KERAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN PADA TERUMBU KARANG …
Transcript of KERAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN PADA TERUMBU KARANG …
KERAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN PADA TERUMBU KARANG DI PULAU SARAPPOLOMPO
KABUPATEN PANGKEP
SKRIPSI
OLEH: NUR IPA
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
2
ABSTRAK
Nur Ipa (L 111 08 273) Keragaman dan Kelimpahan Ikan pada Terumbu Karang di Pulau Sarappolompo Kabupaten Pangkep. Di bawah bimbingan Andi Iqbal Burhanuddin (Pembimbing Utama) dan Aidah A. Ala Husain, (Pembimbing Anggota).
Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui tutupan karang, kelimpahan ikan,
keragaman jenis, sebaran ukuran ikan dan indeks ekologi ikan karang di Pulau
Sarappolompo. Lokasi yang dijadikan obyek penelitian adalah perairan Pulau
Sarappolompo. Lokasi pengamatan terdiri dari tiga stasiun dengan dua kali
ulangan. Pada masing-masing stasiun dipasang transek garis sepanjang 50
meter di atas terumbu karang, tegak lurus dengan garis pantai dimana metode
yang di gunakan yaitu untuk kelimpahan ikan karang adalah UVC (Under Water
Sensus) dan untuk tutupan karang menggunakan metode LIT.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 16 famili 30 genus dan 40 spesies
dengan total individu 389 ind/100m2. Kekayaan jenis ikan karang sangat terkait
dengan keragaman variasi habitat karena semakin baik kondisi terumbu karang
maka kelimpahan ikan semakin tinggi. Kondisi ikan karang di Pulau
Sarappolompo secara umum memenuhi rasio atau proporsi jumlah individu antar
kelompok (target, indikator, mayor) sebesar= 7 : 1 : 49. Komposisi jenis ikan
berdasarkan perannya didominasi oleh ikan target jenis Caesio teres sebesar
5,76%, sedangkan untuk ikan mayor jenis Abudefduf sexfaciatus sebesar 27,76
dan ikan indikator jenis Chaetodon octofasciatus dan Chelmon rostratus
ditemukan 0,62%. Nilai indeks keanekaragaman antara 2,54–2,99, indeks
keseragaman antara 0,72–0,89 dan indeks dominansi antara 0,06–0,17.
Kata kunci: Ikan karang, Terumbu Karang, Pulau Sarappolompo.
KERAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN PADA TERUMBU KARANG DI PULAU SARAPPOLOMPO
KABUPATEN PANGKEP
Oleh :
NUR IPA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Keragaman dan Kelimpahan Ikan pada Terumbu Karang di Pulau Sarappolompo Kabupaten Pangkep.
Nama : Nur Ipa Nomor Pokok : L 111 08 273
Program Studi : Ilmu Kelautan
Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama, Prof. A. Iqbal Burhanuddin, Ph. D NIP. 19691215 199403 1 002
Pembimbing Anggota,
Ir. Aida A. Ala Husain, M. Sc NIP. 19670817 199103 2 005
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Prof. Dr. Ir. Hj. A. Niartiningsih, MP NIP. 19611201 198703 2 002
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan,
Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si NIP. 19631120 199303 1 002
Tanggal Lulus : Mei 2013
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pulau Rajuni – Sulawesi
Selatan pada tanggal 28 Agustus 1988 dari pasangan
H. Baba dan Hj. Halija. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara. Jenjang penddikan
yang telah ditempuh oleh penulis adalah SDN 72
Rajuni Sulawesi Selatan tahun 2001, SMP Negeri 2
Takabonerate Sulawesi Selatan lulus tahun 2005, dan SMK Negeri 1 Benteng
Sulawesi Selatan lulus pada tahun 2008. Pada pertengahan tahun 2008, penulis
mencoba peruntungan masuk keperguruan tinggi dengan jalur SNPTN dan
Alhamdulillah diterima di Universitas Hasanuddin Makassar pada Jurusan Ilmu
Kelautan.
Penulis juga telah mengikuti rangkaian Kuliah Kerja Nyata Profesi (KKN
Regular) dan FIKP Unhas Gelombang 82 pada bulan Juni–Agustus 2012 di
Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang.
Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menyelesaikan Skripsi
Penelitian dengan judul “Keragaman Dan Kelimpahan Ikan Pada Terumbu
Karang di Pulau Sarappolompo Kabupaten Pangkep”.
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam maka tiada
lain yang patut penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan
hidayahNya telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan keteguhan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar.
Penulis sadar bahwasanya skripsi sederhana ini tidak mungkin tersusun
seperti sekarang tanpa petunjuk, koreksi, saran serta motivasi dari berbagai
pihak, sehingga wajarlah kiranya jika pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka semua.
Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :
1. Kedua orang tua, Ibunda Hj. Halijah dan Ayahanda H. Baba, serta keluarga
besar saya yang tercinta (Hj.Nur Asmi dan Muh. Adil Sultan, H. Hase dan
Hj. Hamida serta adik-adik saya), yang telah mencurahkan semua yang
mereka punyai demi anaknya termasuk doa dan dorongan dalam kebaikan
dan tidak terlupakan buat Irfandi Usman dengan cinta kasihnya menjadi
motivasi dan semangat tersendiri bagi penulis dalam penelitian dan penulisan
skripsi.
2. Prof. Dr. A. Iqbal burhanuddin, ST, M. Fish. Sc dan Dr. Ir. Aidah A.
Husain, M. Sc Selaku pembimbing dalam penyelesaian skripsi yang banyak
memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi yang lebih baik.
v
3. Seluruh dosen Ilmu Kelautan sebagai orang tua kami di kampus yang telah
ikhlas dalam membagi ilmu mereka kepada kami yang akan menjadi bekal di
masa depan.
4. TIM peneliti 08 (Auliansyah, Arifuddin, Rahmadi, Haerul, Darmiati,
Rabuana dan Herman, Arifengkiari) yang telah menjadi menemani suka
dan tak pernah ada duka selama di lapangan penelitian.
5. Angkatan 2008 Ilmu Kelautan, saya ingin mengucapkan ”I LOVE YOU ALL”.
Tiada kata yang dapat mewakili untuk persahabatan ini.
6. Teman-teman seperjuangan (Riska, Darmiati, Anggi, Hardianti, Rabuana)
yang telah ikhlas membantu dan memberikaan saran-saran.
Wassalamu alaikum Wr. Wb
Makassar, Juni 2013
Penulis, NUR IPA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 2
C. Ruang Lingkup ................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
A. Ikan pada Terumbu Karang .............................................................. 3
B. Ekologi Ikan Karang ......................................................................... 4
C. Aspek Biologis Ikan Karang .............................................................. 5
D. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan Karang.......... 7
E. Defenisi Terumbu Karang ................................................................. 8
F. Faktor Pembatas trumbu Karang....................................................... 9
1. Suhu .......................................................................................... 9
2. Cahaya ...................................................................................... 10
3. Kedalaman ................................................................................ 10
4. Salinitas ..................................................................................... 10
5. Pergerakan air ............................................................................ 10
G. Keterkaitan Ikan Karang dengan Habitatnya .................................... 11
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 13
A. Waktu dan Tempat ............................................................................ 13
B. Alat dan Bahan .................................................................................. 13
C. Posedur Penelitian ........................................................................... 14
1. Observasi Awal ........................................................................... 14
2. Penentuan Stasiun Penelitian .................................................... 14
3. Pemasangan transek garis ........................................................ 15
4. Penghitungan Ikan Karang ........................................................ 15
5. Identifikasi Ikan Karang ............................................................. 16
6. Tutupan terumbu karang dan kondisi terumbu karang .............. 16
vii
7. Pengukuran parameter oseanografi fisika-kimia ........................ 17
D. Analisis Data ..................................................................................... 18
1. Kelimpahan ikan karang ............................................................ 18
2. Komposisi Jenis ......................................................................... 18
3. Indeks Keanekaragaman ........................................................... 18
4. Indeks Keseragaman ................................................................. 18
5. Indeks Dominansi ...................................................................... 19
6. Presentase Tutupan Karang ....................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 20
B. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sarappolompo ............................ 21
C. Kelimpahan Ikan Karang .................................................................. 22
D. Komposisi Jenis (KJ) ........................................................................ 28
E. Kategori Ukuran Ikan ........................................................................ 29
F. Indeks Ekologi Ikan Karang .............................................................. 29
G. Kondisi Oseanografis ...................................................................... 32
V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 35
A. Simpulan .......................................................................................... 35
B. Saran ............................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kategori Indeks Keanekaragaman ...................................................... 7
2. Kategori Indeks Keseragaman ............................................................ 8
3. Kategori Indeks Dominansi ................................................................. 8
4. Kriteria Penetuan Kondisi Terumbu Karang Berdasarkan Penutupan
Karang Hidupnya ................................................................................ 17
5. Presentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau Sarappolompo ............ 21
6. Penegelompokan Jumlah dan Spesies Ikan Karang pada semua
Stasiun Selama Pengamatan .............................................................. 27
7. Jumlah Ikan yang Teramati pada Setiap Stasiun berdasarkan
Kategori Ukaran Panjang ................................................................... 29
8. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan pada Lokasi Penelitian ....... 32
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ikan Karang dan Habitat Terumbu Karang ................................................ 11
2. Peta Lokasi Penelitian .............................................................................. 14
3. Cara Melakukan Sensus Visual Ikan Karang ........................................... 16
4. Kelimpahan Ikan Karang di Stasiun Pengamatan .................................... 22
5. Perbandingan antar Kelimpahan ikan Karang dan Tutupan Karang ......... 23
6. Kelimpahan Individu Berdasarkan Perannya ............................................ 24
7. Kelimpahan Ikan Karang setiap Famili pada Stasiun I............................... 25
8. Kelimpahan Ikan Karang setiap Famili pada Stasiun II.............................. 26
9. Kelimpahan Ikan Karang setiap Famili pada Stasiun III ............................ 27
10. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi ......................... 30
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Hasil Pengukuran Tutupan Life-form Stasiun I (Ul.1) . ....................... 38
2. Data Hasil Pengukuran Tutupan Life-form Stasiun I (Ul.2) ........................ 40
3. Data Hasil Pengukuran Tutupan Life-form Stasiun II (Ul.1) ........................ 41
4. Data Hasil Pengukuran Tutupan Life-form Stasiun II (Ul.2) ........................ 43
5. Data Hasil Pengukuran Tutupan Life-form Stasiun III (Ul.1) ....................... 44
6. Data Hasil Pengukuran Tutupan Life-form Stasiun III (Ul.2) ....................... 46
7. Jeni-Jenis Ikan yang ditemukan dan Klasifikasinya ................................... 47
8. Komposisi Jenis Ikan Karang di Semua Stasiun ....................................... 48
9. Kategori Ikan Karang pada Semua Stasiun I .............................................. 49
10. Kategori Ikan Karang pada Semua Stasiun II ............................................. 50
11. Kategori Ikan Karang pada Semua Stasiun III ............................................ 51
12. Indeks Ekologi Ikan Karang Stasiun I ........................................................ 52
13. Indeks Ekologi Ikan Karang Stasiun II ....................................................... 54
14. Indeks Ekologi Ikan Karang Stasiun III ...................................................... 56
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dari endapan
padat kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit
tambahan dari alga berkapur (calcareous algae) dan organisme lainnya yang
mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken, 1992).
Salah satu organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang adalah
ikan. Ikan karang merupakan organisme yang hidup dan menetap serta mencari
makan di areal terumbu karang (sedentary), sehingga apabila terumbu karang
rusak atau hancur maka ikan karang juga akan kehilangan habitatnya. Sebagai
ikan yang hidup tergantung pada terumbu karang maka rusaknya terumbu
karang akan berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang.
Ikan karang tersebut merupakan penghuni terumbu karang dengan jumlah
terbanyak dan merupakan organisme besar yang menyolok dan dapat ditemui di
seluruh habitat terumbu karang (Nontji, 2007).
Penelitian tentang ikan karang sudah cukup banyak dilakukan di
Kepulauan Spermonde, antara lain oleh Aziz (2002) yang meneliti tentang studi
kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang tetapi hanya famili Pomacentridae
dan Labridae pada daerah rataan terumbu (reef flat), selanjutnya Ilham (2007)
yang meneliti tentang hubungan antara rugositas dengan kelimpahan ikan
karang, dan Atjo (2010) yang juga telah meneliti tentang sebaran dan
keanekaragaman ikan karang pada kondisi dan variasi habitat terumbu karang
yang berbeda. Namun penelitian yang sama mengenai keanekaragaman dan
kelimpahan ikan karang belum banyak dilakukan di Pulau Sarappolompo.
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan informasi untuk kegiatan
selanjutnya seperti monitoring kondisi terumbu karang, dan sebagai pembanding
2
bagi penelitian berikut atau penelitian sebelumnya untuk pengelolaan
sumberdaya laut di Pulau Sarappolompo.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1) Mengetahui tutupan karang di Pulau Sarappolompo.
2) Mengetahui kelimpahan ikan, keragaman jenis, sebaran ukuran ikan dan
indeks ekologi ikan karang di Pulau Sarappolompo.
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan
informasi untuk mengetahui berbagai jenis ikan yang hidup pada terumbu karang
di Pulau Sarappolompo serta menambah informasi untuk penelitian selanjutnya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup:
1. Menghitung tutupan karang.
2. Menghitung jumlah individu ikan karang.
3. Mengidentifikasi jenis ikan sampai tingkat spesies kecuali ikan yang aktif
pada malam (nokturnal) dan selanjutnya dikelompokkan ke dalam ikan
target, indikator dan mayor.
4. Mengukur panjang individu ikan dan mengelompokkannya ke dalam
kategori ukuran.
5. Menghitung indeks ekologi ikan karang.
6. Mengukur parameter lingkungan yaitu suhu, salinitas, kecepatan arus,
kecerahan perairan dan kekeruhan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan pada Terumbu Karang
Ikan adalah hewan yang berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai
tulang belakang, umumnya bernafas menggunakan insang, pergerakan dan
keseimbangan badannya menggunakan sirip, dan sangat bergantung pada air
sebagai medium dimana tempat mereka tinggal. Ilmu yang mempelajari
pengetahuan tentang ikan adalah Ichtyology, yakni mempelajari secara murni
tentang aspek-aspek yang dimiliki oleh ikan (Burhanuddin, 2008).
Ikan karang merupakan ikan yang kehidupannya sejak masa juvenil hingga
dewasa berada di terumbu karang. Keberadaan ikan karang di terumbu memiliki
keterkaitan yang erat dengan kondisi fisik terumbu karang tersebut. Perbedaan
pada kondisi tutupan karang akan mempengaruhi densitas ikan karang, terutama
yang memiliki keterkaitan kuat dengan karang hidup (Chabanet et al., 1997).
Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis.
Salah satu penyebab tingginya keragaman jenis di terumbu adalah akibat
bervariasinya habitat yang ada. Hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor:
sifat substrat yang kompleks, ketersediaan makanan, kualitas perairan, arus,
gelombang, ketersediaan tempat untuk bersembunyi, penutupan karang, dan
lain-lain (Bouchon-Navaro et al., 2005).
Berdasarkan peranannya ikan karang dikelompokkan menjadi
(Setiapermana, 1996 dalam Aziz, 2002):
1. Ikan target: ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih,
dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti ikan
dari famili Acanthuridae, Haemulidae, Kyphosidae, Labridae (Cheilinus,
Choreodon), Lethrinidae, Lutjanidae, Mullidae, Serranidae dan Siganidae.
4
2. Ikan indikator: sebagai ikan penentu yang erat hubungannya dengan
kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari famili Chaetodontidae.
3. Ikan mayor: ikan ini umumnya ditemukan dalam jumlah banyak dan
kebanyak dijadikan ikan hias air laut seperti dari famili Apogonidae,
Labridae, Pomacentridae, dan lain-lain.
Berdasarkan penyebaran hariannya, ikan-ikan karang dapat dibagi menjadi
dua kelompok yaitu ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) dan ikan yang aktif
pada malam hari (nokturnal). Sebagian besar ikan karang bersifat diurnal,
sementara ikan yang bersifat nokturnal biasanya merupakan ikan karnivora.
Menurut Randall (1999), ikan-ikan diurnal umumnya adalah ikan herbivora yang
berwarna cerah yang pada malam hari bersembunyi di celah-celah batu atau
gua-gua kecil dekat permukaan karang serta ada yang membenamkan diri dalam
pasir.
B. Ekologi Ikan Karang
Ikan-ikan terumbu karang umumnya berukuran kecil dan menetap.
Mayoritas terbesar ikan karang rata-rata berukuran maksimum 30 cm, dan
bersifat bergerombol atau schooling.
Kebanyakan jenis ikan karang memiliki tubuh yang berukuran kecil
(Sorokin, 1993). Pada fase larva, umumnya ikan-ikan karang memiliki tingkat
pertahanan diri (survival rate) yang rendah karena besarnya kompetisi ruang dan
makanan (Sale, 1991).
Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies di terumbu karang
adalah variasi habitat yang terdapat di terumbu karang. Terumbu karang tidak
hanya terdiri dari terumbu karang saja, tetapi juga daerah berpasir, berbagai
teluk dan celah, dan juga perairan yang dangkal dan dalam, serta zona-zona
yang berbeda melintasi karang (Nybakken, 1988).
5
Russell et al. (1978) menyatakan bahwa distribusi ruang (spatial
distribution) berbagai spesies ikan karang bervariasi menurut kondisi dasar
perairan. Perbedaan habitat terumbu karang menyebabkan pula adanya
perbedaan populasi ikan. Tiap populasi ikan masing-masing mempunyai
kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing
populasi ikan menghuni wilayah yang berbeda. Tingginya keragaman ikan
setempat mendorong dilakukannya sejumlah penelitian untuk menerangkan
bagaimana spesies yang berjumlah besar itu dapat mempertahankan
kehadirannya pada satu daerah.
Dalam dominasi famili ikan-ikan karang, famili dari Pomacentridae atau
Labridae adalah famili yang lebih mendominasi dari famili ikan karang lainnya.
Namun banyak dan sedikitnya ikan karang mempunyai kontribusi masing-masing
dalam suatu ekosistem. Kelimpahan ikan karang yang banyak tidak begitu saja
terjadi, namun juga mempunyai tempat di daerah terumbu karang sesuai dengan
kelompoknya masing-masing. Alasan yang sering menjadi atau yang
mempengaruhi kelimpahan ikan karang yaitu kondisi kompleksitas dan
keragaman ekosistem di areal terumbu karang (Sale, 1991).
C. Aspek Biologis Ikan Karang
Beberapa jenis ikan karang selalu dijumpai dalam keadaan berkelompok,
dan beberapa jenis yang lain selalu dalam pasangan atau menyendiri, namun
sebagian besar jenis ikan karang bersifat mempertahankan daerahnya (teritorial).
Jenis ikan teritorial umumnya melindungi wilayahnya sebagai daerah tertutup
bagi jenis lain untuk kepentingan pasokan makanan, tempat tinggal atau untuk
daerah pemijahan dan pembesaran anak. Jenis ikan teritorial akan bertingkah
laku agresif terhadap jenis lain yang memasuki wilayahnya. Beberapa jenis
memiliki wilayah yang sangat luas atau memisahkan daerah pencarian makan
dan daerah untuk tidur (Lieske and Myers, 1996).
6
Sejumlah besar ikan yang hidupnya di terumbu karang juga menghasilkan
zat-zat beracun. Zat-zat ini dapat dalam bentuk bisa yang terdapat di berbagai
duri, atau dalam bentuk bahan beracun yang terdapat pada permukaan badan
(krinotoksin), atau daging dan organ dalam dapat juga bersifat racun. Ikan jenis
lepu batu dan lepu ayam (famili Scorpaenidae) merupakan ikan karang yang
mempunyai bisa yang sangat mematikan. Selain itu ada juga ikan yang
mempunyai sekresi racun di kulitnya, termasuk di dalamnya ikan kakatua
(Scaridae), ikan sapu-sapu (Labridae), dan ikan pakol (Acanthuridae). Fungsi
dari zat-zat beracun ini adalah untuk bertahan dari pemangsaan dan ancaman
(Sale, 1991).
Tingkah laku membersihkan merupakan bentuk khusus dari pemangsaan
dimana ikan-ikan kecil tertentu (Labriodes spp) atau udang-udang memangsa
berbagai ektoparasit dari spesies ikan lain, yang biasanya berukuran lebih besar.
Ikan-ikan pembersih sering membuat lokasi pembersihan untuk menandai
daerahnya. Dengan warnanya yang terang dan kontras, ikan yang akan
dibersihkan datang ke daerah stasiun pembersihan dan tetap tinggal tak
bergerak ketika ikan-ikan pembersih bergerak di atas tubuhnya untuk
membersihkan parasit. Beberapa spesies dikenal sebagai pembersih dan
membentuk stasiun pembersihan di sepanjang terumbu. Ketika seekor ikan
besar datang ke stasiun pembersihan, ikan pembersih akan memindahkan
parasit dari ikan tersebut. Jika ikan yang sama keduanya bertemu kembali di
tempat yang lain, ikan yang lebih besar akan memakan ikan yang lebih kecil.
Tetapi tampaknya ada aturan yang lain yang digunakan pada stasiun
pembersihan (Nybakken, 1988).
7
D. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan Karang
Nilai keanekaragaman dan keseragaman dapat menunjukkan
keseimbangan dalam suatu pembagian jumlah individu tiap jenis (Odum, 1971).
Keanekaragaman mempunyai nilai yang besar jika individu ditemukan berasal
banyak spesies atau genera yang berbeda-beda, dan mempunyai nilai yang kecil
atau sama dengan nol jika semua individu berasal dari satu spesies (Tabel 1).
Indeks keanekaragaman (H’) merupakan pengukuran yang dipakai untuk
perhitungan besarnya keanekaragaman jenis dalam sampling. Indikasi besarnya
indeks keanekaragaman ditentukan bilamana indeks keanekaragamannya
mempunyai nilai di atas 1,5 (Chou, 1984).
Tabel 1. Kategori Indeks Keanekaragaman (Odum, 1971).
No. Keanekaragaman (H’) Kategori
1. H’ < 2,0 Rendah
2. 2,0 < H’ < 3,0 Sedang
3. H’ > 3,0 Tinggi
Indeks keseragaman (E) merupakan angka yang tidak mempunyai satuan,
besarnya berkisar nol sampai satu. Semakin kecil nilai suatu keseragaman,
semakin kecil pula keseragaman dalam komunitas (Tabel 2). Dengan kata lain,
semakin besar nilai E menunjukkan kelimpahan yang hampir seragam dan
merata antar spesies (Odum, 1971).
Sementara untuk mengetahui apakah suatu komunitas didominasi oleh
suatu organisme tertentu, maka dapat diketahui dengan menghitung indeks
dominansi. Jika nilai indeks dominansi mendekati satu, maka ada organisme
tertentu yang mendominasi suatu perairan. Jika nilai indeks dominansi adalah nol
maka tidak ada organisme yang dominan (Tabel 3). Berbeda dengan indeks
keanekaragaman, nilai dari indeks dominansi memberikan gambaran tentang
8
dominansi organisme dalam sampling. Indeks ini dapat menerangkan bilamana
suatu jenis lebih banyak terdapat selama pengambilan data (Odum, 1971).
Tabel 2. Kategori Indeks Keseragaman (Odum, 1971).
No. Keseragaman (E) Kategori
1. 0,00 < E < 0,50 Komunitas Tertekan
2. 0,50 < E < 0,75 Komunitas Labil
3. 0,75 < E < 1,0n0 Komunitas Stabil
Tabel 3. Kategori Indeks Dominansi (Odum, 1971).
No. Dominansi (D) Kategori
1. 0,00 < D < 0,50 Rendah
2. 0,50 < D < 0,75 Sedang
3. 0,75 < D < 1,00 Tinggi
E. Defenisi Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang (coral reefs) merupakan kelompok organisme
yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang
cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme-organisme
yang dominan hidup di sini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai
kerangka kapur, dan alga yang banyak di antaranya juga mengandung kapur.
Berkaitan dengan terumbu karang di atas dibedakan antara binatang karang atau
karang (reef coral) sebagai individu organisme atau komponen dari kelompok
dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem (Sorokin, 1993).
Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang
dengan daratan (land masses), terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang yang
sampai sekarang masih secara luas dipergunakan. Ketiga tipe tersebut adalah
(Nontji, 2007):
9
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir
pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman
40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas.
Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang
ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati
yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu
jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Pulau Bunaken (Sulawesi Utara),
Pulau Panaitan (Banten), dan Pulau Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar
0,52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman
hingga 75 meter. Terkadang membentuk laguna (kolom air) atau celah
perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-
pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan
daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan
dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter,
contoh: Taka Bonerate (Sulawesi Selatan).
F. Faktor Pembatas Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis,
mengalami perubahan terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-
gangguan alam yang berasal dari luar terumbu. Beberapa faktor yang membatasi
pertumbuhan terumbu karang adalah (Nybakken, 1988):
a. Suhu; pertumbuhan karang yang optimum terjadi pada perairan yang rata-
rata suhu tahunannya berkisar 23–25ºC. Akan tetapi karang juga dapat
10
mentolerir suhu pada kisaran 20ºC, sampai dengan 36–40ºC,
perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata
suhu tahunannya 23–25ºC.
b. Cahaya; merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang membatasi
terumbu karang. Cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh
zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Titik
kompensasi untuk karang nampaknya merupakan kedalaman dimana
intensitas cahaya berkurang sampai 15–20% dari intensitas di permukaan.
c. Kedalaman; terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih
dalam dari 50–70 m. Kebanyakan terumbu tumbuh pada kedalaman 25 m
atau kurang. Yang menjadi alasan untuk pembatasan kedalaman
berhubungan dengan kebutuhan karang hermatipik akan cahaya.
d. Salinitas perairan; karang dapat hidup di perairan dengan kisaran salinitas
32–35‰. Toleransi karang batu terhadap salinitas cukup tinggi yang dapat
berkisar antara 27–40‰.
e. Pergerakan air (arus); diperlukan untuk tersedianya aliran yang membawa
masukan makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari pengaruh
sedimentasi. Menurut Wilkinson and Evans (1989) dalam Bakosurtanal
(2003), gerakan air, termasuk ombak, adalah faktor penting yang
menentukan zonasi karang, morfologi karang, dan distribusi kedalaman
terumbu karang, ganggang, dan fauna karang yang lain. Badai biasanya
membentuk kendali tidak tetap dan terputus-putus dalam masa yang
panjang terhadap struktur perkembangan komunitas karang dengan jalan
memangkas habis dan atau mengganti substrat sehingga akan tumbuh
koloni baru. Badai, ombak, dan arus adalah juga kekuatan-kekuatan yang
menyebabkan sedimentasi dan transpor nutrien, yang akan membentuk
garis pantai dengan jalan penumpukan dan erosi.
11
G. Keterkaitan ikan karang dengan Habitatnya
Tingginya keragaman ikan karang berhubungan erat dengan banyaknya
variasi habitat yang terdapat di terumbu karang. Selain itu ikan-ikan karang
memiliki relung (niche) ekologi yang sempit sehingga lebih banyak spesies yang
dapat menghuni (berakomodasi) di daerah terumbu karang. Akibatnya ikan-ikan
karang terbatas dan terlokalisasi hanya di area tertentu pada terumbu karang
(Gambar 1). Selain itu ada juga ikan-ikan karang yang dapat bermigrasi dan
melindungi wilayahnya (teritorialnya) (Nybakken, 1992).
Gambar 1. Ikan karang dan habitat terumbu karang (Nybakken, 1992).
Pada habitat terumbu karang, ruang lebih menjadi faktor pembatas
dibandingkan makanan, sehingga ruang di daerah terumbu karang yang
ditempati siang dan malam bagi perlindungan membagi dua komunitas ikan,
nokturnal dan diurnal. Pada malam hari spesies diurnal bersembunyi di karang
sedangkan spesies nokturnal mencari makan dan pada siang hari kejadian yang
sebaliknya. Beberapa spesies distribusinya juga dipengaruhi oleh pasang surut
(Russell et al., 1978; Nybakken, 1992).
Salah satu sumber makanan di terumbu karang bagi ikan karang adalah
lendir yang dikeluarkan oleh koral. Lendir tersebut dihasilkan oleh beberapa jenis
12
koral yang tidak memiliki tentakel atau tentakelnya tereduksi, yang dikeluarkan
oleh koral untuk menangkap mangsanya. Dua kelompok ikan yang secara aktif
memangsa koloni koral, yaitu jenis yang memakan polip koral (famili
Tetraodontidae, Monacanthidae, Balistidae, Chaetodontidae) dan jenis herbivora
yang mencabut polip karang untuk mendapatkan alga yang berlindung di dalam
rangka karang (famili Acanthuridae, Scaridae) (Russell et al., 1978; Nybakken,
1992).
13
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari–Maret 2013 di Pulau
Sarappolompo, Desa Mattiro Langi, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Penelitian ini meliputi tahap
persiapan, pengolahan data hasil lapangan, serta penyusunan laporan akhir.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis menulis, untuk mencatat data yang diperoleh selama
pengamatan. Terdiri atas sabak selam, underwater paper (kertas tahan
air) dan pensil.
2. Buku identifikasi, berguna sebagai referensi dalam identifikasi ikan
karang. Buku identifikasi yang digunakan yaitu Pictorial Guide to
Indonesian Reef Fishes Part 1–3 (Kuiter and Tonozuka, 2001).
3. Global Positioning System (GPS), untuk menentukan posisi.
4. Handrefractometer, untuk mengukur salinitas.
5. Kamera bawah laut, untuk mengambil foto bawah air.
6. Layang-layang arus, untuk mengukur kecepatan arus.
7. Perahu motor, alat transportasi untuk mencapai stasiun pengamatan.
8. Roll meter, untuk melakukan Line Intercept Transect (LIT).
9. Scuba set, yang terdiri atas masker, snorkel, fins, regulator, Bouyancy
Compensator Device (BCD), dan tabung selam.
10. Secchi disc, untuk mengukur kecerahan perairan.
11. Termometer batang, untuk mengukur suhu perairan
14
C. Prosedur Penelitian
1. Observasi awal
Observasi awal dimaksudkan untuk mengetahui gambaran awal mengenai
lokasi penelitian, sehingga memudahkan dalam mengambil tindakan selanjutnya
dan pelaksanaan penelitian lebih terarah.
2. Penentuan stasiun penelitian
Lokasi penelitian ditentukan dengan melakukan snorkling terlebih dahulu
untuk mengetahui kondisi secara umum yang kemudian dilanjutkan dengan
penetapan posisi stasiun pengamatan dengan menggunakan GPS.
Titik lokasi penelitian terdiri atas 3 stasiun yaitu Stasiun I berada di daerah
perlindungan laut (DPL) sebelah barat, Stasiun II berada dekat dermaga batu
sebelah timur pulau dan Stasiun III berada di sebelah utara (Gambar 2).
Gambar 2. Peta lokasi penelitian (sumber peta: Haerul, 2012).
St. 3
St. 2
St. 1
15
3. Pemasangan transek garis
Pada masing-masing stasiun pengamatan dilakukan pemasangan transek
(roll meter) sepanjang 50 meter di atas terumbu karang sejajar dengan garis
pantai (English et al., 1994). Pada setiap stasiun dilakukan 2 kali pemasangan
transek (ulangan), yakni pada kedalaman 3 m dan 12 m.
4. Penghitungan ikan karang
Sensus ikan karang dilakukan secara visual dan pendataan dimulai
beberapa menit setelah pemasangan transek, yang dimaksudkan untuk memberi
kesempatan kepada ikan agar kembali ke tempatnya semula. Setelah itu,
kelimpahan ikan tiap jenis mulai dihitung dengan batasan jarak 2,5 meter ke
bagian kiri dan kanan (English et al., 1994) (Gambar 3). Lebar batasan sampling
tersebut sudah merupakan standar batas penglihatan bawah air dengan
menggunakan kacamata selam (masker) pada saat pengamatan (Husain dan
Arniati, 1996). Selama pengamatan tersebut, apabila ikan berada dalam
kelompok atau schooling dengan jumlah yang banyak atau melimpah, maka
perhitungan digenapkan pada kelipatan 5 atau 10 (English et al., 1994).
Untuk pengukuran panjang ikan diukur secara visual, dengan memastikan
bahwa pengamat telah mengetahui ukuran ikan setelah berlatih dengan
menggunakan contoh gambar ikan yang telah dibuat berdasarkan kategori
ukuran panjang ikan tersebut merujuk pada Green and Bellwood (2009) yaitu: (1)
5-<7,5cm, (2) 7,5-<10 cm, (3) 10-<15 cm, (4) 15-<20 cm, (5) 20-<25 cm, (6) 25-
<30 cm, dan (7) 30-<35 cm.
16
Gambar 3. Cara melakukan sensus visual ikan karang (English et al., 1994).
5. Identifikasi ikan karang
Untuk identifikasi jenis ikan terumbu karang dilakukan secara langsung di
lapangan (untuk jenis ikan yang dikenali pada saat pengamatan) dengan
menggunakan contoh gambar yang dilaminating dimana gambar-gambarnya
diambil dalam Kuiter and Tonozuka (2001). Sedangkan untuk ikan karang yang
tidak dikenali pada saat pengamatan diambil fotonya, dan selanjutnya
diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Allen (1997).
6. Tutupan terumbu karang dan kondisi terumbu karang
Untuk mengetahui tutupan dasar terumbu karang metode yang digunakan
yaitu metode transek garis Line Intercept Transect (LIT) (English et al., 1994).
Metode ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain, akurasi data dapat
diperoleh dengan baik, kualitas data lebih baik dan lebih banyak, penyajian
struktur komunitas seperti persentase penutupan karang hidup ataupun karang
mati, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih
menyeluruh serta dapat menyajikan secara baik data struktur komunitas biota
yang bersimbiosis dengan terumbu karang. Pengambilan data dilakukan di
sepanjang transek dan pencatatan dilakukan berdasarkan bentuk hidup (life-
17
form). Nilai penutupan dasar yang didata adalah nilai akhir pada garis transek
yang merupakan akhir dari suatu kriteria yang ditinjau dari transek 0–50 meter.
Biota yang berkoloni dianggap sabagai satu individu, bila satu koloni dipisahkan
oleh suatu kriteria benda atau binatang maka koloni tersebut didata secara
terpisah yang dianggap sebagai dua individu. Penentuan titik atau posisi transek
dilakukan secara langsung pada saat pengamatan (English et al, 1994).
Dari hasil perhitungan komponen life-form terumbu karang ini ditentukan
pada status kondisi atau tingkat kerusakan terumbu karang dengan merata-
ratakan persentase komponen karang hidup (kategori) pada semua stasiun.
Untuk analisis kondisi terumbu atau tingkat kerusakan terumbu karang ini
digunakan kategori/kriteria menurut UPMSC menurut Brown (1996) dalam
Amaliyah (2004) (Tabel 4).
Tabel 4. Kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan karang hidupnya (Brown, 1996 dalam ^Amaliyah, 2004).
Persentase Penutupan (%) Kondisi Kategori Terumbu Karang
0,0 – 24,9 Buruk
25,0 – 49,9 Sedang
50,0 – 74,9 Baik
75,0 – 100,0 Sangat Baik
7. Pengukuran parameter oseanografi fisika-kimia
Untuk mengetahui kondisi oseanografi perairan di sekitar Pulau
Sarappolompo dilakukan pengukuran beberapa parameter secara langsung di
lapangan yaitu suhu, salinitas, kecerahan/kekeruhan dan kecepatan arus. Setiap
parameter diukur pada setiap lokasi pengambilan data yang menggunakan alat
yang berbeda sesuai dengan parameter yang akan diukur.
18
D. Analisis Data
Parameter yang dianalisis meliputi kelimpahan dan komposisi jenis (KJ)
ikan karang, beserta indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (D).
1. Kelimpahan ikan karang
Kelimpahan ikan karang dihitung dengan menggunakan metode UVC
(Underwater Visual Census) yaitu mencatat semua jenis ikan karang yang
terdapat pada luasan transek (Manuputty dan Winardi, 2007). Kelimpahan
adalah banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis yang ditemukan dalam
satuan luas daerah pengamatan. Kelimpahan total ikan karang
dikelompokkan menurut stasiun, kemudian disajikan dalam bentuk grafik.
2. Komposisi jenis (KJ) (Odum, 1971)
𝐾𝐽 =𝑛𝑖
𝑁× 100
dimana: KJi = komposisi jenis ke-i (%); ni = jumlah individu jenis ke-i; N =
jumlah individu seluruh jenis.
3. Indeks keanekaragaman (H’) (Odum, 1971)
𝐻′ = − 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
dimana: H' = indeks keanekaragaman; pi = proporsi kelimpahan dari spesies
ke-i (ni/N).
4. Indeks keseragaman (E) (Odum, 1971)
𝐸 =𝐻′
𝑙𝑛 𝑆
dimana: E = indeks keseragaman; H’ = indeks keanekaragaman; S = jumlah
spesies.
19
5. Indeks Dominansi (D) (Odum, 1971)
𝐷 = 𝑛𝑖 𝑛1 − 1
𝑁 𝑁 − 1
dimana: D = indeks dominansi Simpson; ni = jumlah individu setiap spesies;
N = jumlah individu seluruh spesies.
6. Persentase tutupan karang
Presentase penutupan karang mati, karang hidup dan jenis life-form lainnya
dihitung dengan rumus (English et al., 1994):
% 𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑓𝑒 − 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖 =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑓𝑒 − 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑒𝑘× 100%
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pulau Sarappolompo merupakan bagian dari perairan Kepulauan
Spermonde yang terletak antara 04º48'00.0” – 04º53'26.0” LS dan 119º13'39.5” –
119º17'00.3” BT. Pulau ini merupakan salah satu dari dua pulau yang tergabung
dalam Desa Mattiro Langi, bersama dengan Pulau Sarappokeke, Kecamatan
Liukang Tupabiring, Kabupaten Pangkep, dengan batas-batas administrasi
sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Selat Makassar, sebelah timur
berbatasan dengan pesisir Pangkep, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Mattiro Kanja dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Mattiro Walie.
Secara umum wilayah Pulau Sarappolompo dikelilingi oleh terumbu karang
tepi dengan batas surut yang cukup jauh dari garis pantai (±100 meter). Pada
beberapa sisi pantai telah dibuatkan tanggul untuk mencegah abrasi pantai,
dimana bahan yang banyak digunakan adalah karang batu, cangkang kima dan
gorong-gorong. Penduduk Pulau Sarappolompo intensif memanfaatkan karang
sebagai tanggul-tanggul pantai dan bahan bangunan sehingga terjadi
kekosongan karang di sekitar terumbu karang.
Potensi utama di Pulau Sarappolompo adalah perikanan dengan alat
tangkap yang cukup beragam yaitu pancing, rengge, jaring tasi dan tombak bius
dengan menggunakan kompressor. Alat tangkap dengan bius banyak digunakan
di Pulau Sarappolompo. Jenis kegiatan penangkapan sangat dipengaruhi oleh
musim tangkapan. Sebagian besar merupakan pemancing sunu, selain pencari
cumi-cumi, udang kipas, dan kima. Sumberdaya yang ada berupa ikan sunu,
tenggiri, cakalang, ekor kuning, udang kipas dan rajungan dengan lokasi tangkap
di sekitar pulau.
21
B. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sarappolompo
Terumbu karang di Pulau Sarappolompo bertipe karang tepi (fringing reef)
dimana penyebaran karangnya mengikuti garis pantai. Pertumbuhan karang
dimulai pada kedalaman 4 meter yang didominasi oleh karang masif dan karang
bercabang (branching).
Persentase penutupan karang hidup (live coral) berkisar antara 15.6–
84.4% (Tabel 5, Lampiran 1–6). Untuk tutupan karang hidup diperoleh dari
jumlah persentase kategori ACB, ACE, CF, CM, CMR dan CS. Berdasarkan rata-
rata persentase setiap stasiun terlihat adanya penurunan kondisi mulai dari
kondisi baik (54.4%) di Stasiun I, hingga kondisi buruk (20.0%) di Stasiun III.
Tabel 5. Persentase tutupan terumbu karang di Pulau Sarappolompo.
Ul. 1 Ul. 2 Rata2 Ul. 1 Ul. 2 Rata2 Ul. 1 Ul. 2 Rata2
Live coral 84.4 24.4 54.4 26.1 28.2 27.1 24.4 15.6 20.0
Dead coral 3.4 12.8 8.1 0.0 13.2 6.6 0.0 29.7 14.9
Algae 0.0 0.0 0.0 0.0 8.4 4.2 0.0 0.0 0.0
Abiotik 6.0 60.6 33.3 73.9 48.0 61.0 74.2 51.2 62.7
Other 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Soft coral 5.8 2.2 4.0 0.0 2.2 1.1 1.4 3.2 2.3
Sponge 0.4 0.0 0.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.2
Kondisi Baik Sedang Buruk
KategoriStasiun I Stasiun II Stasiun III
Sementara itu, persentase karang mati (dead coral) berkisar antara 0.0–
29.7%, dimana rata-rata tertinggi ditemukan di Stasiun III (14.9%) dan terendah
di Stasiun II (6.6%) (Tabel 5). Komponen karang mati ini terdiri atas karang mati
(DC) dan karang mati yang tertutupi alga (DCA).
Pada Stasiun II lebih tinggi persentase penutupan karang hidup (live coral)
dibandingkan Stasiun III dikarenakan persentase rubble (RB) sebesar 62,2% dan
sand (S) sebesar 12,0%. Tingginya persentase karang mati kemungkinan besar
diakibatkan karena jangkar nelayan dan jaring purseng (pa’rengge) yang
digunakan dan pemboman ikan di sekeliling Pulau Sarappolompo.
22
Sementara itu, rata-rata persentase alga sangat rendah, dimana hanya
ditemukan di Stasiun II sebesar 4.2% (Tabel 5). Alga yang ditemukan dari jenis
makro alga (MA). Sedangkan kategori abiotik kisarannya cukup besar, antara
33.3–62.7%, dimana tertinggi terdapat di Stasiun III, dan terendah di Stsaiun I.
Hal ini berbanding terbalik dengan rata-rata persentase karang hidup. Kategori
abiotik ini meliputi pecahan kecil karang (RB) dan pasir (S).
C. Kelimpahan Ikan Karang
Secara keseluruhan jumlah ikan yang teramati kurang lebih 389 ind/100m2
yang terdiri dari 16 famili 30 genus dan 40 spesies. Jenis ikan karang yang
ditemukan dan klasifikasinya tersebut disajikan pada Lampiran 7.
Berdasarkan hasil perhitungan kelimpahan individu di masing-masing
stasiun pengamatan diperoleh bahwa Stasiun I memiliki kelimpahan ikan yang
tertinggi sebesar 47 ind/100m2 dan terendah ditemukan di Stasiun III sebesar 16
ind/100m2 (Gambar 4).
Gambar 4. Kelimpahan ikan karang di stasiun pengamatan.
Kelimpahan individu tertinggi pada Stasiun I dikarenakan kondisi terumbu
karangnya yang tergolong sangat baik dibandingkan stasiun lainnya pada
Stasiun I yang merupakan daerah perlindungan laut (DPL). Sementara
kelimpahan ikan terendah terdapat pada Stasiun III. Hal ini juga dikarenakan
47
29
16
-
20
40
60
80
100
120
I II III
Stasiun
Rata
-rat
a Ke
limpa
han
(ind/
100
m2 )
23
kondisi terumbu karangnya yang tergolong ke dalam kategori buruk dibandingkan
dengan stasiun yang lainnya. Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin baik
kondisi terumbu karang maka kelimpahan ikan semakin tinggi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu
komunitas terumbu karang antara lain dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
persentase tutupan karang hidup dan zona habitat.
Tingginya kelimpahan ikan karang pada Stasiun I dikarenkan persentase
tutupan karang sebesar 54,4% dan didominasi oleh karang bercabang
(branching) yang merupakan habitat dari jenis Abudefduf sexfasciatus sebesar
88 ind/100m2.
Gambar 5. Perbandingan antara kelimpahan ikan karang (ind/100m2) dan tutupan karang (%) di stasiun pengamatan.
Sementara itu, kelimpahan ikan karang berdasarkan perannya disajikan
pada Gambar 6. Ikan karang yang termasuk ke dalam kategori mayor yaitu dari
famili Apogonidae, Centriscidae, Labridae, Pomacentridae, Scaridae dan
Tetraodontidae. Sedangkan yang termasuk ke dalam kategori target yaitu ikan
dari famili Acanthuridae, Caesionidae, Ephippidae, Lutjanidae, Mullidae,
Nemipteridae, Serranidae dan Siganidae. Sedangkan famili Chaetodontidae dan
Pomacanthidae digolongkan ke dalam indikator.
0
10
20
30
40
50
60
I II III
Stasiun
Indi
vidu
/100
m2
Kelimpahan Ikan Tutupan Karang
24
Gambar 6. Kelimpahan ikan karang berdasarkan perannya.
Dari grafik terlihat kelimpahan kelompok mayor sangat tinggi di setiap
stasiun pengamatan. Pada setiap stasiun pengamatan rata-rata kelimpahan ikan
karang dari kelompok mayor berkisar antara 12–42 ind/100m2 (Gambar 6).
Kategori target kelimpahan individu berkisar antara 4–6 ind/100m2, sedangkan
kelimpahan ikan indikator cukup rendah berkisar antara hanya 0-1 ind/100m2
saja.
Kelimpahan ikan mayor di setiap daerah mencolok keberadaannya karena
ikan yang termasuk major group yang merupakan kelompok ikan terbesar dari
ikan-ikan penghuni terumbu karang, dan pada umumnya hidup dalam kelompok
besar (schooling fish) (Setiapermana, 1996 dalam Aziz, 2002).
Pada Stasiun I terlihat kelimpahan individu tertinggi untuk kelompok ikan
mayor terdapat pada famili Pomacentridae dan untuk kelompok ikan target
kelimpahan individu tertinggi terdapat pada famili Caesionidae sedangkan untuk
kelompok ikan indikator kelimpahan individu tertinggi dari famili Chaetodontidae
(Gambar 7).
5 6 4
0 1 0
42
22
12
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III
Stasiun
Rata
-rat
a Ke
limpa
han
(ind/
100
m2 )
Target
Indikator
Mayor
25
Gambar 7. Kelimpahan ikan karang setiap famili pada Stasiun I.
Jika dihubungkan dengan kondisi terumbu karang, untuk Stasiun I rata
persentase penutupan karang sebesar 54,4% dan didominasi oleh karang
bercabang (branching) yang merupakan habitat dari famili Pomacentridae jenis
Abudefduf sexfasciatus. Selain itu di stasiun ini juga banyak ditemui karang mati
terutama pada Stasiun I (Lampiran 1-2) sehingga hal inilah yang menyebabkan
keberadaan dari ikan-ikan indikator sangat sedikit. Begitu pula dengan
keberadaan ikan-ikan target terutama dari jenis kerapu sangat jarang dijumpai di
stasiun ini. Hal ini disebabkan kurangnya formasi terumbu karang yang
membentuk lubang-lubang karang yang biasanya sangat disenangi oleh jenis-
jenis ikan kerapu. Ikan target yang dijumpai di stasiun ini adalah dari jenis ikan
ekor kuning (Caesionidae) dan baronang (Siganidae) yang memiliki pola migrasi
yang luas dan menyebar merata di seluruh stasiun.
Kelimpahan individu tertinggi untuk Stasiun II dari kelompok ikan mayor
adalah famili Pomacentridae sebanyak 47 ind/100m2. Untuk kategori target
tertinggi pada famili Caesionidae sebanyak 8 ind/100m2, dan untuk kelompok
indikator berasal dari famili Chaetodontidae dengan total kelimpahan 2 ind/100m2
(Gambar 8).
3 10 0 2 2 2 2 3 3 5
206
10
0
50
100
150
200
250
Acan
thur
idae
Caes
ioni
dae
Ephi
ppid
ae
Lutja
nida
e
Mul
lidae
Siga
nida
e
Chae
todo
ntid
ae
Apog
onid
ae
Cent
risci
dae
Labr
idae
Pom
acen
trid
ae
Scar
idae
Target Indikator Mayor
Rata
-rat
a Ke
limpa
han(
1ind
/100
m2 )
26
Gambar 8. Kelimpahan ikan karang setiap famili pada Stasiun II.
Berkaitan dengan kondisi terumbu karang, Stasiun II merupakan stasiun
dimana persentase karang hidup tergolong sedang dan memiliki keragaman
yang beragam dimana banyak terdapat karang bercabang (branching) dan
bongkahan besar karang masif (Lampiran 3–4).
Pada Stasiun III, untuk kelompok mayor kembali didominasi oleh famili
Pomacentridae sebanyak 36 ind/100m2, kelimpahan ikan dari jenis ini berkaitan
dengan banyaknya ditemukan karang bercabang (branching) (Lampiran 5–6).
Karena dari hasil pengamatan selama melakukan peyelaman, jenis ini banyak
bergerombol di karang-karang bercabang (Gambar 9).
Kelompok target didominasi dari famili Caesionidae sebanyak 10
ind/100m2. Hampir di setiap stasiun pengamatan ikan karang dari jenis ini banyak
ditemukan bergerombol di daerah slope. Jenis ikan Caesionidae (ekor kuning)
merupakan target nelayan yang menggunakan alat tangkap bom karena jenis
ikan Caesionidae sering bergerombol dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan pada setiap stasiun pengamatan terutama di Stasiun II
tutupan karang hidupnya hanya tergolong sedang dan buruk karena terdapat
banyaknya patahan karang (rubble).
28
14 2 1
5
47
7
0
10
20
30
40
50
Acan
thur
idae
Caes
ioni
dae
Lutja
nida
e
Mul
lidae
Chae
todo
ntid
ae
Apog
onid
ae
Labr
idae
Pom
acen
trid
ae
Scar
idae
Target Indikator Mayor
Rat
a-ra
ta k
elim
paha
n (in
d/10
0m2 )
27
Gambar 9. Kelimpahan ikan karang setiap famili pada Stasiun III.
Dari ketiga kelompok di atas, jumlah individu kelompok ikan mayor lebih
besar dibanding kelompok lain. Jika diperbandingkan antar kelompok, maka rasio
atau proporsi antara jumlah individu kelompok target, indikator dan mayor adalah
51 : 6 : 332 (Tabel 6), atau jika disederhanakan menjadi 8 : 1 : 55, yang berarti
dalam sejumlah 64 ekor ikan terumbu karang pada setiap stasiun pengamatan
rata-rata terdiri atas 8 ekor ikan target, 1 ekor ikan indikator, dan 55 ekor ikan
mayor. Rasio ini sangat tertinggal jauh dibandingkan rasio kelompok ikan karang
yang ditemukan di Taman Laut Nasional Takabonerate yakni 4 : 1 : 9, dimana
dalam 14 ekor ikan karang, rata-rata ditemukan 4 ekor ikan target, 1 ekor ikan
indikator dan 9 ekor ikan mayor (Husain, 2000). Jika disetarakan dengan 58 ekor
ikan karang, maka rasio di TLN Bonerate adalah 17 : 4 : 37, dimana dalam 58
ekor ikan karang di TLN Bonerate, rata-rata ditemukan 17 ekor ikan target, 4 ekor
ikan indikator dan 37 ekor ikan mayor.
Tabel 6. Pengelompokan jumlah dan spesies ikan karang pada semua stasiun selama pengamatan.
Kelompok Jumlah individu
(ekor) Rata-rata individu per stasiun (ekor)
Jumlah family
Jumlah genus
Jumlah spesies
Target 51 17 8 9 11
Indikator 6 2 1 3 4
Mayor 332 111 6 17 25
Total 389 130 15 29 40
14
2 13 2 1 1 2
36
6
0
10
20
30
40
Acan
thur
idae
Caes
ioni
dae
Lutja
nida
e
Mul
lidae
Siga
nida
e
Chae
todo
ntid
ae
Pom
acan
thid
ae
Apog
onid
ae
Labr
idae
Pom
acen
trid
ae
Scar
idae
Target Indikator Mayor
Rata
-rat
a ke
limpa
han(
ind/
100m
2 )
28
D. Komposisi Jenis
Pada Stasiun I komposisi jenis tertinggi adalah ikan Abudefduf sexfasciatus
(37,48%) yang berasal dari famili Pomacentridae (Lampiran 8). Dari hasil
pengukuran kondisi terumbu karang dengan metode LIT (Lampiran 1–6),
persentase penutupan karang hidup pada stasiun tergolong sangat baik dan
sedang dan Stasiun I merupakan daerah perlindungan laut dan banyak terdapat
jenis-jenis karang bercabang (branching) yang mana karang ini merupakan
habitat dari ikan mayor dari ikan suku Pomacentridae, sehingga hal inilah yang
menyebabkan komposisi jenis dari Abudefduf sexfasciatus sangat besar di
stasiun ini. Persentase komposisi jenis tertinggi lainnya ikan target yaitu suku
Caesionidae jenis Casio teres sebesar 4,43% dan ikan indikator yaitu suku
Cahaetodontidae jenis Chaetodon octofasciatus dan Chelmon rostratus 0,34%.
Pada Stasiun II jika dihubungkan dengan persentase penutupan karang
hidup tergolong sangat baik dan sedang sedang dengan presentase penutupan
karang hidup sebesar 26,1-28,2%. Persentase komposisi jenis tertinggi dari
kelompok ikan mayor jenis Neoglyphidodon melas sebesar 15,38% dan target
Casio teres sebesar 10,26% sedangkan dari kelompok ikan indikator Chaetodon
octofasciatus dan Chelmon rostratus sebesar 1,03%.
Sedangkan pada Stasiun III persentase penutupan karang hidup tergolong
buruk yaitu sebesar 15,6-24,4% dan didapatkan rubble (RB) sebesar 39,3-
62,2%. Untuk presentase komposis jenis pada stasiun ini paling tinggi dari
kelompok ikan mayor jenis Abudefduf sexfasciatus sebesar 20,55%, ikan target
Casio teres sebesar 6,85% dan ikan indikator jenis Chelmon rostratus,
Chaetodon octofasciatus dan Chaetodontoplus mesoleucus memiliki komposisi
jenis yang sama yaitu sebesar 1,03%.
29
E. Kategori Ukuran Ikan
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat kecendrungan bahwa ukuran ikan
yang kecil pada umumnya bergerombol dengan jumlah yang lebih banyak dan
tidak terlihat terganggu dengan kehadiran pengamat. Sedangkan untuk kategori
ukuran 7.5 – <10 cm adalah yang paling banyak dan ukuran 10 – <15 cm paling
sedikit (Tabel 7), pada ukuran 25 cm ke atas tidak ditemui pada stasiun
pengamtan karena secara umum dari pengamatan terdapat kecenderungan
bahwa ukuran ikan yang relatif besar endrung menjauh dan bersembunyi ketika
didekati. Dari famili Labridae, Scaridae dan Lutjanidae sebagian besar ditemukan
berukuran relatif besar (<20 cm) dibandingkan jenis lainnya (Lampiran 10-12).
Tabel 7. Jumlah ikan yang teramati pada setiap stasiun berdasarkan kategori ukuran panjang (Green and Bellwood, 2009).
I II III
1. 5 – <7.5 11 2 2 15
2. 7.5 – <10 192 48 37 277
3. 10 – <15 9 5 5 19
4. 15 – <20 20 16 9 45
5. 20 – <25 14 11 8 33
6. 25 – <30 0 0 0 0
7. 30 – <35 0 0 0 0
Total 389
No. Ukuran (cm)Stasiun
Total
F. Indeks Ekologi Ikan Karang
Indeks keanekaragaman ikan karang merupakan parameter untuk
mengukur besar kecilnya keanekaragaman jenis dalam satu lokasi. Indeks
keanekaragaman ikan karang yang didapatkan di setiap stasiun penelitian yang
paling tinggi yaitu pada Stasiun II sebesar 2,99 tergolong kondisi sedang
sedangkan indeks keanekaragaman terendah terdapat di Stasiun I sebesar 2.54
(Gambar 10, Lampiran 13).
30
Gambar 10. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan karang pada setiap stasiun pengamatan.
Rendahnya indeks keanekaragaman pada Stasiun I yang merupakan
daerah perlindungan laut (DPL) dikarenakan pada stasiun tersebut didominasi
jenis ikan karang tertentu yang tinggi yaitu dari jenis Abudefduf sexfasciatus dan
Pomacentrus moluccensis, dimana diketahui bahwa jenis ikan tersebut memiliki
kelimpahan besar sehingga indeks keanekaragaman pada Stasiun I rendah.
Berdasarkan indeks keanekaragaman Odum (1971), kategori indeks
keanekaragaman di setiap stasiun pengamatan tergolong kondisi sedang.
Kehidupan yang majemuk di terumbu karang menyebabkan terjadinya
persaingan di antara jenis dalam mendapatkan ruang hidup, karena sebagian
besar ikan-ikan karang hidupnya sangat tergantung pada substrat sebagai
tempat berlindung dan mencari makan. Hal ini terlihat pada setiap stasiun
pengamatan yang memiliki indeks keanekaragaman yang berbeda-beda. Ilham
(2007) menemukan indeks keanekaragaman ikan karang yang didapatkan di
setiap stasiun penelitian berkisar 2.578–3.143 yang ada di setiap stasiun
pengamatan di Pulau Badi merupakan komunitas stabil yang berarti bahwa
penyebaran jumlah setiap jenis di setiap stasiun pengamatan merata atau
seragam.
31
Indeks keseragaman menggambarkan apakah sebaran jumlah individu
masing-masing jenis diperoleh secara seragam atau tidak. Nilai indeks
keseragaman yang tertinggi pada Stasiun II pada setiap stasiun pengamatan
sebesar 0.89 sedangkan indeks keseragaman ikan karang terendah terdapat di
Stasiun I sebesar 0.72 (Gambar 10).
Nilai indeks keseragaman tidak berbeda jauh antar stasiun pengamatan
karena jumlah satu spesies dengan spesies yg lain tidak jauh berbeda antara
spesies 1 dengan spesies lainnya hanya 1 spesies yang jumlah individunya tinggi
yaitu dari jenis Abudefduf sexfasciatus (Lampiran 11–13).
Indeks keseragaman ikan karang pada setiap stasiun pengamatan di Pulau
Sarappolompo mulai dari komunitas labil sampai stabil. Ini berarti bahwa
penyebaran jumlah setiap jenis di setiap stasiun pengamatan tidak merata.
Sedangkan berdasarkan penelitian Ilham (2007), nilai indeks keseragaman pada
setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0.795–0.890 yang ada di setiap
stasiun pengamatan di Pulau Badi komunitas stabil yang berarti bahwa
penyebaran jumlah setiap jenis di setiap stasiun pengamatan merata atau
seragam.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks dominansi pada setiap stasiun
pengamatan, didapatkan indeks dominan tertinggi pada Stasiun I sebesar 0.17
sedangkan terendah pada Stasiun II sebesar 0.06 (Gambar 10). Indeks
dominansi pada Stasiun I merupakan yang tertinggi dan mencolok dibandingkan
stasiun yang lain. Ini berarti di dalam komunitas ikan karang pada Stasiun II
terdapat spesies yang mendominasi. Dominasi tersebut terdapat pada famili
Pomacentridae yang jumlah sampai 104 ind/100m2. Semakin tinggi nilai indeks
dominansinya, semakin melimpah suatu jenis yang ditemui dengan perbedaan
jumlah yang sangat menyolok dibandingkan dengan jenis lainnya (Odum, 1971).
32
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan dominansi pada setiap stasiun
pengamatan didapatkan kisaran nilai indeks dominansi berkisar antara 0.062-
0.103. Ini berarti di dalam komunitas ikan karang tidak ditemui adanya dominansi
suatu jenis. Hal ini sesuai dengan penyebaran masing-masing jenis yang tidak
terlalu jauh berbeda kisarannya (hampir seragam). Semakin tinggi nilai indeks
dominansinya, semakin melimpah suatu jenis yang ditemui dengan perbedaan
jumlah yang sangat menyolok dibandingkan dengan jenis lainnya.
G. Kondisi Oseanografis
Parameter lingkungan merupakan hal yang penting untuk mengetahui
pengaruh dan hubungannya terhadap organisme yag terdapat didalamnya.
Parameter oseanografi fisika-kimia yang diukur pada saat penelitian di perairan
Pulau Sarappolompo meliputi suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, dan
kekeruhan (Tabel 7).
Rata-rata kualitas air dalam pengkuran parameter lingkungan disajikan
pada Tabel 8. Selain itu data pengukuran parameter lingkungan menunjukkan
bahwa tidak ada kecendrungan perbedaan kualitas air dalam tiga kali
pengamatan yang telah dilakukan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
parameter lingkungan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap data
yang dikumpulkan.
Tabel 8. Hasil pengukuran parameter lingkungan pada lokasi penelitian.
Stasiun Suhu (ºC) Salinitas
(‰)
Kec. Arus
(m/det)
Kecerahan
(m)
Kekeruhan
(NTU)
I 30.3 34.3 0.10 7.83 0.53
II 31.0 34.0 0.13 8.50 0.83
III 30.3 32.3 0.16 8.16 0.36
33
a. Suhu
Suhu air mempunyai peranan dalam kecepatan laju metabolisme dan
respirasi biota air serta proses metabolisme ekosistem perairan (Odum, 1971).
Rata-rata suhu perairan di daerah penelitian adalah 30.3–31oC (Tabel 8). Dari
hasil pengukuran dan perhitungan dapat dikatakan bahwa suhu tersebut dapat
ditolerir oleh ikan. Dapat dikatakan bahwa ikan karang dapat hidup normal
dengan rata-rata suhu yang terukur tersebut. Perairan ini sesuai untuk
perkembangan terumbu karang. Menurut Nybakken (1992) perkembangan
terumbu karang yang optimal terjadi diperairan yang rata-rata suhu tahunannya
23–25ºC. Namun terumbu karang dapat mentoleransi suhu sampai 36–40ºC.
b. Salinitas
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kisaran salinitas di setiap stasiun
adalah 32.3–34.3‰ (Tabel 8). Nilai ini merupakan kisaran yang normal yang
dibutuhkan oleh ikan karang unuk melangsungkan kehidupannya di perairan.
Nilai salinitas yang telah diukur ini tidak terlalu bervariasi antara stasiun
penelitian. Tidak bervariasinya salinitas di lokasi penelitian karena pada saat
pengambilan data tidak terjadi hujan. Menurut Nontji (2007), faktor-faktor
lingkungan yang berperan dalam perubahan salinitas adalah pola sirkulasi air.
Nilai salinitas tersebut merupakan normal untuk pertumbuhan terumbu
karang. Menurut Nybakken (1992) terumbu karang sangat sensitif terhadap
perubahan salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari salinitas normal (30–
35‰).
c. Kecerahan
Kecerahan berkaitan erat dengan intensitas cahaya matahari yang masuk
kedalam perairan. Kecerahan yang didapat di perairan ini berkisar 7.83–8.5
meter, menunjukkan bahwa kecerahan di perairan ini relatif baik untuk
34
pertumbuhan terumbu karang. Menurut Nybakken (1992) cahaya matahari
berperan penting dalam proses pembentukan terumbu karang karena cahaya
matahari menentukan kelangsungan proses fotosintesis bagi alga yang
bersimbiosis di dalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju
fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk
menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula.
d. Kecepatan arus
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, kecepatan arus rata-
rata berkisar antara 0.10–0.16 m/s (Tabel 8). Arus berfungsi sebagai pensuplai
oksigen dari laut bebas dan makanan berupa plankton. Arus juga dapat
membantu penyebaran larva-larva ikan.
Nilai tersebut baik untuk perumbuhan terumbu karang untuk
membersihkan atau mengangkat endapan yang melekat pada polip karang.
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk, bersifat baik apabila membawa
nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh terumbu karang dan
bersifat buruk apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan
menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
e. Kekeruhan
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang
disebabkan oleh adanya partikel-partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan
yang terkandung dalam suatu perairan. Berdasarkan data yang diperoleh selama
penelitian, tingkat kekeruhan rata-rata pada stasiun pengamatan berkisar antara
0.36–0.83 NTU (Tabel 8).
35
V. KESIMPULAN
1. Simpulan
Hasil penelitian yang dilakukan di perairan Pulau Sarappolompo, sebagai
berikut:
1. Rata-rata kondisi terumbu karang di setiap stasiun pengamatan berada
antara 20.05 sampai 54.4%.
2. Keseluruhan jumlah ikan yang teramati kurang lebih 389 ind/100m2, terdiri
dari 16 famili, 30 genus dan 40 spesies ikan karang. Rata-rata kelimpahan
ikan tertinggi ditemukan di Stasiun I (47 ind/100m2) dan terendah di Stasiun
III (16 ind/100m2).
3. Rasio ikan karang di Pulau Sarappolompo secara umum memenuhi rasio
atau proporsi jumlah individu antar kelompok (target, indikator, mayor)
sebesar= 8 : 1 : 55.
4. Komposisi jenis ikan didominasi oleh ikan spesies Caesio teres (5,76%)
untuk ikan target, spesies Chaetodon octofasciatus dan Chelmon rostratus
(0,62%) untuk ikan indikator, dan Abudefduf sexfasciatus (27,76%) untuk
ikan mayor.
5. Nilai indeks keanekaragaman antara 2,54–2,99, indeks keseragaman
antara 0,72–0,89 dan indeks dominansi antara 0,06–0,17.
2. Saran
Untuk menjaga dan meningkatkan keragaman dan kelimpahan ikan karang
di Pulau Sarappolompo, maka perlu dilakukan perlindungan dan pengawasan
areal terumbu karang Pulau Sarappolompo yang masih tergolong baik terutama
pada daerah perlindungan laut.
36
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G., 1997. Marine Fishes of South East Asia. The Western Australia
Museum, Perth, Western Australia.
Amaliyah, 2004. Studi kondisi tutupan bentik terumbu karang di perairan Pulau Salemo, Sabangko dan Sagara Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Atjo, A. A., 2010. Sebaran dan keanekaragaman ikan karang pada kondisi dan variasi habitat terumbu karang Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Program
Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Aziz, A. W., 2002. Studi kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang famili Pomacentridae dan Labridae pada daerah rataan terumbu (reef flat) di perairan Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan,
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Bakosurtanal, 2003. Inventarisasi Data Dasar Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Terumbu Karang di Kangean Madura. Pusat Survey Sumberdaya
Alam. Bakusortanal, Madura.
Bouchon-Navaro, Y., C. Bouchon, M. Louis and P. Legendre, 2005. Biogeographic patterns of coastal fish assemblages in the West Indies. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 315: 31–47.
Burhanuddin, A. I., 2008. Ikhtiologi: Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan
Citra Emulsi, Makassar.
Chabanet, P., H. Ralambondrainy, M. Amanieu, G. Faure and R. Galzin, 1997. Relationships between coral reef substrata and fish. Coral Reefs, 16: 93–
102.
Chou, L. M., 1984. A Review Reef Survey and Management Methods in Singapore. Department of Zoology, Singapore.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker, 1994. Survey Manual and Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsville.
Green, A.L. and D.R. Bellwood, 2009. Monitoring Functional Groups of Herbivorous Reef Fishes as Indicators of Coral Reef Resilience. A Practical Guide for Coral Reef Managers in the Asia Pacific Region. IUCN Working
Group on Climate Change and Coral Reefs. IUCN, Gland, Switzerland.
Kuiter, R. H. and T. Tonozuka, 2001. Pictorial Guide to Indonesian Reef Fishes.
Zoonetics, Australia.
Haerul, 2012. Analisis keragaman dan kondisi terumbu karang di pulau sarappo lompo, Kabupaten Pangkep. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
37
Husain, A. A. A., 2000. Keanekaragaman ikan karang di Taman Laut Nasional Takabonerate, Sulawesi Selatan. Torani, 10(2): 61–68.
Husain, A. A. dan Arniati, 1996. Studi dan evaluasi tingkat keanekaragaman ikan terumbu karang di perairan Pulau Samalona. Laporan Penelitian. Lembaga
Penelitian Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Ilham, 2007. Keterkaitan kondisi dan rugositas terumbu karang dengan kelimpahan dan keragaman ikan karang di Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Lieske, E. and R. Myers, 1996. Reef Fish of the Indo-Pacific and Caribbean. Harper Collins, London.
Manuputty, A. E. W. dan Winardi, 2007. Monitoring Ekologi Biak. COREMAP II–
LIPI, Jakarta.
Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J. W., 1988. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
Jakarta.
Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta.
Odum, E. P., 1971. Dasar-dasar Ekologi. Cetakan ke-3. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Randall, J. E., 1999. Revision of the Indo-Pacific Labrid Fishes of the Genus Pseudocheilinus, with Description of Three New Spesies. Issue 28 of Indo-
Pacific Fishes. Bernice Pauahi Bishop Museum. The University of California, USA. 34p.
Russell, B. C., F. H. Talbot, G. R. V. Anderson and B. Goldman, 1978. Collection
and sampling of reef fishes. In: D. R. Stoddart and R. E. Johannes (eds.) Coral Reefs: Research Methods. UNESCO, Paris. Pp. 329–345.
Sale, P. F. (ed.), 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press,
California, USA.
Sorokin, Y. I., 1993. Coral Reef Ecology. Springer-Verlag, Berlin-Heidelberg.
38
Lampiran 1. Data transek LIT Stasiun I di kedalaman 3 m (Ulangan 1).
Panjang
Transek (cm)
Transition
Point (cm)Kategori
50 50 ACB
100 50 CM
200 100 ACE
300 100 CM
500 200 ACB
580 80 SC
590 10 SP
700 110 ACB
800 100 CM
1000 200 ACB
1050 50 CF
1200 150 DC
1230 30 CS
1400 170 ACE
1600 200 CF
1700 100 CMR
1750 50 SC
1980 230 ACB
2000 20 DC
2600 600 CB
2710 110 CE
2760 50 ACB
2790 30 CM
2800 10 SC
2900 100 RB
3010 110 CM
3090 80 ACB
3200 110 CM
3250 50 S
3400 150 ACB
3550 150 CM
3700 150 RB
3750 50 ACB
3800 50 CB
3820 20 CF
3845 25 ACD
3900 55 CB
4010 110 ACB
4030 20 CF
4150 120 CM
4300 150 ACB
4350 50 CM
4600 250 ACB
4750 150 SC
4760 10 SP
4950 190 ACB
5000 50 CM
Kedalaman 3 M (Ul.1)
39
Rekapitulasi persentase tutupan Life-Form Stasiun I di kedalaman 3 m.
Life-form %
ACB 36,4
ACD 0,5
ACE 5,4
CB 14,1
CE 2,2
CF 5,8
CM 17,4
CMR 2,0
CS 0,6
DC 3,4
RB 5,0
S 1,0
SC 5,8
SP 0,4
14 100
40
Lampiran 2. Data Transek LIT Stasiun I di kedalaman 12 m (Ulangan 2).
Panjang
Transek
(cm)
Transition
Point (cm)Kategori
70 70 DCA
78 8 ACB
110 32 CMR
190 80 SC
200 10 CMR
300 100 DCA
350 50 CE
400 50 DCA
430 30 SC
670 240 ACB
790 120 DCA
810 20 ACB
890 80 CMR
1500 610 S
2400 900 RB
2600 200 S
2700 100 CMR
3000 300 DCA
3100 100 S
3550 450 CMR
4000 450 RB
4150 150 CM
4300 150 RB
4750 450 S
4830 80 CE
5000 170 RB
5000 26
Kedalaman 12 M (Ul.2)
Rekapitulasi persentase tutupan Life-form Stasiun I di kedalaman 12 m.
Life-form %
ACB 5,4
CE 2,6
CM 3,0
CMR 13,4
DCA 12,8
RB 33,4
S 27,2
SC 2,2
8 100
41
Lampiran 3. Data transek LIT Stasiun II di kedalaman 3 meter (Ulangan 1).
Panjang
Transek (cm)
Transition
Point (cm)Kategori
50 50 CM
100 50 RB
120 20 CM
185 65 RB
195 10 CM
255 60 S
300 45 ACE
345 45 CM
360 15 ACE
400 40 RB
445 45 CM
490 45 RB
565 75 S
575 10 CS
590 15 CM
670 80 RB
695 25 CM
750 55 RB
769 19 CM
800 31 S
850 50 CM
880 30 CS
950 70 S
1000 50 CM
1150 150 RB
1190 40 ACE
1200 10 CS
1300 100 S
1350 50 CM
1500 150 RB
1555 55 CM
1590 35 RB
1600 10 CM
1655 55 RB
1685 30 CM
1800 115 S
1840 40 CS
1945 105 RB
1960 15 ACE
2000 40 RB
2055 55 CM
2200 145 RB
2400 200 S
2450 50 CS
2490 40 CM
2650 160 RB
2680 30 CM
2900 220 RB
3000 100 CM
3350 350 S
3400 50 CM
3420 20 CS
3500 80 S
3520 20 CM
3700 180 RB
3750 50 ACE
3780 30 CS
4000 220 S
4040 40 CM
4200 160 RB
4220 20 CM
4400 180 RB
4450 50 CM
4800 350 RB
4830 30 CM
4870 40 CS
5000 130 RB
5000 67
Kedalaman 3 M (Ul. 1)
42
Rekapitulasi persentase Tutupan Life-Form Stasiun II di kedalaman 3 meter.
Life-form %
ACE 3,3
CM 18,2
CS 4,6
RB 47,9
S 26,0
5 100
43
Lampiran 4. Data Transek LIT Stasiun II di kedalaman 12 m (Ulangan 2).
Panjang
Transek
(cm)
Transition
Point (cm)Kategori
30 30 CM
220 190 RB
300 80 DCA
350 50 CM
400 50 CF
490 90 DCA
550 60 CM
600 50 CF
700 100 MA
850 150 S
900 50 SC
1000 100 RB
1100 100 CM
1230 130 RB
1250 20 SC
1400 150 RB
1500 100 DCA
1600 100 CM
1650 50 CF
1800 150 DCA
1900 100 CM
1990 90 CF
2200 210 MA
2500 300 S
2520 20 CF
2800 280 RB
2900 100 CM
3050 150 RB
3160 110 CM
3400 240 RB
3600 200 DCA
3720 120 CM
3740 20 CF
3780 40 DCA
3900 120 CM
3940 40 SC
4050 110 MA
4220 170 S
4240 20 CF
4600 360 RB
4720 120 CM
4900 180 RB
5000 100 CM
5000 43
Kedalaman 12 M (Ul. 2)
Rekapitulasi persentase tutupan Life-Form Stasiun II di kedalaman 12 m.
Life-form %
CF 6,0
CM 22,2
DCA 13,2
MA 8,4
RB 35,6
S 12,4
SC 2,2
7 100
44
Lampiran 5. Data Transek LIT Stasiun III di kedalam 3 m (Ulangan 1).
Panjang
Transek (cm)
Transition
Point (cm)Kategori
300 300 RB
450 150 CM
500 50 RB
600 100 ACB
620 20 CF
680 60 CS
700 20 CM
730 30 CS
750 20 CF
900 150 RB
950 50 ACB
1000 50 CM
1100 100 RB
1150 50 ACB
1200 50 CM
1450 250 RB
1600 150 CM
1790 190 S
2000 210 RB
2020 20 CF
2060 40 CM
2300 240 RB
2320 20 CM
2600 280 RB
2640 40 CM
2700 60 S
2750 50 ACB
2780 30 SC
2900 120 RB
2950 50 ACB
3000 50 CM
3300 300 RB
3320 20 CM
3340 20 CF
3600 260 RB
3750 150 S
3770 20 CM
4000 230 RB
4030 30 CM
4230 200 S
4350 120 RB
4380 30 CF
4400 20 CM
4900 500 RB
4940 40 SC
4950 10 CF
5000 50 CS
5000 47
Kedalaman 3 M (Ul. 1)
45
Rekapitulasi persentase tutupan Life-form Stasiun III di kedalaman 3 m.
Life-form %
ACB 6,0
CF 2,4
CM 13,2
CS 2,8
RB 62,2
S 12,0
SC 1,4
7 100
46
Lampiran 6. Data Transek LIT stasiun III di kedalam 12 m (Ul.2)
Panjang
Transek (cm)
Transition
Point (cm)Kategori
150 150 CM
200 50 ACE
550 350 RB
580 30 DCA
600 20 CM
800 200 S
820 20 ACE
1250 430 RB
1300 50 DCA
1320 20 ACB
1550 230 DCA
1800 250 RB
1820 20 CM
2000 180 RB
2245 245 S
2300 55 DCA
2500 200 RB
2600 100 DCA
2620 20 CM
2800 180 DCA
2830 30 CF
2870 40 CM
2890 20 CF
3200 310 RB
3500 300 DCA
3540 40 ACB
3700 160 SC
3720 20 CF
3800 80 DCA
3830 30 ACB
3900 70 CM
4000 100 DCA
4245 245 RB
4260 15 SP
4400 140 DCA
4430 30 CM
4600 170 DCA
4650 50 CM
4800 150 S
4850 50 DCA
5000 150 CM
5000 41
Kedalaman 12 M (Ul. 2)
Rekapitulasi persentase tutupan Life-form Stasiun III di kedalaman 12 m.
Life-form %
ACB 1,8
ACE 1,4
CF 1,4
CM 11,0
DCA 29,7
RB 39,3
S 11,9
SC 3,2
SP 0,3
9 100
47
Lampiran 7. Jenis-jenis ikan yang ditemukan dan klasifikasinya.
Phylum Class Ordo Family Genus Spesies
angustatus
rhodopterus
2. Acanthuridae Acanthurus nigrofusccus
3. Centriscidae Aeoliscus strigatus
Caesio teres
Pterocaesio trilinetus
linulatus
octofasciatus
Chelmon rostratus
6. Ephippidae Platax teira
Choerodon anchorago
Cheilinus fasciatus
Thalassoma lunare
Pseudojuloides elongatus
Lutjanus carponotatus
decussatus
9. Mullidae Parupeneus barberinus
10.Nemipteridae Scolopisis aurata
Amphiprion ocellaris
bengalensis
sexfasciatus
Acanthochromis polyacanthus
Chromis ternatensis
analis
viridis
Chrysiptera parasema
Dascyllus trimaculatus
Neoglyphidodon melas
alexanderae
brachialis
moluccensis
12. Pomacanthidae Chaetodontoplus mesoleucus
Chlorurus sordidus
Hipposcarus longiceps
chameleon
flavipectoralis
oviceps
14. Serranidae Epinephelus quoyanus
Siganus puellus
tetrazona
16. Tetraodontidae Arothron hispidus
Scarus
PerciformesOsteichthyesChordata
7. Labridae
Chaetodon
Pomacentrus
Abudefduf
Apogon1. Apogonidae
4. Caesionidae
8. Lutjanidae
15. Siganidae
5. Chaetodonidae
11. Pomacentridae
13. Scaridae