Isi

39
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pain atau biasa disebut nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Orofacial pain mencakup sejumlah masalah klinis yang melibatkan otot pengunyahan atau sendi temporomandibular. Masalah yang diperoleh dapat mencakup ketidaknyamanan pada sendi temporomandibular, kejang otot di leher, kepala dan rahang, migrain, cluster atau sering sakit kepala, atau sakit dengan wajah, gigi atau rahang. Pada skenario diceritakan bahwa Murni menderita sakit kepala/ nyeri kepala, namun obat yang diberikan ternyata tidak menghilangkan rasa sakitnya. Sejenak hilang kemudian timbul lagi. Setelah dibawa ke pengobatan alternatif dan ahli syaraf, didapatkan hasil yang sama. Namun, setelah berkunjung ke dokter gigi, dokter gigi menemukan gigi Murni karies dan segera 1

description

isi

Transcript of Isi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pain atau biasa disebut nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait

dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan.

Orofacial pain mencakup sejumlah masalah klinis yang melibatkan otot

pengunyahan atau sendi temporomandibular. Masalah yang diperoleh dapat

mencakup ketidaknyamanan pada sendi temporomandibular, kejang otot di leher,

kepala dan rahang, migrain, cluster atau sering sakit kepala, atau sakit dengan

wajah, gigi atau rahang. Pada skenario diceritakan bahwa Murni menderita sakit

kepala/ nyeri kepala, namun obat yang diberikan ternyata tidak menghilangkan

rasa sakitnya. Sejenak hilang kemudian timbul lagi. Setelah dibawa ke pengobatan

alternatif dan ahli syaraf, didapatkan hasil yang sama. Namun, setelah berkunjung

ke dokter gigi, dokter gigi menemukan gigi Murni karies dan segera dicabut.

Setelah dilakukan pencabutan, maka nyeri kepala yang diderita Murni pun juga

hilang.

Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami

anatomi dan fisiologi nyeri, definisi dari orofacial pain, korelasi nyeri kepala

dengan karies serta mekanisme referred pain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme referred pain?

2. Apa saja tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi orofacial pain?

1

3. Bagaimana penggolongan orofacial pain?

4. Bagaimana mekanisme orofacial pain yang berkaitan dengan karies?

5. Bagaimana mekanisme, persepsi, dan kontrol nyeri?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami mekanisme referred pain.

2. Mengetahui tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi orofacial

pain.

3. Mengetahui dan memahami penggolongan orofacial pain.

4. Memahami mekanisme orofacial pain yang berkaitan dengan karies.

5. Memahami mekanisme, persepsi, dan kontrol nyeri.

2

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Referred Pain

Mekanisme referred pain adalah sebagai berikut, cabang-cabang serabut

nyeri visceral bersinaps dengan neuron kedua dalam medulla spinalis dimana

neuron ini akan menerima serabut nyeri yang berasal dari kulit. Ketika serabut

nyeri viseral terangsang, maka sinyal nyeri yang berasal dari vicera akan

selanjutnya akan dijalarkan melalui beberapa neuron yang sama yang juga

menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit, dan akibatnya orang itu akan

merasakan sensasi yang benar-benar berasal dari daerah kulit.

2.2 Tindakan untuk mengatasi OFP

Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi orofacial pain antara

lain:

a. Non-farmakologi

Tindakan nonfarmakologi untuk mengatasi oral facial pain antara lain

dengan:

1. Transcutaneus electrical nerve stimulation

2. Relaksasi

3. Hipnotis

b. Farmakologi

Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu

mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok:

Analgetik opioid (narkotik)

Analgetik non-opioid

Analgetik ajuvan.

3

Analgetik opioid merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat

efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.

Analgetik Opioid

Secara kimia analgetik opioid berhubungan dengan morfin.

Morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium, walaupun ada

yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian lainnya dibuat di

laboratorium. Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi rasa

nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai

obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum

pemakaian jangka panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara

bertahap, untuk mengurangi gejala-gejala putus obat.

Berbagai kelebihan dan kekurang dari analgetik opioid:

1. Morfin, merupakan prototipe dari obat ini, yang tersedia dalam bentuk

suntikan, per-oral (ditelan) dan per-oral lepas lambat. Sediaan lepas

lambat memungkinkan penderita terbebas dari rasa nyeri selama 8-12

jam dan banyak digunakan untuk mengobati nyeri menahun.

2. Analgetik opioid seringkali menyebabkan sembelit, terutama pada usia

lanjut. Pencahar (biasanya pencahar perangsang, contohnya senna atau

fenolftalein) bisa membantu mencegah atau mengatasi sembelit.

3. Opioid dosis tinggi sering menyebabkan ngantuk. Untuk mengatasinya

bisa diberikan obat-obat perangsang (misalnya metilfenidat).

4. Analgetik opioid bisa memperberat mual yang dirasakan oleh penderita.

Untuk mengatasinya diberikan obat anti muntah, baik dalam bentuk per-

oral, supositoria maupun suntikan (misalnya metoklopramid, hikroksizin

dan proklorperazin).

5. Opioid dosis tinggi bisa menyebabkan reaksi yang serius, seperti

melambatnya laju pernafasan dan bahkan koma.

4

Analgetik Opioid

Obat Masa efektif Keterangan

Morfin

Suntikan

intravena/intramuskuler:2-3 jam

Per-oral:3-4 jam

Sediaan lepas lambat:8-12jam

Mula kerjanya cepat

Sediaan per-oral

sangat efektif untuk

mengatasi nyeri karena

kanker

Kodein Per-oral:3-4 jam

Kurang kuat

dibandingkan dengan

morfin

Kadang diberikan

bersamaan dengan

aspirin atau

asetaminofen

Meperidin

Suntikan

intravena/intramuskuler:sekitar 3

jam

Per-oral:tidak terlalu efektif

Bisa menyebabkan

epilepsi, tremor dan

kejang otot

MetadonPer-oral:4-6 jam, kadang lebih

lama

Juga digunakan untuk

mengobati gejala putus

obat karena heroin

Proksifen Per-oral:3-4 jam Biasanya diberikan

bersamaan dengan

aspirin atau

5

asetaminofen, untuk

mengatasi nyeri ringan

Levorfanol

Suntikan intravena atau

intramuskuler:4 jam

Per-oral:sekitar 4 jam

Sediaan per-oral

sangat ampuh

Bisa digunakan

sebagai pengganti

morfin

Hidromorfon

Suntikan

intravena/intramuskuler:2-4 jam

Per-oral:2-4 jam

Suppositoria per-rektum:4 jam

Mula kerjanya cepat

Bisa digunakan

sebagai pengganti

morfin

Efektif untuk

mengatasi nyeri karena

kanker

Oksimorfon

Suntikan

intravena/intramuskuler:3-4 jam

Suppositoria per-rektum:4 jam

Mula kerjanya cepat

Analgetik Non-opioid

Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti

peradangan non-steroid (NSAID, nonsteroidal anti-inflammatory drug).

Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:

1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang

bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.

2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali

terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.

6

Aspirin merupakan prototipe dari NSAID, yang telah digunakan

selama lebih dari 100 tahun. Pertama kali disarikan dari kulit kayu pohon

Willow. Tersedia dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif

selama 4-6 jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa

menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi

kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga menyebabkan

kecenderungan terjadinya perdarahan di seluruh tubuh. Pada dosis yang

sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Salah satu

pertanda dari overdosis aspirin adalah teling berdenging (tinitus).

Mula kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-beda,

dan respon setiap orang terhadadap NSAID juga berbeda-beda. Semua

NSAID bisa mengiritasi lambung dan menyebabkan ulkus peptikum,

tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID bersamaan dengan

makanan dan antasid bisa membantu mencegah iritasi lambung. Obat

misoprostol bisa membantu mencegah iritasi lambung dan ulkus

peptikum; tetapi obat ini bisa menyebabkan diare.

Asetaminofen berbeda dari aspirin dan NSAID. Obat ini bekerja

pada sistem prostaglandin tetapi dengan mekanisme yang berbeda.

Asetaminofen tidak mempengaruhi kemampuan pembekuan darah dan

tidak menyebabkan ulkus peptikum maupun perdarahan. Tersedia dalam

bentuk per-oral atau supositoria, dengan masa efektif selama 4-6 jam.

Dosis yang sangat tinggi bisa menyebabkan efek samping yang sangat

serius, seperti kerusakan hati.

Analgetik Ajuvan

Analgetik ajuvan adalah obat-obatan yang biasanya diberikan

bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri.

Contohnya, beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non-spesifik

dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk

7

nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik.

Obat-obat anti kejang (misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-

oral (misalnya meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik.

Anestesi Lokal & Topikall

Anestesi (obat bius) lokal bisa digunakan langung pada atau di

sekitar daerah yang luka untuk membantu mengurangi nyeri.

Jika nyeri menahun disebabkan oleh adanya cedera pada satu saraf, maka

bisa disuntikkan bahan kimia secara langsung ke dalam saraf untuk

menghilangkan nyeri sementara.

Anestesi topikal (misalnya lotion atau salep yang mengandung

lidokain) bisa digunakan untuk mengendalikan nyeri pada keadaan

tertentu.

c. Fisik

tindakan fisik yang bisa dilakukan untuk mengatasi Oralfacial Pain adalah

dengan:

1. Stimulasi sensorik

2. Ultrasound

3. Electrogalvanic stimulation (ESG)

d. Psikologi

2.3 Penggolongan/ klasifikasi OFP

OFP atau orofacila pain dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya,

antara lain:

1. Rasa sakit yang dikarenakan oleh penyakit local

Misalnya:

a. Gigi dan rahang

b. Sendi temporomandibular dan otot-otot yang berhubungan dengannya

c. Hidung dan sinus paranasal

8

d. Kelenjar ludah

e. Pembuluh darah; giant-sel arteri

f. Mukosa

g. Lymph node

Pada kelompok ini rasa sakit berhubungan dengan gejala-gejala lain dan

mempunyai sifat khusus, dengan kelainan local yang terlihat jelas baik secara

klonos maupun radiografis, sehingga dapat dilakukan penentuan diagnosa.

Perawatan keadaan local dapat menghilangkan sakit tersebut (Gayford and

Haskell, 1990).

2. Sakit yang berasal dari batang saraf dan arah perjalanan sentralnya

Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yang dapat dibedakan

dengan ada atau tidak adanya tanda-tanda fisik yang tidak normal pada sistem

saraf sentral. Jadi, bila rasa sakit berasal dari keadaan yang termasuk kelompok

ini, maka untuk menentukan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan neurologi

dengan perhatian khusus terhadap saraf kranial. Penyebab kelompok ini adalah:

Kelompok I.

Tidak ada tanda-tanda fisik yang tidak normal pada sistem saraf sentral

a. Neuralgia trigeminal dan glosoparingeal idiopatik

b. Sindrom migrain

c. Sakit pada wajah atipikal

(Gayford and Haskell, 1990).

Kelompok II.

Ada tanda-tanda fisik yang tidak normal pada sistem saraf sentral Gangguan pada

saraf baik karena tekanan, infiltrasi atau penyakit degenerasi dari sistem saraf

sentral baik ekstra maupun intrakranial (Gayford and Haskell, 1990).

3. Sakit yang berasal dari luar wajah

Rasa sakit dapat berasal dari Mata, Jantung, Tulang spinal, Oesopagus.

Mata secara alami merupakan bagian dari wajah, normalnya pasien tidak

mengeluh tentang rasa sakit dari penyakit mata atau telinga, tetapi mengeluh

tentang rasa sakit dari organ yang terserang. Sebaliknya, sakit dari struktur lain

biasanya meluas ke telinga (terutama dari gigi geraham besar bawah dan sendi

9

temporomandibular). Keadaan seperti ini ditandai dengan kelainan lokal yang

berhubungan engan rasa sakit, tetapi selain itu juga terlohat tanda yang samar ari

penyakityang terdapat di luar wajah yang menimbulkan rasa sakit tersebut

(Gayford and Haskell, 1990).

Differentation of odontogenic and non-odontogenic pain

Nyeri odontogenik adalah nyeri yang berasal dari pulpa gigi, biasanya

timbul dari dua macam jaringan, yakni jaringan pulpa dan jaringan periodontium.

Nyeri periodontium merupakan nyeri dalam stomatik. Penyebab nyeri

periodontium bervariasi antara lain inflamasi peiodontium akibat sebab lokal

seperti trauma, beban oklusal yang terlalu berat, atau ada gigi yang impaksi; atau

akibat dari tindakan profilaksis, perawatan endodonsia, orthodonsia, preparasi

mahkota, kontur gigi yang tdaik tepat, atau trauma pembedahan. Juga bias

disebabkan karena abses periodontium akut, eksaserbasi pada abses periodontium

kronnik akibat infeksi, cidera, impaksi makanan, atau resisitensi yang menurun.

Dapat pula diakibatkan oleh penyebaran inflamasi pulpa baik langsung melalui

foramen apikalis atau melalui kanal tambahan. Sebab lain yang mungkin adalah

penyebaran dari infeksi gigi tetangga (perkontinuitataum), atau infeksi tulang.

Tanda nyeri periodontium yang biasa dijupai adalah: 1. Kualitasnya

tumpul atau berdenyut; 2. Ada penyebab yang jelas (poket, abses); 3. Respon

terhadap tekanan mekanik adalah proporsional terhadap jumlah tekanan yang

diaplikasikan; 4. Gigi terasa elongasi, dan 5. Anestesi lokal pada daerah

periodontium yang terkena akan meredakan nyeri (Sumawinata, 2003).

Penyebab rasa sakit lokal odontogenik dapat disebabkan karena:

Periodontal abses, dapat menyebabkan sakit dan pembengkakan. Pasien

menggambarkan rasa sakit yang tumpul, berkelanjutan, dan intensitasnya

meningkat ketika mengunyah atau ketika jaringan lunak yang menutupi dipalpasi.

Rasa sakit semakin parahketika dilakukan penekanan dari arah vertikal atau

horisontal pada gigi.

Jika proses inflamasi yang terjadi belum mengenai pulpa, respon pulpa

masih normal pada stimulus termal maupun elektrik. Pemeriksaan radiograf

terlihat sedikit perubahan pada tulang yang mendukung gigi. Pemeriksaan klinis

10

terlihat nodul, adanya fluktuansi pada pembengkakan tersebut, peningkatan

mobilitas dari gigi, dan adanya purulensi. Probing pada jaringan periodontal

menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Bricker dkk., 1994).

Nyeri dentinal dan nyeri pulpal.

Dentin terbuka, dapat disebabkan karena resesi gingiva dan hilangnya

sementum karena pengaruh kimia dan proses mekanis seperti erosi dan abrasi.

Terpaparnya dentin yang vital dapat menjadi sumber rasa sakit. Stimulus rasa

sakit dapat berupa agen kimiawi dan fisik, dalam jumlah yang cukup dapat

perubahan pada pulpa sehingga mempengaruhi odontoblas dan terjadi perubahan

karakteristik pada vaskular sebagai tanda dari pulpitis tahap awal (Briker, 1994).

Berdasarkan klasifikasi klinis, kondisi pulpa dapat dikategorikan menjadi

pulpa sehat, pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel, dan nekrosis pulpa (Prpić-

Mehičić dan Galić, 2010).

Pada pulpa yang sehat, stimulus panas dan dingin dapat menyebabkan

nyeri selama 1 hingga 2 detik. Selain itu, nyeri pulpal dan dentinal juga dapat

timbul dengan adanya kondisi hipersensitivitas dentin, yang timbul karena adanya

rangsangan termal, kimiawi, stimulus osmotik dan taktil yang mengenai dentin

yang terbuka sehingga timbul nyeri yang tajam, kuat, dan bertahan lama (Prpić-

Mehičić dan Galić, 2010).

Pulpitis reversibel dapat menyebabkan short-term pain pada rangsangan

dingin, namun cepat hilang ketika stimulus dihilangkan. Sedangkan pada pulpitis

irreversibel, nyeri tidak dapat hilang walaupun stimulus penyebab nyeri sudah

dihilangkan (Prpić- Mehičić dan Galić, 2010).

Nyeri periradikular, biasanya disebabkan oleh adanya penyebaran infeksi dari

pulpa menuju jaringan periapikal, biasanya disertai oleh pulpitis irreversibel.

Gejala yang ditimbulkan merupakan gabungan dari gejala pulpitis irreversibel,

yakni sensitivitas pada gerakan menggigit, nyeri tumpul, persisten, dan nyeri yang

berdenyut. Adanya proses inflamasi yang progresif menuju tulang alveolar, gejala

yang terjadi dapat disertai dengan timbulnya demam, malaise, pembengkakan dan

11

rash (Prpić-Mehičić dan Galić, 2010). Differential diagnosis nyeri odontogenik

(Prpić-Mehičić dan Galić, 2010).

Nyeri non-odontogenik adalah nyeri yang terasa pada gigi tetapi

disebabkan oleh suatu proses ditempat lain, bukan pada gigi (Sumawinata, 2003).

Nyeri nonodontogenik dapat berasal dari kelenjar saliva, sinus, hidung,

tenggorokan, kelenjar tiroid, mata, telinga, esofageal cardiac sphincter dan paru-

paru. Menurut Prpić-Mehičić dan Galić (2010), sindrom-sindrom nyeri pada

rahang yang dapat menyebabkan sakit pada gigi dapat dibedakan menjadi akut

(neuralgia n. trigemini, “cluster” headaches, acute otitis media, acute maxillary

sinusitis, cardiogenic jaw-pain, sialolithiasis) dan kronis (TMJ disorders dan

nyeri otot pipi, atypical facial pain, sinusitis alergika, causalgia, postherpetic

neuralgia, nyeri fasial akibat neoplasma maligna).

2.4 Mekanisme OFP kaitan dengan karies

Orofacial pain mencakup sejumlah masalah klinis yang melibatkan otot

pengunyahan atau sendi temporomandibular. Masalah yang diperoleh dapat

mencakup ketidaknyamanan pada sendi temporomandibular, kejang otot di leher,

kepala dan rahang, migrain, cluster atau sering sakit kepala, atau sakit dengan

wajah, gigi atau rahang. Pada skenario, nyeri yang dirasakan oleh pasien

dirasakan sebagai dull pain (pegal/kemeng) yang kontinyu dan kadangkadang

berdenyut.

Nyeri merupakan reaksi fisiologis yang ditimbulkan oleh rangsang yang

mencapai nilai ambang rasa nyeri pada reseptor nyeri. Mekanisme nyeri gigi

berawal dari rangsang berbahaya yang diubah impuls nyeri sampai persepsi nyeri

gigi. Rangsang diterima oleh email disampaikan ke reseptor di dentin, kemudian

rangsang diubah menjadi impuls yang kemudian disampaikan ke pulpa dan

akhirnya sampai di pusat nyeri, tempat nyeri dipersepsi.

Definisi nyeri yang ditetapkan oleh International Association for The

Study of Pain adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

12

menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan yang telah terjadi atau

yang akan terjadi atau digambarkan dengan katakata yang berhubungan dengan

kerusakan jaringan. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh; rasa

nyeri timbul bila terdapat kerusakan jaringan dan ini akan menyebabkan penderita

bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Nyeri adalah pengalaman

sensoris kompleks yang sering berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri

dianggap sebagai suatu istilah yang berhubungan dengan sensasi yang dibedakan

dalam kualitas, lokasi durasi dan intensitas rangsangnya. Nyeri merupakan

pengalaman kompleks yang meliputi tidak hanya komponen sensorik, tetapi juga

melibatkan reaksi motorik atau respons yang ditimbulkan oleh rangsang yang

menimbulkan nyeri, yaitu rangsang berbahaya.

Penderita yang telah kehilangan rasa sakitnya, misalnya setelah mengalami

kecelakaan pada medula spinalis, tak akan mempunyai rasa nyeri.

Nyeri gigi merupakan respons yang ditimbulkan oleh rangsang pada reseptor

nyeri di gigi yang akan diubah menjadi impuls nyeri dan dihantarkan melalui

struktur serabut saraf. Jaringan yang hanya mengandung reseptor nyeri atau

nosiseptor memiliki sensitifitas atau kepekaan terhadap nyeri dengan tingkat

kepekaan yang berbeda. Dentin dan pulpa termasuk jaringan yang peka terhadap

nyeri. Nyeri gigi terjadi bila terjadi rangsangan pada nosiseptor.

Nyeri gigi merupakan reaksi fisiologis dan atau patologis yang timbul oleh

rangsangan pada reseptor nyeri dan impulsnya dihantarkan melalui struktur

serabut saraf. Para ahli mengemukakan bahwa rasa nyeri sukar atau tidak dapat

didefinisikan dengan tepat karena sifat nyeri tersebut bersifat subyektif, misalnya

seorang individu mengatakan nyeri pada rangsangan dengan intensitas

kecil, tetapi individu yang lain harus diberikan rangsangan dengan intensitas yang

lebih besar untuk dapat merasakan nyeri.

Berdasarkan timbulnya nyeri terdapat dua rasa nyeri utama yaitu rasa nyeri

cepat (akut) dan lambat (kronis). Nyeri akut timbul kira-kira 0,1 detik setelah

diberikan stimulus nyeri, sedangkan nyeri kronis timbul 1 detik atau lebih dan

kemudian bertambah secara perlahan selama beberapa detik kadangkala beberapa

menit. Nyeri gigi ditimbulkan oleh rangsang yang diterima melalui struktur gigi

13

yaitu email, kemudian diteruskan ke dentin, sampai ke hubungan pulpa-dentin,

yang mengandung reseptor nyeri dan akhirnya ke pulpa. Reseptor nyeri tersebut

merupakan nosiseptor yang berasal dari saraf maksilaris dan mandibularis dan

merupakan cabang saraf trigeminal. Rangsang yang diterima akan diubah menjadi

impuls dan dihantarkan menuju susunan saraf pusat rangsang dapat berupa

rangsang kimia, listrik, mekanis maupun termal.

Email adalah jaringan yang pertama kali menerima stimulus rangsangan.

Email merupakan jaringan yang sama sekali tidak peka dan rangsang yang sampai

pada daerah tersebut tidak berubah. Rangsang pada email diteruskan ke dentin

bagian luar, kemudian kanalikuli dentin sampai ke reseptor. Rangsang pada

serabut saraf berujung bebas tersebut menimbulkan impuls nyeri yang akan

menyebar ke seluruh serabut saraf.

Cabang saraf maksilaris yang menghantarkan impuls nyeri gigi rahang

atas:

1. Saraf alveolaris superior anterior, menghantarakan impuls nyeri dari nyeri gigi

anterior.

2. Saraf alveolaris superior media, menghantarkan impuls nyeri gigi dari gigi

premolar dan akar mesiobukal molar pertama.

3. Saraf alveolar superior posterior, menghantarkan impuls nyeri dari gigi molar

kecuali akar mesiobukal molar pertama.

Cabang saraf mandibularis yang menghantarkan impuls nyeri dari gigi

rahang bawah yaitu saraf alveolaris inferior melalui cabang dentalis yang

menghantarkan impuls dari seluruh gigi-gigi rahang bawah. Serabut saraf lebih

banyak bercabang pada kamar pulpa dibandingkan saluran akar, dengan

perbandingan 1:3. Percabangan serabut saraf semakin meningkat pada ujung

tanduk pulpa.

Reseptor sensorik yang terdapat pada gigi adalah jenis nosiseptor, yaitu

ujung saraf bebas bermielin dan tidak bermielin. Reseptor ini terletak di predentin,

hubungan pulpa-dentin dan subodontoblas. Serabut saraf sensorik yang masuk ke

dalam pulpa merupakan sistem serabut saraf trigeminal yaitu berasal dari ganglion

14

trigeminalis (ganglion semilunaris Gasseri). Serabut saraf ini dibungkus oleh

suatu selubung yang terdiri dari kumpulan sel Schwann yang berfungsi sebagai

nerolema. Sel Schwann terdiri dari mielin yang merupakan campuran lipid dan

protein. Serabut saraf bermielin ini masuk ke pulpa melalui foramen apikal.

Serabut saraf bermielin yang besar terdapat di daerah kamar pulpa akan bercabang

menjadi serabut saraf yang lebih kecil dan menyebar ke arah koronal dan perifer

gigi. Serabut saraf kemudian bercabang di daerah subodontoblas dan membentuk

suatu sistem saraf yang menyerupai suatu anyaman yang disebut plexus of

Raschkow. Pada daerah ini, serabut saraf akan melepaskan selubung mielinnya

dan berjalan melalui Zone of Weil. Serabut saraf tersebut akan berjalan

mengelilingi prosesus odontoblas

dan berakhir sebagai reseptor pada predentin.

Impuls nyeri gigi dihantarkan ke sistem saraf pusat melalui dua jenis

serabut saraf, yaitu serabut saraf tipe A-_ yang bermielin halus dengan diameter 2-

5 μm, menghantarkan impuls nyeri dengan kecepatan 12-30 m / det dan serabut

saraf tipe A bermielin yang berdiameter 5-12 μm menghantarkan impuls nyeri

dengan kecepatan 30-70 m/det. Serabut saraf lainnya yaitu serabut saraf tipe C

yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 μm. Serabut saraf tipe C

menghantarkan impuls nyeri dengan kecepatan 0,5-2 m/det. Kedua serabut saraf

ini berakhir pada nukleus spinalis saraf trigeminal. Impuls nyeri yang mengenai

ujung saraf pulpa gigi dihantarkan ke saraf maksilaris dan mandibularis dari saraf

trigeminal.

Serabut saraf ini berjalan dari ganglion Gasseri ke nukleus sensorik dari

saraf trigeminal yang terletak pada medulla oblongata dan meluas ke segmen

servikal traktus spinalis. Serabut saraf juga berjalan melalui lemniskus

trigeminalis ke nukleus postero-sentral dari talamus. Talamus merupakan pusat

dari seluruh impuls nyeri kasar yang selanjutnya diproyeksikan datang ke korteks

serebri. Impuls nyeri kasar ini akan diteruskan melalui neuron penghubung

korteks serebri. Di tempat ini nyeri sudah dapat dikenali dengan jelas baik lokasi

maupun diskriminasinya serta kualitas nyeri.

15

Sakit Orofacial adalah alasan utama mengapa banyak pasien mencari saran

dokter gigi. Ini biasanya memiliki sebab lokal. Namun, berbagai penyakit,

khususnya saraf, psikogenik dan gangguan pembuluh darah, dapat menyebabkan

orofacial pain.

2.5 Mekanisme, Persepsi, dan Kontrol Nyeri

Definisi nyeri adalah persepsi somatik berupa ketidaknyamanan yang

mengindikasikan adanya kerusakan jaringan atau potensi/ancaman terhadap

kerusakan jaringan (Tollison dkk., 2002).

Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat, yang

hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang

lain, mencakup pola pikir, aktivitas seseorang secara langsung, dan perubahan

hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat

menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiologikal.

Penyebab Nyeri

1. Trauma

a. Mekanik

Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan,

misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

b. Thermis

Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat

panas, dingin, misal karena api dan air.

c. Khemis

Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat.

d.Elektrik

Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa

nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

2. Neoplasma

a. Jinak

16

b. Ganas

3. Peradangan

Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya

peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya abses.

4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah

5. Trauma psikologis.

Klasifikasi nyeri menurut Smith (2009):

1. Nosiseptif

Rasa nyeri yang ditimbulkan karena adanya rangsang dari luar. Besar rasa

nyeri sebanding dengan besar kerusakan yang dialami dan rasa nyeri jenis ini

bersifat protektif. Contohnya: terbakar, patah tulang, nyeri somatik atau viseral.

2. Neuropatik

Rasa nyeri yang ditimbulkan karena adanya jejas pada sistem syaraf. Besar

rasa nyeri tidak sebanding dengan besar kerusakan yang terjadi dan rasa nyeri

jenis ini tidak memiliki fungs iprotektif. Rasa nyeri jenis ini akan tetap ada

walaupun rangsang nosiseptif telah dihilangkan. Contohnya neuroma, trauma

pada akson.

3. Mixed pain

Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang nosiseptif bersamaan dengan

adanya jejas pada sistem syaraf. Contohnya rasa sakit pada kaki dan punggung

setelah operasi saraf pada bagian lumbal, atau pasien dengan sindrom rasa nyeri

regional (misalnya pada sistem saraf pusat atau distrofi gerak refleks) dapat

menyebabkan komplikasi rasa nyeri yang bersifat nosiseptif, misalnya ankilosis

sendi dan nyeri myofacial.

4. Idiopatik

Rasa nyeri yang tidak dapat diidentifikasi lesi penyebabnya, dan besarnya

tidak sebanding dengan kerusakan yang dialami.

Klasifikasi Nyeri

1. Menurut Tempat

17

a. Periferal Pain

Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)

Deep Pain (Nyeri Dalam)

Reffered Pain (Nyeri Alihan) yaitu nyeri yang dirasakan pada area yang bukan

merupakan sumber nyerinya.

b. Central Pain

Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak.

c. Psychogenic Pain

Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.

d. Phantom Pain

Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi,

contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang

berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang

tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.

e. Radiating Pain: Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan

sekitar.

2. Menurut Sifat

a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang

b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama

c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya

menetap 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.

d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh

pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari

lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya

a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah

b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis

c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4. Menurut Waktu Serangan

18

Pada tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference

of Pain mengkategorikan 3 (tiga) tipe dari nyeri yaitu akut, kronik malignan dan

kronik nonmalignan. Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau

pembedahan. Nyeri kronik nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan

yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan

kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun

demikian, biasanya terdapat dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan

kronis.

a. Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur.

Klien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala antara lain:

respirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat.

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama

dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan. (Anonim,

2007)

Nyeri akut

Nyeri akut adalah respon fisiologis yang memperingatkan kita dari bahaya.

Proses Nosisepsi menggambarkan proses normal rasa sakit dan respons terhadap

rangsangan berbahaya atau berpotensi untuk merusak jaringan normal. Ada empat

proses dasar yang terlibat dalam nosisepsi (McCaffery dan Pasero, 1999). Ini

adalah:

Transduksi,

Transmisi

Persepsi

Modulasi

Transduksi

Transduksi rasa sakit dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari

serat C dan serat A delta neuron aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya.

19

Nociceptors terkena rangsangan berbahaya ketika kerusakan jaringan dan

inflamasi terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma, pembedahan, peradangan,

infeksi dan iskemia. Nociceptors didistribusikan pada ;

Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);

Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).

Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa sakit.

Stimuli berbahaya dan tanggapan

Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:

Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan tumor);

Thermal (membakar, panas);

Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).

Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh

tumor atau eksternal, misalnya, terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan

mediator kimia berbahaya dari sel-sel yang rusak, termasuk: prostaglandin ,

bradikinin , serotonin , substansi P, kalium, histamin. Mediator kimia ini

mengaktifkan dan atau sensitivitas nociceptors terhadap rangsangan berbahaya.

Dengan maksud memperbaiki rasa nyeri , pertukaran ion natrium dan kalium (de-

polarisasi dan re-polarisasi) terjadi pada membran sel. Hal ini menghasilkan suatu

potensial aksi dan generasi dari sebuah impuls nyeri.

Transmisi Rasa Nyeri

Penyaluran terjadi dalam tiga tahap. Nyeri impuls ditransmisikan:

dari situs transduksi sepanjang serat nociceptor ke punggung tanduk di sumsum

tulang belakang,

dari sumsum tulang belakang ke otak batang;

melalui hubungan antara korteks, talamus dan tingkat yang lebih tinggi dari

otak. Serat C dan serat A-delta berakhir di tanduk dorsal sumsum tulang belakang.

Ada celah sinaptik antara akhir terminal serat C dan serat A-delta dan neuron

tanduk dorsal nociceptive (NDHN). Agar impuls rasa sakit yang akan

ditransmisikan dalam celah untuk NDHN sinapsis, neurotransmiter rangsang yang

dilepaskan, yang mengikat reseptor khusus pada NDHN. Neurotransmitter adalah:

20

adenosin trifosfat; glutamat , peptida terkait gen kalsitonin, bradikinin , oksida

nitrous , substansi P. Impuls nyeri ini kemudian ditransmisikan dari sumsum

tulang belakang untuk membendung otak dan thalamus melalui dua jalur utama

meningkat nociceptive. Ini adalah jalan spinothalamic dan spinoparabrachial .

Otak tidak memiliki pusat-pusat rasa sakit diskrit, jadi ketika impuls tiba di

thalamus mereka diarahkan untuk berbagai bidang otak dimana mereka akan

diproses.

Persepsi nyeri

Persepsi nyeri adalah hasil akhir dari aktivitas saraf transmisi rasa sakit

dan mana rasa sakit menjadi pengalaman multi-dimensi sadar. Multidimensional

mengalami rasa sakit memiliki komponen afektif-motivasi, sensorik-diskriminatif,

emosi dan perilaku. Ketika rangsangan menyakitkan ditransmisikan ke batang

otak dan thalamus, daerah kortikal multiple diaktifkan dan tanggapan diperoleh.

Daerah ini:

* sistem retikuler:

Hal ini bertanggung jawab untuk respon otonom dan motor terhadap rasa sakit

dan untuk mengingatkan individu untuk melakukan sesuatu, misalnya, secara

otomatis menghapus tangan ketika menyentuh wajan panas. Ini juga memiliki

peran dalam respons afektifmotivasi untuk nyeri seperti melihat dan menilai

cedera pada tangannya setelah itu telah dihapus bentuk wajan panas.

* Korteks somatosensori:

Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari sensasi. Ini

mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan sensasi yang

berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas kognitif. Ini

mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya, di mana rasa

sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.

* Sistem limbik:

Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku terhadap rasa sakit

misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga dengan pengolahan rasa

sakit, dan pengalaman masa lalu rasa sakit.

21

Modulasi nyeri

Modulasi nyeri melibatkan transmisi impuls nyeri mengubah atau

menghambat di sumsum tulang belakang. Ini, beberapa jalur yang kompleks yang

terlibat dalam modulasi nyeri disebut jalur bawah nyeri modulatory (DMPP) dan

ini dapat menyebabkan baik peningkatan dalam transmisi impuls nyeri (rangsang)

atau penurunan transmisi (resistensi). penghambatan Descending melibatkan

pelepasan neurotransmitter inhibisi yang menghalangi atau sebagian blok

transmisi impuls rasa sakit, dan karena itu menghasilkan analgesia.

Hambat neurotransmitter yang terlibat dalam modulasi nyeri meliputi:

Endogen opioid (enkephalins dan endorfin);

serotonin (5-HT);

norepinephirine (noradrenalin);

gamma-aminobutyric (GABA),

neurotensin;

asetilkolin;

oksitosin.

Modulasi nyeri endogen membantu untuk menjelaskan variasi yang luas

dalam persepsi rasa sakit pada orang yang berbeda sebagai individu menghasilkan

jumlah yang berbeda dari neurotransmiter penghambatan. Opioid endogen

ditemukan di seluruh sistem saraf pusat (SSP) dan mencegah pelepasan

neurotransmiter beberapa rangsang, misalnya, substansi P, oleh karena itu,

menghambat transmisi impuls nyeri.

Rasa Nyeri Kronis

Sakit kronis dapat menjadi masalah besar bagi sebagian orang dan

mempengaruhi kualitas hidup mereka. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan

dalam nosisepsi, cedera atau sakit dan dapat hasil dari kerusakan SSP saat ini atau

masa lalu ke sistem saraf perifer (PNS), atau mungkin tidak menyebabkan

(Calvino dan Grilo, 2006) organik. Patofisiologi sakit kronis bahwa mekanisme

22

yang tepat terlibat dalam patofisiologi nyeri kronis yang kompleks dan tetap tidak

jelas. Hal ini diyakini bahwa setelah trauma, perubahan yang cepat dan tempat

jangka panjang dalam SSP terlibat dalam transmisi dan modulasi nyeri (informasi

nociceptive) (Ko dan Zhuo, 2004).

Mekanisme central di sumsum tulang belakang, yang disebut 'wind-up',

juga dikenal sebagai hipersensitivitas atau hyperexcitability, mungkin terjadi.

Wind-up terjadi ketika berulang-ulang, panjang, stimulasi berbahaya

menyebabkan neuron tanduk dorsal untuk mengirimkan meningkatnya jumlah

impuls nyeri. Pasien mungkin merasakan sakit dalam menanggapi rangsangan

yang tidak biasanya dikaitkan dengan nyeri, misalnya, sentuh. Ini allodynia

disebut. Pengolahan abnormal ini nyeri di PNS dan SSP bisa mandiri peristiwa

menyakitkan yang asli. Dalam beberapa kasus, misalnya, amputasi, cedera asli

mungkin telah terjadi pada saraf tepi, namun mekanisme yang mendasari nyeri

hantu diproduksi baik di PNS dan SSP.

23

BAB 3. PENUTUP

Kesimpulan:

Nyeri/pain adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun

potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Orofacial pain

adalah nyeri yang terjadi pada mulut dan wajah. Sedangan referred pain adalah

nyeri pada area yang jauh dari rangasang nyeri atau dari organ viseral ke organ

permukaan seperti kulit.

Nyeri dapat diatasi dengan empat cara yaitu dengan farmakologi, non-

fakmakologi, fisik san psikologis. Fakmakologi dapat berupa obat analgesic agent

dan anesthetic agent. Sedangakn non-fakmakologis berupa relaksasi dan hipnotis.

Penggolongan orofacial pain berdasar penyebab yaitu, rasa sakit dari

penyakit lokal, rasa sakit dari batang saraf, dan sara sakit dari luar wajah.

Sedangkan penggolongan berdasar asal meliputi nosiseptik dan neuropatik.

Menurut Sumawinata (2003), pengklasifikasila OFP adalah odontogenic pain dan

non-odontogenic pain.

Mekanisme OFP menurut Albert E.L, OFP berkaitan dengan karies,

dimualai dari enamel,dentin, kemudian ke pulpa gigi. Dari pulpa kemudian

berlanjut menghantarkan impuls ke saraf pusat melalui sereptor nyeri dari

n.maxila dan n. Mandibula. Impuls terdiri dari 2 serabut yaitu A- bermielin dan A

bermielin.

Proses nyeri berawal dari transduksi (nociceptor menerima sakit),

kemudian transmisi (transduksi diteruskan ke spinal kord menuju ke batang otak),

modulasi (interaksi analgetik endogen) yang terakhir adalah persepsi.

24

DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.

Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80

Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.

Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63

Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.

Aubrun F, Langeron O, Quesnel C, Coriat P, Riou B. Relationships between measurement of pain using visual analog score and morphine requirements during postoperative intravenous morphine titration. Anesthesiology 2003;98:1415–1421.

25