Ham Piagam Madinah
-
Upload
meysha-meza-tiara -
Category
Documents
-
view
120 -
download
7
Transcript of Ham Piagam Madinah
PIAGAM MADINAH
Kelahiran Piagam Madinah tidakla lepas dari adanya hijrah Nabi Muhamad SAW dari Makkah
ke Madinah, dan merupakan kepanjangan dari dua perjanjian sebelumnya yaitu bai’at aqabah 1
dan 2. Dan setelah hijrahnya Nabi ke Madinah, maka muncullah masyarakat Islam yang damai,
tentram dan sejahtera di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari
Muhajirin dan Anshar, dan beberapa kabilah arab dari Yahudi dan kaum musyrik Madinah. Dan
setelah itu, maka Madinah menjadi pusat bagi kegiatan keislaman dan perkembangan dunia
Islam.
Dengan tercapainya kesepakatan antar kaum di Madinah, maka semakin heterogenlah
masyarakat yang menduduki Madinah. Selain itu, perjanjian ini juga menjadi sangat penting bagi
diri Nabi sendiri. Piagam madinah ini secara tidak langsung menunjukkan kapasitas Nabi sebagai
seorang pemimpin dan politikus yang ulung, ditandai dengan:
a) Keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyatukan umat Islam dalam satu panji, yaitu
Islam, dengan mengabaikan perbedaan suku, ras dan kabilah. Dan menyatukan hati
semua kaum muslimin dalam satu perasaan.
b) Menjadikan agama sebagai alasan yang paling kuat, sebagai pengerat antar umat
mengalahkan hubungan antar keluarga.
c) Bahwa ikatan yang terbangun atas dasar agama terdapat didalamnya hak-hak atas setiap
individu, dan tercapainya kedamaian dan ketentraman umat
d) Adanya kesamaan hak antara kaum muslimin dan yahudi dalam hal maslahat umum, dan
dibukannya pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin memeluk agama Islam dan
melindungi hak-hak mereka.
Piagam madinah sendiri terdiri dari 70 pasal, dan ditulis dalam 4 tahapan yang berbeda. Pada
penulisan pertama terdapat 28 pasal, yang didalamnya mengatur hubungan antara kaum
muslimin sendiri. Pada penulisan yang kedua ada 25 pasal yang mengatur hubungan antara umat
Islam dan Yahudi. Dan penulisan yang ketiga terjadi setelah terjadinya perjanjian Hudaibiyah
pada tahun ke-2 Hijrah, yang merupakan penekanan atau pengulangan dari pasal pertama dan
kedua. Sedangkan pada tahap yang keempat ini hanya terdapat 7 pasal dan mengatur hubungan
antara kabilah yang memeluk Islam.
Riwayat Piagam Madinah
Ibnu Katsir meriwayatkan dalam Bidayahnya dari Muhammad ibnu Ishak dengan tanpa sanad,
beliau berkata (Rasulullah SAW telah menulis sebuah perjanjian antara kaum Muhajirin dan
Anshar, dan juga Yahud; Bismilah hirrahman nirrahim, ini perjanjian dari Muhammad SAW
dengan Muslimin dan Mu’minin dari Kuraisy dan Yastrib, dan siapa saja yang mengikuti
mereka).
Selain itu ada juga riwayat lain yang meriwayatkan Piagam Madinah ini, yaitu dari Imam
Ahmad, dari Afan, dari Hamad bin Salamah, dari Asim Al-Ahwal, dari Anas bin Malik;
Rasulullah SAW membuat sebuah perjanjian antara Muhajirin dan Anshar dirumah Anas bin
Malik. Dan telah diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad, Bukhori, Muslim, dan Abu Daud dari
berbagai sumber, dari Asim bin Sulaiman, dari Anas bin Malik. Beliau berkata, Rasulullah SAW
telah mengadakan perjanjian antara Quraisy dan Anshar dirumahku. Selain itu, Imam Ahmad
berkata, telah berkata kepada kita Nasr bin Baab, dari Hajjaj, dia berkata; Suraij telah berkata
kepada kita, dari Abad, dari Hajjaj, dari Umar bin Syuaib, dari Ayahnya, dari Kakeknya;
Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengadakan perjanjian antara Muhajirin dan Anshar.
Isi Piagam Madinah
Berikut ini adalah teks Piagam Madinah yang ditulis pada tahap pertama yang terdiri dari 18
pasal:
1. Umat Islam adalah umat yang satu, berdiri sendiri dalam bidang akidah, politik, sosial,
dan ekonomi, tidak tergantung pada masyarakat lain.
2. Warga umat ini terdiri atas beberapa komunitas kabilah yang saling tolong-menolong.
3. Semua warga sederajat dalam hak dan kewajiban. Hubungan mereka didasarkan pada
persamaan dan keadilan.
4. Untuk kepentingan administratif, umat dibagi menjadi sembilan komunitas; satu
komunitas muhajirin, dan delapan komunitas penduduk Madinah lama. Setiap komunitas
memiliki system kerja sendiri berdasarkan kebiasan, keadilan, dan persamaan.
5. Setiap komunitas berkewajiban menegakkan keamanan internal.
6. Setiap kominitas diikat dalam kesamaan iman. Antara warga satu komunitas dan
komunitas lain tidak diperkenankan saling berperang; tidak boleh membunuh dalam
rangka membela orang kafir, atau membela orang kafir dalam memusuhi warga
jomunitas muslim.
7. Umat Islam adalah umat Allah yang tidak terpecah belah.
8. Untuk memperkuat persaudaraan dan hubungan kemanusiaan diantara umat Islam, warga
muslim menjadi pelindung bagi warga muslim lainnya.
9. Orang Yahudi yang menyatakan setia terhadap masyarakat Islam harus dilindungi.
Mereka tidak boleh dianiaya dan diperangi.
10. Stabilitas umat adalah satu. Satu komunitas berparang, semuanya berperang.
11. Apabila satu komunitas berperang maka komunitas lain wajib membantu
12. Semua warga wajib menegakkan akhlak yang mulia.
13. Apabila ada golongan lain yang bersekutu dengan Islam dalam berperang, maka umat
Islam harus saling tolong-menolong dengan mereka.
14. Oleh karena orang Kuraisy telah mengusir Muhajirin dari Mekah, maka penduduk
Madinah, muasrik sekalipun, tidak boleh bersekutu dengan mereka dalam hal-hal yang
dapat membahayakan penduduk muslim Madinah.
15. Jika ada seorang muslim membunuh muslim lain secara sengaja, maka yang membunuh
itu harus diqisas (dihukum setimpal), kecuali ahli waris korban berkehendak lain. Dalam
hal ini seluruh umat Islam harus bersatu.
16. Orang yang bersalah harus dihukum. Warga lain tidak boleh membelanya.
17. Jika terjadi konflik atau perselisihan yang tidak dapat dipecahkan dalam musyawarah,
maka penyelesaiannya diserahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
18. Semua kesalahan ditanggung sendiri. Seorang tidak diperkenankan
mempertanggungjawabkan kesalahan teman (sekutu)-nya.
Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal:
Preambule: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah piagam
dari Muhammad, Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari
Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang
bersama mereka.
Pasal 1: “Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain”.
Pasal 2: “Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka,
bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.”
Pasal 3: “Banu ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat
di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara mukminin”.
Pasal 4: “Banu Sa’idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 5: “Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 6: “Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 7: “Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 8: “Banu ‘Amr Ibn ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 9: “Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 10: “Banu al-’Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin”.
Pasal 11: “Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat
menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam
pembayaran tebusan atau diat”.
Pasal 12: “Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu
mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya”.
Pasal 13: “Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara
mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau
kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya,
sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka”.
Pasal 14: “Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran
(membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk
(membunuh) orang beriman”.
Pasal 15: “Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang
dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan
lain”.
Pasal 16: “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan
santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya)”.
Pasal 17: “Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat
perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah
Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka”.
Pasal 18: “Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama
lain”.
Pasal 19: “Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam
peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk
yang terbaik dan lurus”.
Pasal 20: “Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik)
Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman”.
Pasal 21: “Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas
perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat).
Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya”.
Pasal 22: “Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya
pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman
kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi
pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak
diterima daripadanya penyesalan dan tebusan”.
Pasal 23: “Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut
(ketentuan) Allah ‘azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad SAW”.
Pasal 24: “Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan”.
Pasal 25: “Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum
Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini
berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat.
Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya”.
Pasal 26: “Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf”.
Pasal 27: “Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf”.
Pasal 28: “Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf”.
Pasal 29: “Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf”.
Pasal 30: “Kaum Yahudi Banu al-’Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf”.
Pasal 31: “Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf,
kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya”.
Pasal 32: “Suku Jafnah dari Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu
Sa’labah)”.
Pasal 33: “Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat)”.
Pasal 34: “Sekutu-sekutu Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu
Sa’labah)”.
Pasal 35: “Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)”.
Pasal 36: “Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad
SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain).
Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan
keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan)
ini”.
Pasal 37: “Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada
kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi
musuh Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari
khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan
diberikan kepada pihak yang teraniaya”.
Pasal 38: “Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan”.
Pasal 39: “Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya “haram” (suci) bagi warga Piagam ini”.
Pasal 40: “Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin,
sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat”.
Pasal 41: “Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya”.
Pasal 42: “Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini,
yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut
(ketentuan) Allah ‘azza wa jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya
Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini”.
Pasal 43: “Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi
pendukung mereka”.
Pasal 44: “Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang
kota Yatsrib”.
Pasal 45: “Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak
lawan) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu
harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi
ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang
agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya”.
Pasal 46: “Kaum yahudi al-’Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban
seperti kelompok lain pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari
semua pendukung Piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari
kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bwertanggungjawab atas perbuatannya.
Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi Piagam ini”.
Pasal 47: “Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang
yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang
zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan
Muhammad Rasulullah SAW”.
Hak Asasi Manusia Dalam Piagam Madinah
Perjuangan panjang masyarakat barat dalam menegakkan Hak Asasi Manusia yang ditandai
dengan munculnya Magna Charta hingga Universal Declaration of Human Right, ternyata telah
terlebih dahulu di dahului umat Islam, yaitu dengan adanya Piagam Madinah yang menjadi
tonggak awal berdirinya Negara Islam di bawah panji Islam.
Piagam Madinah, yang merupakan piagam tertulis pertama di dunia ini telah meletakkan dasar-
dasar Hak Asasi Manusia yang berlandaskan Syari’at Islam. Pada awal pembukaan Piagam
Madinah telah disebutkan bahwa semua manusia itu adalah umat yang satu, yang dilahirkan dari
sumber yang sama, jadi tidak ada perbedaan antara seorang dengan orang lain dalam segala hal.
Namun dalam islam ada satu hal yang membuat seorang dianggap lebih tinggi derajatnya dimata
Allah, yaitu kadar imannya, jadi bukan dilihat dari warna kulit, suku, ras, Negara dan jenis
kelaminnya, namun kadar iman seseorang itu yang membedakannya dengan orang lain.
Selain adanya persaman hak diantara setiap manusia, Piagam Madinah juga mengakomodasi
adanya kebebasan (yang dimaksud kebebasan disini adalah kebebasan yang masih dalam ruang
lingkup syari’ah) yang berbeda dengan kebebasan yang terdapat dalam undang-undang lain pada
masa sekarang ini, yang mengedepankan hawa nafsu manusia daripada ketentuan syari’at.
Dalam masalah kebebasan ini, yang dengannya terjaminlah segala kemaslahatan manusia dari
segala bentuk penindasan, ketakutan, dan perbudakan. Selain itu, kebebasan juga menjadikan
manusia seperti apa yang dikehendaki Allah SWT, sebagai khalifah Allah di bumi ini dan
hambanya sekaligus.
Dari uraian diatas dapat diambil sebuah kesimpulan, bahwa Hak Asasi Manusia yang dimaksud
oleh Piagam Madinah adalah Persamaan antara setiap individu manusia dalam segala segi
kehidupan bermasyarakat, dan juga kebebasan manusia dalam beragama dan hormat-
menghormati antar pemeluk agama, Hak-hak politik yang di tandai dengan adanya persamaan
hak antara setiap manusia di muka hukum dan social politik.
Asas Hak Asasi Manusia dalam Piagam Madinah
Hikmah dari kemanusiaan yang ada dalam Islam adalah; Persaudaraan, Kebebasan dan
Persamaan. Dan Islam, menyeru kepada ketiganya itu, menempatkannya dalam gambaran yang
nyata, dan melindunginya dengan akidah dan syari’atnya dengan kuat, dengan tidak hanya
mencantumkannya dalam hukum-hukumnya sebagai syair-syair, bahkan Islam telah
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari para umatnya.
Ada dua asas yang sangat mendasar dalam Piagam Madinah, yang tidak terdapat di Negara
manapun kecuali Negara yang didirikan dengan dasar agama, pertama, kebebasan beragama,
kedua, adalah asas yang mendasari adanya pemikiran kemanusiaan dan persaudaraan, asas yang
melindungi persamaan hak dan persamaan kewajiban atas segenap individu dari seluruh warga
Negara.
Pada hakikatnya Piagam Madinah itu mempunyai empat rumusan utama, yang merupakan inti
dari keseluruhan pasal yang ada, yaitu;
a. Persatuan umat Islam dari berbagai kabilah menjadi umat yang satu.
b. Menumbuhkan sikap toleransi dan tolong-menolong antara komunitas masyarakat yang
baru.
c. Terjaminnya kemanan dan ketentraman Negara, dengan diwajibkannya setiap individu
untuk membela Negara.
d. Adanya persamaan dan kebebasan bagi semua pemeluk agama, dalam kehidupan sehari-
hari bersama masyarakat muslim.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah
adalah;
a. Persamaan
b. Kebebasan beragama
c. Hak Ekonomi,
d. Hak hidup.
Aplikasi Hak Asasi Manusia dalam Piagam Madinah (Persamaan Hak)
Islam adalah agama kemanusiaan, asas dari kemanusiaan ini dalam Islam adalah
penghormatannya terhadap manusia melebihi dari pada yang lainnya, tanpa melihat perbedaan
warna kulit, ras, suku, jenis kelamin dan kasta. Dalam surah Al-Hujurat ayat 13 diterangkan
bahwa, Allah menciptakan semua manusia bebeda-beda dan bersuku bangsa bukanlah untuk
saling menindas, saling menghina, dan saling menjatuhkan. Tapi, perbedaan ini ditujukan
semata-mata agar semua manusia saling mengenal antara yang satu dengan yang lainnya, dan
saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Tak terbantahkan lagi, bahwa dalam Islam semua manusia bersaudara, mereka adalah anak dari
satu ayah dan satu ibu yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Ini sebagai mana yang telah
diterangkan Allah dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat yang pertama.
Sebagai contoh nyata, dapat kita lihat pada masa Rasulullah, yaitu pada waktu hijrah dari Mekah
ke Madinah. Kaum Anshar yang pada saat itu menerima kedatangan saudaranya Muhajirin
dengan tangan terbuka, dan bahkan diantara mereka ada yang memberikan sebagian hartanya
untuk menolong saudaranya yang meninggalkan semua harta bendanya demi menjaga keutuhan
iman mereka dari rongrongan kaum musrik Mekah.
Maka, dengan hangatnya sambutan Anshar atas saudara mereka Muhajirin yang berhijrah demi
agama dari Mekah ke Madinah inilah yang menjadikan mereka (Anshar) sebagai suritauladan
yang sangat baik dalam penegakan Hak Asasi Manusia dalam Islam dengan tidak membedakan
status sosial yang ada, mereka dengan suka rela menolong saudara mereka seiman yang sedang
mempertahankan iman mereka.
KOMENTAR
Menurut pendapat saya, telah disebutkan bahwa semua manusia itu adalah umat yang satu, yang
dilahirkan dari sumber yang sama, jadi tidak ada perbedaan antara seorang dengan orang lain
dalam segala hal walaupun di dunia banyak pemeluk agam yang berbeda beda. Namun dalam
islam ada satu hal yang membuat seorang dianggap lebih tinggi derajatnya dimata Allah, yaitu
kadar imannya, jadi bukan dilihat dari warna kulit, suku ras, Negara dan jenis kelaminnya,
Namun kadar iman seseorang itu yang membedakannya dengan orang lain. Allah menciptakan
kita berbeda beda agar kita mempunyai rasa saling hormat menghormati, sayang menyayangi
dan saling menghargai. Kita harus menghormati hak setiap manusia, walaupun kita berbeda
keyakinan, kulit, ras, kasta dll. Dalam agama islam kita adalah manusia, makhluk yang satu tidak
ada perbedaan manusia dimata sang Pencipta.
Hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah dapat diklasifikasi menjadi tiga,
yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan hak mencari kebahagiaan. Setiap manusia harus
menghormarti hak hidup seseorang, tidak ada satupun yang berhak merampas hak hidup seorang
manusia seperti membunuh dan menjadikannya budak seumur hidup. Setiap manusia layak
diberi kebebasan dalam menentukan pilihan dalam hidup mereka. Kebebasan beragama,
mengeluarkan pendapat, bebas dari kemiskinan, bebas dari perbudakan, rasa takut dll. Islam
mengajarkan agar setiap manusia saling menghormati dan menghargai agar tercipat suatu
keadaan nyaman, tentram, damai dan bahagia, karena salah satu hak manusia adalah hak mencari
kebahagian. Dalam Piagam Madinah, meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas,
karena Allah SWT adalah sang pencipta alam, dan beserta isinya. Maka makna kebahagiaan itu
bukan hanya semata-mata karena kecukupan materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan
ketenangan batin. Seperti, ketenangan batin disaat seseorang beribadah kepada Allah SWT.
Fenomena Piagam Madinah ini yang dijadikan pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta
perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama tersebut sampai menimbulkan
decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N
Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM,
terlampau modern untuk ukuran zaman itu. Dalam Piagam Madinah paling tidak ada dua ajaran
pokok yaitu : semua pemeluk Islam adalah satu umat walu mereka berbeda suku bangsa dan
hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim harus saling menghormati.
Perhatian islam terhadap HAM sangat kuat, karena dalam islam hak seseorang merupakan
sesuatu yang sangat hakiki, Karen itu merupakan pemberian langsung dari sang pencipta.
HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM
Islam sebagai agama dengan ajarannya yang universal dan konprehensif meliputi akidah, ibadah,
mu’ammalah dan akhlak yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan; dimensi ibadah
memuat ajaran tenang mekanisme pengabdian manusia kepada Allah dengan memuat ajaran
tentang hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar. Kesemua
dimensi ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syari’at
atau fikih. Dalam konteks syari’at dan fikih itulah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia
(HAM).
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sebagai agama telah
menempatkan manusia sebagai mahluk terhormat dan mulia. Karena itu perlindungan dan
penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dan ajaran Islam itu sendiri yang wajib
dilaksanakan oleh ummatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali.
Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (haq al-insan) dan hak Allah
(haqullah). Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan
juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut,
misalnya, shalat, manusia tidak perlu campur tangan untuk memaksakan seseorang mau shalat
atau tidak, karena shalat merupakan hak Allah, maka tidak ada kekuatan duniawi apakah itu
negara, organisasi ataupun teman yang berhak mendesak seseorang untuk melakukan shalat.
Shalat merupakan urusan pribadi yang bersangkutan dengan Allah, meskipun demikian dalam
shalat itu ada hak individu manusia yaitu berbuat kedamaian antar sesamanya.
Sementara itu dalam hak al-insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk
mmengelola harta yang dimikinya, namun demikian pada hak manusia itu tetap ada hak Allah
yang mendasarinya. Konsekwensinya adalah bahwa meskipun seseorang berhak memanfaatkan
benda miliknya, tetapi tidak boleh menggunakan harta miliknya itu untuk tujuan yang
bertentangan dengan ajaran Allah. Jadi sebagai pemilik hak, diakui dan dilindungi dalam
penggunaan haknya, namun tidak boleh melanggar hak mutlak (hak Allah). Kepemilikan hak
pada manusia bersifat relatif, sementara pemilik hak yang absolut hanyalah Allah.
Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan theo-sentris
(theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syari’atnya sebagai tolok ukur
tentang baik-buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagi pribadi amupun sebagai warga
masyarakat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada
ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep
tauhid juga mencakup ide parsamaan dan persatuan semua mahluq yang oleh Harun Nasution
dan Bakhtiar Efendi disebut dengan ide peri kemahlukan. Peri kemahlukan memuat nilai-nilai
kemanusiaan dalam arti sempit. Ide Peri Kemahlukan mengandung makna bahwa manusia tidak
bole sewenang-wenang terhadap sesama mahluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar.
HAM dalam Islam sebenarnya bukan barang asing, kerena wacana tentang HAM dalam Islam
lebih awal dibandingkan dengan konsep atau ajaran lainnya. Dengan kata lain Islam datang
secara inhern membawa ajaran entang HAM.Ajaran Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam
sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qur-an dan Al-Hadits, yang merupakan sumber ajaran
normative, juga terdapat dalam praktek kehidupan umat Islam.
KOMENTAR
Menurut pendapat saya, HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah
menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan
penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan
oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu
bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi. Islam merupakan
suatu agama yang mempunyai ajaran bahwa setiap manusia harus saling menghormati dan telah
ditanamkan semenjak kita kecil. Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak
manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan
undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Kita sebagai muslim
mengacu kepada alquran dan hadist, dimana disana telah berisikan ajaran-ajaran islam kepada
umatnya. Tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan, kekejaman, dan pelanggaran atas hak-
hak asasi manusia. Dalam konteks ajaran Islam, menawarkan konsep kerja sama berdasarkan
keadilan, saling menghormati, dan persaudaraan. Masalah keyakinan adalah masalah Tuhan,
yang manusia sendiri tidak memiliki kewenangan untuk mengadili.