Kdrt Yengki

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa. Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga (sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak 1

description

Kdrt Yengki

Transcript of Kdrt Yengki

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga (sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996).

Perspektif gender beranggapan tindak kekerasan terhadap istri dapat dipahami melalui konteks sosial. Menurut Berger (1990), perilaku individu sesungguhnya merupakan produk sosial, dengan demikian nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat turut membentuk prilaku individu artinya apabila nilai yang dianut suatu masyarakat bersifat patriakal yang muncul adalah superioritas laki-laki dihadapan perempuan, manifestasi nilai tersebut dalam kehidupan keluarga adalah dominasi suami atas istri.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka muncul tugas penulis untuk menjelaskan lebih jauh tentang KDRTC. Tujuan Tujuan dari penyususnan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai : KDRT

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekerasan Terhadap Perempuan

Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat.Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi. Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi jender yang tersosialisasi amat lama dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997; Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap perempuan.Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur (http://kompas.com).Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami istri tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga (http://kompas.com).

B. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

2. Kekerasan psikologis / emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

3. Kekerasan seksual

Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.

4. Kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri (http://kompas.com., 2006).

C. Faktor-faktor yang mendorong terjadi kekerasan Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masya-rakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:

1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.

3. Beban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

4. Wanita sebagai anak-anak

konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.

5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.

D. Efek KDRT Kekerasan dalam rumah tangga sangat merugikan perempuan yang menjadi korbannya. Selain efek kerusakan fisik yang dialami, efek efek lainnya dapat bertahan seumur hidup, wanita menderita secara emosional, sosial, dan finansial sebagai akibat dari kekerasan dalam rumah tangga. Mereka dapat mengalami kesulitan secara finansial, kehilangan rumah, pekerjaan, harga diri dan anak anaknya. Selain itu mereka juga bisa dijauhi oleh keluarga dan teman temannya.

Beberapa masalah psikologis yang dikaitkan dengan korban kekerasan dalam rumah tangga bersifat sementara dan merupakan efek bukanlah penyebab dari kekerasan tersebut. Masalah tersebut biasanya membuat wanita keluar dari penyiksaan tersebut, walaupun penyiksaan tersebut meninggalkan luka emosional seperti rendahnya harga diri. Masalah masalah tersebut biasanya akan menghilang dengan hilangnya siksaan dan dimulainya dukungan emosional dari orang lain. Banyak korban yang mengembangkan strategi koping yang tidak baik, berbahaya dan tidak efektif seperti pemakaian narkoba, ketidakpastian pekerjaan, gangguan makan, pelacuran, hubungan yang bermasalah dengan orang lain, sakit, stes, harga diri yang rendah dan penyiksaan anak.

Battered women syndrome

Merupakan sindroma psikologik yang ditemukan pada perempuan hidup dalam siklus KDRT yang berkepanjangan. Dicirikan dengan perilaku tak berdaya, menyalahkan diri, ketakutan akan keselamatan diri dan anaknya, serta ketidakberdayaan untuk menghindar dari pelaku kekerasan.

Gangguan stres pascatraumaMerupakan problem mental serius yang terjadi pada korban yang mengalami penganiayaan luar biasa (perkosaan, penyiksaan, dan ancaman pembunuhan). Ciri khas dari stres pascatrauma (PTSD) adalah penderita tampak selalu tegang dan ketakutan, menghindari situasi situasi tertentu, gelisah, tidak bisa diam, takut tidur, takut sendirian, serta mimpi buruk, seperti mengalami kembali peristiwa traumatisnya

DepresiMerupakan problem kejiwaan yang paling sering ditemukan pada korban KDRT. Gejala yang khas adalah perasaan murung, kehilangan gairah hidup, putus asa, perasaan bersalah dan berdosa, serta pikiran bunuh diri sampai usaha bunuh diri. Gejala depresi sering terselubung dalam wujud keluhan fisik, seperti kelelahan kronis, problem seksual, kehilangan nafsu makan (atau sebaliknya), dan gangguan tidur.

Gangguan panikMerupakan gangguan cemas akut yang sering dijumpai korban KDRT. Penderita mengalami serangan ketakutan katastrofik bahwa dirinya akan mati atau menjadi gila (biasanya didahului keluhan subjektif, seperti sesak napas, perasaan tercekik, berdebar debar, atau perasaan durealisasi). Ganguan panik yang tidak ditangani dengan benar akan berkembang menjadi agorafobia, yakni takut keramaian dan cenderung menghindar dari kehidupan sosial.

Keluhan psikosomatisPerempuan korban KDRT sering kali datang ke fasilitas kesehatan dengan keluhan fisik kronis, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, sesak napas, dan jantung berdebar. Namun, pada pemeriksaan medis tidak ditemukan penyakit fisik. Kondisi ini disebut sebagai gangguan psikosomatis. Keluhan psikosomatis bukan gangguan buatan atau sekadar upaya mencari perhatian. Namun, merupakan penderitaan yang sungguh dirasakan penderita, yakni konversi dari problem psikis yang tak mampu diungkapkan.

E. KDRT sebagai Permasalahan Sosial

Perilaku kekerasan dalam kehidupan rumah tangga telah dikenal sebagai permasalahan sosial semenjak 30 tahun terakhir ini. Permasalahan ini dianggap terjadi sebagai siklus yang berulang. Istri yang mengalami kekerasan karena alasan alasan tertentu tidak mampu meninggalkan kehidupan kekerasan yang dialaminya. Berbagai perilaku kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya atau anak-anaknya akan menjadi mimpi buruk yang akan terus diingat oleh anak sampai ia menginjak masa dewasa. Ingatan inilah yang akan membuatnya lebih rentan untuk mengulangi kekerasan yang sama dibandingkan anak-anak lain yang hidup dalam keluarga yang hangat dan harmonis. Jika hal ini sampai terjadi, tidak tertutup kemungkinan perilaku kekerasan dalam rumah tangga ini akan diulang kembali oleh generasi ketiga, keempat dan seterusnya. Hal ini akan menjadi siklus kekerasan yang tidak ada ujungnya dan berkembang menjadi permasalahan sosial dalam masyarakat. Efek kekerasan ini akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sang korban. Kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak pada kemiskinan ( terutama bagi wanita yang memutuskan untuk bercerai ), pengabaian anak yang berdampak pada child abuse, pemakaian obat obat terlarang, juvenile deliquency, dan lain sebagainya

Alasan atau pemicu kekerasan dalam rumah tanga pun bukan karena persoalan jender, namun hal tersebut acapkali terjadi karena:

1. Kurang komunikasi, Ketidakharmonisan

2. Alasan Ekonomi

3. Ketidakmampuan mengendalikan emosi

4. Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga apapun, dan juga 5. kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba.

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.TQS. Al Maidah : 50

f. Pandangan Islam Tentang KDRT

Islam adalah agama keTuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan (Q.S. al-imran: [3] 112). Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba (abid) dan sebagai representatif Tuhan (khalifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (Q.S. al-Hujurat [49]: 13), yaitu:

Yang artinya :

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)

Rasulullah saw bersabda yang artinya: hak dan kewajiban Allah terhadap hamba-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. HR. Bukhari

KDRT dalam pandangan Islam, bisa disebut kejahatan atau bukan ketika bersesuaian dengan konsep Islam dalam memandang kekerasan sebagai kejahatan. Kejahatan atau jarimah adalah perbuatan-perbuatan tercela (qabih) yang ditetapkan oleh hukum syara. Inilah standar penting untuk menilai apakah perbuatan tersebut termasuk kriminalitas atau bukan. Kejahatan juga bukanlah suatu yang fithri pada diri manusia. Kejahatan bukan pula "profesi" yang diusahakan oleh manusia. Juga bukan penyakit yang menimpa manusia. Kejahatan adalah tindakan melanggar aturan, baik aturan dengan Rabbnya, dirinya, dan dengan manusia lainnya. Sehingga dalam Islam Homoseksual atau masokhisme adalah kejahatan, bukan penyakit mental apalagi pembawaan manusia. Berdasarkan Syariat Islam ada beberapa bentuk kekerasan yang bisa menimpa wanita:1. Qadzaf yakni menuduh wanita baik-baik berzina tanpa bisa memberikan bukti yang bisa diterima oleh syariat Islam. Sanksi hukumnya adalah 80 kali cambukan.

"Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat saksi maka deralah 80 kali"(Q.S An-Nuur: 4-5)2. Membunuh: Hal ini bisa menimpa wanita atau laki-laki. Dalam hal ini sanksi bagi pelakunya adalah qishas.

Diwajibkan atas kamu qishos berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh"(QS Al baqarah: 179)3. Mendatangi wanita pada duburnya hukumnya adalah haram. Sanksi hukum adalah Ta'zir dengan bentuk hukuman yang diserahkan pada pengadilan.Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah tidak akan melihat seorang laki-laki yang mendatangi laki-laki dan mendatangi istrinya pada duburnya"4. Bentuk kekerasan lain yang menimpa wanita (termasuk juga laki-laki) adalah penyerangan terhadap anggota tubuh. Siapapun yang melakukannya walaupun oleh suaminya sendiri adalah kewajiban membayar 1diyat/tebusan (100 ekor unta) jika terbunuh. Dan jika organ tubuh yang disakiti maka diyatnya adalah: untuk 1 biji mata diyat (50 ekor unta), setiap jari kaki dan tangan, 10 ekor unta; luka sampai selaput batok kepala, 1/3 diyat; luka dalam, 1/3 diyat; luka sampai ke tulang dan mematahkannya, diyat 15 ekor unta; setiap gigi, 5 ekor unta; luka sampai ke tulang hingga kelihatan, diyat 5 ekor unta.5. Perbuatan Cabul seperti berusaha melakukan zina dengan perempuan (namun belum sampai melakukannya) dikenakan sanksi penjara 3 tahun, ditambah jilid dan pengusiran

ANTARA KEKERASAN dan TADIB Islam membolehkan melakukan tindakan kekerasan sebagai ta'dib (mendidik) dalam rumahtangga. Kekerasan yang dimaksud disini bukanlah kekerasan yang dilakukan dengan landasan amarah atau kekerasan yang sampai melukai atau (bahkan) membunuh. Tapi, bentuk kekerasan yang dimaksud adalah bentuk-bentuk tindakan fisik yang dibolehkan oleh syara. Ketika syara tidak membolehkan bahkan mengharamkannya maka itu adalah kejahatan. ...Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika ereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, TQS. An Nisa : 34 Allah SWT telah menjelaskan keadaan kaum perempuan adakalanya mereka taat dan adakalanya membangkang (nusyuz). Termasuk nusyuz adalah mereka yang menyombongkan diri dan tidak melakukan ketaatan kepada suami. Maka ketika tanda-tanda nusyuz tampak, suami wajib melakukan beberapa langkah dalam upaya meyadarkan dan mengembalikan keadaan istri ke jalan yang benar. Dimulai dengan menasihati, kemudian memisahkan diri dan berpaling dari istri dan langkah ketiga memberikan pukulan yang tidak menyakitkan dan tidak membekas, dengan tujuan kebaikan. Ibn Abbas memperjelasnya dengan pukulan yang tidak menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menimbulkan luka. Jika Istri mentaati perintah suami, maka suami dilarang untuk mencari-cari kesalahan istri dan mendzaliminya.

Rasulullah adalah teladan kepala rumah tangga dengan para ummahatul mukminin sebagai contoh figure istri, ibu dan pengatur rumahtangga yang baik. Rasulullah hidup di tengah keluarga yang mayoritasnya adalah perempuan. Rasululah tidak pernah melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya. "Sebaik-baik kamu sekalian adalah sebaik-baik perlakuan kamu terhadap istri-istrimu dan saya adalah orang yang terbaik di antara kamu terhadap istri-istriku".BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapat perhatian dan jangkauan hukum pidana. Bentuk kekerasannya dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, dan verbal serta penelantaran rumah tangga.

2. Faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga yaitu pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan bidang ekonomi, beban pengasuhan anak, wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan pidana pada laki-laki.

3. Dampak tindak kekerasan pada istri terhadap kesehatan reproduksi dapat mempengaruhi psikologis ibu sehingga terjadi gangguan pada saat kehamilan dan bersalin, serta setelah melahirkan dan bayi yang dilahirkan.

4. Implikasi keperawatan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan peran perawat antara lain mesupport secara psikologis korban, melakukan pendamping-an, melakukan perawatan fisik korban dan merekomendasikan crisis women centre.B. SARAN

Dengan disahkan undang-undang KDRT, pemerintah dan masyarakat lebih berupaya menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus KDRT lebih ditingkatkan pengawasannya.

Meningkatkan peran perawat untuk ikut serta menangani kasus KDRT dan menekan dampak yang terjadi pada kesehatan repsoduksinya dengan memfasilitasi setiap Rumah Sakit memiliki ruang perlindungan korban KDRT, mendampingi dan memulihkan kondisi psikisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hasbianto, Elli N. (1996). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan

Perempuan Dalam Perkawinan, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional

Perlindungan Perempuan dari pelecehan dan Kekerasan seksual. UGM

Yogyakarta, 6 November.

Komnas Perempuan (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia.

Jakarta: Ameepro.

Kompas. (2006). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dipengaruhi Faktor Idiologi.

Diambil pada tanggal 26 oktober 2006 dari http://kompas.com.

Kompas. (2007). Kekerasan Rumah Tangga Bukan Lagi Urusan Suami Istri. Diambil pada tanggal 25 Maret 2007 dari http://kompas.com.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

i

DAFATR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kekerasan Tehadap Perempuan

3B. Bentuk Bentuk KDRT

3C. Faktor-yang mendaorong terjadinya KDRT

4

D. Efek KDRT

5

E. KDRT sebagai permasalahan sosial

7

F. Pandangan Islam tentang KDRT

9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 14B. Kritik dan Saran 15DAFTAR PUSTAKA

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya , penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul : KDRT Penulis mengucapkan terima kasih kepada Guru Mata Pelajaran yang telah membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi motifasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik dalam penulisan maupun materi yang disajikan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan masukan serta kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Atas kritik dan saran yang disampaikan nantinya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bengkulu, Maret 2015Penulis

MAKALAH

PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Dalam Perspektif Islam

Oleh :Yengki Pratama

Roni MardiansyahDosen :

Dra. Hj. Nurul Fahdila, M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

IAIN (BENGKULU)

2015ii

PAGE 20