KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN...
Transcript of KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN...
i
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CEREBROVASCULAR
ACCIDENT DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG
Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan
(A.Md.Kep.) Pada STIKes Panti Waluya Malang
L DEPAN
Oleh :
IVENTIANUS GANTORO SETIANTO HADI
NIM: 17.1447
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG
2020
ii
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CEREBROVASCULAR
ACCIDENT DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG
SAMPUL DALAM
Oleh :
IVENTIANUS GANTORO SETIANTO HADI
NIM: 17.1447
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG
2020
iii
iv
v
vi
.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Cerebrovascular accident (CVA) dengan masalah Defisit Perawatan Diri di
Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang”. Penulis membuat ini untuk
memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti telah banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Ns. Ellia Ariesti, M.Kep selaku Pjs Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Panti Waluya Malang yang telah memberikan kesempatan untuk
menggunakan fasilitas Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang
2. Ibu Wisoedhanie Widi Anugrahanti., S.KM., M.Kes selaku pembimbing 1
yang telah memberikan bimbingan, saran, ide untuk Penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
3. Bapak Wibowo., S.Kep.Ns., M.Biomed selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan bimbingan dan saran untuk Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Bapak Joko Santoso., S.Kep., Ners selaku pembimbing 3, yang telah
memberikan bimbingan, saran, ide untuk Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Ns. Oda Debora, M.Kep selaku asisten pembimbing 1, yang telah
memberikan bimbingan, saran, ide untuk Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
viii
6. Bapak. Ns. Yafet Pradikatama Prihanto, M.Kep selaku asisten pembimbing 2,
yang telah memberikan bimbingan, saran, ide untuk Penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
7. Kedua orang tua saya ibu Sri Surtini dan bapak Heru Setiyanto yang
senantiasa memberikan semangat dan dorongan selama Penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini.
8. Semua teman-teman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang
yang telah memberikan banyak bantuan, semangat, dan dorongan untuk
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi sempurnanya penelitian ini.
Malang, 13-07-2020
Penulis,
Iventianus Gantoro.S.H
ix
Hadi, Iventianus Gantoro Setianto. 2020. Asuhan Keperawatan pada klien
Cerebrovascular accident (CVA) dengan masalah Defisit Perawatan Diri
di Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Karya Tulis Ilmiah, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang. Pembimbing : (1) Wisoedhanie
Widi Anugrahanti., S.KM., M.Kes (2) Wibowo, S. Kep., Ners., M.
Biomed.
ABSTRAK
Cerebrovasculer Accident merupakan gangguan suplai darah pada otak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah atau sumbatan oleh gumpalan darah, kedua
kondisi ini dapat menimbulkan keterbatasan fisik penurunan fungsi ekstremitas
dan penurunan fungsi mobilitas dapat menghambat pemenuhan aktivitas sehari-
hari, sehingga pada klien dengan cerebrovascular accident dapat terjadi defisit
perawatan diri. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2020, dengan lama waktu
perawatan selama tiga hari untuk kedua klien hasil penelitian menunjukan
masalah belum teratasi, masalah defisit perawatan diri dapat teratasi melalui
implementasi dalam pemenuhan ADL, bagi peneliti selanjutnya lebih
memperhatikan keadaan pasien khususnya CVA dengan masalah defisit
perawatan diri, baik segi usia pola asuahan dan pemberian tindak lanjut yang lebih
maksimal untuk membantu dalam proses penyembuhan dapat mengikut sertakan
keluarga untuk meningkatkan perawatan diri kepada klien yang sakit dengan
masalah defisit perawatan diri secara lebih baik.
Kata kunci : Cerebrovascular Accident, Defisit Perawatan Diri.
x
Hadi, Iventianus Gantoro Setianto. 2020. Nursing care for Cerebrovascular
accident (CVA) clients with deficit self-care problems at Panti Waluya
Hospital, Malang. Scientific Writing, Panti Waluya Malang College of
Health Sciences. Advisors: (1) Wisoedhanie Widi Anugrahanti., S.KM.,
M.Kes (2) Wibowo, S. Kep., Ners., M. Biomed.
ABSTRACT
Cerebrovascular Accident is a disruption in the blood supply to the brain due to a
rupture of a blood vessel or a blockage by a blood clot, these two conditions can
cause physical limitations, decreased limb function and decreased mobility
function can hinder the fulfillment of daily activities, so that a client with a
cerebrovascular accident may experience deficits. self care. The study was
conducted in May 2020, with a length of treatment for three days for both clients,
the results of the study showed that the problem had not been resolved, the
problem of self-care deficits could be resolved through the implementation of
ADL compliance, for further researchers to pay more attention to the patient's
condition, especially CVA with self-care deficits. , both in terms of age, pattern of
care and provision of maximum follow-up to help in the healing process can
involve families to improve self-care for sick clients with self-care deficit
problems better.
Keywords: Cerebrovascular Accident, Self-Care Deficits.
xi
DAFTAR ISI
SAMPU DEPAN.......................................................................................................i
SAMPUL DALAM..................................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................iii
HALAMAN
PERSETUJUAN...............................................................................iError!
Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESHAN....................................................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................vi
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Rumusan masalah ................................................................................. 4
1.4 Tujuan................................................................................................... 4
1.4.1 Tujuan umum ....................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus...................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7
2.1 Konsep Cerebrovasculer Accident (CVA) ........................................... 7
2.1.1 Definisi Cerebrovasculer Accident (CVA) .......................................... 7
2.1.2 Klasifikasi Cerebrovasculer Accident (CVA)...................................... 7
2.1.3 Faktor Resiko Cerebrovasculer Accident (CVA) ................................ 9
2.1.4 Manifestasi klinis Cerebrovasculer Accident (CVA) ........................ 11
2.1.5 Komplikasi Cerebrovasculer Accident (CVA) .................................. 12
2.1.6 Pemeriksaan penunjang ...................................................................... 12
2.1.7 Kepatuhan Rehabilitasi ...................................................................... 14
2.1.8 Penatalaksanaan Medis ...................................................................... 16
xii
2.2 Tujuan intervensi ............................................................................... 16
2.1.8 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 17
2.1.9 Patofisiologi ....................................................................................... 17
2.2 Konsep Defisit Perawatan Diri ........................................................... 19
2.2.1 Definisi Defisit Perawatan Diri .......................................................... 19
2.2.2 Klasifikasi Defisit Perawatan Diri...................................................... 19
2.2.3 Etiologi Defisit Perawatan Diri .......................................................... 20
2.2.4 Manifestasi klinis Defisit Perawatan Diri .......................................... 22
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Cerebrovasculer Accident (CVA)
dengan Masalah Defisit Perawatan Diri ............................................. 23
2.3.1 Pengkajian .......................................................................................... 23
2.2 Rencana keperawatan Defisit Perawatan Diri pada klien
Cerebrovasculer Accident (CVA). ..................................................... 35
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan ................................................................. 35
2.3.4 Implementasi Keperawatan ................................................................ 37
2.3.4 Evaluasi .............................................................................................. 37
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................38
3.1 Desain Penelitian ................................................................................ 38
3.2 Batasan Istilah ........................................................................................ 38
3.3 Partisipan ............................................................................................... 38
3. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 39
4. Pengumpulan Data ............................................................................. 39
5. Uji Keabsahan Data ............................................................................ 39
6. Analisa Data ....................................................................................... 40
7. Etik Penelitian .................................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................42
4.2 Hasil ................................................................................................... 42
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data ................................................. 42
4.1.2 Karakteristik Partisipan ...................................................................... 43
4.1.3 Data Asuhan Keperawatan ................................................................. 43
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 67
4.2.1 Pengkajian .......................................................................................... 67
4.2.2 Diagnosa Keperawatan Klien 1 dan 2 ................................................ 69
xiii
4.2.3 Intervensi Keperawatan ...................................................................... 70
4.2.4 Implementasi....................................................................................... 73
4.2.5 Evaluasi............................................................................................... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................76
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 76
5.2 Diagnosa keperawatan .......................................................................... 76
5.3 Rencana Keperawatan ........................................................................... 77
5.4 Implementasi Keperawatan ................................................................... 77
5.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 77
5.6 Saran ................................................................................................... 78
5.6.1 Bagi Lahan Penelitian ......................................................................... 78
5.6.2 Bagi Institusi Pendidikan .................................................................... 78
5.6.3 Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................79
LAMPIRAN...........................................................................................................81
xiv
DAFTAR TABEL
2.1 Tabel intervensi keperawatan......................................................................32
4. 1 Tabel Identitas Klien ...................................................................................43
4. 2 Tabel Identitas Penanggung Jawab ..............................................................43
4. 3 Tabel Riwayat Penyakit................................................................................43
4. 4 Tabel Persepsi Diri .......................................................................................46
4. 5 Tabel Pola Kesehatan ...................................................................................47
4. 6 Tabel Pemeriksaan Fisik ..............................................................................48
4. 7 Tabel Pemeriksaan Penunjang Klien 1 ........................................................54
4. 8 Tabel Pemeriksaa Penunjang Klien 2 ..........................................................54
4. 9 Tabel Terapi Obat Klien 1 ............................................................................55
4. 10 Tabel Terapi Obat Klien 2 ............................................................................55
4. 11 Tabel Analisa Data .......................................................................................56
4. 12 Tabel Diagnosa Keperawatan ......................................................................58
4. 13 Tabel Intervensi Keperawatan Klien 1 ........................................................58
4. 14 Tabel Intervensi Keperawatan Klien 2 ........................................................60
4. 15 Tabel Intervensi Keperawatan Klien 2 ........................................................61
4. 16 Tabel Intervensi Keperawatan Klien 2 .........................................................61
4. 17 Tabel Evaluasi Keperawatan ........................................................................64
4. 18 Tabel Pembahasan Pengkajian .....................................................................67
4.19 Tabel Pembahasan Diagnosa ........................................................................69
4.20 Tabel Pembahasan Tujuan Intervensi Keperawatan ....................................70
4.21 Tabel Pembahasan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan ...........................71
4.22 Tabel Pembahasan Intervensi Keperawatan ...............................72
4.23 Tabel Pembahasan Implementasi Keperawatan ...........................................73
4.24 Tabel Pembahasan Evaluasi ......................................................74
xv
DAFTAR BAGAN
2.1 Patway Cerebrovascular Acident ( CVA ) ........................................................... ......17
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat studi pendahuluan .......................................................................... ......81
Lampiran 2 Jawaban studi pendahuluan ..................................................................... ......82
Lampiran 3 Lembar konsul pembimbing 1 ................................................................. ......83
Lampiran 3 Lembar konsul pembimbing 1 ................................................................. ......83
Lampiran 4 Lembar konsul pembimbing 2 ................................................................. ......85
Lampiran 5 Lembar konsul pembimbing 3 ................................................................. ......86
Lampiran 5 Lembar konsul pembimbing 3 ................................................................. ......86
Lampiran 6 Surat Persetujuan Penelitian ................................................................... ......88
Lampiran 7 Lembar konsul pembimbing 1 ................................................................. ......89
Lampiran 8 Lembar konsul pembimbing 2 ................................................................. ......90
Lampiran 9 Lembar konsul pembimbing 3 ................................................................. ......91
Lampiran 10 Lembar konsul pembimbing 2 ............................................................... ......92
Lampiran 11 Lembar konsul pembimbing 3 ............................................................... ......99
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (2016), menjelaskan Cerebrovascular accident
(CVA) adalah gejala defisit fungsi susunan saraf oleh penyakit pembuluh darah di
otak. Cerebrovascular accident (CVA) pada dasarnya merupakan permasalahan
pada otak yang mengakibatkan gangguan fungsional, fokal maupun global,
sebagai akibat gangguan aliran darah ke otak atau karena perdarahan, penyakit
tersebut berdampak pada bagian fungsi tubuh, dan tanda yang sering muncul
adalah kelumpuhan, berbicara pelo, serta gangguan menelan (Rudiyanto, 2010).
Sumbatan yang disebabkan oleh Cerebrovascular accident (CVA) dapat
menyebabkan penurunan aliran darah suplai darah kejaringan otak. Pecahnya
pembuluh darah dapat menyebabkan perubahan komponen tekanan intrakranial
yang juga menyebabkan gangguan aliran darah ke otak. Kedua kondisi ini
menyebabkan gangguan neurologis fokal yang menimbulkan keterbatasan fisik
akibat adanya hemiparase dan hemiplegia. Hemiparese dan hemiplegia akan
menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot. Penurunan fungsi ekstremitas
dan penurunan fungsi mobilitas dapat menghambat pemenuhan aktivitas sehari-
hari, sehingga pada klien dengan cerebrovascular accident (CVA) dapat terjadi
defisit perawatan diri (Harahap dan Siringoringo, 2016).
2
2
Menurut WHO (2015), kasus CVA diseluruh dunia di perkirakan mencapai 50
juta jiwa, dan 9 juta diantaranya menderita kecacatan berat yang lebih
memprihatinkan lagi 10% diantaranya yang terserang CVA mengalami kematian.
Di kawasan Asia Tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami CVA (World
Health Organization, 2014). Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2013 di Indonesia CVA menjadi urutan yang paling
utama, dengan menunjukkan bahwa prevalensi CVA di Indonesia sebesar 6% atau
per 8,3% per 1000 penduduk. Berdasarkan diagnosis nakes maupun
diagnosis/gejala, di Provinsi Jawa Timur Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi
Penyakit Tidak Menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2013, salah satunya prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%.
Angka kejadian penyakit cerebrovascular accident (CVA) di RS Panti Waluya
Sawahan Malang dari bulan Januari sampai Desember 2018 sebanyak 38 klien
dan yang mengalami defisit perawatan diri sekitar 30% atau sebanyak 15 klien
(Rekam Medis RS Panti Waluya Malang, 2018).
Menurut Fitria (2012), defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau
berhias, makan, BAB dan BAK (toileting), kebersihan diri. Pemenuhan personal
hygiene sangat perlu dilakukan, mengingat banyak manfaat yang ada untuk
pencegahan, misalnya mencegah gangguan integritas kulit / jaringan dan resiko
infeksi.
3
3
Fenomena yang penulis temukan pada bulan Februari 2019 diruang Unit Stroke
RS Panti Waluya Malang yaitu terdapat 2 klien cerebrovascular accident (CVA).
Keluarga klien pertama mengatakan bahwa awalnya klien mengeluhkan badan
terasa lemas separuh badan bagian kanan, sulit di ajak berkomunikasi dan
mengalami penurunan kesadaran. Pada saat praktek klinik didapatkan klien tidak
mampu melakukan aktivitas seperti mandi, makan, menggosok gigi, berdandan,
dan klien dibantu saat BAB/BAK. Klien kedua, mengeluhkan pusing, badannya
terasa lemas separuh bagian badan, cara berkomunikasi tidak jelas, riwayat klien
pernah di rawat dengan penyakit yang sama 1 tahun yang lalu, perawat sudah
melakukan edukasi tentang perawatan diri pada klien tetapi keluarga klien tidak
kooperatif. Pada saat praktek klinik didapatkan klien mampu melakukan aktivitas
sebagian seperti makan dengan mandiri tapi selebihnya dibantu oleh perawat
seperti mandi, berpakaian, BAB/BAK.
Defisit perawatan diri akan berdampak pada keadaan fisik dan psikis dengan
penderita CVA. Dampak fisik dari defisit perawatan diri terhadap penderita CVA
gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga. Dampak psikologis yang sering terjadi adalah ganguan rasa nyaman,
gangguan kebutuhan dicintai dan mencintai, gangguan harga diri, gangguan
aktualisasi diri dan interaksi sosial (PPNI, 2016 ).
Peran perawat dalam merawat klien dengan diagnosa cerebrovascular accident
(CVA) adalah membantu memenuhi kebutuhan klien selama perawatan, baik itu
dari segi pemenuhan kebutuhan perawatan diri seperti mandi, berpakaian/berhias,
4
4
makan, toileting di Rumah Sakit dan selama klien menderita penyakit tersebut.
Perawat dapat melibatkan keluarga klien dalam membantu pemenuhan perawatan
diri, seperti mandi, berpakaian/berhias, makan, toileting agar membantu proses
penyembuhan klien dengan cepat. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk
memberikan tindakan asuhan keperawatan klien cerebrovascular accident (CVA)
dengan masalah defisit perawatan diri.
1.2 Batasan Masalah
Masalah dalam kasus ini dibatasi dengan asuhan keperawatan dengan klien
cerebrovascular accident (CVA) dengan masalah defisit perawatan diri
.
1.3 Rumusan masalah
Perumusan masalah pada klien adalah “Gambaran analisa pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien cerebrovascular accident (CVA) dengan defisit
perawatan diri terhadap peningkatan kebutuhan pemenuhan kebutuhan diri di
Rumah Sakit Panti Waluya Malang.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan asuhan Keperawatan pada klien
penyakit cerebrovascular accident (CVA) dengan masalah defisit perawatan diri .
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada klien cerebrovascular accident (CVA) dengan
masalah defisit perawatan diri di RS Panti Waluya Sawahan Malang.
5
5
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien cerebrovascular accident
(CVA) dengan masalah defisit perawatan diri di RS Panti Waluya Sawahan
Malang.
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien cerebrovascular accident
(CVA) dengan masalah defisit perawatan diri di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang.
4. Melakukan implementasi keperawatan pada klien cerebrovascular accident
(CVA) dengan masalah defisit perawatan diri Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang.
5. Melakukan evaluasi pada klien cerebrovascular accident (CVA) dengan
masalah defisit perawatan diri di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Penelitian
1. Klien / keluarga
Karya tulis ini dapat memberikan informasi yang tepat kepada klien dan
keluarga dalam melakukan perawatan diri kepada klien dengan penyakit
cerebrovascular accident (CVA).
2. Perawat
Karya tulis ini diharapkan bisa menjadi acuan dan masukan pada perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
cerebrovascular accident (CVA).
6
6
3. Rumah Sakit
Dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengatasi masalah defisit perawatan
diri pada klien cerebrovascular accident (CVA) di Rumah Sakit Panti
Waluya Sawahan Malang.
4. Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan referensi institusi yang digunakan untuk penelitian
selanjutnya dengan masalah Defisit perawatan diri
5. Peneliti
Menambah ilmu atau wawasan pengetahuan dan menambah pengalaman
dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan masalah defisit
perawatan diri khususnya pada klien cerebrovascular accident (CVA).
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulisan akan menjelaskan tentang teori “ Defisit Perawatan Diri
pada Cerebrovasculer Accident (CVA)ˮ. Pada bab ini penulis juga akan
menyajikan materi sebagai berikut; konsep Cerebrovasculer Accident (CVA),
konsep defisit perawatan diri pada Cerebrovasculer Accident (CVA), dan asuhan
keperawatan Cerebrovasculer Accident (CVA) dengan masalah defisit perawatan
diri.
2.1 Konsep Cerebrovasculer Accident (CVA)
2.1.1 Definisi Cerebrovasculer Accident (CVA)
Cerebrovasculer Accident (CVA) merupakan gangguan suplai darah pada otak
yang biasanya terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau sumbatan oleh
gumpalan darah. Hal ini menyebabkan gangguan pasokan oksigen dan nutrisi di
otak hingga terjadinya kerusakan pada jaringan otak. Cerebrovasculer Accident
(CVA) sebagai perkembangan tanda-tanda klinis fokal atau global yang pesat
disebabkan oleh gangguan pada fungsi otak dengan gejala-gejala yang terjadi
dalam waktu 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian (World Health
Organization, 2016).
2.1.2 Klasifikasi Cerebrovasculer Accident (CVA)
Menurut Widyanto, Triwibowo, Muttaqin dan Pudiastuti (2011, 2013), klasifikasi
Cerebrovasculer Accident (CVA) dibagi menjadi dua non hemoragi dan
hemoragi. Cerebrovasculer Accident (CVA) iskemik terjadinya karena
sumbatannya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu
8
penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang
telah tersumbat suatu pembuluh darah ke otak. Cerebrovasculer Accident (CVA)
iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan).
b. Embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah ).
c. Hipoperfusion Siskemik (aliran darah keseluruh bagian tubuh berkurang
karena adanya gangguan denyut jantung).
Cerebrovasculer Accident (CVA) hemoragik yaitu dikarenakan pecahnya
pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan merembes
ke dalam bagian otak dan merusaknya hampir 70% banyak di derita oleh
penderita hipertensi. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
a. Perdarahan intraserebral pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hiprtensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan mengakibatkan edema
otak.
b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh dari sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) untuk penatalaksanaan penderita stroke fase
akut jika penderita stroke datang dengan keadaan koma saat masuk rumah sakit
dapat dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk. Penderita sadar penuh
9
saat masuk rumah sakit menghadapi hasil yang dapat diharapkan. Fase akut
berakhir 48 sampai 72 jam dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi
adekuat adalah prioritas pada fase akut ini.
2.1.3 Faktor Resiko Cerebrovasculer Accident (CVA)
Cerebrovasculer Accident (CVA) merupakan masalah kesehatan global dan
penyebab utamanya kecacatan. Cerebrovasculer Accident (CVA) juga merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. (Kemenkes RI, 2013).
Terdapat faktor resiko Cerebrovasculer Accident (CVA) dibagi menjadi menjadi
dua yaitu:
1. Faktor tidak dapat diubah
a. Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, sehingga makin bertambahnya usia makin tinggi
kemungkinan terjadinya Cerebrovasculer Accident (CVA). (Siregar, 2013)
b. Jenis Kelamin
Cerebrovasculer Accident (CVA) diketahui lebih banyak diderita laki-laki
dibandingkan perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakian obat
kontrasepsi oral dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. (Sumartono, 2013).
c. Faktor keturunan
Adanya riwayat Cerebrovasculer Accident (CVA) pada orang tua,
meningkatkan faktor terjadinya Cerebrovasculer Accident (CVA). Hal ini
diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain faktor grnrtik, faktor
10
kultur/lingkungan dan life style, serta interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan.
2. Faktor yang dapat diubah
a. Hipertensi
Makin tinggi tekanan darah, makin tinggi kemungkinan terjadinya
Cerebrovasculer Accident (CVA), baik perdarahan maupun iskemik
(Misbach, 2012).
b. Merokok
Merokok merupakan masalah kesehatan yang utama di banyak negara
berkembang (termasuk Indonesia). Rokok mengandung bahan kimia
berbahaya seperti nikotin diantaranya bersifat karsinogen atau
mempengaruhi sistem vaskuler ( AHA/ASA, 2012).
c. Diabetes Militus (DM)
DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekeresi insulin, penderita DM cenderung
menderita arterosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi,
kegemukan dan kenaikan kadar kolesterol. Kombinasi hipertensi dan
diabetes sangat menaikan komplikasi diabetes termasuk Cerebrovasculer
Accident (CVA) (Linksa, 2011).
11
2.1.4 Manifestasi klinis Cerebrovasculer Accident (CVA)
Menurut Andra Saferi manifestasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
Cerebrovasculer Accident (CVA) mempunyai gejala prodomal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali setiap hari,
saat aktivitas, atau emosi. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah seringkali terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya
menurun cepat masuk koma ( 65% terjadi kurang dari setengah jam, 23%
antara
sampai dengan 2 jam dari 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari
(Andra Saferi, 2013).
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Pada klien dengan PSA didapatkan gejala prodnormal berupa nyeri kepala
hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala
atau tanda rangsangan meningel. Edema papil dapat arteri komunikasi
anterior atau arteri karotis interna. Gejala neurologis yang timbul tergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan likasinya. Manifestasi
klinis Cerebrovasculer Accident (CVA) dapat dirubah :
a. Kelumpuhan wajar dan anggota badan yang timbul mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
c. Perubahan mendadak status mental
d. Afasia ( bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami
ucapan).
e. Ataksia anggota badan (gangguan gerak tubuh).
f. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala (Andra Saferi, 2013)
12
2.1.5 Komplikasi Cerebrovasculer Accident (CVA)
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit Cerebrovasculer Accident (CVA)
menurut Smeltzer & Bare, (2013), adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan oksigenasi
jaringan (Smeltzer & Bare, 2010).
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pemuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera (Smeltzer & Bare, 2010).
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrikasi atrium
atau dapat berasal dari katub jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus fokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki. Smeltzer & Bare, (2010).
2.1.6 Pemeriksaan penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis CVA:
13
1. Pemeriksaan radiologi sistem saraf
a. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab Cerebrovasculer
Accident (CVA) secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri,
oklusi atau ruftur.
b. CT-scan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
c. Elektro encepaligraphy mengidentifikasikan masalah didasarkan pasa
gelombang otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
d. Magnetic imaging resnance (MRI) menunjukan adanya tekanan abnormal
dan biasanya ada trombosisi, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan
cairan mengandung darah menunjukan hemoragik subarachnoid atau
perdarahan intra kranial.
e. Ultrasonography Doppler mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis atau aliran darah/ arterosklerosis).
f. Sinar X tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna
terdapat.
g. pada trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada
perdarahan subarachnoid ( Andra & yessi, 2013).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Fungsi lumbal Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar
14
protein total meningkatkan pada kasus trombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
b. Pemeriksaan kimia darah Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
c. Pemeriksaan darah rutin
d. Urinalisis (Andra & yessi, 2013).
2.1.7 Kepatuhan Rehabilitasi
Tombokan, dkk. (2015) menjelaskan bahwa kepatuhan seseorang dalam menjalani
pengobatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor petugas, faktor obat, dan
faktor penderita. Faktor petugas merupakan karakteristik dari seorang petugas
seperti tingkat pengetahuan, lamanya bekerja, jenis petugas, dan frekuensi
penyuluhan yang dilakukan. Faktor obat meliputi adanya efek samping obat,
waktu yang lama, serta pengobatan yang dilakukan tidak menunjukkan kearah
penyembuhan. Sedangkan faktor penderita yaitu jenis kelamin, usia, pekerjaan,
dan dukungan anggota keluarga. Ketiga faktor yang sudah dijelaskan tersebut
berarti dapat mempengaruhi apakah seseorang patuh atau tidak dalam menjalani
pengobatan. Kepatuhan penderita stroke itu sendiri dapat dilihat dari tindakan
rehabilitasi yang diikuti. Tindakan rehabilitasi stroke dapat dibedakan menjadi
beberapa fase, yaitu:
1. Fase akut Kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dilakukan
saat perawatan di rumah sakit yaitu di ruang gawat biasa ataupun di unit
stroke. Rehabilitasi fase akut dilakukan pada 2 minggu pertama pasca
serangan stroke (Wirawan, 2009). Program pada fase ini dijalankan oleh
15
tim, biasanya dimulai aktif sesudah prosesnya stabil yaitu sesudah 24-72
jam sesudah serangan, kecuali terjadi perdarahan (Purwanti & Arina,
2008). Tujuan rehabilitasi fase akut ini yaitu untuk mempertahankan
integritas kulit, mencegah pola postur, mencegah pemendekan otot dan
kekakuan sendi, mengatasi gangguan fungsi menelan dan gangguan
komunikasi, mencegah gangguan kardiorespirasi, mengatasi gangguan
fungsi miksi dan defikasi, dan stimulasi multisensoris. Rehabilitasi fase
akut yaitu meliputi manajemen disfagia, manajemen afasia, pencegahan
pressure ulcer, pencegahan jatuh, pencegahan nyeri dan deprivasi sensori,
dan pencegahan nyeri serta Deep Vein Thrombosis (DVT) (Fuath, 2015).
2. Fase subakut Kondisi hemodinamik pasien pada fase subakut umumnya
sudah stabil dan diperbolehkan untuk kembali ke rumah, kecuali pasien
yang memerlukan penangan rehabilitatif yang intensif. Pada fase ini
rehabilitasi dilakukan antara 2 minggu sampai dengan 6 bulan pada pasca
stroke (Wirawan, 2009). Tim rehabilitasi disini berusaha mencegah
timbulnya hemiplegic posture dengan cara pengaturan posisi dan stimulasi
sesuai kondisi klien (Purwanti & Arina, 2008). Tujuan rehabilitasi pada
fase subakut yaitu untuk mengoptimalkan pemulihan neurologis dan
reorganisasi saraf, melanjutkan terapi fase akut, terapi latihan dan terapi
kelompok untuk meningkatkan kualitas hidup dan konsep diri, konseling
manajemen diri dan emosi, serta konseling terapi seksual sebagai dampak
disabilitas (Fuath, 2015). Latihan pada fase subakut ini yaitu meliputi
latihan berdiri dan berjalan, latihan ketahanan (berlatih melempar bola
16
masuk kekeranjang, main catur, bowling kecil, dan mengayuh sepeda
statik), terapi kognitif, latihan mengeja dan berbicara, dan terapi latihan
dengan modalitas seperti electrical stimulation (Wirawan, 2009).
3. Fase kronis Program latihan atau rehabilitasi untuk fase kronis
berlangsung diatas 6 bulan pasca stroke. Latihan yang dilakukan yaitu
latihan endurans dan penguatan otot yang dilakukan bertahap dan terus
ditingkatkan sampai pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang optimal
(Wirawan, 2009). Tujuan dari program latihan fase kronis ini yaitu untuk
mengoptimalkan kemampuan fungsional pasien, mempertahankan
kemampuan fungsional yang telah dicapai, mengoptimalkan kualitas hidup
pasien, dan mencegah komplikasi. Latihan fase kronis yaitu meliputi
Locomotor Training Program yang terdiri dari latihan berjalan di treadmill
dan Home Exercise Program yang terdiri dari latihan kekuatan, latihan
keseimbangan, latihan berjalan setiap hari (Fuath, 2015).
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut :
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan penghisapan lendir
yang sering, oksigenasi, jika perlu lakukan trakheostomi utuk membantu
pernapasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
untuk memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
17
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritma jantung
4. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, klien harus dirubah posisi setiap
2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK.
Menurut (Nanda, 2016) pengobatan konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial
3. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya tombosis atau
emboli ditempat lain di sistem kardiovaskuler.
2.1.8 Diagnosa Keperawatan
Berikut ini adalah diagnosis keperawatan yang mungkin muncul akibat CVA:
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran ke otak
tersumbat.
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan otot/paralisis
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan
kelemahan.
5. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
2.1.9 Patofisiologi
1. CVA non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
18
tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia, kemudian menjadi kompleks iskemia menyebabkan terjadinya infark
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju
arteri serebral melalui arteri karotis, dan mengakibatkan terjadinya
penyumbatan pada arteri tersebut, menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal, perdarahan otak
dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli
(Fransisca, 2013).
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi
otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh
darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada, sehingga terjadi nekrosis jaringan otak (Fransisca,
2013).
19
2.1.10 Pathway Cerebrovasculer Accident (CVA)
Fransisca, 2013
Gambar 2. Patway CVA
2.2 Konsep Defisit Perawatan Diri
2.2.1 Definisi Defisit Perawatan Diri
Merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan
dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti
mandi, berpakian/berhias, makan, dan BAB/BAK (Fitria, 2012).
2.2.2 Klasifikasi Defisit Perawatan Diri
Jenis-jenis perawatan diri dapat menjadi 4 bagian menurut Nuratif dan Kusuma
(2012), yaitu:
20
1. Kurang Perawatan diri: Mandi
Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang Perawatan Diri: Berpakian atau berhias
Gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berhias sendiri.
3. Kurang Perawatan Diri: Makan
Gangguan kemampuan untuk menunjukan aktivitas makan.
4. Kurang Perawatan Diri: Toileting.
Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
toileting sendiri.
Keterbatasan kebersihan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup
berat dan sulit ditangani oleh klien, sehingga dirinya tidak mengurus merawat
dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, dan berhias. Keterbatasan
tersebut akan terus berlanjut dalam pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Manusia
mempunyai kebutuhan yang beragam, namun pada hakikatnya setiap manusia
mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Salah satunya yang mengalami defisit
perawatan diri adalah klien yang terkena penyakit Cerebrovasculer Accident
(CVA) memiliki keterbatasan pergerakan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar (Asmadi,2012).
2.2.3 Etiologi Defisit Perawatan Diri
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
21
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realita turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor presiptasi
Menurut Watonah (2006) ada beberapa faktor presipitasi yang akan
menyebabkan seseorang kuarang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut
berasal dari berbagai stressor antara lain:
a) Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanjakan dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan personal hygine.
c) Status sosioekonomi
22
Personal hygine memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
skita gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannnya.
Menurut Tarwoto (2012), ada beberapa dampak sering timbul pada masalah
defisit perawatan diri seperti:
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak dipelihara
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukisa mulut, infeksi
pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
2.2.4 Manifestasi klinis Defisit Perawatan Diri
Menurut Purba dkk, 2011 ada tanda dan gejala pada Defisit Perawatan Diri
a. Mandi / hygine
Ketidakmampuan klien mengalami dalam membersihkan badan,
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh. Gangguan kebersihan ini ditandai
dengan rambur kotoe, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan
kotor.
23
b. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
kamar kecil atau jamban, duduk atau berdiri di jamban,manipulasi pakaian
untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan
menyiram toilet, klien BAB/BAK tidak pada tempatnya.
c. Berpakaian/Berhias
Klien mengalami kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian serta memperoleh atau memakai,
ketidakmampuan klien untuk mengenakan pakaian dalam, menggunakan
kancing tarik, melepas pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu. Ketidakmampuan ini ditandai dengan rambut tidak rapi,
pakaian kotor dan tidak rapi.
d. Makan/Minum
Klien mengalami ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, manipulasi
makanan dalam minum, mengambil makanan dari wadah untuk dimasukan ke
dalam mulut, serta tidak dapat mencerna makanan dengan baik dan aman.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Cerebrovasculer Accident
(CVA) dengan Masalah Defisit Perawatan Diri
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan. Proses ini meliputi
langkah-langkah sebagai berikut (Debora, 2017).
1. Pengumpulan data secara sistematis
24
2. Verifikasi data
3. Organisasi data
4. Interpretasi data
5. Pendokumentasian data
a. Identitas Diri Klien
1) Klien ( diisi lengkap ): Nama, Umur, Jenis kelamin, Status
perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku bangsa, Tanggal
masuk RS, No. RM, Alamat.
2) Penanggung jawab ( diisi lengkap ): Nama, Umur, Jenis kelamin,
Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi, penurunan
kesadaran atau koma disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar dan klien menguluhkan tidak dapat melakukan
aktifitas seperti mandi, toileting, makan, dan berpakaian (Padila,
2014)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami gangguan neurologis, meliputi adanya riwayat
trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh klien sedang
melakukan aktifitas, disamping gejala kelumpuhan separuh badan dan
gangguan fungsi otak yang lain, gelisah, letargi, lelah, apatis dan
perubahan pupil (Mutaqin, 2013).
25
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat dahulu yaitu hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
kolesterol tinggi, obesitas, riwayat DM, aterosklerosis, Merokok,
pemakaian konstipasi yang disertai hipertensi dan meningkatkan kadar
esterogen, riwayat mengkonsumsi alcohol (Mutaqin, 2013).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit dalam keluarga yang diderita seperti
hipertensi atau diabetes militus ( Mutaqin, 2013).
c. Pemeriksaan data dasar
1) Aktivitas/istirahat
a) Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot)
(Doenges, Moorrhous, & Geisler, 2014).
b) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia) (Wijaya & Putri,
2014).
1) Sirkulasi
a) Adanya penyakit jantung (reumatik atau penyakit jantung
vaskuler, endokarditis, polisitemia, riwayat hipotensi postural )
b) Hipotensi arterial behubungan dengan embolisme atau
malformasi vaskuler
c) Frekuensi nadi dapat berfariasi karena ketidak efektifan fungsi
(Mutaqin, 2013).
2) Eliminasi
a) Perubahan pola berkemih seperti : inkontinesia urin, anuria
26
b) Distensi abdomen, bising usus (-)
3) Makanan/cairan
a) Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut atau
peningkatan TIK.
b) Kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah, pipi dan tengkorak)
c) Disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
d) Kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal),
obesitas.
4) Neurosensori
a) Adanya sinkope atau pusing,sakit kepala berat.
b) Kelemahan, kesemutan, kebas pada sisi terkena seperti mati
lumpuh.
c) Penglihatan menurun: buta total, kehilangan daya lihat sebagian (
kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia)
d) Sentuhan ; hilangnya rangsangan sensori kontra lateral (ada sisi
tubuh yang berlawanan atau pada ekstremitas dan kadang lateral
satu sisi ) pada wajah.
e) Gangguan rasa pengecap dan penciuman,
f) Gangguan kognitif : penurunan memori.
g) Ekstremitas “: kelemahan atau paralise (kontra leteral), tidak
dapat menggenggam reflek tendon melemah secara kontra lateral.
( Mutaqin, 2013).
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
27
(1) Kesadaran; umumnya klien Cerebrovasculer Accident (CVA)
mengalami penurunan kesadaran.
(2) Cara bicara: umumnya pada klien Cerebrovasculer Accident
(CVA) sering mengalami gangguan dalam berbicara yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara (Muttaqin, 2012)
(3) Tanda-tanda vital: Umumnya pada klien Cerebrovasculer
Accident (CVA) tekanan darah terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif ( tekanan darah > 200 mmHg), denyut
nadi bervariasi dan frekuensi pernapasan meningkat (Muttaqin,
2012)
b) Pemeriksaan Kepala
Kepala Inspeksi :kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa). Palpasi: dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke
bawah dari tengah tengah garis kepala ke samping. Untuk
mengetahui adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri
tekan, kekuatan akar rambut (satyanegara, 2010).
c) Wajah
Pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) umumnya tidak
simetri yaitu miring ke salah satu sisi yang sehat, klien kesulitan
untuk menggerakkan otot wajah dan berekspresi (Muttaqin, 2011).
d) Mata
Inspeksi: pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) dengan
serangan berulang umumnya salah satu kelopak mata tampak jatuh,
28
sklera ikterik, besar pupil anisokor, reflek pupil negatif,
konjungtiva anemis, adanya kotoran atau tidak.
Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting (
Muttaqin, 2011).
e) Hidung
Inspeksi: lubang hidung simetris, ada tidaknya produksi secret,
adanya pendarahan atau tidak, ada tidaknya gangguan penciuman.
Palpasi: ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan (Debora,2013)
f) Telinga
Inspeksi: pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) umumnya
simetris, ada tidaknya serumen.
Palpasi: pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) umumnya
tidak ada nyeri tekan pada daerah tragus (Muttaqin, 2011)
g) Mulut
Inspeksi: Lihat kebersihan mulut dan gigi,umumnya pada klien
Cerebrovasculer Accident (CVA) sianosis, mukosa bibir kering,
terdapat stomatitis, ada plak, mengalami gangguan pengecap, reflek
menguyah dan menelan buruk, paralisis lidah ( Setyadi, 2014).
h) Kulit dan kuku
Inspeksi: umumnya pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA)
kulit tampak pucat karena kekurangan oksigen, pada klien dengan
gangguan imobilisasi fisik umumnya terdapat lesi atau dekubitus
pada tulang yang menonjol seperti punggung,tulang ekor dan
29
tungkai. Terkadang pada kuku sianosis dan kebersihan kuku
(Muttaqin, 2011).
Palpasi: umumnya pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA)
turgor kulit buruk kembali < 3 detikkarena kekurangan cairan.
i) Leher
Inspeksi: umumnya pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA)
kaku kuduk jarang terjadi, lihat kebersihan kulit sekitar leher
(satyanegara, 2010).
Palpasi: ada tidaknya bendungan ven jugularis, ada tidaknya
pembesaran kelenjar teroid, ada tidaknya deviasi trakea (Debora,
2013)
j) Thorax
Paru-paru
Inspeksi: tampak penggunaan otot bantun nafas diafragma, tampak
retraksi interkosta, peningkatan frekuensi pernafasan, sesak nafas.
Perkusi: terdengar sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-2 sinistra.
Palpasi: Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil fermitus
teraba lemah
Auskultasi: pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga
terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan
peningkatan produksi secret, kemampuan batu yang menurun pada
klien yang mengalami penurunan kesadaran (Muttaqin,2011 ;
Debora, 2013).
30
Pemeriksaan jantung
Inspeksi iktus kordis : denyut jantung (saat kntraksi ventrikel) atau
iktus kordis dapat dilihat di permukaan dinding dada pada ICS 5
midklavukular garis sinistra (Debora, 2013).
Perkusi: jika hasil perkusi terdengar pekak lebih dari batas
sepanjang ICS 3-5, dicurigai terdapat cardiomegali ( pembesaran
jantung), pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) terjadi
karena adanya komplikasi penyakit lain.
Auskultasi jantung: Bunyi jantung S1 dan S2 murni, tidak ada
suara jantung tambahan ( Nursalam, 2013).
k) Pemeriksaan Punggung
Inspeksi: Perhatikan bentuk tulang belakang klien dari samping dan
belakang. Jika memungkinkan klien diminta untuk berdiri, jika
tidak perhatikan posisi klien saat duduk (Debora, 2017). Perhatikan
gaya berjalan klien, kesimetrisan, dan perubahan yang dirasakan
klien terkain dengan nyeri (Debora, 2017)
Palpasi: Melakukan pemeriksaan taktil fremitus, dengan meleakkan
tangan dipunggung klien lalu minta klien mengatakan “tujuh puluh
tujuh” atau “sembilan puluh sembilan”. Prinsipnya adalah getaran
suara akan merambat melalui udara yang ada dalam paru-paru.
Normalnya getaran akan teraba sama pada telapak tangan kanan
dan kiri (Debora, 2017). Dicari kemungkinan adanya deviasi ke
arah lateral atau anteroposterior (Debora, 2017).
31
l) Abdomen
Inspeksi: Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut
atau tidak, umumnya pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA)
tidak terdapat distensi perut kecuali komplikasi lain (Muttaqin,
2011).
Palpasi: ada tidaknya asites atau tidak, umumnya pada klien
Cerebrovasculer Accident (CVA) tidak terdapat nyeri tekan kecuali
pasien mengalamai komplikasi lain.
Perkusi: Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga
abdomen, apakh timpani atau dullnes yanng mana timpani adalah
suara normal dan dullness menunjukkan adanya obstruksi.
Auskultasi: pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA), sura
bising usu menurun < 5x/menit akibat immobilisasi (Muttaqin,
2011).
m) Musculoskeletal
Inspeksi: pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) sering
terjadi hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh maupun seluruhnya (mutaqin, 2011).
Palpasi: pemeriksaan adanya edema atau tidak pada ekstremitas
atas dan bawah (Debora, 2013).
n) Genetalia
Inspeksi: bersih atau kotor, terdapat perdarahan atau tidak terdapat
massa atau tidak,umumnya pada klien Cerebrovasculer Accident
32
(CVA) tidak terdapat perdarahan atau peradangan pada genetalia
kecuali ada komplikasi penyakit lain.
Palpasi: terdapat nyeri tekan atau tidak, umumnya pada klien
Cerebrovasculer Accident (CVA) tidak terdapat nyeri tekan kecuali
klien mempunyai komplikasi penyakit lain (Mutaqin, 2011).
o) Anus
Inspeksi :Lihat anus dan area disekitarnya, baik warna, integritas
kulit, lesi kulit. Lalu minta klien untuk mengedan, karean dengan
mengedan kulit bagian dalam anus akan terdorong keluar sehingga
pemeriksa dapat melihat hemoroid internal.
6) Pengkajian saraf kranial
a) Saraf kranial 1
Saraf olfaktorius (saraf karnial 1) menghantar rangsangan bau
menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Saraf ini tidak di
periksa rutin, saraf ini hanya di periksa apabila klien tidak dapat
membaui ( Anosmia ).
b) Saraf kranial II
Saraf optikus ( saraf karnial II ) merupakan saraf sensorik murni
yang di mulai di retina. Saraf ini diperiksa untuk mengetahui tes
ketajaman penglihatan, tes konfrontasi dan pemeriksaan fundus.
c) Saraf III, IV dan VI
Saraf okulomotoris, troklearis dan abdusens diperiksa bersama-
sama untuk mengetahui pemeriksaan dan reaksi pupil, dan
pemeriksaan gerakan bola mata.
33
d) Saraf V
Saraf trigeminus terdiri atas serabut sensorik dan serabut motorik.
Untuk mengetahui pemeriksaan refleks trigeminal, refleks
massester, dan reflek kornea.
e) Saraf kranial IIV
Saraf vasialis mempunyai fungsi sensorik maupun fungsi motorik.
Terdapat teknik pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu inspeksi
adanya asimetri wajah dan lakukan tes kekuatan otot.
f) Saraf kranial VIII
Saraf vestibulokoklearis berfungsi mempertahankan
keseimbangan dan menganhantarkan implus yang memungkinkan
seseorang mendengar. Pada saraf ini dilakukan pemeriksaan
pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibular dimulai dengan
mengkaji adanya keluhan pusing, baik yang bersifat vertigo
maupun yang kurang jelas sifatnya.
g) Saraf kranial IX dan X
Gangguan terhadap saraf glosofaringeus dapat menimbulkan
gangguan menelan, gangguan pengecap dan gangguan di sekitar
orofaring.
h) Saraf kranial XI
Saraf aksesoris untuk menguji kekuatan otot
strenokleidomastoideus dan trapezius dengan menilai kekuatan
otot-otot tersebut, klien diminta untuk memutar kepala ke salah
34
satu bahu dan berusaha melawan, usaha pemeriksaan untuk
menggerakkan kepala ke arah bahu yang berlawanan
i) Saraf kranial XII
Saraf hipoglosus mengatur otot-otot lidah. Pada pemeriksaan
klien hampir tidak dapat berbicara dan menelan. Pemeriksaan
lidah termasuk ada tidaknya asimetris, deviasi pada satu sisi, dan
fasikuler (Muttaqin, 2012).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Pada klien Cerebrovasculer Accident (CVA) dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan adalah defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan.(NANDA, 2016).
Batasan karakteristik klien Cerebrovasculer Accident (CVA) dengan defisit
perawatan diri
1. Tidak mampu melakukan perawatan diri
2. Klien tidak mampu mandi secara mandiri
3. Klien tidak mampu makan secara mandiri
4. Klien tidak mampu berhias secara mandiri
5. Klien tidak mampu ketoilet secara mandiri
6. Minat melakukan perawatan diri kurang
(SDKI, 2016)
Faktor-faktor yang berhubungan (SDKI, 2016)
b. Gangguan muskuloskeletal
c. Gangguan neuromuskuler
d. Kelemahan
35
e. Gangguan psikologis dan/atau psikotik
f. Penurunan motivasi/minat
2.2 Rencana keperawatan Defisit Perawatan Diri pada klien
Cerebrovasculer Accident (CVA).
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x 24 jam
diharpkan
klien dapat
meningkatkan
perawatan diri
1. Kemampuan
mandi klien
meningkat
2. Kemampuan
mengenakan
pakaian klien
meningkat
3. Kemampuan
makan klien
meningkat
4. Kemampuan
klien ke
toilet (BAK,
BAB)
5. Verbalisasi
keinginan
melakukan
perawatan
diri
6. Minat klien
untuk
melakukan
perawatan
diri
meningkat.
7. Klien dapat
mempertahan
kan
kebersihan
diri
8. Klien dapat
mempertahan
kan
kebersihan
Observasi:
1) monitor tingkat
kemandirian
2) monitor
kemampan
menelan
3) monitor
integritas kulit
4) monitor
kebersihan
tubuh (mis.
Rambut, mulut,
kulit, kuku
Terapeutik:
5) fasilitasi
kemandirian,
bantu jika tidak
mampu
malakukan
perawatan diri
6) dampingi dalam
melakukan
perawatan diri
secara mandiri
7) bersihkan alat
bantu
BAK/BAB
setelah dignakan
8) fasilitasi berhias
(mis. Menyisir
rambut,
1) Untuk mengtahui
tingkat
kemandirian
dalam melakukan
perawatan diri.
2) untuk memenuhi
nutrisi peroral
3) untuk mengetahui
tingkat
kelembaban kulit
4) untuk mengetahui
tingkat kebersihan
tubuh klien
5) Agar klien dapat
melakukakan
perawatan diri
secara mandiri
6) untuk mengetahui
tingkat
kemandirian klien
7) Agar bakteri tidak
berkembang di
alat tersebut
8) untuk menjaga
keberihan dalam
penampilan
36
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
mulut..
(SLKI, 2018)
merapikan
kumis dan
jenggot)
9) atur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
10) sediakan
peralatan mandi
( mis. Sabun,
sikat gigi,
11) sediakan
lingkungan
aman dan
nyaman
Edukasi:
12) anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan
13) ajarkan
mengenakan
pakaian
14) jelakan manfaat
mandi dan
dampat tidak
mandi terhadap
kesehatan
15) ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan
klien
(SIKI, 2018)
9) Untuk
menghindari
terjadinya klien
tersedak
10) mengetahui
tingkat
kemandirian klien
dan menjaga
kebersihan tubuh
paien
11)agar
mempercepat
penyembuhan
penyakit
12) untuk menetahui
tingkat
kemandirian klien
13) untuk menetahui
tingkat
kemandirian klien
14)Agar tubuh bersih
dan terawat
15) Agar keluarga
dapat merawat
kebersihan diri
klien secara
mandiri
1)
37
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Aplikasi yang
dilakukan pada klien akan berbeda, disesuikan dengan kondisi klien saat ini dan
kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien ( Nurul, 2016).
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi
adalah proses yang berkelanjutan yaitu proses yang digunakan untuk mengukur
dan memonitor kondisi klien mengetahui:
1. Kemampuan mandi klien meningkat
2. Kemampuan mengenakan pakaian klien meningkat
3. Kemampuan makan klien meningkat
4. Kemampuan klien ke toilet (BAK, BAB)
5. Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
6. Minat klien untuk melakukan perawatan diri meningkat.
7. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri
8. Klien dapat mempertahankan kebersihan mulut..
(SLKI, 2018)
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah studi kasus yang bertujuan
untuk mengesplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien Cerbrovasculer
acident (CVA) degan masalah defisit perawatan diri di RS panti Waluya Malang.
3.2 Batasan Istilah
Asuhan keperawatan pada klien Cerbrovasculer acident (CVA) degan masalah
defisit perawatan di Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Dengan salah satu
batasan karakteristik dibawah ini, yaitu:
1. Klien yang didiagnosa Cerebrovasculer acident (CVA) baik karena
perdarahan ataupun sumbatan
2. Klien tidak mampu mandi secara mandiri
3. Klien tidak mampu berdandan secara mandiri
4. Klien tidak mampu makan dan minum secara mandiri
5. Klien tidak mampu BAK/BAB secara mandiri.
(SDKI, 2016)
3.3 Partisipan
Pada penelitian ini yang menjadi partipan adalah 2 klien yang di diagnosa medis
Cerbrovasculer acident (CVA) degan masalah defisit perawatan diri yang sudah
diperbolehkan oleh dokter penanggung jawab untuk dilakukan mobilisasi di RS
Panti Sawahan Waluya Malang, yaitu Ny.S usia 72 Tahun dan Tn. S usia 63
Tahun.
39
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Studi kasus ini dilaksanakan di ruang rawat inap Maria Paviliun dan ruang rawat
inap Unit Stroke Rumah Sakit Panti Waluya Malang dan penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April 2020 dengan lama perawatan selama 3 hari. Klien
pertama masuk Rumah Sakit pada tanggal 18-05-2020 dan klien ke dua masuk
rumah sakit pada tanggal 20-05-2020.
4. Pengumpulan Data
Mencari data klien Cerbrovasculer acident (CVA) dengan masalah defisit
perawatan diri. Penulisan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Data sekunder
Data yang didapatkan dari perawat yang digunakan untuk melengkapi hasil
penelitian pada klien Cerbrovasculer acident (CVA) degan masalah defisit
perawatan diri di RS Panti Waluya Malang.
5. Uji Keabsahan Data
Disamping integritas penulis, uji keabsahan data dilakukan dengan cara berikut
ini:
1) Memperpanjang waktu pengamatan/ tindakan.
2) Sumber informasi tambahan menggunakan triagulasi dari tiga sumber data
utama yaitu klien, perawat, dan keluarga klien yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
40
6. Analisa Data
1. Data dikumpulkan dari hasil World Health Organization (wawancara,
observasi, dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian
disalin dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).
2. Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks
naratif. Kerahasian dari klien dijamin dengan jalan identitas klien dibuat
inisial.
3. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang
dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi.
7. Etik Penelitian
Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1) Lembar persetujuan yang akan diberikan responden yang akan diteliti dan
memenuhi kriteria inklusif dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian.
2) Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan penelitian tidak mencantumkan nama responden
namun hanya dicanrumkan inisial saja.
41
3) Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok
data tertentu yang dilaporkan hasil peneliti.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis membahas hasil dan pembahasan tentang asuhan
keperawatan pada klien Cerebro Vascular Accident dengan masalah Defisit
Perawatan Diri di Rumah Sakit Panti Waluya Malang.
4.2 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data
Penelitan ini dilaksanakan di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang.
Pengambilan data pada Klien 1 di rawat di ruang Maria Paviliun diruangan ini
terdapat fasilitas oksigen sentral yang berfungsi sangat baik, didalam kamar
terdapat 2 bed yang fungsinya untuk tempat tidur pasien dan tempat tidur
keluarga. Dilengkapi dengan kamar andi serta fasilitas berupa kulkas untuk
menyimpan makanan. Penggambilan data klien 2 di rawat di ruangan Unit Stroke
yang merupakan ruangan khusus untuk perawatan klien CVA dengan kapasitas 8
tempat tidur yang dilengkapi dengan pagar tempat tidur dan dapat diatur derajat
sudutnya. Ruang perawatan tersebut juga dilengkapi dengan fasilitas berupa dua
kamar mandi dalam, yang terdiri dari bak mandi, WC duduk, serta tersedia pispot
dan urinal untuk klien. Selain itu juga tersedia 8 oksigen sentral, 8 monitor, 6 AC,
almari pakaian, meja kecil untuk masing-masing klien dan kursi yang disediakan
untuk keluarga saat jam berkunjung, tirai untuk menjaga privasi klien tempat tidur
satu dengan yang lain.
43
4.1.2 Karakteristik Partisipan
Tabel 4. 1 Identitas Klien Identitas Klien Klien 1 Klien 2
No. RM
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status Pernikahan
Suku Bangsa
Ruang
Kamar dan Tempat tidur
Tanggal MRS
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis
204xxx
Ny. S
72 Tahun
Perempuan
Ds.Prodo RT 04/07 Singosari
Malang
Islam
SLTA
Tidak bekerja
Pernah Kawin
Jawa
Maria Paviliun 41
18-05-2020 /13.00
20-05-2020/08.30
CVA Trombosis
173xxx
Tn. S
63 Tahun
Laki-laki
Jl.Raya Parangargo,Wagir
Islam
SD
Pegawai Swasta
Kawin
Jawa
Unit Stroke
20-05-2020/01.30
20-05-2020/13.07
CVA Hemoragic
Tabel 4. 2 Identitas Penanggung Jawab Identitas Klien 1 Klien 2
Nama
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Hubungan dengan klien
Ny. S
45 Tahun
Islam
SLTA
Ibu Rumah Tangga
Keluarga
Ny. S
60 Tahun
Islam
SLTA
Ibu Rumah Tangga
Istri
4.1.3 Data Asuhan Keperawatan
1) Data Riwayat Klien
Tabel 4. 3 Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2
Keluhan Utama Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
klien mengatakan badannya lemas
kaki dan tangan sebelah kanan
sejak 2 hari yang lalu
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
keluarga Klien mengatakan badan
klien tiba-tiba lemas dan bicara
pelo sejak 2 jam yang lalu
Riwayat Penyakit
Sekarang
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
klien mengatakan pada tanggal 18-
05-2020 pukul 13.00WIB klien
masih beraktivitas biasa, dan pada
sore harinya klien merasa badan
kaki dan tangannya terasa lemas
sulit bicara dan sering lupa
kemudian pada tanggal 20-05-2020
klien di bawa ke Rumah Sakit Panti
Waluya pukul 07.00 WIB, klien
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
keluarga mengatakan pada tanggal
19-05-2020 pukul 07.00 WIB klien
masih beraktivitas seperti biasa ,
Keluarga Klien mengatakan badan
klien tiba-tiba lemas dan bicara
pelo. Kemudian klien dibawa ke RS
Panti Waluya pukul 01.30 WIB,
klien masuk di ruang IGD. Saat
44
Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2
masuk di ruangan IGD. Saat
dilakukan pemeriksaan didapakan
data kelemahan pada bagian kanan,
mulut tidak simetris ( cenderung ke
kanan ), kekuatan otot |
| selain
itu dilakukan pemeriksaan darah
lengkap, dan thorax hasil TTV,
TD:140/80 mmHg, N: 82 x/menit,
S:36,8 ºC, RR: 22x/menit, SpO2
:96 %, GCS: E 4 V 2 M 4,
kesadaran composmentis, pusing
(+), sulit bicara, badan sebelah
kanan lemas. Kemudian dokter
memberikan advice infus RL 1000
cc/24 jam, Naulin 500 mg,
Ranitidine 50 mg, Topazol
1x1,CPG 75 mg. Dokter
menyarankan untuk rawat inap, atas
persetujuan keluarga, pukul 12.00
WIB klien dipindahkan ke ruangan
Maria Paviliun, hasil pemeriksaan
composmentis, GCS: E 4 V 2 M 4,
pusing, sulit bicara, badan sebelah
kanan lemas.dilakukan pemeriksaan
CT Scan Hasil bacaan: Infark
subakut di lobus parietooccipitalis
kiri, senile brain atrophy, Pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal
20-05-2020 klien mengatakan
badan terasa lemas kaki dan tangan
sebelah kanan, klien rambut klien
tampak sedikit kotor, klien
menggunakan katater ukuran 14
dan klien menggunakan pempres,
Klien tidak bisa memenuhi
kebutuhan ADL secara mandiri
(makan, oral hygiene, toileting,
berpakaian, mandi), segala sesuatu
yang berhubungan dengan klien di
bantu oleh perawat dan keluarga
Hasil pemeriksaan GCS: E 4 V 2 M
4 kesadaran composmentis,
kekuatan otot |
| TTV; TD:
140/80 mmHg, Nadi: 82 x/menit,
RR: 22 x/menit, Suhu: 36,8 ºC,
spO2: 96%. Dan didaptkan
pemeriksaan saraf
N. I (olfaktorius): penciuman
normal, klien dapat mencium bau
minyak kayu putih
N. II (optikus): klien dapat melihat
benda di sekitarnya dengan jelas
pada jarak 1 meter
N. III (kulomotoris): kelopak mata
tampak normal, klien dapat
dilakukan pemeriksaan didapatkan
data kelemahan pada tubuh bagian
kanan, mulut tidak simetris
(cenderung ke kiri), kekuatan otot
|
| selain itu dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan
thorax, hasil TTV; TD: 220/120
mmHg, N: 118 x/menit, S: 36,9ºC,
RR: 24x/menit, SpO2: 95%, GCS:
E 2 V 2 M 4, kesadaran: Stupor ,
bicara pelo, badan sebelah kiri
lemas. Kemudian dokter
memberikan advice RL 500cc/24
jamBeclov/citicoline 500 mg 3x,
topazol, katese 3x1 santagesic 1
amp, ondancentron. Dokter
menyarankan untuk rawat inap, atas
persetujuan keluarga, pukul 16.00
klien di pindahkan ke ruang US,
hasil pemeriksaan kesadaran
composmentis, GCS: E 2 V 2 M 4,
badan kaki tangan sebelah kiri
lemas, bicara pelo, dilakukan CT
Scan kepala dengan hasil intra
cerebral hemorrhage dextra.Pada
saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 20-05-2020 pukul 14.00
WIB keluarga klien mengatakan
badan sebelah kiri terasa lemas.
Klien tidak bisa memenuhi
kebutuhan ADL secara mandiri
(makan, oral hygiene, toileting,
berpakaian, mandi), segala sesuatu
yang berhubungan dengan klien di
bantu oleh perawat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan GCS: E 2 V 2 M
4 kesadaran stupor, kekuatan otot
|
| TTV; TD: 140/90 mmHg,
Nadi: 86 x/menit, RR: 20 x/menit,
Suhu: 36 ºC, spO2: 95%. Dan
didapatkan pemeriksaan saraf
N. I (olfaktorius): klien belum bisa
membau
N. II (optikus): pada saat dilakukan
pemeriksaan klien tidak bisa
membuka mata
N. III (kulomotoris):saat dilakukan
pemeriksaan pada kelopak mata
klien tidak bisa membuka mata,
45
Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2
mengangkat kelopak mata
(berkedip), diameter pupil 2 mm
isokor, reflek cahaya +/+
N. IV (troklearis): klien dapat
mengikuti arah gerak jari pemeriksa
ke atas, bawah, kanan dan kiri
N. V (trigeminus): klien dapat
membuka rahang dan tampak
simetris, klien dapat menutup mulut
dengan rapat
N. VI (abdusen): klien dapat
menggerakkan bola mata ke
samping kanan dan kiri.
N. VII (fasialis): bentuk mulut tidak
simetris, senyum klien tidak
simetris cenderung ke posisi kanan
N. VIII (vestibularis): fungsi
pendengaran klien normal, klien
dapat menjawab pertanyaan dengan
benar saat diberi pertanyaan oleh
perawat dengan terbatah-terbatah
pada jarak 1 meter
N. X (vagus) dan N.IX: ada
gangguan pada reflek menelan,
sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT untuk
makan, klien dapat membuka mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan
perintah untuk menggerakkan bahu,
bahu klien tampak tidak simetris,
bahu kiri yang dapat menggerakkan
ke atas
N. XII (hipoglosus): posisi lidah
klien berada tepat di tengah, klien
mampu menggerakkan lidah ke
kanan dan ke kiri
diameter pupil 2 mm isokor, reflek
cahaya +/+
N. IV (troklearis): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien tidak
dapat mengikuti perintah
N. V (trigeminus): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien tidak
dapat mengikuti perintah
N. VI (abdusen): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien tidak
dapat mengikuti perintah
N. VII (fasialis): bentuk mulut
simetris, senyum klien tidak
simetris cenderung ke posisi
sebelah kiri
N. VIII (vestibularis): fungsi
pendengaran klien normal, klien
dapat menjawab pertanyaan dengan
benar saat diberi pertanyaan oleh
perawat dan dokter pada jarak 2
meter
N. X (vagus) dan N.IX: ada
gangguan pada reflek menelan,
sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT untuk
makan, klien tidak dapat membuka
mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan
perintah untuk menggerakkan bahu,
bahu klien tampak tidak simetris,
klien tidak dapat mengikuti perintah N. XII (hipoglosus): posisi lidah
klien berada tepat di tengah, klien
tidak mampu menggerakkan lidah
ke kiri dan ke kanan
Riwayat Penyakit
Dahulu
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
klien mengatakan mempunyai
riwayat hipertensi dan rutin minum
obat (captopril, furosemide,
amlodipine, candesartan) sesuai
yang diberikan oleh dokter. Jadi ini
serangan stroke pertama
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
keluarga klien mengatakan klien
menderita darah tinggi, klien juga
tidak rutin minum obat hipertensi
(captopril). Ini serangan stroke
pertama karena sebelumnya klien
tidak pernah sakit stroke.
Riwayat Penyakit
Keluarga
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
klien menjelaskan keluarga tidak
memiliki riwayat hipertensi
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
keluarga klien mengatankan ibunya
memiliki riwayat hipertensi.
46
Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2
Genogram
: laki-laki
: perempuan
: menikah
: keturunan
: tinggal serumah
X : meninggal
: klien
: laki-laki
: perempuan
: menikah
: keturunan
: tinggal serumah
X : meninggal
: klien
Riwayat Alergi Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
klien mengatakan tidak memiliki
riwayat alergi baik terhadap
makanan, minuman maupun obat.
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data sekunder
keluarga klien mengatakan tidak
memiliki riwayat alergi baik
terhadap makanan, minuman
maupun obat.
2) Pola Konsep Diri
Tabel 4.4 Persepsi Diri Persepsi Diri Klien 1 Klien 2
Gambaran Diri Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien mampu menerima
keadaannya saat ini, meski tangan
dan kaki kanannya lemas.
Berdasarkan informasi dari perawat,
didapatkan data sekunder klien tidak
terkaji dikarenakan kesadaran klien
stupor
Identitas Diri Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien adalah wanita
yang harus banyak beristirahat
karena kondisi yang tidak
memungkinkan untuk bekerja.
Berdasarkan informasi dari perawat,
didapatkan data sekunder klien tidak
terkaji dikarenakan kesadaran klien
stupor
Peran Diri Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien adalah wanita
yang pernah menikah dan hanya
mengurus rumah sendiri.
Berdasarkan informasi dari perawat,
didapatkan data sekunder klien tidak
terkaji dikarenakan kesadaran klien
stupor
Ideal Diri Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien mengatakan ingin
cepat pulang dan bisa beraktivitas
seperti biasa.
Berdasarkan informasi dari perawat,
didapatkan data sekunder klien tidak
terkaji dikarenakan kesadaran klien
stupor
Harga Diri Berdasarkan informasi dari Berdasarkan informasi dari perawat,
47
perawat, didapatkan data
sekunder klien mengatakan tidak
malu dengan penyakit yang
dideritanya saat ini
didapatkan data sekunder klien tidak
terkaji dikarenakan kesadaran klien
stupor
3) Perubahan Pola Kesehatan
Tabel 4. 5 Pola Kesehatan Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2
Pola Nutrisi
Di Rumah Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien Makan 2x/hari
Minum ± 800 cchari
Jenis makanan sayur, tempe,
ayam, nasi
Jenis minuman air putih
Keterangan: klien mengatakan
menyukai semua jenis makanan,
tetapi bukan makanan
sembarangan (sesuai anjuran
dokter).
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data klien
Makan 3x/hari
Minum ± 1500cc
Jenis makanan nasi, ayam, sayur
Jenis minuman air putih, kopi
Keterangan: klien mengatakan
menyukai semua jenis makanan,
kecuali yang manis-manis
Di Rumah Sakit Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien pada saat
dilakukan pengkajian klien
mendapat diet cair 6x200 cc.
Minum sari kacang hijau, jus dan
air putih
Diit kalori sonde vuding (bubur
nasi, telur rebus, wortel rebus,
tahu/tempe rebus, air hangat).
Input cairan ± 1250
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien berdasarkan
informasi dari perawat,
didapatkan data klien Pada saat
dilakukan pengkajian klien
mendapat diet cair 6x200 cc.
Minum sari kacang hijau, jus dan
air putih
Diit Sonde Bubur RGRL sayur
lauk halus
Input cairan ± 1250
Pola Kebersihan Diri
Di Rumah Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien mengatakan
di rumah mandi 2x sehari
menggunakan sabun mandi,
keramas 1x satu minggu
menggunakan shampoo.
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien mengatakan
di rumah mandi 2x sehari
menggunakan sabun mandi,
keramas 2x satu minggu
menggunakan shampo, gosok gigi
2x sehari.
Di Rumah Sakit Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien saat dilakukan
pengkajian, keluarga mengatakan
di seka 2x sehari oleh perawat dan
oral hygine 2x sehari.
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien saat dilakukan
pengkajian klien mengatakan 2x
sehari di seka oleh keluarganya
dan gosok gigi 2x sehari.
Pola Eliminasi
Di Rumah Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien mengatakan
BAK frekuensi ±5-6 x/hari, warna
urine kuning jernih. Klien
mengatakan BAB 1 x/hari,
konsistensi lembek, bau khas
BAB warna kuning kecoklatan
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien mengatakan
BAK frekuensi ±5-6x/hari, warna
urine kuning jernih. Klien BAB
1-2x/hari, konsistensi lembek, bau
khas BAB, warna kuning
kecoklatan
48
Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2
Di Rumah Sakit Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien saat dilakukan
pengkajian klien Klien
menggunakan kateter BAK dari
jam 06.00-12.00 WIB ± 600cc,
warna kuning jernih. Selama di
Rumah sakit klien belum BAB.
Balance cairan: 1250 – 600 = 550
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien saat dilakukan
pengkajian jumlah Klien
menggunakan kateter BAK dari
jam 06.00-12.00 WIB ± 650cc,
warna kuning jernih. Selama di
Rumah sakit klien belum BAB.
Balance cairan: 1250 – 650 = 600
Pola Aktivitas
Di Rumah Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien berperan
sebagai seorang anak yang belum
menikah dan tinggal sendiri,
kegiatan sehari-hari di rumah saja
dilakukan secara mandiri seperti
membersihkan rumah, mengambil
air minum, mandi, berpakaian,
BAK, BAB.
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien berperan
sebagai ayah dan kepala rumah
tangga, kegiatan sehari-hari
adalah bekerja sebagai pedagang
di pasar, aktivitas dilakukan
secara mandiri seperti kepasar,
berjualan, makan, mandi,
berpakaian, BAK, BAB.
Di Rumah Sakit Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien bedrest total
aktivitasnya dilakukan di tempat
tidur di bantu (mandi, berpakaian,
BAK, BAB, makan, berhias)
keluarga dan perawat, aktivitas
sesuai anjuran dokter (mis. Miring
kanan-kiri, ROM pasif-aktif).
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien bedrest total
aktivitasnya dilakukan di tempat
tidur di bantu (mandi, berpakaian,
BAK, BAB, makan, berhias)
keluarga dan perawat, aktivitas
sesuai anjuran dokter (mis.
Miring kanan-kiri, ROM pasif-
aktif).
Pola Istirahat Tidur
Di Rumah Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien mengatakan
tidur selama 8 jam mulai dari jam
21.00 WIB sampai jam 05.00
WIB klien mengatakan tidur siang
2 jam dari jam 13.00 WIB sampai
jam 15.00 WIB
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien keluarga klien
mengatakan tidur malam selama 6
jam mulai dari ja 22.00 WIB
sampai jam 04.00 WIB klien
mengatakan jarang tidur siang
karena pada siang hari klien
bekerja jualan di pasar
Di Rumah Sakit Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien klien tidur malam
9 jam, mulai jam 20.00 WIB
sampai jam 05.00 WIB tidur siang
±1 jam mulai dari jam 12.00 WIB
kemudian tidur siang mulai jam
14.00 sampai jam 15.00 WIB
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien saat dilakukan
pengkajian klien bedrest total
4) Pemeriksaan Fisik
Tabel 4. 6 Pemeriksaan Fisik Observasi Klien 1 Klien 2
Kesadaran Umum
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien
Cukup
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien
Lemas
49
Observasi Klien 1 Klien 2
Kesadaran
GCS
TD
Nadi
Suhu
Respirasi
Saturasi O2
Composmentis
E 4 V 2 M 4
140/80 mmHg
82 x/menit
36,8 0C
22 x/menit
96%
Stupor
E 2 V 2 M 4
220/120 mmHg
118 x/menit
36,9 0C
24 x/menit
97%
Pemeriksaan Kulit dan
Kuku
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi : warna kulit kuning
langsat, persebaran warna
merata, tidak ada edema,
tidak ada lesi, kuku terlihat
panjang dan terlihat kotor.
- Palpasi : kondisi kulit kering
Turgor kulit : <2 detik
CRT : <2 detik
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi : warna kulit putih,
persebaran warna merata,
tidak ada edema, tidak ada
lesi
- Palpasi : kondisi kulit
lembab, tidak ada nyeri tekan
Turgor kulit : <2detik
CRT : <2detik
Pemeriksaan Kepala Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi : Normal cepal,
persebaran rambut merata,
rambut beruban, tidak tampak
lesi, rambut sedikit
berketombe
- Palpasi : tidak teraba massa,
tidak ada lesi
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi : Normal cepal,
persebaran rambut merata,
rambut beruban, tidak
tampak lesi, rambut sedikit
berketombe
- Palpasi : tidak ada nyeri
tekan pada kepala klien,
tidak teraba massa
Pemeriksaan Mata Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Inspeksi
Alis : persebaran merata,
simetris kanan-kiri
Mata : simetris
Bola mata : bulat
Sklera : putih susu
Konjungtiva : merah muda
Pupil : isokor
- Palpasi : teraba kenyal pada
kedua bola mata
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder klien
- Inspeksi :
-
Alis : persebaran merata,
simetris kanan-kiri
Mata : simetris, tidak terdapat
kantong mata
Bola mata : bulat, gerakan bola
mata normal
Sklera : putih susu
Konjungtiva : merah muda
Pupil : isokor
- Palpasi : teraba kenyal pada
kedua bola mata, klien
mengatakan tidak ada nyeri
tekan
Pemeriksaan Hidung Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
50
Observasi Klien 1 Klien 2
Lubang hidung: bentuk
simetris, lubang hidung
bersih, Hidung : terpasang
nasal kanul 4 lpm
- Palpasi
Klien mengatakan tidak ada
nyeri tekan saat di palpasi
Lubang hidung : bentuk
simetris, lubang hidung
bersih
Hidung : terpasang nasal kanul
3 lpm, tidak ada pernapasan
cuping hidung
- Palpasi
Klien mengatakan tidak ada
nyeri tekan saat di palpasi
Pemeriksaan Telinga Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Daun telinga : simetris, tidak
ada lesi
Lubang telinga : terdapat
sedikit serumen, gendang
telinga utuh
- Palpasi : tidak tampak
pembesaran pada kelenjar
tyroid
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Daun telinga : simetris, tidak
ada lesi di sekitar daun
telinga
Lubang telinga : bersih, tampak
adanya serumen, gendang
telinga utuh
- Palpasi : klien mengatakan
tidak ada nyeri tekan saat di
palpasi dan tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid
Pemeriksaan Mulut Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Inspeksi
Bibir : mukosa bibir lembab,
tidak sianosis, nampak tidak
simetris dan cenderung kekiri.
Gigi : gigi masih utuh, belum
gosok gigi, tidak ada caries
gigi
Gusi : berwarna merah muda
Lidah : berwarna merah muda
Uvula : tepat berada ditengah
Tonsil : tidak ada pembesaran
tonsil
Bau mulut tidak sedap
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Inspeksi
Bibir : mukosa bibir lembab,
tidak sianosis, nampak tidak
simteris dan cenderung
kekanan.
Gigi : gigi masih utuh, belum
gosok gigi, tidak ada caries
gigi
Gusi : berwarna merah muda
Lidah : berwarna merah muda
Uvula : tepat berada ditengah
Tonsil :tidak ada pembesaran
tonsil
Bau mulut tidak sedap
Pemeriksaan Leher Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Kondisi kulit : persebaran
warna kulit merata, tidak
tampak lesi.
- Palpasi
Kelenjar tyroid : tidak ada
benjolan, tidak ada
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Kondisi kulit : persebaran
warna kulit merata, tidak
tampak lesi
- Palpasi
Kelenjar tyroid : tidak ada
benjolan, tidak ada
51
Observasi Klien 1 Klien 2
pembesaran kelenjar tyroid
Vena jugularis : tidak
bendungan pada vena
jugularis
Trakea : berada ditengah
Kelenjar limfe : tidak ada
pembesaran
pembesaran kelenjar tyroid
Vena jugularis : tidak ada
bendungan pada vena
jugularis
Trakea : berada ditengah, tidak
nyeri saat menelan
Kelenjar limfe : tidak ada
pembesaran limfe, tidak ada
nyeri tekan pada kelenjar
limfe
Pemeriksaan Thorax Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Pemeriksaan paru
- Inspeksi
Dada : bentuk dada normal
Kondisi kulit : bersih,
persebaran warna kulit
merata, tidak tampak lesi
Tampak retraksi dinding dada
- Palpasi
Taktil fremitus teraba kanan
dan kiri pada dada
- Perkusi
Sonor pada ICS 1-2
- Auskultasi
Tidak terdapat suara napas
tambahan
(ronchi) (wheezing)
Pemeriksaan jantung
- Inspeksi
Ictus cordis tampak pada ics 5
midclavicula sinistra
- Palpasi
Ictus cordis : tinggi tidak lebih
dari 1 cm
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Pemeriksaan paru
- Inspeksi
Dada : bentuk dada normal
Kondisi kulit : bersih,
persebaran warna kulit
merata, tidak tampak lesi
Tampak retraksi dinding dada
- Palpasi
Taktil fremitus teraba kanan dan
kiri pada dada
- Perkusi
Sonor pada ICS 1-2
- Auskultasi
Tidak terdapat suara napas
tambahan
(ronchi) (wheezing)
Pemeriksaan jantung
- Inspeksi
Ictus cordis tampak pada ics 5
midclavicula sinistra
- Palpasi
Ictus cordis : tinggi tidak lebih
dari 1 cm
- Perkusi
Terdengar sonor pada seluruh
lapang paru kecuali ics 3-5
sinistra terdengar pekak
52
Observasi Klien 1 Klien 2
- Perkusi
Terdengar sonor pada seluruh
lapang paru kecuali ics 3-5
sinistra terdengar pekak
- Auskultasi
Bj 1 : bunyi jantung terdengar
(lup) tunggal
Bj 2 : bunyi jantung terdengar
(dup) tunggal
Bj 3 : tidak ada bunyi jantung
tambahan
- Auskultasi
Bj 1 : bunyi jantung terdengar
(lup) tunggal
Bj 2 : bunyi jantung terdengar
(dup) tunggal
Bj 3 : tidak ada bunyi jantung
tambahan
Pemeriksaan Abdomen Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Abdomen datar, persebaran
warna abdomen merata, tidak
tampak lesi
- Auskultasi
Bising usus x8/menit
- Palpasi
Tidak ada pembesaran pada
hepar
- Perkusi
Timpany di semua lapang
abdomen
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Abdomen datar, persebaran
warna abdomen merata, tidak
ada lesi
- Auskultasi
Bising usus 6x/menit
- Palpasi
Tidak ada pembesaran hepar,
tidak ada nyeri tekan
- Perkusi
Timpany di semua lapang
abdomen
Pemeriksaan Genetalia Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Inspeksi :klien menggunakan
kateter, klien memakai
diapers, tidak tampak lesi
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
Inspeksi : klien memakai
kateter, slang kateter bersih,
memakai diapers, tidak tampak
lesi
Pemeriksaan
Muskolosketal
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Tidak ada edema, persebaran
warna kulit merata
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
- Kekuatan otot : tidak
melawan gravitasi, kelemahan
pada ekstremitas kanan
1 4
1 4
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
- Inspeksi
Tidak ada edema, persebaran
warna kulit merata
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
- Kekuatan otot : tidak
melawan gravitasi,
kelemahan pada ekstremitas
kiri
5 3
53
Observasi Klien 1 Klien 2
5 3
Pemeriksaan saraf
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
N. I (olfaktorius): penciuman
normal, klien dapat mencium
bau minyak kayu putih
N. II (optikus): klien dapat
melihat benda di sekitarnya
dengan jelas pada jarak 1 meter
N. III (kulomotoris): kelopak
mata tampak normal, klien
dapat mengangkat kelopak mata
(berkedip), diameter pupil 2 mm
isokor, reflek cahaya +/+
N. IV (troklearis): klien dapat
mengikuti arah gerak jari
pemeriksa ke atas, bawah,
kanan dan kiri
N. V (trigeminus): klien dapat
membuka rahang dan tampak
simetris, klien dapat menutup
mulut dengan rapat
N. VI (abdusen): klien dapat
menggerakkan bola mata ke
samping kanan dan kiri.
N. VII (fasialis): bentuk mulut
tidak simetris, senyum klien
tidak simetris cenderung ke
posisi kanan
N. VIII (vestibularis): fungsi
pendengaran klien normal, klien
dapat menjawab pertanyaan
dengan benar saat diberi
pertanyaan oleh perawat dengan
terbatah-terbatah pada jarak 1
meter
N. X (vagus) dan N.IX: ada
gangguan pada reflek menelan,
sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT
untuk makan, klien dapat
membuka mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan
perintah untuk menggerakkan
bahu, bahu klien tampak tidak
simetris, bahu kiri yang dapat
menggerakkan ke atas
N. XII (hipoglosus): posisi lidah
klien berada tepat di tengah,
klien mampu menggerakkan
lidah ke kanan dan ke kiri
Berdasarkan informasi dari
perawat, didapatkan data
sekunder
N. I (olfaktorius): klien belum
bisa membau
N. II (optikus): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien
tidak bisa membuka mata
N. III (kulomotoris):saat
dilakukan pemeriksaan pada
kelopak mata klien tidak bisa
membuka mata, diameter pupil
2 mm isokor, reflek cahaya +/+
N. IV (troklearis): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien
tidak dapat mengikuti perintah
N. V (trigeminus): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien
tidak dapat mengikuti perintah
N. VI (abdusen): pada saat
dilakukan pemeriksaan klien
tidak dapat mengikuti perintah
N. VII (fasialis): bentuk mulut
simetris, senyum klien tidak
simetris cenderung ke posisi
sebelah kiri
N. VIII (vestibularis): fungsi
pendengaran klien normal, klien
dapat menjawab pertanyaan
dengan benar saat diberi
pertanyaan oleh perawat dan
dokter pada jarak 2 meter
N. X (vagus) dan N.IX: ada
gangguan pada reflek menelan,
sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT
untuk makan, klien tidak dapat
membuka mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan
perintah untuk menggerakkan
bahu, bahu klien tampak tidak
simetris, klien tidak dapat
mengikuti perintah N. XII (hipoglosus): posisi lidah
klien berada tepat di tengah,
klien tidak mampu
menggerakkan lidah ke kiri dan
ke kanan
54
5) Pemeriksaan Penunjang
Tabel 4. 7 Pemeriksaan Penunjang Klien 1 Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
03-03-2020 CT Scan Kepala Hasil bacaan: Infark subakut di lobus
parietooccipitalis kiri, senile brain atrophy
02-03-2020 THORAX
COR ukuran membesar Aorta klasifikasi
Pulmo tak tampak kelainan, diafragma dan
sinus costofrenikus baik
02-03-2020;
19.29
Jumlah Leukosit
Jumlah Eritrosit
Hemoglobin
Hematocrit
MCV
MCH
MCHC
Jumlah Trombosit
RDW-SD
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
Neutrophil
Limfosit
Monosit
Eosinophil
Basophil
Jumlah Neutrofil
Jumlah Limfosit
Jumlah Monosit
Jumlah Eosinofil
Jumlah Basofil
Ureum
BUN
Kreatinin
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (CI)
14.82
5,06
15,7
45,4
89,7
31,0
34,6
723
44
13,4
10,3
9,3
20,6
0.670
78,0
12,1
7,6
1,8
0.5
11,6
1,8
1.12
0.3
0.1
35.7
16,7
0.56
140
3,86
101
10^3/µL
10^6/µL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
10^3/µL
fL
%
fL
fL
%
%
%
%
%
%
%
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mEq/L
mEq/L
mEq/L
4.0-11.0
4.00-5.00
11.5-15.0
37.0-45.0
82.0-92.0
27.0-31.0
32.0-37.0
150-400
35-47
11.5-14.5
9.0-13.0
7.2-11.1
15.0-25.0
0.150-0.400
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
1.5-7.0
1.0-3.7
0.16-1.00
0-0.8
0-0.2
21-43
10,0-20,0
<0.95
135-145
Tabel 4. 8 Pemeriksaa Penunjang Klien 2 Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
10-03-2020 CT Scan Kepala Hasil bacaan: intra cerebral hemorrhage dextra
10-03-2020 THORAX
Kedua sinus/diaphragma normal
Bentuk dan besar COR “suspect membesar
kekiri” foto exp, tidak tampak infiltrat proses
Corakan brnchovascular paru normal
10-03-2020;
22.06
Jumlah Leukosit
Jumlah Eritrosit
Hemoglobin
Hematocrit
MCV
MCH
MCHC
Jumlah Trombosit
RDW-SD
16,67
5,54
16,4
48,7
87,9
29,6
33,7
254
43
10^3/µL
10^6/µL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
10^3/µL
fL
4.0-11.0
4.50-5.50
13.0-17.0
40.0-50.0
82.0-92.0
27.0-31.0
32.0-37.0
150-400
35-47
55
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
Neutrophil
Limfosit
Monosit
Eosinophil
Basophil
Jumlah Neutrofil
Jumlah Limfosit
Jumlah Monosit
Jumlah Eosinofil
Jumlah Basofil
Ureum
BUN
Kreatinin
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida
13,3
12,8
11,0
32,6
0.280
65,4
22,8
5,5
5,9
0.4
10,9
3,8
0.91
1,0
0.1
45,4
21,2
1,23
142
2,86
105
%
fL
fL
%
%
%
%
%
%
%
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mEq/L
mEq/L
mEq/L
11.5-14.5
9.0-13.0
7.2-11.1
15.0-25.0
0.150-0.400
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
1.5-7.0
1.0-3.7
0.16-1.00
0-0.8
0-0.2
18-55
10,0-20,0
<1,20
135-145
3,50-5,50
94-110
6) Terapi
Tabel 4. 9 Terapi Obat Klien 1 Nama Obat Rute Terapi
RL 1000cc/24
jam
IV Ralutan steril yang digunakan sebagai penambahan cairan dan
elektrolit tubuh untuk mengambilkan keseimbangannya, cairan ini
juga dapat bertidak sebagai alkalisator yang mengurangi keasaman
Neulin 500 mg
3x1
IV Memelihara kesehatan dengan memperbaiki daya ingat dan
fungsi kognitif
Neurotam 3x3 gr IV untuk pengobatan infark serebral (kerusakan jaringan di otak
akibat tidak mendapatkan cukup suplai oksigen, karena
terhambatnya aliran darah ke otak).
Ketesse 3x 1 IV Untuk Nyeri muskuloskeletal akut, dismenorea, sakit gigi, nyeri
paska operasi.
Topazol 1x1 IV untuk mengatasi berbagai masalah perut dan kerongkongan yang
disebabkan oleh asam lambung
CPG 75 mg
1-0-0
Oral untuk mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke pada orang-
orang yang beresiko tinggi.
Tromboredutin
1-0-0
Oral untuk mengobati pasien dengan esensial trombositemia yang terkait
kelainan myeloproliferative, untuk mengurangi jumlah trombosit
yang meningkat dan mengurangi risiko trombosis dan untuk
memperbaiki gejala terkait dan termasuk kejadian
trombohemorrhagic
Velcom Plus 2x
500
Oral obat yang digunakan sebagai anti diabetes mellitus tipe 2 atau
penyakit kencing manis
Tabel 4. 10 Terapi Obat Klien 2 Nama Obat Rute Terapi
RL 500cc/24
jam
IV Ralutan steril yang digunakan sebagai penambahan cairan dan
elektrolit tubuh untuk mengambilkan keseimbangannya, cairan ini
juga dapat bertidak sebagai alkalisator yang mengurangi keasaman
Beclov/citicoline
500 mg 3x1
IV Digunakan untuk klien yang kehilangan kesadaran akibat kerusakan
atau bedah otak, trauma dan infark serta infeksi serebral.
56
Mempercepat pemulihan ekstremitas atas pada klien dengan
hemiplegia yang menyertai apopleksia serebral, untuk terapi klien
dengan paralisis ekstremitas bawah yang relatif ringan dalam 1 tahun
terakhir dan sedang menjalani rehabilitasi serta mendapat terapi obat
oral biasa.
Katese 3x1 IV Untuk Nyeri muskuloskeletal akut, dismenorea, sakit gigi, nyeri
paska operasi.
Topazol IV untuk mengatasi berbagai masalah perut dan kerongkongan yang
disebabkan oleh asam lambung.
Santagesic 1
amp
IV untuk mengatasi nyeri akut atau kronik berat seperti sakit kepala,
sakit gigi, tumor, nyeri pasca operasi dan nyeri pasca cedera, nyeri
berat yang berhubungan dengan spasme otot polos (akut atau
kronik)
Ondancentron IV untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah yang bisa
disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi, atau operasi.
Acran IV obat yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh kelebihan produksi asam lambung, seperti sakit
maag dan tukak lambung
Nircadipin IV mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi). Menurunkan tekanan
darah tinggi akan membantu mencegah stroke, serangan jantung, dan
masalah ginjal
Captopril Oral berfungsi untuk menangani hipertensi ndan gagal jantung..
7) Analisa Data
Tabel 4. 11 Analisa Data Analisa Data Masalah Etiologi
Klien 1
DS:
- klien mengatakan badan terasa lemas sebelah
kanan
- Klien mengatakan tangan dan kaki kanan
lemah serta bedrest total.
- Klien mengatakan kebutuhan aktivitas mandi,
makan, brhias, BAK/BAB dibantu oleh
keluarga atau perawat.
DO:
- Klien didiagnosa CVA pada tanggal 18-05-
2020
- Kesadaran composmentis
- K/U cukup
- Kondisi kulit kering
- Rambut terdapat ketombe
- Kuku trlihat panjang dan kotor
- Adanya serumen di telinga
- Belum gosok gigi bau tidak sedap
- Tidak mampu mandi secara mandiri
- Tidak mampu mengenakan pakaian secara
mandiri
- Tidak mampu ke toilet secara mandiri
- Tidak mampu berhias secara mandiri.
- Klien saat mau mandi sedikit malas
- Klien terlihat bedrest total dan hanya mampu
miring kanan-kiri dan ROM pasif
- Pemeriksaan saraf:
N. V (trigeminus): klien dapat membuka rahang
Defisit perawatan diri
CVA
Non Hemoragik
trombus
sumbatan arteri
aliran darah
menurun
iskemik
gangguan mobilitas
fisik
defisit perawatan
diri
57
dan tampak simetris, klien dapat menutup mulut
dengan rapat
N. X (vagus) dan N.IX: ada gangguan pada
reflek menelan, sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT untuk makan, klien
dapat membuka mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan perintah untuk
menggerakkan bahu, bahu klien tampak tidak
simetris, bahu kiri yang dapat menggerakkan ke
atas
N. XII (hipoglosus): posisi lidah klien berada
tepat di tengah, klien mampu menggerakkan
lidah ke kanan dan ke kiri
- TTV
TD :140/80 mmHg
N :82 x/menit
S :36,8 0C
RR :22 x/menit
SPO2 : 96%
- Kekuatan otot klien:
kanan kiri
1 4
1 4
Klien 2
DS:
- Keluarga Klien mengatakan badan
klien tiba-tiba lemas dan bicara pelo
sejak
- Keluarga klien mengatakan memiliki
riwayat hipertensi
- Keluarga klien mengatakan kebutuhan
aktivitas dibantu oleh keluarga atau
perawat.
DO:
- Klien didiagnosa CVA pada tanggal 20-05-
2020
- Kesadaran stupor
- K/U lemas
- Rambut sedikit berketombe
- Adanya serumen di telinga
- Klien belum gosok gigi
- Tidak mampu mandi secara mandiri
- Tidak mampu mengenakan pakaian secara
mandiri
- Tidak mampu ke toilet secara mandiri
- Tidak mampu berhias secara mandiri.
- Pemerksaan saraf :
- N. V (trigeminus): pada saat dilakukan
pemeriksaan klien tidak dapat mengikuti
perintah
- N. X (vagus) dan N.IX: ada gangguan pada
reflek menelan, sehingga klien diharuskan
Defisit perawatan diri CVA
hemoragic
pecahnya pembuluh
darah
aliran subtansi
aracnoid
perubahan
komponen
intracranial
TIK meningkat
Herniasi otak
Nekrosis jaringan
otak
58
menggunakan selang NGT untuk makan,
klien tidak dapat membuka mulut
- N. XI (assesoris) saat diberikan perintah
untuk menggerakkan bahu, bahu klien
tampak tidak simetris, klien tidak dapat
mengikuti perintah
- N. XII (hipoglosus): posisi lidah klien
berada tepat di tengah, klien tidak mampu
menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan
- TTV
TD: 220/120 mmHg
N: 118 x/menit
S: 36,9 0C
RR: 24 x/menit
- Kekuatan otot:
5 3
5 3
Gangguan mobilitas
fisik
Defisit perawatan
diri
8) Diagnosa Keperawatan
Tabel 4. 12 Diagnosa Keperawatan Tanggal Diagnosa Keperawatan
Klien 1
05-03-2020 Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
ditandai dengan kelemahan otot,tidak mampu mandi,makan,berhias,
BAK/BAB
Klien 2
12-03-2020 Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
ditandai dengan kelemahan otot,tidak mampu mandi,makan,berhias,
BAK/BAB
9) Intervensi Keperawatan
Tabel 4. 13 Intervensi Keperawatan Klien 1 Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
Setelah
dilakukan
tindakan
asuhan
keperawatan
selama 3x 24
jam klien dan
keluarga
mengerti
tentang
pentingnya
perawatan diri
seperti mandi,
Menurut PPNI, 2018
1. Kemampuan mandi
klien meningkat
2. Kemampuan
mengenakan pakaian
klien meningkat
3. Kemampuan makan
klien meningkat
4. Kemampuan klien ke
toilet (BAK, BAB)
5. Verbalisasi
keinginan melakukan
Menurut PPNI, 2018
Observasi:
1. monitor tingkat
kemandirian
2. monitor kemampan
menelan
3. monitor integritas
kulit
Menurut PPNI, 2018
1) Untuk mengtahui
tingkat kemandirian
dalam melakukan
perawatan diri.
2) untuk memenuhi
nutrisi peroral
3) untuk mengetahui
tingkat kelembaban
kulit
59
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
makan,
berhias,
BAK/BAB
perawatan diri
6. Minat klien untuk
melakukan
perawatan diri
meningkat.
7. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan diri
8. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan mulut..
4. monitor kebersihan
tubuh (mis. Rambut,
mulut, kulit, kuku
Terapeutik:
5. fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
malakukan
perawatan diri
6. dampingi dalam
melakukan
perawatan diri secara
mandiri
7. bersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah
dignakan
8. fasilitasi berhias
(mis. Menyisir
rambut, merapikan
kumis dan jenggot)
9. atur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
10. sediakan peralatan
mandi ( mis. Sabun,
sikat gigi,
11. sediakan lingkungan
aman dan nyaman
Edukasi:
12. anjurkan melakukan
13. perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
14. ajarkan mengenakan
pakaian
15. jelakan manfaat
mandi dan dampat
tidak mandi terhadap
kesehatan
16. ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan klien 17. Beri penyuluhan
kepada keluarga dan
klien tentang Defisit
4) untuk mengetahui
tingkat kebersihan
tubuh klien
5) Agar klien dapat
melakukakan
perawatan diri
secara mandiri
6) untuk mengetahui
tingkat kemandirian
klien
7) Agar bakteri tidak
berkembang di alat
tersebut
8) untuk menjaga
keberihan dalam
penampilan
9) Untuk menghindari
terjadinya klien
tersedak
10) mengetahui tingkat
kemandirian klien
dan menjaga
kebersihan tubuh
paien
11)agar mempercepat
penyembuhan
penyakit
12) untuk menetahui
tingkat kemandirian
klien
13) untuk menetahui
tingkat kemandirian
klien
14) agar klien mampu
mengenakan pakian
secara mandiri
15) Agar tubuh bersih
dan terawat
16) Agar keluarga dapat
merawat kebersihan
diri klien secara
mandiri
17) Agar keluarga dan
klien memahami
tentang defisit
60
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
perawatan diri
perawatan diri
Tabel 4. 14 Intervensi Keperawatan Klien 2
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
selama 3x 24 jam
klien dan
keluarga
mengerti tentang
pentingnya
perawatan diri
seperti mandi,
makan, berhias,
BAK/BAB
Menurut PPNI,
2018
1. Kemampuan
mandi klien
meningkat
2. Kemampuan
mengenakan
pakaian klien
meningkat
3. Kemampuan
makan klien
meningkat
4. Kemampuan
klien ke
toilet (BAK,
BAB)
5. Verbalisasi
keinginan
melakukan
perawatan
diri
6. Minat klien
untuk
melakukan
perawatan
diri
meningkat.
7. Klien dapat
mempertahan
kan
kebersihan
diri
8. Klien dapat
mempertahan
kan
kebersihan
mulut.
Menurut PPNI, 2018
Observasi:
1. monitor tingkat
kemandirian
2. monitor kemampan
menelan
3. monitor integritas
kulit
4. monitor kebersihan
tubuh (mis.
Rambut, mulut,
kulit, kuku
Terapeutik:
5. fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
malakukan
perawatan diri
6. dampingi dalam
melakukan
perawatan diri
secara mandiri
7. bersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah
dignakan
8. fasilitasi berhias
(mis. Menyisir
rambut, merapikan
kumis dan jenggot)
9. atur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
10. sediakan peralatan
mandi ( mis. Sabun,
Menurut PPNI, 2018
1) Untuk mengtahui
tingkat kemandirian
dalam melakukan
perawatan diri.
2) untuk memenuhi
nutrisi peroral
3) untuk mengetahui
tingkat kelembaban
kulit
4) untuk mengetahui
tingkat kebersihan
tubuh klien
5) Agar klien dapat
melakukakan
perawatan diri secara
mandiri
6) untuk mengetahui
tingkat kemandirian
klien
7) Agar bakteri tidak
berkembang di alat
tersebut
8) untuk menjaga
keberihan dalam
penampilan
9) Untuk menghindari
terjadinya klien
tersedak
10) mengetahui tingkat
kemandirian klien
dan menjaga
61
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
sikat gigi,
11. sediakan
lingkungan aman
dan nyaman
Edukasi:
12. anjurkan melakukan
13. perawatan diri
secara konsisten
sesuai kemampuan
14. ajarkan
mengenakan
pakaian
15. jelakan manfaat
mandi dan dampat
tidak mandi
terhadap kesehatan
16. ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan klien
17. Beri penyuluhan
kepada keluarga
dan klien tentang
defisit perawatan
diri
kebersihan tubuh
paien
11)agar mempercepat
penyembuhan
penyakit
12) untuk menetahui
tingkat kemandirian
klien
13) untuk menetahui
tingkat kemandirian
klien
14) agar dapat
mengenakan pakaian
secara mandiri
15) Agar tubuh bersih
dan terawat
16) Agar keluarga dapat
merawat kebersihan
diri klien secara
mandiri
17).Agar keluarga dan
klien memahami
tentang defisit
perawatan diri
62
10) Implementasi Keperawatan
Tabel 4. 15 Implementasi Keperawatan Dx
Keperawatan
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Klien 1 05-03-2020 06-03-2020 07-03-2020
Defisit
perawatan diri
berhubungan
dengan
gangguan
neuromuskule
r ditandai
dengan
kelemahan
otot,tidak
mampu
mandi,makan,
berhias,
BAK/BAB
15.00
15.15
15.30
15.45
15.45
16.00
16.15
16.15
16.20
16.35
16.55
1. Melihat tingkat
kemandirian atau aktivitas
klien
2. Melihat dan memeriksa
apakah klien bisa
menelan
3. Melihat dan memeriksa
kelembaban kulit klien
4. Memeriksa kebersihan
rambut dan kulit
5. Merapikan rambut klien
6. Mengatur posisi semi
fowler untuk makan
7. Mempersiapkan peralatan
mandi
8. Membantu klien BAB
9. Menganjurkan aktivitas
sesuai kemampuan
10. Mengajarkan dan
membantu mengenakan
pakaian
10.00
10.15
10.20
10.25
10.45
11.00
11.30
12.00
1. Melihat tingkat
kemandirian atau aktivitas
klien
2. Melihat dan memeriksa
apakah klien bisa menelan
3. Memeriksa kebersihan
mulut
4. Merapikan rambut klien
5. Mengatur posisi nyaman
6. Mempersiapkan peralatan
mandi
7. menyediakan lingkungan
aman dan nyaman
Implementasi mandiri
8. Memberikan pengatahuan
tentang defisit perawatan
diri kepada klien dan
keluarga memberi leaflet
12.00
12.15
12.35
12.40
12.55
13.00
13.15
13.25
13.30
13.45
13.55
1. Melihat tingkat
kemandirian atau aktivitas
klien
2. Melihat dan memeriksa
apakah klien bisa menelan
3. Melihat dan memeriksa
kelembaban kulit klien
4. Melihat kebersihan kuku
5. Menyisir rambut klian
6. Mengatur posisi sami
fowler
7. menyediakan lingkungan
aman dan nyaman
8. Membantu klien BAB
9. mengajarkan mengenakan
pakaian
10. mengingatkan kembali
kepada keluarga tentang
defisit perawatan diri
63
Klien 2 12-03-2020 13-03-2020 14-03-2020
Defisit
perawatan diri
berhubungan
dengan
gangguan
neuromuskule
r ditandai
dengan
kelemahan
otot,tidak
mampu
mandi,makan,
berhias,
BAK/BAB
14.00
14.15
14.25
14.30
14.45
15.00
15.25
15.35
15.45
16.15
1. Melihat dan memeriksa
apakah klien bisa
menelan
2. Melihat dan memeriksa
kelembaban kulit klien
3. Memeriksa kebersihan
rambut dan kulit
4. Memotong kuku klien
5. Membersihkan dan
melakukan oral hygine
6. Merapikan rambut klien
7. Mengatur posisi nyaman
untuk makan
8. Mempersiapkan
peralatan mandi
9. Membantu klien BAB
(mengganti pempres)
Implementasi mandiri
10. Memberikan
pengetahuan tentang
defisit perawatan diri
kepada keluarga,
memberi leaflet
15.00
15.15
15.30
15.35
15.45
16.00
16.15
16.25
1. Melihat dan memeriksa
apakah klien bisa
menelan
2. Melihat dan memeriksa
kelembaban kulit klien
3. Memeriksa kebersihan
kuku
4. Membersihkan dan
melakukan oral hygine
5. Merapikan rambut klien
6. Membantu klien BAB
(mengganti pempres)
7. Menyediakan lingkungan
aman dan nyaman
8. Mengatur posisi nyaman
untuk makan
13.00
13.20
13.30
13.45
14.00
14.15
14.30
1. Melihat dan
memeriksa
kelembaban kulit klien
2. Memeriksa kebersihan
rambut dan kulit
3. Memotong kuku klien
4. Merapikan rambut
klien
5. Mengatur posisi
nyaman untuk makan
6. Mempersiapkan
peralatan mandi
7. Mengingatkan kepada
klien tentang defisit
perawatan diri
64
11) Evaluasi Keperawatan
Tabel 4. 16 Evaluasi Keperawatan Klien 1
Diagnosa 20-05-2020 21-05-2020 22-05-2020
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
gangguan
neuromuskuler
ditandai dengan
kelemahan otot,tidak
mampu
mandi,makan,berhias,
BAK/BAB
S
- klien mengatakan badan terasa lemas
sebelah kanan
- Klien mengatakan tidak mampu mandi
sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu
mengenakan pakaian sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu ke
toilet sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu
makan sendiri
O
- Kesadaran composmentis
- K/U cukup
- Klien tampak lemas
- klien terlihat bedrest total dan hanya
mampu miring kanan-kiri dan ROM
pasif
- Klien tidak mampu makan secara
mandiri
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien tidak mampu berhias secara
mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- TTV
TD :140/80 mmHg
S
- klien mengatakan badan masih lemas
sebelah kanan
- Klien mengatakan tidak mampu
mandi sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu
mengenakan pakaian sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu ke
toilet sendiri
- Klien mengatakan ingin makan
sendiri
O
- Kesadaran composmentis
- K/U cukup
- klien terlihat bedrest total dan hanya
mampu miring kanan-kiri dan ROM
pasif
- klien telihat dapat memegang sendok
makan
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien tidak mampu berhias secara
mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- TTV
TD :140/80 mmHg
S
- klien mengatakan badan masih lemas
sebelah kanan
- Klien mengatakan tidak mampu
mandi sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu
mengenakan pakaian sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu ke
toilet sendiri
- Klien mengatakan ingin makan
sendiri
O
- Kesadaran composmentis
- K/U cukup
- Klien tampak lebih segar
- Klien dapat memegang sendok
- Klien mampu makan dengan
dampingan perawat
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien tidak mampu berhias secara
mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- TTV
TD :140/70 mmHg
N :82 x/menit
S :36,5 0C
65
N :82 x/menit
S :36,8 0C
RR :22 x/menit
SPO2 : 96%
kanan kiri
1 4
1 4
A: belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
N :80 x/menit
S :36 0C
RR :22 x/menit
SPO2 : 96%
- Kekuatan otot klien:
kanan kiri
2 4
1 4
A: belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
RR :22 x/menit
SPO2 : 96%
- Kekuatan otot klien:
kanan kiri
3 4
1 4
A: belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Klien 2
Diagnosa 20-05-2020 21-05-2020 22-05-2020
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
gangguan
neuromuskuler
ditandai dengan
kelemahan otot,tidak
mampu
mandi,makan,berhias,
BAK/BAB
S:
- Keluarga klien mengatakan badan
klien masih lemas dan bicara pelo
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu mandi sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu mengenakan pakaian sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu ke toilet sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu makan sendiri
S:
- Keluarga Klien mengatakan badan
klien masih lemas dan bicara sedikit
pelo
- Keluarga klien mengatakan
kebutuhan
- aktivitas dibantu oleh keluarga atau
perawat.
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu mandi sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
S:
- Keluarga Klien mengatakan badan klien
masih lemas dan bicara sedikit pelo
- Keluarga klien mengatakan kebutuhan
aktivitas dibantu oleh keluarga atau
perawat.
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu mandi sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu mengenakan pakaian sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
66
O:
- K/U lemas
- Kesadaran stupor
- Klien terlihat lemas
- Rambut klien sedikit kotor
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien mengatakan tidak mampu
mengenakan pakaian secara mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- klien tidak mampu makan secara
mandiri
- Klien di seka 2x sehari
- Klien sonde 3x sehari.
- TTV
TD: 220/120 mmHg
N: 118 x/menit
S: 36,9 0C
RR: 24 x/menit
- Kekuatan otot:
5 3
5 3
A: belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
mampu mengenakan pakaian sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu ke toilet sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu makan sendiri
O:
- K/U lemas
- Kesadaran stupor
- Klien terlihat lemas
- Rambut klien terlihat bersih
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien tidak mampu mengenakan
pakaian secara mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- klien tidak mampu makan secara
mandiri
- Klien di seka 2x sehari
- Klien sonde 3x sehari..
- TTV
TD: 200/100 mmHg
N: 90 x/menit
S: 36,8 0C
RR: 24 x/menit
- Kekuatan otot:
5 3
5 3
A: belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
mampu ke toilet sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak
mampu makan sendiri
O:
- K/U lemas
- Kesadaran stupor
- Klien terlihat lemas
- Rambut klien terlihat bersih
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien tidak mampu mengenakan
pakaian secara mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- klien tidak mampu makan secara
mandiri
- Klien di seka 2x sehari
- Klien sonde 3x sehari.
- TTV
TD: 180/90 mmHg
N: 90 x/menit
S: 36,9 0C
RR: 22 x/menit
- Kekuatan otot:
5 3
5 3
A: belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
67
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengkajian
Tabel 4. 17 Tabel Pembahasan Pengkajian Klien 1 Klien 2
klien mengatakan badan terasa lemas
sebelah kanan, Klien mengatakan tangan
dan kaki kanan lemah serta bedrest total,
klien mengatakan kebutuhan aktivitas
dibantu oleh keluarga atau perawat,
kesadaran klien composmentis, K/U cukup,
klien mendapat diet vuding cair 6x200 cc,
pola aktivitas seperti makan, mandi,
berpakaian, BAK, BAB, miring, duduk
dibantu keluarga atau perawat, klien terlihat
bedrest total dan hanya boleh miring kanan-
kiri dan ROM pasif aktif, tekanan darah
:140/80 mmHg, nadi:82 x/menit, suhu :36,8 0C, respirasi:22 x/menit,SPO2 : 96%,
kekuatan otot klien: kanan kiri
1 4
1 4
Pemeriksaan saraf:
N. I (olfaktorius): penciuman normal, klien
dapat mencium bau minyak kayu putih
N. II (optikus): klien dapat melihat benda di
sekitarnya dengan jelas pada jarak 1 meter
N. III (kulomotoris): kelopak mata tampak
normal, klien dapat mengangkat kelopak mata
(berkedip), diameter pupil 2 mm isokor, reflek
cahaya +/+
N. IV (troklearis): klien dapat mengikuti arah
gerak jari pemeriksa ke atas, bawah, kanan
dan kiri
N. V (trigeminus): klien dapat membuka
rahang dan tampak simetris, klien dapat
menutup mulut dengan rapat
N. VI (abdusen): klien dapat menggerakkan
bola mata ke samping kanan dan kiri.
N. VII (fasialis): bentuk mulut tidak simetris,
senyum klien tidak simetris cenderung ke
posisi kanan
N. VIII (vestibularis): fungsi pendengaran
klien normal, klien dapat menjawab
pertanyaan dengan benar saat diberi
pertanyaan oleh perawat dengan terbatah-
terbatah pada jarak 1 meter
N. X (vagus) dan N.IX: ada gangguan pada
reflek menelan, sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT untuk makan, klien
dapat membuka mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan perintah untuk
menggerakkan bahu, bahu klien tampak tidak
simetris, bahu kiri yang dapat menggerakkan
ke atas
Keluarga Klien mengatakan badan klien
tiba-tiba lemas dan bicara pelo sejak ,
keluarga klien mengatakan memiliki riwayat
hipertensi, keluarga klien mengatakan
kebutuhan aktivitas dibantu oleh keluarga
atau perawat, K/U lemas, kesadaran klien
stupor, klien terlihat lemas, rambut klien
seikit kotor, pada pemeriksaan telinga
terdapat sedikit serumen, minum sari kacang
hijau, jus dan air putih, tekanan darah klien:
220/120 mmHg, nadi: 118 x/menit, suhu:
36,9 0C, resperasi: 24 x/menit, kekuatan
otot:
5 3
5 3
Pemeriksaan saraf:
N. I (olfaktorius): klien belum bisa membau
N. II (optikus): pada saat dilakukan
pemeriksaan klien tidak bisa membuka mata
N. III (kulomotoris):saat dilakukan
pemeriksaan pada kelopak mata klien tidak
bisa membuka mata, diameter pupil 2 mm
isokor, reflek cahaya +/+
N. IV (troklearis): pada saat dilakukan
pemeriksaan klien tidak dapat mengikuti
perintah
N. V (trigeminus): pada saat dilakukan
pemeriksaan klien tidak dapat mengikuti
perintah
N. VI (abdusen): pada saat dilakukan
pemeriksaan klien tidak dapat mengikuti
perintah
N. VII (fasialis): bentuk mulut simetris,
senyum klien tidak simetris cenderung ke
posisi sebelah kiri
N. VIII (vestibularis): fungsi pendengaran
klien normal, klien dapat menjawab
pertanyaan dengan benar saat diberi
pertanyaan oleh perawat dan dokter pada jarak
2 meter
N. X (vagus) dan N.IX: ada gangguan pada
reflek menelan, sehingga klien diharuskan
menggunakan selang NGT untuk makan, klien
tidak dapat membuka mulut
N. XI (assesoris) saat diberikan perintah untuk
menggerakkan bahu, bahu klien tampak tidak
simetris, klien tidak dapat mengikuti perintah N. XII (hipoglosus): posisi lidah klien berada
tepat di tengah, klien tidak mampu
menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan
68
N. XII (hipoglosus): posisi lidah klien berada
tepat di tengah, klien mampu menggerakkan
lidah ke kanan dan ke kiri
Opini :
Peneliti menemukan perberdaan data yang terjadi pada klien 1 dan klien 2, dimana klien
1 di diagnosa CVA trombosis, klien mengalami kelemahan otot yang pada klien 1
mengalami kelemahan otot pada bagian kiri, dan klien mengalami badtrest total,
kesadaran klien composmentis, dan klien 2 diagnosa CVA hemoragic, mengalami
kelemahan otot yang pada klien 1 mengalami kelemahan otot pada bagian kanan dan
klien mengalami badtrest total, kesadaran klien stupor, dan peneliti menemukan data
pada data yang terjadi pada klie 1 dan 2 didapatkan persamaan data tidak mampu
melakakuan perawatan diri seperti mandi, makan, berhias, BAB/BAK secara mandiri,
maka berdasarkan data hasil pengkajian tersebut menunjukkan bahwa klien mengalami
CVA dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri .
Teori :
Merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakian/berhias, makan, dan BAB/BAK (Fitria, 2012). Keterbatasan kebersihan diri biasanya
diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien, sehingga dirinya
tidak mengurus merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, dan berhias.
Keterbatasan tersebut akan terus berlanjut dalam pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Manusia
mempunyai kebutuhan yang beragam, namun pada hakikatnya setiap manusia mempunyai
kebutuhan dasar yang sama. Salah satunya yang mengalami defisit perawatan diri adalah klien
yang terkena penyakit Cerebrovasculer Accident (CVA) memiliki keterbatasan pergerakan dan
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (Asmadi,2012). Menurut Purba dkk, 2011 Mandi /
hygine adalah etidakmampuan klien mengalami dalam membersihkan badan, mendapatkan
sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, BAB/BAK (toileting) adalah ketidakmampuan dalam mendapatkan kamar
kecil atau jamban, duduk atau berdiri di jamban,manipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet, klien BAB/BAK
tidak pada tempatnya, Berpakaian/Berhias adalah mengalami kelemahan dalam meletakan atau
mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian serta memperoleh atau memakai,
ketidakmampuan klien untuk mengenakan pakaian dalam, menggunakan kancing tarik, melepas
pakaian, makan/minum adalah ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, manipulasi makanan dalam
minum, mengambil makanan dari wadah untuk dimasukan ke dalam mulut, serta tidak dapat
mencerna makanan dengan baik dan aman
69
4.2.2 Diagnosa Keperawatan Klien 1 dan 2
Tabel 4.18 Pembahasan Diagnosa
Diagnosa Klien 1 dan
2
Fakta Klien 1 Fakta Klien 2
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
gangguan
neuromuskuler
ditandai dengan
kelemahan otot,tidak
mampu
mandi,makan,berhias,
BAK/BAB
Pada klien pertama, ditetapkan
diagnosa defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler ditandai dengan
kelemahan otot, tidak mampu
mandi,makan,berhias, BAK/BAB
bisa dibuktikan dengan
kelemahan pada tangan dan kaki
kanan, mengalami penurunan
kekuatan otot, dapat ditandai
dengan Pola aktivitas seperti
makan, mandi , berpakian, BAK,
BAB, miring, duduk dibantu
keluarga atau perawat.
Pada klien kedua, ditetapkan
diagnosa keperawatan Defisit
perawatan diri berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler ditandai
dengan kelemahan otot, tidak
mampu mandi,makan,berhias,
BAK/BAB bisa dibuktikan dengan
kesadaran klien stupor dengan
kelemahan pada tangan dan kaki kiri,
mengalami penurunan kekuatan otot,
dapat ditandai dengan Pola aktivitas
seperti makan, mandi , berpakian,
BAK, BAB, miring, duduk dibantu
keluarga atau perawat
Opini :
Pada klien 1 dan 2 didapatkan bahwa kedua klien didiagnosa CVA dengan masalah Defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai dengan kelemahan otot,
tidak mampu mandi,makan,berhias, BAK/BAB dibuktikan dengan penurunan kekuatan otot,klien
belum mandi, rambut klien terlihat kotor , kuku klien panjang,bau mulut klien tidak sedap,
adanya serumen di telinga, tidak mampu melakukan aktivitas hanya dibantu oleh keluarga dan
perawat, karena perawatan diri yang kurang maka dapat menimbulkan defisit perawatan diri.
Teori :
Diagnosa yang ditetapkan sesuai dengan teori menurut (Fitria, 2012). yaitu menimbulkan defisit
perawatan diri akan mengalami suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti
mandi, berpakian/berhias, makan, dan BAB/BAK. Keterbatasan kebersihan diri biasanya
diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien, sehingga dirinya tidak
mengurus merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, dan berhias. Keterbatasan
tersebut akan terus berlanjut dalam pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Manusia mempunyai
kebutuhan yang beragam, namun pada hakikatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar
yang sama. Salah satunya yang mengalami defisit perawatan diri adalah klien yang terkena
penyakit Cerebrovasculer Accident (CVA) memiliki keterbatasan pergerakan dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar (Asmadi,2012).
70
4.2.3 Intervensi Keperawatan
Berdasarkan dari diagnosa yang telah ditetapkan pada kedua klien, dapat
dilakukan perancanaan tindakan keperawatan sesuai dengan tinjauan pustaka.
Tabel 4.19 Pembahasan Tujuan Intervensi Keperawatan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama 3x
24 jam klien dan keluarga
mengerti tentang pentingnya
perawatan diri seperti mandi,
makan, berhias, BAK/BAB
Pasien 1 Pasien 2
Pada klien pertama juga
ditetapkan tujuan yang sama
yaitu diharapkan perawatan
diri pada klien dapat kembali
secara normal, setelah
dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari.
Pada klien kedua juga
ditetapkan tujuan yang sama
yaitu diharapkan perawatan
diri pada klien dapat kembali
secara normal, setelah
dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari.
Opini :
Berdasarkan data yang didapatkan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x 24
jam klien dan keluarga mengerti tentang pentingnya perawatan diri seperti mandi, makan, berhias,
BAK/BAB. Maka dari itu penting untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah defisit perawatan diri, agar perawatan diri pada klien dapat kembali secara normal .
Teori :
Menurut Purba dkk, 2011 dikatakan defisit perawatan diri ketidakmampuan klien mengalami
dalam membersihkan badan, klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
BAK/BAB, Klien mengalami kelemahan ketidakmampuan klien untuk mengenakan pakaian,
klien mengalami ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan,
mengunyah makanan sehingga menurut (PPNI, 2018) tujuan yang telah ditetapkan untuk kedua
klien sesuai dengan teori, menyatakan bahwa penetapan tujuan rencana keperawatan bagi klien
CVA dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri adalah supaya perawatan diri pada klien
dapat kembali secara normal.
71
Tabel 4.20 Pembahasan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil
1. Kemampuan mandi klien
meningkat
2. Kemampuan
mengenakan pakaian
klien meningkat
3. Kemampuan makan klien
meningkat
4. Kemampuan klien ke
toilet (BAK, BAB)
5. Verbalisasi keinginan
melakukan perawatan
diri
6. Minat klien untuk
melakukan perawatan
diri meningkat.
7. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan diri
8. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan mulut..
(SLKI, 2018)
Pasien 1 Pasien 2
1. Kemampuan mandi klien
meningkat
2. Kemampuan mengenakan
pakaian meningkat
3. Kemampuan makan klien
meningkat
4. Kemampuan klien ke toilet
BAK maupun BAB
meningkat.
5. Verbalisasi keinginan
melakukan perawatan diri
meningkat
6. Minat klien untuk
melakukan perawatan diri
meningkat
7. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan diri meningkat
8. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan mulut
meningkat
1. Kemampuan mandi klien
meningkat
2. Kemampuan mengenakan
pakaian meningkat
3. Kemampuan makan klien
meningkat
4. Kemampuan klien ke toilet
BAK maupun BAB
meningkat.
5. Verbalisasi keinginan
melakukan perawatan diri
meningkat
6. Minat klien untuk
melakukan perawatan diri
meningkat
7. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan diri meningkat
8. Klien dapat
mempertahankan
kebersihan mulut
meningkat
Opini :
Kriteria hasil untuk kedua klien sudah sesuai teori penulis pada tinjauan pustaka Pada kedua klien
diharapkan kemampuan mandi klien meningkat, kemampuan mengenakan pakaian meningkat,
kemampuan makan klien meningkat, kemampuan klien ke toilet BAK maupun BAB meningkat,
verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat, minat klien untuk melakukan
perawatan diri meningkat, klien dapat mempertahankan kebersihan diri meningkat, klien dapat
mempertahankan kebersihan mulut membaik, apabila kedua klien mampu mencapai kriteria hasil
yang sudah ditetapkan, maka hal ini menunjukkan bahwa defisit perawatan diri dapat kembali
secara normal.
Teori :
Dari kriteria hasil kedua klien diatas sesuai dengan tinjauan teori menurut (Tim Pokja SLKI DPP
PPNI, 2018) kriteria diatas ditandai dengan kemampuan dalam melakukan perawatan diri seperti
mandi, makan, berpakaian, BAB/BAK meningkat.
Tabel 4.21 Pembahasan Intervensi Keperawatan
Intervensi
Menurut PPNI, 2018
1. monitor tingkat
kemandirian
2. monitor kemampan
menelan
3. monitor integritas
kulit
4. monitor kebersihan
Pasien 1 Pasien 2
Menurut PPNI, 2018
1. memonitor tingkat
kemandirian
2. memonitor kemampan
menelan
3. memonitor integritas kulit
4. memonitor kebersihan
tubuh (mis. Rambut,
Menurut PPNI, 2018:
1. memonitor tingkat
kemandirian
2. memonitor kemampan
menelan
3. memonitor integritas kulit
4. memonitor kebersihan
tubuh (mis. Rambut,
72
tubuh (mis. Rambut,
mulut, kulit, kuku
5. fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak
mampu malakukan
perawatan diri
6. dampingi dalam
melakukan perawatan
diri secara mandiri
7. bersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah
dignakan
8. fasilitasi berhias (mis.
Menyisir rambut,
merapikan kumis dan
jenggot)
9. atur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
10. sediakan peralatan
mandi ( mis. Sabun,
sikat gigi,
11. sediakan lingkungan
aman dan nyaman
12. anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
13. ajarkan mengenakan
pakaian
14. jelakan manfaat
mandi dan dampat
tidak mandi terhadap
kesehatan
15. ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan klien
mulut, kulit, kuku
5. memfasilitasi
kemandirian, bantu jika
tidak mampu malakukan
perawatan diri
6. mendampingi dalam
melakukan perawatan diri
secara mandiri
7. membersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah
dignakan
8. memfasilitasi berhias
(mis. Menyisir rambut,
merapikan kumis dan
jenggot)
9. mengatur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
10. menyediakan peralatan
mandi ( mis. Sabun, sikat
gigi,
11. menyediakan lingkungan
aman dan nyaman
12. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
13. mengajarkan mengenakan
pakaian
14. menjelakan manfaat
mandi dan dampat tidak
mandi terhadap kesehatan
15. mengajarkan kepada
keluarga cara
memandikan klien
mulut, kulit, kuku
5. memfasilitasi
kemandirian, bantu jika
tidak mampu malakukan
perawatan diri
6. mendampingi dalam
melakukan perawatan diri
secara mandiri
7. membersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah
dignakan
8. memfasilitasi berhias
(mis. Menyisir rambut,
merapikan kumis dan
jenggot)
9. mengatur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
10. menyediakan peralatan
mandi ( mis. Sabun, sikat
gigi,
11. menyediakan lingkungan
aman dan nyaman
12. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
13. mengajarkan mengenakan
pakaian
14. menjelakan manfaat
mandi dan dampat tidak
mandi terhadap kesehatan
15. mengajarkan kepada
keluarga cara
memandikan klien
Opini :
intervensi diatas membantu mengatasi masalah pada kedua klien, direncanakan ada 15 intervensi
yang mengacu sesuai dengan tinjauan pustaka. Peneliti berharap semua intervensi yang telah
disusun ditujukan untuk dapat mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan sesuai permasalahan
defisit perawatan diri yang dialami klien.
Teori :
Intervensi yang dilaksanakan sudah sesuai dengan teori menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Dengan cara memonitor tingkat kemandirian, memonitor kemampan menelan, memonitor
integritas kulit, memonitor kebersihan tubuh (mis. Rambut, mulut, kulit, kuku, memfasilitasi
kemandirian, bantu jika tidak mampu malakukan perawatan diri, mendampingi dalam melakukan
perawatan diri secara mandiri, membersihkan alat bantu BAK/BAB setelah dignakan,
memfasilitasi berhias (mis. Menyisir rambut, merapikan kumis dan jenggot), mengatur posisi yang
nyaman untuk makan/minum, menyediakan peralatan mandi ( mis. Sabun, sikat gigi, menyediakan
73
lingkungan aman dan nyaman, menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan, mengajarkan mengenakan pakaian, menjelakan manfaat mandi dan dampat tidak
mandi terhadap kesehatan,mengajarkan kepada keluarga cara memandikan klien
4.2.4 Implementasi
Tabel 4.22 Pembahasan Implementasi Keperawatan
Pasien 1 Pasien 2
1. memonitor tingkat kemandirian
2. memonitor kemampan menelan
3. memonitor integritas kulit
4. memonitor kebersihan tubuh (mis.
Rambut, mulut, kulit, kuku
5. memfasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu malakukan perawatan diri
6. mendampingi dalam melakukan
perawatan diri secara mandiri
7. membersihkan alat bantu BAK/BAB
setelah dignakan
8. memfasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis dan jenggot)
9. mengatur posisi yang nyaman untuk
makan/minum
10. menyediakan peralatan mandi ( mis.
Sabun, sikat gigi,
11. menyediakan lingkungan aman dan
nyaman
12. menganjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
13. mengajarkan mengenakan pakaian
14. menjelakan manfaat mandi dan dampat
tidak mandi terhadap kesehatan
15. mengajarkan kepada keluarga cara
memandikan klien
IMPLEMENTASI MANDIRI
16. memberikan pengetahuan tentang defisit
perawatan diri dan memberikan leaflet
defisit perawatan
1. memonitor tingkat kemandirian
2. memonitor kemampan menelan
3. memonitor integritas kulit
4. memonitor kebersihan tubuh (mis.
Rambut, mulut, kulit, kuku
5. memfasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu malakukan perawatan diri
6. mendampingi dalam melakukan
perawatan diri secara mandiri
7. membersihkan alat bantu BAK/BAB
setelah dignakan
8. memfasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis dan jenggot)
9. mengatur posisi yang nyaman untuk
makan/minum
10. menyediakan peralatan mandi ( mis.
Sabun, sikat gigi,
11. menyediakan lingkungan aman dan
nyaman
12. menganjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
13. mengajarkan mengenakan pakaian
14. menjelakan manfaat mandi dan dampat
tidak mandi terhadap kesehatan
15. mengajarkan kepada keluarga cara
memandikan klien
IMPLEMENTASI MANDIRI
16. memberikan pengetahuan tentang defisit
perawatan diri dan memberikan leaflet
defisit perawatan
Opini :
Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahan perencanaan. Pada penelitian ini, peneliti memberikan implementasi sesuai
dengan intervensi yang direncanakan. Pada klien 1 dan 2 memiliki persamaan pada
implementasi menjelaskan tujuan dan prosedur penanganan yang tepat pada klien dengan defisit
perawatan diri pada klien dan keluarga klien yang dapat membantu untuk perawatan diri seperti
makan, mandi, berpakian, BAK/BAB, serta dapat membantu dalam keluarga mengetahui
pentingnya perawatan diri pada klien yang sakit.
74
Teori :
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan
berbeda, disesuikan dengan kondisi klien saat ini dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien
( Nurul, 2016). Hal ini sudah sesuai dengan intervensi yang ada yaitu Tim Pokja SIKI DPP PPNI
(2018) monitor tingkat kemandirian, monitor kemampan menelan, monitor integritas kulit,
monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut, mulut, kulit, kuku, fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu malakukan perawatan diri, dampingi dalam melakukan perawatan diri secara
mandiri, bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah dignakan, fasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis dan jenggot), atur posisi yang nyaman untuk makan/minum, sediakan
peralatan mandi ( mis. Sabun, sikat gigi), sediakan lingkungan aman dan nyaman, anjurkan
melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan, ajarkan mengenakan pakaian,
jelakan manfaat mandi dan dampat tidak mandi terhadap kesehatan, ajarkan kepada keluarga
cara memandikan klien.
4.2.5 Evaluasi
Tabel 4.23 Pembahasan Evaluasi
Pasien 1 Pasien 2
S
- klien mengatakan badan masih lemas
sebelah kanan
- Klien mengatakan tidak mampu mandi
sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu
mengenakan pakaian sendiri
- Klien mengatakan tidak mampu ke
toilet sendiri
- Klien mengatakan ingin makan sendiri
O
- Kesadaran composmentis
- K/U cukup
- Klien tampak lebih segar
- Klien dapat memegang sendok
- Klien mampu makan dengan
dampingan perawat
- klien tidak mampu mandi secara
mandiri
- klien tidak mampu berhias secara
mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- TTV
TD :140/70 mmHg
N :82 x/menit
S:
- Keluarga Klien mengatakan badan klien
masih lemas dan bicara sedikit pelo
- Keluarga klien mengatakan kebutuhan
aktivitas dibantu oleh keluarga atau
perawat.
- Keluarga klien mengatakan tidak mampu
mandi sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak mampu
mengenakan pakaian sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak mampu
ke toilet sendiri
- Keluarga klien mengatakan tidak mampu
makan sendiri
O:
- K/U lemas
- Kesadaran stupor
- Klien terlihat lemas
- Rambut klien terlihat bersih
- klien tidak mampu mandi secara mandiri
- klien tidak mampu mengenakan pakaian
secara mandiri
- klien tidak mampu ke toilet secara
mandiri
- klien tidak mampu makan secara mandiri
- Klien di seka 2x sehari
- Klien sonde 3x sehari.
- TTV
75
S :36,5 0C
RR :22 x/menit
SPO2 : 96%
- Kekuatan otot klien:
kanan kiri
3 4
1 4
A: belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
TD: 180/90 mmHg
N: 90 x/menit
S: 36,9 0C
RR: 22 x/menit
- Kekuatan otot:
5 3
5 3
A: belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Opini :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari perawatan, pada klien 1 dan 2 masalah belum
teratasi dikarenakan perawatan kurang, pada klien 1 mencapai 8 kriteria hasil, dan pada klien 2
mencapai 8 kriteria hasil, pada klien pertama kesadaran klien composmentis, klien mampu
memegang sendok dengan tangan kanannya, Pola aktivitas seperti makan, mandi, berpakaian,
BAK, BAB, miring, duduk dibantu keluarga atau perawat. Pada klien kedua kesadaran stupor,
klien masih terlihat lemas, pola aktivitas seperti makan, mandi, berpakaian, BAK, BAB, miring
kanan dan kiri dibantu keluarga atau perawat.
Teori :
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan
hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai
apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi
semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu proses yang digunakan untuk
mengukur dan memonitor kondisi klien mengetahui:
1. Kemampuan mandi klien meningkat
2. Kemampuan mengenakan pakaian klien meningkat
3. Kemampuan makan klien meningkat
4. Kemampuan klien ke toilet (BAK, BAB)
5. Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
6. Minat klien untuk melakukan perawatan diri meningkat.
7. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri
8. Klien dapat mempertahankan kebersihan mulut..
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien CVA dengan masalah defisit
perawatan diri di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang, kedua klien telah
dilakukan pengkajian sampai dengan evaluasi selama kurang lebih 3 hari sesuai
dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan, pada klien 1 didapatkan hasil masalah
teratasi sebagian ditandai dengan kelemahan pada tangan dan kaki kanan
berkurang, bicaranya agak kembali normal, dan TTV dalam batas normal, rambut
klien terlihat bersih, klien di seka 2x sehari, klien sonde 3x sehari. Klien 2 dengan
hasil masalah teratasi sebagian ditandai dengan kelemahan pada tangan dan kaki
kanan berkurang, rambut klien terlihat bersih, klien di seka 2x sehari, klien sonde
3x sehari.
Berdasarkan data pada kedua klien yaitu klien mengalami kelemahan pada tangan
dan kaki sebelah kanan maupun kiri, berbicara pelo, tidak dapat melakukan
aktifitas secara mandiri misalnya mandi, makan, berhias, BAK/BAB, dan
penurunan kekuatan otot. Data tersebut sesuai dengan teori untuk dilakukan
asuhan keperawatan pada klien CVA dengan masalah defisit perawatan diri.
5.2 Diagnosa keperawatan
Dalam menentukan diagnosa keperawatan, penulis mengacu pada teori dan
kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Berdasarkan hasil pengkajian pada kedua
77
klien dapat ditentukan diagnosa keperawatan yaitu defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan mobiltas fisik.
5.3 Rencana Keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang telah ditetapkan maka kedua klien telah dilakukan
penyusunan rencana keperawatan yang sesuai dengan kasus klien CVA dengan
masalah defisit perawatan diri. Rencana keperawatan pada kedua klien tidak jauh
berbeda akan tetapi ada beberapa yang tidak dilakukan berdasarkan kondisi
masing-masing klien
5.4 Implementasi Keperawatan
Kedua klien telah dilakukan rencana keperawatan dengan jumlah rencana yang
sama. Rencana keperawatan yang direncanakan ada 15 rencana, dan pada klien 1
dan 2 bisa terlaksana sebanyak 15 rencana keperawatan.
5.5 Evaluasi Keperawatan
Dengan hasil penelitian dapat dievaluasi pada 3 hari diberikan tindakan
keperawatan, pada klien pertama kesadaran klien composmentis, klien mampu
memegang sendok dengan tangan kanannya, Pola aktivitas seperti makan, mandi,
berpakaian, BAK, BAB, miring, duduk dibantu keluarga atau perawat. Pada klien
kedua Kesadaran stupor, klien masih terlihat lemas, pola aktivitas seperti makan,
mandi, berpakaian, BAK, BAB, miring, duduk dibantu keluarga atau perawat.
78
5.6 Saran
5.6.1 Bagi Lahan Penelitian
Melalui hasil penelitian ini penulis berharap dapat dijadikan sumber referensi
kepada tenaga perawat di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang supaya
dapat mengaplikasikan intervensi yang sudah diperbarui lewat sumber pustaka
yang baru. Serta bisa menjadi bahan untuk meningkatkan kepuasan dan dalam
melayani klien khususnya klien CVA dengan masalah Defisit Perawatan Diri.
5.6.2 Bagi Institusi Pendidikan
Melalui hasil penelitian ini penulis berharap institusi pendidikan dapat menambah
materi asuhan keperawatan pada klien CVA dengan masalah Defisit Perawatan
Diri dengan inovasi baru sehingga mahasiswa lebih ahli dalam melaksana asuhan
dan pendidikan kesehatan kepada klien atau masyarakat yang memiliki masalah
Defisit Perawatan Diri.
5.6.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penulis berharap bagi peneliti selanjutnya lebih memperhatikan keadaan pasien
khususnya CVA dengan masalah defisit perawatan diri, baik segi usia pola
asuahan dan pemberian tindak lanjut yang lebih maksimal maka peneliti berharap
peneliti selanjutnya lebih memberikan kreasi, inovasi sehingga rencana asuhan
dapat dilakukan secara maksimal untuk membantu dalam proses peneyembuhan
dapat mengikut sertakan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri kepada
klien yang sakit dengan masalah defisit perawatan diri secara lebih baik.
79
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, (2012).Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Andra Saferi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah II, Keperawatan Dewasa Teori
Dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
American Heart Association/AHA. (2012). Risk factors. http: //stroke .ahajournals
.org/ cgi/ content/ full/28/7/1507 diperoleh tanggal 07 Februari 2020.
Debora, Oda. (2017). Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) nasional 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2010.
Data Rekam Medis Rumah Sakit Panti Waluya Malang 2018.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Paien. Jakarta: EGC.
Fitria, N. 2010, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Fransisca B.B, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika.
Harahap, S., & Siringoringo, E. (2016). Aktivitas Sehari-hari Pasien Stroke Non
Hemoragik Di RSUD Dr . Pirngadi Medan Tahun 2016, 69–73.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The SoedirmanOf Nursing), Volume 9, No2, Juli
2014
Kemenkes RI, 2013, Pedoman pengendalian stroke, Direktorat pengendalian
penyakit menular, Subdit pengendalian penyakit jantung dan pembuluh
darah, Jakarta.
Lingga, 2013, All About Stroke: Hidup Sebelum Dan Pasca Stroke, Penerbit
Gramedia, Jakarta.
Muttaqin, A,(2013). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persyarafan. Jakarta: Saalemba Medika.
Misbach, J., & Kalim, H. (2012). Stroke mengancam usia produktif. http:// www.
medicastore. com/stroke/ diperoleh tanggal 07 Februari 2020
80
Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ns. Yessie Mariza Putri, S.Kep. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa).Yogyakarta:Nuha Medika.
Padila. (2012).Buku Ajaran :Keperawatan Keluarga. Yogyakaerta: Nuha Medika.
Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogjakarta : Nuha medika
Purba TR. Perilaku Kebersihan Gigi dan Perbedahan status oral : 2011, 33.
Sherwood L. Introduction to Human Physiology.
Rudiyanto, S. (2010). Anda bertanya Dokter menjawab: Stroke dan Rehabilitasi
Pasca Stroke. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer
Siregar, (2013). Faktor risiko kejadian stroke penderita rawat inap rsup haji adam
malik medan. http://www.adln.lib.inair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-
2012-siregar2c-967-stroke& node =264& start=6&PHPSESSID = bccdd
1697194693047e 0123d794d2529 diperoleh tanggal 07 Februari 2020
.
Setyadi. (2014). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.).
yogyakarta: Graha Ilmu.
Sonatha B. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga
Dalam Pemberian Perawatan Klien Pasca Stroke.
Sumartono, R.W., & Aryastami, N.K. (2013). Penyakit jantung dan pembuluh
darah pada usia 55 tahun menurut survai kesehatan rumah tangga 2011.
http: // www. Kalbe .co.id/files/cdk/files/05Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah 123.pdf/05 Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah 123 . html
diperoleh tanggal 07 Februari 2020
Smeltzer & Bare, 2013. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta; EGC
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi Keperawatan indonesia
Jakarta selatan. Dewan Pengurus pusat.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019.Standar iuran keperawatan indonesia, Jakarta
selatan: Dewan pengurusa pusat.
Tim Pokja DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta
Widiyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Diasease (trend penyakit saat ini). Jakarta
CV. Trans info media.
81
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
World Health Organization (WHO). (2016). Stroke, Cerebrovascular accident.
Diakses tanggal 17 Juni 2016 dari
http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en
Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi
Ke-3. Jakarta: Salemba Meidka.
Wiwit, S. (2010) Stroke & penanganannya: Memahami, Mencegah, dan
Mengobati Stroke. Jogjakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam
Terbit, KAHATI
82
lampiran 1 Surat Ijin Studi Pendahuluan
83
Lampiran 2 Surat Jawaban Studi Pendahuluan
84
Lampiran 3 Lembar Konsultasi Pembimbing 1
85
86
Lampiran 4 Lembar Konsultasi Pembimbing 2
87
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Pembimbing 3
88
89
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
90
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Pembimbing 1
91
92
Lampiran 8 Lembar Konsultasi Pembimbing 2
93
94
Lampiran 9 Lembar Konsultasi Pembimbing 3
95
96
Lampiran 10 Satuan Acara Penyuluhan
SATUAN ACARA PENYULUHAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
Topik : Mengenal Tentang Defisit Perawatan Diri
Sasaran : klien dan keluarga klien
Hari/tanggal : Kamis, 18-06-2020
Waktu : 45 menit
Tempat : Rumah Sakit Panti Waluya
i.
A. ANALISA SITUASI
1. Peserta : Keluarga pasien
2. Lingkungan : Rumah Sakit Panti Waluya Malang
3. Penyuluh : iventianus gantoro setianto hadi
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan,diharapkan peserta mampu memahami konsep
dasar defisit perawatan diri.
C. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah membahas materi konsep dasar defisit perawatan diri, peserta dapat :
a. Menyebutkan pengertian defisit perawatan diri
b. Menyebutkan tentang penyebab defisit perawatan diri
c. Menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri
d. Menyebutkan jenis - jenis defisit perawatan diri
e. Menyebutkan dampak dari defisit perawatan diri
f. Menjelaskan cara penanganan pada pasien defisit perawatan diri.
D. MATERI ( Terlampir )
1. Pengertian defisit perawatan diri
2. Penyebab defisit perawatan diri
3. Tanda dan gejala defisit perawatan diri
4. Jenis - jenis defisit perawatan diri
97
5. Dampak dari defisit perawatan diri
6. Penanganan pada pasien defisit perawatan diri.
E. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
F. MEDIA & ALAT BANTU
-Leaflet
G. KEGIATAN PENYULUHAN
WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA
1. 5 menit Pembukaan :
Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan
Menyebutkan materi yang
akan diberikan
Appersepsi dan korelasi
materi dengan pengetahuan
dan pengalaman peserta didik
Menjawab salam
Mendengarkan
Memperhatikan
Memperhatikan
2. 30 menit Pelaksanaan :
Menjelaskan tentang
pengertian defisit perawatan
diri
Menjelaskan tentang hal-hal
baik pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, jenis – jenis ,
dampak dan cara penanganan
pada pasien defisit perawatan
diri
Memperhatikan
Memperhatikan
Bertanya dan menjawab
pertanyaan yang diajukan
98
Memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya
3. 5 menit Evaluasi :
Menanyakan kepada peserta
tentang materi yang telah
diberikan, dan reinforcement
kepada peserta yang dapat
menjawab pertanyaan.
Menjawab pertanyaan
4. 5 menit Terminasi :
Mengucapkan terimakasih
atas peran serta peserta
Mengucapkan salam penutup
Mendengarkan
Menjawab salam
H. EVALUASI
Kriteria evaluasi
1. Evaluasi struktur
a) peserta hadir / ikut dalam kegiatan penyuluhan
b) Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluya
Malang
2. Evaluasi proses
a) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b) Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai
c) Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
3. Evaluasi hasil
a) Peserta mengerti tentang Defisit Perawatan Diri, dapat menyebutkan
pengertian, penyebab, dan pencegahan Defisit Perawatan Diri.
99
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
penurunan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan
diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, BAB
dan BAK (toileting), kebersihan diri. Pemenuhan personal hygiene sangat perlu
dilakukan, mengingat banyak manfaat yang ada untuk pencegahan, misalnya
mencegah gangguan integritas kulit / jaringan dan resiko infeksi (Fitira 2012).
Defisit Perawatan Diri adalah Suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas
perawatan diri secara mandiri.
B. Etiologi
Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realita turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
100
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
Faktor presiptasi
Menurut Watonah (2006) ada beberapa faktor presipitasi yang akan
menyebabkan seseorang kuarang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut
berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanjakan dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan personal hygine.
c. Status sosioekonomi
Personal hygine memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
skita gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannnya.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Purba dkk, 2011 ada tanda dan gejala pada Defisit Perawatan Diri
a. Mandi / hygine
Ketidakmampuan klien mengalami dalam membersihkan badan,
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh. Gangguan kebersihan ini ditandai
101
dengan rambur kotoe, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan
kotor.
b. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
kamar kecil atau jamban, duduk atau berdiri di jamban,manipulasi pakaian
untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan
menyiram toilet, klien BAB/BAK tidak pada tempatnya.
c. Berpakaian/Berhias
Klien mengalami kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian serta memperoleh atau memakai,
ketidakmampuan klien untuk mengenakan pakaian dalam, menggunakan
kancing tarik, melepas pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu. Ketidakmampuan ini ditandai dengan rambut tidak rapi,
pakaian kotor dan tidak rapi.
d. Makan/Minum
Klien mengalami ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, manipulasi
makanan dalam minum, mengambil makanan dari wadah untuk dimasukan ke
dalam mulut, serta tidak dapat mencerna makanan dengan baik dan aman.
D. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri
Jenis-jenis perawatan diri dapat menjadi 4 bagian menurut Nuratif dan
Kusuma (2012), yaitu:
1. Kurang Perawatan diri: Mandi
Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
102
2. Kurang Perawatan Diri: Berpakian atau berhias
Gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berhias sendiri.
3. Kurang Perawatan Diri: Makan
Gangguan kemampuan untuk menunjukan aktivitas makan.
4. Kurang Perawatan Diri: Toileting.
Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
toileting sendiri.
E. Dampak masalah defisit perawatan diri
Menurut Tarwoto (2012), ada beberapa dampak sering timbul pada masalah
defisit perawatan diri seperti:
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak dipelihara
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukisa mulut, infeksi
pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
F. Cara Penganganan
1. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
2. Jelaskan cara menjaga kebersihan diri
3. Bantu pasien untuk mempraktikan cara menjaga kebersihan diri
4. Menjelaskan cara makan yang baik serta mempraktikan bagaimana cara
makan yang baik
5. Menjelaskan cara eliminasi yang baik dan praktikan cara eliminasi
103
6. Jelaskan cara berdandan
7. Bantu pasien untuk mempraktikan cara berdandan
104
DEFISIT
PERAWATAN DIRI
Disusun oleh:
Iventianus gantoro.s.h
STIKes Panti Waluya Malang
2020
A. PENGERTIAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI
suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami penurunan
kemampuan dalam melakukan
atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri
seperti mandi (hygiene),
berpakaian atau berhias, makan,
BAB dan BAK (toileting),
kebersihan diri
B. KLASIFIKASI 1. Kurang Perawatan diri: Mandi
2. Kurang Perawatan Diri: Berpakian atau
berhias
3. Kurang Perawatan Diri: Makan
4. Kurang Perawatan Diri: Toileting
C. TANDA DAN GEJALA
1. Mandi / hygine
Ketidakmampuan klien mengalami
dalam membersihkan badan
2. BAB/BAK (toileting) Klien memiliki keterbatasan dalam
membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan
menyiram toilet, klien BAB/BAK
tidak pada tempatnya.
3. Berpakaian/Berhias
Klien mengalami ketidakmampuan
klien untuk mengenakan pakaian
dalam, menggunakan kancing tarik,
melepas pakaian, menggunakan
kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang
memuaskan
4. Makan/Minum
Klien mengalami ketidakmampuan
dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan,
mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, dalam
minum, mengambil makanan dari
wadah untuk dimasukan ke dalam
mulut,
105
D. ADA 2 FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
1. Faktor predisposisi
Perkembangan
Biologis
Kemampuan realita turun
Sosial
2. Faktor presipitasi
Praktik Sosial
Body image
Status sosial ekonomi
E. Ada beberapa dampak sering
timbul pada masalah defisit
perawatan diri seperti:
1. DAMPAK FISIK Banyak gangguan kesehatan yang
diderita seseorang karena tidak
dipelihara kebersihan perorangan
dengan baik
2. DAMPAK PSIKOLOGIS Masalah sosial yang berhubungan
dengan personal hygine adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman,
kebutuhan dicintai dan mencintai
106
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CEREBROVASCULAR ACCIDENT
DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG
Iventianus gantoro setianto hadi, Wisoedhanie Widi Anugrahanti, Wibowo
Prodi D-III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang
E-mail: [email protected]
1 ABSTRAK
Cerebrovasculer Accident merupakan gangguan suplai darah pada otak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah atau sumbatan oleh gumpalan darah, kedua kondisi ini dapat
menimbulkan keterbatasan fisik penurunan fungsi ekstremitas dan penurunan fungsi
mobilitas dapat menghambat pemenuhan aktivitas sehari-hari, sehingga pada klien dengan
cerebrovascular accident dapat terjadi defisit perawatan diri. Penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2020, dengan lama waktu perawatan selama tiga hari untuk kedua klien hasil
penelitian menunjukan masalah belum teratasi, masalah defisit perawatan diri dapat
teratasi melalui implementasi dalam pemenuhan ADL, bagi peneliti selanjutnya lebih
memperhatikan keadaan pasien khususnya CVA dengan masalah defisit perawatan diri,
baik segi usia pola asuahan dan pemberian tindak lanjut yang lebih maksimal untuk
membantu dalam proses penyembuhan dapat mengikut sertakan keluarga untuk
meningkatkan perawatan diri kepada klien yang sakit dengan masalah defisit perawatan
diri secara lebih baik.
Kata kunci : Cerebrovascular Accident, Defisit Perawatan Diri.
ABSTRACT
Cerebrovascular Accident is a disruption in the blood supply to the brain due to a rupture
of a blood vessel or a blockage by a blood clot, these two conditions can cause physical
limitations, decreased limb function and decreased mobility function can hinder the
fulfillment of daily activities, so that a client with a cerebrovascular accident may
experience deficits. self care. The study was conducted in May 2020, with a length of
treatment for three days for both clients, the results of the study showed that the problem
had not been resolved, the problem of self-care deficits could be resolved through the
implementation of ADL compliance, for further researchers to pay more attention to the
patient's condition, especially CVA with self-care deficits. , both in terms of age, pattern of
care and provision of maximum follow-up to help in the healing process can involve
families to improve self-care for sick clients with self-care deficit problems better.
Keywords: Cerebrovascular Accident, Self-Care Deficits.
107
PENDAHULUAN
World Health Organization (2016),
Cerebrovascular accident (CVA) adalah
gejala defisit fungsi susunan saraf oleh
penyakit pembuluh darah di otak,
gangguan tersebut dapat mengakibatkan
gangguan fungsional dan adapun tanda
yang sering muncul adalah kelumpuhan,
berbicara pelo, serta gangguan menelan
(Rudiyanto, 2010).
Ada dua faktor dari Cerebrovascular
accident (CVA) yaitu sumbatan dan
pecahnya pembuluh darah ke jaringan
otak, sumbatan menyebabkan penurunan
suplai darah ke otak sedangkan pada
pecahnya pembuluh darah menyebabkan
perubahan intrakranial yang juga dapat
menyebabkan gangguan aliran darah ke
otak, Kedua kondisi ini menyebabkan
gangguan neurologis fokal yang
menimbulkan keterbatasan fisik akibat
adanya hemiparase dan hemiplegia.
Hemiparese dan hemiplegia akan
menyebabkan terjadinya penurunan
kekuatan otot. Penurunan fungsi
ekstremitas dan penurunan fungsi
mobilitas dapat menghambat pemenuhan
aktivitas sehari-hari, sehingga pada klien
dengan cerebrovascular accident (CVA)
dapat terjadi defisit perawatan diri
(Harahap dan Siringoringo, 2016).
Menurut WHO (2015), kasus CVA
diseluruh dunia di perkirakan mencapai
50 juta jiwa, dan 9 juta diantaranya
menderita kecacatan berat yang lebih
memprihatinkan lagi 10% diantaranya
yang terserang CVA mengalami
kematian. Di kawasan Asia Tenggara
terdapat 4,4 juta orang mengalami CVA
(World Health Organization, 2014).
Berdasarkan hasil laporan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2013 di Indonesia CVA menjadi urutan
yang paling utama, dengan menunjukkan
bahwa prevalensi CVA di Indonesia
sebesar 6% atau per 8,3% per 1000
penduduk. Berdasarkan diagnosis nakes
108
maupun diagnosis/gejala, di Provinsi
Jawa Timur Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak
Menular mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
salah satunya prevalensi stroke naik dari
7% menjadi 10,9%. Angka kejadian
penyakit cerebrovascular accident
(CVA) di RS Panti Waluya Sawahan
Malang dari bulan Januari sampai
Desember 2018 sebanyak 38 klien dan
yang mengalami defisit perawatan diri
sekitar 30% atau sebanyak 15 klien
(Rekam Medis RS Panti Waluya Malang,
2018).
Menurut Fitria (2012), defisit perawatan
diri adalah suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami penurunan kemampuan
dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri
seperti mandi (hygiene), berpakaian atau
berhias, makan, BAB dan BAK
(toileting), kebersihan diri. Pemenuhan
personal hygiene sangat perlu dilakukan,
mengingat banyak manfaat yang ada
untuk pencegahan, misalnya mencegah
gangguan integritas kulit / jaringan dan
resiko infeksi.
Fenomena yang penulis temukan pada
bulan Februari 2019 diruang Unit Stroke
RS Panti Waluya Malang yaitu terdapat 2
klien cerebrovascular accident (CVA).
Keluarga klien pertama mengatakan
bahwa awalnya klien mengeluhkan badan
terasa lemas separuh badan bagian kanan,
sulit di ajak berkomunikasi dan
mengalami penurunan kesadaran. Pada
saat praktek klinik didapatkan klien tidak
mampu melakukan aktivitas seperti
mandi, makan, menggosok gigi,
berdandan, dan klien dibantu saat
BAB/BAK. Klien kedua, mengeluhkan
pusing, badannya terasa lemas separuh
bagian badan, cara berkomunikasi tidak
jelas, riwayat klien pernah di rawat
dengan penyakit yang sama 1 tahun yang
109
lalu, perawat sudah melakukan edukasi
tentang perawatan diri pada klien tetapi
keluarga klien tidak kooperatif. Pada saat
praktek klinik didapatkan klien mampu
melakukan aktivitas sebagian seperti
makan dengan mandiri tapi selebihnya
dibantu oleh perawat seperti mandi,
berpakaian, BAB/BAK.
Peran perawat dalam merawat klien
dengan diagnosa cerebrovascular
accident (CVA) adalah membantu
memenuhi kebutuhan klien selama
perawatan, baik itu dari segi pemenuhan
kebutuhan perawatan diri seperti mandi,
berpakaian/berhias, makan, toileting di
Rumah Sakit dan selama klien menderita
penyakit tersebut. Perawat dapat
melibatkan keluarga klien dalam
membantu pemenuhan perawatan diri,
seperti mandi, berpakaian/berhias,
makan, toileting agar membantu proses
penyembuhan klien dengan cepat.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik
untuk memberikan tindakan asuhan
keperawatan klien cerebrovascular
accident (CVA) dengan masalah defisit
perawatan diri.
METODE
Peneliti ini menggunakan studi kasus
pada klien cerebrovascular accident
(CVA) dengan masalah defisit perawatan
diri. Pengambilan data pada klien 1 dan 2
pada tanggal 20-22 Mei 2020. Dengan
kriteria inklusi berikut:
4. Pasien yang terdiagnosis medis
cerebrovascular accident (CVA)
5. Klien yang ditemukan defisit
perawatan diri :
a. Tidak mampu melakukan perawtan
diri mandi.
b. Tidak mampu melakukan
perawatan diri makan.
c. Tidak mampu melakukan
perawatan diri mengenakan
pakaian.
110
d. Tidak mampu melakukan
perawatan diri BAK/BAB.
Pada penelitian ini yaitu 2 klien dengan
Cerebrovascular accident (CVA) klien 1
perempuan berusia 72 tahun, klien 2 laki-
laki berusia 63 tahun yang mengalami
defisit perawatan diri di Rumah Sakit
Panti Waluya Malang.
HASIL
1. Pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 20-05-2020 klien mengatakan
badan terasa lemas kaki dan tangan
sebelah kanan, klien rambut klien
tampak sedikit kotor, klien
menggunakan katater ukuran 14 dan
klien menggunakan pempres, Klien
tidak bisa memenuhi kebutuhan ADL
secara mandiri (makan, oral hygiene,
toileting, berpakaian, mandi), segala
sesuatu yang berhubungan dengan
klien di bantu oleh perawat dan
keluarga, kesadaran composmentis,
kekuatan otot |
|
Pada klien 2, pada saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 20-05-2020
pukul 14.00 WIB keluarga klien
mengatakan badan sebelah kiri terasa
lemas. Klien tidak bisa memenuhi
kebutuhan ADL secara mandiri
(makan, oral hygiene, toileting,
berpakaian, mandi), segala sesuatu
yang berhubungan dengan klien di
bantu oleh perawat dan keluarga,
kesadaran stupor, kekuatan otot |
|
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian dapat
ditegakkan diagnosa pada klien 1 dan
2 yaitu Defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler ditandai dengan
kelemahan otot,tidak mampu
mandi,makan,berhias, BAK/BAB
111
3. Intervensi Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 telah disusun
intervensi sesuai dengan teori, terdapat
16 intervensi yang akan dilakukan
secara mandiri maupun kolaboratif
sesuai dengan kondisi atau keadaan
klien
4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan PPNI (2017) diagnosa
keperawatan Defisit Perawatan Diri,
rencana tindakan keperawatan yang
sudah dilaksanakan pada klien 1
dengan 10 intervensi sedangkan klien
2 dengan 9 intervensi yaitu sesuai
dengan teori yang telah disusun.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama 3 hari, pada klien 1 dan 2
masalah belum teratasi dikarenakan
perawatan kurang, pada klien 1 dan 2
mencapai 8 kriteria hasil yang tealh
ditetapkan Kemampuan mandi klien
meningkat, kemampuan mengenakan
pakaian klien meningkat, kemampuan
makan klien meningkat, kemampuan
klien ke toilet (BAK, BAB),
verbalisasi keinginan melakukan
perawatan diri, minat klien untuk
melakukan perawatan diri meningkat,
klien dapat mempertahankan
kebersihan diri, klien dapat
mempertahankan kebersihan mulut.
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Klien 1 mengatakan badan terasa
lemas sebelah kanan, klien
mengatakan tangan dan kaki kanan
lemah serta bedrest total, klien
mengatakan kebutuhan aktivitas
dibantu oleh keluarga atau perawat,
kesadaran klien composmentis, K/U
cukup, pola aktivitas seperti makan,
mandi, berpakaian, BAK, BAB,
miring, duduk dibantu keluarga atau
112
perawat, klien terlihat bedrest total dan
hanya boleh miring kanan-kiri dan
ROM pasif aktif, tekanan darah
:140/80 mmHg, nadi:82 x/menit, suhu
:36,8 0C, respirasi:22 x/menit,SPO2 :
96%.
Klien 2 keluarga klien mengatakan
badan klien tiba-tiba lemas dan bicara
pelo sejak , keluarga klien mengatakan
memiliki riwayat hipertensi, keluarga
klien mengatakan kebutuhan aktivitas
dibantu oleh keluarga atau perawat,
K/U lemas, kesadaran klien stupor,
klien terlihat lemas, rambut klien
seikit kotor, pada pemeriksaan telinga
terdapat sedikit serumen, minum sari
kacang hijau, jus dan air putih,
tekanan darah klien: 220/120 mmHg,
nadi: 118 x/menit, suhu: 36,9 0C,
resperasi: 24 x/menit, kekuatan otot.
Peneliti menemukan perberdaan data
yang terjadi pada klien 1 dan klien 2,
dimana klien 1 di diagnosa CVA
trombosis, klien mengalami
kelemahan otot yang pada klien 1
mengalami kelemahan otot pada
bagian kiri, dan klien mengalami
badtrest total, kesadaran klien
composmentis, dan klien 2 diagnosa
CVA hemoragic, mengalami
kelemahan otot, pada klien 1
mengalami kelemahan otot pada
bagian kanan dan klien mengalami
badtrest total, kesadaran klien stupor,
dan peneliti menemukan data pada
data yang terjadi pada klien 1 dan 2
didapatkan persamaan data tidak
mampu melakakuan perawatan diri
seperti mandi, makan, berhias,
BAB/BAK secara mandiri, maka
berdasarkan data hasil pengkajian
tersebut menunjukkan bahwa klien
mengalami CVA dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri.
Defisit Perawatan Diri merupakan
suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan
dalam melakukan atau melengkapi
113
aktivitas perawatan diri secara mandiri
seperti mandi, berpakian/berhias,
makan, dan BAB/BAK (Fitria, 2012).
2. Diagnosa keperawatan
Pada kedua klien ditegakkan
diagnosis keperawatan Defisit
perawatan diri berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler ditandai
dengan kelemahan otot, tidak mampu
mandi, makan, berhias, BAK/BAB .
Pada klien 1 dan 2 didapatkan bahwa
kedua klien didiagnosa CVA dengan
masalah Defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler ditandai dengan
kelemahan otot, tidak mampu
mandi, makan, berhias, BAK/BAB
dibuktikan dengan penurunan
kekuatan otot,klien belum mandi,
rambut klien terlihat kotor , kuku
klien panjang,bau mulut klien tidak
sedap, adanya serumen di telinga,
tidak mampu melakukan aktivitas
hanya dibantu oleh keluarga dan
perawat, karena perawatan diri yang
kurang maka dapat menimbulkan
defisit perawatan diri.
Keterbatasan kebersihan diri
biasanya diakibatkan karena stressor
yang cukup berat dan sulit ditangani
oleh klien, sehingga dirinya tidak
mengurus merawat dirinya sendiri
baik dalam hal mandi, berpakaian,
dan berhias. Keterbatasan tersebut
akan terus berlanjut dalam
pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.
Manusia mempunyai kebutuhan yang
beragam, namun pada hakikatnya
setiap manusia mempunyai
kebutuhan dasar yang sama. Salah
satunya yang mengalami defisit
perawatan diri adalah klien yang
terkena penyakit Cerebrovasculer
Accident (CVA) memiliki
keterbatasan pergerakan dan tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar
(Asmadi,2012).
114
3. Intervensi Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 dilakukan rencana
keperawatan melakukan, monitor
tingkat kemandirian, monitor
kemampan menelan, monitor
integritas kulit, monitor kebersihan
tubuh (mis. Rambut, mulut, kulit,
kuku, fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu malakukan
perawatan diri, dampingi dalam
melakukan perawatan diri secara
mandiri, bersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah dignakan,
fasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis dan
jenggot), atur posisi yang nyaman
untuk makan/minum, sediakan
peralatan mandi ( mis. Sabun, sikat
gigi), sediakan lingkungan aman dan
nyaman, anjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan, ajarkan
mengenakan pakaian, jelakan
manfaat mandi dan dampat tidak
mandi terhadap kesehatan, ajarkan
kepada keluarga cara memandikan
klien.
Menurut penulis, klien 1 dan 2
ditetapkan rencana tindakan ada 16
intervensi yang mengacu sesuai
dengan tinjauan pustaka. Peneliti
berharap semua intervensi yang telah
disusun ditujukan untuk dapat
mencapai kriteria hasil yang telah
ditetapkan sesuai permasalahan
defisit perawatan diri yang dialami
klien.
Intervensi yang dilaksanakan sudah
sesuai dengan teori menurut (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Dengan cara memonitor tingkat
kemandirian, memonitor kemampan
menelan, memonitor integritas kulit,
memonitor kebersihan tubuh (mis.
Rambut, mulut, kulit, kuku,
memfasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu malakukan
perawatan diri, mendampingi dalam
115
melakukan perawatan diri secara
mandiri, membersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah dignakan,
memfasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis dan
jenggot), mengatur posisi yang
nyaman untuk makan/minum,
menyediakan peralatan mandi ( mis.
Sabun, sikat gigi, menyediakan
lingkungan aman dan nyaman,
menganjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan, mengajarkan
mengenakan pakaian, menjelakan
manfaat mandi dan dampat tidak
mandi terhadap kesehatan,
mengajarkan kepada keluarga cara
memandikan klien
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI
(2019) Rasional dari intervensi yang
diberikan pada klien
Cerebrovasculer Accident (CVA)
adalah :
Menurut PPNI, (2018) :
16. memonitor tingkat kemandirian
17. memonitor kemampuan menelan
18. memonitor integritas kulit
19. memonitor kebersihan tubuh (mis.
Rambut, mulut, kulit, kuku
20. memfasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu malakukan
perawatan diri
21. mendampingi dalam melakukan
perawatan diri secara mandiri
22. membersihkan alat bantu
BAK/BAB setelah dignakan
23. memfasilitasi berhias (mis.
Menyisir rambut, merapikan
kumis dan jenggot)
24. mengatur posisi yang nyaman
untuk makan/minum
25. menyediakan peralatan mandi (
mis. Sabun, sikat gigi,
26. menyediakan lingkungan aman
dan nyaman
27. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
116
28. mengajarkan mengenakan pakaian
29. menjelakan manfaat mandi dan
dampat tidak mandi terhadap
kesehatan
30. mengajarkan kepada keluarga
cara memndikan klien
4. Implementasi
Pada klien 1 dan 2 dilakukan
tindakan keperawatan melakukan
memonitor tingkat kemandirian,
memonitor kemampan menelan,
memonitor integritas kulit,
memonitor kebersihan tubuh (mis.
Rambut, mulut, kulit, kuku),
memfasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu malakukan perawatan
diri, mendampingi dalam melakukan
perawatan diri secara mandiri,
membersihkan alat bantu BAK/BAB
setelah digunakan, memfasilitasi
berhias (mis. Menyisir rambut,
merapikan kumis dan jenggot),
mengatur posisi yang nyaman untuk
makan/minum, menyediakan
peralatan mandi ( mis. Sabun, sikat
gigi), menyediakan lingkungan aman
dan nyaman, menganjurkan
melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan,
mengajarkan mengenakan pakaian,
menjelakan manfaat mandi dan
dampat tidak mandi terhadap
kesehatan, mengajarkan kepada
keluarga cara memandikan klien,
untuk tindakan mandiri memberikan
pengetahuan tentang defisit
perawatan diri dan memberikan
leaflet defisit perawatan
Implementasi merupakan pengolahan
dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada
tahan perencanaan. Pada penelitian
ini, peneliti memberikan
implementasi sesuai dengan
intervensi yang direncanakan. Pada
klien 1 dan 2 memiliki persamaan
pada implementasi menjelaskan
117
tujuan dan prosedur penanganan
yang tepat pada klien dengan defisit
perawatan diri pada klien dan
keluarga klien yang dapat membantu
untuk perawatan diri seperti makan,
mandi, berpakian, BAK/BAB, serta
dapat membantu dalam keluarga
mengetahui pentingnya perawatan
diri pada klien yang sakit.
Implementasi merupakan tahap
keempat dari proses keperawatan,
tahap ini muncul jika perencanaan
yang dibuat diaplikasikan pada klien.
Aplikasi yang dilakukan pada klien
akan berbeda, disesuikan dengan
kondisi klien saat ini dan kebutuhan
yang paling dirasakan oleh klien (
Nurul, 2016).
5. Evaluasi Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 dilakukan
evaluasi dengan lama waktu
perawatan selama tiga hari untuk
kedua klien hasil penelitian
menunjukan masalah belum teratasi.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari
perawatan, pada klien 1 dan 2
masalah belum teratasi, pada klien 1
mencapai 8 kriteria hasil, dan pada
klien 2 mencapai 8 kriteria hasil,
pada klien pertama kesadaran klien
composmentis, klien mampu
memegang sendok dengan tangan
kanannya, Pola aktivitas seperti
makan, mandi, berpakaian, BAK,
BAB, miring, duduk dibantu
keluarga atau perawat. Pada klien
kedua kesadaran stupor, klien masih
terlihat lemas, pola aktivitas seperti
makan, mandi, berpakaian, BAK,
BAB, miring kanan dan kiri dibantu
keluarga atau perawat.
Menurut PPNI (2018) evaluasi
adalah tahap kelima dari proses
keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang
118
telah dilakukan dengan kriteria hasil
yang sudah ditetapkan serta menilai
apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian,
atau bahkan belum teratasi
semuanya. Evaluasi adalah proses
yang berkelanjutan yaitu proses yang
digunakan untuk mengukur dan
memonitor kondisi klien mengetahui,
kemampuan mandi klien meningkat,
kemampuan mengenakan pakaian
klien meningkat, kemampuan makan
klien meningkat, kemampuan klien
ke toilet (BAK, BAB), verbalisasi
keinginan melakukan perawatan diri,
minat klien untuk melakukan
perawatan diri meningkat, klien
dapat mempertahankan kebersihan
diri, klien dapat mempertahankan
kebersihan mulut.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
pada klien CVA dengan masalah defisit
perawatan diri di Rumah Sakit Panti
Waluya Sawahan Malang, kedua klien
telah dilakukan pengkajian sampai
dengan evaluasi selama kurang lebih 3
hari sesuai dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan, pada klien 1 didapatkan
hasil masalah belum teratasi ditandai
dengan kelemahan pada tangan dan kaki
kanan berkurang, bicaranya agak kembali
normal, dan TTV dalam batas normal,
rambut klien terlihat bersih, klien di seka
2x sehari, klien sonde 3x sehari. Klien 2
dengan hasil masalah teratasi belum
teratasi ditandai dengan kelemahan pada
tangan dan kaki kanan berkurang, rambut
klien terlihat bersih, klien di seka 2x
sehari, klien sonde 3x sehari.
Berdasarkan data pada kedua klien yaitu
klien mengalami kelemahan pada tangan
dan kaki sebelah kanan maupun kiri,
berbicara pelo, tidak dapat melakukan
aktifitas secara mandiri misalnya mandi,
makan, berhias, BAK/BAB, dan
penurunan kekuatan otot. Data tersebut
119
sesuai dengan teori untuk dilakukan
asuhan keperawatan pada klien CVA
dengan masalah defisit perawatan diri.
Saran bagi peneliti selanjutnya berharap
lebih memperhatikan keadaan pasien
khususnya CVA dengan masalah defisit
perawatan diri, baik segi usia pola
asuahan dan pemberian tindak lanjut
yang lebih maksimal maka peneliti
berharap peneliti selanjutnya lebih
memberikan kreasi, inovasi sehingga
rencana asuhan dapat dilakukan secara
maksimal untuk membantu dalam proses
peneyembuhan dapat mengikut sertakan
keluarga untuk meningkatkan perawatan
diri kepada klien yang sakit dengan
masalah defisit perawatan diri secara
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, (2012).Konsep Dasar
Keperawatan. Jakarta: EGC
Fitria, N. 2012, Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Harahap, S., & Siringoringo, E. (2016).
Aktivitas Sehari-hari Pasien Stroke
Non Hemoragik Di RSUD Dr .
Pirngadi Medan Tahun 2016, 69–
73
Nurul. 2016. Dokumentasi keperawatan.
Ponorogo: UNMUH Ponorogo
Press
.
Rudiyanto, S. (2010). Anda bertanya
Dokter menjawab: Stroke dan
Rehabilitasi Pasca Stroke. Jakarta:
PT. Buana Ilmu Populer
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018.
Standar intervensi Keperawatan
indonesia Jakarta selatan. Dewan
Pengurus pusat
Tim pokja SLKI DPP PPNI.
2019.Standar iuran keperawatan
indonesia, Jakarta selatan: Dewan
pengurusa pusat.
Tim Pokja DPP PPNI. 2016. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta
World Health Organization (WHO).
(2016). Stroke, Cerebrovascular
accident. Diakses tanggal 17 Juni
2016 dari
http://www.who.int/topics/cerebrov
ascular_accident/en
120
121