Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis...

25
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Cakalang Klasifikasi Ikan Cakalang menurut Rajabnadia (2009) adalah : Kingdom : Animalia Phylum : Vertebrata Class : Teleostoi Ordo : Perciformes Famili : Scombridae Genus : Katsuwonus Species : Katsuwonus pelamis Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Sumber : Rajabnadia (2009) Ikan cakalang termasuk jenis ikan tuna famili Scombridae, species (K.pelamis). Murniyati (2003), menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakers) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung

Transcript of Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis...

Page 1: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Cakalang

Klasifikasi Ikan Cakalang menurut Rajabnadia (2009) adalah :

Kingdom : Animalia

Phylum : Vertebrata

Class : Teleostoi

Ordo : Perciformes

Famili : Scombridae

Genus : Katsuwonus

Species : Katsuwonus pelamis

Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)Sumber : Rajabnadia (2009)

Ikan cakalang termasuk jenis ikan tuna famili Scombridae, species

(K.pelamis). Murniyati (2003), menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh

berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakers) berjumlah

53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip

punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip

punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara

sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada

barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung

Page 2: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

6

berwarna biru kehitaman (gelap) di sisi bawah dan 6 perut keperakan, dengan 4-6

buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan.

2.2 Komposisi Kimia Ikan Cakalang

Ikan cakalang adalah jenis ikan yang mengandung protein tinggi dan lemak

rendah. Ikan cakalang mengandung protein 22,6g/100g daging, dan lemak 2,1g/100g

daging, di samping itu ikan cakalang mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan

sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin)

(Departemen of Health Education and Walfare, (1972) dalam Maghfiroh, (2000).

Komposisi gizi ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Gizi Ikan Cakalang (K. pelamis) per 100 g daging

Komposisi Ikan Cakalang Satuan

Energi 13,10 mg

Protein 262 mg

Lemak 21 mg

Abu 13 mg

Kalsium 8,0 mg

Fosfor 220,0 mg

Besi 4,0 mg

Sodium 52,0 mg

Retinol 10,0 mg

Thiamin 0,03 mg

Riboflavin 0,15 mg

Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972) dalam Maghfiroh, (2000).

2.3 Kesegaran dan Kemunduran Mutu Ikan

2.3.1 Pengertian Mutu

Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu yang diinginkan pada suatu materi,

produk atau jasa, seperti pada hasil pertanian pada umumnya. Hasil perikanan juga

Page 3: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

7

memiliki paling kurang beberapa aspek mutu, antara lain aspek bioteknoekonomis,

aspek sanitasi dan hygiene, aspek industrial dan lain-lain. Mutu ikan merupakan nilai-

nilai tertentu yang diinginkan dari ikan (Ilyas, 1983).

Pengertian mutu untuk hasil perikanan sebenarnya identik dengan kesegaran.

Ikan segar mempunyai dua pengertian, yang pertama merupakan ikan baru saja

ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan sedangkan pengertian yang kedua, ikan

yang mutunya masih baik, belum disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu

yang tidak berubah serta belum mengalami kemunduran, baik secara kimia, fisika,

maupun biologis walaupun sudah mengalami penyimpanan, misalnya ikan yang

dibekukan (FAO, 1995).

2.3.2 Parameter Mutu Ikan Segar

Ikan segar menurut SNI 01-2729-2006 adalah produk yang berasal dari

perikanan dengan bahan baku ikan, yang telah mengalami perlakuan pencucian,

penyiangan atau tidak penyiangan, pendinginan dan pengemasan. Menurut FAO

(1995) ikan segar adalah ikan yang baru saja ditangkap, belum disimpan atau diolah,

atau ikan-ikan yang memiliki sifat-sifat kesegaran yang kuat serta belum mengalami

pembusukan. Menurut Stansby (1963) ikan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Daging ikan padat elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya

2. Aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut

3. Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan

4. Insang berwarna merah cerah

5. Kulit mengkilat dengan warna cerah

Page 4: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

8

Cara yang paling mudah untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan adalah

melalui pengamatan secara visual terhadap penampilan ikan, dengan menggunakan

metode 4 M, yaitu melihat, meraba, menekan dan mencium. Pertama adalah dengan

melihat dan mengamati penampilan ikan secara menyeluruh terutama penampilan

fisik, mata, insang, adanya lendir dan sebagainya. Kedua adalah dengan meraba ikan

untuk mengamati kondisi ikan terutama adanya lendir, kelenturan ikan dan

sebagainya. Penilaian visual dengan meraba dapat dilanjutkan dengan menekan

daging ikan untuk melihat teksturnya dan diikuti dengan mencium bau ikan (Yunizal

dan Wibowo,1998). Ciri-ciri ikan segar secara organoleptik dapat dilihat pada tabel 2,

sedangkan Syarat mutu ikan segar berdasarkan SNI 2006, dapat dilihat pada tabel 3.

Page 5: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

9

Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar

No Parameter Tanda-tanda

1 Penampakan Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan

utuh, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan lait

serta lubang anus tertutup

2 Mata Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan

menonjol

3 Insang Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan,

tidak ada lendir atau sedikit

4 Bau Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut

5 Lendir Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer, bening,

mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan

tidak berbau busuk

6 Tekstur dan

Daging

Ikan kaku atau masih lemas dengan daging kenyal, jika

ditekan dengan jari cepat pulih kembali, sisik tidak mudah

lepas, jika daging disayat tampak jaringan antar daging

masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan

menampilkan warna daging ikan asli

Sumber : Yunizal dan Wibowo (1998)

Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu Ikan Segar Berdasarkan SNI 01-2729.1-2006

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

a. Organoleptik nilai minimum kapang

Angka (1-9)

7Tidak tampak

b. Cemaran mikroba ALT/gr, maksimum

Eschericia coli

Vibrio cholerae (*)

CFU / gramAPM / gramPer 25 gram

5 x 105

< 3Negatif

Sumber : BSN (2006)Keterangan : ALT: Angka Lempeng Total

APM: Angka Paling Memungkinkan

Page 6: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

10

Ikan setelah ditangkap harus segera ditangani dengan tujuan untuk

mempertahankan mutu kesegaranya. Apabila terpaksa harus menunngu proses lebih

lanjut maka ikan sebaiknya disimpan dengan es atau air dingin (0-50C) yang saniter

dan higienis (BSN, 2006). Penentuan tingkat kesegaran ikan dapat dilakukan dengan

beberapa cara antara lain :

1. Pemeriksaan secara organoleptik atau sensorik

Cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera

manusia (sensorik). Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi

ketelitiannya tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya.

Penetapan kemunduran mutu ikan secara subjektif (organoleptik) dapat dilakukan

menggunakan score sheet sesuai ketentuan SNI 01-2729.1-2006 (BSN, 2006).

Pengamatan pada metode ini meliputi warna, bau, konsistensi dan penampakan

daging. Perubahan organoleptik disebabkan karena melunaknya tekstur daging ikan.

Pelunakan tekstur terjadi karena penguraian protein menjadi senyawa yang lebih

sederhana, yaitu polipeptida, asam amino, dan amoniak yang dapat meningkatkan pH

ikan. Keadaan basa adanya hasil pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Murniyati dan Sunarman,

2000)

2. Pemeriksaan secara mikrobiologis

Penetapan kesegaran ikan secara mikrobiologis dapat dilakukan dengan

menghitung jumlah bakteri yang ada pada daging ikan. Ada dua cara yang dapat

digunakan yaitu pengujian bakteri secara tepat dan cara pengujian jumlah bakteri

praduga (pendugaan). Pengujian bakteri secara praduga dapat dilihat dengan

Page 7: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

11

menentukan kekeruhan dari cairan daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Pengujian bakteri

secara tepat dilakukan menggunakan metode Total Plate Count (TPC), yaitu

penghitungan jumlah bakteri yang ditimbulkan pada suatu media pertumbuhan

(media agar) dan diinkubasi selama 24 jam, koloni bakteri yang tumbuh dihitung.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia No 01-2729-2006 bahwa batas maksimum

bakteri untuk ikan segar yaitu 5 x 105 koloni/g (BSN, 2006).

3. Pemeriksaan secara kimia

Kesegaran ikan secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara

diantaranya sebagai berikut (Murniyati dan Sunarman, 2000) :

a. Analisis pH daging ikan yang sudah tidak segar pH dagingnya tinggi (basa)

dibandingkan dengan ikan yang masih segar. Hal itu karena timbulnya

senyawa-senyawa yang bersifat basa. Misalnya amoniak, trimetilamin, dan

senyawa volatile lainnya.

b. Analisis kandungan hipoksantin berasal dari pecahan ATP, semakin tinggi

kandungan hipoksantin maka tingkat kesegaran ikan rendah. Kadar

hipoksantin yang masih dapat diterima oleh konsumen tergantung berbagai

faktor, diantaranya jenis hasil perikanan dan keadaan penduduk setempat.

c. Analisis kadar dimetilamin, trimetilamin atau amoniak. Penguraian protein

akan menghasilkan senyawa tersebut, jika kesegaran ikan mengalami

penurunan maka kandungan nitrogen yang mudah menguap akan mengalami

peningkatan. Penguraian protein pada daging ikan laut berbeda dengan air

tawar. Ikan air tawar akan menghasilkan amoni, sedangkan ikan laut akan

menghasilkan dimetilamin dan trimetilamin. Untuk ikan dengan tingkat

Page 8: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

12

kesegaran tinggi analisis yang dilakukan adalah dimetilamin, sedangkan

trimetilamin untuk ikan kesegaran rendah.

d. Defosforilasi inosin monofosfat (IMP) berkaitan dengan perubahan cita rasa

daging ikan dan kesegaran ikan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan

kesegaran ikan, kelemahannya sulit dilakukan karena proses defosforilasi IMP

untuk setiap jenis ikan berbeda.

e. Analisis kerusakan lemak pada daging ikan terjadi karena oksidasi, baik

secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatis. Analisis

kerusakan lemak dapat dilakukan dengan anlisis kandungan peroksidanya atau

jumlah malonadehid yang biasanya dinyatakan sebagai angka TBA

(thiobarbituric acid). Pengujian kesegaran ikan dengan analisis kerusakan

lemak kurang akurat karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses

penguraian lemak.

2.3.3 Kemunduran Mutu Ikan Segar

Proses kerusakan ikan berlangsung cepat di daerah beriklim tropis dengan

suhu dan kelembaban harian tinggi. Proses tersebut semakin dipercepat dengan

praktek-praktek atau penangkapan yang tidak baik, cara penangan yang kurang tepat,

sanitasi dan higiene yang tidak memadai, terbatasnya sarana distribusi dan sistem

pemasaran dan lain-lain. Di Negara-negara berkembang, seperti Indonesia seringkali

ikan ditangkap dan didaratkan tanpa pemberian es yang layak. Akibatnya dengn suhu

harian yang tinggi (25-320 C) dan kelembaban yang tinggi (70-90 %) ikan cepat

sekali rusak. Jika penangannya tidak baik, hanya dalam 10-12 jam saja ikan sudah

busuk (Yunizal dan Wibowo, 1998).

Page 9: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

13

Setelah ikan mati terjadi perubahan-perubahan mutu yang mengarah pada

kebusukan yang disebabkan oleh aktifitas enzim, biokimia, fisik, dan mikrobiologi.

Hal-hal lain yang menyebabkan kebusukan pada ikan adalah kegiatan oksidatif yang

merupakan penguraian lemak dan proses oksidasi, serta kegiatan fisik ikan pada saat

ditangkap (Ilyas, 1972)

Secara kronologis, pembusukan ikan terjadi melalui 4 tahapan yaitu sebagai

berikut (Murniyati dan Sunarman,2000)

1. Hiperaemia

Setalah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia, biokimia, dan

mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah

pada pembusukan. Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya didalam kulit,

membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari

kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang

tidak menyenangkan. Jumlahnya hingga mencapai 1-2,5% dari berat tubuhnya.

Lendir itu sendiri terdiri atas glucoprotein mucin yang merupakan substrat yang

sangat baik bagi pertumbuhan bakteri (Murniyati dan Sunarman, 2000). Keadaan ini

secara biokimia ditandai dengan menurunya kadar ATP dan keratin fosfat seperti

pada reaksi aktif glikolisis.

2. Rigor mortis

Perubahan selanjutnya, ikan memasuki tahap rigor mortis ditandai dengan

mengejangnya tubuh ikan setalah mati, sebagai hasil perubahan biokimia yang

kompleks dalam tubuh ikan (FAO, 1995). Hilangnya kelenturan berhubungan dengan

terbentuknya aktomiosin. Aktomiosin adalah suatu senyawa protein kompleks yang

Page 10: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

14

dibentuk selama otot berkontraksi. Tingkat rigor ditandai dengan mengejangya tubuh

ikan setelah mati.

3. Autolisis

Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease

dan lipase) yang terdpat didalam daging ikan. Daging ikan yang terdiri atas protein

menyebabkan proses autolisis dapat juga disebut proteolisis. Enzim-enzim ini telah

aktif sejak ikan masih hidup, akan tetapi ketika itu hasil aktifitasnya dimanfaatkan

untuk menghasilkan energy dan pemeliharaan tubuh. Autolisis dimulai bersamaan

dengan penurunan pH. Autolisis akan merubah struktur daging sehingga kekenyalan

menurun (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Autolisis berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara

keseluruhan dan sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995). Proses penguraian

jaringan secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati

dengan mekanisme yang kompleks. Enzim-enzim yang dapat menguraikan protein

(proteolitik) berperan dalam proses kemunduran mutu ikan (Moeljanto, 1992)

4. Pembusukan oleh bakteri

Tahapan pembusukan oleh bakteri ditandai oleh jumlah bakteri yang sudah

cukup tinggi akibat perkembangbiakan yang terjadi pada fase-fase sebelumnya.

Kegiatan bakteri pembusuk dimulai pada saat yang hampir bersamaan dengan

autolisis, dan berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah dari pada kerusakan

yang diakibatkan oleh enzim. Sejumlah bakteri terdapat pada permukaan tubuh,

insang, dan di dalam perutnya. Bakeri tersebut secara bertahap memasuki daging

Page 11: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

15

ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah selesainya

rigor mortis yaitu setelah daging menjadi lunak.

Penanganan ikan yang kurang saniter dan higienis serta penyimpanan dalam

keadaan tidak dilindungi dengan baik mengakibatkan ikan sangat rentan terhadap

kerusakan biologis. Kerusakan biologis dapat menyebabkan proses pembusukan pada

ikan oleh bakteri berlangsung sangat cepat (Heruwati, 2002). Daging ikan yang baru

ditangkap masih steril karena memiliki sistem kekebalan tersebut tidak berfungsi lagi

dan bakteri dapat berkembang biak dengan bebas. Bakteri bergerak ke seluruh tubuh

pada permukaan kulit dn selama penyimpanan bakteri menyerang daging dan

bergerak antara serat otot.

Jumlah mikroorganisme yang menyerang sangat terbatas dan pertumbuhan

bakteri sebagian besar berlangsung dipermukaan. Proses pembusukan terjadi akibat

adanya enzim yang dihasilkan bakteri yang merusak bahan gizi pada daging ikan

(FAO, 1995).

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan Segar

Ikan yang sangat segar dan baru ditangkap mempunyai karakteristik

kesegaran yang umumnya dikenal dari rupa dan baunya. Kualitas ikan selalu

dikaitkan dengan kesegaran dan kerusakannya, maka perlu diketahui bahwa mutu dan

kualitas ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah cara

kematian dan penangkapan ikan, kondisi biologis dan lingkungan hidup ikan, suhu,

pengaruh cara penanganan dan pembongkaran, serta sanitasi dan higiene.

Page 12: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

16

a. Cara ikan mati

Ikan yang telah ditangkap kemudian mati dengan segera akan lebih baik dari

pada ikan yang matinya perlahan-lahan karena rigor mortis akan datang lebih lambat

dan berlangsung lebih lama (Ilyas 1983). Gejala ini berhubungan dengan semakin

rendah cadangan glikogen otot dan semakin kecilnya pH yang disebabkan oleh

banyaknya asam yang dihasilkan terutama asam laktat, misalnya ikan yang ditangkap

dengan pancing dan langsung dibunuh lebih baik dari pada ikan yang ditangkap

dengan gillnet dan mati secara perlahan-lahan. Cara pembunuhan ikan juga dapat

mempengaruhi waktu pencapaian kondisi fase rigor mortis. Penghancuran otak ikan

yang telah ditangkap secara langsung dan menyeluruh menghasilkan waktu yang

lebih lama untuk mencapai waktu rigor mortis karena tidak ada pergerakan otot

selama proses tersebut. Ikan yang menunjukkan aktivitas otot sebelum mati telah

memiliki tingkat asam laktat yang tinggi. Hal ini dikarenakan otot tersebut telah lebih

dahulu kekurangan oksigen. Otot ikan akan melakukan respirasi anaerobik terus

menerus setelah ikan mati dan memproduksi asam laktat berlebih. Hal ini akan

mempersingkat waktu ikan tersebut mencapai rigor mortis dan juga menghasilkan

kondisi ikan yang lebih kaku karena lebih banyak sel yang mencapai kondisi rigor

mortis pada saat bersamaan (Robb 2002).

Cara penangkapan juga berpengaruh terhadap proses kemunduran mutu ikan,

sehingga perlu diperhatikan penyesuaian antara metode penangkapan dan jenis alat

tangkap yang digunakan dengan jenis ikan yang ditangkap (Ilyas 1983).

Page 13: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

17

b. Kondisi biologis dan lingkungan

Ikan berukuran kecil akan lebih cepat menurun mutunya dibandingkan dengan

ikan yang berukuran lebih besar, untuk jenis yang sama. Tingkat kedewasaan seksual

pada ikan yang ditangkap juga berpengaruh terhadap kemunduran mutunya. Ikan

yang matang gonad akan lebih cepat menurun mutunya dibandingkan dengan ikan

yang belum matang gonad (Robb 2002). Ikan yang tertangkap pada waktu perut

penuh dengan makanan akan lebih cepat busuk dari pada waktu perut tidak penuh

karena enzim-enzim pencernaan sedang aktif bekerja (Ilyas 1983).

Jenis makanan ikan juga berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan. Ikan

dasar (demersal) akan lebih cepat busuk daripada ikan permukaan (pelagis) dan ikan

yang sedang bertelur akan lebih cepat busuk dari pada ikan yang tidak bertelur

(Anonim 1983).

c. Suhu

Suhu air saat ikan ditangkap mempengaruhi kemunduran mutu ikan terutama

pada air yang bersuhu tinggi dan ikan berada lebih lama di dalam air sebelum

diangkat dapat mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Perairan tropis dimana

suhu air 20-24 oC ikan di dalam air sudah mengalami pembusukan sebelum diangkat

dari alat penangkapan, sedangkan pada daerah subtropis yang memiliki suhu 7-10 oC

bahaya pembusukan tidak terlalu besar (Ilyas 1983).

Bakteri dapat tumbuh dalam selang suhu yang besar yaitu dari 0-45 oC. Suhu

ikan dapat naik antara 25-35 oC di dalam air. Perlakuan suhu rendah yang diberikan

pada saat pembusukan, kurang efektif dalam hubungannya dengan pencegahan

Page 14: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

18

pertumbuhan mikroorganisme dan akan memberikan hasil yang kurang memuaskan

(Nasran 1972).

Suhu yang rendah dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme, tetapi

pertumbuhan tersebut dan reaksi biokimia masih berpengaruh terhadap proses

pembusukan, tidak semua mikroorganisme pada kondisi tersebut dapat terbunuh,

beberapa diantaranya hanya dapat dihambat pertumbuhannya. Perkembangbiakan

bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu yang digunakan semakin

rendah, maka pertumbuhan bakteri akan semakin dihambat. Pengukuran suhu ikan

diusahakan sedikit mungkin memegang bagian ikan agar panas dari tangan tidak

banyak berkonduksi ke dalam ikan dan pengamatan dilakukan pada beberapa ekor

ikan secara acak (random) dalam satu wadah serta dari bagian yang menurut

perkiraan paling panas (Ilyas 1983). Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu

ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan

Suhu Kegiatan bakteri Mutu ikan

25o

C- 10o

C Lebih cepatCepat menurun, daya awetsangat pendek (3-10 jam)

10o

C- 2o

C Pertumbuhan kurang cepatMutu menurun kurang cepat,daya awet 2-5 hari

2o

C- (-1o

C) Pertumbuhan jauhberkurang.

Penurunan mutu agak dihambat,daya awet 310 hari.

1o

C Kegiatan dapat ditekan.Daya awet maksimum 5-20 hari.

-2o

C- (-10o

C) Ditekan tidak aktifPenurunan mutu minimum,tekstur tidak kenyal dan rasaikan tidak segar, daya awet 7-30 hari.

>-18o

C Ditekan minimum, bakteritersisa tidak aktif

Ikan beku, daya awet setahun.

Sumber : Ilyas (1983)

Page 15: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

19

2.4 Pengawetan Dengan Pendinginan

Pendinginan merupakan suatu proses pengawetan ikan dengan suhu rendah,

yaitu antara 5°C sampai -1°C. Pendinginan disebut chilling yang mempunyai tujuan

utama untuk menghambat proses kemunduran mutu ikan yang disebabkan oleh

aktivitas mikroorganisme dan proses kimia maupun fisik sehingga ikan tetap dalam

kondisi segar sampai jangka waktu yang cukup lama (Gelman et al, 2004).

Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan pembekuan.

Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap

kerusakan yang disebabkan oleh autolisis atau pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas

enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi

tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat

menurun, terhambat bahkan terhenti (Hadiwiyoto, 1993).

Kerusakan mikrobiologis disebabkan karena aktifitas mikroba terutama bakteri.

Didalam pertumbuhannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mikroorganisme

memerlukan energi yang dapat diperoleh dari substrat bakteri karena dapat

menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, sumber karbon

dan kebtuhan nutrient lainnya dalam memenuhi kebutuhannya (Suwendo,dkk, 1993).

Menurut BSN (1991), produk perikanan dapat dikonsumsi apabila nilai total mikroba

tidak melebihi 5 x 105 sel/gram sampel.

Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi

metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme

penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Cara pengawetan bahan pangan

pada suhu rendah dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan.

Page 16: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

20

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku (di atas

0oC), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku. Pendinginan biasanya

dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan selama beberapa hari atau

beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih lama sampai beberapa

bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap

rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan sifat-sifat lainnya (Margono. T, dkk, 1993).

Prinsip pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu

terendah tetapi tidak sampai menjadi beku. Umumnya pendinginan tidak dapat

mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin besar

penurunan aktivitas bakteri dan enzim (Wibowo dan Yunizal 1998 diacu dalam

Irianto dan Soesilo 2007).

Moelyanto (1992) mengemukakan untuk mempertahankan atau memelihara

mutu ikan selama penyimpanan perlu digunakan penyimpanan pada suhu rendah

yaitu pendinginan dan pembekuan. Tujuan penyimpanannya pada suhu dingin ± 50C

adalah untuk menghambat kegiatan mikroorganisme, proses kimia dan fisika.

Pendinginan dengan es umumnya ditujukan untuk memasarkan ikan dalam

keadaan basah dengan menurunkan suhu pusat daging ikan sampai -1 sampai -20C.

Fungsi dari es untuk mempertahankan ikan tetap segar, mencegah pembusukan

sehingga nilai gizi dapat dipertahankan. Disamping itu lelehan es mencuci lendir, sisa

darah bersama bakteri dan kotoran lain akan terhanyut (Hadiwiyono, 1993).

Es harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Dalam

penggunaanya es harus ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar

Page 17: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

21

dari penularan dan kontaminasi dari luar, hal ini sesuai dengan (SNI 01-3839-1996)

tentang es curai (BSN, 1996).

2.5 Histamin

Histamin adalah senyawa amina biogenik yang terbentuk dari asam amino

histidin akibat reaksi dengan enzim decarboxylase (Sumner et al. 2004). Histamin

merupakan salah satu grup dari komponen amina biogenik. Amina biogenik adalah

komponen biologi aktif yang secara normal diproduksi melalui proses dekarboksilasi dari

asam amino bebas dan ada pada berbagai makanan seperti ikan, produk dari ikan, daging

merah, keju, dan makanan fermentasi. Keberadaan amina biogenik dalam makanan ini

merupakan indikator makanan itu sudah busuk (Keer et al. 2002).

Keracunan histamin (intoksikasi kimiawi) terjadi dalam beberapa menit

hingga beberapa jam setelah mengkonsumsi. Gejala yang ditimbulkan seperti

kemerahan di sekitar leher, dan wajah, badan terasa panas, dan gatal-gatal. Gejala

tersebut biasanya terjadi selama beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus gejala

tersebut sampai beberapa hari (Taylor, 1983).

Reaksi terjadinya keracunan histamin ini akan muncul apabila mengkonsumsi

ikan dengan kandungan histamin yang berlebih, yaitu dalam jumlah diatas 70-1000

mg. Gejala yang ditimbulkan adalah muntah-muntah, rasa terbakar pada tenggorokan,

bibir bengkak, sakit kepala, kejang, mual, wajah dan leher kemerah-merahan, gatal-

gatal, dan badan lemas. Pada orang-orang yang peka terhadap histamin dapat

menyebabkan migran dan meningkatkan tekanan darah. Histamin tidak

membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, yaitu 8 mg/100 gram

ikan (Taylor, 1983). Menurut FDA (2001), keracunan histamin akan berbahaya jika

Page 18: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

22

seseorang mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin 50 mg/100 gram ikan.

Taylor (1983) menambahkan pula bahwa jika penanganan ikan dilakukan secara tidak

higienis menyebabkan ikan tersebut mengandung histamin sebesar 20 mg/100 gram.

Reaksi pembentukan histidin menjadi histamin dapat dilihat pada gambar 2 (Keer et

al. 2002).

Gambar 2. Reaksi Pembentukan HistaminSumber : (Keer et al. 2002)

Gejala keracunan histamin mirip dengan gejala alergi yang dialami oleh orang

yang sensitif terhadap ikan atau bahan makanan asal laut. Akibatnya, orang sering

keliru membedakan gejala keracunan histamin dengan alergi. Sampai saat ini

memang belum pernah dilaporkan adanya kematian akibat keracunan histamin.

Meskipun begitu, kita harus tetap waspada karena efek yang ditimbulkannya juga

tidak bisa dianggap semudah itu. Langkah paling tepat untuk mencegah keracunan

histamin adalah dengan cara memilih dan mengkonsumsi ikan yang masih segar dan

bermutu baik. Selain itu perlu di perhatikan pula cara penanganan ikan secara tepat

dan benar, sehingga kemungkinan bahayanya dapat dihindari (Taylor, 1983).

Perubahan struktur kimia histidin menjadi histamin, dimana enzim pemecah

karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan sendiri. Sebagian besar enzim

pemecah tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran

-CH2-CH-COOH histidin (CH2)2-NH2

H-N N NH2dekarboksilase H-N N

Histidin - co2 Histamin

Page 19: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

23

pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan dari luar. Bagian

depan tubuh ikan biasanya memiliki kadar histamin paling tinggi, dan terendah di

bagian ekor. Amina biogenik diproduksi pada jaringan ikan oleh bakteri dari famili

Enterobacteriaceae, seperti Morganella, Klebsiella, dan Hafnia yang menghasilkan

enzim histidin decarboxylase. Apabila telah diproduksi enzim decarboxylase, maka

akan terus menerus dihasilkan histamin meskipun pertumbuhan bakteri telah

dihambat dengan suhu dingin hingga 4°C.

Di dalam daging ikan terdapat kadar histidin yang tinggi, dimana histamin di

dalam daging diproduksi oleh hasil karya enzim yang menyebabkan pemecahan

histidin yaitu enzim histidin dekarboksilase. Melalui proses dekarboksilasi

(pemotongan gugus karboksil) dihasilkan histamin. Satuan kadar histamin dalam

daging dapat dinyatakan dalam mg/100 g ; mg % atau ppm (mg/100 g). Histidin

bebas yang terdapat dari daging ikan erat sekali hubungannya dengan terbentuknya

histamin dalam daging (Hadiwiyoto, 1993). Tingkat bahaya histamin / 100 g daging

ikan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Tingkat bahaya histamin / 100 g daging ikan.

N0 Kadar histamin per 100 g Tingkat bahaya1 Kurang dari 5 mg Aman dikonsumsi2 5-20 mg Kemungkinan toksik3 20-100 mg Berpeluang toksik4 Lebih dari 100 mg Toksik

Sumber: Shalaby (1996) dalam Sumner et al. (2004)

Page 20: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

24

2.6 Derajat Keasaman (pH)

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat

keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan (Nordstrom, dkk, 2000).

Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi

juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium

tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor

lingkungan dapat di bagi atas biotik dan abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri

atas makhluk-makhluk hidup, yaitu, mencakup adanya asosiasi atau kehidupan

bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose

dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika yaitu suhu,

atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan,

serta faktor kimia yaitu adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya,

(Hadioetomo, 1985).

Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau basa.

Kebanyakan bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian

basil kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik

pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen, tumbuh paling baik pada pH netral (pH7)

atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh pada pH 6 tidak jarang

dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5. Sangat jarang suatu

organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4, bakteri autotrof tertentu merupakan

pengecualian karena banyak bakteri menghasilkan produk metabolisme yang bersifat

asam atau basa (Volk & Wheeler,1993).

Page 21: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

25

Mikroba umumnya menyukai pH netral yaitu pH 7. Beberapa bakteri dapat

hidup pada pH tinggi (medium alkalin) apabila mikroba ditanam pada media dengan

pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media 8 maka

pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pHnya mikroba dapat

dikelompokan menjadi 3 yaitu mikroba asidofil adalah kelompok mikroba yang dapat

hidup tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0 pada pH 2,0-5,0, mikroba mesofil (neutrofil)

adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan mikroba alkafil

adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5.0 (Brooks dkk, 1994).

2.7 Coliform

Bakteri Coliform adalah jenis bakteri yang umum digunakan sebagai indikator

penetuan kualitas sanitasi makanan dan air. Coliform sendiri sebenarnya bukan

penyebab dari penyakit-penyakit bawaan air, namun bakteri jenis ini mudah untuk

dikultur dan keberadaannya dapat digunakan sebagai indikator keberadaan organisme

patogen seperti bakteri lain, virus atau protozoa. Organisme-organisme tersebut

merupakan parasit yang hidup dalam sistem pencernaan manusia serta terkandung

dalam faeses. Organisme indikator digunakan ketika seseorang terinfeksi oleh bakteri

patogen, dan orang tersebut akan mengekskresi organisme indikator jutaan kali lebih

banyak dari pada organisme patogen. Hal inilah yang menjadi alasan untuk

menyimpulkan bila tingkat keberadaan organisme indikator rendah maka organisme

patogen akan jauh lebih rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (Servais, 2007).

Jenis bakteri Coliform berbentuk bulat, gram negatif, tidak berspora serta

memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas apabila di inkubasi pada

35-37°C. Bakteri ini banyak terdapat pada faeses organisme berdarah panas, dapat

Page 22: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

26

juga ditemukan di lingkungan perairan, di tanah dan pada vegetasi. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat bakteri coliform pada badan air maka

badan air tersebut sudah tercemar oleh faeses. Genus yang termasuk dalam kelompok

bakteri Coliform antara lain Citrobacter, Enterobacter, Escherichia, Hafnia,

Klebsiella, Serratia.

Bakteri Coliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak pathogen,

mudah serta cepat dikenal dalam tes laboratorium serta dapat dikuantifikasikan, tidak

berkembang biak saat bakteri pathogen tidak berkembang biak, jumlahnya dapat

dikorelasikan dengan probabilitas adanya bakteri pathogen, serta dapat bertahan lebih

lama dari pada bakteri pathogen dalam lingkungan yang tidak menguntungkan.

E. coli adalah bakteri Coliform yang sering ditemukan pada feses manusia dan

hewan berdarah panas. Dalam suatu penelitian, ditemukan bahwa dari sejumlah orang

yang diteliti, 92% diantaranya mengandung E. coli dalam fesesnya dengan jumlah

sekitar 109/gr (berat kering) (Eyles dan Davey, 1989).

Bakteri Coliform dapat di bedakan menjadi dua golongan yaitu ;

1. Bakteri Coliform golongan fekal misalnya Escherichia coli.

2. Bakteri Coliform golongan non fekal.misalnya Enterobacter aerogenes.

Penentuan Coliform dan E. coli yang bertujuan untuk mengukur tingkat

kebersihan yang keberadaannya pada makanan atau unit pengolahan merupakan

indikator terjadinya kontaminasi faeces atau kegagalan dalam suatu proses

pengolahan (Murtiningsih, 1997).

Menurut Herry Siswanto (2006) dalam penjelasannya di harian Suara

Merdeka yaitu bahwa tercemarnya bakteri E. coli bisa membahayakan kesehatan

Page 23: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

27

masyarakat karena bisa menyebabkan penyakit diare dan mual-mual. Lebih lanjut

oleh Mchlan (1984) dalam BPPMHP (2005) memberikan penjelasan bahwa

umumnya bakteri Coliform merupakan flora usus manusia atau hewan berdarah

panas, dapat ditemukan di tanah, air dan biji-bijian.

2.7.1 Karakteristik E. coli

E. coli tidak dapat memproduksi H2S, tetapi dapat membentuk gas dari

glukosa, menghasilkan tes positif terhadap indol, dan memfermentasikan laktosa.

Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu antara 80 C- 460 C, dengan suhu optimum

dibawah temperatur 370 C. Bakteri ini berada dibawah temperatur minimum atau

sedikit diatas temperatur maksimum tidak segera mati, melainkan berada dalam

keadaan dormancy, disamping itu E. coli dapat tumbuh pada pH optimum berkisar

7,2-7,6 ( Dwidjoseputro D. 1998; Gani A. 2003).

E. coli bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan

hewan. Seorang bakteriolog yaitu Theodor Escherich, pertama kali mengidentifikasi

E. coli tahun 1885 dari babi yang menderita enteritis. Enteritis merupakan peradangan

usus yang bisa menyebabkan sakit perut, mual, muntah, dan diare baik manusia

maupun hewan. E. coli merupakan bakteri yang bisa hidup pada lingkungan yang

berbeda. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia

(Berg 2004; Bhunia 2008; Manning 2010).

Genus Eschericia merupakan bakteri berbentuk batang (1x4 μm), motil, dan

mesofilik. Bakteri ini sering ditemukan di dalam pencernaan manusia, hewan

berdarah panas, dan burung (Ray 2004; Duffy 2006; Bhunia 2008). Spesies

terpenting dari genus Eschericia ialah E. coli (Ray 2004; Adams dan Moss 2008). E.

Page 24: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

28

Coli merupakan famili Enterobacteriaceae yang termasuk bakteri enterik. Bakteri

enterik ialah bakteri yang bisa bertahan di dalam saluran pencernaan termasuk sruktur

saluran pencernaan rongga mulut, esofagus, lambung, usus, rektum, dan anus. E. coli

bisa hidup sebagai bakteri aerob maupun bakteri anaerob. Oleh karena itu, E. coli

dikategorikan sebagai anaerob fakultatif (Manning 2010).

E. coli dapat dibedakan dengan Enterobacteriaceae lainnya berdasarkan uji gula-

gula dan uji biokimia. Secara sederhana uji-uji untuk grup penting ini disebut dengan

indole, methyl red, Voges-Proskeur, citrate atau disingkat IMViC (Adams dan Moss

2008). Hasil uji gula-gula famili Enterobacteriaceae diperlihatkan dalam Tabel 6 .

Tabel 6. Hasil uji IMViC famili Enterobacteriaceae

Bakteri Indole Methyl Red Voges Proskeur Citrate

E. coli + + - -

Salmonella T - + - +

Citrobacter f - + - +

Klebsiella p - - + +

Enterobacter a - - + +

Sumber : (Adams dan Moss, 2008)

E. coli termasuk flora normal, namun terdapat banyak galur patogen yang bisa

menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Ada enam grup E. coli patogen

yang telah diidentifikasi. Masing-masing grup memiliki virulensi dan mekanisme

patogenik yang berbeda serta inang yang spesifik (Duffy 2006). Galur E. coli yang

menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic E.

coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC),

enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan

Page 25: Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Sumbereprints.ung.ac.id/6419/5/2013-2-2-54244-632409022-bab2... · kelenjar ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap

29

enteroaggregative E. coli (EAEC) (Duffy 2006; Meng dan Schroeder 2007; Bhunia

2008; Laury et al. 2009; Manning 2010).