isi laporan.docx
Transcript of isi laporan.docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja masyarakat memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun social dengan usaha
preventif atau kuratif terhadap penyakit atu gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja serta terhadap penyakit
umum. Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu
diperhatikan oleh pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah satu
cara yang dapat ditempuh untuk menjamin agar karyawan dapat melaksanakan
tugas tanpa mengalami gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan
kerja karyawan dalam hal ini berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan
kerja yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para karyawan sebagai
pelaksana kerja pada tempat kerja tersebut dengan kemajuan teknologi yang
semakin canggih (Suma’mur, 2009).
Kemajuan teknologi meningkatkan penggunaan mesin-mesin dan alat
mekanik, penerapannya ditingkatkan dari hari ke hari. Penggunaan mesin dan
alat mekanik meluas pada sektor kegiatan ekonomi, yaitu industri, pekerjaan
umum, pertanian, petambangan, perhubungan dan lain-lain. Peningkatan
penggunaan paling tidak dapat dilihat dari pertumbuhan sektor-sektor itu
1
sendiri, misalnya sektor industri berkembang dengan 13% pertahun
(Kristiyanto, 2014).
Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia pada
era industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan
teknologi maju dan modern. Berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka
sejak awal disadari tentang kemungkinan timbulnya dampak terhadap tenaga
kerja maupun pada masyarakat di lingkungan sekitarnya (Mawaddah, 2012).
Salah satu pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan serta
ketenangan manusia adalah pencemaran bunyi (kebisingan). Berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 dijelaskan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan (Fajariani, 2012).
Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering
dijumpai di tempat kerja. Seiring dengan proses industrialisasi yang disertai
dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang setiap tahun
berkembang maka ancaman resiko gangguan akibat bising juga akan semakin
bertambah (Wahyu, 2003).
Kebisingan merupakan faktor fisik dalam lingkungan kerja yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. Kebisingan selain mempunyai
dampak pada gangguan pendengaran (auditory), beberapa riset terakhir
dilaporkan dapat menimbulkan gangguan yang bersifat extraauditory, seperti
2
stres psikologik, perubahan sirkulasi darah, kelelahan, dan perasaan tidak
senang (annoyance) (Wagshol, 2008 dalam Fajariani, 2012). Proses terjadinya
kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat kerja yang ada pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengara (Permenaker Trans No. 13 Tahun 2011).
Data World Health Organization (WHO) mengenai angka gangguan
pendengan dan ketulian sungguh mengejutkan. Pada tahun 2000 terdapat 250
juta (4,2%) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran dan lebih
kurang setengahnya (75-140 juta) terdapat di Asia Tenggara yang mempunyai
prevalensi ketulian cukup tinggi yaitu, 4,6% termasuk Indonesia, angka ini
meningkat ters menerus tiap tahunnya (Koagouw, 2013).
Di Indonesia, kasus kebisingan terjadi di pabrik pupuk PT. Pupuk
Sriwidajaja Palembang. Dalam proses produksi pupuk, digunakan mesin-mesin
dan peralatan yang mempunyai intensitas kebisingan cukup tinggi. Kebisingan
di area plant, tempat berlangsungnya kegiatan produksi, ditemukan tingkat
kebisingan yang bervariasi dan berada pada kisaran 86,8 dBA sampai dengan
105 dBA, yang jika dibiarkan secara terus menerus dapat menimbulkan
gangguan pendengaran pada pekerja (Amelia, 2015)
Kasus kebisingan yang terjadi di Kota Makassar tenaga kerja bagian
ground handling bandara Sultan Hasanuddin, diperoleh hasil bahwa dari 54
orang tenaga kerja, 44 diantaranya mengaku tidak menggunakan pelindung
telinga saat bekerja dan hanya 10 orang tenaga kerja yang menggunakan
3
pelindung telinga selama bekerja. Banyaknya tenaga kerja yang tidak
menggunakan pelindung telinga dikarenakan tenaga kerja merasa terganggu
saat bekerja terlebih mereka harus berkomunikasi selama menangani pesawat,
selain itu ada juga tenaga kerja yang alat pelindung telinganya sudah rusak atau
hilang. Hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat serius, mengingat
lingkungan kerja mereka yang memiliki intensitas kebisingan yang cukup tinggi
yang dapat membahayakan kesehatan tenaga kerja itu sendiri (Purwitasari,
2012).
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising lalulintas jalan
antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda
empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson saat
kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalulintas tidak
berfungsi. Kasus kebisingan di Kota Makassar khususnya kebisingan lalu lintas
terjadi pada sekolah yang berada di pinggir jalan raya. Sekolah Man 2 Model
Makassar yang berlokasi di sudut persimpangan Jl. Sultan Alauddin dan Jl. AP.
Pettarani terletak persis di pinggir jalan poros yang ramai lalu lintas. 94%
penghuni sekolah merasa terganggu dengan kebisingan lalu lintas saat proses
pembelajaran berlangsung. Ini menyebabkan proses pembelajaran pada sekolah
ini kurang berjalan maksimal (Ramli, 2012).
Dampak kebisingan terhadap manusia yaitu kerusakan pada indera-indera
pendengaran. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah ssementara
4
pemulihan dan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi
pemaparan secara terus menerus mengakibatkan kerusakan menetap terhadap
pendengaran. Selain itu kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan
kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosi lainnya, denyut jantung bertambah
dan gangguan lainnya (Naiem, 2016).
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat pengukur kebisingan Noise
Dosimeter
2. Untuk mendapatkan data kualitatif dari hasil pengukuran intensitas
kebisingan pada vacuum cleaner, balon dan kompresor
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Tinjauan Umum Tentang Kebisingan
Kebisingan adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki
ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu
penyebab penyakit lingkungan. Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai
isttilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia atau aktifitas-aktifitas alam.kebisingan dapat dirtikan sebagai
segala bunyi yang tidak dapat dikehendaki yang dapat memberi faktor negatif
terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi
(Sucipto, 2014).
Bunyi atau suara yang didengar sebagai rangsangan pada sel saraf
pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran
sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media
udara atau penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak
dikehendki oleh karena mengganggu atau timbul dari luar kemauan orang yang
bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai
kebisingan.tersebut. jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang
keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka
perlindungan kesehtan tenga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara
atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendenganaran (Suma’mur, 2009). Menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999 yang dimaksud dengan kebisingan adalah
6
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
rproduksi dan gangguan pendengaran.
Menurut Buchari (2008) dalam Turnip (2012) kebisingan dalam bidang
kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran,
baik secara kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran) maupun
pendengaran secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan
dengan faktor intensitas, frekuensi dan pola waktu. Menurut Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dri usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
B. Klasifikasi Kebisingan
Menurut, Ismiyati (2013) kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke
dalam dua jenis golongan, yaitu :
1. Kebisingan yang tetap (steady state noise) dipisahkan lagi menjadi dua
jenis, yaitu :
a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
yaitu kebisikan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi
yang bergam. Contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.
b. Kebisingan tetap (Broad band noise) yaitu kebisingan dengan
frekuensi terputus dan brod brand noise sama-sama digolongkan
sebagai kebisingan tetap (steady state noise). Perbedaannya adalah
broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.
7
2. Kebisingan tidak tetap (unsteady state noise) dibagi lagi menjadi tiga
jenis, yaitu :
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu
berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b. Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya
dapat nerubah-ubah. Contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Kebisingan implusif (Implusive noise), kebisingan ini dihasilkan
oleh suara-suara berintensitas tinggi dalam waktu relative singkat,
misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.
Menurut Yanri seperti yang dikutip oleh Srisantyorini (2002) dalam
Mawaddah (2012), pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja khususnya
pengaruh terhadap manusia dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise)
Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras,
misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak
langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam
bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging atau Injurious noise)
8
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas.
Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
C. Sumber Kebisingan
Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem tersendiri bagi
tenaga kerja.Umumnya berasal dari mesin kerja, genset serta berbagai peralatan
yang bergerak dan kontak dengan logam, kompresor dan sebagainya.
Sayangnya, banyak tenaga kerja yang telah terbiasa dengan kebisingan tersebut,
meskipun tidak mengeluh tetapi gangguan kesehatan tetap terjadi, sedangkan
dampak kebisingan tergantung pada besarnya tingkat kebisingan (Permatasari,
2013).
Salah satu dampak yang dihasilkan oleh mesin produksi terhadap tenaga
kerja adalah menimbulkan bising di tempat kerja sehingga mengganggu
kenyamanan dalam bekerja.Ketulian atau berkurangnya pendengaran juga
disebabkan oleh kebisingan dimana tenaga kerja berada. Sumber-sumber
kebisingan di industri antara lain adalah mesin produksi, mesin potong atau
gergaji, ketel uap untuk pemanas air dan mesin diesel (Ada, 2008 dalam
Mawaddah, 2012).
Di tempat kerja, disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang
menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan
dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja (Sasongko dkk,
2000 dalam Hastuti, 2013), misalnya:
1. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “rebut” yang sudah cukup tua.
9
2. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja
cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
3. Sitem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,
misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan
parah.
4. Melakukan modifikasi/perubahan/penggantian secara parsial pada
komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah
keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen
mesin tiruan.
5. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat
(terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung
antara model mesin (bad connection).
6. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya
penggunaan palu/alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda
metal atau alat bantu pembuka baut.
Menurut Subaris (2008) aktivitas dari berbagai proyek pembangunan
menghasilkan dampak yang berbeda-beda dari bermacam-macam sumber
kebisingan dan dapat dibagi kedalam 4 tipe pembangunan yaitu :
1. Tipe pembangunan pemukiman
2. Tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal tetap, misalnya
perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan lainnya.
3. Tipe pembangunan industry
10
4. Tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air, selokan induk
air, selokan dan lainnya.
Berdasarkan kebisingan
Dampak kebisingan dapat pula kita bagi berdasarkan fase pembangunan
proyek yaitu fase konstruksi dan fase operasi.berdasrkan kebisingan yang
ditimbulkan dari fase pembangunan fisik proyek (gedung atau industri) dapat
dibagi menjadi kebisingan yang disebabkan oleh :
1. Pembersian lahan
2. Penggalian
3. Pondasi
4. Menegakkan bangunan
5. Penyelesaian akhir bangunan
D. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Nilai ambang batas atau sbiasa disebut dengan NAB adalah besarnya
tingkat suara dimana sebagian besar tenaga kerja masih berada dalam batas
aman untuk bekerja 8 jam perhari atau 40 jam perminggu. Menurut Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 , kebisingan
ditetapkan sebesar 85 dBA, sedangkan kebisingan yang melampaui NAB,
waktu pemajanannya dtetapkan sebagai berikut :
Tabel 1
11
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Sumber : Permenaker No.13 Tahun 2011
12
Waktu pemajanan per hari Intensitas Kebisingan dalam dB
8
Jam
854 882 911 9430
Menit
9715 1007,5 1033,75 1061,88 1090,94 11228,12
Detik
11514,06 1187,03 1213,52 1241,76 1270,88 1300,44 1330,22 1360,11 139
Batasan tingkat kebisingan dibagi menjadi 2, yaitu untuk lingkungan
dengan pajanan 24 jam yang kita kenal dengan Baku Mutu Lingkungan dann
untuk tempat kerja dengan waktu pajanan 8 jam kerja atau Nilai Ambang Batas
(NAB). Berikut ini adalah tabel baku mutu lingkungan sesuai dengan standar
kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1996.
Tabel 2Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Lingkungan Hidup
No Zona
Tingkat Kebisingan (dBA)
Maksimum yang dianjurkan
Maksimum yang diperbolehkan
1 A 35 452 B 45 553 C 50 604 D 60 70
Sumber : Kepmen LH No. 48Tahun 1996
1. Zona A diperuntukan bagi tempat : penelitian, rumah sakit, tempat
perawatan kesehatan dan lain sebagainya.
2. Zona B diperuntukan bagi tempat : perumahan, tempat pendidikan,
rekreasi dan sejenisnya
3. Zona C diperuntukan bagi tempat : perkantoran, pertokoan, perdagangan,
pasar dan sejenisnya.
13
4. Zoba D diperuntuhkan bagi tempat : industry, pabrik, stasiun kereta api,
terminal bus dan sejenisnya.
E. Dampak Kebeisingan Pada Kesehatan
Menurut sucipto (2014) berikut ini adalah dampak yang ditimbukan
kebisingan terhadap kesehatan pekerja :
1. Gangguan Fisiologi
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, aplafi
bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing atau
sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor
vetibular dalam telinga yang akan menimbulkan efek pusing atau vertigo.
Perasaan mual, susah tidur dan sesak afas disebabkan oleh rangsangan
bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin,
tekanan darah, system pencernaan dan kebisingan elekrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam
waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,
jantung, stress, kelelahan dan lainnya.
14
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi
yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan
suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteria.
Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau
tanda bahaya. Gangguan kommunikasi ini secara tidak langsunng
membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan
diruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologi berupa kepala pusing atau vertigo bahkan mual.
5. Efek Pada Pendengaran
Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan
pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini
telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula
efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi
secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi
apabila bekerja secara terus menerus di area bising maka akan terjadi tuli
menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi
4000 Hz dan kemudian meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya
mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
15
F. Pengendalian Kebisingan
Menurut Wahyu (2003), berikut ini cara pengendalian kebisingan di
tempat kerja yaitu :
1. Menghilangkan Kebisingan dari Sumber Suara
Mneghilangkan kebisingan dari sumber suara ialah dengan mengganti
beberapa alat dengan alat lain yang lebih sedikit menimbulkan bunyi.
Cara penggantian atau subtitusi itu antara lain :
a. Yang seharusnya memaku atau substitusi diganti dengan mengelas
b. Yang seharusnya memaku dengan tekanan angina diganti dengan
pemampatan
c. Membelah atau memotong dapat diganti dengan mengasah
d. Beberapa alat yang menggunakan pompa angina dapat diganti
dengan listrik
e. Gigi logam yang bergesekan diganti dengan system berjalan
f. Mengerjakan besi dan logam lain selagi masih panas lebih sedikit
menimbulkan bising daripada selagi logam tersebut dingin
2. Menghilangkan Transmisi Kebisingan Terhadap Manusia
Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan
terhadap manusia dapat dilakukan berbagai usaha salah satu diantaranya
ialah dengan menutup atau menyekat mesin atau alat yang mengeluarkan
bising,kesukaran yang dihadapi dalam meredam atau shielding bunyi
umumnya ialah terletak pada peredam bunyi yang keluar dari lobang-
16
lobang. Untuk ini biasanya dipakai pipa yang penampagnya lebih kecil
atau pipa yang dilapisi peredam bunyi atau diterapkan pada pipa peredam
bergerak berkelok-kelok seperti pada knalpot mobil atau sepeda motor.
Sedangkan pada tepi-tepi pintu atau celah-celah jendela diberikan pelapis
untuk mengurangi lobang-lobang yang tidak diinginkan. Selain itu
mengadakan isolasi mesin terhadap lantai sehingga tidak menimbulkan
getaran yang akan merambat ke seluruh ruangan tersebut. Untuk
menutupi mesin-mesin yang bising dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Munutup mesin serapat mungkin
b. Mengolah semua pintu-pintu dan semua lobang secara akustik
c. Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurapi
penjalaran getaran
3. Melakukan Noise Control Technique atau Pengendalian Secara Teknik
Cara dibawah ini bisa dipertimbangkan dalam mengurangi suara
dari mesin :
a. Pemakaian akustik barrier untuk melindungi, defleksi atau absorbs
dari pada suara.
b. Pemakaian partial enclosure sekeliling mesin
c. Pemakaian complete enclosure
d. Pemakaian booth (sound proof room) untuk operator daripada
mesin kalau dirasakan tidak praktis menurunkan level suara
e. Reduksi dan eliminasi kebocoran penjalaran
17
f. Penggunaan vibration dan ping material untuk mereduksi transmisi
suara dari permukaan yang tipis.
g. Penggunaan vibration isolator untuk mereduksi radiasi dari suara
permukaan supaya tidak bergetar
h. Pemakaian flexible connectors antara bahan bangunan dasar seperti
pipa, listrik..
i. Pemakaian intertial block
j. Reduksi pengaruh resonansi pada sistem mekanik maupun akustik
k. Reduksi permukaan radiasi yang luas
l. Reduksi keadaan lidan balance dari pada sistem mekanik yang
berputar
m. Pemakaian lined duct dengan sound absortive material untuk
mengabsorbsi suara yang terjadi dalam ruang sempit.
n. Pemakaian muffler atau sound attenuator
o. Modifikasi dari waktu impact
p. Modifikasi dari impact surfaces
q. Eliminasi penyebab timbulnya aerodynamic noise
r. Eliminasi dari kebocoran yang tidak perlu dari udara atau uap
s. Pemakaian metode lain yang kurang berisik untuk menjalankan
fungsinya.
4. Mengadakan Perlindungan Terhadap Karyawan
18
Usaha lain dalam pengendalian bising adalah ditujukan terhadap
pekerjanya itu sendiri yang terpapar terhadap kondisi bising. Cara ini
sebenarnya lebih praktis dalam pelaksanaannya akan tetapi kesulitannya
terletak pada pekerjanya itu sendiri dan disini berhubungan erat dengan
faktor manusia.
Dalam rangka usaha melindungi karyawan dari kebisingan di
lingkungan kerja dapat dipakai beberapa cara, salah satu diantaranya ialah
dengan memakai alat pelindung telinga atau “personal protective
devices” yaitu dengan menyediakan ”ear defender” berupa ear plugs,
ear muffs atau helmet. Cara lain adalah dengan menghilangkan
pemaparan karyawan yang terpapar tadi dengan memberikan libur atau
memindahkan karyawan yang terpapar tadi dengan memberikan libur atau
memindahkannya ke bagian lain setelah ada keputusan medis.
Adapun faktor yang perlu diperhatikan dalam pemililahan alat
pelindung telinga adalah :
a. Jumlah attenuation yang dibutuhkanuntuk tiap area dan harus
dicocokkan dengan kemampuan attenuation dari pada alat
pelindung telinga
b. Comfortable dan sikap pekerja terhadap alat (menerima atau
menolak)
c. Harga
d. Safety
19
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Lokasi dan Waktu Percobaan
Praktikum kebisingan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 12 April 2016
pukul 9.40 WITA – 10.00 WITA. Pengukuran intensias kebisingan dilakukan
sebanyak tiga kali pengukuran dan di laksanakan di dua tempat yaitu :
1. Pengukuran I dan II dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
2. Pengukuran III dilakukan di Bengkel Salwa Motor Workshop Unhas.
B. Instrumen Praktikum
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kebisingan kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Noise Dosimeter
20
2. Stopwatch
3. Vacuum Cleaner
21
Gambar 1. Noise DosimeterSumber : Data Primer 2016
Gambar 2. StopwatchSumber : Data Primer 2016
4. Balon
22
Gambar 3. Vacuum CleanerSumber : Data Primer 2016
Gambar 4. BalonSumber : Data Primer 2016
5. Kompresor
C. Prinsip Kerja
Noise dosimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
tingkat keterpaparan kebisingan yang terjadi pada pekerja selama 8 jam perhari.
Noise dosimeter terdiri dari mikrofon, sirkuit elektron dan tampilan display
monitor. Mikrofon noise dosimeter digunakan untuk mendeteksi variasi tekanan
udara kecil yang berhubungan dengan suara dan perubahan menjadi sinyal
listrik. Sinyal tersebut kemudian akan diproses oleh sirkuit elektronik dari
instrument dan hasil yang didapatkan akan ditampilkan pada display monitor.
Penghitungan waktu kebisingan menggunakan stopwatch dengan prinsip kerja
dimulai saat tombol dalam keadaan ON arus dari sumber tegangan (baterai)
akan mengalir ke komponen-komponen elektronik dalam stopwatch digital.
23
Gambar 5. KompresorSumber : Data Primer 2016
Komponen-komponen elektronik tersebut yang melakukan perhitungan waktu
dan menampilkannya dalam monitor dalam bentuk angka digital.
D. Prosedur Kerja
1. Mengukur intensitas kebisingan pada vacuum cleaner :
a. Siapkan alat noise dosimeter, vacuum cleaner dan stopwatch
b. Tekan tombol ON, untuk menyalakan alat noise dosimeter. Setelah
alat menyalah, pastikan display monitor dalam keadaan stabil.
c. Setelah display monitor dalam keadaan stabil, tekan tombol MODE
untuk memastikan bahwa satuan pengukuran yang digunakan yaitu
desible (dBA).
d. Letakkan microphone sejajar dengan telinga
e. Nyalakan vacuum cleaner dan hitung intensitas kebisingan dengan
menggunakan stopwatch selama 30 detik setiap 5 kali pembacaan.
f. Setiap 30 detik dilakukan pencatatan hasil pengukuran yang
ditampilkan di noise dosimeter oleh praktikan.
2. Mengukur intensitas kebisingan pada balon :
a. Siapkan alat noise dosimeter dan balon
b. Tekan tombol ON, untuk menyalakan alat noise dosimeter. Setelah
alat menyalah, pastikan display monitor dalam keadaan stabil.
c. Setelah display monitor dalam keadaan stabil, tekan tombol MODE
untuk memastikan bahwa satuan pengukuran yang digunakan yaitu
desible (dBA).
24
d. Letakkan microphone sejajar dengan telinga
e. Letuskan balon dan lihat intensitas kebisingan yang ditimbulkan
pada display monitor alat noise dosimeter.
3. Mengukur intensitas kebisingan pada kompresor :
a. Siapkan alat noise dosimeter, kompresor dan stopwatch
b. Tekan tombol ON, untuk menyalakan alat noise dosimeter. Setelah
alat menyalah, pastikan display monitor dalam keadaan stabil.
c. Setelah display monitor dalam keadaan stabil, tekan tombol MODE
untuk memastikan bahwa satuan pengukuran yang digunakan yaitu
desible (dBA).
d. Letakkan microphone sejajar dengan telinga
e. Nyalakan kompresor dan hitung intensitas kebisingan dengan
menggunakan stopwatch selama 30 detik setiap 5 kali pembacaan.
f. Setiap 30 detik dilakukan pencatatan hasil pengukuran yang
ditampilkan di noise dosimeter oleh praktikan.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengukuran Intensitas Kebisingan pada Vacuum Cleaner
Pengukuran intensitas kebisingan pada vacuum cleaner diukur
menggunakan noise dosimeter di Laboratorim Terpadu FKM Unhas
selamat 30 detik setiap 5 kali pembacaan. Berikut data hasil pengukuran
kebisingan vacuum cleaner tersebut :
Tabel 3Hasil Pengukuran Intensitas Kebsingan Di Laboratorium
Terpadu FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Tahun 2016
26
Pengukuran (setiap 30 detik) Hasil Pengukuran (dBA)
I 79,6II 80,1III 79,9IV 79,2V 80
Total 398,8Rata-rata 79,76
Sumber : Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 3, dari hasil pengukuran terhadap tingkat
intensitas kebisingan vacuum cleaner di Laboratorium Terpadu
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dapat dilihat
nilai intensitas kebisingan tertinggi yaitu terjadi pada pengukuran ke
dua yaitu sebesar 80,1 dBA dan nilai terendah yaitu pada pengukuran
ke empat yaitu sebesar 80,1 dBA dan nilai rata-rata dari intensitas
kebisingan ini yaitu sebesar 79,76 dBA.
2. Pengukuran Intensitas Kebisingan pada Balon
Pengukuran intensitas kebisingan pada balon diukur menggunakan
noise dosimeter di Laboratorium Terpadu FKM Unhas. Berikut data hasil
pengukuran kebisingan balon tersebut :
Tabel 4.Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Balon di
Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Hasanuddin
Tahun 2016
Pengukuran Hasil Pengukuran (dBA)
I 107,0 dBA
27
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan tabel 4, dari hasil pengukuran intensitas kebisingan di
Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin dapat dilihat setelah diledakannya sebuah balon didapatkan
tingkat intensitas kebisingan yaitu sebesar 107,0 dBA.
3. Pengukuran Intensitas Kebisingan pada Kompresor
Pengukuran intensitas kebisingan pada kompresor diukur
menggunakan noise dosimeter di Bengkel Salwa Motor Workshop Unhas
selamat 30 detik setiap 5 kali pembacaan. Berikut data hasil pengukuran
kebisingan kompresor tersebut :
Tabel 5Hasil Pengukuran Intensitas Kebsingan Di Bengkel Salwa Motor
Workshop UnhasTahun 2016
Pengukuran (setiap 30 detik) Hasil Pengukuran (dBA)
I 81,2II 81,5III 82,1IV 81,9V 81,7
Total 408,4Rata-rata 81,68
Sumber : Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 5, dari hasil pengukuran terhadap tingkat
intensitas kebisingan kompresor di Bengkel Salwa Motor Workshop
Unhas dapat dilihat nilai intensitas kebisingan tertinggi yaitu terjadi
28
pada pengukuran ketiga yaitu sebesar 82,1 dBA dan nilai terendah
yaitu pada pengukuran pertama yaitu sebesar 81,2 dBA dan nilai rata-
rata dari intensitas kebisingan ini yaitu sebesar 81,68 dBA.
B. Pembahasan
Pada praktikum pengukuran intensitas kebisingan ini dilakukan 3 kali
pengukuran dengan 2 tempat yang berbedaa yaitu : di Laboratorium Terpadu
FKM Unhas dan di Bengkel Salwa Motor Workshop Unhas. Pengukuran
kebisingan ini menggunakan alat ukur Noise Dosimeter. Adapun hasil pada
setiap pengukuran tersebut, yaitu :
1. Pengukuran Intensitas Kebisingan di Laboratorium Terpadu FKM Unhas
pada Vacuum Cleaner
Vacuum cleaner merupakan alat penghisap debu yang sering kali
digunakan oleh cleaning service untuk membesihkan ruangan dan alat-
alat yang rentan ditumpuki debu. Vacuum cleaner yang digunakan tentu
saja memiliki mesin yang menimbulkan kebisingan dan mampu
mempengaruhi kesehatan pekerja (cleaning service) yang terus terpajan
vacuum cleaner. Kebisingan vacuum cleaner merupakan jenis kebisingan
impulsive berulang. Pada praktikum ini didapatkan intensitas rata-rata
sebesar 79,76 dBA. Pengukuran ini masih dalam batas normal karena
tidak melewati NAB kebisingan yang ditetapkan dalam Keputusan
29
Menteri Tenaga Kerja No.13 Tahun 2011 yakni 85 dBA. Intensitas
kebisingan vacuum cleaner belum melewati NAB yang ditetapkan,
intensitas ini hampir mendekati batas normal yang ditetapkan, dan apabila
dibiarkan terpapar secara terus menerus maka bisa terjadi efek kumulatif
serta dapat memberikan efek yang buruk kepada kesehatan dan gangguan-
gangguan lainnya seperti komunikasi, fisiologis dan psikologis.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi intensitas
bising adalah dengan menggunakan vacuum cleaner seperlunya, tidak
menggunakan terlalu lama dan sebisa mungkin membatasi gerak agar
tidak meningkatkkan vibrasi yang mempegaruhi menigkatnya kebsingan.
Untuk petugas kebersihan yang sering terpapar vacuum cleaner agar
melakukan shift kerja dan memberikan alat peredam suara pada vacuum
cleaner.
2. Pengukuran Intensitas Kebisingan di Laboratorium Terpadu FKM Unhas
pada Balon
Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan yang terdapat di
Laboratorium Terpadu FKM Unhas dapat dilihat bahwa tingkat
kebisingan yang ditimbulkan pada saat diledakan sebuah balon yaitu
sebesar 107,0 dBA, angka ini melewati nilai ambang batas yang telah
ditetapkan oleh Permnenaker Trans No. 13 Tahun 2011 yaitu 85 dBA.
Jenis kebisingan yang ditimbulkan adalah impulsive noise, yaitu
kebisingan yang memerlukan waktu untuk mencapai intensitasnya tidak
30
lebih dari 35 detik dan waktu yang dibutukhan untuk penurunan sampai
20 dBA di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 detik.
3. Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bengkel Salwa Motor Workshop
Unhas pada Kompresor
Kompresor merupakan alat yang biasa digunakan dalam dunia
perbengkelan. Kompresor digunakan untuk pengisian gas atau anginapada
ban kendaraan. Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan yang di
lakukan di Bengkel Salwa Motor ini didapatkan rata-rata pengukuran
intensitas kebisingan yang di hasilkan oleh kompresor yaitu sebesar
81,68 dBA. Pengukuran ini masih dalam batas normal karena tidak
melewati NAB kebisingan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No.13 Tahun 2011 yakni 85 dBA. Jenis kebisingan yang
ditimbulkan oleh kompresor merupakan jenis bising stedy state noise
dengan spectrum frekuensi yang luas.
Walaupun demikian, intensitas ini mendekati NAB yang ditetapkan
dan apabila terpapar kebisingan ini terus menerus dapat mengakibatkan
resiko yang bersifat kumulatif sehingga tetap perlu adanya perhatian
untuk menghindari risiko. Nilai intensitas dari pengukuran kompresor ini
dapat berubah menjadi lebih tinggi atau rendah tergantung dari waktu
pengisiannya. Semakan cepat waktu pengisian gas pada ban kendaraan
maka semakin tinggi bunyi yang dihasilkan.
31
Oleh karena itu, pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi intensitas bising yang masuk ke telinga pada saat berada
disekitar kompresor yaitu dengan tidak tinggal menetap pada sumber
kebisingan tersebut serta menggunakan alat pelindung diri yang tepat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Praktikan telah mengetahui cara pengoperasian alat ukur kebisingan jenis
Noise Dosimeter RS-232 yaitu Noise Dosimeter yang digunakan pada
praktikum kebisingan kali ini.
2. Pengukuran pertama intensitas kebisingan di Laboraturium lantai 3 FKM
Unhas pada vacuum cleaner didapatkan rata-rata 79,76 dBA. Pengukuran
32
ini masih dalam batas normal karena tidak melewati NAB kebisingan
yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.13 Tahun
2011 yakni 85 dBA. Pengukuran kedua intensitas kebisingan di
Laboraturium lantai 3 FKM Unhas pada balon didapatkan hasil 107,0
dBA. Angka ini melewati nilai ambang batas yang telah ditetapkan oleh
Permnenaker Trans No. 13 Tahun 2011 yaitu 85 dBA. Pengukuran ketiga
intensitas kebisingan di Bengkel Salwa Motor Workshop Unhas pada
kompresor didapatkan rata-rata 81,68 dBA. Pengukuran ini masih dalam
batas normal karena tidak melewati NAB kebisingan yang ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.13 Tahun 2011 yakni 85
dBA.
B. Saran
Adapun saran yang praktikan dapat ajukan, yaitu:
1. Sebaiknya alat-alat yang akan digunakan sebelum praktek harus diperiksa
terlebih dahulu agar tidak membuang banyak waktu saat praktikum akibat
alat yang harus deperbaiki.
2. Sebaiknya praktian dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) saat
melakukan praktikum tentang kebisingan.
33