Ijma,Qiyas dan Ijtihad serta pengaruhnya terhadap perkembangan tasyri'

15
BAB I PEMBAHASAN A. Al-Ijma’ ( ماع جلا ا) 1. Definisi / ta’arif Ijma’ Yang dimaksud dengan ijma’ adalah ور ملا ا ن م ر مل ا صارعا ع لا ا ن م ر عص ي ف ه ا ت عدوف ب م صل مد ح م دى امه ه ت ج م اق ف ب اKesepakatan para ulama’ mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu perkata / masalah dari beberapa masalah. Ijma’ secara bahasa memiliki dua makna, salah astunya bermakna tekad atau keinginan yang kuat, Allah swt berfirman: ..... karena itu bulatkanlah keputusanmu ..... makna yang kedua adalah kesepakatan. Apabila suatau kaum melakukan ijma’, maka mereka berarti telah mencapai kesepakatan. Adapun arti ijma’ menurut istilah ulama ushul adalah kesepakatan para mujtahidin dari kalangan ummat Nabi Muhammad saw setelah baginda Rasulullah wafat pada suatu zaman tertentu terhadap sebuah permasalahan syar’i. 1 1 Hasan khalil, Rasyad. Tarikh tasyri’ hal,155 1

Transcript of Ijma,Qiyas dan Ijtihad serta pengaruhnya terhadap perkembangan tasyri'

BAB IPEMBAHASANA. Al-Ijma ( )1. Definisi / taarif IjmaYang dimaksud dengan ijma adalah Kesepakatan para ulama mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu perkata / masalah dari beberapa masalah.Ijma secara bahasa memiliki dua makna, salah astunya bermakna tekad atau keinginan yang kuat, Allah swt berfirman: .....karena itu bulatkanlah keputusanmu ..... makna yang kedua adalah kesepakatan. Apabila suatau kaum melakukan ijma, maka mereka berarti telah mencapai kesepakatan. Adapun arti ijma menurut istilah ulama ushul adalah kesepakatan para mujtahidin dari kalangan ummat Nabi Muhammad saw setelah baginda Rasulullah wafat pada suatu zaman tertentu terhadap sebuah permasalahan syari.[footnoteRef:1] [1: Hasan khalil, Rasyad. Tarikh tasyri hal,155]

Ada beberapa hal yang harus ada sebagai syarat terwujudnya sebuah ijma; sebagai berikut:a. Tejadinya kesepakatan terhadap suatu hukum syari oleh para mujtahidin.b. Harus disepakati oleh semua mujtahid karena definisi mengisyaratkan semua mujtahid. Maka kesepakatan sebagian tidak bisa dikatakan ijma karena masih ada sebagian yang masih belum setuju dan bisa jadi kebenaran ada dipihak mereka.c. Hendaknya kesepakatan terjadi setelah Rasulullah wafat.karena semasa hidup beliau semua kesepakatan dan kekuasaan dalam memutuskan suatu hukum ada ditangan Rasulullah.2. Kehujjahan IjmaKebanyakan ulama berpendapat bahwa kehujjahan ijma adalah dhanni, bukan qathi. Oleh karena itu ijma hanya dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam bidang amal dan tidak bisa dipakai sebagai pegangan dalam bidang aqidah (Itiqad), sebab urusan aqidah harus berdasarkan dalil yang qathi.3. Sanad (Sandaran) IjmaIjma dipandang sah manakala bersandar pada Al Quran dan As Sunnah ataupun qiyas: Ijma itu bukanlah merupakan dalil yang berdiri sendiriContoh ijma yang disandarkan pada Al-quran adalah kesepakatan para mujtahid tentang haramya menikahi nene, sebab sandarannya adalah firman Allah swt: telah di haramkan bagi kalian ibu-ibu kalian karena yang dimaksud dari kata ibu adalah asalnya secara mutlak, yaitu setiap orang yang dinasabkan kepadanya dan nenek masuk kedalm kategori ini(ibunya ibu).Contoh ijma yang bersandarkan pada hadis adlah kesepakatan para mujtahid tentang larangan mkanan yang belum diterima oleh si pembeli dari tangan si penjual. Sandran ijmaini dlah pad ahadis Nabi saw: barangsiapa yang menjual makan makan janganlah dia menjualnya kembali sebelum ia menerimanya. Contoh ijma yang disandarkan pada qiyas adlah kesepakatan para sahabat tentang khalifah Abu Bakar dengan perbandingan pengangkatan beliau sebagai imam shalat oleh Rasulullah saw, inilah yang mereka katakan Rasulullah saw ridha kepadanya dalam urusan shalat mengapa kita tidak ridha dengan kepemimpinannya dam urusan dunia.[footnoteRef:2] [2: Hasan khalil, Rasyad. Tarikh tasyri hal,158]

4. Pembagian IjmaDilihat dari caranya maka ijma itu dibagi dua yakni ijma qauli dan sukuti.a. Ijma qauli ( )Ijma qauli adalah ijma berupa ucapan, dimana para ulama mujtahid yang berijma itu menyatakan persetujuannya atau kesepakatan pendapatnya dengan terang-terangan memakai ucapan atau tulisan. Ijma ini disebut juga dengan ijma qathi (ijma yang menyakinkan)b. Ijma sukuti ()Ijma sukuti (ijma diam), yakni apabila persetujuan ulama mujtahid pada pendapat ulama mujtahid lain itu dinyatakan dengan cara diam, yakni tidak mengomentari sama sekali terhadap pendapat ulama mujtahid lain itu, namun diamnya itu bukan karena takut atau malu atau segan. Ijma ini disebut dengan ijma dhanni (kurang meyakinkan).Sikap ulama terhadap ijma sukuti antara lain adalah:1) Imam Syafii, Imam Al baqillani dari golongan Asaiyah dan sebagian ulama hanafi seperti Ibnu Iyan menyaakan bahwa ijma sukuti tidak bisa menjadi hujjah, sebab kemungkinan ada ulama yang setuju dan tidak setuju.2) Al Jubai menyatakan ijma sukuti bisa menjadi hujjah sebagaimana ijma qauli.3) Imam Al Amidi menyatakan bahwa ijma sukuti bias saja menjadi hujjah kehujjahannya adalah dhanni bukan qathi.

B. Al Qiyas ( )1. Definisi QiyasQiyas itu adalah menetapkan sesuatu hukum perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya berdasarkan sesuatu hukum perbuatan yang telah ada ketentuan hukumnya oleh Nash (Al Quran dan As Sunnah) disebabkan adanya persamaan illat antara keduanya.Qiyas menurut bahasa adalah perkiraan, sedangkan menurut istilah adalah mengikutkan hukum syari suatu masalah yang tidak ada nashnya dengan permasalahan yang sudah ada nashnya maka kemudian ia digabungkan dengan yang pertama dari segi hukum. Misalnya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-maidah : 90)Minuman keras seperti, tuak dan bir diqiyaskan dengan khamar karena memiliki illat yang sama, yaitu memabukkan. Contoh lain adalah sebagai berikut:a. Haramnya memukul orangtua diqiyaskan dengan larangan berkata ah, sebagaimana disebutkan dalam quran surah al-isra ayat 23. Ini merupakan qiyas yang lebih tinggi (qiyas aulawi).b. Haramnya merusak harta anak yatim diqiyaskan dengan larangan memakan harta anak yatim, sebagaiman yang telah disebutkan di dalam QS, Al-isra ayat 10 ini merupakan qiyas seimbang (qiyas musawi).[footnoteRef:3] [3: Abdul majid khon, ikhtisar tarikh tasyri. Hal 109]

2. Rukun QiyasRukun qiyas ada empat yaitu:a. Pokok/ dasar yaitu masalah yang sudah ada hukum tetapnya.b. Cabang / yakni masalah yang belum ada hukumnya, baik dari Al-Quran, hadis, dan ijmac. Sebab / yakni sesuatu sebab atau kemiripan yang menghubungkan antara pokok dan cabang.d. Hukum / yakni hukum syari bagi masalah yang sudah ada nashnya.[footnoteRef:4] [4: Rasyad Hasan khalil. Tarikh tasyri hal,160]

3. Macam-macam QiyasMacam-macam qiyas itu antara lain:a. Qiyas Aula ( ) yakni apabila qiyas yang ada pada furu terlebih kuat dari illat pada pokok. Misalnya : kita melarang berkata AAHH pada orang tua, maka kita tidak boleh menempeleng orang tua, karena hus itu menyakiti rokhani, sedangkan menempeleng itu menyakiti rokhani dan jasmani.b. Qiyas Musawi (), yakni bila illat pada cabang itu sama bobotnya dengan illat pada pokok. Misalnya membakar harta anak yatim diqiyaskan dengan memakan harta anak yatim.c. Qiyas Dalalah ( ) yakni qiyas yang menunjukkan dua perkara yang serupa satu sama lain, bahwa illat didalamnya menunjukkan adanya hukum, tetapi illat itu tidak mengharuskan adanya hukum. Misalnya zakat bagi anak yatim yang kaya, diqiyaskan dengan orang dewasa yang kaya.d. Qiyas syibih (), yakni mengqiyaskan furu pada dua pokok, illat dicari antara kedua pokok tersebut yang paling cocok. Misalnya mendoakan orang kafir yang menyumbang harta untuk kepentingan sosial Islam.e. Qiyas Adwan () yakni mengqiyaskan hal yang diqiyaskan kepada hukum yang terhimpun pada hukum tempat mengqiyaskan, seperti mengqiyaskan lelaki memakai perak kepada memakai emas, karena ada hukum ashal tentang terkumpul pada haramnya perak dan emas digunakan sebagai tempat air minum.

4. Kehujjahan QiyasYang dikehendaki dengan ijtihad menurut pandangan golongan ini adalah dengan kemampuan daya fikiran dan kemampuan lainnya menetapkan hukum dengan tetap melihat ketentuan yang telah ada pada nash yakni dengan cara mengqiyas.C. Ijtihad1. Pengertian Ijtihad Ijtihad adalah usaha dengan sungguh-sungguh menggunakan seluuh kesanggupan untuk menetapkan hukum-hukum syara berdasarkan dalil-dali nash (Al-Quran dan Al Hadits). Mujtahid adalah para ahli fikih yang berusaha dengan sungguh-sungguh dengan seluruh keanggupannya untuk menghasilkan hukum syara dengan jalan mengistinbathkan hukum dari Al Quran dan As Sunnah.2. HukumnyaAda tiga kriteria hukum berijtihad:a. Wajib ain, yakni apabila seseorang yang ditanya perihal hukum suatu peristiwa, sedangkan peristiwa itu akan hilang sebelum ditetapkan hukumnya.b. Wajib kifayah, yakni bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu peristiwa hukum, dan tidak dikhawatirkan segera hilangnya peristiwa itu, sementara disamping dirinya masih ada mujtahid lain yang lebih ahli.c. Sunnat, yakni berijtihad terhadap sesuatu hukum yang belum terjadi baik ditanya ataupun tidak ada yang mempertanyakan.

3. Syarat-syarat menjadi mujtahida) Mengetahui dengan mendalam nash-nash Al Quran dan As Sunnah dan segala ilmu yang terkait dengannya.b) Kalau ia memegangi ijma, maka ia harus tahu seluk beluk ijma dan apa-apa yang telah di ijmakan.c) Mengetahui dengan mendalam ilmu ushul fiqih karena ilmu ini merupakan dasar pokok didalam berijtihad.d) Mengetahui dengan mendalam masalah nasikh mansukh mana dalil yang sudah mansukh mana pula yang tidak mansukh.e) Mengetahui dengan mendalam bahasa arab dan ilmu-ilmu yang terkait dengannya, ilmu nahwu sharaf, balaghah, badi dan bayan serta mantiqnya.

4. Pembagian ijtihadPada garis besarnya pelaksanaan ijtihad dibagi dua yakni:a. Ijtihad (fardiyah), yakni ijtihad yang dilakukan oleh orang-perorangan, tanpa melibatkan persetujuan atau pertimbangan mujtahid lain.b. Ijtihad (jamiyah), yakni ijtihad dengan melibatkan fihak (mujtahid) lan untuk bermusawarah menetapkan hukum sesuatu persoalan.5. Keperluan terhadap ijtihadSejak Muadz bin Jabal diutus Rasul ke Yaman sampai sekarang ijtihad itu senantiasa tetap diperlukan, karena banyaknya kasus yang tidak secara tegas ditetapkan hukumnya oleh Al Quran dan As Sunnah. apabila zaman sekarang ini, dimana agama Islam telah berkembang dan bertemu dengan budaya dan alam lain dari tempat kelahirannya, maka persoalan yang muncul tentu lebih banyak lagi, apalagi saat ini perkembangan ilmu dan tehnologi dengan pesat sekali. Maka persoalan-persoalan yang muncul itu harus ada kejelasan status hukumnya.6. Perbedaan antara ijtihad dengan qiyasIjtihad itu mengenai kejadian-kejadian, baik yang ada nash atau yang tak ada nash-nya. Qiyas itu mengukur kejadian-kejadian yang tidak ada nash-nya tetapi terdapat dalam syara yakni sesuatu yang dijadikan pokok untuk diqiyaskan kepadanya, maka qiyas adalah sumber dari ijtihad.D. Pengaruh Sunnah Ijma, Qiyas, dan Ijtihad terhadap Perkembangan TasyriSeiring dengan lajunya prkembangan Islam ke berbagai penjuru, maka muncullah persoalan-persoalan baru yang saat itu terjadi pada masa Rasulullah, padahal al-Quran sendiri hanya memuat sebagian hukum terinci, sementara sunnah hanya sebatas pada persoalan-persoalan yang berkembang pada masa Rasulullah. Maka dari itu dalam menyelesaikan persoalan baru dibutuhkanlah konsep ijtihad. Hingga pada akhirnya konsep ijtihad yang awal mulanya muncul sekitar pada abad keempat Hijriyah, muncul produk pemikiran yang baru.1. Periode fiqh di Era KenabianNabi melakukan ijtihad apabila terhadap suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya. Dan lamanya Nabi menunggu datangnya wahyu merupakan justifikasi dari al-Qur`an. Kemudian dengan ijtihadnya para sahabat ? sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabi, Nabi membolehkan para sahabatnya untuk juga melakukan ijtihadnya2. Periode fiqh di era KhulafaurrasyidunDi dalam penetapan suatu hukum para khulafaurrosyidun tetap berpegang dengan al-Qur`an dan as-Sunnah. Tetapi adakalanya dengan menggunakan kesepakatan bersama yang disebut dengan Ijma` dan Qiyas.Sebagai pengganti Nabi dalam mengambil sumber hukum untuk menentukan suatu perkara, mengambil dari al-Qur`an, as-Sunnah, dan ijtihad ra`yu baik kolektif (hasil musyawarah dari sahabat disebut dengan ijmak.), kemudian ijtihad individu.3. Periode fiqh di era Sahabat dan TabiinDi era ini perkembangan fiqh membingungkan banyak pengamat. Karena akibat dari warisan pergolakan antara `Ustman dan Ali. Hingga sampai pada pemerintahan daulah Umayyah. Hingga sampai melahirkan agitas teologi yang cukup tajam. Sehingga banyak pengamat sejarah yang mengatakan bahwa dalam periode ini perkembangan fiqh tenggelam di bawah perpecahan antara kesatuan agama dan negara.Bahwa pergolakan daulah Umayyah yang membawa agitas teologi, ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan fiqh berikutnya yaitu era kodifikasi yang munculnya Imam-imam mazhab. Pada pembahasan fiqh dalam era keemasan. Sehingga fiqh dari masa kemasa mempunyai kesinambungan antara yang satu dengan yang lain. Periode ini dalam perkembangan fiqhnya bermula ketika pemerintahan Islam diambil alih oleh Muawiyah bin Abu Sofyan tahun 41 H hingga awal abad kedua Hijrah.

4. Periode fiqh di era zaman keemasanMasa ini sangat terkenal dengan perkembangan kebudayaan perluasan perdagangan dari semua cabang ilmu ekonomi serta kemajuan dalam ilmu pengetahuan. kira-kira pada abad ke delapan adalah banyak ilmu pengetahuan yang berbahasa ajam kedalam bahasa arab, terutama dari bahasa Parsi dan bahasa Yunani. Ilmu-ilmu fiqh berkembang sangat pesat yaitu banyaknya tafsir-tafsir al-Qur`an dan kumpulan-kumpulan hadis. Hingga yang paling menonjol dalam periode ini adalah lahirnya beberapa fuqaha sunni yang terbagi ke dalam dua golongan yaitu fuqaha sunni ahli ra`yi di Irak dengan pelopor Imam Abu Hanifah, dan golongan yang kedua fuqaha sunni hadis di Hijaz yang dipelopori oleh Imam Malik bin Anas.5. Periode fiqh diera stabnasi dan jumudPada pertengahan abad IV Bani Abasiyah mulai terdapat tanda-tanda kejatuhannya, karena disebabkan banyak daerah-daerah dominannya melepaskan diri dari khalifah Abbasiyah dengan mendirikan negara sendiri. Akibatnya kekuasaan menjadi lemah dan mundur. Dengan demikian yang dahulu pemerintahan selalu dipegang oleh seorang muslim, akhirnya berpindah tangan kepada orang yang tak mengenal TuhKan, bengis, kejam, yaitu Jenghis Khan serta anak keturunannya. Hal ini pergolakan politik semacam ini sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan dalam dunia Islam mengalami kemunduran. Dari situasi politik yang kacau pada waktu itu, menyebabkan kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan. Hingga akhirnya munculah faham taqlid, Yaitu menerima pendapat secara mutlak dari seorang imam (mazhab) yang tertentu untuk mengikuti fatwa-fatwa hukumnya. akhirnya fuqaha Sunnmenutup pintu ijtihad, sehingga berkembang bid`ah, kurafat kejumudan berpikir.6. Periode fiqh di era kebangkitan kembaliKita dapat melihat dalam era kebangkitan fiqh ini dapat kita lihat sekurang-kurangnya terdapat empat pola utama yang menonjol. Pertama, modernisme, dalam pola ini digandrungi oleh banyak ulama yang terdidik dalam alam sekuler. Kedua, Survivalisme, agaknya berbeda dengan pola pertama. Dalam pola kedua ini bercita-cita ingin membangun pemikiran fiqh dengan berpijak kepada mazhab-mazhab fiqh yang sudah ada. Dengan menggali permasalahan yang didasarkan pada pemikiran mazhab tersebut tanpa memandang kepedulian sosial. Ketiga, tradisional, pola ini kecenderungan dengan aliran salafiyah, yang lebih menekankan pada kembalinya kepada al-Qur`an dan as-Sunnah dengan mendakwahkan keharusan mengikuti ulama salaf (sahabat dan tabi`ien) dengan karakteristiknya adalah benar-benar memegang sunnah Nabi yang sekiranya tidak keluar dalam nash al-Qur`an. Keempat, neo survivalisme, dalam perkembangan terakhir ini, banyak di kalangan ulama dan fuqaha merespon perkembangan yang baru dengan memfokuskan terhadap kepedulian sosial.

A. KesimpulanSunnah adalah sabda-sabda nabi SAW, perbuatan beliau dan taqrir. Ijma adalah kesepakatan para ulama mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas suatu perkara / masalah dari beberapa masalah, menurut Imam Syafii, Imam Al Baqillani dari golongan Asariyah dan ulama Hanafi menyatakan bahwa ijma sukuti tidak bisa menjadi hujjah, sebab ada ulama yang setuju dan tidak setuju dan Al Jubai menyatakan ijma sukuti bisa menjadi hujjah sebagaimana ijma qauli.Qiyas adalah menetapkan suatu hukum perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya oleh nash. Kehujjahan qiyas menurut jumhur ulama menyatakan bahwa qiyas itu bisa menjadi hujjah, sedangkan ulama syiah dan sebagian mutazilah menyatakan bahwa qiyas tidak menjadi hujjah.Ijtihad adalah usaha dengan sungguh menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum-hukum syara berdasarkan dalil-dalil nash. Hukum ijtihad wajib ain, wajib kifayah dan sunnat.

DAFTAR PUSTAKAAbdul Majid, Ikhtisar Tarikh Tasyri, AMZAH, jakarta, 2013.Rasyad Hasan Khalil, Tarikh tasyri, AMZAH, Jakarta, 2009Hudari Bik, Daarul Ihya, Indonesia, 198010