Kti Arwansyah New

download Kti Arwansyah New

If you can't read please download the document

Transcript of Kti Arwansyah New

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, A, 2000). Fraktu adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2003) Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusatpusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan decade ini (20002010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat otomatis terjadi peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga menmbah kesemerautan arus lalulintas. Arus lalulintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Dan

kecelakaan juga banyak terjadi pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri, kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau fraktur (Kompas. Com, 2008). Adapun di sumatera selatan, jumlah cendrung meningkat dua tahun terakhir (2007-2008). Menurut kepolisian daerah, peningkatan terjadi dari berbagai factor. factor tersebut adalah kesemerautan arus lalulintas. Kapolda merincikan, pada tahun 2007 jumlah korban kecelakaan lalintas di sumatera selatan mencapai 1.399 kasus, dan pada tahun 2008, korban mengalami peningkatan mencapai 1.551 kasus, atau naik 11%. Berdasarkan jumlah kecelakaan itu, korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas hanya 86 orang, korban luka berat akibat kecelakaan lalulintas pada tahun 2007 mencapai 883 orang, mengalami peningkatan pada tahun 2008 mencapai 1.005 orang dan korban luka ringan pada tahun 2007 mencapai 1.124 orang, mengalami penurunan pada tahun 2008 mencapai 998 orang (Kapan lagi. Com, 2008) Hasil studi pendahuluan yang didapat dari catatan medical record Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang pada tahun 2007 terdapat 57 penderita fraktur femur, pada tahun 2008 terdapat 43 penderita fraktur femur, dan data yang terakhir pada tahun 2009 terdapat 37 penderita fraktur femur jumlah fraktur femur mengalami penurunan. Fraktur femur banyak terjadi dibawah usia 45 tahun dan juga banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Masjoer, A, 2000). Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan (Depkes RI, 2008).

Penyebab dari fraktur femur terbagi menjadi dua bagian yaitu fraktur fisiologis dan patologis. Fraktur fisiologis ini terjadi akibat kecelakaan, olahraga, benturan benda dan trauma. Kejadian ini banyak ditemukan pada dewasa muda terutama pada laki-laki umur 45 tahun kebawah sedangkan fraktur patologis terjadi pada daerah tulang yang lemah oleh karena tumor, osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan rakhitis. Kejadian ini banyak ditemukan pada orang tua terutama perempuan umur 60 tahun keatas (Rasjad,C, 2007). Dari data dan uraian diatas maka penulis rtertarik untuk mengambil judul penelitian Karakteristik pasien farktur femur di ruang Palembang tahun 2010. Marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu belum diketahuinya Karakteristik pasien fraktur femur di ruang Marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Karakteristik pasien Fraktur femur di ruang Marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusu a. Diketahuinya karakteristik Usia pasien fraktur femur di ruang marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang tahun 2010. b. Diketahuinya karakteristik Jenis Kelamin pasien fraktur femur di ruang marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang tahun 2010.

c.

Diketahuinya karakteristik Pendidikan pasien fraktur femur di ruang marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang tahun 2010.

d.

Diketahuinya karakteristik pekerjaan pasien fraktur femur di ruang marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang Tahun 2010.

e.

Diketahuinya Karakteristik Penyebab pasien fraktur femur di ruang marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pelayanan Asuhan Keperawatan yang berhubungan dengan fraktur. 1.4.2. Bagi Petugas Kesehatan Sebagai informasih dan menambah pengetahuan terutama tentang Karakteristik pasien fraktur femur. 1.4.3. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis untuk mengetahui Karakteristik 1.4.4. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi atau acuan untuk penelitian selanjutnya. pasien fraktur femur.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien fraktur femur. Penelitian ini dilakukan di ruang marwah Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang dan penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret 2010, dengan subjek penelitian yaitu seleruh penderita fraktur femur yang di rawat inap di Rumah Sakit Islam Siti Khodijah Palembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Fraktur 2.1.1. Definisi Fraktur Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas Jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (mansjoer, A, 2000).fraktur adalah suatau patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu kulit tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A.Graham & Louis, S, 2000). Fraktur fisik kekuatan jaringan lunak terjadi itu lengkap atau adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri dan disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang tidak lengkap (Price, A dan L.Wilson, 2003).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma / rudapaksa (Smeltzer,dkk, 2002). atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya truma Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang,

umumnya akibat trauma. fraktur fraktur (Tambayong ,J, 2000).

dapat digolongkan sesuai jenis dan arah garis

Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalulintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang menyebababkan fraktur. Seringkali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir (Kompas.com, 2008). Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam dialaminya tetapi kuat antara tingkat Respon cemas yang terjadi pada dengan mekanisme koping yang akan membentuk respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses RI, 2008). memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang sebagian besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi pendidikan dengan kecemasan penderita fraktur. penderita fraktur sangat berkaitan sekali dimilikinya, mekasnisme yang baik baik, respon psikologis yang penyembuhan (Depkes

2.1.2. Etiologi Penyebab fraktur diantaranya : a. Fraktur Fisiologis Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh : 1. Cedera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.

2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat fraktur kolom femur.

b. Fraktur Patologis Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut : 1. Tumor tulang Terbagi menjadi jinak dan ganas 2. Infeksi seperti Osteomielitis 3. Scurvy (penyakit gusi berdarah) 4. Osteomalasia 5. Rakhitis 6. Osteo porosis ( Rasjad, C, 2007) Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cendrung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause.

2.1.3. Prevalensi Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia prevalensi cendrung lebih banyak pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone (Susi, P, 2007).

terjadi

2.1.4. Jenis-Jenis Fraktur a. Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang. b. Closed fracture (simple frakltur), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh. c. Open fracture ( compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang. Fraktur tebuka digradasi menjadi : Grade I Grade II Grade III : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif : luka sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

d. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya membengkok. e. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang. f. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. g. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang. h. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen. i. Depresi, fraktur dengan fagmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah). j. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang). k. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor).

m. Epifisial, fraktur melalui epifisis.

n. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya (Brunner & Suddarth, 2002). Dari berbagai fraktur yang sering terjadi dialami adalah fraktur femur. 2.2. Fraktur Femur 2.2.1. Defenisi Fraktur Femur Fraktur femur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang, dikarenakan trauma langsung, trauma tidak langsung, factor tekanan atau kelelahan dan factor patologik, Fraktur Femur di bagi menjadi : a. Fraktur Batang Femur Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan. b. Fraktur Kolum Femur Dapat terjadi langsung, pasien terjatuh dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalan. Pada trauma langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer, A,

tidak wanita tua 2000).

2.2.2. Gambaran Klinis Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar di banding dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab : a. Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak.

b. Aduktor melekat pada fragmen distal dan aduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis. c. Beban barat kaki memutarkan fragmen distal kerotasi eksterna. d. Femur di kelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha yang terisi dengan darah, sehingga menjadi pembengkakan Apley, G dan L.Solomo, 2001). 2.2.3. Komplikasi a. Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai. b. Infeksi terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai. c. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna. d. Malunion, disebabkan oleh abductor dan adductor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abductor dan fragmen distal untuk adductor. e. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi mungkin terjadi Djuwantoro, D, 2000)

2.2.4. Penatalaksanaan Fraktur Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Smeltzer, 2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang dirduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,traksi kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri (Smeltzer, 2002). Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu : a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit. b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah fraktur. d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2000). Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2000), adalah sebagai berikut : a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa patah tulang. b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencega komplikasi. c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cidera adalah :

1. Merabah lokasi apakah masih hangat 2. Observasi warna 3. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler ` 4. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cidera 5. Merba lokasi cidera apaka pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri 6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan. d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan e. Mempertahankan kekuatan kulit f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300 gr/hari g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner dan Suddart (2002) : 1. Inflimasi, tubuh berespon pada tempat cidera terjadi hematom 2. proliferasi sel, terbentuknya barang-barang fibrin sehuingga terjadi revaskularisasi 3. Pembentukan halus, jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang 4. Opsifikasi, merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang yang baru 5. Remodeling, perbaikan patah yang meliputih pengambilan jaringan yang mati dan reorganisasi.

2.3. Umur, Jenis kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan 2.3.1. Defenisi Umur Umur adalah pariabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian hamper semua keadaan menunjukan hubungan dengan umur

(Notoatmodjo, 2007). Umur dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Ramadhan, 2001). Untuk keperluan perbandingan, maka WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut : a. Menurut tingkat kedewasaan, yaitu : 0 4 tahun 15 49 tahun 50 tahun keatas b. Interval 5 tahun yaitu : kurang dari 1 tahun 1- 4, 5 9, 10 14, dan sebagainya c. Untuk mempelajari penyakit anak : 0 4 bulan 5 10 bulan 11 23 bulan 2- 4 tahun 5 9 tahun 9 14 tahun Umur yang banyak terjadi pada fraktur femur ini pada usia dewasa muda dibawah umur 45 tahun, yang sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia tua cendrung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone ( Susi, P, 2007). : Bayi dan nak-anak : Orang muda dan dewasa : Orang tua

2.3.2. Defenisi Jenis Kelamin Jenis kelamin (sex) merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan, oleh sebab itu, bersfat permanen. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak sekedar bersifat biologis, akan tetapi juga dalam aspeksosial cultural. Perbedaan antara social cultural antara laki-laki dan perempuan merupakan dampak dari sebuah proses yang membentuk berbagai karakter sifat gen. perbedaan gen antara manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang (Notoatmodjo, 2007). Hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tetapi insiden terjadi frakturfemur ini lebih sering terjadi pada orang laki-laki dari pada perempuan, karena pada laki-laki banyak melakukan aktruvitas yang lebih berat dari pada perempuan (Susi,P, 2007). 2.3.3. Defenisi pendidikan Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : a. input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan). b. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain. c. out put adalah melakukan apa yang diharapkan atau prilaku. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap factor prilaku. Namun demikian factor yang lain (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan secara rinci sebagai berikut : 1. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Lingkungan Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang di bangun oleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM (lembaga swadaya masyarakat). Banyak pula proyek pengadaan sanitasi lingkungan di bangun untuk masyrakat misalnya, jamban keluarga,jamban umum, tempat sampah, dan sebagainya. Agar sarana

sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipelihara secara optimal maka perlu pendidikan bagi masyarakat. 2. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Perilaku Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memeli hara kesehatan mereka. 3. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan Dalam rangaka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan dalam bentuk pelayanan kesehatan (puskesmas). 4. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Hereditas Orang tua yang sehat dan gizinya yang baik akan mewriskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan masyarakat atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik pada keturunannya (Notoatmodjo, 2003).

masyarakat

agar