pengalaman estetik terhadap
keindahan alam yang tidak mengandung makna seperti itu, artinya keindahan
alam tidak membawa nilai-nilai lain di samping nilai keindahan itu sendiri.
Pengalaman estetik yang dirasakan terhadap sebuah karya seni memusatkan
perhatian pada penikmatan, penghayatan dan penghargaan terhadap sebuah karya
seni.8
Untuk memahami lebih mendalam mengenai estetika pada sebuah karya
seni, dibutuhkan karakterstik-karakteristik tertentu sebagai tolak ukur. Berkaitan
dengan karya satsra yang ditulis oleh D Zawawi Imron maka untuk mengungkap
nilai estetika yang terdapat di dalamnya dapat menggunakan karakteristik
estetika Islam. Ismail Raji al-Faruqi berpendapat bahwa seni umat Islam
merupakan ekspresi estetis seni yang tak terbatas namun entitas structural
inilah yang selaras dengan prinsip estetis ideologi Islam. Pembatasan seni
menurut al-Faruqi disebut sebagai Arabesque membangkitkan pada
pemandangnya intuisi kualitas dari yang tak terbatas, dari yang berada di luar
ruang dan waktu. Namun arabesque melakukannya tanpa membuat klaim
musykil bagi umat Islam bahwa pola ini sendiri menunjukkan apa yang
berada di luar. Dengan merenungkan pola tak terbatas ini, benak orang yang
mempersepsinya dialihkan ke Tuhan, dan senipun memperkuat keyakinan
7 Dharsoono Sony Kartika dan Nanang Ganda Perwira, Pengantar Estetika, (Bandung :
Rekayasa Sains,2004), hal.37
8 Ibid, hal. 39
6
religius. Jadi, seni Islam mempunyai tujuan mengajar dan memperkuat persepsi
tentang transendensi Tuhan dalam diri manusia.9
Seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang
keanekaragaman. Ia merefleksikan kandungan prinsip Keesaan Ilahi,
kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Maha Esa,
kesementaraan dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau
makhluk.10
Maka berdasakan penjelasan mengenai estetika dan estetika Islam, puisi
karya D Zawawi Imron yang berjudul Dzikir dianggap memiliki unsur estetika
lebih khusunya estetika Islam yang mana akan dikaji lebih lanjut melalui
karakteristik estetika Islam pada bab berikutnya.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka peneliti
membatasi penelitian ini pada pemikiran tentang unsur estetika Islam dalam puisi
Dzkir karya D Zawawi Imron. Ada beberapa karya yang membahas tentang
estetika Islam namun belum ada yang membahas estetika Islam dalam kaitannya
dengan puisi D Zawawi Imron yang berjudul Dzikir. Oleh sebab itu peneliti
memberikan batasan pada penelitian ini dengan hanya membahas masalah estetika
Islam dalam puisi D Zawawi Imron yang berjudul dzikir meski pada kenyatannya
masih banyak puisi lainnya yang ditulis oleh D Zawawi Imron.
9 Ismail Raji al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, (Bandung : Mizan, 2002), hal.198 10 Sayyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam Terj. Sutejo, hal.11
7
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah nilai-nilai estetika Islam yang terkandung dalam puisi D
Zawawi Imron yang berjudul Dzikir?
2. Unsur estetika Islam apa sajakah yang terdapat dalam puisi Dzikir karya D
Zawawi Imron?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskrepsikan nilai-nilai estetika Islam dalam puisi Dzikir karya D Zawawi
Imron
2. Melacak unsur estetika Islam pada pemikiran D Zawawi Imron melalui puisi
Dzikir
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan tambahan ilmu dan wawasan tentang estetika Islam dalam
kaitannya dengan karya sastra khusunya puisi
2. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang karya sastra yang ditulis oleh
D Zawawi Imron
3. Dapat dijadikan rujukan untuk peneliti selanjutnya dalam memperluas kajian
dengan tema yang sama baik tentang estetika maupun tentang karya sastra yang
ditulis oleh D Zawawi Imron.
8
D. Tinjauan Pustaka
Dalam studi kepustakaan sebenarnya tidak ada penelitian yang meneliti
tentang nilai estetika dalam puisi Dzikir karya D Zawawi Imron, akan tetapi
dalam bagian ini peneliti akan menyebutkan beberapa penelitian yang dianggap
penting dan berkaitan dengan penelitian ini.
Skripsi yang ditulis oleh Dian Permatasari pada tahun 2015 dengan judul
“Kaligrafi dalam Estetika Islam Menurut Ismail Raji Al-Faruqi”. Pembahasan
yang disajikan dalam skripsi tersebut meliputi bagaimana pemikiran kaligrafi
dalam estetika Islam menurut Al-Faruqi di beberapa bidang kehidupan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis data. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa seni sangat erat kaitannya dengan kehidupan.
Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran Al-Faruqi lebih
banyak berbicara tentang tauhid secara prinsip dan pandangan dunianya. Menurut
AL-Faruqi, kaligrafi kontemporer lebih bersifat umum karena penjelasannya
hanya berkutat pada keberadaan kaligrafi kontemporer dan corak yang
digolongkan ke dalam beberapa kategori tanpa kejelasan periodesasinya.
Penelitian berikutnya yang dianggap berkaitan dengan penelitian ini
adalah skripsi yang berjudul “Estetika Islam dalam Lukisan Affandi
Koesoema” yang ditulis oleh Nur Amalina Dini Priatmi pada tahun 2019.
Dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan menganalisis secara deskritptif tentang estetika pada lukisan-lukisan
Affandi Koeseoma. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa lukisan
Affandi sarat akan nilai religiusitas lukisan dalam lukisan yang berjudul
9
Ka’bah. Dengan pilihan warna cerah cenderung identik dengan estetika Islam
yang menggambarkan cahaya, kecerahan dan kebahagiaan. Selain itu, lukisan
Affandi Koesoema juga sarat akan nilai humanis dan idealis, sebab hampir
semua lukisan Affandi Koesoema mengambil objek aktifitas sehari-hari.
Adapun makna estetika yang tersirat dalam lukisan Affandi Koesoema
merupakan kritik terhadap realita sosial dimana menggambarkan masih
banyaknya kesedihan dan kesusahan maupun perilaku buruk yang dilakukan
oleh manusia.
Dari penelitian-penelitian yang telah dijabarkan di atas, persamaan
dengan penelitian ini adalah tema kajian yaitu sama-sama mengkaji tentang
estetika dalam Islam. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada objek
penelitian dimana penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya meneliti
estetika pada kaligrafi dan lukisan, akan tetapi dalam penelitian ini yang
dibahas adalah estetika dalam puisi karya D Zawawi Imron.
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian kepustakaan merupakan sebuah penelitian yang fokus
penelitiannya denan menggunakan data. Penelitian yang fokus penelitiannya
menggunakan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam literatur
yang terdapat di perpustakaan, seperi buku, naskah, catatan, kisah, sejarah,
10
dokumen dan lain-lain.11 Objek penelitian dalam penelitian ini adalah puisi karya D
Zawawi Imron yang berjudul Dzikir.
Penelitian ini memiliki dua sumber data yaitu sumber data primer dan
sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data dan sumber sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data.12 Sumber data yang digunkan
dalam penelitian ini adalah sumber data primer berupa buku Madura, Akulah
Darahmu (1999) karangan D Zawawi Imron yang di dalamnya terdapat Puisi
Dzikir serta buku-buku lain yang mengkaji tentang estetika Islam. Sedangkan
sumber data sekunder berupa wawancara terhadap orang terdekat D Zawawi
Imron untuk mengetahui informasi tentang biografi dan latar belakang D Zawawi
Imron.
Metode deskripsi analitis dalam penelitian ini digunakan untuk membahas
dan menguraikan tentang nilai-nilai estetika dalam puisi Dzikir karya D Zawawi
Imron. Dimulai dari gambaran tentang estetika Islam kemudian dijadikan
substansi untuk menganalisis puisi dzikir yang ditulis oleh D Zawawi Imron.
Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Akademik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017/2018. Sedangkan
transliterasi pada skripsi ini juga menggunakan “Pedoman Penulisan
Skripsi” yang terdapat dalam buk "Pedoman Akademik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017/2018”.
11 Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 33 12 Sugiyono , Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif, R&D
(Bandung : Alfabeta, 2010).hal 79
11
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan skripsi ini dibedakan menjadi beberapa bab
dengan tujuan agar lebih tersusun dan mudah dipahami. Adapun baagian-
bagiannya sebagai berikut:
1. Bab 1, berisi pendahuluan dalam penelitian yang mencakup latar belakang
serta alasan mengapa peneliti memilih topic ini sebagai judul penelitian.
Selain itu, pada bagian ini juga dijelaskan batasan dan focus
penelitian,manfaat dan tujuan dilakukannya peneltian. Sistematika
penulisan serta tinjauan pustaka juga tercakup dalam bagian pendahuluan.
2. Bab 2, berisi kajian teori mengenai estetika, dimulai dari pegertian hingga
unsur estetika Islam. Pada bagian ini peneliti bertujuan untuk memberikan
jabaran tentang estetika lebih khusunya estetika Islam.
3. Bab 3, berisi tentang informasi sastrawan D Zawawi Imron meliptui
Biografi serta karya-karyanya termasuk puisi Dzikir yang menjadi objek
dalam penelitian ini.
4. Bab 4, berisi tentang hasil penelitian berupa penjabaran analisis tentang
nilai estetika dalam puisi dzikir yang ditulis oleh D Zawawi Imron.
5. Bab 5, merupakan bab yang berisi tentang kesimpulan dan saran
penelitian. Pada kesimpulan di bab 5 ini menjawab topik penelitian yang
terdapat di awal penelitian. Saran dalam penelitian ini berfungsi sebagai
masukan baik untuk menilai kekurangan dalam penelitian ini ataupun
saran kepada peneliti selanjutnya yang akan mengkaji topic yang berkaitan
dengan penelitian ini.
12
BAB II
SENI DAN PUISI
A. Seni
1. Pengertian dan Batasan Seni
Seni dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki tiga arti yaitu:
Pertama. Keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusanya,
keindahanya dan sebagainya). Kedua. Karya yang diciptakan dengan keahlian
yang luar biasa seperti tari, lukisan, ukiran, dan sebagainya. Ketiga. Kesanggupan
akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa).13
Sedangkan dalam buku Ensiklopedi Nasional Indonesia, pengertian seni
adalah berasal dari kata latin ars yang artinya keahlian mengekpresikan ide-
ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi
penciptaan benda, suasana atau karya yang mampu menimbulkan rasa
indah.14 Seni pada mulanya adalah proses dari manusia dan oleh karena itu
merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari
ekspresi dari kreativitas manusia. Seni juga dapat diartikan dengan sesuatu
yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan.15
Menurut Quraish Shihab, M.A. dalam bukunya yang berjudul Wawasan
Al-Qur'an mengemukakan bahwa seni adalah keindahan. Ia merupakan
ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan
13 Departemen Pendidikan Naional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka,2008) hlm. 1273
14 Van Hoeve, Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1994, hlm. 525.
15 http://id.wikipedia.org/wiki/Seni, diakses pada 03 Maret 2020
13
keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia yang didorong oleh kecenderungan
seniman kepada sesuatu yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan
tersebut ialah merupakan naluri manusia, atau fitrah yang dianugerahkan
Allah SWT kepada hamba-hambanya.16 Seni menurut Yusuf Al-Qardhawi, seni
adalah merasakan dan mengungkapkan keindahan.17 Seni menurut Plato dan
Rousseau adalah hasil peniruan alam dengan segala seginya.18
Dari berbagai pengertian di atas, pengertian seni juga bisa dilihat dari
berbagai sudut sesuai dengan fungsinya. Adapaun pengertian tersebut sebagai
berikut:
a. Seni sebagai bentuk yang bermakna; seni adalah sesuatu yang bisa
memberikan sebuah pengalaman emosi atau pengalaman keindahan yang
tidak diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Seni yang bermutu adalah
seni yang mampu memberikan pengalaman estetik, pengalaman emosi,
pengalaman keindahan, atau pengalaman seni yang khas milik dirinya. 19
b. Seni Sebagai Kegiatan Manusia (Human Activity); Yakni menciptakan karya
seni apa pun. Pengertian seni sebagai suatu kegiatan manusia yang
menciptakan suatu benda (indah atau menyenagkan) dilawankan dengan craft
(kerajinan). Menurut Kahler, ciri-ciri yang membedakan antara art dan
craft adalah kegunaan praktis.
16 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an ,(Bandung, Mizan 1996), hlm. 385
17 Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, terj, Wahid Ahmadi, dkk, (Solo:
Intermedia,1998), hlm. 13
18 Mudji Sutrisno, dkk, Estetika Filsafat Keindahan, (Yogyakarta: Kanisius,1993),
hlm. 27
19 Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, (Bandung, ITB, 2000), hal 124
14
c. Seni Sebagai Seni Indah (Fine Art); Pengertian ini dipakai oleh ahli estetis
Yervant Krikorian. Seni indah dinyatakan sebagi seni yang terutama
bertalian dengan pembuatan benda-benda dengan kepentingan estetis
sebagaimana berbeda dari seni berguna atau terapan yang maksudnya untuk
kefaedahan. Seni indah ini mencakup seni lukis, pahat, arsitektur, tari,
musik, kesusastraan, teater, filem, dan lain-lain.
d. Seni Sebagai Penglihatan (Visual Art); Eugene Johnson berpendapat bahwa,
seni sebagaimana paling umum digunakan dewasa ini, seni berarti seni-seni
penglihatan, yaitu bidang kreativitas seni yang bermaksud mengadakan tata
hubungan pertama- tama melalui mata. Herbert Read berpandapat, kata seni
yang paling lazim dihubungkan dengan seni-seni yang bercorak
penglihatan atau plastis.20
2. Sejarah Penggolongan Seni
Benda yang diwujudkan manusia untuk menyatakan nilai seni cukup
banyak dan beragam. Dalam sejarah estetika eropa telah lama dikenal pembedaan
tentang apa yang disebut seni. Sejak zaman Romawi, orang telah membedakan
seni ke dalam dua kelompok yaitu seni kasar dan seni halus. Seni kasar atau
vulgar arts adalah karya seni kaum buruh,tukang, dan budak. Sedangkan seni
halus atau liberal arts adalah seni miik warga negara yang merdeka. Tentu saja
seni kasar tak masuk hitungan dalam seni halus, atau dengan perkataan lain seni
kasar itu bukan seni
20 Surajiyo Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 110
15
Dalam perkembanganya kemudian, pembedaan semacam itu terus berlaku
di eropa sampai abad ke -18. Ada seni halus yang terdiri atas seni lukis, seni
pahat, seni music, seni puisi dan balet. Ada pula seni pakai yang terdiri atas seni
arsitektur, seni mebel, seni tembikar, seni emas dan perak serta permadani. Yang
pertama disebut seni besar (major art) yang kedua disebut seni kecil (minor art).
Diskriminasi dalam seni masih tampak. Seni kasar, seni pakai, seni minor, itu
semua menunjukkan bahwa benda seni semacam itu lebih rendah nilainya dari
pada seni halus, seni besar, seni kaum yang merdeka.
Kemudian pada abad ke-20 di dunia barat terjadi perubahan social budaya
besar, yakni semakin kuatnya ideologi demokrasi modern di hampir semua
bangsa. Orang mulai menilai karya seni atau benda seni dengan pandangan lain.
Penggolongan seni lebih didekati dari material seni dan cara seni diindera. Maka
kemudian pembagian seni menjadi seni visual (seni lihatan), seni audio (seni
dengaran), dan seni audiovisual (seni dengaran dan lihatan). Golongan pertaman
terdiri atas seni rupa (tanpa gerak) dan seni lihatan bergerak (film), yang dua
dimensi (matra), seni visual 3 dimensi terdiri dari seni pahat dan seni ukir (tanpa
gerak), seni tari dan pantomim (bergerak). Golongan dua matra terdiri atas seni
nada yang tunggal dan majemuk sertaseni kata yang berirama (puisi) dan tanpa
irama (prosa), golongan tiga matra terdiri atas seni tari,seni opera, dn seni drama.
Ada pula yang menggolongkannya menjadi seni statis dan seni dinamis.
Seni statis menetap dan tak berubah sejak dilahirkan. Seni yang materialya beruba
benda fisik termasuk ke dalam golongan seni statis, misalnya seni lukis, seni
16
patung, seni ukir, seni sastra (tertulis). Sebaliknya, golongan seni dinamis terikat
oleh ruang dan waktu penciptaan. Benda seni dinamis berakhir bersama waktu.
3. Filsafat Seni dan Hubungannya dengan Estetika
Seni atau art aslinya berarti teknik, pertukangan, keterampilan, yang dalam
Bahasa Yunani kuno sering disebut sebagai techne. Arti demikian juga berlaku
dalam budaya Indonesia kuno. Baru pada pertengahan abad ke-17 di Eropa
dibedakan antara keindahan umum (termasuk alam), dan keindahan karya seni
atau benda seni. Inilah sebabnya lalu muncul istilah fine arts atau high arts (seni
halus dan seni tinggi), yang dibedakan dengan seni-seni pertukangan (craft). Seni
sejak saat itu dikategorikan sebagai atefak atau benda bikinan manusia. Pada
dasarnya artefak itu dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu benda-
benda yang berguna tapi tidak indah , kedua, benda-benda yang berguna dan
indah, serta ketiga benda-benda yang indah tapi tidak ada kegunaan praktisnya.
Artefak jenis ketiga inilah yang dibicarakan dalam estetika.
Istilah estetika sendiri baru muncul tahun 1750 oleh seorang filusuf minor
bernama A. G. Baumgarten (1714-1762). Istilah ini dipungut dari Bahasa yunani
kuno “Aistheton”, yang berarti “kemampuan melihat lewat penginderaan”.
Baumgarten menamakan seni itu sebagai termasuk pengetahuan sensoris, yang
diebedakan dengan logika yang dinamakannya pengetahuan intelektual. Tujuan
estetika adalah keindahan, sedangkan tujuan logika adalah kebenaran.
Sejak itu istilah estetika dipakai dalam Bahasa filsafat mengenai benda-benda
seni. Estetika mepersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedang
17
filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni atau artefak yang
disebut seni.
Pertama, karya seni mengekspresikan gagasan dan perasaan, sedangkan alam
tidak mengandung makna ekspresi semacam itu. Kedua, dalam karya seni, orang
dapat bertanya : apa yang ingin dikatakan karya ini? Atau apa maksud karya ini?.
Tetapi kita tak pernah bertanya serupa ketika menyaksikan keindahan matahari
terbenam di pantai, atau menyaksikan bentuk awan senja, derasnya air terjun,
gemuruhnya suara ombak. Jadi, karya seni selalu membawa makna tertentu dalam
dirinya, ada usaha komunikasi seni dengan orang lain. Ketiga, seni dapat meniru
alam, tapi alam tidak mungkin meniru artefak seni. Keempat, dalam alam kita
dapat menerima keindahannya tanpa kepentingan praktis-pragmatis dalam hidup
ini. Inilah keindahan tanpa pamrih (disinterestedness). Sedang dalam karya seni
kita masih dapat menjumpai karya –karya itu sebagai indah dan berguna
sekaligus. Keindahan alamiah itu gratis, tanpa pamrih kegunaan apapun.
Keindahan seni, karena ounya makna dapat membawa nilai-nilai lain disamping
nilai keindahan.
Dengan demikian estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam
dan seni. Sedangkan filsafat seni hanya merupakan bagian estetika yang khusus
membahas karya seni.
Estetika adalah bagian dari filsafat. Estetika ilmiah bekerja dengan bantuan
ilmu-ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain-lain. Dengan
demikian dibedakan antara estteika falsafi dan estetika ilmiah. Filsafat seni
mrupakan bagian dari studi estetika ilmiah ini. Dengan demikian sifat
18
spekulatifnya makin bergeser pada kegiatan empiris keilmuan. Meskipun
demikian, ciri spekulatifnya masih dipertahankan, hanya disertai penguatan
empiris. Aspek-aspek yang dibahas dalam filsafat seni biasanya meliputi pokok-
pokok sebagai berikut:
Pertama, persoalan sikap estetik yang di dalamya dibahas masalah
ketidakpamrihan seni dan jarak estetik. Kedua, persoalan bentuk formal sendi
yang melahirkan berbagai konsep seni yang mushkil. Ketiga, persoalan
pengalaman etsteik atau pengalaman seni. Keempat, peroalan nilai-nilai dalam
seni. Kelima, persoalan pengetahuan dalam seni.
Dengan kata lain, filsafar seni membahas aspek kreativitas seniman,
membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahas
pengalaman seni atau komunikasi seni, membahas nilai konteks seni dan terakhir
mengenai resepsi public seni. Keberadaan seni ditentukan oleh saling keterkaitan
antara lima aspeknya tadi.21
21 Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, (Bandung, ITB, 2000), hal 24-27
19
B. Puisi
1. Pengertian dan Jenis Puisi
Dalam pandangan tradisional, puisi (poetry) merupakan ragam sastra yang
terikat oleh unsur-unsurnya, seperti irama, rima, matra, baris, dan bait (Yusuf,
1995:225).22 Menurut Samuel Taylor Coleridge puisi adalah kata yang terindah
dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun
secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan
unsur lain sangat erat hubungannya, dan sebagainya. Sementara itu, Wordsworth
menyatakan bahwa puisi merupakan pernyataan perasaan imajinatif, yakni
perasaan yang diangankan.
Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur baur. Lain hanya dengan Dunton yang
mengartikan puisi sebagai pemikiran manusia secara konkret dan artistic dalam
Bahasa emosional serta berirama. Di sini misalnya dengan kiasan, dengan citra-
citra, dan disusun secraa artistic (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata yang
tepat, dan sebagainya). 23
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa puisi
merupakan ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang
imajinasi panca indra yang di susun dalam pemilihan bahasa yang indah dan
berirama sehingga dapat menimbulkan kesan bagi yang membaca.
22 Maman Suryaman dan Wiyatmi, Puisi Indonesia, (Yogyakarta, UNY, 2013), hal.16
23 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),hal 6-7
20
Di dalam perkembangan dunia modern, puisi makin beragam.
Keberagaman ini sesungguhnya sudah tampak di dalam pengertian puisi.
Berikut ini dikemukakan berbagai jenis puisi berdasarkan kriteria tertentu.
Berdasarkan perkembangannya dalam sejarah sastra dikenal adanya puisi
lama, puisi modern, dan puisi mutakhir. Selanjutnya, puisi lama dibedakan
menjadi beberapa jenis, antara lain mantera, pantun, talibun, syair, dan gurindam.
Mantera adalah jenis puisi yang paling tua dalam sastra. Mantera diciptakan
dalam kepercayaan animisme dan dinamisme untuk dibacakan dalam acara
berburu, menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan untuk membujuk
hantu-hantu yang baik dan menolak hantu yang jahat.24 Pantun merupakan puisi
lama yang memiliki ciri bersajak a b a b, tiap bait terdiri dari empat baris, dua
baris sampiran dan dua baris isi. Sedangkan talibun terdiri atas larik-larik
sampiran dan isi. Bedanya, talibun memiliki larik lebih dari empat dan selalu
genap, misalnya enam, delapan, sepuluh, dua belas, atau empat belas.25 Syair
merupakan puisi yang berlarik empat tiap bait dan bersajak a a a a yang
mengisahkan suatu hal. Gurindam adalah puisi yang terdiri atas dua baris,
berirama sama a a, kedua barisnya merupakan isi, baris pertama merupakan sebab
dan baris kedua merupakan akibat, isinya berupa nasihat. 26
Berbeda dengan puisi-puisi lama yang terlihat masih terikat dengan jumlah
baris, jumlah suku kata, bait dan persamaan bunyi, puisi modern memiliki
24 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 8
25 Edi Sedyawati, dkk, Sastra Melayu Lintas Daerah, Jakarta (Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2004), hal 213
26 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 10
21
kecenderungan sebagai puisi bebas, terutama dalam hal jumlah baris tiap bait
maupun persajakan. Meskipun puisi modern tampak memiliki stuktur yang lebih
bebas bila dibandingkan dengan puisi lama, namum bila dibandingkan
dengan puisi mutakhir, terutama yang bersifat inkonvensional, puisi modern
masih memiliki aturan struktur yang lebih nornatif.27
Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak
disampaikan, dibedakan (1) puisi naratif, (2) puisi lirik, dan (3) puisi deskriptif.
Sesuai dengan namanya, puisi naratif adalah puisi yang digunakan untuk
menyampaikan suatu cerita. Selanjutnya puisi naratif dibedakan menjadi epik,
romansa, dan balada. Epik atau epos adalah puisi naratif yang menceritakan
kepahlawanan tokoh.28
Romansa adalah puisi naratif yang menggunakan bahasa romantik yang
berisi kisah percintaan tokoh ksatria yang penuh rintangan (Waluyo, 1991:
136). Puisi lirik adalah puisi yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan
pribadi penyairnya atau aku lirik. Selanjutnya, puisi lirik dibedakan menjadi (1)
elegi, (2) serenada, dan (3) ode. Elegi merupakan puisi yang mengungkapkan
perasaan duka penyair. Berbeda dengan elegi yang menggambarkan suasana
duka, serenada merupakan puisi lirik yang bersuasana senang. Ode merupakan
puisi lirik yang berisi pujian terhadap seseorang, pada umumnya pahlawan.29
Puisi deskriptif adalah puisi yang mengemukakan tanggapan atau kesan
penyair terhadap suatu hal atau keadaan (Waluyo, 1991:137). Berbeda dengan
27 Maman Suryaman dan Wiyatmi, Puisi Indonesia, (Yogyakarta, UNY, 2013), hal.23
28 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 135-137
29 Ibid, hal 136.
22
puisi naratif yang berisi cerita, dan lirik yang mengemukakan gagasan pribadi
penyair atau aku lirik, maka puisi deskriptif cenderung menggambarkan
tanggapan atau kesan penyair terhadap suatu hal.30
Berdasarkan langsung tidaknya makna dalam hubunganya dengan diksi
dan bahasa kiasan yang dipakai, puisi dibedakan menjadi puisi diafan dan puisi
prismatis. Dalam puisi diafan digunakan kata-kata denotatif, kurang sekali
menggunakan pengimajian dan bahasa kiasan, sehingga mudah dipahami
maknanya. Sebaliknya, puisi prismatis didominasi oleh penggunakan kata
konotatif, citraan, dan kiasan, sehingga makna yang dikandungnya bersifat
polyinterpretable.31
2. Analisis Struktural dan Semiotik dalam Puisi
Sajak (karya sastra) merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti
bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang
antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan.
Jadi kesatuan unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan
hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal itu saling
terikat, saling berkaitan dan saling bergantung.
Dalam pengertian struktur ini (Piaget via Hawkes, 978: 16) terlihat
adanya rangkaian kesatuan meliputi tiga ide dasar yaitu ide kesatuan, ide
transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self regulation).
Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-
bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua,
30Maman Suryaman dan Wiyatmi, Puisi Indonesia, (Yogyakarta, UNY, 2013), hal. 29
31 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 140.
23
struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis.
Struktur itu mampu melakukan prosdur-prosedur transformasional, dalam arti
bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu. Ketiga,
struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak membutuhkan
pertolongan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya. Jadi,
setiap unsur mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan dalam struktur itu.
Setiap unsurnya mempunyai fungsi tertentu berdasarkan letaknya dalam struktur
itu.
Strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang
terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti
yang disebut di atas. Menurut pemikiran strukturalisme, dunia (karya sastra
merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan
hubungan dari pada susunan benda-benda . oleh karena itu, kodrat tiap unsur
dalam struktur itu tidak mempunyai maka dengan sendirinya, melainkan
maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang
terkandung dalam struktur itu.
Analisis structural sajak adalah analisis sajak ke dalam usnur-unsurnya
dan fungsinya dalam struktur sajak dan penguraian bahwa tiap unsur itu
mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan
juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.32
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Karena itu,
untuk memahami karya sastra (sajak) haruslah karya sastra dinalisis. Dalam
32 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),hal 122
24
menganalisis karya sastra, tidak boleh terlalu memecah-mecah sajak karena
unsur-unsur dalam sajak itu tidak otonom melainkan merupakan bagian dari
situasi yang rumit dari bagiannya dengan unsur-unsur lain. Jadi untuk memahami
sajak, haruslah diperhatikan jalinan atau pertautan unsur-usurnya sebagai bagian
dari keseluruhan.33
Dalam menganalisis karya sastra menggunakan metode analisis semiotic,
yang perlu dipahami lebih awal adalah makna dari semiotic itu sendiri. Dalam
pandangan semiotic, bahasa merupakan sebuah sitem tanda sebagai suatu tanda,
bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai suatu
sistem tanda dalam teks kesastraan, tidak hanya meyaran pada sistem (tataran)
makna tingkat pertama melainkan terlebih pada makna tingkat kedua. 34
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis utuk mengkaji tanda. Tanda
adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman,
pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda
sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi
kehidupan ini, walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling
lengkap dan sempurna.35
Dalam kajian semiotic kesastraan, pemahaman dan penerapan konsep
ikonitas tampaknya memberikan sumbangan yang cukup berarti. Peirce
membedakan ikon ke dalam tiga macam yaitu topologis, diagramatik, dan
33 Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, (Bandung, ITB, 2000), hal 120-122
34Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta, Gajah Mada University
Press,2015) hal. 66
35 Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, (Bandung, ITB, 2000), hal. 67
25
metaforis. Ketiganya dapat muncul bersama dalam satu teks, namun tidak dapat
dibedakan secara terpisah karena hanya masalah penekanan saja. Untuk membuat
pembedaan ketiganya, hal itu dapat dilakukan dengan membuat deskripsi tentang
berbagai hal yang menunjukkan kemunculannya.
Jika dalam deskripsi terdapat istilah-istilah yang tergolong ke dalam
wilayah makna spasialitas, hal itu berarti terdapat ikon topologis, jika termasuk
wilayah makna relasional, hal itu berarti terdapat ikon diagramatik (dapat pula
disebut ikon relasional atau structural). Jika dalam pembuatan deskripsi
mengharuskan dipakainya metafora sebagai istilah-yang mirip bukan tanda
dengan objek, melainkan Antara dua objek (acuan) yang diawali oleh sebuah
tanda – hal itu berarti ikon metafora.36
36 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta, Gajah Mada University
Press,2015) hal. 69-70
26
BAB III
BIOGRAFI D ZAWAWI IMRON
A. Biografi D Zawawi Imron
Zawawi Imron dikenal sebagai penyair kelahiran Batang-Batang,
Sumenep, Madura. Batang-Batang merupakan sebuah dusun yang terletak sekitar
23 kilometer dari Sumenep, sebuah kota kabupaten di ujung paling timur Pulau
Madura. Karena keterbelakangan dan keterpencilan daerah kelahirannya, ia tidak
mengetahui tanggal kelahirannya secara tepat. Namun, untuk kepatutan dalam
urusan administrasi, dalam KTP tercatat pada tanggal 19 Sepetember 1946.37 Dia
tetap tinggal di daerah tempat ia menulis sajak-sajaknya. Sajak-sajaknya
umumnya menghadirkan tema perenungan tentang alam, terutama alam Madura.
Lingkungan tempat ia dilahirkan sangat kental dengan budaya Madura dan
masyarakatnya sangat taat beragama (Islam) sehingga mempengaruhi tema sajak-
sajaknya.
Penyair daerah yang berbakat dan berkualitas ini pertama-tama ditemukan
dan dipromosikan oleh penyair Subagio Sastrowardojo. Dia hanya sempat
mengenyam pendidikan sekolah dasar yang pada saat itu masih bernama Sekolah
Rakyat (SR). Kemudian, ia mendaftarkan diri menjadi santri di pondok pesantren
di Lambi Cabbi, Desa Gapura Tengah, Sumenep, sebuah tempat berjarak empat
puluh kilometer dari kampung halamannya. Setelah merasa cukup menimba ilmu
di pesantren selama setahun setengah, ia mengikuti ujian PGA dan berhasil lulus
37 D Zawawi Imron, Madura, Akulah Darahmu (Jakarta : Gramedia, 2019). Hal.156.
27
sehingga memperoleh ijazah yang memberinya peluang untuk menjadi guru di
SD. Selebihnya ia menjadi otodidak dengan cara banyak membaca koran,
majalah, ataupun buku-buku. Karena kondisi desanya yang terpencil sehingga
untuk memperoleh bahan-bahan bacaan itu, Zawawi harus pergi ke kota. Hal itu
dilakukannya secara rutin seminggu sekali.
Selepas SR, Zawawi yang mempunyai nama panggilan Cak Imron pernah
melakukan pekerjaan serabutan, seperti mengangkut kantong daun siwalan,
mengumpulkan batu untuk pembuatan jalan, dan menjadi kuli angkat barang.
Pekerjaan rutinnya sehari-hari adalah guru mengaji. Di samping sebagai penyair,
untuk wilayah sekitar Madura dan Jawa Timur ia juga dikenal sebagai seorang
mubalig. Selaku juru dakwah, ia pun selalu mendapatkan simpati saat
menyampaikan risalah-risalah Islam. Namanya sudah tidak asing lagi bagi
majelis-majelis taklim di lingkungan Muhammadiyah, Aisyiah, Pelajar Islam
Indonesia (PII), IPNU, dan Persatuan Ukhuwah Islamiyah.
Sebagai penceramah dalam pengertian umum, ia yang hanya lulusan
sekolah dasar, membuat orang terkagum-kagum karena pidato dan gagasannya
dapat diterima oleh kalangan intelektual kampus, seperti di IKIP Surabaya dan
Universitas Jember saat ia mengisi kuliah umum. Pada tahun 1984 ia dipercaya
mengajar kesusastraan di sebuah SMP di Madura, mengajar menggambar di
sebuah SD, dan menjadi guru agama di pesantren kecil di desanya. Dia pernah
menjabat Ketua Bidang Sastra Lembaga Kesenian Sumenep.
Zawawi Imron adalah sosok seniman langka. Ayahnya meninggal
sebelum ia berumur delapan tahun. Zawawi Imron lahir di lingkungan
28
masyarakat yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia. Istrinya sempat
mengenyam pendidikan sampai Kelas III SD dan tidak bisa berbicara dalam
bahasa Indonesia (hanya mengerti secara pasif). Namun, istrinya pandai setiap
tulisan suaminya hingga tidak pernah ada yang hilang. Sebagai orang Madura
yang masih terikat adat, Zawawi mengalami masa kawin muda. Istrinya baru
berumur 13 tahun saat dikawininya, sedangkan Zawawi sendiri saat itu berumur
21 tahun. Dia memiliki tiga orang anak, tetapi satu di antaranya meninggal dunia.
Anak sulungnya, Zaki, semasa remaja menyukai sajak juga.
Pertama kali Zawawi Imron menulis sajak ketika berusia 17 tahun dalam
bahasa Madura. Selanjutnya, Zawawi beralih menulis dalam bahasa Indonesia
karena teman-temannya mengomentari bahwa ia tampak kolot saat membacakan
sajaknya dalam bahasa Madura. Dia merasa sangat berterima kasih kepada Pak
Sutama, camat di tempatnya yang pertama kali memberinya kesempatan untuk
mengetik puisi-puisinya. Pak Sutama itu pula yang berjasa mengirimkan puisinya
ke Mingguan Bhirawa (Surabaya) asuhan Suripan Sadi Hutomo dan pertama kali
disiarkan tahun 1974. Pada tahun 1979 ia memenangi sayembara cipta puisi
tingkat nasional yang diadakan oleh Pengurus Pusat Perkumpulan Sahabat Pena
Indonesia. Pada tahun 1981 ia memenangi lomba mengarang buku bacaan SD
yang diadakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagai penyair, nama Zawawi mulai mengorbit setelah kritikus Subagio
Sastrowardojo membicarakannya pada acara Pertemuan Penyair Sepuluh Kota
yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta pada bulan April 1982. Pada
tahun itu juga, dalam acara Temu Penyair Muda di Taman Ismail Marzuki,
29
Subagio Sastrowardojo memilihnya sebagai salah satu penyair terbaik bersama
dengan Kriapur.
Kota pertama yang ia kunjungi di luar Madura adalah Surabaya pada
tahun 1977, kemudian kota Jakarta pada tahun 1979, yaitu saat mengikuti
Pertemuan Sastrawan Nusantara di TIM. Selanjutnya, ia sering diundang ke
berbagai tempat untuk membacakan sajak-sajaknya, misalnya pertama-tama di
Pasongsongan yang terhitung masih dekat Sumenep (pantai utara). Beranjak dari
Pulau Madura, pada tahun 1993 Zawawi tampil membacakan sajaknya di
Surabaya pada Pekan Seni Surabaya. Undangan dari Jakarta kembali
diperolehnya untuk ikut ambil bagian dalam acara Forum Puisi Indonesia 1983 di
TIM Jakarta pada 27—29 Oktober 1983. Dalam kesempatan itu banyak seniman
dan pakar sastra yang meramalkan bahwa Zawawi Imron bakal menjadi penyair
yang kuat.
Di luar Jakarta ia ambil bagian dalam Forum Penyair pada tahun 1983 di
Bentara Budaya Yogya dan Sasonomulyo Solo pada tahun 1984. Kegiatan lain
yang berhubungan dengan profesinya sebagai penulis adalah memberikan
bimbingan apresiasi sastra ke beberapa sekolah ataupun pesantren, antara lain,
sampai ke Makassar dan Ambon. Dia yang termasuk yang mengelola Jambore
Puisi se-Jawa Timur di Ambuten, sebuah desa pantai dekat Sumenep. Penyair
yang merasa betah tinggal di desa ini selalu terdorong untuk menulis puisi ketika
dalam dirinya berlangsung getaran atau keterharuan. Zawawi Imron pun
memenangi sayembara nasional menulis puisi yang diadakan oleh Perkumpulan
30
Sahabat Pena Indonesia tahun 1979 dan mendapatkan hadiah dari Depdikbud RI
tahun 1981 untuk lomba mengarang buku bacaan SD.
Sebuah puisi Zawawi Imron berjudul "Bulan Tertusuk Ilalang" menjadi
terkenal karena sutradara Garin Nugroho pada tahun 1999 telah membuat sebuah
film yang diilhami dan diberi nama dengan judul yang sama. "Bulan Tertusuk
Ilalang" adalah sebuah sajak yang judulnya dipakai untuk menamai judul
kumpulan puisinya.
Keberadaan Zawawi Imron dalam kehidupan kesusastraan Indonesia
terletak pada perannya sebagai pelopor kebangkitan penyair daerah secara
nasional. Dengan demikian, Zawawi Imronlah yang pertama-tama berhasil
mematahkan pandangan selama ini bahwa seorang penyair Indonesia yang
berkualitas mesti lahir di kota-kota besar. Subagio mengangkat dua kumpulan
puisi Zawawi, yaitu Bulan Tertusuk Ilalang dan Nenek Moyangku Air Mata,
sebagai topik makalahnya pada Pertemuan Sastrawan Nusantara V di Makasar
tahun 1986.
Dalam kesempatan itu Subagio memberikan pujian dengan menyatakan
bahwa Zawawi Imron telah mencapai pengucapan pribadi yang khas dengan
mengungkapkan dunia angan-angannya yang berwatak surealisme yang
mengatasi dan menolak batas-batas kenyataan. Sebagai orang yang selalu
berusaha banyak membaca, D. Zawawi Imron mengaku kagum pada Kriapur,
31
Amir Hamzah, Iqbal, dan Jalaluddin Rumi yang dinilainya sebagai penyair-
penyair yang baik. 38
Hingga kini, Zawawi Imron masih setia tinggal di Batang – batang,
Madura, tanah kelahiran sekaligus sumber inspirasi bagi puisi – puisinya. Penyair
yang tidak tamat Sekolah Rakyat ini berhasil memenangkan hadiah utama
penulisan puisi ANTV ( 1995 ). Bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo,
dan Ayu Utami, Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di
Belanda ( 2002 ).
B. Karya-Karya D Zawawi Imron dan Prestasinya
D Zawawi Imron merupakan salah satu penyair yang memiliki banyak karya
dan prestasi. Berikut ini merupakan beberapa karya-karya yang ditulis D Zawawi
Imron :
1. Semerbak Mayang (1977)
2. Madura Akulah Lautmu (1978)
3. Celurit Emas (1980)
4. Bulan Tertusuk Ilalang (1982)
5. Nenek Moyangku Airmata (1985)
6. Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
7. Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
8. Madura Akulah Darahmu (1999)
38 http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/D_Zawawi_Imron, Ensiklopedia
Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
32
Kumpulan sajaknya Bulan Tertusuk Ilallang mengilhami Sutradara Garin
Nugroho untuk membuat film layar perak Bulan Tertusuk Ilalang. Kumpulan
sajaknya Nenek Moyangku Airmata terpilih sebagai buku puisi terbaik dengan
mendapat hadiah Yayasan Buku Utama pada 1985. Pada 1990 kumpulan sajak
Celurit Emas dan Nenek Moyangku Airmata terpilih menjadi buku puisi di Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Juara pertama sayembara menulis puisi
AN-teve dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-50 pada 1995. Buku
puisinya yang lain adalah Berlayar di Pamor Badik (1994), Lautmu Tak Habis
Gelombang (1996), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Madura, Akulah
Darahmu (1999), dan Kujilat Manis Empedu (2003). Beberapa sajaknya telah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan Bulgaria.39
C. Puisi Zikir Karya D Zawawi Imron
Puisi Zikir merupakan salah satu puisi karya D Zawawi Imron yang
terdapat dalam buku kumpulan sajak bertajuk Madura, Akulah Darahmu tahun
1999 (kumpulan sajaknya dibukukan dan di terbitkan tahu 2019 oleh Gramedia).
Adapun isi dari puisi tersebut sebagai berikut:
39 http://pellokonengguru.blogspot.com/2012/04/biografi-pendek-d-zawawi-imron.html.
Diakses pada 04 Maret 2020
33
Zikir
Alif, alif, alif!
Alifmu pedang di tanganku
Susuk di dagingku, kompas di hatiku
Alifmu tegak jadi cagak, meliut jadi belut
Hilang jadi angan, tinggal bekas menetaskan terang..
Hingga aku berkesiur Pada angina kecil Takdir-Mu
Hompimpah hidupku, hompimpah matiku.
Hompimpah nasibku, hompimpah, hompimpah. Hompimpah!
Kugali hatiku dengan linggis alifmu
Hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
Mengerang menyebut alifmu.
Alif, alif, alif!
Alifmu yang Satu
Tegak dimana-mana.
34
BAB IV
FILSAFAT SENI DALAM PUISI ZIKIR KARYA D ZAWAWI IMRON
A. Analisis Isi Puisi Zikir Karya D Zawawi Imron
Puisi zikir ditulis oleh seorang sastrawan Madura bernama D zawawi
Imron. Puisi zikir merupakan sebuah puisi yang isinya tentang tauhid atau
mengesakan Allah, hal ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat yang membangun
puisi tersebut. Isi puisi yang sarat akan makna keTuhanan yang kuat dipengaruhi
oleh latar belakang penulis yang mana penulis lahir dan di besarkan di
lingkungan yang memiliki religiusitas yang tinggi. Pulau Madura, terkenal
sebagai salah satu daerah dengan masyarat yang Islami dan memegang erat hasil
asimilasi syari’at Islam dengan budaya lokal, dalam artian kekuatan
keberagamaan masyarat Madura begitu kuat dan memiliki sakralitas yang tinggi.40
Puisi zikir ini, jika dilihat berdasarkan perkembangannya termasuk dalam
kategori puisi modern, dimana puisi modern memiliki kecenderungan sebagai
puisi bebas, terutama dalam hal jumlah baris tiap bait maupun persajakannya.41
Sedangkan berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang
hendak disampaikan, puisi zikir ini tergolong dalam kategori puisi deskriptif,
dimana puisi deskriptif menurut Waluyo (1991), merupakan puisi yang
mengemukakan tanggapan atau kesan penyair terhadap suatu hal atau keadaan.
Berbeda dengan puisi naratif yang berisi cerita, dan lirik yang mengemukakan
40 Mohsi, Juni 2019 “Langgar, Kobhung dan Baqhaf : Konservasi Kebudayaan Khazanah
KeIslaman Madura” Junal Ilmiah Vol 4 No 1, 2019, hal. 2.
41 Maman Suryaman dan Wiyatmi, Puisi Indonesia, (Yogyakarta, UNY, 2013), hal.23
35
gagasan pribadi penyair atau aku lirik, maka puisi deskriptif cenderung
menggambarkan tanggapan atau kesan penyair terhadap suatu hal.42
Berdasarkan langsung tidaknya makna dalam hubunganya dengan diksi
dan bahasa kiasan yang dipakai, maka puisi zikir ini termasuk dalam kategori
puisi prismatis yang mana didominasi oleh penggunaan kata konotatif, citraan,
dan kiasan, sehingga makna yang dikandungnya bersifat polyinterpretable.43
B. Analisis Struktural dalam Puisi Zikir
Analisis structural puisi adalah analisis puisi ke dalam usnur-unsurnya dan
fungsinya dalam struktur sajak dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai
makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga
berdasarkan tempatnya dalam struktur.44 Adapun unsur puisi sendiri terbagi
menjadi dua yaitu unsur fisik dan unsur batin.
Waluyo menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur fisik puisi
dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun
struktur luar puisi. Unsur-unsur itu ialah diksi, pengimajian, kata konkret,
bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah puisi.45
Diksi menurut Barfield merupakan kata-kata yang dipilih dan disusun
dengan cara sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan imajinasi estetik.
42 Maman Suryaman dan Wiyatmi, Puisi Indonesia, (Yogyakarta, UNY, 2013), hal. 29
43 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 140.
44 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),hal 122.
45 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 71.
36
Pemilihan kata tersebut digunakan untuk mendapatkan kepuitisan dan untuk
mendapatkan nilai estetik.46 Berikut analisis diksi dalam puisi zikir:
(I) Alif, alif, alif!
(II) Alifmu pedang di tanganku
Susuk di dagingku, kompas di hatiku
(III) Kugali hatiku dengan linggis alifmu
Hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
Mengerang menyebut alifmu.
(IV) Alifmu yang Satu
Pada bait pertama, terdapat pengulangan kata “Alif” sebaganyak tiga kali.
Hal ini mendandakan bahwa D Zawawi Imron ingin menunjukkan bahwa Tuhan
itu satu, digambarkan dengan kata Alif dimana Alif merupakan salah satu huruf
hijaiyyah yang berbentuk lurus mirip dengan angka satu. Alif juga menjadi
awalan dalam kata “Allah” yaitu sebutan untuk Tuhan bagi umat Islam.
Pengulangan kata yang sama tersebut menunjukkan ketegasan bahwa Tuhan itu
satu, esa.
Pada bait kedua, dalam kalimat “Alifmu pedang di tanganku” digunakan
untuk menggambarkan bahwa badan ini merupakan ciptaan Allah, dan Allah
sesungguhnya begitu dekat dengan manusia, menjadi senjata bagi manusia untuk
menjalani kehidupan.
46 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 55.
37
Pada kalimat “kompas di hatiku”, menggambarkan bahwa keimanan
kepada Allah selalu menjadi petunjuk bagi manusia, sehingga selama hati ini
mempercayai keesaan Allah maka selama itu pula manusia tidak akan tersesat
dalam menjalani kehidupan di dunia.
Pada bait ketiga, kalimat “Kugali hatiku dengan linggis alifmu”,
menggambarkan makna semakin dalam keimanan hati seseorang. Kata “linggis”
dan “alif” yang memiliki kemiripan bentuk memberikan penguatan untuk makna
“kedalaman” hati yang digali dengan iman kepada Allah.
Selanjutnya pada bait ketiga, tiga baris berikutnya yaitu kalimat “Hingga
lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai, Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta
gelombang, Mengerang menyebut alifmu” merupakan seragkaian kalimat yang
menjadi akibat dari kalimat pada baris sebelumya. Pada bait ketiga ini, D Zawawi
ingin menunjukkan bahwa ketika keimanan dalam hati semakin dalam maka kita
akan menyadari bahwa segala yang ada di dunia ini merupakan ciptaan Allah dan
seluruh alam berdizkir menyebut nama Allah.
Pada bait keempat, terdapat kalimat “Alifmu yang Satu” kata alif
disandingkan dengan kata satu menunjukkan makna keesaan Allah yang begitu
kuat.
Selain diksi, unsur fisik dalam puisi adalah pengimajian. Waluyo
mengartikan pengimajian sebagai kata atau susunan kata-kata yang dapat
memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal
yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji
auditif), atau dirasa (imaji taktil).
38
Dalam puisi zikir, pada baris kelima terdapat kalimat “Hilang jadi angan,
tinggal bekas menetaskan terang”. Kata terang dalam kalimat tersebut merupakan
imaji visual dimana penulis puisi ingin mengajak pembaca untuk seakan melihat
cahaya yang terang.
Imaji visual dalam puisi zikir juga terdapat dalam kata mataair, sumur,
sungai, laut, samudra dengan sejuta gelombang. Kata-kata tersebut terdapat pada
bait puisi ketiga, yang bermakna bahwa penulis puisi ingin mengajak pembaca
untuk seolah meihat mata air, sumur, sungai, laut dan samudra dengan gelombang
yang banyak.
Imaji auditif dalam puisi zikir ditunjukkan oleh kata “mengerang” yang
terdapat pada baris kedua belas. Kata tersebut digunakan untuk mengajak
pembaca seolah mendengar suara erangan.
Kata “kompas” dalam kalimat kompas di hatiku pada baris ketiga
digunakan untuk menunjukkan perasaan seseorang yang tidak pernah bigung
dalam menjalani kehidupan atau dengan kata lain selalu terarah.
Unsur fisik lainnya dalam puisi yang dapat dianalisis adalah kata kokret.
Kata konkret digunakan untuk memperkonret kata atau menguatkan daya bayang
pembaca. Dalam puisi zikir kalimat “ku gali hatiku dengan linggis alifmu”
digunakan untuk mengkonkretkan makna “kedalaman”hati yang digali dengan
keimanan kepada Allah. Selain itu, kalimat “alifmu yang satu tegak dimana-
mana” mengkonkretkan makna Allah satu-satunya Tuhan, yang menguasai dan
menciptakan semesta dan tidak ada satupun yang luput dari pengawasan Allah.
39
Bahasa figuratif (majas) juga menjadi salah satu unsur yang penting dalam
sebuah puisi. Ada berbagai macam majas atau kiasan akan tetapi tidak semua
kiasan tersebut terdapat dalam sebuah puisi. Jenis-jenis kiasan yang dikenal antara
lain simile (perbandingan), metafora, perumpamaan epos, allegori, personifikasi,
metonomia, dan sidekdoki.47
Dalam puisi zikir, terdapat beberapa kiasan atau majas yaitu metafora,
perumpamaan epos, dan personifikasi. Majas metafora adalah bahasa kiasan
seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti
bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora lebih lanjut dijelaskan oleh
Becker sebagai melihat seseuatu dengan perantaraan benda yang lain. Altenbernd
kemudian menambahkan bahwa metafora menyatakan sesuatu sebagai hal yang
sama atau seharga dengan yang lain, yang sesungguhnya tidak sama.48
Majas metafora dalam puisi zikir terdapat dalam kalimat Alifmu pedang di
tanganku (baris kedua), dimana dalam kalimat tersebut, penyair menyamakan alif
dengan pedang.
Kiasan metaphor juga ditunjukkan oleh kalimat Susuk di dagingku,
kompas di hatiku yang terdapat pada baris ketiga. Dalam kalimat tersebut Alif
diibartkan seperti susuk yang melekat pada daging, seperti kompas yang ada di
hati.
Majas perumpamaan epos (epic simile) merupakan perbandingan yang
dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
47 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),hal 63.
48 Ibid hal 67.
40
pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-
turut. Kadang-kadang lanjutan ini sangat panjang.49
Majas perumpamaan epos terdapat dalam puisi zikir yaitu dalam baris
berikut :
Kugali hatiku dengan linggis alifmu
Hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
Dalam baris-baris tersebut, baris pertama alif diperumpakan sebagai
linggis yang mampu menggali hati. Perumpamaan kemudian dilanjutkan dengan
kalimat “hingga lahir mata air” hingga kalimat “…. Jadi samudra dengan sejuta
gelombang”. Perumpamaan tersebut memiliki makna bahwa alif yang diibartakan
linggis dapat menggali sesuatu (hati) hingga darinya lahir mata air, jadi sumur,
jadi sungai, jadi laut hingga jadi samudra.
Majas personifikasi dalam puisi zikir terdapat dalam kalimat “Alifmu tegak
jadi cagak, meliut jadi belut”. Dalam kalimat tersebut, alif digambarkan sebagai
benda hidup yang bisa menjadi cagak, yang bisa meliut menjadi belut.
Kalimat tersebut sejalan dengan pengertian majas personifikasi yang
dijelaskan sebagai kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda
mati dibuat dapat berpikir, berbuat, dan sebagainya seperti layaknya benda hidup.
Personifikasi ini membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan
beberan, memberikan bayangan angan yang konkret.50
49 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),hal 70.
50 Ibid hal 77
41
Versifikasi merupakan unsur fisik pembentuk puisi yang merupakan
persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat
dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan terdengar merdu
ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.51
Dalam puisi zikir, terdapat aliterasi dan asonansi yang masing-masing
akan dijelaskan sebagai berikut:
Aliterasi dalam puisi zikir cukup beragam di setiap barisnya. Berikut ini
beberapa kalimat dalam baris puisi zikir yang mengandung aliterasi :
Alifmu tegak jadi cagak (pengulangan konsonan K lebih dominan)
meliut jadi belut (pengulangan konsonan T lebih dominan)
Hilang jadi angan, tinggal bekas menetaskan terang (pengulangan konsonan N
lebih dominan)
Hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai (pengulangan konsonan R lebih
dominan)
Selain terdapat pengulangan bunyi huruf konsonan atau yang disebut
aliterasi, dalam baris puisi zikir juga terdapat pengulangan bunyi huruf vocal yang
disebut dengan Asonansi. Berikut ini merupakan baris-baris dalam puisi zikir
yang mengandung asonansi:
51 Saputra, Chrishtian Adven, Juli 2018. “Aanalisis Struktur Fisik dan Struktur Batin
dalam lirik lagu deadsquad album horror vision tahun 2009”. Skripsi. Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
42
Alifmu pedang di tanganku (asonansi bunyi U dalam kata alifmu dan tanganku)
Susuk di dagingku, kompas di hatiku (asonansi bunyi U dalam kata susuk,
dagingku, hatiku)
Kugali hatiku dengan linggis alifmu (asonansi bunyi U dalam kata hatiku dan
alifmu)
Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang (asonansi bunyi A dalam kata
samudra, sejuta)
Versifikasi tidak hanya bias dilihat dari asonansi dan aliterasi, akan tetapi
juga dari ritme sebuah puisi. Ritmea adalah irama yang disebabkan pertentangan
atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah
suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma
penyairnya.52
Melengkapi pengertian ritma, Slametmuljana (dalam Waluyo)
mengartikan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/
pendek, keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan.53. berikut merupakan gambaran ritme pada puisi zikir
karya D Zawawi Imron:
52 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),hal 41.
53 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 94.
43
Alif/ alif/ alif/
Alifmu/ pedang di tanganku/
Susuk di dagingku/ kompas di hatiku/
Alifmu tegak/ jadi cagak/, meliut/ jadi belut/
Hilang/ jadi angan/, tinggal bekas/ menetaskan terang/
Hingga aku/ berkesiur Pada angin kecil Takdir-Mu/
Hompimpah hidupku/ hompimpah matiku/
Hompimpah nasibku/ hompimpa/ hompimpah/ Hompimpah/
Kugali hatiku/ dengan linggis alifmu/
Hingga lahir mataair/ jadi sumur/ jadi sungai/
Jadi laut/ jadi samudra/ dengan sejuta gelombang/
Mengerang/ menyebut alifmu/
Alif/ alif/ alif/
Alifmu/ yang Satu/
Tegak dimana-mana/
Dalam analisis struktural, unsur yang dibahas tidak hanya berupa unsur
fisik saja melainkan juga unsur batin dalam sebuah karya sastra khusunya puisi.
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak dikemukakan
oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur struktur batin
tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi tersebut.
Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan suasana, dan
44
amanat.54
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan
penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam
jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.55
Mengacu pada pengertian tema menurut Waluyo tersebut, maka tema
dalam puisi zikir adalah tentang ketauhidan. Dimana penyair ingin
menyampaikan bahwa Tuhan itu satu. Keesaan Tuhan tersebut dapat disadari
dengan cara mengali keimanan terhadap semesta alam seperti laut, sungai,
samudra, dimana semua itu merupakan ciptaan Allah swt.
Orang yang keimanan nya terhadap Allah kuat maka hatinya akan selalu
merasa tenang dikarenakan hidupnya tidak pernah hilang arah, Allah selalu
memberinya petunjuk. Puisi tersebut juga menjelaskan bahwa Allah itu satu,
akan tetapi tidak ada satupun di alam semesta ini yang luput dari pengawasan
Allah, dia adalah dzat yang maha mengetahui.
Tema ini dibuktikan berdasarkan telaah terhadap unsur fisik dalam puisi
berupa diksi, majas, kata konkret, pengimajian serta versifikasi yang
memperkuat tema tentang ketauhidan ini.
Unsur batin berikutnya yang dikaji dalam analisis struktural adalah
unsur perasaan. Perasaan dalam puisi menurut Waluyo adalah perasaan yang
disampaikan penyair melalui puisinya.56
Dalam puisi zikir, penyair terkesan begitu bersemangat dalam
54 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 102.
55 Ibid, 106-107
56 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 134.
45
mengilhami dan merenungi keesaan Allah. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan
kata yang memberikan kesan tegas dan menggebu-gebu. Selain itu dapat dilihat
juga dari pengulangan kata Alif di beberapa baris dalam bait puisi zikir. Adanya
kata-kata yang pengucapannya menggambarkan makna tegas dan kuat dikarena
kan pada puisi ini aliterasi yang disuguhkan penyair sangatlah kuat seperti
dalam baris yang berbunyi :
tegak bagai cagak, meliut bagai belut, hingga lahir mata air jadi sumur.
Selain itu, perasaan yang dirasakan oleh penyair adalah pasrah terhadap
takdir yang ditentukan oleh Allah. Hal ini dapat ditujukkan dari kalimat yang
dipilih penyair dalam baris yang berbunyi :
Hingga aku berkesiur Pada angin kecil Takdir-Mu
Hompimpah hidupku, hompimpah matiku.
Hompimpah nasibku, hompimpah, hompimpah. Hompimpah
Nada dan suasana termasuk dalam salah satu unsur batin dalam puisi.
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana adalah
keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang
ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya.57
Puisi zikir ini bernada semangat dalam mengilhami keesaan Tuhan yang
dilihat melalui perenungan terhadap alam semesta yang merupakan ciptaan
57 Herman J Waluyo, Teori Dan Apresiasi Puisi, (Jakarta, Erlangga, 1991),hal 125.
46
Tuhan. Nada tersebut juga dirasakan oleh pembaca sehingga antara nada dan
nuansa dalam puisi ini dapat dikatakan sejalan .
Amanat merupakan unsur batin terakhir dalam puisi yang akan dibahas
dalam analisis struktural terhadap puisi zikir ini.Waluyo menjelaskan bahwa
amanat puisi adalah maksud yang hendak disampaikan atau himbauan atau
pesan atau tujuan yang hendak disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud
ikut meningkatkan martabat manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap
amanat sebuah puisi tidak secara obyektif, namun subyektif, artinya
berdasarkan interpretasi pembaca.58
Amanat yang bisa diambil dari puisi zikir ini adalah penyair ingin
mengajak pembaca untuk memperkuat keimanan terhadap Allah, menempatkan
Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah. memperkuat keimanan
tersbut bisa dengan cara zikir kepada Allah, salah satunya seperti yang
digambarkan dalam puisi ini yaitu zikir qalbu atau zikir hati dimana
pegertiannya adalah berzikir atau mengingat Allah sebab hati sedang merenungi
kebesaran allah melalui alam semesta serta merenungi nikmat yang telah allah
berikan untuk diri kita sendiri.
C. Analisis Semiotika Dalam Puisi Zikir
Dalam pandangan semiotic, bahasa merupakan sebuah sitem tanda
sebagai suatu tanda, bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.
Bahasa sebagai suatu sistem tanda dalam teks kesastraan, tidak hanya meyaran
58 Ibid hal 134
47
pada sistem (tataran) makna tingkat pertama melainkan terlebih pada makna
tingkat kedua.59
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis utuk mengkaji tanda. Tanda
adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman,
pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda
sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi
kehidupan ini, walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang
paling lengkap dan sempurna.60
Dalam mengkaji semiotika dalam sebuah puisi dapat dilakukan dengan
mengkaji beberapa hal yaitu pergantian makna, hipogram, pembacaan
hermeneutika dan penciptaan makna 61 yang akan dibahas satu persatu dalam
bagian berikutnya.
Penggantian makna atau arti menurut Riffaterre (dalam Waluyo)
disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi. Yang dimaksudkan
metafora dan metonimi adalah bahasa kiasan (figurative language), yang
meliputi juga simile, personifikasi, sinekdoki, metafora, dan metonimi. Secara
khusus, arti metafora adalah kiasan yang melihat sesuatu dengan perantaraan
benda lain, atau dengan kata lain metafora adalah kiasan yang menyatakan
sesuatu sebagai hal yang yang sama atau seharga dengan hal lain yang
59 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta, Gajah Mada University
Press,2015) Hal. 66
60 Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, (Bandung, ITB, 2000), Hal. 67
61 Pribadi, Budi Setia Dan Dida Firmansyah, “Analisis Semiotika Pada Puisi Barangkali
Karena Bulan Karya WS Rendra”, Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Vol 2 No 2,
Maret 2019.
48
sesungguhnya tidak sama.
Sedangkan metonimi adalah kiasan pengantian nama, misalnya sungai
Ciliwung diganti dengan sungai kesayangan dalam satu sajak Toto Sudarto
Bachtiar.62 Dalam puisi zikir terdapat pergantian makna dalam kalimat-kalimat
berikut:
Alifmu pedang di tanganku (baris 2)
Susuk di dagingku, kompas di hatiku (baris 3)
Pada baris kedua, terjadi pergantian makna dimana kata alif
menggambarkan Tuhan, dan arti keseluruhan kalimat pada baris kedua ini adalah
Tuhan (keimanan) yang berada di tangan manusia dapat dijadikan senjata dalam
menjalani kehidupan di dunia. Pada baris berikutnya, pergantian makna terjadi
pada kalimat “susuk di dagingku” kalimat ini ingin mengambarkan bahwa Tuhan
yang sebelumnya digantikan dengan kata alif, menyatu dalam daging atau diri
manusia, dengan kata lain orang yang memiliki keimanan kepada Tuhan akan
selalu merasa bahwa Tuhan itu berada dekat degannya.
Masih pada baris ketiga, pergantian makna juga terjadi dalam kalimat
“kompas di hatiku”. Kata kompas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI)
adalah alat untuk mengetahui arah mata angin (biasanya berbentuk seperti jam
yang berjarum besi berani yang menunjuk arah utara dan selatan). Kalimat pada
baris ketiga ini merupakan lanjutan dari baris kedua yang mana kalimat “kompas
di hatiku” menyimpan kata alif di depan kalimat tersebut sehingga jika ditulis
dengan jelas akan menjadi “alifmu kompas di hatiku” yang menggambarkan
62 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),Hal 291-292
49
makna bahwa keimanan atau kepercayaan kepada keesaan Tuhan akan selalu
menjadi kompas atau petunjuk bagi manusia dalam menjalani hidup sehingga
manusia hatinya tidak akan kosong dan hilang arah karena dia punya Tuhan yang
selalu memberinya petunjuk.
Hipogram merupakan latar yang diceritakan dalam sebuah karya sastra.
Menurut Teeuw (dalam Pribadi) hipogram adalah sebuah penafsiran latar oleh
pembaca. Latar yang dimaksud dapat berupa sebuah peristiwa, sejarah, tempat
atau kehidupan.63
Puisi zikir ini memiliki hipogram berupa alam semesta dimana dalam
bris-barisnya menjelaskan bahwa segala alam dan isinya merupakan ciptaan
Tuhan dan tidak ada satupun di dunia ini yang lepas dari pengawasan Tuhan.
Bahkan Tuhan begitu dekat dengan manusia sampai digambarkan oleh kalimat
“susuk di dagingku”. Selain itu puisi ini membuat seolah-olah pembaca
mengalami dan melihat dengan jelas setiap imaji yang dimunculkan pada setiap
barisnya.
Pembacaan hermeneutik atau pembacaan rektroaktif adalah pembacaan
ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran. Pembacaan ini adalah
pemberian makna berdasarkan kontroversi sastra (puisi). Puisi menyatakan
sesuatu gagasan secara tidak langsung, dengan kiasan (metafora), ambiguitas,
kontradiksi, dan pengorganisasian ruang teks (tanda-tanda visual).64
Pada puisi zikir, kata alif disimbolkan sebagai pengganti kata Tuhan.
63 Pribadi, Budi Setia Dan Dida Firmansyah, “Analisis Semiotika Pada Puisi Barangkali
Karena Bulan Karya WS Rendra”, Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Vol 2 No 2,
Maret 2019. 64 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2017),Hal 309.
50
Hal itu dikarenakan alif bentuknya mirip seperti angka satu, menceriminkan
bahwa Tuhan itu maha esa, selain itu alif merupakan huruf awal untuk kata
Allah (Tuhan umat Islam). Pada bait-bait puisi zikir, antara baris satu dengan
baris yang lain saling berkaitan dan menunjukkan makna tentang ketauhidan.
Pada baris-baris awal, makna yang ditunjukkan adalah bahwa Tuhan menyatu
dalam diri manusia, Tuhan begitu dekat dengan manusia yang di hatinya
terdapat rasa iman.
Pada baris kesembilan sampai baris kedua belas, diksi yang digunakan
dalam kalimatnya menunjukkan makna tentang zikir atau mengingat allah
melalui perenungan terhadap ciptaan allah, yang dalam puisi tersebut
disebutkan berupa mata air, sumur, sungai, samudra, dan gelombang yang
kesemuanya menyebut nama allah. Pada baris terakhir ditegaskan lagi bahwa
Tuhan itu satu akan tetapi dia ada dimana-mana dalam artian bisa mengawasi
seluruh alam semesta.
Sebuah karya sastra yang diciptakan telah melalui proses
pengimajinasian penyajak ketika proses berpikir kreatif. Pada penciptaan makna
sebuah puisi akan mengubah sebuah kata yang memiliki arti sebenarmya
(denotasi) menjadi kata yang mempunyai arti yang bukan sebenarnya
(konotasi). Pada penciptaan makna ini biasanya penyair memilih diksi-diksi
yang jarang digunakan oleh kebanyakan orang, dari diksi itulah puisi menjadi
indah dan banyak mengandung makna.65
65 Purwati, P., Rosdiani, R., Lestari, R. D., & Firmansyah, D. Menganalisis Gaya
Bahasa Metafora dalam Novel “Laskar Pelangi” Karya Andrea Hirata. Parole (Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), tahun 2018, vol 1 no 3, hal 291-302.
51
Pada puisi zikir, kekreatifan D Zawawi Imron dapat dilihat melalui
pemilihan kata (diksi) yang digunakan. Pada baris-baris puisinya, D Zawawi
Imron mengunakan kata yang digunakan sehari-hari akan tetapi digabungkan
dengan lain yang memiliki aliterasi dan asonansi sehingga menghasilkan
kalimat yang unik. Selain itu, ciri khas dari diksi yang digunakan D Zawawi
Imron dalam puisi zikir ini adalah penggunaan kata benda yang mengacu pada
alam seperti laut, sungai, samudra, sumur, yang mana kata benda tersebut biasa
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puisi Zikir karya D Zawawi Imron merupakan puisi yang bertema
keTuhanan. Hal ini tentu berkaitan dengan latar belakang penyair yang lahir dan
besar di lingkungan yang sarat akan kekentalan tradisi dan religiusitas yang tinggi.
Puisi zikir sebagai salah satu karya sastra yang memiliki nilai seni dianalisis
dengan dua metode yaitu metode analisis struktural dan semiotik.
Analisis structural puisi adalah analisis puisi ke dalam usnur-unsurnya dan
fungsinya dalam struktur sajak dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai
makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga
berdasarkan tempatnya dalam struktur. Adapun unsur puisi sendiri terbagi
menjadi dua yaitu unsur fisik dan unsur batin. Waluyo menyatakan bahwa unsur-
unsur bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur
estetik yang membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu ialah diksi, pengimajian,
kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah puisi.
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis utuk mengkaji tanda. Tanda
adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman,
pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda
sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi
kehidupan ini, walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang
paling lengkap dan sempurna. Dalam mengkaji semiotika dalam sebuah puisi
dapat dilakukan dengan mengkaji beberapa hal yaitu pergantian makna,
53
hipogram, pembacaan hermeneutika dan penciptaan makna.
Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa puisi zikir
merupakan puisi yang bertemakan keagamaan atau religiusitas. Hal ini dapat
dilihat dari pilihan kata yang digunakan serta dari keseluruhan isi puisi yang
menggambarkan keesaan Tuhan serta mengimani bahwa semesta merupakan
hasil ciptaan Tuhan.
Puisi zikir ini seolah memberikan pesan bahwa D Zawawi Imron ingin
menegaskan bahwa Tuhan itu satu, akan tetapi Tuhan mampu mengawasi
seluruh alam dikarenakan Tuhan adalah dzat yang maha mengetahui. Puisi ini
juga mengajak kita untuk berzikir dengan merenungi semesta yang merupakan
ciptaan Tuhan serta menyadari bahwa selama di hati kita terdapat keimanan,
maka selama hidup di dunia kita akan selalu mendapatkan petunjuk dan
perlindungan dari Tuhan.
B. Kritik dan Saran
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, terutama dalam hal referrensi
yang digunakan. Oleh sebab itu, penelitian ini masih bisa diperdalam dengan
sumber dan referensi yang lengkap baik dari kajian tentang filsafat seni maupun
seni itu sendiri. Penulis berharap peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
variabel penelitian ini khususnya mengenai filsafat seni dalam karya sastra.
54
DAFTAR PUSTAKA
Arief Machmudy, Sekelumit Tentang Sosok D Zawawi Imron, Diakses dari
http://ariefmachmudy.blogspot.com/2012/01/sekelumit-tentang-sosok-d-zawawi-
imron.html pada tanggal 20 Januari 2020.
Armayanti Aras, Apresiasi Puisi Indonesia.Diakses dari http://armayanti-
aras.blogspot.com/2012/11/ciri-khas-puisi-taufik-ismail-chairil.html pada tanggal 19
Februari 2020
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta, Gajah Mada University Press,2015.
Dharsoono Sony Kartika dan Nanang Ganda Perwira, Pengantar Estetika. Bandung : Rekayasa
Sains, 2004.
D Zawawi Imron, Madura, Akulah Darahmu, Jakarta : Gramedia, 2019.
Departemen Pendidikan Naional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka,2008.
Edi Sedyawati, dkk, Sastra Melayu Lintas Daerah, Jakarta, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2004.
Herman J Waluyo, Apresiasi Puisi : Paduan Untuk Pelajar dan Mahasiswa, Jakarta : Gramedika
Pustaka Utama, 2002.
Ismail Raji al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Bandung : Mizan, 2002.
Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, Bandung: ITB, 2000.
Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju, 1996.
Maman Suryaman dan Wiyatmi, Puisi Indonesia, Yogyakarta, UNY, 2013.
Mohsi, Juni 2019 “Langgar, Kobhung dan Baqhaf : Konservasi Kebudayaan Khazanah Keislaman
Madura” Junal Ilmiah Vol 4 No 1, 2019, hal. 2.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, Bandung, Mizan 1996.
Mudji Sutrisno, dkk, Estetika Filsafat Keindahan, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Pribadi, Budi Setia Dan Dida Firmansyah, “Analisis Semiotika Pada Puisi Barangkali Karena
Bulan Karya WS Rendra”, Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Vol 2 No 2,
Maret 2019.
55
Purwati, P., Rosdiani, R., Lestari, R. D., & Firmansyah, D. 2018. “Menganalisis Gaya Bahasa
Metafora dalam Novel “Laskar Pelangi” Karya Andrea Hirata”. Parole, Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol 1, No 3.
Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2017.
Saputra, Chrishtian Adven, 2018. “Aanalisis Struktur Fisik Dan Struktur Batin Dalam Lirik Lagu
Deadsquad Album Horror Vision Tahun 2009”. Skripsi. Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Sayyed Hossein Nasr, “Spiritualitas dan Seni Islam” Terjemahan: Sutejo. Bandung : Mizan, 1993.
Sidi Gazalba, Sistematika Flsafat : Pengantar Kepada Teori Filsafat, Teori Pengetahuan
Metafisika, Teori Nilai, Jilid IV, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978)
Sugiyono , Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif, R&D, Bandung :
Alfabeta, 2010.
Surajiyo Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
Van Hoeve, Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1994.
Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, Terjemahan : Wahid Ahmadi, dkk, Solo: Intermedia,
1998.
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni, diakses pada 03 Maret 2020.
http://pellokonengguru.blogspot.com/2012/04/biografi-pendek-d-zawawi-imron.html. Diakses
pada 04 Maret 2020
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/D_Zawawi_Imron, Ensiklopedia Sastra
Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia