ii - repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/696/1/SKRIPSI.pdf · KAMPUNG KELUARGA BERENCANA”. Dalam...
Transcript of ii - repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/696/1/SKRIPSI.pdf · KAMPUNG KELUARGA BERENCANA”. Dalam...
i
ii
Motto :
“Carpe diem, quam minimum credula postero”
( Petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok )
Lukas 16: 10-11
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara
besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga
dalam perkara-perkara besar”
“menyerah bukanlah pilihan, karena jika kita menyerah, kita sama dengan gagal”
iii
iv
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang Maha Agung dan
Maha Pengasih, saya persembahkan karya tulis ini kepada :
Kedua Orang Tua saya :
Bapak FERDINANDUS TAMBUN dan Ibu ANI SARASWATI
Yang telah mendidik dan mengasihi saya sepenjang hidup, dan memberi semangat
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya ini.
Saudari saya : FREDERIKA YOLANDA DEVITANIA
yang juga memberikan dukungan dan kasih dalam kehidupan saya, serta
Keluarga Besar serta kerabat yang memberikan dukungan dan bantuan dalam menyusun
skripsi ini.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan kehidupan, talenta serta berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan Judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM
KAMPUNG KELUARGA BERENCANA”.
Dalam tulisan ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan dan kemahan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritikan yang membangun dan saran dari para
pembaca demi kebaikan penulis dan bersama sehingga skripsi ini sungguh bermanfaat
bagi para mahasiswa atau yang hendak menggunakan skripsi ini sebagai referensi tugas
dan digunakan dengan baik dimasa yang akan datang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Selokah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” yang telah menerima
saya sebagai mahasiswa.
2. Bapak Drs. Hastowiyono, MS yang telah membimbing skripsi saya dengan baik.
3. Bapak Drs. Suharyanto, MM sebagai dosen akademik.
4. Dosen Penguji.
5. Teman – teman seperjuangan Group IPIB 2014, dan para sahabat x-seminari
ymv Jogja, Semaput Family, Sindau Squad, HPMDKH, FKPMKS, PSM JCOO,
dan para senior serta organisasi lainya yang pernah saya ikuti.
6. Seluruh jajaran Pemerintah Desa Riam Tapang yang bersedia menjadi tempat
penelitian skprisi ini, serta
7. Seluruh pihak yang telah membatu dan mendukung saya dalam menyusun
skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, semoga semuanya
mendapat berkat dari Tuhan.
Yogyakarta, 20 Maret 2019
Penyusun
Yovensius Yoni Diannanda
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i
MOTTO........ ........................................................................................................ ii
HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
INTISARI ............................................................................................................. ix
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 11
D. Kerangka Konsep ...................................................................................... 13
1. Pengertian Desa .................................................................................. 13
2. Pemerintah Desa ................................................................................. 14
3. Pembangunan Desa ............................................................................. 15
4. Kebijakan Publik ................................................................................. 27
5. Implementasi Kebijakan Publik .......................................................... 30
6. Program Kampung Keluarga Berencana ............................................ 41
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 45
F. Metode Penelitian ..................................................................................... 46
vii
BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN ............................................................ 53
BAB III IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG KB .................................. 74
A. Pelaksanaan program kampung KB .......................................................... 74
B. Pelaksanaan program kampung KB .......................................................... 79
C. Pengawasan program kampung KB .......................................................... 84
D. Evaluasi program kampung KB ................................................................ 85
E. Analisis Model Implementasi ................................................................... 91
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 95
A. Kesimpulan .............................................................................................. 95
B. Saran ........................................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 97
DAFTAR PERTANYAAN .................................................................................. 99
LAMPIRAN ..........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 Identitas Informan ..................................................................... 48
2. Tabel 2.1 Perkembangan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ............. 57
3. Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ....................... 58
4. Tabel 2.3 Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan .......................................... 59
5. Tabel 2.4 Perkembangan Penduduk Desa Menurut Pendidikan ............... 59
6. Tabel 2.5 Penduduk Berdasarkan Agama ................................................. 60
7. Tabel 2.6 Sarana dan Prasarana Kesehatan Desa ...................................... 61
8. Tabel 2.7 Prasarana Pendidikan Desa ....................................................... 62
9. Tabel 2.8 Prasarana Peribadatan ............................................................... 62
ix
INTISARI
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Sebagai
negara dengan ledakan jumlah penduduk yang tinggi dan tingkat kematian ibu dan anak
yang tinggi pula, pemerintah berupaya untuk mengendalikan jumalah penduduk dengan
mengeluarkan program unggulannya. Pada Januari 2016, Presiden Joko Widodo
mengelarkan program yang bernama Program Kampung Keluarga Berencana (KB)
dengan upaya tidak hanya mengatasi jumlah penduduk yang tinggi dan meningkat
setiap tahun tetapi juga berorientasi mengenai kesehatan keluarga, lingkungan dan
pemberdayaan masyarakat, program ini juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 52
Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan sehingga memperkuat program ini.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan metode
kualitatif. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses
implementasi program kampung KB dalam upaya mengendalikan ledakan jumlah
penduduk di Indonesia dan melihat apakah program kampung KB ini dijalankan sesuai
dengan tujuannya hingga serta sungguh memberikan pengetahuan, kesehatan keluarga,
kesehatan lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat. Adapun teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan dalam
menentukan informan, peneliti menggunakan skema model analisis interaktif yang
terdiri dari tahap reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan kepada 7 orang
informan. Penelitian dilakukan di Desa Riam Tapang, Kecamatan Silat Hulu,
Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat yang telah berhasil mendapatkan
apresiasi dari BKKBN sebagai pengelola program kampung KB terbaik tingkat nasional
tahun 2017.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program kampung KB di
Desa Riam Tapang telah berhasil dilaksanakan. Hal ini dikarenakan dalam
impelentasinya telah sesuai dengan Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis
(Juknis) yang berlaku serta sesuai prosedur program kampung KB sehingga bagi
Pemerintah dan masyarakat Desa Riam Tapang memberikan manfaat yang sangat
banyak terutama pengetahuan mengenai pentinganya kesehatan dalam keluarga,
pengetahuan mengenai bahaya hamil diluar nikah, menikah diusia muda, pengendalian
kehamilan, kesehatan keluarga, kebersihan lingkungan, dan manfaat pemberdayaan
masyarakat bagi desa. Jadi, secara keseluruhan kinerja Pemerintah Desa Riam Tapang
bisa dikatakan optimal sesuai teknis dan prosedurnya.
Kata kunci : Impementasi, Program Kampung KB, Pemerintah Desa Riam Tapang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk
yang banyak. Berdasarkan peringkat dunia, Indonesia menempati peringkat ke 4
dengan jumlah penduduk hampir mencapai 260 juta jiwa pada tahun 2017, hal
ini terjadi karena setiap tahun jumlah penduduk Indonesia selalu bertambah.1
Penyebab terjadi bertambahnya penduduk karena tekanan angka kelahiran lebih
banyak daripada angka kematian.
Pada tahun 1971-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup
tinggi sekitar 2,33 persen. Gerakan Keluara Berencana (KB) yang kita kenal
sekarang awalnya dipelopori oleh beberapa orang tokoh, baik di dalam maupun
di luar negeri. Sejak saat itulah berdirilah perkumpulan-perkumpulan KB di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan PKBI (perkumpulan
keluarga berencana Indonesia) pada 23 Desember 1957. Pemerintahan Soeharto
pada tahun 1970 berupaya untuk menekan laju angka kelahiran dengan
membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) guna
mengajak masyarakat Indonesia untuk mengikuti program keluarga berencana di
mana jumlah anak dibatasi maksimal dua saja. Program Keluarga Berencana
(KB) dilakukan secara teknis menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah
terjadinya pembuahan antara sel sperma dengan sel ovum. Dalam kurun waktu
sekitar 16 tahun (1970-1986) data statistik menyatakan bahwa Jumlah peserta
1 http://jateng.tribunnews.com/2017/08/02/data-terkini-jumlah-penduduk-indonesia-lebih-dari-262-juta-
jiwa
2
KB dari 0,3 juta orang telah meningkat menjadi 15,3 juta. Implikasi dari
banyaknya pengikut program KB itu sendiri adalah menciptakan hubungan
positif antara tingkat pengikut program KB dengan peningkatan pembangunan
nasional.2
Pertumbuhan penduduk ini kemudian mengalami penurunan yang cukup
tajam hingga mencapai 1,44 persen pada 1990-2000. Penurunan ini antara lain
disebabkan berkurangnya tingkat kelahiran sebagai dampak peran serta
masyarakat dalam program KB (Keluarga Berencana). Namun pada periode
sepuluh tahun berikutnya, tepatnya awal masa reformasi tahun 2000-2010 laju
pertumbuhan ini mengalami sedikit peningkatan sekitar 0,05 persen atau
menjadi 1,49 persen diakibatkan proses reformasi dan menekankan demokrasi
serta desentralisasi di Indonesia sehingga setiap warga negara berhak memiliki
anak lebih dari 2 dan tidak seperti dimasa orde baru sehingga pertumbuhan
penduduk pun kembali meningkat. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) apabila
tidak dikendalikan berakibat pada meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun
2010-2015 laju pertumbuhan penduduk Indonesia kembali mengalami
penurunan menjadi 1,43 persen dan pada tahun 2015-2017 diperkirakan kembali
meningkat menjadi 1,49 persen atau bertambah mencapai 4 juta jiwa pertahun.3
Lajunya pertumbuhan Indonesia pada beberapa tahun terakhir masih terbilang
tinggi karena target yang ingin dicapai oleh Pemerintah sekitar 0,05 persen atau
sekitar 2 juta jiwa pertahun karena angka tersebut dianggap ideal untuk
pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini.4
2 http://www.hariansejarah.id/2017/05/program-keluarga-berencana-kb-pada-masa-orde-baru.html
3 https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/laju-pertumbuhan-penduduk-indonesia-1483505895
4https://regional.kompas.com/read/2016/09/26/11312561/kepala.bkkbn.laju.pertumbuhan.penduduk.4.jut
a.per.tahun.idealnya.2.juta
3
Penyebab lajunya pertumbuhan penduduk Indonesia yaitu kerena
dampak dari Program KB tidak berjalan dengan baik. Hal ini terjadi kerena
menurunya kesadaran dan peran serta masyarakat akan pentingnya Program KB
di masyarakat dan kurangnya sosialisasi dan pemahaman program dari
pemerintah kepada masyarakat, menurunnya penggunaan alat kontrasepsi bagi
keluarga, kawin muda atau menikah dibawah usia 21 tahun serta keinginan
masyarakat untuk menambah anggota keluarga lebih dari 2 anak di dalam
sebuah keluarga walaupun Pemerintah menganjurkan 2 anak lebih baik dalam
satu keluarga yang merupakan selogan dari Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN).
Bertambahnya penduduk Indonesia mempunyai dampak positif juga bagi
keberlangsungan kehidupan karena Indonesia harus bergerak dari negara
berkembang menjadi negara maju. Kemungkinan yang akan terjadi jika laju
pertumbuhan penduduk sangat dibatasi akan mempercepat aging population
atau banyaknya usia nonproduktif dimasa mendatang seperti yang terjadi di
Jepang dan Cina karena banyak penduduk usia tua yang tidak lagi bisa
menggunakan kemampuannya untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan
negara. Oleh karena itu, Indonesia saat ini dinilai juga membutuhkan banyak
masyarakat usia produktif untuk bisa membawa Indonesia keluar dari jebakan
negara berkembang (middle income trap). Sebaliknya, lajunya pertumbuhan
penduduk juga menimbulkan dampak negatif bagi negara dan dinilai lebih
banyak dampak negatif daripada dampak positif oleh lajunya pertumbuhan
penduduk Indonesia. Dampak negatif yang timbul dari beberapa penyebab yang
telah disebutkan diatas yaitu selain bertambahnya penduduk namun juga
mempengaruhi lingkungan seperti berkurangnya ekosistem hutan karena secara
4
bertahap hutan akan beralih fungsi dan bertambahnya penduduk juga secara
bertahap mengakibatkan krisis energi dan pangan karena terbatasnya sumber
daya makanan dan energi akibat dari kerusakan lingkungan hidup serta
berpengaruh juga pada kesehatan lingkungan terutama bagi masyarakat yang
hidup di pesisir pantai dan desa yang kumuh.
Selain mempengaruhi lingkungan, dampak pertumbuhan penduduk
mempengaruhi beberapa faktor di antaranya banyaknya jumlah penduduk yang
tidak disertai dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menampung
seluruh angkatan kerja bisa menimbulkan pengangguran, kriminalitas, yang
bersinggungan pula dengan rusaknya moralitas masyarakat karena berhubungan
dengan tinggi rendahnya beban negara untuk memberikan penghidupan yang
layak kepada setiap warga negaranya. Kemudian faktor kemiskinan dan
pendidikan mengakibatkan anak putus sekolah atau juga tidak mendapatkan
pendidikan, serta faktor politik yaitu terjadinya desentralisasi mengakibatkan
Program KB kurang dijalankan karena tidak mempunyai payung hukum yang
kuat hingga program tersebut kurang berjalan, sehingga permasalahan yang
terjadi menjadi perhatian penting bagi Pemerintah Indonesia untuk mengatasi
permasalahan kependudukan.
Jumlah penduduk yang besar juga mempengaruhi potensi seberapa besar
kesejahteraan masyarakat, tetapi harus disadari juga bahwa dengan jumlah yang
besar tidak menjamin keberhasilan pembangunan. Kondisi ini jelas
menimbulkan dua sisi yang berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi
salah satu kekuatan yang besar untuk Indonesia, tetapi di lain sisi kondisi
tersebut menyebabkan beban negara menjadi semakin besar oleh karenanya,
pemerintah memberikan serangkaian usaha untuk menekan laju pertumbuhan
5
penduduk agar tidak terjadi ledakan penduduk yang lebih besar. Salah satu cara
yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya lembaga yang bertanggung jawab
mengatasi permasalahan tersebut yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) dengan menggalakkan program KB (Keluarga
Berencana).
Sejarah awal terbentuknya BKKBN pada tahun 1968 yang pada awalnya
disebut Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) oleh Pemerintah atas
pertimbangan berdasarkan surat Keputusan Presiden Suharto pada saat itu dan
Lembaga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah. Pada tahun
1969 LKBN berubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) berdasarkan Keppres Nomor 8 Tahun 1970. Dua tahun kemudian,
pada tahun 1972 keluar Keppres Nomor 33 tahun 1972 sebagai penyempurnaan
Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status Badan ini berubah menjadi
Lembaga Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden
sehingga untuk melaksanakan Program KB di masyarakat dikembangkan
berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat.
Tugas pokok BKKBN adalah mempersiapkan kebijakan umum serta
mengkoordinasikan Program KB Nasional dan kependudukan yang mendukung
program tersebut baik dari pusat maupun tingkat daerah hingga
penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.
Program KB Nasional merupakan salah satu program untuk
meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan
kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran,
pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan
kesejahteraan keluarga. Arahan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) ini
6
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2000. Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan
keluarga berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai
dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi
Keppres Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana
diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-lambatnya
Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah
diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian
tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era
desentralisasi.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan berimplikasi
terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang
tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional. BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk
melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas.
Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan
7
kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki
hubungan fungsional dengan BKKBN.
Peran dan fungsi BKKBN diperkuat dengan adanya peraturan Presiden
No. 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor
103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian sehingga
perlu dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap Renstra BKKBN tentang
Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-
2014 meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator
kinerjanya. Namun dengan kehadiran BKKBN tentunya dapat menekan lajunya
pertumbuhan penduduk. BKKBN merupakan salah satu Kementerian atau
Lembaga yang diberi mandat untuk mewujudkan Agenda Prioritas
Pembangunan atau agenda Nawacita yang merupakan agenda prioritas Presiden
Joko Widodo beserta kabinetnya setelah terpilih sebagai Presiden. Nawacita
merupakan agenda prioritas yang berisikan 9 program unggulan, dan yang
menjadi sorotan utama pada pembangunan penduduk ada pada agenda prioritas
nomor 5 yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup manusia Indonesia melalui
Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Namun yang menjadi
tugas penting dari BKKBN adalah menjaga stabilitas jumlah angka kelahiran
dan kematian pertahun agar tidak terjadi ketidakseimbangan angka kelahiran
dan kematian pertahun yang signifikan. Karena itu, BKKBN mempunyai
Program unggulan yaitu Program Kependudukan Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga (KKBPK). Pada tingkat Kabupaten/Kota, Program
KKBPK memang menjadi kewenangan daerah bahkan menjadi urusan wajib
sesuai dengan amanat PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
8
Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Oleh sebab itu, daerah
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan program KKBPK ini agar lebih
berhasil dan bermanfaat bagi orang banyak. Namun demikian, meskipun
menjadi kewenangan daerah, dalam pelaksanaannya, arah program KKBPK
tetap harus mengacu pada kebijakan BKKBN Pusat sebagai Lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
program KKBPK secara nasional. Semua daerah diharapkan dapat saling
bersinergi dalam mencapai keberhasilan program KKBPK secara umum.
Program KKBPK terus berupaya untuk menjaga stabilitas dan mengatasi
lajunya pertumbuhan penduduk dengan berkonsentrasi pada kependudukan dan
Keluarga Berencana.
Januari 2016 adalah tahun penting bagi BKKBN dan bagi bangsa
Indonesia pada umumnya. Pada tahun tersebut Presiden Joko Widodo mencoba
menggaungkan kembali program KB Nasional atau yang sekarang lebih dikenal
dengan Program KKBPK yaitu mencanangkan Kampung KB. Pencanangan
Kampung KB ini merupakan wujud dari program KKBPK dan salah satu
Program upaya pemerintah yang tidak hanya dimaksudkan untuk
mengendalikan jumlah penduduk akan tetapi lebih pada peningkatan kualitas
hidup masyarakat khususnya masyarakat miskin yang tinggal pada daerah
kumuh, terpencil, perbatasan, bantaran rel kereta api dan aliran sungai, sehingga
mereka dapat tumbuh menjadi masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut maka perlu kiranya dibuat perencanaan program
KKBPK khususnya di desa yang dijadikan fokus sebagai Kampung KB di
masing-masing kabupaten/kota diseluruh Indonesia berdasar pada kearifan lokal
yang dimiliki oleh masing-masing desa yang dipilih sebagai Kampung KB.
9
Perencanaan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumber daya yang tersedia. Yang patut digaris bawahi dalam pengertian tersebut
adalah dalam sebuah perencanaan perlu memperhitungkan sumber daya yang
tersedia, sehingga akan mudah menentukan langkah yang tepat untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai. Prinsip ini yang diterapkan dalam pembuatan
perencanaan program KKBPK di desa, karena perencanaan yang tepat akan
membantu pencapaian tujuan program secara efektif dan efisien.
Berlandaskan Undang-Undang nomor 52 Tahun 2009, Kampung KB
berkembang dengan pesat dan merupakan salah satu “senjata pamungkas” baru
pemerintah dalam mengatasi masalah kependudukan dan menjaga stabilitas
pertumbuhan penduduk pada periode ini, dan berkonsentrasi di desa atau
kampung terutama di wilayah-wilayah yang jarang “terlihat” oleh pandangan
pemerintah. Semangat membentuk dan mendirikan Kampung KB di seluruh
Nusantara telah menghasilkan ratusan Kampung KB. Prinsipnya Program
KKBPK mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera dengan melaksanakan
delapan fungsi keluarga. Penerapan fungsi keluarga ini membantu keluarga
lebih bahagia dan sejahtera, terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan. Pada tahun 2017 terpilih salah satu desa terbaik yang
menjalankan program KKBPK ini yaitu Desa Riam Tapang, Kecamatan Silat
Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat menyandang Desa
Pengelola Kampung KB terbaik Nasional 2017. Desa Riam Tapang terpilih
sebagai Desa yang sukses menjalankan Program ini dan mendapatkan
10
penghargaan sebagai Desa Pengelola Kampung Keluarga Berencana Berprestasi
2017.
Desa Riam Tapang merupakan Desa yang terpencil dan tertinggal serta
jauh dari jangkauan pemerintah namun pemerintah Desa berserta Pemerintah
Kabupaten bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjalankan program
Kampung KB tersebut. Desa Riam Tapang memenuhi kriteria penilaian dan
termasuk desa Terpencil. Perjalanan Desa Riam Tapang dalam mensukseskan
program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat sungguh menempuh proses
yang panjang. Kondisi Desa yang jauh dari pusat kecamatan memakan waktu 5
(lima) sampai 6 (enam) jam apalagi jarak tempuh ke ibu kota kabupaten sangat
jauh harus menempuh waktu satu hari dalam perjalanan. Akses transportasi
untuk bisa sampai ke Desa Riam Tapang menggunakan kendaraan darat dan air
karena jalur jalan darat yang masih kecil, bertanah tanpa semen beton dan aspal,
hingga jalur jalan yang ekstrim hingga jembatan kayu dibuat seadanya.
Sekalipun program KB aktif di desa tersebut Pemahaman tentang penggunaan
kontrasepsi yang masih kurang dari capaian rata-rata tingkat desa atau kelurahan
hingga akses kesehatan belum memadai. Dari berbagai aspek kondisi Desa
Riam Tapang tersebut pemerintah kabupaten menunjuk Desa Riam Tapang
untuk menjalankan Program KB karena BKKBN mewajibkan setiap kabupaten
memiliki desa yang mengelola Kampung KB tersebut hingga Pemerintah
Kabupaten Kapuas Hulu menilai bahwa desa Riam Tapang memiliki potensi
untuk bisa menjalankan program Kampung KB berdasarkan kriteria dan
kesanggupan desa tersebut. Berdasarkan kerjasama yang dijalin Desa Riam
Tapang dan instansi terkait, Desa Riam Tapang dengan bangga menjadi Desa
Pengelola Kampung KB terbaik tahun 2017.
11
Atas program KKBPK membuat sebuah kampung KB dan prestasi yang
Desa Riam Tapang peroleh membuat penulis mempunyai keinginan untuk
melakukan penelitian/observasi guna menjadikan bahan ini menjadi bahan
Skripsi. Penulis ingin mengetahui bagaimana Pemerintah Desa Riam Tapang
mengimplementasikan program Kampung KB sebagai subjek utama dalam
pelaksanaan program tersebut, bagaimana proses yang dilalui, seperti apa
pendanaan, pegawasan, dan pertangung jawaban hingga Desa Riam Tapang bisa
menjadi yang terbaik dari desa-desa yang juga menjalankan program Kampung
KB tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah dijelaskan pada
bagian diatas, maka dari pembahasan ini dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut : “Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Kampung
Keluarga Berencana di Desa Riam Tapang ?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelian yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Implementasi
Program Kampung KB dalam wujud pembangunan khususnya kesehatan
di Desa Riam Tapang dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
2. Upaya penulis untuk memperoleh nilai guna memenuhi syarat akademik.
12
b. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Desa Riam Tapang diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai
acuan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam upaya bersama
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Darerah untuk bersama mengatasi laju
pertumbuhan penduduk serta pemberdayaan masyarakat khususnya di
daerah pelosok dan terpencil.
2. Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat memberikan masukan dan acuan pemikiran yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan secara khusus bagi Ilmu
Pemerintahan dalam mempelajari Kebijakan terhadap pertumbuhan
penduduk melalui Program Kampung KB.
3. Manfaat Bagi Penulis
Sebagai sarana serta untuk memperluas pengalaman serta pengetahuan
yang diperoleh sehingga menambah wawasan dalam berfikir serta dalam
menganalisa suatu kebijakan dari Pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pertumbuhan penduduk melalui Program Kampung KB
secara khusus Desa Riam Tapang yang menjalankan Program tersebut.
13
D. Kerangka Konsep
1. Pengertian Desa
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Pasal 1
Ayat 1), pengertian Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batasan wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Republik
Indonesia.
Menurut R.H Unang Soenardjo dalam Nurcholis (2011:4) Desa adalah
sesuatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang
menetapkan dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki
ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena keturunan maupun
karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan
keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama; memiliki
kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan
rumah tangga sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa Desa
merupakan kesatuan masyarakat yang menetap atau tinggal disuatu wilayah
yang mempunyai ikatan lahir dan batin yang sangat kuat serta memiliki
landasan hukum untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat, hak asal usul, serta hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia.
14
2. Pemerintah Desa
Pengertian Pemerintah Desa menurut Peratuan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015 (Pasal 1 Ayat 3) adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Desa.
Pemerintahan Desa dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu perangkat desa
yang mempunyai tugas dan fungsi berbeda berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tetang Desa pasal 61 ayat 1 yang terdiri dari : (1)
sekretariat desa, dipimpin oleh sekretaris desa dibantu oleh unsur staf
kesekretariatan yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang
adminisrasi pemerintahan, (2) pelaksana kewilayahan, merupakan unsur
pembantu kepala desa sebagai satuan tugas kewilayahan dan, (3) pelaksana
teknis, merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai pelaksana tugas
oprasional.
Menurut Widjaja (2003:3) Pemerintah Desa adalah landasan pemikiran
mengenai keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan
pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan
subsistem dari sistem pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan
untuk mengurus dan mengatur masyarkatny sendiri. Pengertian
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaran urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarkat setempat dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan beberapa pengertian
diatas bahwa Pemerintah Desa merupakan unsur penyelenggara urusan
pemerintahan Desa yang terdiri dari kepala Desa dan dibantu oleh perangkat
15
Desa serta mempunyai landasan pemikiran tentang keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
3. Pembangunan Desa
Pembangunan desa adalah suatu program untuk meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan rakyat pedesaan lahir dan batin. Kansil dalam Patton
(2005:60) mengatakan pembangunan yang dilaksanakan di desa secara
menyeluruh dan terpadu dengan keseimbangan kewajiban yang serasi antara
pemerintah dan masyarakat, dimana pemerintah wajib memberikan
bimbingan, pengarahan, bantuan dan fasilitas yang diperlukan, sedangkan
masyarakat memberikan partisipasinya dalam bentuk swakarsa dan gotong
royong pada setiap pembangunan yang diinginkan. Pembangunan desa
adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Menurut Siagian (2005:108) pembangunan desa adalah keseluruhan proses
rangkaian usaha-usaha yang dilakukan dalam lingkungan desa dengan tujuan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta memperbesar
kesejahteraan dalam desa. Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya
merupakan pembangunan yang berlangsung menyentuh kepentingan
bersama. Dengan demikian desa merupakan titik sentral dari pembangunan
nasional Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan desa tidak mungkin bisa
dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi harus melalui koordinasi dengan
pihak lain baik dengan pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa pembangunan
desa merupakan keseluruhan proses usaha-usaha dan program untuk
16
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kesejahteraan lahir dan tidak
dilaksanakan oleh satu pihak namun melalui kordinasi dengan pihak lain.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tetang Desa,
Pembangunan desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Sejatinya pembangunan desa merupakan tanggung jawab semua elemen baik
pemerintah pusat sampai ke lapisan masyarakat, untuk itu pembangunan
Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
dan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tetang Pedoman Pembangunan
Desa, yakni :
a. Perencanaan
1.) Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa dengan
kewenangannya serta mengacu pada perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota.
2.) Perencanaan pembagunan yang dimaksud disusun secara berjangka
meliputi :
a.) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)
untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
b.) Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana
Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yaitu untuk jangka waktu 1
(tahun) tahun dan merupakan penjabaran dari RPJMDes.
17
3.) Peraturan desa tentang rencana pembangunan desa dan rencana kerja
pemerintah desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di
desa.
4.) RPJMDes dan RKPDes ditetapkan dengan peraturan desa.
5.) RPJMDes dan RKPDes merupakan pedoman dalam menyusun
anggaran pendapatan dan belanja desa yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
6.) Perencanaan pembangunan desa merupakan salah satu sumber
masukan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
Aktor-aktor atau pelaku pembangunan desa sebagaimana disebutkan
dalam Permendagri 114 Tahun 2014 tetang Pedoman Pembangunan
Desa pasal (2) ayat (3) adalah sebagai berikut :
1.) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai
dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota.
2.) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan seluruh masyarakat desa
dengan semangat gotong-royong.
3.) Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pembangunan desa.
4.) Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pemerintah desa
didampingi oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang secara
18
teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
Kabupaten/Kota.
5.) Dalam rangka mengkoordinasikan pembanguan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kepala desa dapat didampingi oleh tenaga
pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa,
dan/atau pihak ketiga.
6.) Camat atau sebutan lain melakukan koordinasi pendampingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di wilayahnya.
Pembanguan desa sebagaimana dimaksud pada pasal (2) mencakup
bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat
desa. Pada pasal 3 (tiga) Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 juga
mengatur tetang bagaimana cara pembentukan tim penyusun RPJMDes.
Adapun pembentukan tim penyusun RPJMdes. Berdasarkan
Permendagri Nomor 114 tahun Tahun 20014 adalah sebagai berikut :
1.) Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJMDes.
2.) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :
a. Kepala Desa selaku pembina.
b. Sekretaris Desa selaku Ketua.
c. Ketua lembaga pemberdayaan masyarakat desa selaku sekretaris.
d. Anggota berasal dari perangkat desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat, dan unsur
masyarakat lainnya.
19
3.) Jumlah tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit 7
(tujuh) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang.
4.) Tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengikutsertakan perempuan.
5.) Tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan
dengan keputusan Kepala Desa.
Setelah pembentukan tim penyusun RPJMDes, sebagaimana yang telah
diatur dalam Permendagri Nomor 114 tahun 2014, tim penyusun
RPJMDes melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
1.) Penyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota.
2.) Pengkajian keadaan desa.
3.) Penyusunan rancangan RPJMDes.
4.) Penyempurnaan rancangan RPJMDes.
Tentang penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa yang tertuang
dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014, pasal (10) dan (11) sebagai
berikut :
1.) Tim penyusun RPJMDes melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal
(9) huruf a.
2.) Penyelarasan arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk mengintegrasikan program dan kegiatan
pembangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan desa.
20
3.) Penyelarasan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengikuti sosialisai dan/atau mendapatkan
informasi tentang arah kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota.
4.) Informasi dan arah kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi :
a.) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten/Kota.
b.) Rencana strategis satuan kerja perangkat daerah.
c.) Rencana umum tata ruangwilayah Kabupaten/Kota.
d.) Rencana rinci tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.
e.) Rencana pembangunan kawasan perdesaan.
Dalam melaksanakan penyelarasan arah kebijakan, tim penyusun
RPJMDes sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 114
Tahun 2014 pasal (11) melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
1.) Kegiatan penyelarasan sebagaimana dimaksud dalam pasal (10),
dilakukan dengan cara mendata dan memilih rencana program dan
pembangunan Kabupaten/Kota yang akan masuk ke desa.
2.) Rencana Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikelompokan menjadi bidang penyelenggaraan pemeritahan desa,
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
3.) Hasil pendataan dan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam format data rencana program dan kegiatan
pembangunan yang akan masuk ke desa.
21
4.) Data rencana program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), menjadi lampiran hasil pengkajian keadaan desa.
Sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014,
pasal (12) dan (19), setelah melakukan kajian keadaan desa maka tim
penyusunan RPJMDes melaksanakan rencana pembangunan desa
melalui musyawarah desa, setelah melakukan musyawarah desa dalam
rangka penyusunan rencana pembangunan desa maka langkah
selanjutnya melakukan penyusunan rancangan RPJMDes yang telah
disetujui Kepala Desa dengan melaksanakan musyawarah. Adapun
penyusunan rencana pembangunan desa berdasarkan peraturan
Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 meliputi :
1.) Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan
pembangunan desa yang diadakan untuk membahas dan menyepakati
rancangan RPJMDes.
2.) Musyawarah perencanaan pembangunan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan unsur masyarakat.
3.) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
a. Tokoh adat.
b. Tokoh agama.
c. Tokoh pendidikan.
d. Perwakilan kelompok tani,
e. Perwakilan kelompok nelayan.
f. Perwakilan kelompok perajin.
g. Perwakilan kelompok perempuan.
22
h. Perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak.
i. Perwakilan kelompok masyarakat miskin.
4.) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
musyawarah perencanaan perencanaan pembangunan Desa dapat
melibatkan unsur masyarakat lain kecuali dengan kondisi sosial
budaya masyarakat.
b. Pelaksanaan
Sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014,
pelaksanaan pembangunan desa meliputi langkah-langkah sebagai
berikut:
1.) Pembangunan desa dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja
pemerintah desa.
2.) Pembagunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan
melibatkan seluruh masyarakat desa dengan semangat gotong
royong.
3.) Pelaksanakan pembangunan desa dilakukan dengan memanfaatkan
kearifan lokal dan sumber daya alam desa.
4.) Pembangunan lokal berskala desa dilaksanakan sendiri oleh desa.
5.) Pelaksanakan program sektoral yang masuk ke desa diinformasikan
kepada pemerintah desa untuk diintegritaskan dengan pembangunan
desa.
Dalam melaksanakan pembangauna desa, tahapan persiapan yang harus
dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat dan aparat pemerintahan,
sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014
meliputi :
23
1.) Penetapan pelaksana kegiatan.
2.) Penyusunan rencana kerja.
3.) Sosialisasi kegiatan.
4.) Pembekalan pelaksana kegiatan.
5.) Penyiapan dokumen administrasi.
6.) Pengadaan tenaga kerja.
7.) Pengadaan bahan/material.
Berdasarkan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Pasal (57) tim
pelaksana kegiatan pembangunan desa bertugas membantu kepala desa
dalam tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan kegiatan. Dalam
penyusunan rencana kerja sebagaimana yang tertuang dalam
Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Pasal (58) Tim pelaksana kegiatan
melaksanakan tugas :
1.) Pelaksana kegiatan menyusun rencana kerja bersama kepala desa.
2.) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat antara
lain :
a. Uraian kegiatan.
b. Biaya
c. Waktu pelaksanaan.
d. Lokasi.
e. Kelompok sasaran.
f. Tenaga kerja.
g. Daftar pelaksana kegiatan.
24
3.) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan
dalam format rencana kerja untuk ditetapkan dengan keputusan
kepala desa.
Dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan desa, Tim
pelaksana pembangunan mendapatkan Pembekalan Pelaksana Kegiatan,
sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014
Pasal (60) pembekalan pelaksana kegiatan meliputi :
1. Kepala Desa mengkoordinasikan pembekalan pelaksana kegiatan di
Desa.
2. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, provinsi, dan/atau pemerintah
derah Kabupaten/kota melaksanakan pembekalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3. Pelaksanaan pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
antara lain :
a. Kepala desa.
b. Perangkat desa.
c. Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
d. Pelaksana kegiatan.
e. Panitia pengadaan barang dan jasa.
f. Kader pemberdayaan masyarakat desa.
g. Lembaga pemberdayaan masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan desa mengutamakan pemanfaatan
sumberdaya alam yang ada di desa serta mendayagunakan swadaya dan
gotong royong masyarakat. Adapun kegiatan pembangunan desa
berdasarkan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 pasal (64) meliputi:
25
1.) Pelaksana kegiatan mendayagunakan sumberdaya manusia yang ada
di desa sekurang-kurangnya melakukan :
a. Pendataan kebutuhan tenaga kerja.
b. Pendaftaran calon tenaga kerja.
c. Pembentukan kelompok kerja.
d. Pembagian jadwal kerja.
e. Pembayaran upah dan/atau honor.
2.) Besar upah dana/honor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
sesuai dengan perhitungan besar upah atau honor yang tercantum di
dalam RKPDes yang telah ditetapkan dalam APBDes.
Sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014,
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa, kepala desa bertugas
melakukan berbagai pemeriksaan kegiatan dibidang infrastruktur desa
meliputi :
1.) Kepala desa mengkoordinasikan pemeriksaan tahap perkembangan
dan tahap akhir kegiatan infrastruktur desa.
2.) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibantu
oleh tenaga ahli dibidang pembangunan infrastruktur sesuai dengan
dokumen RKPDes.
3.) Dalam rangka penyediaan tenaga ahli sebagaimana dimaksuda pad
ayat (2), kepala desa mengutamakan pemanfaatan tenaga ahli yang
berasal dari masyarakat desa.
4.) Dalam hal tidak tersedia tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), kepala desa meminta bantuan kepada bupati/walikota
26
melalui camat perihal kebutuhan tenaga ahli di bidang pembangunan
infrastruktur yang dapat berasal satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota yang membidangi pekerjaan umum dari/atau tenaga
pendamping profesional.
c. Pemantauan dan pengawasan pembangunan desa
Dalam hal pemantauan dan pengawasan pembangunan desa, tidak hanya
aparat pemerintah desa yang memiliki hak, namun setiap elemen
masyarakat sama-sama memiliki hak yang luas, sebagaimana yang
tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 yang berhak
memantau dan mengawasi pembangunan desa meliputi :
1.) Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana
dan pelaksanaan pembangunan desa.
2.) Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pembangunan desa.
3.) Masyarakat desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan
terhadap pelaksanaan pembangunan desa kepada pemerintah desa
dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
4.) Pemerintah desa wajib menginformasikan perencanaan dan
pelaksanaan rencana pembangunan jangka menengah desa, rencana
kerja pemerintah desa, dan anggaran pendapatan dan belanja desa
kepada masyarakat dalam musyawarah desa paling sedikit 1 (satu)
tahun sekali.
5.) Masyarakat desa berpartisipasi dalam musyawarah desa untuk
menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan desa.
27
4. Kebijakan Publik
Kebijakan Publik menurut Thomas R. Dye dalam Anggara (2014:35)
adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk
melakukan sesuatu, tentu ada tujuannya karena kebijakan publik merupakan
tindakan pemerintah. Apabila pemerintah memiliih untuk tidak melakukan
sesuatu, juga merupakan kebijakan publik yang ada tujuannya.
Berbeda dengan Aminullah dalam Anggara (2014:37) menyetakan bahwa
kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk memeengaruhi sistem
pencapaian tujuan yang dinginkan. Upaya dan tindakan tersebut bersifat
strategis, yaitu kebijakan berjangka panjang dan menyeluruh.
Namun menurut Said Zainan Abidin dalam Anggara (2014:23) kebijakan
publik tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata
strategis. Oleh karena itu, kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman
umum untuk kebijakan dan keputusan khusus dibawahannya. Kebijakan
publik yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengatur kehidupan
bersama untuk mencapai visi dan misi yang telah disepakati.
Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah suatu pilihan atau pengambilan keputusan
pemerintah umtuk melakukan sesuatu, tentu ada tujuannya karena kebijakan
publik merupakan tindakan pemerintah untuk mempengaruhi sistem
pencapaian tujuan yang diinginkan serta kebijakan publik berfungsi sebagai
pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan khusus khusus dibawahnya.
28
a. Tahap-tahap Kebijakan Publik
Tahap-tahap kebijakan public menurut William Dun dalam Anggara
(2014:120) adalah sebagai berikut :
1.) Penyusunan Agenda, adalah subah fase proses yang sangat strategis
dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ruang untuk
memaknai masalah publik dan prioritas dalam angenda publik yang
dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai
masalah publik dan mendapatkan prioritas dalam agenda public, isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain.
2.) Formulasi kebijakan, yaitu masalah yang sudah masuk dalam agenda
kebijakan, kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-
masalah tersebut didefinisikan untuk mencari permecahan masalah
yang tebaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.
3.) Adopsi/legitimasi kebijakan, adalah bertujuan untuk memberikan
otoritasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitiamsi
dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara
dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara
akan mengikuti arahan pemerintah. Akan tetapi, warga negara harus
percaya bahwa tindakan pemerintah adalah sah.
4.) Penilaian/evaluasi kebijakan, evaluasi dalam hal ini dipandang
sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak
hanya dilakukan pada tahap akhir, tetapi juga dilakukan dalam
seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan dapat
29
meliputi tahap perumusan masalah kebijakan, program, yang
diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi,
dan tahap dampak kebijakan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan
Faktor-faktor yang memengaruhi pembuatan keputusan atau kebijakan
menurut Nigro dalam Anggara (2014:174) antara lain :
1) Adanya pengaruh tekanan dari luar, proses dan prosedur
pembuatan keputusan tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata
sehingga adanya tekanan-tekanan dari luar ikut berpengaruh
terhadap proses pembuatan keputusannya.
2) Peengaruh kebiasaan lama, sering diwarisi oleh para
administrator yang baru dan mereka secara terang-terangan
mengkritik atau menyalahkan kebiasaan lama yang telah berlaku
atau yang dijalankan oleh para pendahulunnya, apalagi para
administrator baru ingin segera menduduki jabatan barunya.
3) Pengaruh sifat-sifat pribadi, berbagai macam keputusan yang
dibuat oleh pembuat keputusan banyak memengaruhi oleh sifat-
sifat pribadinya. Seperti dalam proses penerimaan/pengangkatan
pegawai baru, faktor sifat-sifat probadi pembuat keputusan
berperan besar.
4) Adanya pengaruh dari kelompok luar, lingkungan sosial dan para
pembuat keputusan juga berpengaruh terhadap pembuatan
keputusan, seperti masalah pertikaian kerja, pihak-pihak yang
bertikai kurang respek pada upaya penyelesaian oleh orang
30
dalam, tetapi keputusan yang diambil oleh pihak-pihak yang
dianggap dari luar dapat memuaskan.
5) Adanya pengaruh keadaan masa lalu, pengalaman latihan dan
pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada
pembuatan keputusan. Misalnya, orang sering membuat
keputusan untuk tidak melimpahkan sebagian dari wewenang dan
tanggung jawab kepada orang lain karena khawatir wewenang
dan tanggung jawab yang dilimpahkan disalahgunakan.
5. Implementasi kebijakan publik
Implementasi merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan. Suatu
program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau
dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Studi implementasi merupakan
suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses
pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi pada prinsipnya adalah cara
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2012:135) implementasi
adalah memahami apa yang sebenarnya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan
yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan publik yang
mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan dampak/akibat nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Menurut ahli yang terkenal yaitu Van Meter dan Van Horn dalam Wahab
(2012:135) mengatakan bahwa proses implementasi sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat atau kelompok-kelompok
31
maupun swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan.
Definisi lain dari seorang ahli terkenal juga yaitu Grindle dalam Agustino
(2008:139) yang mendefiniskan keberhasilan implementasi dapat dilihat dari
prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai
dengan yang telah ditentukan yaitu dengan melihat action program dari
individual projects dan kedua apakah tujuan tersebut dapat tercapai. Hal ini
juga tidak jauh berbeda dari pendapat yang diutarakan oleh Lester dan
Stewart dalam Agustino (2008:139), Proses implementasi kebijakan dapat
dilihat dan diukur dari proses pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu tercapai
atau tidaknya tujuan yang ingin diraih.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa Implementasi kebijakan merupakan tindakan atau
pelaksanaan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk
melaksanakan keputusan yang telah disepakati melalui proses atau prosedur
demi tercapainya tujuan yang dikehendaki.
1. Model Implementasi Kebijakan publik
Waldo dalam Wahab (2016:86) menyatakan bahwa model implementasi
adalah saran untuk mengurangi semua konsepsi tentang sifat, realitis,
atau universal, yaitu untuk menyederhanakan pemahaman terhadap
sesuatu atau menggunakan analogi, dimana pengkonsepsian sesuatu
yang belum diketahui didasarkan pada seuatu yang telah diketahui, serta
menggunakan metafora untuk mengetahui kejelasan suatu fenomena.
Model-model implementasi kebijakan ada yang bersifat abstrak, ada pula
32
yang bersifat operasional. Berikut adalah model-model implementasi
kebijakan dalam perkembangannya yaitu :
a. Model Implementasi Van Metter dan Van Horn
Menurut Van metter dan Van Horn dalam Agustino (2008:141),
terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik
yaitu :
1.) Ukuran dan Tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang
realistis dengan sosio-kultur yang ada dilevel pelaksana
kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu
ideal utuk dilaksanakan di level warga, maka akan agak sulit
direalisasikan kebijakan tersebut hingga ke titik keberhasilan.
2.) Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang penting dalam menentukan suatu
proses keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu
dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber
daya manusia yang berkualitas sesuai dengan perkerjaan
berdasarkan kriteria kebijakan yang telah ditetapkan secara
politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber
daya ini tidak menekuni maka implementasi kebijakan sulit untuk
dijalankan sesuai dengan harapan. Tetapi diluar sumber daya
manusia, sumber daya lain yang perlu diperhatikan juga yaitu
33
sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Jadi Van Metter
dan Van Horn menekankan pada ketiga bentuk sumber daya yang
paling penting yaitu sumber daya manusia, finansial dan waktu.
3.) Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan informal yang akan terlibat dalam mengimplemenasikan
kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi
kebijakan akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang
tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu,
cakupan luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga
diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.
Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya
semakin banyak juga agen pelaksana yang dilibatkan.
4.) Sikap Kecendrungan para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi berhasil atau tidaknya kinerja
implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh
karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formasi
warga setempat yang mengenal betul kondisi dan situasi yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang implementor laksanakan
adalah kebijakan dari atas dan yang sangat mungkin para
pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui bahkan tidak
mampu menyentuh kebutuhan, keinginan ataupun permasalahan
yang warga ingin selesaikan.
34
5.) Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi dan
komunikasi yang dijalankan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
proses implementasi kebijakan, maka asumsi kesalahan-
kesalahan akan sangat kecil terjadi dan begitu pula sebaliknya.
6.) Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi kebijakan dalam perspektif yang ditawarkan oleh
Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan
eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang
telah diterapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang
tidak kondusif dapat menjadi biang permasalahan dari kegagalan
kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan
situasi dan kondisi lingkungan eksternal.
b. Model Implementasi kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier
Menurut teori implementasi kebijakan Daniel dan Sabatier dalam
Agustino (2008:144), variabel-variabel yang mempengaruhi
tercapainya tujuan pada proses implementasi dapat diketegorikan
menjadi tiga kategori besar, yaitu :
1. Mudah atau tidaknya masalah yang digarap, meliputi :
a.) Kesukaran-kesukaran teknis
b.) Keberagaman perilaku yang diatur
35
c.) Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok
sasaran
d.) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang
dikehendaki
2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara
cepat, pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang
dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat
melalui beberapa cara :
a.) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi
yang akan dicapai
b.) Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan
c.) Ketetapan alokasi sumberdana
d.) Keterpaduan hirarki didalam lingkungan dan diantara
lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana
e.) Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan
pelaksana
f.) Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan didalam undang-
undang
g.) Akses formal pihak-pihak luar
Beberapa indikator ataupun variabel–variabel diluar undang-
undang yang mempengaruhi Implementasi, yaitu :
a.) Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi
b.) Dukungan publik
c.) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki oleh masyarakat
36
d.) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat
pelaksana
c. Model implementasi George C. Edward III
Model implementasi kebijakan publik lainnya yang berperspektif top
down dikembangkan oleh George C. Edward III. Menurut teori
implementasi kebijakan Edward III dalam Agustino (2008:149),
terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan
implementasi suatu kebijakan, yaitu:
1.) Komuniasi
Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada
organisasi dan atau publik, ketersediaan sumberdaya dalam
menjalankan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pelaku yang
terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk
mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Bagi suatu
organisasi, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian
informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal
balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh tiga (tiga) indikator
yaitu :
penyaluran komunikasi (transmisi), konsistensi komunikasi dan
kejelasan komunikasi. Aktor komunikasi dianggap penting
karena dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia
dan unsur sumber daya akan selalu berurusan dengan
permasalahan bagaimana hubungan yang dilakukan.
37
a.) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu hasil implementasi atau pelaksanaan yang
baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi yaitu
adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi
pelaksanaan tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi,
sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
b.) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang
diterima oleh pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu
menghalangi pelaksanaan kebijakan atau program, dimana pada
tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam
melaksanakan program, tetapi pada tataran yang lain maka hal
tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai
oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
c.) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun
informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan
dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-
ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan.
2.) Sumberdaya
Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, akan tetapi pelaksana atau implementor kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, maka implementasi
tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya adalah faktor
38
penting untuk pelaksanaan program agar efektif, dimana tanpa
sumberdaya maka program atau kebijakan hanya sekedar kertas
dokumen. Ada empat komponen yang meliputi, yaitu:
a.) Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah
staf. Kegagalan yang seiring terjadi dalam implementasi
kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf yang tidak
mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya.
Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi,
tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam
mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang
diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b.) Informasi dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai
dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan
cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui
apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah
untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi
pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui
apakah orang lain yang terlibat didalam pelaksanaan kebijakan
tersebut terhadap payung hukum.
c.) Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal
agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan
otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan
kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu
39
nihil, maka kekuatan para implementor dimana publik tidak
terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi
kebijakan.
d.) Fasilitas atau sarana dan prasarana, merupakan faktor penting
dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki
staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya dan
tanpa adanya fasilitas pendukung maka implementasi kebijakan
tersebut tidak akan berhasil.
e.) Pendanaan, membiayai operasional implementasi kebijakan
tersebut, informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang
bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan, dan
kerelaan dan kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat
dalam implementasi kebijakan tersebut. Hal ini dimaksud agar
para implementor tidak melakukan kesalahan dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
3.) Sikap dan komitmen pelaksana program (Disposisi)
Disposisi atau sikap dari para pelaksana kebijakan adalah faktor
penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan
publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para
pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan
dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
Berhubungan dengan kesediaan dari para implementor untuk
menyelesaikan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak
mencukupi tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan
40
kebijakan. Disposisi menjaga konsistensi tujuan antara apa yang
ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Kunci
keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah sikap
pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau
dukungan yang telah ditetapkan.
4.) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang
penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi
standar (Standard Operating Procedures atau SOP). SOP
menjadi pedoman baik bagi setiap implementator dalam
bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan
cenderung melemahkan pengawasan dan prosedur birokrasi yang
rumit dan kompleks.
d. Faktor Penghambat Implementasi kebijakan
Menurut Turner dan Hulme dalam Pasolong (2011:59), Implementasi
kebijakan mempunyai berbagai hambatan yang mempengaruhi
pelaksanaan suatu kebijakan publik. Hambatan ini dapat dengan
mudah dibedakan atas hambatan dari dalam (faktor internal) dan dari
luar (faktor eksternal), yaitu:
a.) Hambatan dari dalam (faktor internal), dapat dilihat dari
ketersediaan dan kualitas input yang digunakan seperti sumber
daya manusia, dana, struktur organisasi, informasi, sarana dan
41
fasilitas yang dimiliki, serta aturan-aturan, sistem dan prosedur
yang harus digunakan.
b.) Hambatan dari luar (faktor eksternal), dapat dibedakan atas
semua kekuatan yang berpengaruh langsung ataupun tidak
langsung kepada proses implementasi kebijakan pemerintah,
kelompok sasaran, kecenderungan ekonomi, politik, kondisi
sosial budaya dan sebagainya.
6. Program Kampung Keluarga Berencana
Definisi Kampung KB (Keluarga Berencana) pada “Kamus Istilah
Kependudukan dan KB” yang diterbitkan oleh Direktorat Teknologi
Informasi dan Dokumentasi (Dittifdok) pada tahun 2011 (Hal:53) :
“Kampung KB adalah salah satu upaya penguatan Program KKBPK yang
dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam
memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk
memperoleh pelayanan total program KB, sebagai upaya mewujudkan
keluarga yang berkualitas”. Kampung KB adalah satuan wilayah setingkat
RW, dusun atau setara, yang memiliki kriteria tertentu, dimana terdapat
keterpaduan program kependudukan, keluarga berencana, pembangunan
keluarga dan pembangunan sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik
dan sistematis. Kampung KB direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi
oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah, Pemerintah daerah, lembaga non
pemerintah dan swasta berperan dalam fasilitasi, pendampingan dan
pembinaan.
42
Kampung KB adalah satuan wilayah setingkat RW, dusun atau setara,
yang memiliki kriteria tertentu, dimana terdapat keterpaduan program
kependudukan, keluarga berencana, pembanguan keluarga dan
pembangunan sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan
sistematis. Kampung KB merupakan salah satu model pelaksanaan total
program KKBPK serta merupakan program strategis dalam upaya
percepatan agenda program pembangunan khususnya pada daerah pinggiran.
1. Tujuan Kampung KB
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat
kampung atau setara melalui program kependudukan, keluarga
berencana dan pembanguan keluarga serta pembangunan sektor
terkait dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas.
b. Tujuan Khusus
1.) Meningkatkan peran pemerintah, lembaga non pemerintah dan
swasta untuk menyelenggarakan program kependudukan.
2.) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pembangunan
berwawasan kependudukan.
3.) Meningkatkan peserta KB aktif modern.
4.) Meningkatkan Ketahanan keluarga melalui Bina Keluarga
Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga
Lansia (BKL) serta Pusat Informasi dan Konseling (PIK)
Remaja.
5.) Meningkatkan pemberdayaan keluarga (kelompok UPPKS).
6.) Meningkatkan drajat kesehatan masyarakat.
43
7.) Menurunkan angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT).
8.) Meningkatkan sarana dan prasarana pembangunan kampung.
9.) Meningkatkan lingkungan kampung yang bersih dan sehat.
10.) Meningkatkan kualitas sekolah penduduk usia sekolah
11.) Meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air pada
masyarakat.
2. Prasyarat Pembentukan Kampung KB
Berikut beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh sebuah desa
dalam proses pembentukan kampung KB yaitu :
a. Tersedianya data kependudukan yang akurat. Data ini bersumber
dari hasil Pendataan Keluarga, data Potensi Desa dan data Catatan
Sipil yang akan digunakan sebagai dasar penetapan prioritas,
sasaran dan program yang akan dilaksanakan disuatu wilayah
Kampung KB secara berkesinambungan.
b. Dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah. Dukungan dan
komitmen yang dimaksud adalah dukungan, komitmen dan peran
aktif seluruh instansi/unit kerja pemerintah khususnya
Pemerintah Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan
dalam memberikan dukungan pelaksanaan program dan kegiatan
yang akan dilaksanakan di Kampung KB dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidang instansi
masing-masing untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
c. Partisipasi aktif masyarakat, partisipasi aktif masyarakat yang
dimaksudkan adalah partisipasi dalam pengelolaan dan
44
pelaksanaan seluruh kegiatan yang akan dilakukan di Kampung
KB secara berkesinambungan guna meningkatkan taraf hidup
seluruh masyarakat.
3. Kriteria Pemilihan Wilayah Kampung KB
Pemilihan atau menentukan wilayah yang akan dijadikan lokasi
Kampung KB ada tiga kriteria yang dipakai, yakni kriteria utama,
kriteria wilayah dan kriteria khusus, yaitu:
a. Kriteria Utama
1.) Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan KS 1 (miskin) di atas rata-
rata Pra Sejahtera dan KS 1 tingkat desa/kelurahan di mana
kampung tersebut berada.
2.) Jumlah peserta KB di bawah rata-rata pencapaian peserta KB
tingkat desa/kelurahan dimana kampung tersebut berlokasi.
b. Kriteria Wilayah dalam pembentukan Kampung KB mencakup 10
kategori wilayah (dipilih salah satu), yaitu:
1.) Kumuh
2.) Pesisir atau nelayan
3.) Daerah Aliran Sungai (DAS)
4.) Bantaran kereta api
5.) Kawasan Miskin (termasuk miskin perkotaan)
6.) Terpencil
7.) Perbatasan
8.) Kawasan Industri
9.) Kawasan Wisata
10.) Kawasan Padat Penduduk
45
c. Kriteria Khusus
1.) Kriteria data, dimana setiap RT/RW memiliki Data dan Peta
Keluarga yang bersumber dari hasil Pendataan Keluarga, data
Kependudukan dan atau pencacatan sipil yang akurat.
2.) Kriteria kependudukan, dimana angka partisipasi penduduk usia
sekolah rendah.
3.) Kriteria program Keluarga Berencana, dimana peserta KB Aktif
dan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) lebih rendah
dari capaian rata-rata tingkat desa atau kelurahan.
Berdasarkan definisi dan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa Program Kampung KB merupakan program inovasi strategis dari
program KKBPK untuk mendudung pencapaian target dalam
pengendalian penduduk, pemberdayaan masyarakat, kebersihan
lingkungan, dan kesehatan. Program Kampung KB berlandaskan
Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 mengupayakan kesejahteraan
dikalangan Desa terbelakang dan tertingga dengan kondisi lingkungan
dan kesehatan yang tidak baik khususnya di wilayah pinggiran/pesisir
atau di daerah perbatasan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahi proses Implementasi Program
Kampung Keluarga Berencana di Desa Riam Tapang yang terpilih sebagai
pengelola program KB terbaik tingkat nasional 2017. maka ruang lingkup
penelitian ini adalah sebagai berikut :
46
1. Perencanaan Desa Riam Tapang melaksanakan program Kampung KB.
2. Pelaksanaan Program Kampung KB di Desa Riam Tapang
3. Pengawasan Program Kampung KB di Desa Riam Tapang, serta
4. Evaluasi Program yang telah dijalankan.
5. Analisis Temuan dengan Model Implementasi Van Metter dan Van Horn
F. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitan
Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan metode kualitatif. Menurut Jhon W. Creswell (2013:345)
analisis mengenai penelitian deskriptif mencakup penggambaran hasil
penelitian yang berupa mean, penyimpanan standar, dan jarak antara angka
terendah dan angka tertinggi. Sifat deskiptif dalam sebuah penelitian
memberikan gambaran penelitian yang detail berdasarkan temuan-temuan di
lapangan.
Pengertian metode kualitaf menurut Jhon W. Creswell (2013:262-293)
adalah penelitian yang menekankan pada persepsi dan pengalaman-
pengalaman partisipan, dan cara-cara mereka memaknai hidup, oleh sebab
itu penelitian ini berusaha memahami, tidak hanya satu, tetapi banyak
realitas. Penelitian metode kualitatif merupakan salah satu bentuk penelitian
interpretif dimana di dalamnya para peneliti kualitatif membuat suatu
interpretasi atas yang dilihat, tertengar dan pemahaman suatu fenomena
dilapangan.
47
Dari penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu cara pemecahan masalah
yang diteliti dengan langkah menggambarkan dan memahami apa yang
peneliti lihat secara alamiah yang dilihat, didengar dan pemahaman dari
kenyataan dilapangan.
b. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian in adalah tentang “Implementasi Program
Kampung Keluarga Berencana di Desa Riam Tapang”.
a.) Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk
mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah pengelolaan Program
Kampung KB.
b.) Subjek Penelitian
Subjek penelitian atau informan adalah pihak-pihak yang dijadikan
sebagai subjek dalam sebuah penelitian. Penulis memilik subjek
penelitian dan lokasi penelitian dengan tujuan mempelajari atau untuk
memahami Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di
Desa Pengelola Kampung KB Berprestasi 2017. Dalam Penelitian ini
subjek terdiri dari :
48
1) Kepala Desa Riam Tapang
2) Sekretaris Desa
3) Kepala Seksi Kesejateraan dan Pelayanan
4) Ketua dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
5) Kepala Dusun
6) Perwakilan masyarakat (petani dan perawat)
Tabel 1.1 Identitas Informan
No. Nama Jenis
Kelamin
Usia Pendidikan Status
Jabatan
1. Melaban Laki-laki 49 tahun SMA Kepala Desa
2. Herkulanus
Nadan Laki-laki 40 tahun SMA
Sekretaris
Desa
3.
Robertus Asau Laki-laki 30 tahun D3
Keperawatan
Kasi
Kesejahteraan
dan pelayanan
4. Nekodemus
Mudin Laki-laki 34 tahun SMP Ketua BPD
5. Dulamit Laki-laki 49 tahun SMP Kepala Dusun
6. Yohanes Sira Laki-laki 54 tahun SD Petani
7.
Theresia wati perempuan 31 tahun D3
Keperawatan
Perawat/
Ibu rumah
tangga
Sumber: Olah Data Penulis Tahun 2018
c. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2013: 63) menyatakan bahwa dalam penelitian
kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan natural setting (kondisi yang
alamiah), sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak
pada observasi berperan serta, wawancara dan dokumentasi. Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian data yang digunakan dalam peneliti adalah teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan
49
dokumentasi. Teknik observasi dilakukan untuk menentukan siapa informan
yang dapat memberikan data, teknik wawancara dilakukan secara langsung
dengan informan, selain itu dokumentasi bertujuan agar diperoleh informasi
secara baku/tertulis. Hasil dokumentasi akan dicocokkan dengan hasil
wawancara sehingga didapatkan data yang akurat dan sesuai dengan kondisi
lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.) Observasi
Peneliti melakukan observasi secara langsung untuk mengamati dan
mencari informasi atau data dari informan maupun peneliti dapat terlibat
secara non-partisipatif melihat proses yang telah dilalui dan yang masih
berlangsung sehingga peneliti lebih mengetahui seperti apa kondisi dan
lokasi penelitian dan keakuratan dari teori dan penelitian yang dilakukan
sehingga menggambarkan kebenaran guna memperoleh fakta dilapangan
yang terkait dengan Implementasi Program Kampung Keluarga
Berencana di Desa Riam Tapang.
2.) Wawancara
Penggunaan metode Interview atau wawancara ini digunakan untuk
mendapatkan data atau informasi langsung dari sumbernya, responden
pada wawancara ini merupakan yang memiliki keterkaitan langsung
dengan Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Desa
Riam Tapang. Wawancara dilakukan dengan metode tanya jawab
melalui orang-orang atau narasumber yang benar-benar mempunyai
keterampilan atau punya kedudukan dalam suatu organisasi serta
50
mempunyai kesiapan untuk bisa dan mampu memberikan informasi
kepada pewawancara terkait Subjek yang diteliti.
Maksud lain dalam hal ini mengenai wawancara adalah suatu cara yang
digunakan peneliti dalam mengumpulkan data sebanyak mungkin dari
data yang di perlukan peneliti untuk menjawab bagaimana Proses
Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Desa Riam
Tapang.
3.) Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data atau dokumen-
dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan atas kebenarannya dan
untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dari metode lain.
Teknik dokumentasi adalah mengumpulkan data melalui peninggalan
tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian. Adapun alat tambahan yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah: Tape Reccorder (alat rekam) atau Hand
Phone, dan Kamera.
d. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2013: 88) teknik analisis data adalah suatu proses
mencari dan menyusun secara sistematis yang diperoleh dari wawancara dan
sumber dari lapangan terkait fokus permasalahan. teknik analisis data
dilakukan melalui empat tahap yaitu reduksi data, menampilkan data,
verifikasi data dan kesimpulan.
Analisis data digunakan untuk mengatur urutan data, mengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data dalam
51
sebuah penelitian merupakan bagian yang sangat penting karena dengan
analisis data inilah data yang akan nampak manfaatnya terutama dalam
memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir dalam
penelitian. Data yang telah terkumpul peneliti analisis dengan menggunakan
analisis deskriptif interpretatif, tujuan dari penelitian deskriptif interpretatif
ini adalah menginterpretasikan model implementasi kebijakan, ketercapaian
komponen, input dan Proses Pelaksanaan Program Kampung Keluarga
Berencana di Desa Riam Tapang. Untuk memperoleh data yang sesuai
dengan kerangka kerja maupun fokus masalah, maka akan ditempuh tiga
langkah utama sebagai berikut:
a.) Reduksi Data
Reduksi data berarti memilih hal-hal pokok memfokuskan pada hal-hal
penting, kemudian dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak
perlu Pada saat reduksi data ini peneliti akan mengumpulkan data dan
merangkumnya sesuai keperluan, yaitu melihat bagaimana Implementasi
Program Kampung Keluarga Berencana di Desa Riam Tapang, yang
dikumpulkan dengan observasi, wawancara, angket dan dokumentasi
untuk kemudian dijadikan rangkuman.
b.) Penyajian Data
Penyajian data menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Sajian data dimaksudkan untuk memilih data yang sesuai
dengan kebutuhan peneliti tentang implementasi program.
52
c.) Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan
ini akan diikuti dengan bukti-bukti yang diperoleh ketika penelitian di
lapangan. Verifikasi data dimaksudkan untuk menentukan data akhir
dari keseluruhan proses tahapan analisis sehingga keseluruhan
Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Desa Riam
Tapang dapat terjawab sesuai dengan data dan permasalahannya.
53
BAB II
PROFIL LOKASI PENELITIAN
DESA RIAM TAPANG, KECAMATAN SILAT HULU, KABUPATEN KAPUAS HULU,
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
A. Sejarah Desa
Desa Riam Tapang adalah sebuar desa administratif Kecamatan Silat hulu
tepatnya di hulu sungai silat. Berdasarkan cerita dari seorang tetua adat di desa
Riam Tapang yang menceritakan desa tersebuat adalah desa yang berpotensi
untuk mejadi desa yang maju dan berkembang.
Riam Tapang terdiri dari kata “Riam” yang berarti daerah aliran sungai yang
dangkal dan deras, serta kata “Tapang” adalah nama pohon yang biasa di
hinggapi oleh lebah madu atau disebut lalau. Riam Tapang adalah nama tempat
dimana sebelum mendirikan kampung lokasi ini ditumbuhi pohon tapang di
tepi-tepi sungai sampai ada yang tumbuh melintang sungai sehingga membuat
aliran sungai menjadi dangkal. Kampung Riam Tapang sudah ada sebelum
jaman ngayau (diperkirakan sekitar tahun 16-an) terbukti dengan adanya Tiang
Sandung (tempat untuk meletakkan kepala manusia ketika mengadakan upacara
adat setelah pulang ngayau dan berhasil membunuh lawan).
Adapun orang yang pernah memimpin Riam Tapang dari masa ke masa adalah
sebagai berikut:
1.) Malik atau Aji (1854-1896) bergelar mantir mudak’ dengan wakil atau patih
Luyun.
2.) Lungah (1896-1924) sebagai kepala kampung dan wakil atau patih adalah
Tipun.
54
3.) Terapas (1924-1964) sebagai kepala kampung dan wakil atau kebayan
adalah Ragam.
4.) Turan (1964 -1971) sebagai kepala kampung dan kebayannya adalah Bandi.
5.) Biai (1971-1974) sebagai kepala kampung dan kebayannya adalah Akik.
6.) Juntit (1974 -1975) sebagai kepala kampung dan kebayannya adalah Akik.
7.) Ain (1975-1978) sebagai kepala kampung dan kebayannya adalah Akik.
8.) Markus sebagai kepala kampung dan kebayannya adalah Ali Sementil
(1978-1985).Awal kampung Nanga Tiai dibentuk, penduduknya beragama
Islam pindahan dari daerah Embau di kecamatan Tepuai atau Batu Datu’
dengan jumlah penduduk 12 KK (84 jiwa).
9.) Abdul Maman sebagai kepala kampung dengan kebayan adalah Hasanudin
(1985-1989). Pada masa Regroping Desa, kampung berubah nama menjadi
dusun.
10.) Nyawai sebagai kapala dusun, di bawah kepala dusun ketua RT, pada masa
ini ketua RT hanya bisa 2 RT dalam satu dusun (19891991).
11.) Melaban, sebagai kepala dusun (1991-2000), tahun 1999-2000 berjuang
bersama F. Dahlan kepala desa Nanga Luan. Pemecahan/pemekaran dari
desa Nanga Luan jadi desa Riam Tapang.
12.) Yohanes Sira sebagai kepala dusun (2000-2005), permohonan pemekaran
desa disahkan tahun 2002 terbentuklah Dusun Selangkai pemekaran dari
dusun Riam Tapang.
13.) Alexander, sebagai kepala dusun (2005 sampai dengan 2009).
14.) Sukiman, sebagai kepala dusun (2009).
55
15.) Pada masa Regroping desa tahun 1987, Riam Tapang, Selangkai menajadi
satu dusun di bawah desa Nanga Luan, begitu juga dusun Bangan Baru,
kepala desa ditunjuk secara langsung adalah M. Asui Usaman (1987-1997).
16.) April 2002 terbentuk Desa Riam Tapang dengan pembagian dusun sebagai
berikut:
a) Dusun Teladan (Riam Tapang).
b) Dusun Ujung Perintis (Bangan Baru).
c) Dusun Embak Lestari (Nanga Selangkai).
17.) Tahun 2007 Riam Tapang mekar lagi jadi 2 dusun yaitu: Dusun Riam
Tapang itu sendiri dan Dusun nanga Tiai.
18.) Tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 Riam Tapang mempersiapkan diri
supaya bisa dimekarkan lagi menjadi:
Desa Riam Tapang:
a) Dusun Riam Tapang terbagi atas 5 RT.
b) Dusun Bangan baru terbagi atas 2 RT.
Adapun urutan pemangkuan Kepala Desa sebagai berikut:
1.) M. Asui Usman (1987-1997) Riam Tapang masih berstatusdusun dipimpin
oleh Desa Nanga Luan.
2.) Fulgensius Dahlan (periode I: tahun 1997-2002) Kepala Desa Nanga
Luan/Desa Induk dari dusun-dusun wilayah Riam Tapang). (periode II:
tahun 1992-2007) Kepala Desa Riam Tapang hasil pemekaran, beliau
meninggal tanggal, 28 April 2007.
3.) Simon Petrus Melaban (2007-sekarang) dipilih pada tanggal, 18 April 2007
dan dilantik pada tanggal, 26 Juni 2007.
56
B. Geografis Desa Riam Tapang
Desa Riam Tapang merupakan desa yang masuk dalam wilayah administraif
Pemerintahan Kecamatan Silat Hulu, yang berbatasan dengan desa dan
kecamatan lain. Berikut data geografis Desa Riam Tapang :
1. Orbitasi
a. Jarak dari pusat Pemerintah Kecamatan : 117 Km
b. Jarak dari pusat Pemerintah Kabupaten : 148 Km
c. Jarak dari pusat Pemerintah Provinsi : 588 Km
2. Batas Wilayah
Adapun beberapa batas wilayah Desa Riam Tapang sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Mubung, Landau Kumpang, Karya
Mandiri
b. Sebelah Selatan : Desa Selangkai
c. Sebelah Timur : Desa Jemah dan Kabupaten Sintang
d. Sebelah Barat : Nanga Luan
3. Luas Wilayah
Desa Riam Tapang memiliki luas wilayah 6.156,75 Ha yang terdiri dari
Lahan Sawah, Ladang, Perkebunan, Hutan, dan lahan lainnya. Berikut
beberapa klasifikasi luas wilayah Desa Riam Tapang :
a. Lahan Sawah : 12 Ha
b. Lahan Ladang : 284 Ha
c. Lahan Perkebunan : 917 Ha
d. Hutan : 4.675 Ha
e Lahan lainnya : 269 Ha
57
C. Demografis Desa Riam Tapang
1. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data administrasi pemerintahan desa, jumlah penduduk yang
tercatat secara administrasi, terdiri dari 2 Dusun yaitu dusun Riam Tapang
dan dusun Bangan Baru serta 7 RT dengan jumlah penduduk 763 Jiwa dan
189 jiwa Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah penduduk laki-laki 390 jiwa
dan jumlah penduduk perempuan 373 jiwa.
Tabel 2.1 Perkembangan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Jiwa Persentase( %)
1. Laki-laki 390 51,10
2. Perempuan 373 48,90
Jumlah 763 100
Sumber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
Berdasarkan tabel 2.1 diatas, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
laki-laki Desa Riam Tapang berjumlah 390 jiwa dengan persentase 51,10 %.
lebih banyak di bandingkan dengan jumlah penduduk perempuan yaitu 373
jiwa dengan persentase 48,90 % sehingga dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penduduk desa Riam Tapang didominasi oleh penduduk
laki-laki dengan persentase 2,20 % lebih banyak dari jumlah penduduk
perempuan berdasarkan jumlah kelesuruhan penduduk Desa Riam Tapang.
58
2. Klasifikasi penduduk berdasarkan usia
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia
No. Kelompok usia Jumlah jiwa Persentase %
1. 0-17 Tahun 328 42,99
2. 18-55 Tahun 272 35,65
3. > 55 ke atas 163 21,36
Total 763 100
Sumber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
Dari tabel 2.2 diatas menunjukan bahwa tingkat klasifikasi penduduk
berdasarkan usia yaitu 0-17 tahun dengan jumlah 328 lebih banyak dari
penduduk usia 18-55 tahun dengan jumlah 272 jiwa dan juga penduduk usia
>55 tahun dengan jumlah 163 jiwa, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat usia didominasi oleh penduduk
usia (0-17 tahun) dengan jumlah 328 jiwa dengan selisih persentase 7,34 %
dari penduduk usia (18-55 tahun) dan 21,64 % dari jumlah penduduk usai
(>55 tahun).
59
3. Klasifikasi Penduduk berdasarkan Pekerjaan/Mata Pencaharian
Tabel 2.3 Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Pegawai Negeri Sipil 6 0,96
2. Tenaga kesehatan 4 0.64
3. Wiraswasta/Pedagang 10 1,59
4. Petani 260 41,47
5. Jasa 5 0,80
6. Pengerajin 2 0,32
7. Pensiunan 2 0.32
8. Masyarakat yang belum/tidak
berkerja
474 62,12
Total 763 100
Sumber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
Dari tabel 2.3 diatas, diketahui tingkat pekerjaan masyarakat yaitu 474 orang
dengan kelompok masyarakat yang belum atau tidak berkerja (pelajar dan
usia non-produktif) adalah jumlah terbanyak dari jenis pekerjaan masyarakat
Desa Riam Tapang dengan persentase 62,12 % lebih banyak dari penduduk
yang bekerja sebagai Pengawai Negeri Sipil dengan persentase 0,96 % dan
pekerja jasa dengan persentase 0,80 %
4. Klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 2.4 Perkembangan penduduk Desa menurut Pendidikan
No. Pendidikan terakhir Jumlah Orang) Persentase (%)
1. Sekolah Dasar/sederajat 218 28,57
2. SMP / Sederajat 246 32,24
3. SMA / Sederajat 104 13,63
4. Akademi/D1-D3 1 0,13
5. Sarjana S1 17 2,23
6. Tidak lulus sekolah 95 12,45
7. Tidak Sekolah 80 10,48
Total 763 100
Sunber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
60
Dilihat pada tabel 2.4, dapat disimpulkan bahwa pendidikan terakhir
terbayak di desa Riam Tapang adalah di tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP) berjumlah 246 orang dengan persentase 32,24 % lebih bayak dari
tingkat masyarakat Sekolah Dasar (SD) 218 orang dengan persentase 28,57
% dan 49 orang tingkat SMA dengan persentase 13,63 %.
5. Klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan kepercayaan/agama
Masyarakat Desa Riam Tapang beragam penganut agama dan kepercayaan
karena masyarakat tidak hanya belajar dan bekerja namun juga perlu
memupuk iman mereka agar dapat bersikap dengan benar sesuai dengan
iman yang mereka anut. Berikut jumlah penduduk berdasarkan
kepercayaan/agama.
Tabel. 2.5 Penduduk berdasarkan agama
No. Agama Jumlah Persentase (%)
1. Katolik 557 Jiwa 73,00
2. Islam 206 Jiwa 27,00
Total 763 100
Sumber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
Dari tabel 2.5 diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan
kepercayaan/agama didominasi oleh penduduk beragama katolik berjumlah
557 jiwa dengan persentase 73 % sedangkan penganut agama kedua
terbayak adalah penduduk beragama islam berjumlah 206 jiwa dengan
persentase 27 % dari tolal keseluruhan jumlah penduduk desa Riam Tapang.
61
D. Sarana dan Prasarana
a. Prasarana Kesehatan
Kesehatan telah naik tingkatannya menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Berikut fasilitas dan pelayanan kesehatan yang ada di Desa Riam Tapang.
Tabel 2.6 Sarana dan prasarana kesehatan desa
No. Keterangan Jumlah
1. Puskesmas pembantu 1
2. Posyandu dan polindes 1
Total 2
Sumber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
Tabel 2.6 memperlihatkan bahwa fasilitas dan pelayanan kesehatan yang
tersedia di desa Riam Tapang cukup memadai, karena dengan adanya
puskesmas pembantu dan balai pengobatan/posyandu yang ada di desa
Riam Tapang ini dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bagus
karena ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang cukup. Jadi dengan ini
masyarakat sangat cukup puas dengan fasilitas yang disediakan.
b. Prasarana Pendidikan
Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Riam Tapang
membuat perkembangan yang baik karena terdapat beberapa prasarana
yang tersedia untuk pendidikan masyarakat. Beriku sara dan prasarana
pendidikan Desa Riam Tapang.
62
Tabel. 2.7 Prasarana Pendidikan Desa
No. Keterangan Jumlah
1. Gedung sekolah PAUD 1
2. Gedung sekolah TK 1
3. Gedung sekolah SD 2
4. Gedung sekolah SMP 1
5. Perpustakaan Desa 1
6. Tenaga guru dan guru pembantu 6
Total 10
Sumber : Data Pokok desa Riam Tapang 2018
Dari tabel 2.7 dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana pendidikan
di desa Riam Tapang sudah cukup memadai untuk menujang pendidikan
terutama usia di < 17 tahun yang masih dalam bimbingan orang tua dan
untuk tenaga pengajar memang sedikit namun tidak begitu bermasalah
mengingat jumlah siswa yang tidak terlalu banyak dan masih dapat di
tangani oleh tenaga pengajar.
c. Prasarana peribadatan
Masyarakat desa Riam Tapang mempunyai ragam penganut beberapa
agama sehingga marus mempunyai tempat untuk beribadah. Berikut
Prasarana peribadatan di desa Riam Tapang.
Tabel. 2.8 Prasarana peribadatan
No Keterangan Jumlah
1. Gereja 1
2. Masjid 1
3. Mushola 1
Total 3
Sumber : Data Pokok Desa Riam Tapang 2018
63
Dilihat dari tabel 2.8 fasilitas rumah ibadat yang dibangun oleh
Pemerintah Desa Riam Tapang sudah memadai berdasarkan jumlah
penduduk pemeluk agama yang ada di Desa Riam Tapang. Sampai saat ini
di tahun 2018 fasilitas peribadatan sudah memadai karena sampai saat ini
masyarakat desa hanya pemeluk agama katolik dan islam.
d. Prasarana air bersih
Prasarana air bersih yang tersedia untuk menunjang keberlangsungan
kehidupan masyarakat desa yaitu tersediannya 6 (enam) penampungan air
bersih, terdapat 3 (tiga) mata air dan mesin filter/alat pengolah air bersih.
Prasarana tersebut sudah cukup untuk mengakomodir keberlangsungan
kehidupan masyarakat .
e. Prasarana sanitasi dan irigasi
Terdapat prasarana sanitasi dan irigasi desa yaitu tersediannya 4 (empat)
pintu air untuuk mengalirkan air ke setiap rumah penduduk dengan jarak
saluran irigasi 6.400 Meter dari pintu air bersih.
f. Sarana dan prasarana kelembagaan serta organisasi desa
Setiap individu atau kelompok masyarakat perlu untuk bisa bersosialisasi
dan menyalurkan aspirasi terutama untuk kesejahteraan masyarakat
sehingga dapat memberikan perkembangan dan kemajuan desa.
Terdapat beberapa sarana dan prasarana lembaga serta organisasi desa
Riam Tapang sebagai berikut :
Pengurus desa : 6 orang
Kantor Desa : Ada
Aula Kantor Desa : Ada
Lembaga Adat : Ada
Kepengurusan Adat : Ada
Pengurus Tim Penggerak PKK : 10 Orang
Jumlah RT : 7 RT
Jumlah RW : 4 RW
64
Berdasarkan data tersebut, dengan adannya beberapa saran dan prasarana
yang tersedia di desa sudah cukup untuk melakukan proses administrasi
pokok desa dan terfasilitasi kegiatan-kegiatan desa supaya mendorong
masyarakat untuk ambil bagian dalam proses memajukan desa Riam
Tapang.
g. Sarana Keamanan Desa
Keamanan juga merupakan salah satu aspek kenyamanan dalam
bermasyarakat. Untuk itu di desa Riam Tapang untuk saat ini dalam sarana
keamanan sudah cukup memadai dalam sekala sekala desa yaitu
tersediannya 2 (dua) pos kamling dan 3 anggota Linmas/Hansip karena
sudah tersedia pos satpam yang tidak jauh jaraknya dari kantor desa,
masyrakat merasakan kenyamanan itu selama terdapat polisi-polisi yang
selalu sigap dalam menjaga keamanan di desa RiamTapang itu sendiri.
E. Lembaga Pemerintahan
Lembaga merupakan suatu badan atau organisasi, yang memiliki tujuan untuk
melakukan suatu bentuk penyelidikan keilmuan atau bahkan melakukan suatu
kegiatan usaha dan dalam hal ini yang menjadi subjek pemerintahan adalah
pemerintah Desa Riam Tapang. Desa adalah pembagian wilayah administratif
pemerintah di Indonesia, di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Sebuah desa itu sendiri merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman
kecil, yang biasa disebut dengan kampung/dusun. Lembaga pemerintah desa
terdiri dari beberapa lembaga dan memiliki tugas dan fungsi masing-masing.
Berikut beberapa lembaga struktural yang terdapat di Pemerintah Desa Riam
Tapang.
65
a.) Kepala Desa
Kepala Desa Riam Tapang adalah Bapak Simon Petrus Melaban
(periode 2013-sekarang). Tugas Pokoknya adalah menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan ketertiban
umum serta melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh
Bupati, Fungsi Kepala Desa:
1) Pelaksanaan kegiatan pemerintahan desa;
2) Pelaksanaan kegiatan ekonomi dan pembangunan;
3) Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan
rakyat;
4) Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
5) Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan.
b.) Sekertaris Desa
Sekertaris desa bernama Herkolanus Nadan. Membantu Kepala Desa
dalam mempersiapkan dan melaksanakan pengelolaan administrasi
Desa, mempersipkan bahan penyusunan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Fungsi Sekertaris Desa:
1) Penyelenggaraan kegiatan administrasi dan mempersiapkan bahan
untuk kelancaran tugas Kepala Desa;
2) Penyiapan bantuan penyusunan Peraturan Desa;
3) Penyiapan bahan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
4) Pengkoordinasian penyelenggraan tugas-tugas urusan;
5) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan kepada Kepala Desa.
66
c.) Kasi Pemerintahan
Kepala Pemerintahan Desa Sumbermulyo bernama Nikodemus Suminto.
Tugas Pokok membantu Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan
administrasi kependudukan, administrasi pertanahan, pembinaan
ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mempersiapkan bahan
perumusan kebijakan penataan, kebijakan dalam penyusunan produk
hukum desa. Fungsi kasi pemerintahan:
1) Melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi
pemerintahan kelurahan;
2) Memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi dan konsultasi
pelaksanaan administrasi kelurahan;
3) Membantu mempersiapkan bahan pembinaan dan pengawasan
terhadap lurah;
4) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat
kelurahan;
5) Melakukan evaluasi peyelenggaraan pemerintahan kelurahan di
tingkat kecamatan;
6) Melaksanakana pembinaan pelaksanaan administrasi kependudukan
dan pencatatan sipil serta melaksanakan pembinaan adminitrasi
kelurahan;
7) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai bidang
tugasnya.
d.) Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pelayanan
Kepala Seksi Kesejahteraan dan pelayanan Desa Riam Tapang bernama
Robertus Asau. Tugas Kasi kesejahteraan mempunyai tugas yaitu
67
melaksanakan program pembinaan kesejahteraan dan membantu Kepala
Desa sebagai pelaksana tugas operasional dibidang pelayanan. Untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Kepala Seksi Kesejahteraan
dan pelayanan mempunyai fungsi:
1) Melaksanakana pembinaan pelayanan keluarga berencana dan
bantuan sosial;
2) Mempersiapkan bahan-bahan pembinaan terhadap penderitaan cacat,
tunakarya, tunawisma dan panti asuhan;
3) Mempersiapkan bahan-bahan kegiatan dalam rangka pengelolaan
penanggulangan dan pertolongan bencana alam;
4) Mempersiapkan bahan penyusunan program serta pelaksanaan
program kesiagaan menghadapi bencana;
5) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai bidang
tugasnya.
6) Melaksanakan penyuluhan dan motivawsi terhadap pelaksanaan hak
dan kewajiban masyarakat Desa;
7) Meningkatkan upaya partisipasi masyarakat Desa;
8) Melaksanakan pelestarian nilai sosial budaya, keagamaan, dan
ketanagakerjaan masyarakat Desa;
9) Melaksanakan pekerjaan teknis pelayanan nikah, talak, cerai dan
rujuk;
10) Melaksanakan pekerjaan teknis urusan kelahiran dan kematian;
11) Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh
atasan.
68
e.) Kepala Urusan Keuangan
Kepala urusan keuangan Desa Riam Tapang bernama Markus Super,
bertugas membantu Sekertaris Desa dalam melaksanakan pengelolaan
sumber pendapatan Desa, pengelolaan adminitrasi keuangan Desa dan
mempersiapkan bahan penyusunan APB Desa dan berfungsi sebagai
berikut :
1) Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan Desa;
2) Persiapan bahan penyusunan APB Desa; dan
3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekertaris Desa.
f.) Kepala Urusan Perencanaan dan Umum
Kepala urusan Perencanaan dan Umum Desa Riam Tapang bernama
Bapak Ahat, bertugas membantu Sekertaris Desa dalam urusan
pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan serta membantu Sekretari Desa dalam urusan pelayanan
administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.
Fungsinya sebagai berikut :
1) Melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah dinas;
2) Melaksanakan administrasi surat menyurat;
3) Melaksanakan arsiparis dan ekspedisi pemerintahan desa;
4) Melaksanakan penataan administrasi perangkat desa
5) Penyediaan prasarana perangkat desadan kantor;
6) Melaksanakan pelayanan umum;
7) Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh
atasan.
69
8) Mengkoordinasikan urusan perencanaan desa;
9) Menyusun RAPBDes;
10) Menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan desa;
11) Melakukan monitoring dan evaluasi program pemerintahan desa;
12) Menyusun rencana pembangunan jangka menengah desa
(RPJMDesa) dan rencana kerja pemerintahan desa (RKPDesa);
13) Menyusun laporan kegiatan desa; dan
14) Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh
atasan.
g.) Kepala Dusun
Desa Riam Tapang hanya meliliki 2 dusun, yaitu Dusun Riam Tapang
dikepalai oleh Bapak Dulamit dam Dusun Bangan Baru dikepalai oleh
Bapak Thomas . Tugas dan fungsi kepala dusun sebagai berikut:
1) Membina masyarakat agar tentram dan tertib;
2) Melakukan upaya perlindungan bagi masyarakatnya;
3) Melakukan pengawasan pembangunan yang terletak di wilayahnya;
4) Melakukan pemberdayaan guna memperlancar roda pemerintah desa
dan pembangunan.
h.) BPD
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Riam Tapang adalah
Bapak Nikodemus Mudin. Tugas pokok dan fungsinya adalah BPD
berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD mempunyai
tugas dan fungsi:
70
1) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa
dan Peraturan Kepala Desa;
3) Mengusulkan Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa;
4) Membentuk panitia Pemilihan Kepala Desa;
5) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan
menyalurkan apirasi masyarakat;
6) Memberi persetujuan pemberhentian/pemberhentian sementara
perangkat desa
7) Menyusun tata tertib BPD.
71
KEPALA DESA
SIMON PETRUS MELABAN
SEKRETARIS DESA
NIKODEMUS NADAN
KAUR KEUANGAN
MARKUS SUPER, ST
KAUR UMUM & PERENCANAAN
NIKODEMUS NADAN
KASI KESEJAHTERAAN & PELAYANAN
ROBERTUS ASAU, A.Md. Kep
KASI PEMERINTAHAN
NIKODEMUS SAMINTO
KEPALA DUSUN RIAM TAPANG
MODESTUS DULAMID KEPALA DUSUN BANGAN BARU
THOMAS
BENDAHARA DESA
KRISTIANUS NIPUN
Berikut Struktur Pemerintahan Desa Riam Tapang
Sumber : Olah Data Penulis Tahun 2018
72
F. Sosial & budaya Desa
Desa dapat diartikan sebagai suatu perwujudan dari interaksi manusia dengan
lingkungan fisiknya. Desa terbentuk karena adannya suatu perkumpulan orang
banyak dalam suatu lingkungan yang saling berinteraksi. Sosial dan budaya
masyarakat desa Riam Tapang sangat berkaitan erat karena terkandung serangkaian
nilai, pandangan hidup, cita-cita pengetahuan dan keyakinan serta aturan-aturan
yang saling berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan yang bulat. Fungsinya
sebagai pedoman tertinggi dalam bersikap dan berperilaku bagi seluruh warga
masyarakat dan setiap daerah memiliki adat istiadat atau kebiasaan yang berbeda-
beda, sesuai dengan struktur sosial dalam masyarakat tersebut. Kebiasaan yang
sudah menjadi dasar oleh masyarakat desa Riam Tapang adalah sikap gotong
royong dan bahu-membahu bersama-sama membangun desa serta kegiatan ini
memang sudah menjadi tradisi suku dayak desa Riam Tapang. Selain itu juga,
masyarakat desa menjaga dan mempertahankan adat istiadat serta norma-norma
yang telah ada sejak dalulu. Salah satu keterkaitan antara sosial dan budaya desa
yang sangat nampak dan melebur mejadi satu terdapat pada sistem pertanian desa.
Hampir seluruh masyarakat desa Riam Tapang bekerja sebagai petani sehingga
setiap KK pasti memiliki tanah untuk bercocok tanam. Kegiatan becocok tanam
atau sistem pertanian masyarakat desa biasanya membutuhkan jumlah orang yang
banyak atau gotong royong untuk menaman benih. Setelah musim panen padi, hasil
panen kemudian dibagikan secukupnya kepada warga yang ikut membantu proses
menanam benih sebagai wujud tanda terima kasih. Hal ini menandakan bahwa sifat
dari masyarakat desa dari segi sosial dan budaya masih mempunyai keterikatan
73
yang saling berkaitan dan kondisi interaksi sosial serta budaya tersebut masih tetap
ada. Jadi bisa disimpulkan bahwa sosial dan budaya masyarakat masih sangat
menjunjung tinggi nilai gotong royong dalam mencapai tujuan bersama.
G. Ekonomi Desa
Pola sistem ekonomi di Desa Riam Tapang menurut sudut pandang penulis
sebagian besar masih tergolong melakukan pola ekonomi primer. Terdapat usaha
mikro, dan sedikit di antaranya adalah usaha kecil yang tujuan utamanya jelas untuk
memenuhi kebutuhan yang hidup keluarga yaitu sandang, pangan dan papan.
Namun dilihat dari kondisi tersebut banyak aspek yang mempengaruhi situasi
ekonomi desa Riam Tapang yaitu kondisi akses jalan yang rusak dan licin serta
berlumpur ketika turun hujan karena masyarakat memasok barang sembako dan
kebutuh lainnya dari kota yang jaraknya cukup jauh dari desa. Aspek lainnya
terdapat pada akses komunikasi. Berkat prestasi desa sebagai desa pengelola
program kampung KB , Pemerintah pusat mengapresiasi dengan mendirikan satu
tower jaringan komunikasi, namun saat ini masih belum bisa memaksimalkan akses
internet karena sering bermasalah sehingga mempengaruhi komunikasi terutama
untuk pemerintah desa yang sekarang pola administrasi dan komunikasi banyak
menggunakan koneksi internet. Aspek lain yaitu terdapat pada pertanian. Ekonomi
pertanian desa sejauh ini masih tradisional dan hasih panen biasannya tidak dijual
karena hanya untuk kebutuhan keluarga sehari-hari