Kolelitiasis Dan Kolesistitis Email
-
Upload
hamdan-hariawan -
Category
Documents
-
view
286 -
download
17
Transcript of Kolelitiasis Dan Kolesistitis Email
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM METABOLISME
“ CHOLELITIASIS DAN CHOLESISTITIS ”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1. Dewi Agustina Ayu N
2. Tia Kumala Dewi
3. Anis Candra Dewi
4. Rina Wahyuningsih
5. Wilda Kharisma
6. Stefani Angel K
7. Yosina Martha I. T
8. Mubarokah Isnaeni
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEPERAWATAN
2013-1014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kolelitiasis atau yang lebih dikenal sebagai batu empedu ialah endapan satu atau lebih
komponen empedu, kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan
fosfolipid (Price & Wilson, 2005). Sedangkan, Kolesistitis adalah inflamasi akut maupun
kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut
pada duktus sistikus, menyebabkan distensi kandung empedu (Doenges, 1999).
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat
sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian
batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif
kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, saluran empedu ekstra
hepatik, atau saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja
disebut kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus
koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra
hepatik disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
Umumnya jika sudah terjadi batu empedu atau kolelitiasis prognosinya baik tetapi
terdapat banyak komplikasi yang potensial terjadi antara lain kolik billier yang rekuren (nyeri
intermiten), kolesistitis akut dan kronik karena penyumbatan duktus sistikus yang lama,
koledokolitiasis, pankreatitis, abses hati, kolangitis, sirosis bilier, empyema, icterus obstruktif
hingga terjadinya gangrene kandung empedu.
Oleh karena itu pada kesempatan ini akan dibahas mengenai kolelitiasis dan kolesistitis
terkait dengan konsep medis dan asuhan keperawatannya.
2
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2 Tujuan khusus
1.2.2.1 Menjelaskan definisi kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.2 Menjelaskan klasifikasi kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.3 Menjelaskan etiologi kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.4 Menjelaskan patofisiologi kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.5 Menjelaskan manifestasi klinis kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.6 Menjelaskan komplikasi dari kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.7 Menjelaskan penatalaksanaan kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.8 Menjelaskan WOC (web of caution) kolelitiasis dan kolesistitis
1.2.2.9 Menjelaskan asuhan keperawatan teoritis pada klien dengan kolelitiasis
dan kolesistitis
1.2.2.10 Menjelaskan contoh kasus asuhan keperawatan pada klien dengan
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
System bilier mencakup kandung empedu dan saluran empedu di dalam dan di luar hati.
Terdapat beberapa kelainan yang mempengaruhi system bilier dan mengganggu drainase empedu
yang normal ke dalam duodenum. Namun, pada pembahasan ini akan dipaparkan tentang
kolelitiasis dan kolesistitis.
2.1 Anatomi dan fisiologi (Gamsu G, 2009)
Sistem bilier terdiri dari kandung empedu dan saluran yang berasal dari hepar dan vesica
fellea. Fungsi primernya adalah sebagai organ yang memproduksi , menyimpan empedu dan
mengalirkan ke duodenum melalui saluran-saluran empedu.
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan ukuran ± 5 x 7 cm
dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati , di
bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral M.Rektus Abdominis. Sebagian besar korpus
menempel dan tertanam di dalam jaingan hati. Masing-masing sel hati juga terletak dekat
dengan beberapa kanalikulus mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan duktus-
duktus ini bergabung melalui duktus biliaris antar lobulus membentuk duktus hepatikus
kanan dan kiri. Diluar hati duktus ini bersatu dan membentuk duktus hepatikus komunis.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm sedangkan panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus.
Duktus sistikus berjalan keluar dari kandung empedu. Panjangnya ± 30-37 mm dengan
diameter 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu tapi menahan aliran
keluarnya. Duktus hepatikus komunis akan bersatu dengan duktus sistikus dan membentuk
duktus koledokus yang panjangnnya 7,5 cm dengan diameter 6 mm. Duktus koledokus
berjalan di belakang duodenum menembus jpankreas, bergabung dengan duktus pankreatikus
mayor wisungi dan bersatu pada bagian medial dinding duodenum desenden membentuk
papila vateri. Unung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi.
4
4
Dinding duktus biliaris ekstrahepatk dan kandung empedu mengandung jaringan fibrosa
dan otot polos. Membran mukosa mengandung kelenjat-kelenjar mukosa dan dilapisi oleh
selapis sel kolumnar.
Fungsi utama dari system bilier adalah sebagai tempat penyimpanan dan saluran cairan
empedu. Empedu di produksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Empedu terdiri
dari garam empedu, lesitin dan kolesterl merupakan komponen terbe4sar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam anorganik. Di luar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan di sini mengalami pemekatan
sekitar 50 %.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor , yaitu sekresi empedu oleh hati , kontraksi
kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa produksi akan
dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi ,
sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu
seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi
daripada tahanan sfingter.
5
Hormon kolesistokinin (CCK) dari selaput lender usus halus yang disekresi karena
rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus, merangsang nervus
vagus , sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Demikian CCK berperan besar terhadap
terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan, Empedu yang dikeluarkan dari
kandung emepdu akan dialirkan ke duktus koledokus yang merupakan lanjutan dari duktus
sistikus dan duktus hepatikus. Duktus koledokus kemudian membawa empedu ke bagian atas
dari duodenum, dimana empedu mulai membantu proses pemecahan lemak di dalam
makanan. Sebagian komponen empedu diserap ulang dalam usus kemudian dieksresikan
kembali oleh hati.
2.2 Kolelitiasis
2.2.1 Definisi
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya. Batu empedu bisa terdapat pada
kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra hepatic
(Muttaqin dan Sari, 2011).
Kolelitiasis atau yang lebih dikenal dengan batu empedu atau kalkuli/kalkulus
merupakan struktur kristal terbentuk dari pembekuan konstituen empedu normal dan
abnormal ( Fransisca B, 2009).
http://4.bp.blogspot.com/-gtD2RQYrjw4/UTQs9GHc8KI/AFE/ZxV-1EjADTw/s1600/Untitled-2.jpg
6
2.2.2 Klasifikasi
Menurut Prof. Dr. Nelly (2013) yang tertuang dalam bukunya, batu empedu
dibagi menjadi tiga tipe utama yaitu :
1) Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini: bilirubinat,
karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Batu ini cenderung berukuran
kecil, multiple, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu berwarna hitam berkaitan
dengan hemolisis kronis, batu berwarna kecoklatan berkaitan dengan infeksi
empedu kronis (batu semacam ini jarang dijumpai).
2) Batu kolesterol
Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning
pucat dan seringkali mengandung kalsum dan pigmen. Batu empedu murni tidak
terlihat dengan pemeriksaan radiografi.
3) Batu campuran
Batu campuran ini memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol,
majemuk, dan berwarna coklat tua. Batu empedu campuran sering dapat terlihat
dengan pemeriksaan radiografi.
2.2.3 Etiologi
Batu – batu (kalkuli) dibuat oleh kolestrol, kalsium bilirubinat atau campuran,
disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjadi pada
duktus koledukus, duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat juga terbentuk
pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering
diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak terjadi pada wanita (Doenges, 1999).
Menurut Robbins, 2007 Faktor Resiko terjadinya kolelitiasis adalah :
o Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
7
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
o Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.
o Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin,
diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama
untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
o Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi
yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla
spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral
(TPN), dan penurunan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan
pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung).
Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam empedu, serta
meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestinal.
o Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat
hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi
bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog
somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kantung empedu.
o Diet
Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.
8
Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu.
Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
2.2.4 Patofisiologi (Fransisca B, 2009)
Terdapat beberapa mekanisme pembentukan batu empedu yakni :
1. peningkatan sekresi empedu dapat terjadi karena kegemukan, diet tinggi kalori,
atau obat. Peningkatan aktivitas hidroksimetilglutarid-koenzim A (HMG-KoA)
reduktase, merupakan suatu enzim yang menentukan kecepatan pembentukan
kolestrol hati.gangguan konversi kolestrol menjadi asam empedu yang
mengakibatkan peningkatan rata-rata kolestrol litogenik atau asam empedu.
Terbentuknya empedu litogenik dari penurunan sekresi garam-garam empedu dan
fosfolipid oleh hati setelah terjadi gangguan sintesis hati.
2. Gangguan pembentukan vesikel , biasanya kolestrol disekresikan ke dalam
empedu sebagai vesikel berlapis unilameral yang tidak stabil dan di ubah bersama
asam empedu menjadi agregat lipid lain
3. Nukleasi Kristal kolestrol monohidrat, yang sangat dipercepat pada empedu
litogenik, dibandingkan dengan derajat kejenuhan kolestrol, lebih membedakan
empedu dapat disebabkan peningkatan factor pronukleasi atau defisiensi factor
antinukleasi. Glikoprotein musin dan non musin dan lisin fosfatidilkolin
merupakan factor pronukleasi dan antinukleasi lain belum lengkap. Nukleasi
Kristal kolestrol monohidrat dan pertumbuhan Kristal mungkin berlangsung di
dalam lapisan gel musin. Fusi vesikel menyebabkan terbentuknya Kristal kolestrol
monohidrat. Pertumbuhan Kristal yang terus menerus berlangsung melalui
nukleasi langsung molekul kolestrol dari vesikel empedu uni/multilamelar yang
jenuh.
4. Kolestrol adalah endapan empedu yang merupakan bahan mukosa kental yang
pada pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan Kristal lesiti kolestrol, Kristal
kolestrol monohidrat, kalsium bilirubinat, dan serat musin atau gel mukosa.
Endapan empedu biasanya membentuk endapan mirip bulan sabit di bagian
9
terbawahkandung empedu dan di kenali berdasarkan ekornya yang khas pada
pemeriksaan sonografi.
2.2.5 Manifestasi Klinis (Fransisca B, 2009)
1. Kolik biliaris
2. Peningkatan tekanan intra lumen
3. Nyeri visera (nyeri hebat yang meningkat di epigastrium atau kuadran kanan
abdomen yang kadang-kadang menjalar ke bahu kanan berlangsung lebih dari 30
menit dan kurang dari 12 jam, biasanya bertambah parah sesudah makan)
4. Kolik dapat mendadak dan menetap serta sangat hebat (1-4 jam)
5. Demam menggigil
2.2.6 Pemeriksaan penunjang
1) Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus. Di samping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkankembali. Pemeriksaan USG mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi (Mansjoer, 2000).
2) Radiografi : kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi (Smeltzer, 2002).
10
3) Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu serta memnentukan apakah kandung
empedu telah tebal (Williams, 2003).
4) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopanereatografi)
Pemeriksaan ini menungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optic yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut
untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier (Smeltzer, 2002).
5) Pemeriksaan darah
a. Kenaikan serum kolestrol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolestrol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin (Mansjoer, 2000).
2.2.7 Penatalaksanaan (Smeltzer, 2002).
1) Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80 % dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastric, analgesic dan antibiotic. Diit yang
dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk).
Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresi dan
tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
11
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau
metil tertier butyl eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jarring
untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus
koleduktus.
2) Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering dgunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan batu empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomo laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui
dinding abdomen pada umbilicus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkan batu
empedu.
2.2.8 Komplikasi (Mansjoer, 2000)
1. Kolesistitis akut maupun kronik
2. Koledokolitiasis
3. Pankreatitis
4. Abses hati
5. Sirosis bilier
6. Empyema
7. Icterus obstruktif
2.3 Kolesistitis
2.3.1 Definisi
Kolesistitis merupakan reaksi inflamasi dinding kandung empedu (Mansjoer,
2000).
Kolesistitis adalah inflamasi akut maupun kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu (Doenges, 1999).
12
Kolesistitis (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi dinding kandung
empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam
(Isselbacher, 2009).
2.3.2 Klasifikasi
Menurut brunner & suddart, 2001:
1. Kolesistitis Kalkulus
Peradangan akut kandung empedu yang mengandung batu disebut kolesistitis
kalkulosa akut dan dipicu oleh obstruksi leher kandung empedu atau duktus
sistikus.
2. Kolesistitis Akalkulus
Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh batu
empedu. Kolesistitis akulkulus timbul sesudah tindakan bedah mayor trauma
berat atau luka bakar.
2.3.3 Etiologi (Mansjoer, 2000)
Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan batu empedu
pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran
darah dan limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah
kuman-kuman seperti Escherichia coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau
karena pengaruh enzim-enzim pancreas.
2.3.4 Patofisologi (Fransisca B, 2009)
Kolesterol merupakan unsur pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin pospolipid dalam
empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan
sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati. Keadaan ini
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar
dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
13
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berrperan
sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
2.3.5 Manifestasi klinis (Sudoyo W, 2009)
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikansuhu tubuh.
Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsungsampai 60 menit tanpa
reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantungdari adanya kelainan
inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasikandung empedu. Sekitar
60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat seranganyang sembuh spontan.
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau
pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalamianoreksia dan sering
mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkangejala dan tanda deplesi
volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaanfisis, kuadran kanan atas
abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi.
2.3.6 Pemeriksaan penunjang (Brunner & Suddarth, 2001)
a. Pemeriksaan sinar X abdomen
Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung
empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostic
pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat serta
dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi
Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Preparat ini
kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan kedalam system
bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan
gambaran kandung empedu dan percabangan bilier.
14
d. Kolesistografi
Kolesistografi masih digunakan jika alat USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan.
2.3.7 Penatalaksanaan (Sudoyo W, 2009)
1. Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet
ringan, obat penghilang rasa nyeri (petidin) dan anti spasmodik. Antibiotic untuk
mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia, seperti golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazol mampu mematikan kuman yang umum
pada kolesistitis akut (E. coli, S. faecalis, Klebsiella)
2. Hingga saat ini kpan waktu yang tepat untuk dilakukan kolesistektomi, masih
diperdebatkan. Ahli bedah pro operasi dini menyatakan gangren dan komplikasi
kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan; dan menekan biaya perawatan
RS. Ahli bedah kontra operasi dini menyatakan akan terjadi penyebaran infeksi ke
rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di
sekitar duktus mengaburkan anatomi
3. Umumnya lebih banyak di gunakan kolesistektomi laparoskopik. Walau invasif
tapi bisa mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian,
secara kosmetik lebih baik, menurunkan biaya perawatan RS dan mempercepat
aktivitas pasien.
2.3.8 Komplikasi (Chiu HH, 2009)
1. Empyema terjadi akibat kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus
persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman-kuman
pembentuk pus.
2. Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan
pada duktus sistikus, biasanya oleh sebuah kalkulus besar.
3. Gangrene dan perforasi
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan
nekrosis jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah
15
distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau
torsiyang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan
predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada
kolesistitiskronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya.
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi
bakteri pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan
abses.Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi
pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan
drainase abses.
16
MK : nyeriMK : nyeri
2.4 WOC
Obesitas jenis kelamin usia
Peningkatan kolestrol peningkatan estrogen penurunan fungsi tubuh dan controlTerhadap kolestrol
Penurunan asam empedu Peningkatan jumlah kolestrol
Supersaturasi kolestrol aliran balik cairan empedu ke hepar iritasi dinding duktus sistikus oleh gesekan dg batu empedu
Pembentukan Kristal kolestrol peradangan disekitar hepatobilier respon inflamasi
Batu kolestrolmerangsang pelepasan zat pirogen o/ leukosit penumpukan cairan di interstisial
KOLELITIASIS beredar dalam darah oedema
Batu menuju duktus sistikus merangsang hipotalamus peningkatan tekanan intra abdomen
Obstruksi duktus sistikus peningkatan suhu tubuh KOLESISTITIS mual, muntah
Distensi kandung empedu MK : Hipertermia anoreksia
Fundus empedu menyentuh Intervensi bedah litotripsi/endoskopik dinding abdomen MK : nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh perioperatif gesekan empedu dg dinding abdomen
belum pernah operasi nyeri saat inspirasi
sering bertanya sesak MK : resiko infeksi
MK : kurang pengetahuan MK : ketidakefektifan pola nafas terbukanya port the entri MK : Resiko gangguan Bagi agen infeksi integritas kulit
Cemas luka pasca operatif perawatan pasca operatifTidak adekuat
MK : Ansietas pasca operatif
17
2.4 Asuhan keperawatan teoritis
Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik untuk
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melalui lima fase berikut yaitu
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
2.4.1 Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian, data yang dikumpulkan meliputi:
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan yang meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
3. Pemeriksaan fisik pada pasien kolelitiasis dan kolesistitis dapat di fokuskan
pada:
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan.
Tanda : geilsah.
b. Sirkulasi
Tanda : takikardia, berkeringat.
c. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine
gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
d. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &
makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak
dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri
mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan, tanda Murphy positif.
18
f. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai
oleh napas pendek, dangkal.
g. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal
(pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).
h. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
Billirubin & amilase serum : meningkat.
Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat,
alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vit. K.
Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.
2.4.2 Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera biologis : obstruksi/spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan nyeri hilang.
- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan
sesuai indikasi untuk situasi individual.
19
Intervensi :
a. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi
dan keefektifan intervensi.
b. Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih
lanjut.
c. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan
intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang
menghilangkan nyeri secara alamiah.
d. Control suhu lingkungan.
Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.
e. Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi,
visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.
f. Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan
pasien sering.
Rasional : membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan
kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri.
g. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan
membantu dalam manajemen nyeri.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui pengisapan gaster berlebihan : muntah, distensi,
dan hipermotilitas gaster.
20
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil.
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler baik.
- Secara individu mengeluarkan urin cukup dan tak ada muntah.
Intervensi :
a. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang
dari masukan, peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian
kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi
dan kebutuhan penggantian.
b. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram
abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak
teratur, parestesia, hipoaktif, atau tak adanya bising usus, depresi
pernapasan.
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan
pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium, dan klorida.
c. Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
Rasional : menurunkan rangsangan pada pusat muntah.
d. Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut ; berikan minyak.
Rasional : menurunkan kekeringan membrane mukosa, menurunkan
risiko perdarahan oral.
e. Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas
suntikan lebih lama dari biasanya.
Rasional : menurunkan trauma, risiko perdarahan/pembentukan hematom.
f. Kaji perdarahan yang tak biasanya, contoh perdarahan terus-menerus
pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, ptekie,
hematemesis/melena.
Rasional : protombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang
bila aliran empedu terhambat, meningkatkan risiko
perdarahan/hemoragik.
21
g. Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.
Rasional : menurunkan sekresi dan motilitas gaster.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan mual/muntah hilang.
- Menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau mempertahankan
berat badan individu yang tepat.
Intervensi :
a. Hitung masukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai
minimal.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi, berfokus
pada masalah membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.
b. Timbang sesuai indikasi.
Rasional : mengevaluasi keefektifan rencana diet.
c. Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang
menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai.
Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuka makan.
d. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.
Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.
e. Berikan kebersihan oral sebelum makan.
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
f. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi
abdomen, mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan
kemungkinan masalah sekunder sehubungan dengan imobilisasi.
g. Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui
rute yang paling tepat.
22
4. Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, prognosis.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
a. Berikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya.
Rasional : informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis.
b. Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan
pengobatan, dorong pertanyaan, ekspresikan masalah.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan
turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.
c. Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikan.
Rasional : kegemukan adalah fakor risiko yang dihubungkan dengan
kolesistitis, dan penurunan berat badan menguntungkan dalam
manajemen medik terhadap kondisi kronis.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak
(contoh : susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan, kacang
polong, bawang, minuman karbonat), atau zat iritan gaster (contoh :
makanan pedas, kafein, sitrun).
Rasional : mencegah/membatasi terulangnya serangan kandung empedu.
2.5 Askep kasus kolelitiasis
Ny. K 46 tahun datang ke RSUD Soetomo dengan keluhan nyeri perut kanan atas,
nyeri yang dirasakan menjalar, nyeri bila menarik nafas, nyeri seperti ditusuk. Panas
naik turun hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak. Klien mengungkapkan
bahwa nyeri dirasakan sejak kemarin, sebulan sebelumnya klien juga merasakan hal
yang sama namun mereda setelah minum obat yang dibeli di warung. Klien mengatakan
mual, muntah, hingga mengalami penurunan BB dari 60 kg menjadi 57 kg. Sebelumnya
klien tidak pernah dirawat di rumah sakit. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan S: 38,7oC axilla, N: 120 x/menit, T: 130/90 mmHg, RR: 28 x/menit. Hasil
23
USG didapatkan batu dengan ukuran 10mm x 5mm, leukosit : 13.500/iu. Diagnosa
medis : cholelitiasis.
I. Pengkajian keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Gresik
Tgl MRS : 27-09-2013
No. Reg : 63211xxx
Diagnose : Cholelitiasis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
nyeri seperti ditusuk-tusuk pada perut kanan atas yang menjalar, nyeri bila
menarik nafas.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya: pasien sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah
sakit
c. Riwayat Penyakit Sekarang : klien mengatakan nyeri perut kanan atas seperti
ditusuk-tusuk yang dirasakan menjalar, nyeri bila menarik nafas. Panas naik turun
hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak. Klien mengungkapkan bahwa
nyeri dirasakan sejak kemarin, sebulan sebelumnya klien jg merasakan hal yang
sama namun mereda setelah minum obat yang dibeli di warung. Klien dibawa ke
RSUD Soetomo oleh keluarganya
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
e. Riwayat Alergi : Pasien tidak mempunyai alergi obat ataupun makanan
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: kondisi umum terlihat lemah
Tanda Vital: S: 38,7oC axilla, N: 120 x/menit, T: 130/90 mmHg, RR: 28 x/menit
24
Body System
a. B1
Hidung : tidak terdapat PCH
Trachea : tidak ada kelainan
Dada : tidak ada kelainan
Bentuk : simetris
Gerakan : Simetris, tidak ada nyeri dada, nafas cepat dan dangkal
Suara nafas : vesikuler
Batuk : -
Sputum : -
Cyanosis : -
Frekuensi nafas : 28 x/menit
Terpasang O2 nasal 2 lpm
b. B2
Tidak ada nyeri dada, tidak ada pusing, tidak ada kram kaki, tidak ada palpitasi,
tidak ada clubbing finger, Suara Jantung S1S2 Tunggal, tidak ada edema, CRT 2
detik.
c. B3
Kesadaran: compos mentis
GCS: 4-5-6
Kepala : normal
Wajah : tampak meringis
Mata: Sclera: ikterus
Konjungtiva: anemis
Pupil: isokor
Leher: tidak tampak vena Jugularis
Reflek Patologis: normal
Reflek Fisiologis: normal
Pendengaran: normal
Penciuman: normal
Pengecapan: normal
Penglihatan: normal
Perabaan: normal
25
d. B4
Produksi Urine : 1000 cc/hari
Warna Urine: kuning gelap seperti teh
Gangguan saat kencing: -
e. B5
Mulut: bersih, gigi lengkap, mukosa bibir lembab
Tenggorokan, tidak ada sakit menelan
Abdomen: P: nyeri bila menarik nafas
Q: hilang timbul, terus menerus
R: abdomen kanan atas menjalar ke punggung atau bahu kanan
S: sedang-berat
T: saat bernafas
Rectum: normal
BAB: 1 x sehari, lembek, bau khas
BB SMRS: 60 kg, BB sekarang: 57 kg
f. B6
Kemampuan pergerakan sendi: normal
Ekstremitas: normal
Kulit : warna jaundice, kering, Akral hangat, Turgor baik
4. Pemeriksaan penunjang
USG : didapatkan gambaran batu dengan ukuran 10mm x 5mm
Leukosit : 13.500/iu
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah1 DS :
- Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada perut kanan atas yang menjalar, nyeri bila menarik nafas.
DO : - Kondisi umum terlihat lemah- TTV S: 38,7oC axilla, N: 120
x/menit, T: 130/90 mmHg, RR: 28 x/menit
- Tampak meringis- USG : batu berukuran 10mm x
5mm
Obstruksi duktus sistikus
Distensi kandung empedu
Gesekan empedu dengan dinding abdomen
Nyeri
Gangguan rasa aman nyaman :
nyeri
26
2 DS :- Klien mengatakan panas naik
turun hingga menggigil DO : - TTV S: 38,7oC axilla, N: 120
x/menit, T: 130/90 mmHg, RR: 28 x/menit
- Leukosit : 13.500/iu
Obstruksi duktus sistikus
Peradangan disekitar hepatobilier
Merangsang hipotalamus
Peningkatan suhu tubuh(hipertermi)
Hipertermi
3 DS :- Klien mengatakan mual,
muntah, hingga mengalami penurunan BB dari 60 kg menjadi 57 kg
DO :- penurunan BB dari 60 kg
menjadi 57 kg
Peningkatan tekanan abdominal
Mual, muntah
Anoreksia
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
II. Diagnose keperawatan
1. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya gesekan antara
kandung empedu dan dinding abdomen yang ditandai dengan kondisi umum yang
terlihat lemah, TTV S: 38,7oC axilla, N: 120 x/menit, T: 130/90 mmHg, RR: 28
x/menit, klien tampak meringis dan adanya keluhan nyeri yang di ungkapkan klien.
2. Ketidakseimbangan suhu tubuh : hipertermi berhubungan dengan adanya peradangan
disekitar hepatobilier yang ditandai dengan TTV S: 38,7oC axilla, N: 120 x/menit, T:
130/90 mmHg, RR: 28 x/menit, Leukosit : 13.500/iu, dan keluhan panas naik turun
hingga menggigil.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia yang ditandai dengan mual, muntah dan penurunan berat badan.
III. Intervensi keperawatan
1. Gangguan rasa aman nyaman : Nyeri berhubungan dengan adanya gesekan antara
kandung empedu dan dinding abdomen yang ditandai dengan kondisi umum yang
terlihat lemah, TTV S: 38,7oC axilla, N: 120 x/menit, T: 130/90 mmHg, RR: 28
x/menit, klien tampak meringis dan adanya keluhan nyeri yang di ungkapkan klien.
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan nyeri hilang.
27
- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai
indikasi untuk situasi individual.
Intervensi :
a) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,
hilang timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi
tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan
intervensi.
b) Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.
c) Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra
abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara
alamiah.
d) Control suhu lingkungan.
Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.
e) Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi, visualisasi,
latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.
f) Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan pasien
sering.
Rasional : membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan kembali
perhatian yang dapat menghilangkan nyeri.
g) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan membantu
dalam manajemen nyeri.
2. Ketidakseimbangan suhu tubuh : hipertermi berhubungan dengan adanya peradangan
disekitar hepatobilier yang ditandai dengan TTV S: 38,7oC axilla, N: 120 x/menit, T:
130/90 mmHg, RR: 28 x/menit, Leukosit : 13.500/iu, dan keluhan panas naik turun
hingga menggigil.
28
Hasil yang diharapkan :
- Suhu dalam batas normal
- Tidak ada keluhan kenaikan suhu tubuh dan kelemahan
Intervensi :
a) Pantau suhu tubuh klien (derajat dan pola)
Rasional : menunjukkan proses infeksius penyakit
b) Berikan kompres hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
c) Anjurkan untuk menggunakan pakaian dari bahan tipis yang mudah menyerap
keringat
Rasional : dpat menyerap keringat dan membantu mengurangi demam
d) Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional : lingkungan yang tenang dapat mengoptimalkan waktu istirahat
klien
e) Anjurkan klien untuk banyak minum
Rasional : merehidrasi kembali sehingga dapat mengembalikan cairan tubuh
yang hilang
f) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasinal : digunakan untuk menurunkan suhu tubuh yang tinggi (demam)
3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia yang ditandai dengan mual, muntah dan penurunan berat badan.
Hasil yang diharapkan :
- Berat badan meningkat dan sesuai
- Mual dan muntah hilang
Intervensi :
a) Awasi pemasukan diet (jumlah kalori)
Rasional : membantu proses penyembuhan klien dengan memberikan nurisi yang
adekuat
b) Berikan kenyamanan dengan kebersihan mulut
Rasional : menghilangkan rasa tidak enak dan meningkatkan nafsu makan
c) Anjurkan untuk makan dalam posisi tegak
Rasional : menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan asupan
nutrisi
29
d) Dorong makan dengan porsi kecil tapi sering
Rasional : membanatu asupan nutrisi yang adekuat dengan memberikan jeda
e) Anjurkan untuk mengkonsumsi sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat
sepanjang hari
Rasional : merupakan bahan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna
f) Kolaborasi pemberian diit yang sesuai
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien
30
BAB III
KESIMPULAN
Kolelitiasis atau kalkuli/kalkulus merupakan struktur kristal terbentuk dari
pembekuan konstituen empedu normal dan abnormal ( Fransisca B, 2009).
Kolesistitis adalah inflamasi akut maupun kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi
kandung empedu (Doenges, 1999).
Penyakit kantung empedu dan traktus bilier umum terjadi, yang secara khas
merupakan kondisi menyakitkan, biasanya membutuhkan pembedahan dan bisa
membahayakan jiwa. Di sebagian besar kasus, penyakit kantung empedu dan saluran empedu
muncul di usia pertengahan. Antara usia 20 dan 50 tahun. Penyakit ini umumnya berkaitan
dengan proses pengendapan kalkulus dan inflamasi.
31
31
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, B Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System Metabolisme. Jakarta : Salemba Medika
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Carpenito, Linda. 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC
Lippincott. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : Permata Puri Media
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. 2009. Harrison:Prinsip – Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor BahasaIndonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. Jakarta : EGC.
Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC.
Chiu HH, Chen CM, Mo LR. Emphysematous cholecystitis. Am J Surg. Sep2009;188(3):325-6.
32
32