Kerajaan Islam Mataram

30
KERAJAAN ISLAM MATARAM Kerajaan Mataram memiliki arti penting dalam sejarah peradaban islam di nusantara. Mataram merupakan kerajaan islam atau dikenal dengan istilah kesultanan yang berdiri pada abad ke 16 tepatnya 1588-1749 M, dengan pusat pemerintahan berada di Kota Gede (dekat Yogyakarta). Kerajaan ini berdiri pada mulanya dari sebidang tanah hutan mentaok yang merupakan pemberian sebagai balas jasa terhadap Ki Ageng Pemanahan yang telah membantu kerajaan Pajang. Dan seiring perkembangannya, Mataram dengan ekspansinya mampu bertransformasi menjadi negara yang luas dan berkuasa atas Jawa dan Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris yang menguasi hampir seluruh pulau Jawa berbeda dengan kerajaan lainnya di nusantara yang merupakan kerajaan maritim. Namun secara tradisi kerajaan Mataram kental dengan tradisi pra-islam seperti Hindu-Budha, hal ini tidak mengherankan karena kesultanann Mataram dibangun diatas puing-puing kerajaan kuno sehingga islam yang terbentuk dikenal dengan istilah islam sinkretisme, terlebih raja pertama Mataram, Penembahan Senopati yang merupakan peletak dasar budaya Jawa-islam merupakan keturunan raja Brawijaya yakni raja terakhir kerajaan Majapahit. Awal Berdirinya Kerajaan Islam Mataram

description

kerajaan

Transcript of Kerajaan Islam Mataram

Page 1: Kerajaan Islam Mataram

KERAJAAN ISLAM MATARAM

Kerajaan Mataram memiliki arti penting dalam sejarah peradaban islam di

nusantara. Mataram merupakan kerajaan islam atau dikenal dengan istilah

kesultanan yang berdiri pada abad ke 16 tepatnya 1588-1749 M, dengan pusat

pemerintahan berada di Kota Gede (dekat Yogyakarta). Kerajaan ini berdiri pada

mulanya dari sebidang tanah hutan mentaok yang merupakan pemberian sebagai

balas jasa terhadap Ki Ageng Pemanahan yang telah membantu kerajaan Pajang.

Dan seiring perkembangannya, Mataram dengan ekspansinya mampu

bertransformasi menjadi negara yang luas dan berkuasa atas Jawa dan Mataram

merupakan kerajaan berbasis agraris yang menguasi hampir seluruh pulau Jawa

berbeda dengan kerajaan lainnya di nusantara yang merupakan kerajaan maritim.

Namun secara tradisi kerajaan Mataram kental dengan tradisi pra-islam seperti

Hindu-Budha, hal ini tidak mengherankan karena kesultanann Mataram dibangun

diatas puing-puing kerajaan kuno sehingga islam yang terbentuk dikenal dengan

istilah islam sinkretisme, terlebih raja pertama Mataram, Penembahan Senopati

yang merupakan peletak dasar budaya Jawa-islam merupakan keturunan raja

Brawijaya yakni raja terakhir kerajaan Majapahit.

Awal Berdirinya Kerajaan Islam Mataram

Kerajaan islam Mataram sebagai kerajaan yang mampu menguasai hampir

seluruh Pulau Jawa dalam sejarah pendiriannya kerajaan Mataram berkaitan

dengan kerajaan Demak dan Pajang. Cikal bakal pendirian kerajaan Mataram ini

dipelopori oleh Ki Ageng Pemanahan yang berhasil membuka hutan yang lambat

laun menjadi desa dan dalam perkembangannya menjadi kerajaan yang kemudian

kita kenal dengan nama kerajaan Mataram. Lahan hutan tersebut sesungguhnya

didapatkan Ki Ageng Pemanahan dari  Sultan Hadiwijaya yang merupakan raja

kerajaan Pajang  sebagai imbalan atas jasa Ki Ageng Pemanahan membantu

menumpas Arya Penangsang dari Jipang dimana saat itu Pajang dan Jipang

terlibat konflik. Atas andilnya tersebut, Ki Ageng Pemanahan dihadiahi daerah

Mataram oleh raja Pajang dan dengan berakhirnya perang Pajang melawan Jipang

Page 2: Kerajaan Islam Mataram

tahun 1558 M Ki Ageng Pemanahan mulai bekerja di Mataram dan tahun 1577 ia

menempati istana barunya di Kotagede. Namun berdasarkan sumber cerita babad

tidak memuat petunjuk bahawa Ki Ageng Pemanahan sudah bertindak sebagai

raja Mataram yang merdeka. Selama hidupnya ia seorang penguasa bawahan raja

Pajang yang taat dan patuh.1

Dalam perkembangannya, daerah hasil pembukaan hutan Mataram

berhasil menjadi kerajaan yang siap bersaing dengan kerajaan Pajang sebagai

atasannya. Hingga akhirnya sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, diteruskan oleh

putranya yang bernama Penembahan Senopati yang segera setelah menerima

tanah warisnya mengadakan persiapan memerdekanan Mataram dari Pajang

dengan diawali dengan membuat tembok sekeliling istana dan melakukan

pembangkangan terhadap titah raja Pajang serta membujuk penguasa setempat

untuk ikut membangkang terhadap raja. Kondisi ini memaksa Raja Pajang

mengambil tindakan kekerasan terhadap Mataram dan terjadilah pertempuran. Tak

lama setelah pertempuran raja Pajang meninggal dan penggantinya yakni

menantunya juga berhasil diusir oleh pangeran Benawa yang merupakan putra

raja Pajang yang paling muda yang bekerjasama dengan Senopati dan

menyerahkan kerajaan Pajang kepada Senopati. Atas peralihan kekuasaan inilah

tahun 1588 Senopati menempati tahta raja dengan gelar Panembahan dan mulai

memimpin Mataram menjadi Kerajaan yang semakin besar dengan berbagai

ekspansi terutama ke daerah timur maka tidak heran semasa Senopati memimpin

Mataram selalu terlibat pertempuran dengan daerah lainn karena obsesi Senopati

yang ingin menjadikan Mataram menjadi penguasa atas Pulau Jawa hingga

akhirnya Mataram tumbuh menjadi kerajaan agraris yang besar dan diteruskan

oleh keturunan Senopati.

1 De Graaf, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, 1985 hal. 282

Page 3: Kerajaan Islam Mataram

Raja-Raja Yang Berkuasa Dan Masa Kejayaan

Dalam sejarah islam, Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup

penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (Indonesia).

Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan

mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka

agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di Jawa.

Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan Mataram islam adalah sistem

Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan.

Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang

kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada

tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.

Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan

penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang

bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya

adalah Sasranegara, pejabat administrasi.

Kerajaan ini semakin memperkokoh kekuasaannya pada masa

Panembahan Senopati. Ia membawa Mataram menjadi kerajaan independen yang

sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Pajang. Dengan

berkuasanya Kerajaan Mataram Islam atas penaklukan Kerajaan Pajang dan

jatuhnya Kerajaan Demak pada masa sebelumnya, maka daerah pusat

pemerintahan Kerajaan Islam juga berpindah. Semasa Kerajaan Demak pusat

pemerintahan berada di pesisir, sedangkan setelahnya berpindah ke pedalaman,

yaitu Pajang dan kemudian pindah ke Kota Gede. Berpindahnya pusat

pemerintahan dari daerah pesisir ke daerah pedalaman sangat mempengaruhi

corak kehidupan sosial, budaya, dan terutama ekonomi pada saat itu. Panembahan

Senopati membawa Mataram menjadi kerajaan yang merdeka. Beberapa tindakan

yang dilakukan Senopati untuk memperkuat daerah-daerah yang telah ditaklukkan

dan mengambil hati rakyatnya adalah membuat beberapa legitimasi kekuasaan,

salah satunya dengan membuat garis keturunan para raja Mataram adalah

keturunan para wali sekaligus mengalir darah para dewa, sedangkan sebagai raja

Page 4: Kerajaan Islam Mataram

Islam yang baru, Panembahan Senopati melakukan konsultasi dengan Sunan

Kalijaga dan membangun kerjasama dengan Ratu Kidul. Kepercayaan Senopati

kepada Sunan Kalijaga dan Ratu Kidul membuktikan bahwa Kerajaan Mataram

Islam berdiri dari pengabungan unsur-unsur Islam dengan kepercayaan Jawa asli.

Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan Senopati terus-

menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia

meninggal pada tahun 1601. Setelah Panembahan Senopati meninggal

kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang bernama Mas Jolang atau

Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12 tahun (1601-

1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman

Danalaya di sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau

meninggal di hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. ia digantikan oleh

putranya, Mas Jolang atau Penembahan Sedaing Krapyak (1601 – 1613). Peran

mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang

meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pangeran Jatmiko

atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung

Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil

membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di

Yogyakarta. Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan

bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan

Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada

tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun

1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”. Pada

tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai

sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma

Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman. Pada masa pemerintahannyalah Mataram

menarik kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun

agama dan kebudayaan.

Pada perkembangannya, ketika Sultan Agung berkuasa, wilayah

kekuasaan Mataram semakin bertambah luas. Untuk mengatur jalannya

Page 5: Kerajaan Islam Mataram

pemerintahan, maka tatanan birokrasi harus dibentuknya dengan baik. Hal ini juga

berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kerajaan yang semakin bertambah

pulasehingga birokrasi memiliki arti penting sebagai pengatur jalannya

pemerintahan. Namun, masalah yang kemudian muncul adalah tentang sistem

pembiayaan kerajaan, terutama untuk memenuhi gaji para pejabat birokrasi yang

belum diatur dengan baik. Sebelum masa pemerintahan Sultan Agung, penertiban

dan penggiatan pajak belum dilakukan dengan baik. Padahal, pajak adalah sebuah

instrumen utama dalam kebijakan ekonomi dalam rangka menjamin pertumbuhan

ekonomi dan stabilitas negara, dengan meratakan atau mengalihkan sumber

pribadi untuk kepentingan umum. Ketika Sultan Agung berkuasa, perekonomian

melalui sektor pajak saat itu sangat mempengaruhi situasi perpolitikan Mataram.

Meningkatnya aktivitas militer menyebabkan bertambahnya kebutuhan kerajaan

untuk membiayai militer dalam rangka penaklukan untuk memperluas wilayah

kekuasaan atau menghadapi pemberontakan sebagai upaya menjaga integrasi.

Kekuasaan terluas wilayah Kerajaan Mataram dicapai pada masa Sultan Agung,

yang meliputi sebagian besar pulau Jawa, terbentang dari Blambangan

(Banyuwangi sekarang) di ujung Jawa bagian timur sampai Karawang di Jawa

bagian barat, bahkan mencakup beberapa wilayah di luar Jawa seperti Palembang,

Sukadana, Banjarmasin, dan Makasar. Penaklukan-penaklukan yang dilakukan

merupakan usaha untuk menyatukan seluruh wilayah Jawa sebagai bagian dari

penciptaan stabilitas politik dan perekonomian negara. Sultan Agung membagi

wilayah tersebut menjadi empat bagian, yaitu kutagara atau siti narawita, negara

agung, mancanegara, dan pasisiran. Sistem pemerintahan dan birokrasi di

dalamnya mulai mengalami perkembangan yang lebih baik daripada pemerintahan

sebelumnya.

Pencapaian wilayah terluas tersebut, merupakan suatu prestasi tersendiri

pada masa pemerintahan Sultan Agung. Namun, Sultan Agung dihadapkan pada

kekuatan besar yang semakin merongrong kekuasaan kerajaan, yaitu VOC

(Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang berpusat di Batavia. Mataram

memiliki hubungan yang kurang baik dengan VOC, yang kemudian berujung

pada pertempuran di tahun 1628 dan 1629 M dengan kekalahan Mataram. Kondisi

Page 6: Kerajaan Islam Mataram

tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan politik sekaligus

perekonomian kerajaan. Intervensi VOC di kerajaan Mataram semakin

melemahkan pemerintahan. Apalagi dengan sistem monopoli perdagangannya

yang sudah lama diterapkan di berbagai wilayah Nusantara, yang ditunjang oleh

modal besar, organisasi yang baik, persenjataan serta tekonologi perkapalan yang

lebih maju,semakin menjadi saingan bagi Mataram dalam bidang ekonomi,

terutama di sektor perdagangan sebagai penunjang perekonomian negara.

Adapun kebijakan ekonomi Sultan Agung yang terdiri dari tiga macam,

pertama meningkatkan pertanian dengan terlebih dahulu mendistribusikan tanah,

membentuk forum komunikasi bagi para petani, membangun bendungan beserta

saluran airnya, dan intensifikasi tanaman padi disertai pemberian modal untuk

memperbanyak produksi beras dalam pertanian. Kedua, membentuk petugas pajak

dan menentukan besaran pajak yang harus diserahkan kepada kerajaan. Ketiga,

membentuk Lembaga Keuangan yang mengurusi segala pemasukan untuk kas

kerajaan. Melalui ekonomi yang baik, Mataram dapat menguasai sebagian besar

wilayah Jawa(kecuali Banten dan Batavia) yang terbagi menjadi empat wilayah

bagian, yaitu kutagara, negara agung, mancanegara, dan pasisiran. Mataram juga

mampu menancapkan kekuasaannya di wilayah luar Jawa, seperti Madura,

Palembang (Sumatra), Sukadana dan Banjarmasin (Kalimantan), serta Makasar

(Sulawesi). Pemasukan kekayaan kerajaan didapat melalui aktifitas perekonomian

yang ditarik dari pajak, yaitu pajak penduduk, pajak tanah (sebagian besar dari

pertanian), pajak upeti, dan pajak bea cukai barang dan jasa dari kegiatan

perdagangan.

Di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram tetaplah menjadi kerajaan

yang kuat. Tetapi tidak untuk masa pemerintahan setelahnya, kekuatan Mataram

semakin melemah ketika masa Amangkurat I (1645-1677). Daerah-daerah pantai

wilayah negara berangsur-angsur dianeksasi oleh Belanda, seperti Karawang,

Semarang (1677), Cirebon, Rembang, Jepara, Surabaya, Pasuruan, dan Madura

sehingga pusat negara makin dipisahkan dari pantai.Akibatnya, Kerajaan Mataram

Page 7: Kerajaan Islam Mataram

kembali ke dalam kegiatan agraris dan mulai melepaskan tradisi perdagangan-

pelayaran.

Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang

berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak pembunuhan dan

kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan

ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama

dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan

Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya)

melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum,

(dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.

Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga

dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-

1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada

akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC,

dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram

harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian

akibat perang. Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun

1703, Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat

III). Dia juga sangat menentang VOC. Karena pertentangan tersebut VOC tidak

setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC mengangkat Paku

Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara (perang perebutan mahkota

I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun Amangkurt III menyerah

dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan

diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi

dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini Voc

kembali turut andil di dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan

Mahkota II (1719-1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal

tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa

pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan

benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan

Page 8: Kerajaan Islam Mataram

Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini

membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC.

Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang

bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II

melarikan diri ke Panaraga. Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali

(1743) tetapi kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan

kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh

Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum

pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen sekarang).

Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya

sehingga akhirnya dia berdamai dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan

pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang Perebutn Mahkota III (1747-

1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan

akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku

Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III. Pengangkatan Paku Buwana III

tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi

telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi

perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan

VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan

itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai.

Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai

Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah:

Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran

Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan

Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana

III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan

raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri

Susuhunan Paku Buwana III.

Masa Kejayaan

Page 9: Kerajaan Islam Mataram

Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam

Sultan Agung tidak mempunyai pengganti yang mumpuni sepeninggalnya.

Putra mahkota sangat bertolak belakang sifat dan kepribadiannya dengan sang

ayah. Kegemarannya pada kehidupan keduniawian telah mendorongnya ke jurang

kehancuran kerajaan. Maka dimulailah pemerintahannya sebagai raja Mataram

bergelar Sunan Amangkurat I (1646-1677). Raja ini mempunyai kebiasaan yang

berbeda dengan para pendahulunya. Gaya pemerintahannya cenderung alim, tidak

suka bergaul (terasing) dan terlalu curiga dengan semua orang. Para pejabat di

zaman pemerintahan ayahnya dihabisi dengan bengis, entah dengan hukuman

cekik sampai mati untuk perkara-perkara yang sudah diatur (jebakan) atau dengan

cara dikorbankan menjadi memimpin armada perang ke luar Mataram. Hubungan

antar kerabat pun tidak berjalan baik. Bahkan dengan putra mahkotanya, Sunan

Amangkurat I terlibat bersaing dalam urusan wanita pilihan sebagai istri. Kejadian

ini memunculkan tragedi berupa tewasnya mertua dan saudara-saudara raja.

Karena putra mahkota didukung oleh kakeknya, Prabu Pekik (mertua Amangkurat

I) untuk menikahi seorang gadis cantik bernama Rara Oyi, putri Ngabehi

Mangunjaya dari tepi Kali Mas Surabaya. P.rabu Pekik berasal dari Surabaya

terlibat membantu putra mahkota yang merupakan saingan sang raja dalam

perebutan putri tersebut. Kebengisan sunan dapat dilacak dari catatan pejabat

Belanda maupun dalam babad Jawa. Banyak kejadian tidak masuk akal pada

pemerintahannya. Pernah sang raja mengatur pembunuhan untuk adiknya, Prabu

Alit. Karena sang adik dihasut para pangeran di kerajaan untuk menuntut tahta.

Bahkan raja pernah melakukan genocide terhadap lima ribu ulama. Sifat bengis

sunan ini telah menimbulkan sikap anti pati dan ketakutan rakyatnya. Oleh sebab

itu ketika terjadi serbuan dari kelompok Prabu Trunajaya dari Madura, raja tidak

mampu menangkisnya. Karena rakyat bersatu padu menyerang istana. Sunan

Amangkurat I menyingkir hingga meninggal karena sakit dalam pelariannya di

Wanayasa, Banyumas utara. Konon pula, untuk mempercepat kematiannya, putra

mahkota yang kelak menjadi Amangkurat II memberi sebutir pil racun pada sang

Page 10: Kerajaan Islam Mataram

ayah. Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi, dekat dengan gurunya yaitu

Tumenggung Danupaya.

Bagaimanapun buruknya Amangkurat I, beliau tetap mempunyai karya

besar. Dalam bidang arsitektur, sunan membuat istana baru di Plered (selatan Kuta

Gede) dengan konsep pulau ditengah laut. Pembangunan istana Mataram tersebut

dilandasi oleh sifatnya yang tidak mau kalah dengan keberhasilan sang

ayah.Untuk pekerjaan ini, sunan mengerahkan para penduduk hingga luar ibu kota

agar membuat batu bata sebagai tembok kraton dan membendung sungai Opak

menjadi danau besar. Utusan VOC, Rijklof van Goens mencatat bahwa ia sangat

takjub dengan kraton Plered yang seolah-olah mengapung di lautan. Untuk

mencapai alun-alun sebelum ke istana, orang harus melewati jembatan batang

yang dibangun permanen. Wafatnya Amangkurat I, membuat Putra mahkota

mempunyai modal besar menggantikan tahta Mataram. Dengan bekal pusaka-

pusaka kerajaan, beliau berusaha mengusir gerakan Trunajaya dengan meminta

dukungan VOC. Putra mahkota naik tahta bergelar Sunan Amangkurat II (1677-

1703).Ibu kota Mataram dipindah, bergerak ke timur di Kartasura. Karena Prabu

Puger (adik Amangkurat II) tetap berdiam di istana Plered, setelah Amangkurat I

wafat. Beliau berpendapat bahwa dirinya yang berhak atas tahta Mataram. Karena

dirinya yang mendapat wahyu dari sang ayah (Amangkurat I) bukan putra

mahkota (Amangkurat II). Kejadian tersebut ketika P.rabu Puger menunggui ajal

sang ayah. Namun akhirnya Prabu Puger mengakui kekuasaan Amangkurat II di

Kartasura tahun 1680. setelah terjadi pertikaian alot. Meskipun pada masa-masa

sesudahnya, Prabu Puger tetap membara semangatnya untuk mencapai tahta

Mataram. Kelak akhirnya sang pangeran bertahta sebagai Sunan Paku Buwana I.

Pemerintahan Amangkurat II (1677-1703) di Kartasura dibangun dengan

dukungan penuh VOC. Oleh karena itu, dirinya terikat dengan segala macam

permintaan VOC. Di sisi lain, sang raja sangat melindungi para pejuang dalam

melakukan perlawanan terhadap VOC, diantaranya adalah Untung Suropati. Ia

merupakan mantan perwira VOC yang akhirnya memusuhi resimennya karena

tindakannya yang sewenang-wenang. Ketika VOC meminta sang raja untuk

Page 11: Kerajaan Islam Mataram

menyambut Kapten Tack di Kartasura, muncullah ambivalensinya. Meskipun

Kapten Tack ini sangat berjasa dengan berhasil membunuh P.rabuTrunajaya di

Kediri, namun karena sifatnya yang arogan di mata sang raja, maka Amangkurat

II sangat membenci Kapten Tack. Apalagi kedatangannya ke kraton Mataram

adalah untuk mengusir gerakan Untung Suropati. Untuk menutupi sikap

ambivalensinya, Amangkurat II menyambut baik kedatangan Kapten Tack di

depan istana Kartasura. Namun, beliau telah mengatur siasat dengan pasukan

Suropati untuk menyamar sebagai prajurit Mataram. Tiba-tiba terjadi huru hara di

saat Kapten Tack datang di istana yang menyebabkan dirinya terbunuh (Feb

1686). Sayang, tindakan sunan tersebut diketahui oleh sang adik, Prabu Puger.

Kelak beliau menunjukkan bukti-bukti kuat kepada VOC soal keterlibatan sang

raja dalam peristiwa itu. Inilah senjata ampuh Prabu Puger dalam mendongkel

tahta keturunan Sunan Amangkurat II. Dalam kehidupan seni budaya, dukungan

kuat VOC telah mempengaruhi Amangkurat II untuk menerapkan etiket Eropa di

dalam istana. Tata cara adat sembah untuk menghormat raja mulai diubah tidak

dengan cara duduk bersila, melainkan dengan berdiri tegak lurus tangan dan kaki,

topi diletakkan di lengan. Ini berlaku bagi orang-orang Eropa. Bahkan mereka

diperkenankan duduk di bangku, bukan duduk bersila di lantai seperti layaknya

pada pejabat Mataram. Inilah revolusi sosial yang mulai berlaku di istana

Mataram.

Ketika Amangkurat II wafat, tahta Mataram masih diteruskan oleh putra

mahkota bergelar Amangkurat III (1703-1708). Raja ini juga menggalang

persahabatan dengan Untung Suropati, seperti ayahnya. Sementara itu, di istana

terjadi konflik lama. Sang paman, P.rabu Puger tetap ngotot menginginkan tahta.

Dengan bukti-bukti kuat keterlibatan Amangkurat II dan III soal wafatnya Kapten

Tack, maka Prabu Puger dinaikkan tahta sebagai raja Mataram oleh VOC,

bergelar Sunan Paku Buwana I (1704-1719). Beliau bertahta di Semarang.

Amangkurat III diserang oleh VOC dan Sunan Paku Buwana I. Beliau melarikan

diri ke Jawa Timur, akhirnya dapat ditawan VOC (1708) kemudian diasingkan ke

Sri Lanka. Sunan Paku Buwana I kemudian bertahta di Kartasura. Masa-masa

Page 12: Kerajaan Islam Mataram

pemerintahannya dibayar mahal dengan menyerahkan daerah-daerah pesisir

kepada VOC. Suatu kesalahan besar. Karena sumber pendapatan Mataram

berkurang drastis. Ianilah yang memancing konflik intern berkepanjangan.

Kondisi kerajaan tidak pernah stabil. Para pangeran merasa bahwa pengaruh dan

kebijakan VOC sangat menancap di Mataram. Terjadi beberapa pemberontakan

yang dilakukan para pembesar kerajaan yang tidak puas dengan kondisi

pemerintahan. Keadaan ini berlangsung terus bahkan hingga wafatnya Sunan

Paku Buwana I dan digantikan sang putra dengan gelar Sunan Amangkurat IV

(1719-1726).

Catatan Belanda menunjukkan bahwa Amangkurat IV seperti seorang raja

yang telah ditinggalkan rakyatnya. Kerajaan sangat rapuh, potensi perpecahan dan

konflik intern merebak. Bahkan hingga wafatnya, sang raja pengganti (Sunan

Paku Buwana II) mewarisi kerapuhan tersebut.

Sunan Paku Bawana II (1726-1749) memegang tampuk pemerintahan

dalam usia muda belia, 16 tahun. Hal itulah yang membuat sang bunda, Ratu

Amangkurat IV yang mendukung VOC melakukan intervensi pada

pemerintahannya. Sementara itu patihnya, Danurejo sangat anti VOC.

Sebagaimana sang ayah yang mewarisi kondisi kerajaan tidak solid, Sunan

Paku Buwana II pun dirongrong oleh hutang-hutang yang harus dibayarkan

kepada VOC. Bahkan kerajaan mengalami perang besar, yaitu pemberontakan

orang-orang Cina yang semula terjadi di Batavia (1740) kemudian merembet

hingga Kartasura. Perang yang dikenal sebagai Geger Pacina ini telah membuat

sunan bersama gubernur pesisir van Hohendorff harus melarikan diri ke Jawa

Timur karena istana Mataram diduduki kaum pemberontak. Beruntung, VOC

dapat menyusun kekuatan dan berhasil menduduki kembali Kartasura tahun 1742.

Namun kondisi istana yang sudah poranda tidak layak sebagai ibukota kerajaan

dan paham Jawa mengatakan bahwa istana yang sudah diduduki musuh, tidak lagi

suci sebagai ibukota. Dengan dukungan VOC, Sunan Paku Buwana II

membangun istana baru. Desa Sala atau kemudian dikenal dengan Surakarta

Page 13: Kerajaan Islam Mataram

Hadiningrat terpilih dari 3 alternatif yang diajukan dan sunan mulai mendiaminya

pada 1745(1746). Arsitek pembangunan kraton adalah adik sunan, Prabu

Mangkubumi (kelak bergelar Sultan Hamengku Buwana I). Harga mahal yang

harus dibayar raja kepada VOC karena berhasil memadamkan perang pacina

adalah kesepakatan bahwa VOC memperoleh daerah pesisir, yaitu Madura,

Sumenep dan Pamekasan. Selain itu, VOC lah yang menentukan pejabat patih

Mataram serta penguasa pesisir. Akibat jatuhnya pesisir ke tangan VOC, para

pejabat Mataram geram. Bermunculan para pemberontak yang merongrong istana

Surakarta Hadiningrat. Diantaranya yang terkenal adalah pasukan Raden Mas

Said (1746), keponakan raja. Untuk memadamkan pemberontakan itu, sunan

mengadakan sayembara berupa pemberian tanah Sokawati bagi yang berhasil

memadamkannya. Maka tampillah adik raja, Prabu Mangkubumi. Dengan

kemampuannya mengatur strategi perang dan penguasaan medan yang jitu,

akhirnya gerakan Mas Said dapat ditumpas. Namun sunan mengampuni

keponakannya itu. Masalah timbul, ketika dalam pertemuan agung kerajaan,

langkah sunan hendak menyerahkan hadiah tanah Sokawati kepada Prabu

Mangkubumi dihalangi oleh patihnya, Pringgalaya dan gubernur van Imhoff.

Menurut gubernur VOC tersebut, Mangkubumi tidak layak mendapat hadiah 4000

cacah. Seakan-akan hendak menandingi kekuasaan raja. P.rabu Mangkubumi

kecewa, dipermalukan dihadapan umum oleh van Imhoff. Maka 19 Mei 1746,

beliau berontak pada VOC , keluar dari Surakarta, lalu mendiami Sokawati

dengan kekuatan 2500 kavaleri (pasukan berkuda) serta 13000 anak buah dan

punggawa yang mendukungnya. Beliau melancarkan serangan kepada VOC di

Grobogan, Juana, Demak, Jipang (Bojonegoro). Pasukannya bertambah kuat

dengan bergabungnya RM. Said, sang keponakan yang sempat ditundukkannya.

Persatuan paman dan keponakan ini bahkan hampir menguasai istana Surakarta

(1748). Kondisi kerajaan yang tidak stabil membuat Sunan Paku Buwana II jatuh

sakit. Seakan sudah pasrah dengan kerajaannya yang tidak solid, beliau

menyerahkan Mataram kepada gubernur Baron von Hohendorff (11 Desember

1749). Inilah kesalahan terbesar yang dilakukan raja. Keputusan tersebut

menyulut Prabu Mangkubumi untuk bergerak, agar dapat menarik kembali

Page 14: Kerajaan Islam Mataram

kerajaan tetap dalam pangkuan dinasti Mataram. Beliau mengangkat dirinya

sebagai Sunan Pakubuwana di desa Bering, Yogyakarta (12 desember 1749).

Tindakan ini sebagai langkah mendahului keponakannya (putra mahkota Paku

Buwana II yang baru 16 tahun), yang akan dinaikkan tahta oleh VOC sebagai

Sunan Paku Buwana III.

Inilah babak baru periode kerajaan Mataram terbagi dua. Prabu

Mangkubumi sebagai raja didampingi RM. Said sebagai patihnya. Kedua tokoh

ini merupakan dwi tunggal kekuatan yang sulit ditembus VOC maupun Surakarta

Hadiningrat dibawah Paku Buwana III. Sayang persekutuan sultan dan patihnya

yang juga merupakan menantu, akhirnya pecah di tahun 1753 akibat benturan

konflik pribadi soal tahta Mataram yang masih dipegang Sunan Paku Buwana III.

VOC yang sudah lelah dengan panjangnya peperangan, mulai menempuh jalur

perundingan. Bahkan RM. Said pernah menulis surat ke VOC bersedia berunding

dengan syarat diangkat sebagai sunan. Rupanya VOC tidak mengindahkannya,

namun melirik pada Prabu Mangkubumi. VOC mendekatinya bahkan mengganti

pejabatnya yang tidak disukai P. Mangkubumi dalam upaya perundingan, yaitu

van Hohendorff. VOC menggantikannya dengan Nicolaas Hartingh. Seorang

Belanda yang sangat mengerti tata krama Jawa, pribadi yang lebih disukai Prabu

Mangkubumi. Dalam hal ini Hohendorff sadar diri, ia tidak akan bisa kontak

dengan Mangkubumi dan hal tersebut sangat merugikan VOC. Selain itu, citranya

sudah buruk di Surakarta. Oleh karena itu pengunduran diri Hohendorff

merupakan langkah maju bagi VOC guna membuka perundingan dengan Prabu

Mangkubumi.

Kesepakatan tercapai melalui Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755).

Menyatakan Mataram dibagi dua. Sunan Paku Buwana III tetap bertahta di

Surakarta Hadiningrat dengan kekuasaan meliputi : Ponorogo, Kediri, Banyumas.

Prabu Mangkubumi bertahta di desa Bering yang lebih dikenal dengan

Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan wilayah meliputi Grobogan, Kertasana,

Jipang, Japan, Madiun. Sementara Pacitan dibagi untuk keduanya, termasuk

Kotagede dan makam Kerajaan Imogiri.

Page 15: Kerajaan Islam Mataram

Sunan Paku Buwana III yang tidak diikutkan dalam perundingan tersebut

tidak dapat berbuat banyak, hanya bisa menerimanya. Sementara itu, RM. Said

semakin kecewa karena tidak mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu dirinya

semakin gencar melakukan perlawanan baik kepada Sultan HB I, Sunan PB III,

dan VOC. Merasa tidak mampu menanganinya, VOC pun menawarkan jalan

damai, melalui perundingan Salatiga (1757). Dalam perundingan tersebut Mas

Said menyatakan kesetiaannya pada raja Surakarta Hadiningrat dan VOC. Sunan

Paku Buwana III memberikan tanah 4000 cacah dengan wilayah meliputi

Nglaroh, Karanganyar, Wonogiri. Sementara, Sultan Hamengku Buwana I tidak

memberikan apa-apa. Kemudian RM. Said dinobatkan sebagai adipati

Mangkunegara I. Kerajaannya bernama Mangkunegaran.

Demikianlah kerajaan Mataram resmi terbagi dalam 3 kekuasaan yang

diperintah Sunan Paku Buwana III, Sultan Hamengku Buwana I, dan

Mangkunegara I. Konflik antar pangeran mulai mereda, keamanan relatif stabil.

Namun dalam kedua perundingan yang telah disepakati tersebut tidak

dicantumkan hal pengganti tahta. Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk

menyatukan tahta Mataram. Mangkunegara I berharap akan tahta Surakarta. Oleh

karena itu, putranya (Prabu Widjojo) dinikahkan dengan putri Paku Buwana III,

GKR Alit. Meskipun dari perkawinan tersebut lahir seorang putra, Namun

harapan Mangkunegara I pupus, karena Paku Buwana III kemudian mempunyai

putra mahkota. Kelak putra Ratu Alit dan Prabu Widjojo bertahta sebagai

Mangkunegara II.

Demikian pula upaya Mas Said menikah dengan GKR Bendara, putri

sulung Hamengku Buwana I. Sayang sang putri menceraikannya (1763) yang

kemudian menikah dengan Prabu Diponegara (dari Yogyakarta). Oleh karena itu,

terputuslah harapan Mangkunegara untuk merajut tahta Mataram dalam satu

kekuasaan tunggal. Bagaimanapun juga penyatuan Mataram akan merumitkan

VOC karena sukar mengendalikan satu kekuatan besar di Jawa. Dengan terbagi-

baginya kerajaan, maka akan mudah bagi VOC menancapkan hegemoni dan

superiornya di Tanah Jawa.

Page 16: Kerajaan Islam Mataram

Pengaruh Agama Islam Dan Hindu Pada Sistem Pemerintahan Kesultanan

Mataram

Dapat dilihat bahwa pengaruh dari agama Islam dan Hindu memiliki peran

masing-masing didalam pemerintahan kerajaan Mataram dimana ajaran dari

agama Islam dan Hindu mempengaruhi berbagai Aspek yang ada, antara lain:

a. Sistem pemerintahan kerajaan Mataram Islam

Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem

Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan.

Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang

kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang

tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun

istana. Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang

merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima

perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara.

Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.

b. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan

Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang.

Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris

karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga

memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas

penduduknya bermata pencaharian sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang

berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.

Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram adalah seni

tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah

Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-

Budha dengan Islam. Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan

memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending

yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang

disebut Hukum Surya Alam.

Page 17: Kerajaan Islam Mataram

c. Aspek Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram sangat tertata dengan baik

berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma yang sudah lama

berlaku begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja

merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah

pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan

surantana yang bertugas dalam memimpin upacara-upacara keagamaan. Di

bidang pengadilan terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan

pengadilan istana. Tugasnya untuk menciptakan ketertiban dalam dan seluruh

kerajaan dan menciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus

dipatuhi oleh seluruh penduduk.

d. Aspek Kemajuan dalam Bidang sosial Budaya

Pertama, Timbulnya kebudayaan kejawen Unsur ini merupakan akulturasi dan

asimilasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg

yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan

dengan doa-doa agama Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg

Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya. Kedua, Perhitungan Tarikh Jawa

Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M,

Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari

(tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke

tarikh Islam  berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun

1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah.

Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai“tahun Jawa”.

Berkembangnya Kesusastraan Jawa Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu

pengetahuan dan seni berkembang  pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan

Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending

yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.Kitab-kitab yang lain

adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang

ajaran-ajaran budi pekerti yang baik. Pengaruh Mataram mulai memudar

setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.

Page 18: Kerajaan Islam Mataram

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Page 19: Kerajaan Islam Mataram

De Graaf H.J, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama Di Jawa. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1985.

de Graaf, H.J, Awal Kebangkitan Mataram; Masa Pemerintahan Senapati,

Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985.

Graaf. Dr H.J. De. Runtuhnya Istana Mataram. Penerbit PT Pustaka Utama

Grafiti. Jakarta. 1987.

Skripsi:

http://digilib.uinsby.ac.id/ MATARAM PADA MASA SULTAN AGUNG

(RAJA KETIGA KERAJAAN ISLAM MATARAM).pdf

http://digilib.uin-suka.ac.id/ KEBIJAKAN EKONOMI SULTAN AGUNG

PADA MASA KERAJAAN MATARAM ISLAM TAHUN 1613-1645

M.pdf

Sumber Online:

https://www.academia.edu/9309756/KERAJAAN_MATARAM_ISLAM

http://www.astalog.com/324/telusuri-sejarah-kerajaan-mataram-islam.htm

http://www.astalog.com/2179/kerajaan-mataram-islam.htm