KEANEKARAGAMAN, MANFAAT, DAN HAMA PENYAKIT PENTING …
Transcript of KEANEKARAGAMAN, MANFAAT, DAN HAMA PENYAKIT PENTING …
ISBN: 978-602-8409-71-1ISBN: 978-602-8409-71-1
KEANEKARAGAMAN, MANFAAT, DAN HAMA PENYAKIT PENTING
TANAMAN PISANG DI BALITANAMAN PISANG DI BALITANAMAN PISANG DI BALI
I N. Rai, I M. Sudana, I M. SukewijayaI N.G. Ustriyana, I D.P. Oka Suardi
G.N. Alit Susanta Wirya, D.N. Nyana
KEANEKARAGAMAN, MANFAAT, DAN HAMA PENYAKIT PENTING
TANAMAN PISANG DI BALI
I N. Rai, I M. Sudana, I M. Sukewijaya, I N. G. Ustriyana, I D. P. Oka Suardi,
G. N. Alit Susanta Wirya, D. N. Nyana
DANPASAR 2018
ii
KEANEKARAGAMAN, MANFAAT, DAN HAMA PENYAKIT PENTING
TANAMAN PISANG DI BALI Penulis: I N. Rai, I M. Sudana, I M. Sukewijaya, I N. G. Ustriyana, I D. P. Oka Suardi, G. N. Alit Susanta Wirya, D. N. Nyana Cetakan Pertama: 2018,vii+141hlm, 15x23 Penerbit: Percetakan Pelawa Sari ISBN: 978-602-8409-71-1
iii
PRAKATA
Pisang (Musa paradisiaca) yang dalam bahasa Bali disebut Biu merupakan salah satu komoditi penting yang memiliki nilai istimewa bagi kehidupan masyarakat Bali. Kegunaan aneka jenis pisang bagi masyarakat Bali tidak hanya untuk dimakan segar, tetapi juga untuk bahan olahan, bahan upacara agama dan ritual adat budaya, bahan hiasan, bahan obat, dan konsumsi pariwisata. Tidak hanya di Bali, pisang sebagai buah tropis malahan merupakan komoditi pangan keempat terpenting di dunia setelah beras, susu, dan gandum. Indonesia yang merupakan bagian dari daerah pusat asal usul pisang, memiliki tingkat keragaman dan endemisitas pisang yang tinggi baik untuk pisang liar maupun pisang kultivar/budidaya. Keanekaragaman pisang yang tinggi dengan kegunaan yang sangat luas perlu dilestarikan dan dikonservasi agar tidak mengalami kepunahan, terlebih adanya serangan berbagai hama dan penyakit yang sampai saat ini belum teratasi dengan baik. Konservasi dalam bentuk pembuatan Kebun Botani Plasma Nutfah Pisang atau Arboretum telah dilakukan di Kabupaten Gianyar di tiga lokasi yaitu di Desa Taro Kecamatan Tegallalang, Desa Kerta Kecamatan Payangan dan Kelurahan Gianyar Kecamatan Gianyar.
Buku ini ditulis sebagai hasil kerjasama Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar dengan Fakultas Pertanian
iv
Universitas Udayana dalam rangka Pengembangan Aneka Jenis Pisang di Kabupaten Gianyar, dimana tim pelaksananya adalah seluruh tim penulis. Disamping itu, bahan bacaan buku ini juga diambil dari berbagai sumber, seperti data yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun swasta, penelusuran kepustakaan hasil penelitian dan pemikiran para ahli tentang pisang, dan pengalaman para penulis dalam memberi kuliah dan pelatihan, membawakan makalah dan penulisan jurnal baik pada tingkat lokal maupun nasional dan internasional.
Buku ini mengupas tentang Asal-usul, Penyebaran dan Pengelompokan Jenis Pisang, Kandungan Nutrisi dan Manfaat Pisang, Botani dan Morfologi Tanaman Pisang, Hama dan Penyakit-Penyakit Penting Pisang di Bali, serta Nilai Sosial Ekonomi Pisang di Bali. Buku ini sangat bermanfaat bagi siswa SD, SMP, SMA, dan mahasiswa yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang pisang. Bagi mahasiswa Pascasarjana, buku ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi apabila mereka mengambil tema riset tantang pisang. Buku ini juga akan sangat membantu bagi para pebisnis pisang, pegawai Dinas Pertanian, dan masyarakat umum yang ingin mengetahui tentang perpisangan di Bali.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bupati Gianyar dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar atas pendanaan dalam kerjasama. Terima kasih juga disampaikan kapada teman sejawat dan berbagai pihak yang ikut mendorong terwujudnya tulisan ini. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca budiman, khususnya bagi pembaca yang tertarik untuk memperdalam tentang pisang.
Denpasar, Oktober 2018
Penulis
v
DAFTAR ISI
PRAKATA ii DAFTAR ISI iv BAB I. ASAL-USUL, PENYEBARAN, DAN
PENGELOMPOKAN JENIS PISANG 1 1.1. Asal-Usul dan Penyebaran Pisang ............................ 1 1.2. Pengelompokan Jenis Pisang ................................... 7 BAB II. KANDUNGAN NUTRISI DAN
MANFAAT PISANG 25 2.1. Kandungan Nutrisi Buah Pisang ............................. 25 2.2. Manfaat Pisang ....................................................... 28 BAB III. BOTANI DAN MORFOLOGI
TANAMAN PISANG 41 3.1. Botani Tanaman Pisang ................................... 41 3.2. Morfologi Tanaman Pisang............................... 42 3.3. Morfologi Koleksi Pisang Gianyar ..................... 48
3.3.1. Pisang Ambon Kuning ...................... 48 3.3.2. Pisang Ambon Hijau ......................... 49 3.3.3. Pisang Ambon Buluh ........................ 51 3.3.4. Pisang Ambon Kate .......................... 52 3.3.5. Pisang Andong/Temaga ................... 53
vi
3.3.6. Pisang Bali ....................................... 54 3.3.7. Pisang Buah ..................................... 55 3.3.8. Pisang Bunga ................................... 56 3.3.9. Pisang Dak Nangka .......................... 57 3.3.10. Pisang Dak Raja............................... 58 3.3.11. Pisang Dak Landa ............................ 59 3.3.12. Pisang Dak Kusyia ........................... 60 3.3.13. Pisang Gancan/Jari Buaya ............... 61 3.3.14. Pisang Gelabig/Kapal ....................... 62 3.3.15. Pisang Gunting ................................. 63 3.3.16. Pisang Mas Gading .......................... 64 3.3.17. Pisang Mas Sasih............................. 65 3.3.18. Pisang Gadis .................................... 66 3.3.19. Pisang Cavendish ............................ 67 3.3.20. Pisang Cavendish Hijau ................... 68 3.3.21. Pisang Kayu ..................................... 69 3.3.22. Pisang Keladi ................................... 70 3.3.23. Pisang Kepok .................................. 71 3.3.24. Pisang Kepok Tanpa Jantung........... 72 3.3.25. Pisang Ketip Sari .............................. 73 3.3.26. Pisang Ketip Tulang ......................... 74 3.3.27. Pisang Ketip Kereta .......................... 75 3.3.28. Pisang Ketip Palembang .................. 76 3.3.29. Pisang Batu/Klutuk ........................... 77 3.3.30. Pisang Lutung .................................. 78 3.3.31. Pisang Mas Sasih/Muli ..................... 79 3.3.32. Pisang Mas Gading .......................... 80 3.3.33. Pisang Mas Bali ............................... 81 3.3.34. Pisang Mas Kate .............................. 82 3.3.35. Pisang Merah ................................... 83 3.3.36. Pisang Padi ...................................... 84 3.3.37. Pisang Poh/Mangga ......................... 85 3.3.38. Pisang Raja Bulu .............................. 86 3.3.39. Pisang Raja Molo ............................. 87 3.3.40. Pisang Santan/Siam ......................... 88 3.3.41. Pisang Susu ..................................... 89 3.3.42. Pisang Susu Madu ........................... 90 3.3.43. Pisang Saba ..................................... 91 3.3.44. Pisang Seribu/Sewu ......................... 92 3.3.45. Pisang Tanduk/Glayung ................... 93 3.3.46. Pisang Terigu ................................... 94
vii
BAB IV. HAMA DAN PENYAKIT-PENYAKIT PENTING
PADA TANAMAN PISANG DI BALI 95 4.1. Pendahuluan ........................................................... 95 4.2. Penyakit-penyakit Penting ....................................... 96
4.2.1. Penyakit Layu Pisang ............................. 96 4.2.2. Penyakit Bercak Daun Sigatoga ........... 107 4.2.3. Penyakit Antraknosa............................. 109 4.2.4. Penyakit Cordona ................................. 112 4.2.5. Penyakit Virus Kerdil (Bunchy Top) ...... 114
4.3.Hama-hama Penting .............................................. 118 4.3.1. Penggulung Daun Pisang ..................... 118 4.3.2. Penggerek Batang dan Bongkol Pisang 121 4.3.3. Hama Penyerang Buah Pisang ............ 123
BAB V. TINJAUAN ASPEK EKONOMI
PISANG DI BALI 127 5.1. Keududukan Pisang dalam Perekonomian ............ 127 5.2. Analisis Peluang Usaha Budidaya Pisang ............. 132 PUSTAKA 141 BIODATA PENULIS 145
1
BAB I ASAL-USUL, PENYEBARAN, DAN PENGELOMPOKAN JENIS PISANG
1.1. Asal-Usul dan Penyebaran Pisang
Selama ini hampir seluruh lapisan masyarakat
sangat familiar tentang bentuk, warna dan rasa dari buah
pisang, tetapi ketika ditanya sejarah asal-usul dan
penyebarannya dapat dipastikan tidak banyak yang
mengetahui bagaimana buah yang sangat populer di
dunia dan menjadi salah satu buah yang paling banyak
dikonsumsi diseluruh dunia bisa tersebar seperti
sekarang.
Berdasarkan hasil rangkuman dari berbagai
pustaka, buah pisang diperkirakan asal mulanya dari
kawasan hutan di Asia Tenggara. Sejarah penyebarannya
cukup panjang mulai dari Asia tenggara sampai ke Eropa,
2
Amerika, dan seluruh bagian dunia lainnya hingga
akhirnya menjadi buah yang paling populer di dunia
(Dodds dan Simmonds,1948). Tanaman pisang
berdasarkan pendapat para ahli merupakan tanaman
yang pertama di budidayakan, bahkan sebelum tanaman
padi. Pembudidayaannya diyakini dilakukan pertama kali
di dataran Papua Nugini, berdasarkan bukti tertulis yang
ditemukan pada tulisan Buddhis Pali dari abad ke-6 SM,
dimana buah pisang ketika itu sudah mencapai India.
Pisang yang ada sekarang diduga merupakan hasil
persilangan alami dari pisang liar dan telah mengalami
domestikasi sebagai tanaman budidaya (Liu et al., 2010).
Berbagai literatur lain menyebutkan pusat keaneka-
ragaman tanaman pisang berada di kawasan Asia
Tenggara, dimana daerah asal tanaman pisang adalah
dari India, jazirah Malaya, dan Filipina. Penyebaran dari
daerah asal ke berbagai wilayah negara di dunia terjadi
mulai tahun 1000 sebelum masehi. Penyebaran
kewilayah timur antara lain melalui Samudera Pasifik dan
Hawai, sedangkan penyebaran ke wilayah barat melalui
Samudera Hindia, Afrika, dan pantai timur Amerika.
Pisang adalah tanaman buah paling popular dan
tergolong sangat penting di seluruh dunia, terutama di
kalangan masyarakat pedesaan. Wilayah Indo-Malesia
dianggap sebagai tanah air pisang, baik spesies liar
maupun kultivar. Melalui proses-proses domestikasi,
seleksi dan budidaya, pisang menyebar ke seluruh dunia
3
baik di daerah tropis maupun subtropis (Espino et al.,
1992; Kennedy, 2009). Menurut De Langhe et al. (2009)
dan Li et al. (2013) bukti arkeologi dan biomolekuler
menunjukkan bahwa pisang mulai
didomestikasi/dijinakkan di Asia Tenggara setidaknya
sejak 5000 tahun yang lalu.
Menurut Rukmana (1999), sekitar tahun 500, orang-
orang Indonesia berjasa menyebarkan tanaman pisang
ke pulau Madagaskar. Pada tahun 650, pahlawan-
pahlawan Islam di negara Arab telah menyebarkan
tanaman pisang di sekitar laut tengah. Inventarisasi
plasma nutfah pisang di Indonesia dimulai pada abad
XVIII. Dalam buku yang berjudul Herbarium Amboninese
karangan Rumphius yang diterbitkan tahun 1750, telah
dikenal beberapa jenis pisang hutan dan pisang budidaya
yang terdapat di Kepulauan Maluku. Disebutkan pula
bahwa pengembangan budidaya tanaman pisang di
Indonesia pada mulanya terpusat di daerah Banyuwangi,
Palembang, dan beberapa daerah di Jawa Barat.
Pembudidayaan pisang diduga berawal dari
pembudidayaan kultivar kelompok genom diploid AA, BB,
dan AB. Berdasarkan bukti data biologi molekuler,
arkeologi, dan linguistik, diperkirakan pembudidayaan
kultivar pisang dari kelompok genom AA, BB dan AB
terjadi melalui tiga jalur kontak secara bertahap, yaitu
jalur Selatan melalui kontak antara M.
acuminata ssp. banksii dari Papua dan M.
4
acuminata ssp. zebrina dari Jawa; jalur Timur melalui
kontak antara M. acuminata ssp. errans dan M.
balbisiana dari Filipina dan M. acuminata ssp. banksii dari
Papua, dan jalur Utara melalui kontak antara M.
acuminata ssp. errans dan M. balbisiana dari Filipina
dan M. acuminata ssp. microcarpa dari Kalimantan
serta M. acuminata sub-spesies lainnya di Asia Tenggara
kontinental. Pembudidayaan melalui jalur Selatan
didukung oleh sebaran geografik nama lokal pisang yang
berasal dari akar kata “muku” di kawasan Wallacea
bagian Selatan (Papua Nugini dan Papua bagian Selatan,
Maluku bagian Selatan, NTT, dan NTB). Pembudidayaan
melalui jalur Timur didukung oleh sebaran nama lokal
pisang yang berasal dari akar kata “qaRutay” di kawasan
Filipina dan Papua. Sedangkan pembudidayaan melalui
jalur Utara didukung oleh sebaran geografik nama lokal
pisang yang berasal dari akar kata “baRat” di kawasan
Filipina dan Kalimantan bagian Utara. Disebutkan pula
bahwa pembudidayaan kultivar pisang triploid AAA, AAB,
dan ABB diduga terjadi beriringan dengan
pembudidayaan kultivar diploid AA, BB, dan AB, terutama
dengan melibatkan M. balbisiana dari Filipina sebagai
tetua (Nasution, 1991) .
Tanaman pisang terdapat di daerah beriklim tropik,
yaitu antara 300 LU dan 300 LS dan sebagian besar
terdapat di antara 200 LU dan 200 LS. Secara umum
pisang dapat tumbuh di seluruh kawasan Indonesia.
5
Namun, persebaran tanaman pisang sangat dipengaruhi
oleh kecocokan syarat tumbuh dari tanaman itu sendiri,
seperti curah hujan, suhu, cahaya, angin, kesuburan
tanah, dan lain-lain.
Curah hujan optimal adalah 2000–3000 mm/tahun
dengan 2 bulan kering. Variasi curah hujan harus
diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah tidak
tergenang. Tanaman pisang tumbuh baik pada iklim tropik
yang lembab dengan curah hujan di atas 75 mm per
bulan (Suhardiman, 1997). Kedalaman air tanah yang
sesuai untuk pisang yang ditanam pada daerah beriklim
biasa adalah 50-200 cm di bawah permukaan tanah
(Satuhu dan Supriyadi, 2010).
Untuk suhu, pisang tumbuh dengan baik pada
kisaran suhu harian antara 25-38 °C, dengan suhu
optimum sekitar 27 °C dan suhu maksimum 38 °C
(Cahyono, 2002). Suhu rata-rata berkisar antara 15-38 oC
dengan suhu optimum 27 oC. Tanaman pisang
menghendaki cahaya penuh untuk pertumbuhan yang
optimum (Nakasone dan Paull, 2010). Kebanyakan
pisang tumbuh dengan baik pada lahan yang terbuka,
tetapi jika memperoleh penyinaran yang berlebihan maka
akan menyebabkannya terbakar oleh sinar matahari (sun-
burn) (Rukmana, 1999). Panjang gelombang cahaya yang
digunakan tumbuhan untuk melakukan fotosintesis
berkisar antara 400-760 µm. Besarnya absorbsi tanaman
terhadap panjang gelombang cahaya berbeda-beda
6
tergantung pada klorofil yang terdapat dalam tumbuhan
tersebut.
Faktor angin juga mempengaruhi pertumbuhan
tanaman pisang. Angin yang bertiup kencang dapat
mengganggu pertumbuhan pisang, karena dapat
menyebabkan daun pisang menjadi sobek. Daun pisang
yang sobek ini dapat mengganggu proses fotosintesis.
Selain itu, angin dengan kecepatan lebih dari 4 m/detik
dapat merobohkan pohon pisang, terutama pisang yang
sedang berbuah sehingga diperlukan penyangga agar
tidak roboh dan tanaman pelindung untuk menghindari
angin (Cahyono, 2002).
Tanah yang baik untuk pisang adalah tanah yang
kering tetapi memiliki kapasitas air yang baik (Maharani,
2008). Kesuburan tanah sangat berperan penting bagi
tanaman pisang karena menyediakan berbagai macam
mineral yang dibutuhkan. Namun tanah juga dapat
menjadi salah satu faktor pembatas bagi tanaman. Tanah
yang subur akan berpengaruh baik pada besar dan
panjangnya tandan pisang, sedangkan tanah yang tidak
subur akan mengakibatkan tandan pisang kecil dan
pendek (Satuhu dan Supriyadi, 2008). Tanaman pisang
menghendaki tanah yang gembur dan memiliki dainase
yang baik. Jenis tanah yang baik yaitu jenis tanah alluvial.
Kandungan bahan organik tinggi serta memiliki pH
berkisar antara 5,8 - 6,5 (Nakasone dan Paull, 2010).
Kedalaman tanah tidak kurang dari 60 cm, artinya sampai
7
kedalaman tersebut tidak ada cadas maupun bebatuan.
Tanah liat berat dan tanah berstruktur padat dengan
permeabilitas rendah tergolong kurang baik untuk
pertumbuhan tanaman pisang (Suhardiman, 1997).
1.2. Pengelompokan Jenis Pisang
Sumber daya genetik (SDG) atau sering disebut
dengan plasma nutfah adalah bahan tanaman, hewan,
atau jasad renik, yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Terkait dengan pengertian tersebut, sumber
daya genetik ada yang telah diwujudkan dalam
pemanfaatan, ada juga yang masih pada taraf potensi
yaitu yang belum diketahui manfaatnya.
SDG tanaman memiliki arti yang sangat penting
dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan
kelestarian lingkungan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pada tanaman, sumber daya genetik
terdapat dalam biji, jaringan, bagian lain tanaman, serta
tanaman muda dan dewasa. Dari sejumlah SDG tanaman
yang ada, sebagian telah dimanfaatkan secara intensif
sebagai bahan pangan, sandang dan papan, tetapi
sejumlah species tanaman lainnya belum dimanfaatkan
padahal memiliki potensi dalam mendukung program
pemuliaan tanaman. Pemanfaatan lahan yang kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan, perubahan iklim
8
global (global climate change), dan bencana alam
merupakan isu penting yang memiliki potensi dapat
mengancam ketersediaan SDG dan memacu terjadnya
erosi genetik terhadap SDG tanaman yang ada. Untuk itu,
SDG tanaman perlu dilestarikan agar dapat tersedia
secara berkelanjutan dalam mendukung ketersediaan dan
ketahanan pangan, dapat dilakukan melalui serangkaian
kegiatan inventarisasi dan dokumentasi data SDG,
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan koleksi dan
konservasi (pemeliharaan), baik secara in situ (di lokasi
tumbuhnya) maupun ex situ (di luar lokasi aslinya).
Pisang sebagai buah tropis merupakan komoditi
pangan keempat terpenting di dunia setelah beras, susu,
dan gandum (Edison dan Hermanto, 2016). Di Indonesia,
pisang merupakan komoditi dengan luas tanam, produksi,
dan konsumsi paling tinggi di antara buah-buahan
lainnya. Survai yang dilakukan di sentra-sentra produksi
pisang menunjukkan bahwa pisang menyumbang 11–
25% dari total pendapatan keluarga (Hermanto et al.
2009). Konsumsi pisang masyarakat Indonesia mencapai
14,21 kg per kapita per tahun atau berkontribusi hampir
30% bagi konsumsi buah Indonesia yang baru mencapai
50 kg per kapita per tahun. Volume konsumsi ini masih
jauh dari rerata konsumsi pisang dunia sebesar 31,51 kg
per kapita per tahun (Edison dan Hermanto, 2016).
Tanaman pisang secara umum dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu: (1) pisang yang buahnya
9
enak dimakan (Musa paradisiaca Linn), (2) pisang
hutan atau pisang liar atau pisang yang dijadikan
sebagai tanaman hias misalnya pisang lilin (Musa
zebrina Van Hautte) dan pisang pisangan (Heliconia
indica Lamk), dan (3) pisang yang diambil pelepahnya
sebagai bahan serat seperti pisang manila atau disebut
pisang abaka (Musa textilis Nee) (Nasution dan
Yamada, 2001). Untuk kasus di Bali, jenis-jenis pisang
dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu 3
golongan seperti di atas, ditambah satu golongan lagi
yang ke-4, yaitu pisang yang diambil daunnya sebagai
bahan pembungkus makanan, alas banten upakara,
atau bahan pembungkus lainnya, misalnya pisang batu.
Indonesia yang merupakan bagian dari daerah
pusat asal usul dan keragaman pisang, memiliki tingkat
keragaman dan endemisitas pisang yang tinggi baik untuk
pisang liar maupun pisang kultivar/budidaya. Pisang liar
adalah pisang yang pada umumnya ditemukan tumbuh
liar di alam, mempunyai banyak biji, dan bersifat diploid.
Sedangkan pisang budidaya pada umumnya tumbuh di
pekarangan, bijinya sedikit, dan bersifat triploid atau
kadang diploid. Jenis pisang budidaya merupakan jenis
pisang yang sering kita manfaatkan, sedangkan pisang
liar tidak banyak dimanfaatkan secara ekonomi padahal
mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembang-
kan.
10
Dalam kaitan penyebutan pisang liar dan pisang
budidaya, dalam lingkup pertanian sering kali terjadi
ketidakjelasan antara penggunaan istilah varietas dan
kultivar. Tjitrosoepomo (1993) sebagai ahli taksonomi
menyarankan agar menggunakan istilah kultivar yang
khusus diterapkan untuk tanaman budidaya. Istilah
kultivar tercantum pada pasal 10 tentang Kode
Internasional Tanaman Budidaya tahun 1969, bahwa: 1)
satu kultivar adalah satu atau beberapa klon yang sangat
mirip, klon merupakan kumpulan individu yang secara
genetik seragam dan diperoleh dari satu individu tunggal
dengan perkembangbikan aseksual; 2) suatu kultivar
adalah satu atau lebih garis keturunan yang mirip, hasil
pembuahan sendiri atau pembastaran normal; 3) suatu
kultivar adalah hasil perkawinan silang dari individu-
individu yang menunjukkan perbedaan genetik atau
mempunyai satu atau lebih sifat yang dapat dibedakan
dari kultivar lain; dan 4) suatu kultivar adalah kumpulan
individu hasil persilangan.
Pisang yang dimanfaatkan buahnya sekarang
diduga merupakan hasil persilangan alami dari pisang
liar, kemudian dilakukan seleksi dan domestikasi yang
akhirnya menjadi tanaman budidaya (Ashari, 2004). Para
ahli botani menyebutkan bahwa daerah asal tanaman
pisang adalah India, jazirah Malaya, dan Filipina. Dalam
perkembangan peradaban manusia, istilah nama pisang
juga dipakai untuk sejumlah jenis tumbuhan yang tidak
11
menghasilkan buah konsumsi, seperti pisang abaka untuk
industri tekstil serta pisang hias dan pisang kipas untuk
tanaman hias.
Berdasarkan ciri umum yang mudah dikenali, jenis
tanaman pisang yang selama ini dikenal oleh masyarakat
dapat kategorikan menjadi tiga kelompok yaitu Musa
acuminata, Musa balbisiana dan hasil persilangan alami
maupun buatan antara Musa acuminata dan Musa
balbisiana. Adapun perbedaan dari ketiga kelompok
tanaman pisang tersebut menurut Suhardiman (1997)
adalah sebagai berikut.
1. Musa acuminata. Jenis tanaman pisang yang masuk
kelompok Musa acuminata memiliki ciri umum yang
mudah dikenali yaitu buahnya tidak berbiji, batang
semunya memiliki banyak bercak melebar kecoklatan
atau kehitaman, saluran pelepah daunnya membuka,
tangkai daun ditutupi lapisan lilin, tangkai buah
pendek, kelopak bunga melengkung ke arah bahu
setelah membuka, bentuk daun bunga meruncing
seperti tombak, dan warna bunga jantan putih krem.
Musa acuminata disandikan atau diberi kode AA,
sedangkan untuk triploid disandikan AAA. Contoh
kultivar pisang yang termasuk dalam kelompok pisang
ini adalah pisang Ambon (AAA), Barangan (AAA), dan
Mas (AA). Jenis pisang liar Musa acuminatae banyak
mengandung biji yang berwarna hitam dalam buahnya,
misalnya Musa acuminata ssp.
12
2. Musa balbisiana. Jenis tanaman pisang yang masuk
kelompok Musa balbisiana memiliki ciri umum yang
mudah dikenali yaitu mengandung banyak biji dalAm
buahnya, pada batang semu bercak melebar sangat
jarang dan tidak tampak jelas, saluran pelepah
daunnya menutup, tangkai buah panjang, bentuk daun
bunga membulat agak meruncing, ujung daun bunga
membulat, kelopak bunga tidak melengkung ke arah
punggung setelah membuka, warna bunga jantan
bersemu pink bervariasi, dan tangkai buah tidak
berbulu. Contoh dari jenis ini yang cukup populer di
masyarakat diantaranya adalah pisang Kluthuk. Musa
balbisiana disandikan dengan genom B, dan
dibedakan menjadi BB yang diploid, BBB yang triploid
dan BBBB tetraploid.
3. Persilangan Musa acuminata dengan Musa balbisiana. Hasil persilangan alami maupun buatan
dari kedua jenis pisang ini memiliki ciri umum
gabungan dari Musa acuminatae dan Musa balbisiana
atau bisa disebut Musa paradisiaca. Karena
merupakan pisang persilangan maka ciri yang mudah
dikenali dari Musa paradisiaca adalah terdapat ciri dari
Musa acuminata dan Musa balbisiana. Kelompok
pisang jenis ini biasanya dimanfaatkan sebagai pisang
yang dikonsumsi segar dan pisang olahan. Kultivar
pisang yang dapat langsung dikonsumsi segar
misalnya pisang Raja Sere (AAB), sedangkan yang
13
termasuk pisang olahan misalnya pisang Nangka
(AAB), Kepok (AAB) atau Siam. Jenis pisang olahan
yang secara internasional dikelompokkan dalam
plantain adalah yang termasuk dalam genom AAB
mempunyai bentuk buah yang ramping, tidak
beraturan dan rasanya agak renyah. Pisang yang
termasuk dalam kelompok ini adalah pisang Tanduk
(Edison et al., 2002).
Pengelompokan dan tata nama pisang kultivar
menurut Valmayor et al. (2000) adalah terdiri atas nama
spesies diikuti dalam kurung oleh kombinasi huruf yang
menyatakan ploidi dan set genom yang disumbangkan
oleh kedua tetua spesies liarnya kemudian diikuti oleh
nama kelompok kultivar dan/atau nama kultivarnya.
Penentuan tingkat ploidi dan komposisi genom pada
pisang kultivar dilakukan dengan metode skoring
berdasarkan karakter morfologi atau ekspresi fenotipe
Musa acuminata (donor genom A) dan Musa balbisiana
(donor genom B) yang terdiri atas 15 karakter pembeda
dengan taraf skor 1 – 5 (Gambar 1, Tabel 1). Identifikasi
kelompok genom digolongkan berdasarkan nilai skor total
karakter pada kartu skor (Tabel 2). Selain secara
morfologi, metode untuk mengidentifikasi tingkat ploidi
dan komposisi genom pada pisang dengan ketepatan
yang lebih akurat dapat dilakukan secara molekular
dengan berbagai teknik.
14
Cara Perhitungan Metode Skoring menurut
Simmonds dan Shepherd (1955) dan Valmayor et al.
(2000) adalah sebagai berikut :
a. Setiap karakter diberi skor 1 bila benar-benar
menunjukkan karakter Musa acuminata dan skor 5 bila
benar-benar menunjukkan karakterMusa balbisiana.
b. Karakter diantaranya diberi skor 2, 3 atau 4,
tergantung pada kemiripan yang lebih kepada Musa
acuminata (skor 2), benar-benar diantara keduanya
(skor 3), atau lebih kepadaMusa balbisiana (skor 4).
Gambar 1.1. Karakter pembeda penting pada pisang kultivar
(Valmayor et al., 2000).
15
Tabel 1.1. Karakter pembeda dalam skoring taksonomi
pisang kultivar
No Karakter Musa acuminata
Musa Balbisiana
1. Warna batang semu
Mempunyai banyak bercak melebar berwarna kecoklatan atau hitam
Bercak melebar sangat jarang dan/atau tidak tampak dengan jelas
2. Bentuk tepi saluran tangkai daun
Tepi tangkai daun tegak dan membuka, bersayap, tidak saling bertemu (tidak mengatup)
Tepi tangkai daun menutup, tidak bersayap, saling bertemu (saling mengatup)
3. Tangkai tandan
Umumnya ditutupi lapisan lilin atau rambut halus
Licin, tidak ditutupi lapisan lilin atau rambut halus
4. Tangkai buah
Pendek Panjang
5. Susunan lembaga buah
Dua baris teratur dalam setiap lokus
Empat baris tidak teratur dalam setiap lokus
6. Bahu braktea Biasanya tinggi (rasio ≥ 0,28)
Biasanya rendah (rasio ≤ 0,30)
7. Gulungan braktea
Kelopak bunga menggulung ke arah punggung setelah membuka
Kelopak bunga tidak menggulung ke arah punggung setelah membuka
8. Bentuk braktea
Berbentuk seperti ujung tombak, meruncing dari arah bahu
Berbentuk bulat agak meruncing, tidak meruncing tajam dari arah bahu
9. Ujung braktea
Meruncing tajam Tumpul/membulat
10. Warna braktea
Merah, ungu kusam atau kuning di
Ungu kecoklatan di permukaan luar; merah menyala
16
No Karakter Musa acuminata
Musa Balbisiana
permukaan luar; pink, ungu kusam atau kuning di permukaan dalam
di permukaan dalam
11. Pemucatan warna pada permukaan braktea
Warna permukaan dalam kelopak bunga memucat menguning ke arah pangkal
Warna permukaan dalam kelopak bunga tidak memucat/seragam ke arah pangkal
12. Bekas duduk braktea
Tampak nyata Tidak tampak nyata
13. Kelopak bebas bunga jantan
Bergerigi kasar sampai halus di bawah ujung
Jarang bergerigi di bawah ujung
14. Warna bunga jantan
Putih krem Bersemu merah muda
15. Warna kepala putik
Oranye atau kuning cerah
Krem, kuning pucat atau merah muda kusam
Sumber: Valmayor et al. (2000).
c. Genom pisang Musa acuminata dilambangkan dengan
huruf A dan genom pisang Musa balbisiana
dilambangkan dengan huruf B.
d. Skor yang diperoleh dari 15 karakter tersebut
kemudian dijumlahkan dan digunakan untuk
menentukan genom kultivar pisang dengan ketentuan
seperti pada Tabel 2 berikut.
17
Tabel 1.2. Pengelompokan pisang kultivar berdasarkan skor total
No Kelompok
Genom Total Skor
Contoh Pisang Kultivar di Indonesia
1. AA/AAA 15-25 Pisang Mas, Berlin, Ambon, Lumut
2. AAB 26-46 Pisang Raja
3. AB/ AABB 47-49 -
4. ABB 59-63 Pisang Kepok
5. ABBB 67-69 -
6. BB/BBB 70-75 Pisang Klutuk Sumber: Simmonds dan Shepherd (1955) dan Valmayor
et al. (2000).
Penggolongan pisang kultivar atau pisang yang
dibudidayakan berdasarkan sifat buah dan
pemanfaatannya menurut Rukmana (1999) dapat
dibedakan menjadi tujuh kelompok sebagai berikut.
1. Kelompok Pisang Ambon. Kelompok pisang Ambon
memiliki ciri-ciri atau karaktersitik:
1. Tinggi pohon 2,5 - 3 m dengan lingkar batang 0,4 -
0,6 m berwarna hijau dengan bercak kehitaman.
2. Panjang daun 2,1 - 3 m dengan lebar 40 - 65 cm
dan kadang-kadang berlapis lilin tipis.
3. Panjang tandan buah 40 - 60 cm merunduk dan
berbulu halus.
4. Jantung berbentuk bulat telur, kelopak berwarna
ungu sebelah luar dan merah jambu sebelah dalam
18
5. Sisir buah berjumlah 7 - 10 sisir dan tiap sisir terdiri
atas 10 - 16 buah (uler).
6. Buah berbentuk silinder, sedikit melengkung,
panjang, tidak berbiji, dan kulit buah agak tebal
(2,4 - 3 mm).
7. Warna daging buah putih atau putih kekuning-
kuningan, rasanya manis, lunak sampai agak keras
dan beraroma.
8. Berbunga pada umur 11 - 12 bulan dan masak 4 -
5 bulan setelah berbunga.
9. Contoh dari kelompok pisang Ambon antara lain
Ambon Kuning, Ambon Hijau, Ambon Lumut, dan
Ambon Cavendish.
2. Kelompok Pisang Raja. Kelompok pisang ini
umumnya dikonsumsi segar dengan karakteristik
morfologi:
1. Buah mirip dengan pisang Ambon tetapi kulit lebih
tebal. Warna buah beraneka macam, ada yang
kuning muda, kuning tua dan merah daging.
2. Tinggi pohon mencapai 2,6 - 3 m dengan lingkar
batang 0,4 - 0,5 m (kecuali pisang Raja Sereh),
berwarna hijau dengan bercak coklat kehitaman.
3. Daun berwarna hijau, panjang daun 2,4 - 2,8 m,
dan lebar 40 - 60 cm.
4. Tandan buah mencapai panjang 40 - 60 cm,
merunduk, berbulu halus.
19
5. Jantung berbentuk telur, kelopak luar berwarna
ungu dan sebelah dalam merah.
6. Sisir buah berjumlah 6 - 8 sisir dan tiap sisir
berjumlah 12 - 13 buah.
7. Buah berbentuk silinder, berkulit agak tebal (3
mm) dengan ujung runcing bulat atau bersegi
empat.
8. Daging buah berwarna putih kekuningan, kuning
muda atau kemerah-merahan, tidak berbiji, rasa
agak manis sampai manis, agak keras, dan
kurang beraroma.
9. Berbunga pada umur 14 bulan sejak tanam dan
masak sekitar 150 - 160 hari setelah berbunga.
10. Contoh dari kelompok pisang Raja adalah pisang
Raja Bulu dan Raja Sereh.
3. Kelompok Pisang Mas. Kelompok pisang ini memiliki
karakteristik atau ciri-ciri umum morfologi seperti
berikut.
1. Tinggi pohon 2 m, lingkar batang pohon 20 - 28 cm
dengan bercak coklat tua kemerah-merahan.
2. Panjang daun 90 - 110 cm, lebar 20 - 27 cm dan
berwarna hijau.
3. Tandan buah mencapai panjang 20 - 30 cm,
merunduk, dan berbulu halus.
4. Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar
berwarna ungu dan sebelah dalam berwarna
merah.
20
5. Tandan buah berjumlah 4 - 6 sisir dan tiap sisir
berjumlah 6 - 8 buah.
6. Buah berbentuk silinder, ujung runcing dengan
panjang 9 - 10 cm, buah tidak berbiji, dan kulit
buah tipis (1 mm) berwarna kuning keemasan.
7. Daging buah krem, rasa manis sampai agak kesat,
dan kurang beraroma.
8. Mulai berbunga pada umur 12 bulan sejak tanam
dan buah masak sekitar 3,5 bulan setelah
berbunga.
9. Contoh dari kelompok pisang Mas adalah pisang
Susu, pisang Muli dan pisang Seribu.
4. Kelompok Pisang Kepok. Karakteristik morfologi
kelompok pisang Kepok adalah sebagai berikut.
1. Tinggi pohon 3 m, lingkar batang pohon 40 - 50
cm, berwarna hijau dengan sedikit atau tanpa
coklat kehitaman.
2. Panjang daun 180 cm, lebar 50 - 60 cm dan
berlapis lilin pada permukaan sebelah bawah.
3. Tandan buah mencapai panjang 30 - 60 cm,
merunduk, dan tidak berbulu halus.
4. Jantung berbentuk bulat telur, agak melebar,
kelopak luar berwarna ungu dan sebelah dalam
berwarna merah.
5. Sisir buah dalam tandan berjumlah 5 - 9 sisir, tiap
sisir berjumlah 10 - 14 buah, berpenampang segi
tiga atau segi empat atau bulat.
21
6. Daging buah putih kekuning-kuningan sampai putih
keungu-unguan, rasa kurang lunak dengan tekstur
yang agak berkapur (kecuali pisang Siem).
7. Contoh dari kelompok pisang kepok adalah pisang
Kepok Kuning, Saba, Siem, dan pisang Kates.
5. Kelompok Pisang Tanduk. Kelompok pisang Tanduk
memiliki Karakteristik morfologi seperti berikut.
1. Tinggi pohon 3 m, lingkar batang 63 - 69 cm,
batang berwarna coklat muda dengan bagian atas
berwarna merah jambu.
2. Panjang daun 190 - 210 cm, lebar 70 - 85 cm, dan
tangkai daun berwarna merah muda.
3. Tandan buah mencapai panjang 50 - 60 cm dan
bersifat merunduk.
4. Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar
berwarna ungu dan sebelah dalam berwarna
merah.
5. Sisir buah dalam tandan berjumlah 1 - 5 sisir, tiap
sisir berjumlah 10 - 12 buah, berpenampang segi
tiga atau segi empat atau bulat berbentuk silinder,
panjang 23 - 28 cm, dan berkulit tebal.
6. Daging buah putih atau kekuning-kuningan, rasa
tidak manis sampai agak masam.
7. Contoh dari kelompok pisang Tanduk adalah
pisang Agung dan pisang Gelabig.
22
6. Kelompok Pisang Uli. Kelompok pisang Uli ini
memiliki karakteristik morfologi seperti berikut.
1. Tinggi pohon 2 - 2,5 m, lingkar batang 25 - 35 cm,
dan batang berwarna hijau pucat atau kemerah-
merahan.
2. Panjang daun 180 - 200 cm, berwarna hijau
dengan tangkai daun kadang-kadang merah muda.
3. Tandan buah mencapai panjang 1,5 - 1,7 m,
merunduk, dan berbulu halus.
4. Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar
berwarna ungu dan sebelah dalam berwarna
merah.
5. Sisir buah dalam satu tandan berjumlah 4 - 8 sisir,
buah kecil dan langsing, panjang 10 cm, dan
berkulit tipis.
6. Daging buah krem atau putih kekuning-kuningan,
rasa manis sampai agak kesat, kurang beraroma,
dan agak lembek.
7. Contoh dari kelompok pisang Uli adalah pisang Uli,
pisang Gancan, dan pisang Kayu.
7. Kelompok Pisang Klutuk. Karakteristik morfologi
kelompok pisang Klutuk adalah sebagai berikut.
1. Tinggi pohon 3 m, lingkar batang 60 - 70 cm,
batang berwarna hijau dengan atau tanpa bercak
coklat kehitaman.
2. Panjang daun 60 - 200 cm, kadang-kadang
berlapis lilin dan sulit sobek.
23
3. Tandan buah mencapai panjang 80 - 100 cm.
4. Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar
berwarna ungu dan sebelah dalam berwarna
merah.
5. Sisir buah dalam satu tandan berjumlah 5 - 7 sisir,
tiap sisir berjumlah 12 - 18 buah yang tersusun
rapat, berpenampang segi tiga atau segi empat,
dan berkulit tebal.
6. Buah mengandung banyak biji, daging buah putih
atau kekuning-kuningan, rasa kurang manis, dan
tekstur agak kasar.
7. Contoh dari kelompok pisang klutuk adalah pisang
Batu dan pisang Klutuk.
24
25
BAB II KANDUNGAN NUTRISI DAN MANFAAT PISANG
2.1. Kandungan Nutrisi Buah Pisang
Pisang merupakan buah yang sangat populer di
kalangan masyarakat Indonesia, selain karena mudah
didapat dan murah, buah ini juga banyak kandungan
nutrisinya. Pisang boleh dikatakan sebagai buah
dengan sumber gizi yang hampir sempurna karena
mengandung 6 nutrisi utama, yaitu air, gula, protein,
lemak, vitamin, dan mineral. Berkat tingginya nilai gizi
yang dikandungnya, maka pisang telah menjadi makanan
penting (pokok) bagi banyak orang di dunia.
Dalam pisang terkandung banyak serat dan
beberapa vitamin. Buah pisang mempunyai kandungan
26
gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang
cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang
lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium,
besi, fosfor dan kalsium, juga mengandung vitamin B, B6
dan C serta serotonin yang aktif sebagai neutransmitter
dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energi pisang rata-
rata 136 kalori untuk setiap 100 g. Bila dibandingkan
dengan jenis makanan lainnya, mineral pisang khususnya
besi dapat seluruhnya diserap oleh tubuh. Kandungan
nutrisi beberapa jenis pisang menurut Hapsari dan Lestari
(2016) seperti tabel 3 berikut.
Tabel 2.1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram buah pisang matang
Parameter Berlin
(AA) Ambon Hijau (AAA)
Raja (ABB)
Kepok (ABB)
Protein (g) 1,48 1,92 1,51 1,78
Lemak (g) 0,07 0,03 0,05 0,08
Air (g) 80,94 72,94 66,49 62,01
Abu (g) 0,79 0,78 0,82 0,89
Karbohidrat (g) 16,72 24,33 31,13 35,24
Total Gula (g) 12,12 15,91 20,82 17,03
Vitamin C (mg) 25,54 19,10 16,45 30,27
Kalium (mg) 375 275 350 365
Sumber: Hapsari dan Lestari (2016).
27
Hasil review dari beberapa literature, ditemukan
bahwa pisang mengandung 68% air, 25% gula, 2%
protein, 1% lemak dan minyak, dan 1% serat Selulosa.
Disamping itu, pisang juga mengandung pati dan asam
tanin, vitamin A (300 IU per seratus gram), vitamin B
dengan berbagai jenisnya; B1, B2, B 6, dan 12 (100 mg
per seratus gram), vitamin D, dan sedikit Vitamin Z.
pisang juga mengandung Kalsium (100 mg per seratus
gram), phosfor, besi, sodium, kalium (potassium),
magnesium, dan seng. Menurut Depkes RI (2016),
kandungan nilai gizi beberapa varietas pisang (per 100
gram) sperti pada tabel 4 berikut.
Tabel 2.2. Kandungan nilai gizi beberapa varietas pisang (per 100 gram)
Parameter Ambon Nangka Kepok Raja
Sereh Siam
Energi (Kal) 92 121 115 108 268
Protein (g) 1,0 1,0 1,2 1,3 4,3
Lemak (g) 0,3 0,1 0,4 0,3 12,6
Karbohidrat (g) 24,0 28,9 26,8 28,2 58,1
Kalsium (mg) 20 9 11 16 20,4
Fosfor (mg) 42 37 43 38 44,2
28
Parameter Ambon Nangka Kepok Raja
Sereh Siam
Besi (mg) 0,5 0,9 1,2 0,1 1,6
Vitamin A (RE) 0 - - - 17
Vitamin B (mg) 0,05 0,13 0,10 1,002 20,4
Vitamin C (mg) 3,0 3,4 2,0 2,0 0,01
Air (g) 73,8 68,9 70,7 69,3 62,0 Bagian yang dapat dimakan (%)
70 72 62 86 75
Sumber: Depkes RI (2016).
2.2. Manfaat Pisang
Pisang (Musa paradisiaca) yang dalam bahasa Bali
disebut biu, merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pisang tergolong
jenis tanaman yang mempunyai arti sangat penting dalam
kehidupan orang Bali, terutama untuk kegiatan upacara
agama dan pemanfaatan lain dalam kaitannya dengan
tradisi masyarakat Bali, disamping juga untuk mememuhi
kebutuhan sebagai bahan pangan (Lugrayasa, 2004).
Kebutuhan buah pisang di Bali sangat tinggi dan melebihi
kemampuan produksi petani Bali, sehingga untuk
menuckupi kebutuhan yang banyak tersebut, pisang
didatangkan dari luar Bali antara lain dari Lumajang dan
29
Banyuwangi (Suparyana, 2016). Kebutuhan pisang akan
meningkat terutama pada saat menjelang Hari Suci
Agama Hindu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
pisang dibudidayakan secara luas di Bali, baik sebagai
tanaman pekarangan dan tanaman sela di perkebunan,
maupun sebagai tanaman campuran atau diusuhakan
secara monokultur di lahan tegalan/lahan kering.
Tanaman pisang banyak digunakan untuk berbagai
keperluan dan sering disebut sebagai tanaman multiguna,
karena selain dimanfaatkan buahnya, bagian tanaman
lainnya juga dapat dimanfaatkan. Bunga pisang biasanya
dijadikan sebagai sayur, manisan, acar, maupun lalapan.
Daunnya yang muda dapat dimanfaatkan sebagai
pembungkus makanan sedangkan daun yang tua
digunakan sebagai pakan kambing, kerbau atau sapi dan
dapat juga dijadikan bahan pembuat kompos (Satuhu dan
Supriyadi, 2010).
Batang pisang dapat diolah menjadi serat untuk
bahan dasar pembuatan pakaian
atau kertas. Batang yang dipotong kecil dapat dijadikan
makanan ternak dan bahan pembuat kompos. Air dari
batang pisang dapat digunakan sebagai penawar racun
dan bahan baku dalam pengobatan tradisional (Satuhu
dan Supriyadi, 2010). Secara tradisional, air umbi batang
pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan
pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang
digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar
30
racun. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat
cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka.
Buah pisang kerap digunakan sebagai buah meja. Selain
itu buah pisang dapat diolah sebagai salai pisang, tepung
pisang, sari buah, sirup, keripik dan berbagai jenis olahan
kue. Buah pisang juga dapat digunakan sebagai obat
tradisional (Satuhu dan Supriyadi, 2010).
Menurut Kennedy (2009), tanaman pisang memiliki
banyak manfaat, diantaranya: 1) buah pisang dapat
dikonsumsi baik sebagai buah meja dan/atau diolah
terlebih dahulu menjadi berbagai jenis makanan; 2)
jantung pisang liar (Musa balbisiana) dan dari kultivar
kelompok genom ABB dapat dimakan sebagai sayur; (3)
tunas atau bonggol pisang muda sebagai pakan ternak;
(4) daun pisang muda sebagai pembungkus berbagai
macam makanan, sebagai obat, tapal untuk kulit
bengkak, dan lain-lain; 5) tangkai daun dan serat upih
daun yang kering digunakan sebagai pengikat, peneduh
dan pelindung bibit tanaman; 6) air yang keluar dari
pangkal batang untuk obat infeksi saluran kencing dan
menyuburkan rambut, dan getah batang sebagai bahan
pewarna, dan 7) tanaman dan buah pisang memegang
peran dalam berbagai upacara adat antara lain dalam
pernikahan, mendirikan rumah, kematian dan upacara
keagamaan.
Tanaman pisang sangat adaptif terhadap ling-
kungan terutama pada kondisi kekeringan sehingga
31
sangat berharga untuk program ketahanan pangan
khususnya di wilayah pedesaan (Suhartanto et al., 2008).
Pada perdagangan internasional, pisang berada di urutan
keempat dalam nilai bruto produksi tanaman pangan
penting dunia (Arias et al., 2003). Pisang dapat
dikonsumsi baik segar sebagai makanan penutup
maupun dimasak (Heyne, 1987; Onwuka et al., 2015).
Selain buahnya sebagai sumber makanan, bagian lain
tanaman pisang dari akar sampai daun dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Pisang juga berperan dalam
tradisi budaya di banyak negara Asia Tenggara (Espino et
al., 1992; Valmayor et al. 2000).
Pisang merupakan makanan pokok yang penting,
bahkan di Afrika termasuk sumber makanan keempat
setelah padi, gandum dan jagung (Honfo et al., 2011;
Fandika et al., 2014). Pisang juga merupakan komponen
penting sektor pangan dan ekonomi di banyak wilayah di
Indonesia. Apalagi di Bali, pisang juga berperan penting
dalam kegiatan budaya maupun dalam upacara
keagamaan (Lugrayasa 2004).
Pemanfaatan buah pisang oleh masyarakat Bali
dikelompokkan dalam 5 kategori utama, yaitu sebagai
pencuci mulut (dessert), diolah atau dimasak (for
cooking), digunakan sebagai sarana upacara adat,
budaya dan keagamaan (ceremony), sebagai bahan
hiasan dan bahan baku industri rumah tangga
(ornament), dan obat-obatan (medicine). Oleh karena
32
pemanfaatan pisang yang cukup tinggi bagi masyarakat
Hindu Bali, tidaklah berlebihan bila tanaman pisang di Bali
dianggap sebagai komdoditas stratetgis.
Di dunia trdapat ratusan spesies pisang yang
sebagian besar merupakan tumbuhan tropis, terutama di
daerah dataran rendah dengan suhu dan kelembaban
tinggi (Constantine, 2008). Di Indonesia sendiri terdapat
ratusan jenis/sub-spesies pisang, namun tidak semua
jenis pisang yang ada dapat diperoleh di pasaran. Dari
berbagai jenis pisang, terdapat dua jenis pisang yang
dapat dimakan dan dikelompokkan berdasarkan
penggunaannya. Pertama, pisang meja (banana) yang
umum disajikan sebagai buah segar, dan kedua, pisang
untuk olahan (plantain) yang hanya enak dimakan setelah
terlebih dahulu diolah menjadi berbagai produk makanan.
Menurut Prabawati et al. (2008), jenis pisang meja yang
terkenal antara lain pisang Ambon Kuning, Ambon Lumut,
Barangan, Emas, Raja Bulu dan Raja Sere, sedangkan
jenis pisang olahan antara lain pisang Kepok, Nangka,
Siem, Tanduk, dan pisang Uli. Disamping itu, terdapat
juga jenis pisang lainnya yaitu pisang yang dimanfaatkan
daunya karena buahnya banyak mangandung biji antara
lain pisang Batu dan pisang Klutuk, serta jenis pisang
yang diambil seratnya yaitu pisang Manila dan Abaca.
Tanaman pisang memiliki banyak kegunaan bagi
manusia untuk berbagai tujuan, mulai dari rhizome
(bonggol), batang, daun, buah, bunga sampai kulit
33
buahnya. Daging buah pisang digunakan sebagai
makanan, kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk
membuat cuka pisang dengan proses fermentasi, dan
bonggol pisang dapat dijadikan soda sebagai bahan baku
sabun dan pupuk kalium. Batangnya dapat digunakan
sebagai penghasil serat bahan baku kain dan makanan
ternak, daun pisang digunakan sebagai pembungkus
makanan tradisional. Air batang pisang dipercaya dapat
digunakan sebagai obat disentri, obat sakit kencing, dan
pendarahan usus besar. Bunga pisang yang juga disebut
jantung pisang, karena bentuknya seperti jantung dapat
dimanfaatkan untuk membuat sayur atau dapat pula
diolah menjadi manisan, dan acar. Daun pisang muda
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan sebagai
bahan pembungkus, daun yang tua setelah dicacah,
biasa digunakan untuk pakan ternak. Bonggol pisang
adalah umbi batang pisang, di beberapa daerah
dimanfaatkan untuk sayur dan olahan keripik. Buah
pisang selain dimanfaatkan sebagai sumber vitamin dan
mineral, sebagai buah segar, juga dapat di manfaatkan
menjadi produk olahan seperti kripik pisang, sale pisang,
pisang molen, kue pisang, pisang sale, tepung pisang,
jam, sari buah, buah dalam sirop, keripik, dan berbagai
jenis olahan kue moderen dan tradisional antara lain
cake, kolak, pisang goreng, pisang bakar dan lain
sebagainya. Selain sebagai sumber vitamin dan mineral,
buah pisang juga sangat berkhasiat untuk penyembuhan
34
penderita anemia, menurunkan tekanan darah,
membantu diet, dan menetralkan asam lambung.
Menurut Prabawati et al. (2008), berdasarkan cara
konsumsi buahnya, pisang dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu pisang meja (dessert banana) dan pisang
olahan (plantain, cooking banana). Pisang meja buahnya
dikonsumsi dalam keadaan segar (fresh fruit) setelah
buah matang; contohnya pisang ambon, susu, raja, dan
saba, sedangkan pisang olahan buahnya dikonsumsi
setelah digoreng, direbus, dibakar, dikolak, atau diolah
menjadi produk olahan lainnya, contohnya pisang kepok,
kapas, tanduk, ketip, dan uli.
Berdasarkan atas perbedaan pemanfaatannya,
tanaman pisang dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yaitu: (1) pisang yang buahnya enak dimakan
(Musa paradisiaca Linn), (2) pisang hutan atau pisang liar
umumnya dijadikan sebagai tanaman hias misalnya
pisang lilin (M. zebrina Van Hautte) dan pisang pisangan
(Heliconia indica Lamk), dan (3) pisang yang diambil
pelepahnya sebagai bahan serat seperti pisang manila
atau disebut pisang abaka (M. textilis Nee).
Rai et al. (2017) mendapatkan bahwa dari 43 jenis
pisang yang ditemukan dalam eskplorasi di 9
kabuaten/kota di Bali, terdapat 7 jenis pisang di Bali yang
paling banyak digunakan, yaitu pisang kayu, susu, mas,
lumut, buluh, saba, dan batu. Kemudian berdasarkan
klasifikasi kategori penggunaanya diperoleh prioritas
35
pertama penggunaannya untuk upacara keagamaan atau
budaya sebesar 49%, prioritas kedua sebagai makanan
(30%), prioritas ketiga sebagai obat-obatan (15%), dan
terakhir untuk yang lain-lain (6%).
Dari 7 jenis pisang yang paling banyak digunakan
berdasarkan besarnya nilai LUVI (Local User’s Value
Index), setelah diklasifikan berdasarkan ranking I sampai
III pada kategori penggunaan untuk upacara keagamaan
diperoleh yang menduduki Ranking I: biu lumut, Ranking
II: biu mas dan Ranking III: biu Kayu, untuk penggunaan
sebagai makanan anking I-III berturut-turut biu Susu, Biu
Lumut dan Biu Buluh, untuk penggunaan sebagai obat-
obatan Ranking I-III bertuurut-turut Biu Lumut, Biu Kayu
dan Biu Saba, sedangkan untuk penggunaan lai-lain yang
menempati Ranking I-III berutur-turut Biu Batu, Biu Susu
dan Biau Saba (Tabel 20).
Rai et al. (2017) menyatakan bahwa berdasarkan
hasil FGD dengan responden dan informan diperoleh
informasi bahwa pisang merupakan salah satu tumbuhan
yang penting bagi masyarakat Bali, terlebih untuk
kebutuhan upacara dan tradisi. Seluruh bagian tubuh
pisang dapat digunakan baik buah maupun bagian
lainnya yaitu daun, bonggol, batang semu, dan dan lain-
lain untuk berbagai kepentingan. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu responden berikut.
36
Tabel 2.3. NIlai ranking pengelompokan 7 jenis pisang di Bali yang paling banyak penggunaanya berdasarkan skor
LUVI berdasarkan empat kategori penggunaan untuk makanan, upacara adat/keagamaan, obata-obatan, dan
penggunaan lainnya.
Katagori
Makanan Ucapara
adat/keagamaan
Obat-obatam Penggunaan lainnya
Ranking Jenis
Ranking Jenis
Ranking Jenis
Ranking Jenis
1 Biu Susu 1
Biu Lumut 1
Biu Lumut 1
Biu Batu
2 Biu Lumut 2 Biu Mas 2
Biu Kayu 2
Biu Susu
3 Biu Buluh 3
Biu Kayu 3
Biu Saba 3
Biu Saba
“manfaat pisang yang utama adalah untuk kebutuhan
ritual, kebutuhan pangan baik sebagai buah yang
dimakan langsung ataupun sebagai makanan olahan,
meskipun pisang yang digunakan untuk ritual pada
akhirnya akan dimakan pula. Selain itu, pisang pun dapat
digunakan untuk obat dan kebutuhan lainnya seperti
pakan ternak dan pembungkus makanan”.
Pisang memegang peran penting dalam kehidupan
orang Bali, dimana pisang digunakan untuk berbagai
keperluan dan aktivitas seperti makanan, obat-obatan,
simbol dalam upacara dan keperluan lainnya. Dari tujuh
jenis pisang yang tergolong katagori pemanfaatannya
tinggi, biu Kayu merupakan jenis yang tergolong khas
37
Bali, karena hanya ditemukan di Bali, sementara enam
jenis lainnya juga ditemukan di Jawa Timur (Hapsari et
al., 2017) atau Madura (Hapsari et al., 2015). Biu Kayu
merupakan jenis pisang yang masuk katagori ranking I-III
dalam dua kategori penggunaan (upacara keagamaan
dan obat-obatan), yang menunjukkan peran penting jenis
ini bagi penduduk Bali. Pisang kayu juga dianggap
sebagai sumber genetik langka (BPTP, 2017), permintaan
buahnya tinggi tetapi semakin sulit untuk mendapatkan
buah biu kayu sesuai permintaan. Oleh karena itu, pisang
ini perlu didorong pengembangannya disamping sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan penduduk sekaligus
bermanfaat bagi upaya konservasi pisang khas Bali ini.
Potensi pengembangan pisang di Indonesia,
khususnya di Bali sangat besar, hal tersebut didukung
oleh berbagai hal sebagai berikut.
1. Tingginya ragam genetik pisang karena Indonesia
merupakan salah satu pusat asal dan sumber evolusi
pisang. Potensi ini memungkinkan Indonesia dapat
menyeleksi dan/atau merakit varietas baru sesuai
dengan permintaan pasar.
2. Ketersediaan lahan pengembangan yang cukup luas
mengingat tanaman pisang tidak memerlukan lahan
berpengairan teknis.
3. Potensi komoditas pisang sebagai substitusi dan/atau
komplementer makanan pokok sehingga dapat
menjadi pilihan dalam rangka penganekaragaman
38
makanan pokok selain padi yang mulai
mengkhawatirkan dan perlu segera dirintis
pemecahannya.
4. Potensi ekonomi tanaman pisang dalam menyumbang
pendapatan masayarakat dan menghemat pendapatan
Negara.
5. Potensi berbagai jenis pisang sebagai bahan serat
(Abaca), ornamental, bahan pembungkus, dan lain-lain
sehingga berpotensi sebagai sumber pengembangan
industri rumah tangga.
6. Manfaat komoditas pisang sebagai cash crop dalam
konservasi lahan. Potensi tersebut diharapkan dapat
mendukung swasembada berkelanjutan, diversifikasi
pangan, peningkatan nilai tambah dan ekspor, serta
peningkatan kesejahteraan petani.
7. Potensi pisang sebagai bahan upacara ritual
keagamaan dan obyek agrowisata sehingga terjadi
integrasi antara pertanian, pariwisata dan budaya.
Jika berlibur ke Bali, turis akan melihat berbagai
sesajen yang dihaturkan masyarakat pada saat upacara
keagamaan. Sesajen merupakan sarana upacara sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Berbagai macam
buah-buahan dihaturkan dalam berbagai bentuk sesajen,
ada buah lokal dan juga impor. Secara umum terdapat
sembilan jenis buah yang biasanya dihaturkan dalam
sesajen saat upacara keagamaan di Bali, yaitu pisang,
jeruk, salak, rambutan, sawo, apel, mangga, anggur,
39
buah kelapa. Menurut Megawati (2013), berbagai jenis
biu/pisang yang terdapat di Bali dan digunakan dalam
upacara agama Hindu antara lain adalah biu Batu biu
Buah, biu Buluh, biu Bunga/biu Sasih, biu Gading, biu
Gancan, biu Gregah, biu Kapas, biu Kayu, biu
Agung/Kebyar, biu Kapok, biu Ketip, biu Llit, biu Lumut,
biu Mas, biu Nangka, biu Taja, biu Saba, biu Sabit/biu
Ketip Buluh, biu Siu/pisang Seribu, biu Susu, biu Yaluh,
biu Tanduk, biu Tembaga/Udang, dan biu Alas,.
Pisang merupakan buah yang sangat dihormati
umat hindu di Bali. Pisang memiliki keistimewaan yaitu
pohonnya tidak akan mati sebelum berbuah. Jika
pohon pisang ditebang sebelum berbuah, pohon pisang
tidak akan mati tetapi akan tumbuh kembali. Hal ini
menunjukkan bahwa pohon pisang ingin berbuah dan
mempersembahkan kekayaan alam kepada bumi
sebelum mati. Berdasarkan informasi dari para Serati
(hali pembuat banten), buah pisang sepertinya wajib ada
dalam setiap sesajen baik berukuran kecil atau besar.
Karena itulah meskipun tidak dapat menghaturkan
banyak buah karena ekonomi maka dengan
menghaturkan buah pisang saja sudah dianggap cukup.
Saking tingginya permintaan masyarakat Bali akan aneka
jenis pisang untuk sajen tersebut, menyebabkan
kebutuhan tidak dapat dipenuhi sehingga harus diimpor
dari pulau lain. Para distributor buah pisang di Bali
mendatangkan pisang dari daerah-daerah di Jawa Timur
40
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat
melaksanakan kegiatan ritual "sugihan" menjelang Hari
Raya Galungan dan Kuningan.
136
137
PUSTAKA
Antara, M. 2009. Pertanian, Bangkit atau Bangkrut. Arti Foundation, Denpasar.
Arias, P., Dankers, C., Liu, P. & Pilkauskas, P. (2003). The world banana economy 1985-2002. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Ashari, S. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. Penerbit: Bayumedia Publishing, Malang. 201p.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Indonesia. Diperoleh 20 Agustus 2018 dari https://www.bps.go.id/subject/169/produk-domestik-bruto--pengeluaran-.html
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2014. Denpasar: Badan Pusat Statistik.
138
BPTP Yogyakarta. 2006. Penyakitlayu pada tanaman pisang. Lembaran Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Agdex: 654-658
BPTP, 2017. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, 2017. Pisang Kayu Sumber Daya Genetik yang Semakin Langka. http://bali.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/ berita/51-info-aktual/746-pisang-kayu-sumber-daya-genetik-yang-semakin-langka. Bali, Indonesia. Accessed on 19/09/2017
Cahyono, 2002. Pisang, Budidaya Dan Analisis Usahatani. Penerbit Kanisius. Jogjakarta.
Constantine, 2008. Constantine, D. 2008. The Musaceae: An annotated list of the species of Ensete, Musa and Musella. www.users. globalnet.co.uk/~drc/ musaceae.htm. (Last accessed 20.1.2009).
Daly, A 2006. Fusarium Wilt of Bananas (Panama Disease), Agnote, No 115, November 2006, www.nt.gov.au/dpifm
De Langhe E., Vrydaghs L., de Marret P., Perrier X. and Denham T., 2009. Why Banans Matter: An introduction to the history of banana domestication. Ethnobotany research and application. 7: 1547
Dodds, K.S. and N.W. Simmonds. 1948. Genetical and cytological studies of Musa. IX. The origin of an edible diploid and the significance of interspecific hybridization in the banana complex. J. of Genet. 48, 3:285-296.
Edison, H.S., Hermanto, C. 2016. Idiotipa Tanaman Pisang dan Sumber Daya Genetik Pendukungnya. Iptek Hortikultura 12:65-69.
Edison, HS, Sutanto, A, Hermanto, C, Lakuy, H, Rumsarwir, Y., 2002, The exploration of Musaceae
139
in Irian Jaya (Papua), Research Institute for Fruits dan INIBAP, 58 pp.
Espino RRC, Jamaludin SH, Silayoi B, Nasution RE. (1992). Musa L. (edible cultivars). In: Verheij EWM, Coronel RE (eds.) Plant Resources of South-East Asia No.2: Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor.
Espino RRC, Jamaludin SH, Silayoi B, Nasution RE. (1992). Musa L. (edible cultivars). In: Verheij EWM, Coronel RE (eds.) Plant Resources of South-East Asia No.2: Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor.
Fandika IR, Kadwa FE, Kauta GJC. 2014. Banana Yield Response to Different Amounts of Applied Water at Kasinthula Research Station in Malawi. In Irrigation of Horticultural Crops 5th International Symposium Proceedings. 27 August to 2 September, (2006): Mildura, Australia.
Hanafi, M. 2011. Budidaya Pisang. http://www. agrilands.net/read/full/agriwacana/budidaya/ 2011/01/29/budidaya-pisang.html. Diakses pada tanggal 6 April 2011 di Samarinda.
Hanafi, M. 2011. Hama Utama Tanaman Pisang. http://www.agrilands.net/read/full/ agriwacana/ hama-penyakit/ 2011/01/26/hama-utama-tanaman-pisang-2.html. Diakses pada tanggal 6 April 2011 di Samarinda.
Hapsari L., Kennedy J., Lestari D.A., Masrum A., dan Lestarini W., 2017. Ethnobotanical survey of bananas (Musaceae) in six districts of East Java, Indonesia. Biodiversitas. 18(1): 160 - 174
Hapsari L., Masrum A., dan Lestari D.A., 2015. Diversity of bananas (Musa spp.) in Madura Island, East Java: exploration and inventory. Journal of Biology and Environmental Sciences. 6 (3): 256-264.
140
Hapsari, L. & D.A. Lestari. 2016. Fruit characteristics and nutrient values of four Indonesian banana cultivars at different genome groups. AGRIVITA Journal of Agricultural Science 38(3): 303-311.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna indonesia. [Indonesian useful plants ] (1st ed.). Jakarta: Sarana Wana Jaya Foundation.
Honfo FG, Kayodé APP, Coulibaly O, Tenkouano A. 2011. Relative contribution of banana and plantain products to the nutritional requirements for iron, zinc and vitamin A of infants and mothers in Cameroon. Fruits, 62(5): 267-277.
Hutagalung, L. 1985. Penyakit kerdil ancam tanaman pisang di Jawa Barat. Hortikultura 16: 515-522
Ihsan ihsan. 2018. Penyakit Tanaman Pisang dan Pengendalianya.https://www.petanihebat. com/ penyakit-tanaman-pisang-dan-pengendalianya. 3 March 27, 2018
IPGRI (International Plant Genetic Institute). 1996. Descriptors for IPGRI Banana (Musa spp.). 59p.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest Of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru, Jakarta.
Kennedy J. 2009. Bananas and People in the Homeland of Genus Musa: Not just pretty fruit. Ethnobot Res Appl 7: 179-197.
Kusnaedi, I. 2000. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Li L-F, Wang H-Y, Zhang C, Wang X-F, Shi F-X, et al.,2013. Origins and Domestication of Cultivated Banana Inferred from Chloroplast and Nuclear Genes. PLoS ONE 8(11): e80502. doi:10.1371/ journal.pone.0080502.
141
Li, L-F., M. Hakkinen, Y-M. Yuan, G. Hao and X-J. Ge. 2010. Molecular phylogeny and systematics of the banana family (Musaceae) inferred from multiple nuclear and chloroplast DNA fragments, with a special reference to the genus Musa. Molecular Phylogeny & Evolution 57: 1–10.
Liu, A.Z., W.J. Kress and D.Z. Li. 2010. Phylogenetic analyses of the banana family (Musaceae) based on nuclear ribosomal (ITS) and chloroplast (trnL-F) evidence. Taxon 59 (1): 20-28.
Lugrayasa, I N. 2004. Pelestarian Pisang dan Manfaat dalam Upacara adat Hindu Bali. Prosiding Seminar Konservasi Tumbuhan Upacara Agama Hindu.
Maharani. 2008. Analisis cabang usahatani dan sistem tataniaga pisang tanduk. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Masterji. 2011. Penyakit Layu Bakteria, Pelita Kabad, https://www.blogger.com/profile/05375975429879708831
Megawati. 2013. Tanaman Upakara: Kelapa dan Pisang. http://wmegawati.blogspot. com/2013/12/ tanaman-upakara-kelapa-dan-pisang.html.
Mudita, I. W. 2012. Mengenal Morfologi Tanaman dan Sistem Pemberian Skor Simmonds-Shepherd untuk Menentukan Berbagai Kultivar Pisang Turunan Musa Acuminata dan Musa Balbisiana.
Nakasone, H.Y., dan R. E. Paull. 2010. Tropical Fruit. CAB Internasional London. 445p.
Narsisik 2009. Serangan Kulat-Tanaman Pisang. Tanjung Agro.http://tanjongagro.blogspot.com/feeds/8616434603505569591/
Nasution, R.E. & I. Yamada. 2001. Pisang-pisang Liar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
142
Biologi-LIPI. Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense. Bogor. 48 hal.
Nasution, R.E. 1991. A taxonomic study of the species Musa acuminata Colla with its intraspecific taxa in Indonesia. Memoirs of Tokyo University of Agriculture 32: 1-122.
Onwuka, G. I., Onyemachi, A. D., & David-Chukwu, N. P. (2015). Comparative evaluation of proximate composition and functional properties of two varieties of cooking banana. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology, 9(1), 01–04. Retrieved from http://iosrjournals.org/iosr-jestft/ papers/vol9-issue1/Version-3/A091301 04.pdf
Pearson, M, 2017. Banana bunchytop Virus Deparment agricultre and fisher Queensland Government site, Annual Report, 2017, http://www.infonet-biovision.org/PlantHealth/MinorPests/Banana-bunchy-top-disease
Prabawati, S., Suyanti, Dondy A Setyabudi, D.A. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 54p.
Qolamul Hasna, 2012. Macam macam hama tanaman pisang, Plant Hospital. http://planthospital.blogspot.com/2011/11/macam-macam-penyakit-pisang.html
Rai, I.N., I.W. Nuarsa, I.G.N. Alit Susanta Wirya, I.N.G. Ustriyana, D.P. Oka Suardi, M. Sukewijaya, K. Wikantika, F.M. Dwivany, K. Meitha. 2017. Studi Biogeografi Dan Biodiversity Pisang Bali. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Bali International Research Center For Banana (BIRCB) Tahun 2017. 151. Hal.
143
Rai, I N., Wijana, G. Sudana, I. P., Semarajaya, G.A. (2016). Buah-buahan Lokal Bali: Jenis, Pemanfaatan, dan Potensi pengembangannya. Bali: Palawa Sari.
Rukmana, R. 1999. Usaha Tani Pisang. Penerbit Kanisius Yogyakarta Suhardiman, 1997
Satuhu,S., Supriyadi, A. 2010. Pisang: Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Penerbit: Penebar Swadaya. 124 hal.
Semangun, H. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia Gadjahmada University Press.
Simmonds, N.W. & K. Shepherd. 1955. The taxonomy and origins of the cultivated banana. Journal of Linnean Society (Botany) 55:302-312.
Sudana, M; Suprapta, D.N.; Arya, N dan Sukanaya, W. 1999. Usaha Pengendalian Penyakit layu pada tanaman pisang di Bali. Proc. Kong.Nas. PFI. Purwokerto.
Sudana, M; Suprapta, D.N.; Arya, N dan Wirawan, G.P. 2000. Penelitian Pengendalian Penyakit Layu Tanaman Pisang yang tersebar di sembilan kabupaten di Bali. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.
Sudarma, Made. 2013. Penyakit Tanaman Pisang. Edisi 1, Cetakan 1. Denpasar : Pelawa Sari.
Sugito, J. 1997. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Suhardiman, P. 1997. Budidaya Pisang Kavendis, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Suhartanto, M.R., Harti, H. dan Haryadi, S.S. 2008. Program Pengembangan Pisang. http://pkht.or.id/ [diakses 1 September 2014].
144
Suparyana, P. K., 2016. Analisis Permintaan Buah Pisang Di Kota Denpasar, Bali. Tesis Magister Program Studi Agribisnis. Universitas Udayana [Indonesian]
Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan (Spematophyta). Penerbit: Gajah Mada University Press. 582 hal.
USDA (United States Departement Of Agriculture). 2013. Food and Nutrition Information Center. USDA Nutrient Data Laboratory. National Agriculture Laboratory. Diunduh 29 Juli 2015.
Valmayor, R.V, Jamaluddin SH, Silayoi B, Kusumo S, Danh LD, Pascua OC, Espino RRC. (2000). Banana Cultivar Names and Synonyms in Southeast Asia. International Network for the Improvement of Banana and Plantain-Asia and the Pasific Office, Los Banos, Laguna, Philipines.
Zubir, Z dan Dikin, D. 1999. Penyebaran penyakit kerdil (Bunchy top) pada tanaman pisang di Indonesia. Proc. Kong.Nas. PFI. Purwokerto.
Zubir, Z; Abrary, B dan Dikin, A. 1997. Penyakit kerdil pisang (Bunchy top) dan beberapa penyakit penting lainnya pada tanaman pisang. Proc. Sem. Reg. Karantina Wil. Jabar.
Zulkarnain. 2010. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta : Bumi Aksara.
145
BIODATA PENULIS
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S. dilahirkan di Karangasem, Bali, 15 Mei 1963. Menamatkan Sarjana (S1) di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana pada tahun 1987. Meneruskan pendidikan Pascasarjana (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1991 dan memperoleh gelar Magister Sains (MS) dalam bidang Agronomi tahun 1993. Gelar Doktor dalam bidang yang sama juga diraih di IPB,
masuk tahun 2000 dan tamat tahun 2004. Penulis selanjutnya memperdalam bidang agronomi, khususnya menyangkut hortikultura/buah-buahan di Thailand, Jepang, dan Rusia.
Penulis yang merupakan dosen Tetap di Fakultas Pertanian Universitas Udayana pernah ditugasi sebagai Tim Badan Pengembangan Unud (Bapenud), Tim Penjaminan Mutu Unud, Wakil Ketua Persiapan Unud menjadi Badan Layanan Umum (BLU), Sekretaris Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT) Lembaga Penelitian Unud, Sekretaris Pusat Penelitan dan Pengembangan Hortikultura (Puslitbanghort) LPPM Unud, Ketua Laboratorium Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Unud, dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unud. Guru besar Bidang Agronomi diraih penulis pada tahun 2008. Penulis yang saat ini menjadi Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana periode ke-2 tahun 2015-2019, dipercaya sebagai Visiting Profesor di Faculty of Soil Science, Moscow State University, Rusia, sejak Tahun 2017.
Penulis pernah dipercaya ikut menyusun Roadmap pengembangan buah-buahan Indonesia, Roadmap pengembangan hortikultura Provinsi Bali, Roadmap pengembangan berbagai komoditas pertanian di kabupaten/kota di Bali, dan menyusun puluhan Buku Pedoman Budidaya yang baik dan (Good Agriculture Practices/GAP) untuk tanaman hortikultura. Penulis juga aktif dalam organisasi profesi yaitu menjadi Ketua Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti) Region Bali 2018-sekarang, Ketua Asosiasi Ahli Perubahan Iklim (APIKI) sub-region Bali (2017-sekarang), Ketua Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Cabang Bali 2018-sekarang, Anggota International Society for Horticultural Science (ISHS), Pengurus Forum Komunikasi Pemerhati Pertanian Bali, dan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Himpunan
146
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Bali periode 2012-2017.
Dalam pengembangan keilmuan, penulis yang juga sebagai pengajar Mata Kuliah Pengembangan Produksi Tanaman Hortikultura, menekuni komoditas buah-buahan tropika mulai dari perbaikan dan pelepasan varietas, penerapan dan pengembangan GAP, teknologi budidaya, fisiologi pembungaan dan pembuahan, dan produksi buah di luar musim. Berbagai hibah dan kerjasama penelitian nasional dan internasional telah diterimanya dan menghasilkan masing-masing 50 dan 12 karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal nasional dan internasional terindeks, 7 naskah diantaranya terindeks dalam Scopus. Penghargaan sebagai peneliti terbaik penulis terima dari Rektor Unud pada tahun 2013 karena keaktifan penulis dalam melakukan penelitian dan penerbitan di jurnal nasional dan internasional. Penulis juga dipercaya sebagai reviewer proposal penelitian dan reviewer artikel ilmiah yang akan diterbitkan di beberapa jurnal internasional maupun yang akan dipresentasikan dalam seminar/workshop internasional.
Penulis yang juga sebagai dosen Pascasarjana Unud pada Prodi Magister Agrotekonologi, Magister Ilmu Lingkungan, Prodi Doktor Ilmu Pertanian dan Prodi Doktor Ilmu Lingkungan, terlibat dalam berbagai kegiatan pendampingan dan konsultan pada pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan pembangunan pertanian daerah, nasional dan internasional. Kegiatan dimaksud antara lain Agricultural Expert on Study of Agroinstitutional Profile Integrated Irrigation Sector Project, Bali Irrigation Project-ADB Loan, Agricultural expert on Survey Investigation Design-Turn Over Irrigation Scheme in Bali Province-ADB Loan, Agricultural expert on Survey Detail Design of Irrigation Scheme in Bali Province-ADB Loan, Agronomist on Irrigation Water Management Study for Unda and Saba Rivers Scheme-Decentralized Irrigation System Improvement Sub-Project (DISIMP), Japan Bank International Corporation (JBIC) Loan, Ketua Tim Penyusun Naskah dan Kajian Akademis Perlindungan Buah Lokal Provinsi Bali, Koordinator Tim Ahli DPRD Provinsi Bali dalam Pansus Pembahasan Rancangan Peraturan daerah Provinsi Bali tentang Perlindungan Buah Lokal, Tim Ahli Pertanian Bappeda Provinsi Bali dalam Penyusunan Peraturan Daerah tentang Arahan Praturan Zonasi Sistem Provinsi, Tim Ahli Pertanian Pemerintah Kabupaten Karangasem, Counterpart for Yamaguchi University Japan, expert in collaboration of Chiba University and Udayana University on the Center of Food Availability and Sustainable Improvement (CFASI), Person in
147
Charge (PIC) of Research and Development Cooperation Russia-ACEAN on Development and Implementation of Innovative Agricultural Technologies to Increase Sustainability of Agro-Ecological Systems (2016-20118), and Research Development, Production, Adaptation and Dissemination of Innovative Interactive Course of Video- Films on the Use of the Newest Technologies in Waste Water Treatment and Water Management of Agricultural Regions for Students and Professionals of the ASEAN Countries (2018-2020), dan Person in Charge (PIC) dari Universitas Udayana pada kerjasama penelitian SATREPS (Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development) Kerjasama JICA (Japan International Cooperation Agency)-IPB-Universitas Udayana (2017-2021).
Prof. Dr. Ir. I Made Sudana, M.S. dilahirkan di Tabanan Bali, 18 Juni 1954. Menamatkan Sarjana (S1) di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, pada tahun 1981. Meneruskan Pen-didikan Pascasarjana bidang Fitopatologi di Institut Pertanian Bogor tahun 1986. Melanjutkan Program Doktor di Institut Teknologi Bandung, Sandwich Program dengan Okayama University, Jepang
bidang Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam tahun 1996. Penulis merupakan Dosen Tetap di Program Studi
Agroekoteknologi, Program Magister Bioteknologi Pertanian, Program magister Lahan Kering dan Program Doktor Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Unud. Penulis pernah bertugas sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2007-2011) dan saat ini bertugas Sebagai Ketua Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan di Fakultas Pertanian Unud
Sejak tahun 2001 sampai 2008 penulis aktif sebagai anggota peneliti di Academic Frontier Research Project, Tokyo University of Agriculture, Tokyo, Japan, Penelitian tentang Pengembangan Pertanian Organik. Penulis Memperoleh Sertifikat Paten dengan No. Paten ID 0 021 728, tentang Formulasi Biopestisida untuk Mengendalikan Penyakit Layu pada Tanaman Pisang.
Penulis memperdalam bidang Bioinformatika, dengan memperoleh sertifikat yang terakreditasi oleh KNAPPP dan KAN. Saat ini penulis juga memperoleh Certificate of Competence sebagai Research Reviewer yang dikeluarkan oleh Quantum HRM International, aktif pad penelitian Penyakit
148
Tanaman yang di sebabkan oleh Jamur serta peneltian Biopestisida dan Biofertilizer. Hasil penelitian telah di publikasikan pada jurnal nasional terakreditasi dan internasional.
I Made Sukewijaya, S.P., M.Sc. lahir di Buleleng-Bali, 26 April 1969. Memperoleh gelar Sarjana Petanian (S.P.) pada Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana pada Tahun 1993. Gelas Master of Science (M.Sc.) diraih di King Mongkut’s University of Technology Thonburi (KMUTT), Bangkok Thailand pada tahun 2004. Saat ini merupakan Kandidat Doktor pada Program Doktor Ilmu
Pertanian Program Pascasarjana Universitas Udayana Konsentrasi Agroekoteknologi.
Penulis merupakan dosen tetap Universitas Udayana sejak Tahun 1997 dan ber-home base di Program Studi Agroekoteknologi. Di samping melaksanakan tugas pokok Tri Dharma Perguruan Tinggi, dipercaya juga melaksanakan tugas tambahan sebagai: Sekretaris Laboratorium Arsitektur Pertamanan (2006 – 2008); Penyunting Pelaksana Jurnal Agritrop (2004 – 2008); Jurnal Agrotrop (2008 – sekarang); Sekretaris Program Studi (S1) Agroekoteknologi (2008 – 2012); Ketua Konsentrasi Agronomi dan Hortikultura pada Prodi Agroekoteknologi (2012 – 2014); Sekretaris Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2014 – 2018); Bendahara Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2018 – sekarang)
Penulis mengasuh mata kuliah pada bidang Agronomi dan Hortikultura, diantaranya: Botani, Dasar-dasar Agronomi, Pertanian Terpadu, Teknologi Budidaya Tanaman, Teknologi Pascapanen, dan beberapa matakuliah terkait pertanian pada Prodi Arsitektur Pertamanan FP Unud. Berbagai penelitian akademik telah dilakukan atas pendanaan dari Universitas Udayana dan Kementerian Ristek-Dikti, demikian pula penelitian kerjasama dengan instansi pemerintah (Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali) dan swasta serta LSM. Beberapa tulisan dalam naskah akademik yang termuat dalam jurnal nasional dan international dan berupa chapter yang termuat dalam buku.
149
Dr. Ir. I Nyoman Gede Ustriyana, M.M. dilahirkan di Tabanan, Bali, 13 Oktober 1961. Menamatkan Sarjana (S1) di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1984. Meneruskan pendidikan Pascasarjana (S2) di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana tahun 1998 dan memperoleh gelar Magister Manajemen (MM) dalam bidang Mana-jemen Keuangan tahun 2000. Gelar Doktor
Ilmu Pertanian dalam minat studi Agribisnis diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana tahun 2015. Penulis berkesempatan mengikuti Sandwich Program di University of Twente Belanda tahun 2013.
Penulis merupakan dosen tetap di Program Studi Agribisnis, di S1, S2 maupun S3 pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana, dan pernah ditugasi sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Pertanian Unud (2007-2011). Saat ini dipercaya sebagai Ketua Laboratorium Koperasi pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unud.
Penulis memiliki ketertarikan pada riset-riset di bidang agribisnis utamanya yang menggunakan pendekatan dinamik modeling. Hasil penelitian telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah nasional maupun internasional.
Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si. Lahir di Ubud-Gianyar, Bali, 14 November 1960. Memperoleh gelar Sarjana Petanian (Ir.) pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana pada Tahun 1985. Magister (M.Si.) diraih di IPB pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada Tahun 2002, sedangkan gelar
Doktor (Dr.) diperoleh pada Program Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Udayana pada Tahun 2015 dengan Konsentrasi Agribisnis.
Penulis merupakan dosen tetap Universitas Udayana sejak Tahun 1986 dan berhome base di Program Studi Agribisnis. Disamping melaksanakan tugas pokok Tri Dharma Perguruan Tinggi, dipercaya juga melaksanakan tugas tambahan sebagai: Sekretaris Laboratorium Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (1995-2000); Sekretaris Redaksi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis "SOCA" (2003-
150
2008); Sekretaris Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (2004-2008); Sekretaris Program Studi Magister Agribisnis, Program Pascasarjana (2010-2014); Ketua Konsentrasi Pengembangan Masyarakat, Program Studi Agribisnis (2014-2016); Ketua Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2016-2018); dan sejak 22 Januari 2018-sekarang sebagai Koordinator Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Penulis mengasuh mata kuliah pada bidang penyuluhan dan komunikasi, diantaranya: Dasar-dasar Komunikasi; Komunikasi Pembangunan Pertanian; Komunikasi Bisnis; Komunikasi antarBudaya; Perencanaan dan Evaluasi Program Pembangunan; dan Penyuluhan Pembangunan. Penelitian dan publikasi yang selama ini ditekuni menyangkut ranah bidang Penyuluhan, Komunikasi, dan Kelembagaan. Berbagai penelitian akademik telah dilakukan atas pendanaan dari Universitas Udayana dan Kementerian Ristek-Dikti. Juga penelitian kerjasama dengan instansi pemerintah (Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali) dan swata serta LSM.
Beberapa tulisan berupa chapter yang termuat dalam buku antara lain: Media Tradisional: Peranan dan Tantangannya dalam Pembangunan Pedesaan di Bali (dalam buku Lembaga Tradisional dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Bali, Udayana Press, 1994); Prospek dan Potensi Pengembangan Tanaman Pangan di Provinsi Bali (dalam buku Karya UNUD untuk Anak Bangsa, Edisi 2013, LPPM Universitas Udayana); Keragaman dan Produksi Komoditas Pertanian Eksisting (dalam Buku Pengembangn Sentra Komoditas Unggulan di Kabupaten Gianyar, Penerbit Swasta Nulus, 2014).
Dr. G. N. Alit Susanta Wirya, S.P., M.Agr. dilahirkan di Singaraja, 15 Januari 1968. Menamatkan Pendidikan Sarjana (S1) di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Uni-versitas Udayana pada tahun 1993. Melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S2) di Graduate School of Agriculture, Shizuoka University, Bidang studi Phytopathology dan memperoleh gelar M.Agr pada tahun 2003. Gelar Doktor
dalam Bidang Science of Biological Environment diperoleh di School of Agricultural Science Gifu University tahun 2006. Penulis merupakan dosen tetap di Program studi Agroekoteknologi, Program Magister Bioteknologi Pertanian
151
dan Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian Unud. Penulis juga aktif sebagai anggota peneliti di Academy Frontier Research Project (AFRP), Tokyo University of Agriculture, Japan dari tahun 2001 sampai dengan 2008, dengan topik penelitian tentang Pengendalian Biologi terhadap penyakit yang menginfeksi tanaman hortikultura di Bali. Sampai saat ini penulis masih aktif melakukan penelitian penyakit tanaman yang disebabkan oleh Jamur dan Bakteri, serta penelitian tentang pengendalian penyakit menggunakan agens Hayati. Berbagai hibah dan kerjasama penelitian nasional dan Internasional telah penulis kerjakan. Hasil Penelitian telah dipublikasikan pada jurnal Nasional terakreditisasi dan Internasional.
Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, M.Si. dilahirkan di Gianyar, Bali 20 Februari 1954. Menamatkan Pendidikan Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Udayana pada tahun 1983 jurusan Teknik Pertanian. Melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S2) di Universitas Udayana Bidang Studi Bioteknologi Pertanian dan memperoleh gelar M.Si pada tahun 2002. Gelar Doktor Ilmu Pertanian dalam Bidang
Studi Pengelolaan Sumber Daya Hayati diperoleh di Pascasarjana Unud tahun 2012. Penulis merupakan dosen tetap di Program studi Agroekoteknologi, Program Magister Bioteknologi Pertanian dan Program Magister Lahan Kering, disamping saat ini juga bertugas sebagai Ketua Lab. Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih di Fakultas Pertanian Unud. Penulis juga aktif sebagai anggota peneliti di Academi Frontier Research Project (AFRP), Tokyo University of Agriculture, Japan dari tahun 2001 sampai dengan 2008, dengan topik penelitian tentang penyakit virus yang menginfeksi tanaman Hortikultura di Bali. Pada tahun 2017 Penulis memperoleh Sertifikat Paten dengan No. Paten: IDP000044449 tentang Metode Pe-ngendalian Penyakit Mosaik pada Tanaman Cabai. Sampai saat ini penulis masih aktif melakukan penelitian penyakit tanaman yang disebabkan oleh pathogen virus. Berbagai hibah dan kerjasama penelitian nasional dan Internasional telah penulis kerjakan. Hasil Penelitian telah dipublikasikan pada jurnal Nasional terakreditisasi dan Internasional.