infosheet kadi1 BARU
-
Upload
habib-milanisti -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of infosheet kadi1 BARU
-
8/19/2019 infosheet kadi1 BARU
1/2
KOMITE ANTI DISKRIMINASI INDONESIA
KADI Untuk Legislasi RUU Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Infosheet ini diterbitkan oleh
KADI bekerja sama denganYayasan TIFA
Tim Editor :Sri Endras Iswarini
Suma MihardjaTrisno Susanto S.
Wahyu Effendi
Alamat :Jl Mandala Raya 24 Tomang
Jakarta 11440Telp: 021 5673869, 5755 664
Fax: 021 5673869
E-mail :[email protected]
RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis:FAKTA DISKRIMINASI BUKAN HANYA RAS DAN ETNIS!
Saat ini Rancangan Undang-undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (RUU PDRE)
sedang dalam proses pembahasan di DPR. Namun demikian, sampai sekarang, masih ada
silang pendapat berkaitan dengan luas lingkup materi di dalamnya, apakah hanya akan
mengatur permasalahan tentang ras dan etnis saja, atau diperluas menjadi RUU Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi. Pendapat pertama menyatakan bahwa RUU PDRE hanya
meliputi ras dan etnis saja dan tidak menyentuh ranah-ranah lain, seperti agama dan
kepercayaan yang dianggap terlalu sensitif. Sementara pendapat kedua mendesakkan agar
lingkup materi RUU PDRE diperluas, mengingat kenyataan bahwa praktik-praktik
diskriminasi terjadi dalam berbagai
bentuk dan dilatarbelakangi oleh banyak
hal termasuk agama, suku, as, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, orientasi seksual,kemampuan yang berbeda dan faktor-
faktor pembedaan lainnya.
Seperti kita ketahui bersama, RUU
PDRE lahir dari konteks sosio-historis
tertentu, yakni kekerasan terhadap etnis Tionghoa pada Mei 1998 yang telah
menggelindingkan roda reformasi. Momentum historis pada saat itu memang menjadikan
kebutuhan RUU PDRE terasa urgen. Akan tetapi dalam perkembangan terakhir tampak
jelas bahwa praktik-praktik diskriminasi juga berlangsung dalam berbagai bentuk, aras,
dan ruang lingkup yang tidak hanya terbatas pada ras atau etnis. Menurut KADI (Komite
Anti Diskriminasi Indonesia), sudah saatnya tuntutan “politik kesetaraan” yang telah dijamin
secara konstitusional dalam UUD 1945 hasil amandemen harus dilaksanakan secarakonsekuen, sungguh-sungguh, dan menyeluruh.
Kebutuhan atas RUU Penghapusan Diskriminasi yang cakupannya lebih luas mendesak
untuk diwujudkan karena kasus-kasus yang berkaitan dengan diskriminasi semakin banyak,
dengan bentuk dan cakupan yang berbeda-beda, sementara penanganan mau pun peraturan
perundang-undangan yang ada tidak mencukupi untuk menanganinya. Padahal kita
menyadari bahwa praktik-praktik diskriminasi telah menghancurkan kualitas hidup manusia
yang beradab, mengakibatkan stigmatisasi yang merendahkan, khususnya bagi kelompok-
kelompok marjinal dan rentan. Stigma tersebut tidak saja berdampak pada pembedaan
perlakuan, tapi juga pada tertutupnya akses sumber daya yang tersedia, menjadi pembenaran
atas perilaku kekerasan terhadap mereka. Perilaku kekerasan ini pada akhirnya melahirkan
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
- Pasal 28 I (2) UUD 1945 -
Menurut KADI (Komite Anti
Diskriminasi Indonesia), sudah
saatnya tuntutan “politik
kesetaraan” yang telah dijamin
secara konstitusional dalam UUD1945 hasil amandemen harus
dilaksanakan secara konsekuen,
sungguh-sungguh, dan menyeluruh.
Komite Anti Diskriminasi Indone-sia atau yang disingkat KADI
merupakan Koalisi dari berbagailembaga/organisasi swadayamasyarakat yang mengadvokasi
legislasi RUU PenghapusanDiskriminasi Ras dan Etnis
(PDRE) yang dalampembahasan di Panitia Khusus(Pansus) DPR RI. Beberapa
LSM dan organisasikemasyarakatan yang tergabung
dalam KADI antara lain: AliansiPerempuan untuk Keterwakilan
Politik (APKP), Ardhanary Insti-
tute, Arus Pelangi, AliansiBhinneka Tunggal Ika (ANBTI),
BPKBB, Desantara, DKTI Indo-nesia, Forum Komunikasi
Kesatuan Bangsa (FKKB),Gerakan Perjuangan Anti
Diskriminasi (GANDI),Himpunan Wanita PenyandangCacat Indonesia (HWPCI), In-
donesian Conference on Reli-gion and Peace (ICRP), IHPCP,
Kapal Perempuan, KPA, LBHApik, LBH Jakarta, LBH Rakyat,
Lembaga Anti Diskriminasi Indo-nesia (LADI), Masyarakat DialogAntar Agama (MADIA),
Masyarakat Adat danKepercayaan, PEC, PPTM,
Persatuan Penyandang CacatIndonesia (PPCI), PPUA Penca,
Wahid Institute, Yayasan TIFA.
Infosheet I/KADI/2007
-
8/19/2019 infosheet kadi1 BARU
2/2
konflik-konflik sosial yang laten sehingga tidak saja
mengakibatkan ribuan korban jiwa meninggal maupun
terluka, namun juga hilangnya rasa aman dan saling
percaya, trauma mendalam pada para korban dan
komunitasnya serta rusak atau hilangnya harta benda
mereka. Lebih jauh, ini membuat hilangnya kepercayaan
warganegara terhadap Negara sebagai pelindung dan
pemberi rasa aman, sehingga mereka mencari rasa aman
dengan berbagai cara, termasuk meminta suaka politik padanegara lain. Langkah terakhir ini jelas akan merugikan citra
dan kepentingan negara kita yang telah terpilih menjadi
anggota Dewan HAM PBB.
Analisa yang dilakukan oleh tim kajian KADI
memperlihatkan bahwa RUU PDRE tidak mampu
memenuhi harapan untuk menjadi UU pokok yang
melindungi warga negara dari kebijakan dan praktik-praktik
diskriminasi. Empat pertimbangan di bawah ini
memperlihatkan cacat funda-
mental tersebut:
· Pertimbangan historis:RUU PDRE merupakan
upaya yang lahir dari
konteks sosio - historis
tertentu, yaitu kekerasan
terhadap etnis Tionghoa
pada Mei 1998, sementara
praktik - praktik diskrimi-
nasi yang ada tidak
terbatas pada ranah ras
dan etnis saja.
· Pertimbangan filosofis:
Landasan falsafah hidupmasyarakat Indonesia yang
dirumuskan dalam slogan
“Bhineka Tunggal Ika”
seharusnya dipahami sebagai proses dinamis yang selalu
memperhatikan baik kesatuan maupun kemajemukan.
Keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama,
sebab jika kemajemukan dinafikan, maka yang ada
bukanlah persatuan, tetapi peleburan; sementara, tanpa
kesatuan, kemajemukan akan cerai berai dan karena itu,
tidak lagi bermakna sebagai kemajemukan. Perwujudan
kesatuan yang paling kokoh adalah sistem perundang-
undangan nasional yang tidak diskriminatif, melainkan
menaungi seluruh keragaman yang ada.
· Pertimbangan sosiologis: Persoalan dasar yang harus kita
hadapi sebagai masyarakat pasca-kolonial adalah warisan
kebijakan diskriminatif, stigmatisasi, dan viktimisasi yang
dilakukan sejak masa kolonial Belanda.Kebijakan
pemilahan penduduk pada masa kolonial telah
menciptakan “masyarakat plural” yang terpecah belah.
Proklamasi kemerdekaan adalah tekad dan semangat
untuk menciptakan masyarakat, bangsa dan negara baru
yang dilandasi oleh semangat anti-diskriminasi.
· Pertimbangan yuridis: Pasca Mei 1998 terbuka celah
yang lebar untuk menata-kembali kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai amanat
Proklamasi. Reformasi konstitusi, melalui amandemen
UUD 1945, telah menjadikan pemerintahan
konstitusional demi kemashalatan seluruh warganya
sebagai aspirasi utama. Di sini, “politik kesetaraan”
yang sesuai dengan prinsip anti-diskriminasi menjadi
agenda utama. Ratifikasi berbagai protokol HAM internasional, khususnya Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (melalui UU
No 11/2005) dan Kovenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik (melalui UU No 12/2005), mewajibkan
pemeri nt ah un tuk me lakukan perubahan dan
penyesuaian seluruh aturan perundang-undangan agar
sejalan dengan prinsip-prinsip anti-diskriminasi yang
juga merupakan perintah konstitusi.
Berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan di atas, dan
melihat berbagai kasus-
kasus diskriminasi yang
ada, KADI menyimpulkan
bahwa sudah saatnya
tuntutan “politik
kesetaraan” yang telah
dijamin secara
konstitusional dalam UUD
1945 dilaksanakan secara
konsekuen dan menyeluruh.
Konstitusi telah
mengamanatkan bahwa:
“setiap orang berhak bebasdari perlakuan yang
diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu” (pasal 28 I ayat 2 UUD 1945).
Untuk menjamin pelaksanaan amanat konstitusi itu, maka
RUU PDRE yang sekarang sedang dibahas oleh DPR
harus diperluas cakupannya, yakni sebagai RUU
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, dan tidak
hanya terbatas pada ras dan etnis.
Menurut KADI, langkah tersebut merupakan jawabanterhadap tuntutan reformasi di seluruh bidang dan aspek
kehidupan demi masa depan Indonesia yang lebih baik
sebagai “rumah bersama” seluruh kelompok masyarakat.
Sebab di dalam konteks kemajemukan Indonesia, langkah
yang paling penting adalah bagaimana melindungi
perbedaan, karena pengakuan akan keberagaman berarti
mengakui bahwa setiap orang berbeda namun setara
kedudukannya sebagai manusia, apapun warna kulit, asal-
usul, etnis, keyakinan ideologis, kepercayaan, agama,
adat istiadat, maupun orientasi seksualnya. (TS/R/SM)
Menurut KADI, langkah tersebut merupakan
jawaban terhadap tuntutan reformasi di
seluruh bidang dan aspek kehidupan demimasa depan Indonesia yang lebih baik sebagai
“rumah bersama” seluruh kelompok
masyarakat. Sebab di dalam konteks
kemajemukan Indonesia, langkah yang paling
penting adalah bagaimana melindungi
perbedaan, karena pengakuan akan
keberagaman berarti mengakui bahwa setiap
orang berbeda namun setara kedudukannya
sebagai manusia, apapun warna kulit, asal-
usul, etnis, keyakinan ideologis, kepercayaan,
agama, adat istiadat, maupun orientasi
seksualnya.
Infosheet I / KADI / 2007