FUNGSI KOGNITIF PADA ANAK DENGAN EPILEPSI: MENGINGAT ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER
Click here to load reader
-
Upload
jennyvalensia -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
description
Transcript of FUNGSI KOGNITIF PADA ANAK DENGAN EPILEPSI: MENGINGAT ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER
FUNGSI KOGNITIF PADA ANAK DENGAN EPILEPSI: MENGINGAT
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER
Latar Belakang dan Tujuan
Untuk mencari bagaimana hubungan fungsi kognitif dengan epilepsi dan
komorbid attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak yang baru
didiagnosis epilepsi secara genetik atau dengan etiologi yang tidak diketahui.
Metode
Rekam medis dari anak-anak berusia 6-16 tahun yang baru didiagnosis epilepsi
secara genetik atau dengan etiologi yang tidak diketahui diteliti secara
retrospektif. Alat yang dipakai adalah The Korean Education Development
Institute-Wechsler Intelligence Scale for Children dan the Comprehensive
Attention Test.
Hasil
Dari 149 anak, 103 anak dengan kejang fokal dan 46 anak dengan kejang umum.
Prevalensi ADHD sebesar 49,2% (59 dari 120 pasien yang diperiksa), dan pasien
ADHD menunjukkan perhatian auditori selektif yang buruk, hasil flanker test
yang buruk, dan memori kerja spasial yang buruk secara bermakna. Pasien dengan
kejang umum menunjukkan perhatian auditori selektif yang buruk daripada pasien
dengan kejang fokal. Hasil yang ditunjukkan oleh pasien kejang umum
tampaknya dipengaruhi oleh ADHD, dan hasil yang sama juga tampak pada anak
dengan epilepsi benigna dengan gelombang sentrotemporal dan ADHD daripada
teman sebaya tanpa ADHD.
Kesimpulan
Proses kognitif dipengaruhi oleh tipe kejang dan komorbid ADHD. Karakteristik
yang tepat dari gangguan-gangguan neuropsikiatrik ini dapat menimbulkan suatu
intervensi dini selama perjalanan penyakit.
PENGANTAR
Epilepsi adalah gangguan neurologik yang sering terjadi pada masa anak-
anak. Meskipun anak-anak dengan epilepsi sering datang dengan masalah
neuropsikiatri selama masa hidupnya, penelitian yang dilakukan untuk mereka
hanya secara sistematik. Prevalensi ADHD, gangguan belajar, dan gangguan
perkembangan lebih tinggi pada anak dengan epilepsi dibandingkan dengan
kelompok kontrol, dan kira-kira separuh dari anak-anak dengan epilepsi
membutuhkan program edukasi spesial. Gangguan neuropsikiatri pada pasien-
pasien ini telah melekat pada interaksi antara kejang yang dialami, obat
antiepilepsi, dan penyebab yang mendasari dari epilepsi simptomatik, tetapi ada
juga peran dari sifat alami epilepsi. Penelitian-penelitian sebelumnya telah
menetapkan bahwa anak-anak dengan epilepsi onset cepat menunjukkan
gangguan kognitif yang terdahulu atau prestasi yang buruk sebelum kejang
pertama kali, sehingga mengarah pada adanya mekanisme neurobiologis umum.
Prevalensi komorbid ADHD dan epilepsi yang tinggi menunjukkan bahwa
ada hubungan 2 arah antara gangguan-gangguan ini. Gangguan kognitif dan
masalah perhatian merupakan isu penting dan utama pada anak-anak dengan
epilepsi yang sedang mengalami perkembangan saraf yang pesat. Gangguan
kognitif lebih sering terjadi pada anak-anak dengan epilepsi akibat penyebab
struktural/metabolik daripada epilepsi dengan etiologi genetik atau tidak
diketahui. Anak-anak dengan epilepsi onset baru akibat etiologi genetik atau tidak
diketahui, tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi
kognitif, seperti lesi otak dan efek samping obat, sehingga mudah untuk menilai
efek alami epilepsi terhadap fungsi kognitif.
Sifat alami neurobiologis dari anak dengan epilepsi dan hubungan 2 arah
antara ADHD dengan epilepsi diteliti melalui penelusuran inteligensi, perhatian
dan memori kerja berdasarkan tipe epilepsi, dan ada tidaknya komorbid ADHD.
METODE
Subjek
Rekam medis dari anak-anak berusia 6-16 tahun yang baru saja
didiagnosis epilepsi dengan etiologi genetik atau tidak diketahui di Asan Medical
Center Children’s Hospital dari tahun 2008 sampai 2011 diteliti secara retrospe
ktif. Anak dengan IQ < 70, ada lesi otak, atau penyakit kronis sehingga aktivitas
sehari-hari terganggu tidak dikutsertakan dalam penelitian ini. Tipe epilepsi
diklasifikasikan oleh ahli neurologi pediatrik Korea bersertifikat berdasarkan
temuan EEG dan temuan klinis, serta berdasarkan klasifikasi dari International
League Against Epilepsy. Rekaman EEG rutin yang pertama digunakan dalam
proses ini. Klasifikasi pasien berdasarkan temuan elektroklinis adalah kejang
umum atau fokal. Selanjutnya mereka dibagi lagi berdasarkan jumlah total kejang
sejak kejang pertama (tunggal vs multipel) dan ada atau tidaknya komorbid
ADHD. ADHD didiagnosis berdasarkan kriteria dari Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (Edisi 4) oleh ahli psikiatri pediatrik. Data-data dari
pasien dengan sindrom elektroklinis atau epilepsi benigna dengan gelombang
sentrotemporal (BCECTS) dianalisis secara terpisah.
Evaluasi inteligensi dan perhatian
The Korean Education Development Institute-Wechsler Intelligence Scale
for Children (KEDI-WISC) dipilih untuk menjadi alat yang tepat dalam proses
evaluasi kelompok-kelompok pasien ini, dan digunakan untuk mengukur
inteligensi, menentukan tampilan verbal, dan perhitungan IQ. The Comprehensive
Attention Test (CAT) yang dikembangkan untuk mengevaluasi perhatian anak-
anak dan remaja Korea dengan ADHD digunakan untuk mengukur perhatian dan
memori kerja. Penundaan waktu antara diagnosis epilepsi dan analisis psikometrik
maksimum 4 bulan. Uji CAT terdiri dari 5 latihan perhatian dan 1 latihan memori
kerja spasial.
Latihan perhatian yang dimaksud adalah perhatian visual selektif,
perhatian auditorik selektif, perhatian terhadap respon, tugas flanker (gangguan),
dan tugas membagi perhatian. Dua hasil pengukuran adalah : omission errors
(gagal respon terhadap target) dan commission errors (respon terhadap non-target
secara tak menentu). Selama latihan memori kerja spasial, yang diukur adalah
rentang memori sebelum dan sesudah, serta respon yang benar. Semua skor
disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin, dan skor yang tinggi menandakan
perhatian yang lebih baik. Psikolog klinis yang berlisensi mengatur semua tes ini.
Analisis statistik
Semua analisis menggunakan SPSS (versi 18.0 untuk Windows, IBM,
USA). Uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan skor CAT dan
KEDI-WISC antara klasifikasi kejang, dan antara pasien dengan kejang multipel
atau tunggal. Perbandingan data psikometrik dari pasien dengan atau tanpa
ADHD menggunakan Student’s t-test. Korelasi antara usia dan skor psikometrik
dianalisis menggunakan analisis korelasi Spearman.
HASIL
Data dari 149 anak (76 pria dan 73 wanita; usia 10,0±3,1 tahun) ditinjau.
Dari populasi ini, 103 pasien (69%; usia 9,5±3,1 tahun) mengalami kejang fokal,
dan 46 (31%, usia 11,1±3,0 tahun) mengalami kejang umum. Prevalensi ADHD
sebesar 45,7% pada pasien dengan kejang fokal (37 pasien dari 81 pasien yang
dievaluasi oleh psikiater), 56,4% pada pasien dengan kejang umum (22 dari 39
pasien); perbedaannya tidak bermakna secara statistik (p= 0.271; χ2 test). Pada
evaluasi psikometri, 26 pasien (17,4%) mengalami episode kejang tunggal dan
yang lainnya mengalami episode kejang multipel (Tabel 1). Skor IQ verbal, skor
performa IQ, dan skor skala IQ tidak berbeda secara signifikan antara pasien
kejang fokal dengan pasien kejang umum (Tabel 1). Skor IQ tidak ditentukan oleh
usia, jumlah kejang, sindrom elektroklinis, obat antiepilepsi, atau komorbid
ADHD.
Pasien ADHD secara signifikan menunjukkan skor yang lebih rendah pada
commission errors perhatian auditorik selektif (97.6±18.7 vs. 104.6±10.1;
p<0.020), omission error flanker task (87.6±22.0 vs. 96.7±18.0; p= 0.031),
rentang waktu memori kerja spasial kedepan ((86.0±20.9 vs. 100.4±20.3;
p=0.007), dan rentang waktu memori kebelakang ((93.5± 16.9 vs. 100.7±17.2;
p=0.006) (Gambar 1).
Gambar 1. Skor memori kerja spasial dan skor perhatian berdasarkan komorbid ADHD dalam penelitian terhadap anak-anak dengan epilepsi akibat genetik atau tidak diketahui. Pasien ADHD
secara signifikan menunjukkan skor yang lebih rendah pada commission errors perhatian auditorik selektif (p<0.020), omission error flanker task (p= 0.031), rentang waktu memori kerja spasial
kedepan (p=0.007), dan rentang waktu memori kebelakang (p=0.006)
Tabel 1. Karakteristik klinis dan analisis psikometri dari populasi penelitian berdasarkan klasifikasi epilepsi
Korelasi antara data psikometrik dan usia saat onset kejang juga dianalisis.
Skor dari omission error perhatian auditorik selektif (r=-0.63; p<0.001),
commision error perhatian auditorik selektif (r=-0.42; p<0.001), dan omission
error perhatian visual selektif (r=-0.19; p=0.033) secara signifikan dan secara
negatif berhubungan dengan usia (Gambar 2). Mengenai klasifikasi kejang, pasien
dengan kejang fokal secara signifikan menunjukkan skor lebih tinggi pada
omission error perhatian auditorik selektif (109.0±14.6 vs. 103.5±11.6; p=0.004)
dan commision error perhatian auditorik selektif (101.3±16.9 vs. 98.0±12.1;
p=0.007; uji Mann-Whitney) (Tabel 2). Tidak ada perbedaan secara signifikan
antara pasien dengan BCECTS dan pasien dengan kejang fokal lain dalam hal ini.
Gambar 2. Korelasi antara skor perhatian dan usia pada anak dengan epilepsi. Skor dari omission error perhatian auditorik selektif (r=-0.63; p<0.001),
commision error perhatian auditorik selektif (r=-0.42; p<0.001), danomission error perhatian visual selektif (r=-0.19; p=0.033) menunjukkan
korelasi yang signifikan dan negatif dengan usia berdasarkan analisis korelasi Spearman.
Saat data psikometri dipisah-pisahkan berdasarkan tipe kejang, pasien
dengan kejang umum menunjukkan perbedaan signifikan dalam komorbid
ADHD. Skor omission error pada perhatian (p=0,050) dan latihan flanker
(p=0,003), dan skor memori kerja spasial kebelakang dan kedepan (p=0,025 untuk
memori kedepan; p=0,035 untuk memori kebelakang) lebih rendah pada pasien
dengan kejang umum dan ADHD dibandingkan dengan teman sebaya tanpa
ADHD (Gambar 3). Di antara pasien-pasien BCECTS, skor commision error pada
latihan auditorik selektif (p=0,004) dan skor omission error pada latihan perhatian
(p=0,039) lebih rendah pada pasien BCECTS dengan ADHD dibandingkan
dengan teman sebaya tanpa ADHD.
Tabel 2. Hasil psikometri dari populasi penelitian berdasarkan tipe kejang
Gambar 3. Skor perhatian dan memori kerja spasial berdasarkan tipe kejang dan ADHD dalam penelitian kohort. Anak dengan kejang umum dan ADHD secara signifikan
menunjukkan skor lebih rendah dalam latihan perhatian, gangguan, dan memori kerja spasial daripada pasien tanpa ADHD.
DISKUSI
Anak dengan epilepsi biasanya mengalami masalah neuropsikiatrik. Prevalensi
tinggi dari gangguan mood, autis, dan ADHD pada pasien-pasien ini sangat
mudah dikenal. Masalah-masalah ini awalnya ditetapkan sebagai temuan
sekunder; namun, kejang dan tampilan neurobehavioral sekarang
dipertimbangkan sebagai komponen biologis yang berbeda dari tipe spesifik
epilepsi. Karena itu, diagnosis dan penanganan terhadap komorbiditas
neurobehavioral betul-betul ditekankan dalam pengobatan epilepsi. Fenotip
neurobehavioral yang tidak dipengaruhi oleh lesi patologis otak, pengobatan,
atau kejang ditentukan melalui fokus pada epilepsi onset baru dengan etiologi
genetik atau tidak diketahui. Meskipun memiliki inteligensi normal, anak dengan
epilepsi dapat menunjukkan penurunan perhatian. Prevalensi penurunan perhatian
pada pasien pediatri dengan epilepsi dilaporkan sebesar 77%. Selain itu, penelitian
terbaru menemukan penurunan memori yang sama pada pasien dengan epilepsi-
ADHD atau developmental ADHD, dimana dugaan kuat adanya patofisiologi
neurobehavioral yang mendasari antara ADHD dengan atau tanpa epilepsi.
Penelitian sekarang menemukan insiden ADHD tinggi, yaitu sebesar
45,7% pada anak-anak dengan epilepsi (etiologi genetik/tidak diketahui), dan
bahwa gangguan ini secara signifikan berhubungan dengan skor auditorik selektif,
gangguan, dan memori kerja spasial yang buruk. Hal ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya yang juga meneliti anak-anak, dan menunjukkan secara
jelas bahwa anak dengan ADHD dan epilepsi memiliki perhatian auditorik dan
memori kerja yang lebih buruk dibandingkan dengan anak epilepsi tanpa ADHD
atau anak ADHD tanpa epilepsi. Pasien dengan ADHD menunjukkan kesulitan
dalam memori kerja, dimana berkaitan erat dengan gangguan memori kerja yang
tampak pada pasien epilepsi dan ADHD dalam penelitian sekarang.
Pasien-pasien dalam penelitian ini yang mengalami kejang umum
menunjukkan perhatian auditorik selektif yang buruk dibandingkan dengan pasien
kejang fokal. Penurunan perhatian intrinsik dan beberapa perbedaan perhatian
antara pasien dengan kejang umum dan pasien dengan kejang fokal juga
ditemukan pada penelitian anak epilepsi dengan sampel yang sedikit. Namun,
mekanisme pasti yang mendasari setiap perbedaan dalam gangguan
neuropsikiatrik masih belum jelas.
Klasifikasi kejang dikotomik yang digunakan dalam penelitian sekarang
tak disangka menghasilkan heterogenitas di antara pasien epilepsi di masing-
masing grup. Pasien dengan kejang umum sebagian besar termasuk pasien yang
awalnya sudah didiagnosis dengan epilepsi umum idiopatik (IGE), suatu sindrom
klaster yaitu childhood absence epilepsy, juvenile absence epilepsy, dan juvenile
myoclonic epilepsy. Anak dengan epilepsi umum menunjukkan maslaah
hiperaktivitas, emosi, dan perilaku yang lebih hebat daripada kelompok kontrol
atau anak dengan epilepsi benigna fokal. Juga dilaporkan bahwa anak dengan IGE
menunjukkan penurunan perhatian dan penurunan kemampuan untuk memasang
objek dibandingkan dengan anak-anak kejang fokal. Gangguan kontrol eksekutif
berkaitan dengan IGE mengarah pada suatu keterlibatan jaringan frontal, adanya
penurunan perhatian auditorik pada pasien dengan kejang umum berkaitan dengan
proses pengacauan perhatian akibat aktivasi untaian saraf abnormal secara difus.
Evaluasi sekarang menunjukkan bahwa prevalensi ADHD hampir sama
tanpa memperhatikan tipe epilepsi. Namun, beberapa bentuk perhatian ditemukan
pada pasien ADHD dengan kejang umum dan BCECTS. Di antara pasien dengan
kejang umum, kasus ADHD secara signifikan menunjukkan perhatian, gangguan,
dan memori kerja spasial yang buruk dibandingkan teman sebaya mereka tanpa
ADHD. Tidak ada perbedaan antara anak dalam kohort ini dengan kejang fokal
tanpa ADHD, dan mereka yang mengalami BCECTS dan ADHD secara
signifikan menunjukkan perhatian auditorik yang buruk dibandingkan dengan
anak-anak tanpa ADHD dalam seri ini. Domain yang ditemukan berbeda antara
klasifikasi epilepsi, kemungkinan karena interaksi antara ADHD dan epilepsi.
Umumnya, perhatian berhubungan dengan kecepatan proses kognitif, yang
pada gilirannya berhubungan dengan aktivitas di korteks singulata anterior,
korteks prefrontal, dan jalur striatotalamik. Interferensi (gangguan) di korteks
prefrontal ventrolateral dan korteks prefrontal anterior kiri, dan fungsi memori
kerja di sebagian besar daerah korteks termasuk korteks prefrontal. Jalur yang
mengatur perhatian, interferensi, dan memori kerja juga secara hipotesis
berhubungan dengan ADHD, dan bangkitnya gelombang paku dan gelombang
umum pada IGE dilaporkan terlibat dalam "jaringan fronto-insular-talamikus".
Dengan demikian, adanya komorbiditas epilepsi, kejang umum, dan ADHD dapat
mengganggu daerah kognitif yang lebih luas dan mengakibatkan pengurangan
selektif dalam perhatian berkelanjutan, interferensi, atau memori kerja spasial
dibandingkan dengan pasien tanpa ADHD.
Pasien BCECTS dalam seri ini terdiri dari sepertiga kasus kejang fokal,
dan dianalisis secara terpisah dari pasien lain dengan kejang fokal. Kasus lain
dengan kejang fokal juga dapat mencakup pasien dengan berbagai foci, dan
kondisi rumit ini mungkin menjadi kendala untuk mengidentifikasi temuan
kognitif spesifik pada pasien-pasien ini. Meskipun BCECTS tampak jinak,
kondisi ini telah sering dikaitkan dengan gangguan neuropsikiatri seperti ADHD.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa anak-anak dengan BCECTS
menunjukkan kesulitan dalam kontrol impuls dan bahwa anak-anak dengan
ADHD menunjukkan frekuensi dari gelombang paku rolandik yang lebih tinggi
dari yang diharapkan berdasarkan data epidemiologi. Jaringan kompleks yang
menggabungkan perhatian, impulsif, dan gelombang paku rolandik mungkin
mendasari kesulitan dalam perhatian auditorik selektif dan perhatian berkelanjutan
yang diamati pada pasien BCECTS dengan ADHD dalam penelitian ini.
Sebuah korelasi negatif yang signifikan ditemukan dalam analisis ini
antara perhatian auditorik selektif dan visual serta usia saat onset, yang kita
anggap sebagai ciri alami epilepsi. Onset awal juga bisa termasuk epilepsi dengan
sifat yang lebih jinak, seperti BCECTS dan epilepsi pada anak, dan epilepsi onset-
lanjut mungkin yaitu juvenile myoclonic epilepsy atau juvenile absence epilepsy,
sehingga menjelaskan tingkatan kurang perhatian secara relatif dalam kategori ini.
Keterbatasan penelitian ini yaitu desainnya yang retrospektif, analisis data
diperoleh dari sejumlah kecil pasien dari satu institusi, kurangnya kontrol normal
tanpa epilepsi, dan penundaan waktu antara diagnosis dan evaluasi psikometri.
Namun, analisis telah memberikan informasi mengenai masalah kognitif pada
anak-anak dengan epilepsi (etiologi genetik atau tidak diketahui) dan temuan ini
menunjukkan bahwa tipe kejang epilepsi dan ADHD dapat mempengaruhi fungsi
kognitif pada populasi ini. Data kognitif sebelum pengobatan yang dikumpulkan
dari anak-anak epilepsi dapat menjelaskan kinerja sekolah yang buruk terkait
dengan epilepsi. Karakterisasi yang tepat dari gangguan ini dapat berguna dalam
intervensi pada awal perjalanan penyakit. Studi prospektif lebih lanjut dengan
pasien tambahan akan membantu dokter untuk lebih mengobati anak-anak dengan
epilepsi dan gangguan kognitif di masa depan.