hiperbillirubin
-
Upload
savitri-ahs -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of hiperbillirubin
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.
B. Klasifikasi dan Etiologi
1. Hiperbilirubinemia fisiologis
Kriteria
Tidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam). Peningkatan bilirubin normal total tidak lebih dari 5 mg% perhari. Pada cukup bulan mencapai puncak pada 72 jam. Serum bilirubin 6 – 8 mg%. pada hari kelima akan turun sampai 3 mg%. selama 3 hari kadar bilirubin 2 – 3 mg%. turun perlahan sampai dengan normal pada umur 11 – 12 hari. Pada BBLR/premature bilirubin mencapai puncak pada 120 jam serum bilirubin 10 mg% (10 – 15%) dan menurun setelah 2 minggu.
Etiologi
Umur eritrosit lebih pendek (80-90 hari), sedangkan pada dewasa 120 hari. Jumlah darah pada bayi baru lahir lebih banyak (± 80 ml/kg BB), pada dewasa 60 ml/kg BB. Sumber bilirubin lain lebih banyak daripada orang dewasa. Jumlah albumin untuk transport bilirubin relative kurang terutama pada premature. Flora usus belum banyak, adanya peningkatan aktivitas dekonjugasi enzim β glukoronidase.
2. Hiperbilirubinemia patologis
Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total meningkat lebih dari 5 mg% perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin total lebih dari 12 mg%, pada bayi premature >15 mg%. bilirubin conjugated >1,5 – 2 mg%. ikterus berlangsung >1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi premature.
Etiologi
1) Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis
Disebabkan oleh penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena:
- Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)
- Inkompabilitas ABO
- Defisiensi G6PD
- Sepsis
- Obat-obatan seperti oksitosin
2) Gangguan transport bilirubin, dipengaruhi oleh:
- Hipoalbunemia
- Prematuritas
- Obat-obatan seperti sulfonamide, salisilat, diuretic, dan FFA (free fatty acid) yang berkompetisi dengan albumin
- Hipoksia, asidosis, hipotermi
- Pemotongan tali pusat yang lambat
- Polisitemia
- Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar.
3) Gangguan uptake bilirubin, karena:
- Berkurangnya ligandin
- Peningkatan aseptor Y dan Z oleh anion lain (novobiosin)
4) Gangguan konjugasi bilirubin
- Defisiensi enzim glukoronil transferasi, imaturitas hepar
- Ikterus persisten pada bayi yang diberi ASI
- Hipoksia dan hipoglikemia
5) Penurunan ekskresi bilirubin disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus biliaris.
6) Gangguan eleminasi bilirubin
- Pemberian ASI yang lambat
- Pengeluaran mekonium yang lambat
- Obstruksi mekanik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA IKTERUS NEONATORIUM (HIPERBILIRUBINEMIA) A. LANDASAN TEORI 1. DEFINISI Hiperbilirubinemia adalah meningginya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal yang terjadi pada bayi baru lahir. 2. KLASIFIKASI Dibagi menjadi: a. Ikterus fisiologis Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5-6 dan menghilang pada hari ke-10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik biasa. Kadar bilirubin serum bayi cukup bulan ≠ > 12 mg/dL dan pada BBLR 10 mg/dL, dan akan hilang pada hari ke-14. b. Ikterus patologis 1) Ikterus timbul dalam 24 jam 1 kehidupan; serum bilirubin total > 12
mg/dL. 2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau > dalam 24 jam 3) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas serum, defisiensi enzim 6-6 pada dan sepsis.
14) Bil direk > 1 mg/dL atau kenaikan bil serum 1 mg/dL/jam atau > 5 mg/dL/hari. 5) Konsentrasi bil serum > 10 mg % pada BKB dari 12,5 mg % pada BCB 6) Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan > 14 hari pada BBLR. 3. ETIOLOGI a. Ikterus fisiologis 1) Kurangnya protein Z dan Y, enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya. 2) Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau asam lemak bebas yang akan menghambat kerja G-6-PD. b. Ikterus patologis 1) Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO. 2) Kelainan dalam SDM, ex. Defisiensi G-6-PD, thalasemia, dll. 3) Hemolisis: polisitemia, perdarahan karena trauma lahir 4) Infeksi: hepatitis 5) Kelainan metabolik: hipoglikemia 6) Obat-obat yang menggantikan ikatan bil d, albumin ex. Salgonamida,
salisilat, gentamisin, sodium benzoat, dll. 7) Piaro enterohepatik yang meningkat: obstruksi usus letak meningkat.
24. PATOFISIOLOGI a. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenasi, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. b. Setelah pemecahan Hb, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. c. Bil yang tidak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukoronat (enzim G-6-PD) menjadi bil mono dan diglucuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk). Bil yang terkonjugasi larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal dengan konjugasi. Bil masuk dalam empedu melalui membran kanalikular, kemudian ke sistem gastrointestinal, dan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik. d. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut dalam lemak, baik terkonjugasi non polar (bereaksi indirek). e. Pada bayi dengan hiperbilirubinemia, kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase, rendahnya pengambilan dalam hepatic kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik.
3f. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi pada 3-5 hari setelah lahir, jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan berangsur-angsur menurun pada kadar yang lebih rendah. Jika ASI dihentikan, kadar bil serum akan turun dan cepat biasanya hanya dalam beberapa hari. g. Bil yang patologis tampak ada kenaikan bil dalam 24 jam I kelahiran. Sedangkan untuk bayi yang ikterus fisiologis muncul antara 3-5 hari sesudah lahir. 5. KOMPLIKASI a. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bil indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nukleus subtalamus, nukleus merah di dasar ventrikel IV. b. Bilirubin encephalophaty (komplikasi serius) 6. PENATALAKSANAAN a. Fototerapi: dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bil dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bil. dari biliverdin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivitas bil bebas. Cahaya hijau dapat mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Cahaya dapat menyebabkan fotokimia dalam kulit yang mengubah bil indirek ke dalam fotobilirubin yang mana diekskreksikan
4dalam hati kemudian ke empedu, kemudian produk akhir reaksi atau reversible dan diekskresikan ke dalam empedu tanpa perlu dikonjugasi. b. Fenobarbitol, dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sitensis hepatik glukoromil transferase yang mana dapat meningkatkan bil konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein di mana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. c. Antibiotik, apabila terkait dengan infeksi d. Transfusi tukar, apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
5PATOFISIOLOGI BERDASARKAN PENYIMPANGAN KDM Penyakit hemolitik, Obat-obatan, Gangguan fungsi hepar antagonis misal: salisilat (infeksi, asidosis, hipoksia) ↓ ↓ ↓ Hemolisis Defisiensi albumin Jaundice ASI (pregnanediol) ↓ ↓ ↓ Pembentukan bilirubin Jumlah bilirubin yang Defisiensi G-6-PD bertambah akan diangkut ke hati ↓ berkurang Konjugasi bil indirek menjadi bil direk rendah Bilirubin indirek meningkat ↓ Hiperbilirubinemia Dalam jaringan ekstravaskuler
Otak (kulit, konjungtiva, mukosa ↓ dan alat tubuh lain) Kernikterus ↓ Kecemasan orang tua/ Ikterus Resiko injury internal keluarga ↓ Fototerapi Kurang informasi ↓ orang tua Resiko gangguan ↓ integritas kulit Persepsi yang salah ↓ Kurang pengetahuan orang tua/keluarga
6B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Pengumpulan Data Data dasar klien: 1) Aktivitas Latergi, malas 2) Sirkulasi Mungkin pucat, menandakan anemia. 3) Eliminasi a) Bising usus hipoaktif b) Pasase mekonium mungkin lambat c) Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin d) Urine gelap pekat 4) Makanan/cairan a) Riwayat perlambatan/makan oral buruk b) Palpasi abdomen dapat menunjukkan perbesaran limfa, hepar. 5) Neurosensori a) Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan inkompatibilitas
Rh berat. b) Opistetanus dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
76) Pernafasan a) Riwayat afiksia 7) Keamanan a) Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus b) Tampak ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi. 8) Penyuluhan/Pembelajaran a) Faktor keluarga, misal: keturunan etnik, riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). b) Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. c) Faktor penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern. 9) Pemeriksaan Diagnostik a) Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO. b) Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi pratern. c) Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
C. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme pertama, sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah.meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam urin dan tidak terjai bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukab urobilinogen (akibat peningkatan bebab bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine. Urine dan feses berwarna lebih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah Hb abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibody dalam serum (inkompatibilitas Rh atau transfuse akibta penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat, dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoesis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia pernisiosa, dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yang berlangsung kronis dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin, di luar itu, hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/dl pada bayi dapat menyebabkan terjadinya kernikterus.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi (2003), gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:
· Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum, dan hipotoni.
· Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistotonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dispasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003), gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata, terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.
E. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain:
· Bayi tidak mau menghisap
· Letargi
· Mata berputar2
· Gerakan tidak menentu (involuntary movements)
· Kejang tonus otot meninggi
· Leher kaku
· Opistotonus
F. Manifestasi klinis
Menurut Wong (2005)
waktu timbulnya ikterus berkaitan erat dengan penyebaran ikterus.
- Timbul pada hari pertama: inkompabilitas ABO/Rh, infeksi intra uteri, toksoplasmosis.
- Hari ke-2 dan ke-3: ikterus fisiologis
- Hari ke-4 dan ke-5: Ikterus karena ASI
- Setelah minggu pertama: Atresia ductus pasca choleductus, infeksi pasca natal, hepatitis neonatal
Jaundice (kulit menjadi kuning)
- Pertama kali muncul pada kepala dan berangsur2 menyebar pada abdomen dan bagian tubuh yang lain
- Kuning terang orange: unconjugated bilirubin
- Kuning kehijauan: Conjugated bilirubin.
G. Penatalaksanaan medis
1. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan cara:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat2an yang dapat meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfat furazol, oksitosin, dsb.
c. Pencegahan pengobatan hipoksin pada janin dan neonatus
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Pemberian makanan dini
f. Pencegahan infeksi
2. Penanganan
Fototherapy
Fototherapy dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin, memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototherapy menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebutfotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam duodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin. Fototherapy mempunyai peranan dalam mencegah peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis.
Secara umum fototherapy harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4 – 5 mg/dl pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Mekanisme: menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urin (urobilinogen) dan feses (sterkobilin). Terdiri dari 8 – 10 buah lampu yang tersusun parallel 160 – 200 watt, menggunakan cahaya fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam. Jarak bayi dan lampu antara 40 – 50 cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (karbon, dll), posisi diubah setiap 1-6 jam. Dapat dilakukan sebelum atau sesudah transfuse tukar.
Transfusi pengganti
Transfusi pengganti atau intermediet diindikasikan adanya faktor2:
1. Titer anti Rh dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir perdarahan 24 jam pertama
4. Test Coombs positif
5. Kadar bilirubin direk <3,5 mg/dl pada minggu pertama
6. Serum bilirubin indirek <20 mg/dl pada 48 jam pertama
7. Hb >12 gr/dl
8. Bayi dengan hidrops saat lahir
9. Bayi pada resiko terjadi kern ikterus
Tranfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap antibody maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (peka)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan bilirubin.
Transfusi tukar
Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan mengganti darah yang terhemolisis. Indikasi: pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dl atau bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototherapy, kenaikan bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk (+).
Terapi obat
Antibiotic diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.
Pada Rh inkompabiliti diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4 – 8 jam kadar bilirubin harus dicek. Hb harus diperiksa setiap hari untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mensekresinya. Obat ini
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine hingga menurunkan siklus enterohepatika.
H. Klasifikasi
Penggolongan hiperbilirubin berdasarkan terjadinya ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
· Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
· Infeksi intra uterin (virus, toksoplasma, syphilis, dan kadang2 bakteri)
· Kadang2 oleh defisiensi enzim G6PD
Px yang perlu dilakukan:
· Kadar bilirubin serum berkala
· Darah tepi lengkap
· Golongan darah ibu dan bayi
· Test coombs
· Px skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsy hepar bila perlu
2. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam sesudah lahir
· Biasanya ikterus fisiologis
· Masih ada kemungkinan inkomtabilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar bilirubin cepat misalnya melebihi 5 mg%/jam
· Defisiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin
· Polisitemia
· Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar, sub kapsula, dll)
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka px yang perlu dilakukan:
· Px darah tepi
· Px darah bilirubin berkala
· Px skrining enzim G6PD
· Px lain bila perlu
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
· Sepsis
· Dehidrasi dan asidosis
· Defisiensi enzim G6PDpengaruh obat2
· sindromaCriggler-Najar, sindroma gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
· Karena ikterus obstruktif
· Hipotiroidisme
· Breast milk jaundice
· Infeksi
· Hepatitis neonatal
· Galaktosemia
Px lab. Yang perlu dilakukan:
Px bilirubin berkala
Px darah tepi
Skrining enzin G6PD
Biakan darah, biopsy hepar ada indikasi
I. Pengkajian
1. Riwayat orang tua
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, polisitemia, infeksi, hematoma, obstruksi pencernaan, dan ASI.
2. Px fisik
Kuning, pallor konvulsi, letargi, hipotonik, menangis melengking, refleks menyusu yang lemah, iritabilitas.
3. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orangtua.
4. Pengetahuan keluarga, meliputi:
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki penyakit yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari hiperbilirubinemia.
J. Dx Keperawatan
Defisit volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, fototherapy, dan diare.
Peningkatan suhu tubuh b.d efek fototherapy
Gangguan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare
Gangguan parenting b.d perpisahan
Kecemasan orang tua b.d therapy yang diberikan pada bayi
Resiko tinggi trauma b.d efek fototherapy
Resiko tinggi trauma b.d transfuse tukar
K. Intervensi
Dx I: Defisit volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, fototherapy, dan diare
NOC: Cairan tubuh neonatus adekuat
NIC:
· Catat jumlah dan kualitas feses
· Pantau turgor kulit
· Pantau intake output
· Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol
Dx II: Peningkatan suhu tubuh b.d efek fototherapy
NOC: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
NIC:
· Beri suhu lingkungan yang netral
· Pertahankan suhu antara 35,5 – 37oC
· Cek tanda vital tiap 2 jam
Dx III: Gangguan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare
NOC: Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
NIC:
· Kaji warna kulit tiap 2 jam
· Pantau bilirubin direk dan indirek
· Ubah posisi tiap 2 jam
· Masase daerah yang menonjol
· Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya
Dx IV: Gangguan parenting b.d perpisahan
NOC: orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment”, orang tua dapat mengekspresikan ketidakmengertian proses bounding
NIC:
· Bawa bayi ke ibu untuk disusui
· Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara anaknya
· Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
· Dorong orang tua mengekspresikan perasaanya
Dx V: Kecemasan orang tua b.d therapy yang diberikan pada bayi
NOC: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala2 untuk disampaikan pada tim kesehatan.
NIC:
· Kaji pengetahuan keluarga klien
· Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning
· Proses therapy dan perawatannya
· Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi di rumah
Dx VI: Resiko tinggi trauma b.d efek fototherapy
NOC: neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda2 gangguan akibat forotherapy
NIC:
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan bayi dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genitalia serta bokong ditutup dengan kain yang memantulkan cahaya, usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir, matikan lampu, buka mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam, buka penutup mata setiap akan disusui, ajak bicara dan berikan sentuhan setiap memberikan perawatan.
Dx VII: Resiko tinggi trauma b.d transfuse tukar
NOC: Transfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
NIC:
Catat kondisi umbilical jika vena umbilical yang digunakan, basahi umbilical dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, bayi puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis drah dan Rh ibu serta darah yang akan ditransfusikan adalah darah segar, pantau tanda vital selama dan sesudah transfuse, siapkan suction bila diperlukan, amati adanya gangguan cairan dan elektrolit, apneu, bradikardi, kejang, monitor px lab sesuai program.
Diposkan oleh ners_qeets di 23:44
Tidak ada komentar: kterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
E. Tanda dan Gejala
Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
Anemia
Petekie
Perbesaran lien dan hepar
Perdarahan tertutup
Gangguan nafas
Gangguan sirkulasi
Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.
b) Pemeriksaan fisik
• Kuning
• Pucat
• Urine pekat
• Letargi
• Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
• Penurunan refleks menghisap
• Gatal
• Tremor
• Convulsio (kejang perut)
• Menangis dengan nada tinggi
c) Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d) Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.
B. Diagnosa keperawatan
1) Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis
Tujuan/Kriteria: Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
Rencana Tindakan:
Monitor tanda-tanda vital
Monitor bilirubin serum
Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
Kolaborasi terapi dengan tim medis
Berikan minum ekstra
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
2) Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap.
Tujuan/Kriteria: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana Tindakan:
Berikan minum melalui sonde (ASI yang diperah atau PASI)
Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
Monitor intake dan output
Monitor berat badan tiap hari
Observasi turgor dan membran mukosa
3) Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria: Suhu tubuh tetap normal
Rencana Tindakan:
Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
Berikan minum tambahan
4) Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria: Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan
Rencana Tindakan:
Kaji efek samping fototerapi
Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8 jam
Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
Observasi dan catat penggunaan lampu
5) Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria: Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit
Rencana Tindakan:
Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
Gunakan lotion pada daerah bokong
Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
Lakukan alih baring dan pemijatan
6) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria: Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
Rencana Tindakan:
Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
Berikan support mental
Libatkan orang tua dalam pSebelum membahas hiperbilirubinemia, maka perlu diketahui dulu tentang ikterus pada bayi. Karena itu merupakan salah satu tanda hiperbilirubinemia yang dapat diketahui oleh seorang perawat sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang.
A. Definisi
1. Ikterus
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice.
2. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua – ketiga
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f. Tidak mempunyai dasar patologis
3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.
B. Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
C. Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
a. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR
g. Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
G. Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
2. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
3. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
H. Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Derajat
Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin (rata-rata)
Aterm Prematur
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai dengan umbilicus 8,9 9,4
3 Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut 11,8 11,4
4 Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan dan kaki 15,8 13,3
5 Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari
I. Diagnosis Banding Ikterus
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui Kemungkinan diagnosis
1. Timbul saat lahir hari ke-2
2. Riwayat ikterus pada bayi sebelumnya
3. Riwayat penyakit keluarga: ikterus, anemia, pembesaran hati, pengangkatan limfa, defisiensi G6PD Sangat ikterus
Sangat pucat
Hb<13 g/dl, Ht<39% Bilirubin>8 mg/dl pada hari ke-1 atau kadar Bilirubin>13 mg/dl pada hari ke-2 ikterus/kadar bilirubin cepat
Bila ada fasilitas: Coombs tes positif
Defisiensi G6PD
Inkompatibilitas golongan darah ABO atau Rh Ikterus hemolitik akibat inkompatibilitas darah
1. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke2 atau lebih
2. Riwayat infeksi maternal Sangat ikterus
Tanda infeksi/sepsis: malas minum, kurang aktif, tangis lemah, suhu tubuh abnormal Lekositosis, leukopeni, trombositopenia Ikterus diduga karena infeksi berat/sepsis
Timbul pada hari 1 1.
2. Riwayat ibu hamil pengguna obat
3. Ikterus hebat timbul pada hari ke2
4. Ensefalopati timbul pada hari ke 3-7
5. Ikterus hebat yang tidak atau terlambat diobati
6. Ikterus menetap setelah usia 2 minggu
7. Timbul hari ke2 arau lebih
8. Bayi berat lahir rendah Ikterus
Sangat ikterus, kejang, postur abnormal, letragi
Ikterus berlangsung > 2 minggu pada bayi cukup bulan dan > 3 minggu pada bayi kurang bulan
Bayi tampak sehat Bila ada fasilitas: Hasil tes Coombs positif
Faktor pendukung: Urine gelap, feses pucat, peningkatan bilirubin direks Ikterus akibat obat
Ensefalopati
Ikterus berkepenjangan (Prolonged Ikterus)
Ikterus pada bayi prematur
J. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi
pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.rosedur fototerapi 5