Kti Jiwa Menarik Diri 2

96
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia. Menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan (Sujono dan Teguh 2009 : 1). Sedangkan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 9 tahun 1960 definisi kesehatan merupakan keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial, cacat dan kelemahan (Suliswati, 2005) Berdasarkan Undang-Undang No 3 tahun 1966, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat harmonis dan memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara 1

Transcript of Kti Jiwa Menarik Diri 2

Page 1: Kti Jiwa Menarik Diri 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia.

Menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik,

mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun

kecacatan (Sujono dan Teguh 2009 : 1). Sedangkan menurut Undang-Undang

Kesehatan No. 9 tahun 1960 definisi kesehatan merupakan keadaan sejahtera

yang meliputi fisik, mental dan sosial, cacat dan kelemahan (Suliswati, 2005)

Berdasarkan Undang-Undang No 3 tahun 1966, kesehatan jiwa adalah

suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan

emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan

keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat harmonis dan

memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan orang

lain (Sujono dan Teguh 2009 : 1). Menurut Rasmun (2001: 11) sehat mental

adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,

orang lain, dan lingkungan. Sedangkan definisi gangguan jiwa menurut

Undang-Undang No 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa. Gangguan jiwa

adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah

proses, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk bicara

(Suliswati, 2005)

Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan kompleks serta

1

Page 2: Kti Jiwa Menarik Diri 2

semakin bertambahnya stressor psikososial akibat budaya masyarakat modern

yang cenderung lebih sekuler, menyebabkan manusia tidak dapat

menghindari tekanan-tekanan hidup yang mereka alami. Kondisi kritis ini

membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit

mental-emosional manusia. Kondisi diatas dapat menyebabkan timbulnya

gangguan jiwa khususnya pada gangguan isolasi sosial : menarik diri dalam

tingkat ringan ataupun berat yang memerlukan penanganan di rumah sakit

baik di rumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa dirumah sakit umum

(Nurjannah, 2005: 1).

Setiap tahun jumlah penderita gangguan jiwa semakin meningkat.

Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007, jumlah penderita gangguan

jiwa di Indonesia saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori

gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa

berat (http://www.kompas.com/ , diakses tanggal 18 Juli 2011: 11.00 WIB).

Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap

1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami ganguan jiwa.

Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami stress

(Depkes RI, 2009).

Berdasarkan hasil pencatatan rekam medik di Rumah Sakit Jiwa Prof.

dr. Soeroyo Magelang selama periode 2010, dari 9075 pasien yang dirawat di

ruang inap terdapat pasien dengan Menarik Diri 280, Isolasi Sosial 273.

(Buku Rekam Medik RSJP Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2010)

Salah satu bentuk dari gangguan kesehatan jiwa adalah Schizophrenia.

2

Page 3: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, seta memecahkan masalah,

menurut Gail W. Stuart (2006 : 240). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa

berupa perubahan pada psikomotor, kemauan, afek emosi dan persepsi.

Akibat dari gejala yang muncul, timbul masalah-masalah bagi klien meliputi,

kurang perawatan diri, resiko menciderai diri dan orang lain, menarik diri,

dan harga diri rendah (Townsend, 1998: 188).

Dalam hal ini penulis akan membahas masalah kejiwaan yaitu

gangguan berhubungan sosial : menarik diri. Menurut Sujono Riyadi &

Teguh Purwanto (2009 : 151) gangguan hubungan sosial merupakan suatu

gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian

yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu

fungsi seseorang dalam berhubungan sosial Dan ada juga pendapat yang

mengemukakan bahwa Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau

kelompok mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih

terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu

mewujudkannya (Carpenito, 2009: 1045)

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat

masalah-masalah ini menjadi masalah keperawatan utama dalam pembuatan

karya tulis ilmiah dengan judul : “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. M

dengan Isolasi Sosial : Menarik Diri di Wisma Antareja Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang”.

3

Page 4: Kti Jiwa Menarik Diri 2

B. TUJUAN PENULISAN

Untuk lebih konkritnya apa yang ingin dicapai dalam karya tulis ini,

penulis mengemukakan pokok tujuan penulisan sebagai berikut:

1. Tujuan umum

Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan isolasi sosial :

menarik diri selama satu hari pada tanggal 12 Juli 2011 di ruang Antareja

RSJP Prof. dr. Soeroyo Magelang. Melalui pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah untuk :

a. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan

pengkajian pada klien dengan masalah utama Isolasi sosial : menarik

diri.

b. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam membuat

diagnosa keperawatan dan penetapan rencana asuhan keperawatan

pada klien dengan masalah utama Isolasi sosial : menarik diri.

c. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan

tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama Isolasi

sosial : menarik diri.

d. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam

mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan masalah

utama Isolasi sosial: menarik diri.

4

Page 5: Kti Jiwa Menarik Diri 2

e. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam

pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah

utama Isolasi sosial : menarik diri.

f. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan

kenyataan yang penulis dapatkan.

C. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam laporan pengelolaan ini terdiri dari 5

BAB. BAB I Pendahuluan, meliputi : Latar belakang masalah, tujuan

penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka, meliputi :

konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus,

meliputi : pengkajian, analisa data, pohon masalah, diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi BAB IV Pembahasan, pembahasan berisi

pengkajian, diagnose keperawatan yang muncul, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan hambatan. BAB V Penutup, meliputi kesimpulan dan saran.

5

Page 6: Kti Jiwa Menarik Diri 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang konsep dasar mengenai isolasi sosial :

menarik diri yang ditinjau dari dua segi yaitu medis dan keperawatan.

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian Menarik Diri

Banyak sekali pendapat mengenai menarik diri diantaranya

menurut Sujono & Teguh dalam bukunya halaman 151. Gangguan

hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang

terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan

perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam

berhubungan sosial. Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat

dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan

intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Keintiman saling

ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan

setiap hari, individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya tanpa adanya

hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu

membina hubungan interpersonal.

Sedangkan menurut referensi yang lain mengatakan bahwa isolasi

sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan segan

terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam

(Nanda, 2005 : 208). Ada juga pendapat yang mengemukakan bahwa

6

Page 7: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok

mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat

dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya

(Carpenito, 2009: 1045)

Jadi isolasi sosial : menarik diri adalah gangguan berhubungan

yang ditandai dengan isolasi sosial dan usaha untuk menghindari interaksi

dengan orang lain. Individu merasa dia kehilangan hubungan akrab dan

tidak mempunyai kesempatan untuk membagi rasa, pikiran, prestasi,

kegagalan. Kondisi tersebut menjadikannya mengalami kesulitan untuk

berhubungan dengan orang lain.

2. Rentang respon

Menurut Gail W. Stuart (2006 : 275) Gangguan kepribadian

biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut

sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola respon

maladaptif, tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyebabkan

disfungsi perilaku atau distress yang nyata.

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitude Kesepian Manipulasi

Autonomi Penarikan diri Impulsif

Mutuality Tergantung Narcissisme

Interdependen

Gambar 2.1 : Rentang respon sosial (Gail W. Stuart, 2006 : 275).

7

Page 8: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut

Sujono & Teguh (2009 : 155) respon ini meliputi :

a. Solitude atau menyendiri

Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan

apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri

dalam menentukan rencana-rencana.

b. Autonomy atau otonomi

Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan

menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu

mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.

c. Mutuality atau kebersamaan

Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling

memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.

d. Interdependen atau saling ketergantungan

Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling

tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan

interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama

dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009 : 155) respon maladaptif

tersebut adalah :

8

Page 9: Kti Jiwa Menarik Diri 2

a. Manipulasi

Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan

orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah

mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri

sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan

terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa

pada orang lain.

b. Impulsif

Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai

subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu

merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin

penilaian.

c. Narkisisme

Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku

egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan

penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari

orang lain.

d. Isolasi sosial

Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,

dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

9

Page 10: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3. Penyebab

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya menarik

diri, adapun faktor tersebut adalah, antara lain :

a. Faktor predisposisi

Menurut Sujono & Teguh (2009 : 156-157) faktor predisposisi

pada gangguan isolasi sosial : menarik diri yaitu :

1) Faktor perkembangan

Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas

perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak

terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya

anak yang kurang kasih sayang, dukungan, perhatian, dan

kehangatan dari orang tua akan memberikan rasa tidak aman dan

menghambat rasa percaya.

2) Faktor biologis

Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan

hubungan sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur

limbik diduga menyebabkan skizofrenia. Pada klien skizofrenia

terdapat gambaran struktur otak yang abnormal otak atropi,

perubahan ukuran dan bentuk sel limbik dan daerah kortikal.

3) Faktor sosial budaya

Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau

lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial.

Misalkan pada pasien lansia, cacat, dan penyakit kronis yang

10

Page 11: Kti Jiwa Menarik Diri 2

diasingkan dari lingkungan.

4) Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam

teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga

menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan

dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling

bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang

tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan

dengan lingkungan diluar keluarga.

b. Faktor presipitasi

Menurut Sujono & Teguh (2009 : 157) faktor presipitasi pada

klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri yaitu :

1) Stresor sosial budaya

Adalah stres yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya

masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial

budaya memicu kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara

berperilaku.

2) Stresor psikologi

Adalah stres yang disebabkan karena kecemasan yang

berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai

kemampuan mengatasinya.

11

Page 12: Kti Jiwa Menarik Diri 2

4. Manifestasi Klinik

Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005-

2006:208-209) isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi:

Data Obyektif :

1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,

kelompok)

2) Perilaku permusuhan

3) Menarik diri

4) Tidak komunikatif

5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant

6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur

7) Senang dengan pikirannya sendiri

8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti

9) Kontak mata tidak ada

10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan

11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera

12) Sedih, afek tumpul

Data Subyektif:

1) Mengekpresikan perasaan kesendirian

2) Mengekpresikan perasaan penolakan

3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan

4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat

5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain

12

Page 13: Kti Jiwa Menarik Diri 2

6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan

kelompok kultur dominant

7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan

8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain

9) Tidak merasa aman di masyarakat

5. Patopsikologi

Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan

sumber / penyebab Isolasi Sosial itu berasal dari lingkungannya. Padahal

rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik

terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, marah, sepi

dan takut ditinggal orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala

sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self esteem) dan kebutuhan

keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Untuk dapat mengatasi masalah-

masalah yang bekaitan dengan ansietas diperlukan suatu mekanisme koping

yang adekuat. Sumber-sumber koping meliputi ekonomi, kemampuan

menyelesaikan masalah, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi.

Sumber koping sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang

mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi

strategi koping yang berhasil. Semua orang betapapun terganggu

perilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin

meliputi : aktivitas keluarga, hobi, seni kesehatan dan perawatan diri,

pekerjaan kecerdasaan dan hubungan interpersonal. Dukungan sosial dari

peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif, motivasi berasal dari

13

Page 14: Kti Jiwa Menarik Diri 2

dukungan keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk

meningkatkan kepercayaan diri pada individu (Stuart dan Sundeen, 1998).

Adapun rentang respon biopsikososial menurut Rasmun (2001 : 13) adalah :

Faktor predisposisi

(Perkembangan biologi, sosiobudaya)

Faktor presipitasi

(Sosial, budaya, psikologi )

Penilaian terhadap stresor

Sumber koping

Mekanisme koping

Idealisme Devaluasi Harga diri Peranan Perpecahan Identifikasi diri

Kontruktif Destruktif

RENTANG RESPON SOSIAL

Adaptif Respon Maladaptif

- Menyendiri - Kesepian - Manipulasi

- Otonomi - Menarik Diri - Impulsif

- Kebersamaan

- Saling ketergantungan - Ketergantungan - Narkisme

Gambar 2.2 : Patways patopsikologi Isolasi sosial (Gail W. Stuart, 2006 : 275).

14

Page 15: Kti Jiwa Menarik Diri 2

6. Sumber Koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman

terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi

seperti model intelegensia atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus

secara aktif mendidik anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping

karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber

keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang

cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan

dukungan secara berkesinambungan (Stuart & Sundeen, 1998).

Ada 5 sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi

dengan stressor yaitu ketrampilan dan kemampuan, ekonomi, tekhnik

pertahanan, dukungan sosial dan motivasi (Rasmun, 2001 : 16).

Menurut Stuart & Sundeen (1998 : 349) Contoh sumber koping

yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk :

a. Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.

b. Hubungan dengan hewan peliharaan.

c. Gunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal

seperti kesenian, musik atau tulisan.

7. Mekanisme Koping

Individu yang mempunyai respon sosial maladaptif menggunakan

berbagai mekanisme dalam upayanya mengatasi ansietas. Menurut Stuart

& Sundeen (1998 : 349-350) mekanisme koping yang berkaitan dengan

jenis spesifik dari masalah yaitu:

15

Page 16: Kti Jiwa Menarik Diri 2

a. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial.

1) Proyeksi.

2) Pemisahan.

3) Merendahkan orang lain.

b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian

“Borederline”.

1) Pemisahan.

2) Reaksi formasi.

3) Proyeksi.

4) Isolasi.

5) Idealisasi orang lain.

6) Merendahkan orang lain.

7) Identifikasi proyektif.

Jika individu berada pada kondisi stress, ia akan menggunakan

berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunakan satu

atau lebih sumber koping yang tersedia (Rasmun, 2001 : 16).

8. Penatalaksaan medis

Penatalaksanaan medis pada pasien dengan Isolasi sosial

Terapi medis

Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan

untuk mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut

Depkes (2000), menurut Rasmun (2003,89-91) jenis obat psikofarmaka

adalah

16

Page 17: Kti Jiwa Menarik Diri 2

a. Clorpromazine (CPZ, Largactile)

Indikasi untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, berdaya berat

dalam fungsi-fungsi mental. Waham, halusinasi gangguan perasaan

dan perilkau yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam

fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial

dan melakukan kegiatan rutin. Mekanisme kerja dopamine pada pasca

sinap di otak khususnya system pyramidal. Efek sampingnya adalah

sedasi, gangguan otonomi (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik,

mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat,

mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung),

gangguan ekstra pyramidal (dystonia akut, akatsia, sindroma

parkinsontremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin

(amenorhoe, ginekomasti), metabolic (jaundice). Kontra indikasinya

yaitu klien dengan penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan

jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan

kesadaran disebabkan CNS depresan.

b. Haloperidol (Haldol, Serenace)

Indikasinya yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realita

dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.

Mekanisme kerja dari obat ini adalah obat anti psikosis dalam

memblock dopamine pada reseptor paska sinaptik neuron di otak

khususnya system limbic dan system ekstra pyramidal.

17

Page 18: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Efeksampingnya meliputi sedasi dan inhibisi psikomotor, Efek

sampingnya adalah sedasi, gangguan otonomi (hipotensi,

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan

defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler

meninggi, gangguan irama jantung). Kontra indikasnya adalah bagi

pasien yang mempunyai penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,

kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan

kesadaran.

c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)

Indikasinya untuk segala jenis penyakit Parkinson, termasuk

paska ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat

misalnya resenpira dan fenotiazine. Mekanisme kerja sinergis dengan

linidine, obat anti depresan trisklik dan kolinergik lainnya. Efek

samping dari obat ini adalah mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

mual, muntah, bingung, agitas, konstipasi, takikardia dilatasi ginjal

retensi urine. Kontra indikasinya meliputi hypersensitive terhadap

Trihexiphenidyl, glaucoma sudut sempit, psikosis berat,

psikoneurosis, hypertropi prostat dan obstruksi saluran cerna.

B. Konsep Dasar Keperawatan

Dalam melakukan asuhan keperawatan ada enam fase atau langkah

dari proses keperawatan yaitu pengkajian, perumusan diagnosis

keperawatan, pengidentifikasian outcome, perencanaan, implementasi dan

evaluasi ( Stuart & Sundeen, 1995).

18

Page 19: Kti Jiwa Menarik Diri 2

1. Pengkajian

Menurut Nurjannah (2005 : 30) pengkajian merupakan tahap

awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian

terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau atau

masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

psikologis, sosial dan spiritual.

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat

pula berupa factor predisposisi, factor presipitasi, penilaian terhadap

stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien

(Stuart & Sundeen, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5

dimensi yaitu: fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk

memperoleh data yang dibutuhkan umumnya dikembangkan formulir

pengkajian dan petunjuk tekhnis pengkajian agar mempermudah dalam

pengkajian, isinya meliputi:

a. Identitas

Dalam pengkajian kita mencantumkan identitas klien (nama

klien, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan) dan

identitas penanggung jawab (nama, umur, alamat, pekerjaan).

b. Keluhan utama dan alasan masuk.

Pengkajian alasan masuk kita kaji apa yang menyebabkan

klien dibawa oleh keluarga ke rumah sakit untuk saat ini, apa yang

sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah klien dan

bagaimana hasilnya.

19

Page 20: Kti Jiwa Menarik Diri 2

c. Faktor predisposisi

1) Faktor perkembangan

Secara teori, kurangnya stimulasi, kasih sayang dan

kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan memberikan

rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa

percaya.

2) Faktor biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung

gangguan jiwa.

3) Faktor sosiokultural

Isolasi sosial dapat terjadi, salah satunya pada tuntutan

lingkungan yang terlalu tinggi.

d. Faktor presipitasi

1) Merupakan faktor yang dianggap menyebabkan pasien sakit

jiwa atau yang menyebabkan pasien mengalami kekambuhan.

2) Pengalaman yang tidak menyenangkan yang dialami pasien

selama fase perkembangan (kegagalan, kehilangan, perpisahan,

kematian, trauma selama tumbang) yang pernah dialami klien.

3) Bila tidak ditemukan adanya kejadian atau pengalaman

tersebut, tetapi ada riwayat putus obat atau berhenti minum

obat, maka dapat dianggap bahwa faktor presipitasi pasien

mengalami kekambuhan adalah putus obat.

e. Aspek fisik atau biologis.

20

Page 21: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Pada klien menarik diri didapatkan masalah nutrisi,

kebersihan diri, dan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan.

f. Aspek psikososial.

Meliputi genogram yang dibuat 3 generasi, gambarkan

adanya riwayat perceraian, adanya anggota keluarga yang

meninggal & penyebab meninggal, pasien tinggal dengan siapa.

Kita kaji juga mengenai konsep diri, hubungan sosial dan spiritual

pasien. Pengkajian konsep diri, hubungan sosial dan spiritual tidak

dapat dilakukan pada pasien yang masih agitasi/gaduh gelisah,

bicaranya kacau, ada gangguan memori, pasien yang autistik dan

mutisme.

g. Status mental

Beberapa hal yang perlu dikaji dari status mental yaitu

1) Penampilan fisik : kondisi rambut, kuku, kulit, gigi dan cara

berpakaian

2) Pembicaraan : pembicaraan pasien apakah cepat, keras, gagap,

membisu, apatis atau lambat

3) Aktivitas motorik : lesu, pasif (hipomotorik), segala aktivitas

sehari-hari dengan bantuan perawat atau orang lain, tegang,

gelisah, tidak bias tenang (hipermotorik)

4) Alam perasaan : dalam hal ini didapatkan melalui hasil

wawancara dengan pasien meliputi adanya perasaan sedih,

putus asa, gembira, khawatiran takut (hasil wawancara

21

Page 22: Kti Jiwa Menarik Diri 2

divalidasi dengan hasil observasi, apakah disforia, eforia)

5) Afek : appropriate (tepat), in appropriate (tidak tepat: datar,

tumpul, labil, tidak sesuai)

6) Interaksi selama wawancara : interaksi selama wawancara

apakah bermusuhan, tidak kooperatif atau mudah tersinggung,

kontak mata selama wawancara.

7) Persepsi : kaji adanya pengalaman halusinasi atau ilusi

8) Proses pikir : sirkumtansial, tangensial, kehilangan asosiasi,

flight of ideas, blocking, reeming

9) Isi pikir : kaji adanya waham

10) Tingkat kesadaran dan orientasi : bungung, sedasi, stupor

11) Memori : data diperoleh melalui wawancara adakah gangguan

daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat jangka pendek

dan saat ini

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

13) Kemampuan penilaian

14) Daya tilik diri

h. Kebutuhan persiapan pulang

Kita kaji apakah dari hasil observasi klien sudah mampu

melakukan activity daily live secara mandiri atau masih dengan

bantuan selama di rumah sakit dan di rumah

i. Mekanisme koping

22

Page 23: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Data dari hasil wawancara meliputi koping adaptif sampai

dengan koping maladaptif

j. Masalah psikososial dan lingkungan.

Adanya penolakan di lingkungan tempat tinggal atau

masyarakat, adanya penolakan di tempat kerja atau sekolah, adanya

penolakan dari keluarga terhadap pasien

k. Pengetahuan

Berisi tentang pemahaman pasien mengenai penyakit,

tentang kekambuhan, pemahaman tentang manajemen hidup sehat.

l. Aspek medik

Diagnosa medis dan program therapy atau pengobatan yang

sedang dijalani oleh pasien.

(Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ

Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007)

23

Page 24: Kti Jiwa Menarik Diri 2

2. Pohon Masalah

Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:

Akibat

Penyebab

Penyebab

Gambar 2.2 : Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005:20)

3. Diagnosa Keperawatan

Keliat, B. A. (2005 : 20) merumuskan diagnosa keperawatan pada

klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri, sebagai berikut :

24

Ketidakefektifan

koping keluarga:

ketidakmampuan

keluarga merawat klien

di rumah

Gangguan konsep diri:

Harga diri rendah kronis

Isolasi sosial: menarik diri

Masalah utama

Defisit perawatan

diri: Mandi dan

berhias

Gangguan

pemeliharaan

kesehatan

Gangguan

sensori/persepsi:

halusinasi pendengaran

Ketidakefektifan

penatalaksanaan

program terapeutik

Risiko perilaku

kekerasan terhadap

diri sendiri

Page 25: Kti Jiwa Menarik Diri 2

a. Isolasi sosial

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

d. Koping individu tidak efektif

e. Defisit perawatan diri

f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

4. Intervensi Keperawatan

Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan

Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan menggunakan SP, yaitu :

a. Diagnosa 1. Isolasi Sosial

Tujuan:

Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

I. Pasien

SP 1 (pasien) :

1.1. Membina hubungan saling percaya

1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.

1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi

dengan orang lain.

1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi

dengan orang lain.

1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.

25

Page 26: Kti Jiwa Menarik Diri 2

1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-

bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

SP 2 (pasien) :

2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara

berkenalan dengan dua orang.

2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang

dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

SP 3 (pasien) :

3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan

dua orang atau lebih.

3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan

harian.

II. Keluarga

SP 1 (keluarga) :

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien.

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang

dialami pasien beserta proses terjadinya.

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

26

Page 27: Kti Jiwa Menarik Diri 2

SP 2 (keluarga) :

2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan

isolasi sosial.

2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi

sosial.

SP 3 (keluarga) :

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (discharge planning).

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

b. Diagnosa 2. Perubahan konsep diri :

harga diri rendah

Tujuan:

Pasien mempunyai konsep diri yang positif

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

pasien.

1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih

dapat digunakan.

1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai

dengan kemampuan pasien.

1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.

1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

27

Page 28: Kti Jiwa Menarik Diri 2

harian.

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai

kemampuan

2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah

yang dialami pasien beserta proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

harga diri rendah

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien harga diri rendah

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (Discharge planning)

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

28

Page 29: Kti Jiwa Menarik Diri 2

c. Diagnosa 3. Perubahan persepsi sensori :

halusinasi

Tujuan :

Pasien dapat mengontrol halusinasinya.

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien

1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien

1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien

1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi

1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi

1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik

1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang

dengan orang lain

2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

SP 3 (Pasien)

29

Page 30: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang

biasa dilakukan pasien).

3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP IV (Pasien)

4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum

obat (prinsip 5 benar minum obat)

4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis

halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

halusinasi

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien halusinasi

30

Page 31: Kti Jiwa Menarik Diri 2

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (discharge planning)

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

d. Diagnosa 4. Koping individu tidak efektif

Tujuan :

Koping individu kembali efektif

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan.

1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan.

1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis.

1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta,

menolak, dan mengungkapkan / membicarakan masalah secara

baik).

1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP 2 (Pasien)

2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih koping: beraktivitas.

2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP 3 (Pasien)

31

Page 32: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Melatih koping: olah raga.

3.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP 4 (Pasien)

4.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Melatih koping: relaksasi.

4.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu

inefektif yang dialami pasien beserta proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu

inefektif

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping

individu inefektif

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien

koping individu inefektif

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah

termasuk minum obat

32

Page 33: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3.2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh

keluarga

e. Diagnosa 5. Defisit perawatan diri

Tujuan:

Pasien dapat mandiri melakukan perawatan diri

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri

1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Menjelaskan cara makan yang baik

2.3. Melatih pasien cara makan yang baik

2.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 3 (Pasien)

3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik

3.3. Melatih cara eliminasi yang baik.

33

Page 34: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 4 (Pasien)

4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Menjelaskan cara berdandan

4.3. Melatih pasien cara berdandan

4.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri

dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta

proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

defisit perawatan diri

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien defisit perawatan diri

SP 3 (Keluarga)

34

Page 35: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (Discharge planning)

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

f. Diagnosa 6. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain

dan lingkungan

Tujuan:

Pasien dapat mengontrol resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Mengidentifikasi penyebab PK

1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan

1.4. Mengidentifikasi akibat PK

1.5. Mengajarkan cara mengontrol PK

1.6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).

1.7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik II (memukul bantal /

kasur / konversi energi).

2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

35

Page 36: Kti Jiwa Menarik Diri 2

harian.

SP 3 (Pasien)

3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal (meminta,

menolak dan mengungkapkan marah secara baik).

3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 4 (Pasien)

4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa,

berwudhu, sholat).

4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 5 (Pasien)

5.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

5.2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5

benar minum obat).

5.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien.

36

Page 37: Kti Jiwa Menarik Diri 2

1.2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses

terjadinya PK.

1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

PK.

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien PK.

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah

termasuk minum obat (discharge planning).

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

37

Page 38: Kti Jiwa Menarik Diri 2

BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan keperawatan jiwa pada Tn. M dengan isolasi sosial : menarik diri

yang telah dilaksanakan selama satu hari pada tanggal 12 Juli 2011 dari pukul

08.30 WIB sampai pukul 13.00 WIB di Bangsal P 8 Wisma Antareja RSJP Prof.

dr. Soeroyo Magelang, didokumentasikan dengan menggunakan pendekatan

proses keperawatan mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,

implementasi sampai dengan evaluasi.

A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan tanggal 12 Juli 2011 pada pukul 08.30 WIB di

Bangsal P 8 Wisma Antareja RSJP Prof. dr. Soeroyo Magelang. Data yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan perawat ruangan. Ada pula

data sekunder yang didapatkan dari status rekam medik selama klien dirawat

di rumah sakit.

1. Identitas

Dari pengkajian didapatkan data klien bernama Tn. M, umur 39

tahun, berjenis kelamin laki-laki, alamat di Magelang, status klien

bercerai,. pendidikan terakhir SD, pekerjaan klien sebelum masuk ke

rumah sakit sebagai buruh, klien masuk rumah sakit tanggal 30 Mei 2011

38

Page 39: Kti Jiwa Menarik Diri 2

dengan nomor register 60556. Penanggung jawab klien adalah Tn. E,

berusia 42 tahun beralamat di Magelang, hubungan dengan klien adalah

saudara kandung klien.

2. Riwayat Keperawatan

Klien masuk RSJP Prof. dr. Soeroyo Magelang pada tanggal 30

Mei 2011, diantar oleh keluarga dengan alasan klien sering berdiam diri,

tidak mau bicara dan tidak mau beraktifitas, Dari hasil pengkajian, klien

telah mengalami gangguan jiwa sejak 3 tahun yang lalu setelah istrinya

menceraikannya. Kemudian klien mulai mengalami perubahan perilaku.

Dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pengkajian

pasien adalah tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76x/menit, pernafasan

25x/menit, suhu 37 ˚C. Dari hasil pemeriksan antropometri didapat tinggi

badan klien 163 cm dan berat badan klien 54 kg. Sedangkan dari

pemeriksaan head to toe kulit kepala klien kotor, rambut kusam, gigi klien

nampak kotor dan terdapat karies gigi.

Dari pengkajian status psikososial klien sudah bercerai dengan

istrinya sejak 3 tahun yang lalu. Dalam keluarganya ada yang menderita

gangguan jiwa yaitu ayah kandungnya.

a. Konsep Diri Klien

Dari hasil wawancara dengan klien gambaran diri, identitas

diri, peran diri, ideal diri dan harga diri klien tidak terkaji karena

klien tidak kooperatif selama komunikasi. Klien mengalami autistik

dan mutisme.

39

Page 40: Kti Jiwa Menarik Diri 2

b. Status Mental

Klien berpenampilan kurang rapi, gigi nampak kotor dan

terdapat karies gigi, klien ganti baju 2x sehari sesuai dengan aturan

bangsal. Ketika dilakukan waawancara, klien kurang kooperatif,

klien berbicara lambat dan tidak bisa memulai pembicaraan. Selama

di rumah sakit, klien sering menyendiri dan melamun, jarang

berinteraksi dengan klien lain, aktifitas masih dibimbing oleh

perawat.

Klien mengatakan sering merasa sedih bila mengingat masa

lalu. Klien mempunyai afek datar yaitu saat wawancara klien tidak

menunjukan roman muka atau ekspresi wajah, juga saat diberikan

stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan. Saat dilakukan

wawancara klien tampak tidak ada kontak mata, mudah beralih atau

mengalihkan pandangannya bila diajak bicara. Klien mengalami

disorientasi waktu dan gangguan daya ingat jangka panjang, yaitu

klien tidak bisa mengingat kejadian yang lebih dari satu bulan.

Selama wawancara, klien tidak dapat berhitung.

Klien dapat makan, berpakaian dan beraktifitas seperti

teman-temannya di bangsal walaupun dengan bimbingan dari

perawat. Klien makan 3x sehari, porsi makan habis, mandi 2x sehari

dengan bantuan minima, BAB 1x sehari, BAK 4-5x/hari, klien tidur

siang 2-3 jam dan tidur malam kurang lebih 7 jam. Klien minum

obat secara teratur, dan obat dipersiapkan oleh perawat.

40

Page 41: Kti Jiwa Menarik Diri 2

c. Mekanisme koping

Selama klien dirawat di RS, klien mengatakan jika

mengalami masalah, klien lebih banyak diam.

3. Data Penunjang

Diagnosa medis klien yaitu F 20. 2. Adapun terapi per oral yang

diperoleh tanggal 12 Juli 2011 yaitu Trifluoperazine 2 x 5 mg, Amitriptilin

2 x 25 mg, Triheksipenidil 2 x 2 mg, Chlorpromazine 1 x 50 mg.

B. ANALISA DATA

Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 12 Juli 2011

pukul 08.30 WIB, penulis mengelompokan data menjadi data subjektif dan

data obyektif. Kemudian dianalisa untuk membuat kesimpulan yang

dinyatakan dalam diagnosa keperawatan:

1. Masalah keperawatan : Gangguan Konsep diri : harga diri rendah.

Data subjektif : klien mengatakan sering bersedih. Data objektif : klien

tampak sering duduk menyendiri, tidak ada kontak mata saat

berkomunikasi.

2. Masalah keperawatan : isolasi sosial : menarik diri.

Data subyektif : tidak terkaji karena klien tidak kooperatif selama diajak

komunikasi. Data obyektif : Klien sering duduk menyendiri, klien tampak

pendiam, klien tampak menundukan kepala, klien tidak mampu memulai

pembicaraan, tidak ada kontak mata saat berkomunikasi, wajah klien

tampak murung, klien juga memiliki afek datar, klien tampak asing dengan

klien lain, dan juga klien tampak kurang antusias dalam kegiatan ruangan

41

Page 42: Kti Jiwa Menarik Diri 2

dan kelompok.

3. Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri

Data subyektif : tidak terkaji karena klien tidak kooperatif selama diajak

komunikasi. Data obyektif : Aktifitas / ADL klien masih dibantu perawat,

badan tampak kotor, dandanan tidak rapi, makan berantakan, gigi dan

mulut klien kotor.

C. POHON MASALAH

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pohon masalah tersebut di atas dapat dirumuskan dalam diagnosa

keperawatan di bawah ini :

1. Isolasi sosial : Menarik diri

2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri

E. PRIORITAS MASALAH

Isolasi sosial : Menarik diri

F. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan

42

Defisit Perawatan Diri

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Akibat

Masalah utama

Penyebab etiologi

Page 43: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan menggunakan SP, yaitu :

Diagnosa 1. Isolasi Sosial

Tujuan:

Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

I. Pasien

SP 1 (pasien) :

1.1. Membina hubungan saling percaya

1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.

1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan

orang lain.

1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi

dengan orang lain.

1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.

1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-

bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

SP 2 (pasien) :

2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara

berkenalan dengan satu orang.

2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang

dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

SP 3 (pasien) :

43

Page 44: Kti Jiwa Menarik Diri 2

3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua

orang atau lebih.

3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

II. Keluarga

SP 1 (keluarga) :

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien.

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang

dialami pasien beserta proses terjadinya.

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

SP 2 (keluarga) :

2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan

isolasi sosial.

2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi

sosial.

SP 3 (keluarga) :

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk

minum obat (discharge planning).

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

G. IMPLEMENTASI

Implementasi dilakukan selama 1 hari, pada tanggal 12 juli 2011

pukul 10.00 WIB. SP I : membina hubungan saling percaya dengan

44

Page 45: Kti Jiwa Menarik Diri 2

membina hubungan terapeutik sambil berjabat tangan, menganggukan

kepala dan tersenyum, memperkenalkan nama lengkap klien dan panggilan

kesukaan klien, menjelaskan tujuan interaksi dengan klien dan

menunjukan sikap empati; mengobservasi penyebab menarik diri pada

klien; mendiskusikan dengan klien tentang penyebab menarik diri;

menanyakan tanda-tanda menarik diri pada klien; menberikan

reinforcement positif pada klien karena mau mengungkapkan perasaannya

tentang menarik diri; menanyakan pada klien tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain; mendiskusikan dengan klien tentang

keuntungan berhubungan dengan orang lain; mendiskusikan dengan klien

tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain; memberikan

kesempatan pada klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain; memberikan reinforcement pada klien karena mengungkapkan

perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan

kerugian tidak berhubungan dengan orang lain; mengkaji kemampuan

klien membina hubungan dengan orang lain, mendorong dan membantu

klien berhubungan dengan orang lain, membantu klien untuk

mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain, mendiskusikan

jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu,

memotivasi klien untuk memasukan kegiatan latihan berbincang – bincang

dengan orang lain dalam kegiatan harian.

45

Page 46: Kti Jiwa Menarik Diri 2

H. EVALUASI

Implementasi yang telah dilakukan selama satu hari pada tanggal

12 Juli 2011 penulis mengevaluasinya. Adapun hasil evaluasi yaitu

diagnosa pertama SP I menyimpulkan data obyektif yang didapat bahwa

hubungan saling percaya belum dapat terjalin dengan baik, terbukti bahwa

klien tidak kooperatif selama wawancara klien tidak menjawab salam,

tidak mampu menyebutkan nama sendiri dan nama panggilan yang

disukainya, kontak mata tidak ada. Selanjutnya klien masih belum bisa

menceritakan karena pembicaraan yang lambat dan belum fokus pada apa

yang dibicarakan. Klien juga belum mengerti tentang keuntungan dari

berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain ditandai dengan klien tidak menganggukan kepala saat ditanya

tentang apa yang sudah dibicarakan. Klien juga belum bisa

mendemonstrasikan cara berkenalan dengan orang lain. Assesment yang

didapat bahwa SP I belum tercapai secara optimal.

Penulis mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk kembali

melaksanakan SP I (Pasien) karena belum tercapai. Untuk SP II (Pasien)

mengevaluasi tentang mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang

(klien lain) dan SP III (Pasien) cara berkenalan dengan dua orang atau

lebih yang belum bisa terlaksana karena SP I belum tercapai sehingga

belum bisa dilanjutkan ke SP II klien dan SP III klien. Sehingga penulis

mendelegasikan kepada kepala ruang untuk melaksanakan SP I sampai

46

Page 47: Kti Jiwa Menarik Diri 2

klien bisa mempraktekan. Untuk SP Keluarga belum bisa dilaksanakan

karena tidak ada keluarga yang menjenguk.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil pendokumentasian asuhan

keperawatan jiwa yang telah dilakukan selama satu hari pada Tn. M dengan

masalah utama isolasi sosial : menarik diri di bangsal P 8 wisma Antareja RSJP

Prof. dr. Soeroyo Magelang. Pembahasan ini mencakup seluruh proses asuhan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Pengkajian diperoleh melalui wawancara

dengan klien, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau tenaga kesehatan

lainnya dan melalui pengkajian fisik. Pembahasan yang diuraikan dimulai dari

tahap pengkajian sampai dengan evaluasi serta ditinjau dari teori keperawatan

jiwa. Kesenjangan antara teori dan kondisi nyata dilahan praktek diuraikan juga

pada bab ini.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Juli 2011 pukul 08.30 WIB,

di ruang Antareja Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Dari

hasil pengkajian yang dilakukan, dengan cara autoanamnesa maupun

alloanamnesa. Autoanamnesa yaitu interaksi antara perawat-klien secara

47

Page 48: Kti Jiwa Menarik Diri 2

langsung dimana interaksi tersebut merupakan suatu kegiatan untuk

menjalin hubungan komunikasi yang baik antara perawat-klien. Tujuannya

adalah untuk memenuhi kebutuhan klien, membantunya dalam

pengalaman kehidupan sehari-hari agar dapat melakukan kegiatan

sebagaimana mestinya dan mencari tahu latar belakangnya dirawat di

rumah sakit jiwa. Pengkajian dengan cara alloanamnesa dengan melihat

catatan medik klien.

Menurut Nurjannah (2005) bahwa pengkajian merupakan tahap

awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri

atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Data

yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Hal-hal yang perlu dikaji pada klien menarik diri adalah biodata klien,

alasan masuk, keluhan utama, faktor predisposisi, status mental, faktor-

faktor psikososial, kebutuhan persiapan pulang serta mekanisme koping

yang sering digunakan. Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998)

pengkajian pada pasien dengan gangguan jiwa isolasi sosial : menarik diri

meliputi faktor predisposisi, faktor presipitasi, perilaku, fisik, status emosi,

intelektual, status sosial dan spiritual.

Berdasarkan data pengkajian pada Tn. M dan data dokumentasi

keperawatan yang ada didapatkan faktor predisposisi yang mendukung

munculnya masalah pada klien yaitu klien telah mengalami gangguan jiwa

sejak 3 tahun yang lalu, klien diantar oleh keluarga tanggal 30 Mei 2011

ke Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang dengan alasan klien

48

Page 49: Kti Jiwa Menarik Diri 2

sering berdiam diri, tidak mau bicara dan tidak mau beraktifitas. Faktor

presipitasinya klien mengalami perubahan perilaku semenjak diceraikan

istrinya 3 tahun yang lalu.

Dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pengkajian

pasien adalah tidak ada kelainan pada pemeriksaan tanda-tanda vital. Dari

hasil pemeriksan antropometri didapat tinggi badan klien 163 cm dan berat

badan klien 54 kg. Sedangkan dari pemeriksaan head to toe kulit kepala

klien kotor, rambut kusam, gigi klien nampak kotor dan terdapat karies

gigi.

Pada genogram dalam pengkajian psikososial, didapatkan bahwa

Dari pengkajian status psikososial klien sudah bercerai dengan istrinya

sejak 3 tahun yang lalu. Dalam keluarganya ada yang menderita gangguan

jiwa yaitu ayah kandungnya.

Pengkajian konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1998:227),

Dari hasil wawancara dengan klien gambaran diri, identitas diri, peran diri

dan ideal diri klien tidak terkaji karena klien tidak kooperatif selama

komunikasi. Klien mengalami autistik dan mutisme. Sedangkan harga diri

klien, Tn. M menganggukan kepala bahwa dirinya serba tidak mampu, dan

sering menyesali keadaan dirinya.

Menurut Sunaryo (2004 : 34) Harga diri rendah timbul jika

individu merasakan kehilangan kasih sayang, cinta kasih dan penghargaan

dari orang lain dan tidak memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan cita-cita ideal yang ada dalam dirinya, sehingga individu akan

49

Page 50: Kti Jiwa Menarik Diri 2

mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam hubungan interpersonalnya

dengan orang lain di lingkungan sosial.

Pengkajian persepsi sensori klien bahwa dirinya tidak pernah

mendengar suara-suara apapun. Kebutuhan persiapan pulang klien masih

membutuhkan sedikit bantuan perawat dalam kegiatan harian di ruangan.

Pada mekanisme koping ditemukan bahwa mekanisme koping

klien tidak efektif karena klien lebih suka menyendiri, klien mengatakan

jika ada masalah yang menimpanya, klien lebih suka memendamnya

sendiri, enggan bercerita, klien selalu menyalahkan dirinya sendiri jika ada

masalah yang menimpanya. Menurut Stuart and Sunden (1998: 230)

Mengkritik diri sendiri atau orang lain, gangguan dalam berhubungan,

perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif tentang tubuhnya

sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis,

menarik diri secara sosial, khawatir, merupakan manifestasi dari harga diri

rendah.

Pengkajian tanda dan dan gejala pada klien gangguan isolasi

sosial: menarik diri adalah malas berinteraksi, menganggap orang lain

tidak mau menerima dirinya,curiga dengan orang lain,mendengar suara-

suara/melihat bayangan, merasa malu untuk berbicara dengan orang lain,

menyendiri dalam ruangan, tidak bias memulai pembicaraan, tidak mau

berkomunikasi dengan orang lain (autistik/mutisme), tidak melakukan

kontak mata, sikap mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak

berinisiatif berhubungan dengan orang lain, banyak menunduk saat diajak

50

Page 51: Kti Jiwa Menarik Diri 2

bicara, afek dapat tumpul atau datar, posisi tidur tampak meringkuk di

tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu. (Workshop Standar

Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo

Magelang, 2007). Pada perilaku klien dengan gangguan isolasi sosial:

menarik diri yaitu kurang sopan, apatis, sedih, afek tumpul, kurang

perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka

terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan posisi tidur

seperti janin (Sujono & Teguh, 2009).

Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. M didapatkan data

subyektif klien yaitu klien merasa sedang sedih. Dan data obyektifnya

adalah klien tampak menyendiri, klien tampak diam, klien tampak

menundukan kepala, tidak ada kontak mata, klien tampak sedih, wajah

klien tampak murung, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain

(autistik/mutisme), afek datar, kurang perawatan diri. Berdasarkan data

pengkajian yang muncul ada kesenjangan teori dengan keadaan yang

dialami oleh klien.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan dari

klien, penulis merumuskan diagnosa keperawatan untuk membantu proses

keperawatan klien selama dirawat di ruang Antareja Rumah Sakit Jiwa

Prof. Dr. Soeroyo Magelang.

51

Page 52: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan penulis yaitu

gangguan isolasi sosial : menarik diri, gangguan konsep diri : harga diri

rendah, dan defisit perawatan diri.

1. Isolasi sosial : menarik diri

Penulis menetapkan diagnosa keperawatan gangguan isolasi

sosial : menarik diri sebagai prioritas masalah keperawatan. Isolasi

sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan

segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau

mengancam (NANDA, 2005:208).

Data yang mendasari pengangkatan diagnosa keperawatan

gangguan isolasi sosial : menarik diri berupa data obyektifnya adalah

klien tampak menyendiri, klien tampak diam, klien tampak

menundukan kepala, tidak ada kontak mata, klien tampak sedih, wajah

klien tampak murung, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain

(autistik/mutisme), afek datar, kurang perawatan diri.

Alasan kenapa diagnosa “gangguan isolasi sosial : menarik

diri” menjadi prioritas pertama karena apabila masalah isolasi sosial :

menarik diri tidak ditangani / tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,

maka akan menyebabkan perubahan persepi sensori : halusinasi dan

resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain bahkan lingkungan.

Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan

intoleransi aktifitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap

ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri (Sujono

52

Page 53: Kti Jiwa Menarik Diri 2

dan Teguh, 2009).

2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Data yang ditemukan saat pengkajian yaitu data subjektif :

klien mengatakan sering bersedih. Data objektif : klien tampak sering

duduk menyendiri, tidak ada kontak mata saat berkomunikasi.

Menurut Keliat ( 1998 : 23 ) harga diri rendah merupakan

suatu keadaan dimana evaluasi diri atau dapat di gambarkan sebagai

perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya

percaya diri, harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, tidak

berdaya, tidak ada harapan dan putus asa. Ada sepuluh cara individu

mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu mengejek

dan mengkritik diri sendiri, merendahkan atau mengurangi martabat

diri sendiri, rasa bersalah atau khawatir, manisfestasi fisik : tekanan

darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat, menunda dan

ragu dalam mengambil keputusan, gangguan berhubungan, menarik

diri dari kehidupan sosial, menarik diri dari realitas, merusak diri,

merusak atau melukai orang lain (Stuart and Sundeen, 1998:230).

Menurut Sunaryo (2004:34) Harga diri rendah timbul jika

individu merasakan kehilangan kasih sayang, cinta kasih dan

penghargaan dari orang lain dan tidak memiliki kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan cita-cita ideal yang ada dalam dirinya,

sehingga individu akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam

hubungan interpersonalnya dengan orang lain di lingkungan sosial.

53

Page 54: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Diagnosa ini dijadikan diagnosa kedua karena muncul

Berdasarkan stressor di atas penulis menegakkan diagnosa kedua

dengan adanya gangguan konsep diri karena klien merasa gagal

mencapai keinginanya menikah dengan wanita yang di cintainya. Jika

tidak ditegakan klien akan tetap pendiam dan lebih suka menyendiri

dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

3. Defisit perawatan diri

Data yang mendasari pengangkatan diagnosa keperawatan

defisit perawatan diri sebagai prioritas ketiga berupa data obyektifnya

adalah Data obyektif : Aktifitas harian / ADL klien masih dibantu

perawat, badan tampak kotor, dandanan tidak rapi, makan berantakan,

gigi dan mulut klien kotor.

Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa

menyebabkan intoleransi aktifitas yang akhirnya bisa berpengaruh

terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri

(Sujono dan Teguh, 2009).

C. Intervensi

Intervensi dan implementasi yang digunakan oleh penulis adalah

menggunakan SP (Strategi Pelaksanaan) yaitu SP I sampai SP III , karena

berdasarkan Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang (2007) implementasi yang

digunakan saat ini adalah menggunakan SP. Menurut David A Tomb

54

Page 55: Kti Jiwa Menarik Diri 2

(2004) SP I terdiri dari : mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien,

berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berhubungan dengan orang

lain, berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain, mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang,

menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang

dengan orang lain dalam kegiatan harian. SP II terdiri dari : mengevaluasi

jadwal kegiatan harian pasien, memberikan kesempatan kepada pasien

mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang, membantu pasien

memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah

satu kegiatan harian. SP III terdiri dari : memasukan jadwal kegiatan

harian pasien, memberikan kesempatan pasien berkenalan dengan dua

orang atau lebih, menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan

harian.

D. Implementasi

Pada hari Selasa (12 Juli 2011) penulis melakukan implementasi

SP I yaitu mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien, berdiskusi

dengan pasien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain,

berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain, mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang,

menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang

dengan orang lain dalam kegiatan harian. Implementasi tersebut dapat

dilakukan cukup mudah, karena penulis menggunakan komunikasi

terapeutik.

55

Page 56: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Menurut As Hornby (1974) dikutip oleh Teguh Purwanto (2009)

komunikasi terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan

seni dari penyembuhan. Sedangkan menurut Wahyu Purwaningsih

(2009:11) dapat diartikan pula komunikasi yang direncanakan secara

sadar, berlangsung secara verbal dan non verbal, tujuan dan kegiatannya

difokuskan untuk menyembuhkan klien. Faktor yang perlu diperhatikan

dalam melakukan komunikasi terapeutik secara efektif adalah pengenalan

kesadaran diri sendiri dan mengenal orang lain yang akan diajak untuk

berhubungan, sehingga individu dapat menggunakan dirinya secara efektif

dan tujuan komunikasi dapat tercapai (Nurjannah, 2005:92).

Menurut Stuart dan Sundeen (1998:22), Teknik komunikasi yang

diterapkan adalah Silence atau (diam) yang bertujuan untuk memberi

kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara dengan cara

memberikan waktu kepada klien untuk berpikir dan menghayati,

memperlambat tempo interaksi dan dorong klien untuk mengawali

percakapan sementara itu perawat menyampaikan dukungan, pengertian

dan penerimaannya. Hal ini akan memberikan kesan bahwa perawat /

komunikator mau mendengarkan, mau menerima dan mengerti.

Dengan tekhnik komunikasi terapeutik yang dilakukan maka

diharapkan hubungan saling percaya dapat tercapai. Hubungan saling

percaya adalah dasar yang diperlukan dalam pengelolaan klien dan

kemampuan klien dalam mengikuti anjuran dan saran perawat didasarkan

atas kualitas hubungan ini (Stuart & Sundeen, 1998). Dilakukannya

56

Page 57: Kti Jiwa Menarik Diri 2

identifikasi penyebab isolasi sosial : menarik diri agar dapat mengurangi

beban dan tekanan yang dirasakan oleh klien. Tekhnik komunikasi yang

dilakukan oleh penulis ketika melakukan implementasi mengidentifikasi

penyebab isolasi sosial adalah mendengar dengan empati. Menurut Smith

(1992) dalam Intansari (2005) empati adalah kemampuan menempatkan

diri kita pada diri orang lain dan bahwa kita telah memahami bagaimana

perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka

tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain, karena dengan empati

dapat meningkatkan perasaan berhubungan dengan orang lain, perasaan ini

akan menurunkan perasaan negatif dan kesendirian dan isolasi. Dengan

adanya tekhnik komunikasi tersebut mempermudah penulis dalam

membina hubungan saling percaya dan mengidentifikasi penyebab isolasi

sosial : menarik diri.

Terapi psikofarmaka yang diperoleh klien yaitu Trifluoperazine 2 x

5 mg, Amitriptilin 2 x 25 mg, Triheksipenidil 2 x 2 mg, Chlorpromazine 1

x 50 mg. Menurut Depkes (2000) Psikofarmaka adalah terapi

menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan

gejala gangguan jiwa.

E. Evaluasi

Implementasi SP I yang telah dilakukan belum dapat dilakukan

dengan baik karena klien tidak kooperatif selama diajak komunikasi, klien

tampak autistik dan mutisme. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi dengan

data Obyektif “Klien mau berjabat tangan, tetapi kontak mata tidak ada,

57

Page 58: Kti Jiwa Menarik Diri 2

klien nampak autistik dan mutisme, tidak mau berkomunikasi dengan

perawat, klien belum bisa bercerita mengenai penyebab menarik diri”

sehingga SP I membina hubungan saling percaya dan mengidentifikasi

penyebab isolasi sosial : menarik diri belum tercapai.

Pada pukul 12.00 WIB penulis melanjutkan implementasi SP I

yaitu mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan

orang lain dan mendiskusikan dengan klien tentang kerugian tidak

berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan klien cara berkenalan dengan

satu orang dan menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan

berbincang-bincang dengan orang lain. Dari implementasi SP I yang telah

dilakukan oleh penulis, implementasi tersebut belum dapat dilakukan

secara optimal. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi dengan data Obyektif

“Klien belum mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang

lain dan belum mampu menyebutkan kerugian tidak berinteraksi dengan

orang lain, Klien mau berjabat tangan dengan penulis namun belum ada

kontak mata, klien masih belum mau berkomunikasi dengan orang lain”.

Dapat disimpulkan SP I belum tercapai.

Penulis tidak dapat melakukan SP II karena SP I masih perlu

dioptimalkan lagi. Implementasi (SP) yang seharusnya dilakukan pada

keluarga tidak dapat penulis lakukan, hal ini dikarenakan pada saat itu

keluarga klien tidak berada di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo

Magelang.

F. Hambatan

58

Page 59: Kti Jiwa Menarik Diri 2

Hambatan yang ditemui selama proses keperawatan pada Tn. M dengan

Gangguan isolasi sosial : menarik diri adalah:

1. Dari intervensi yang dilaksanakan penulis merasa masih ada hambatan

yang ditemukan saat berinteraksi yaitu klien sering terdiam sehingga

mengalami kesulitan dalam menggali data yang diperlukan. Dalam

berkomunikasi suara pelan sehingga tidak jelas, saat interaksi kontak

mata klien kurang.

2. Tidak lengkapnya data pendukung pada catatan keperawatan klien,

sehingga penulis mengalami kesulitan dalam pengumpulan data yang

diperlukan.

3. Tindakan keperawatan untuk diagnosa I, SP I belum tercapai secara

optimal karena klien kurang kooperatif. Klien nampak autistik dan

mutisme, sehingga penulis belum bisa melanjutkan ke SP selanjutnya.

4. Keterbatasan waktu yang disediakan oleh penguji sehingga untuk

mengoptimalkan SP I belum dapat dilakukan.

5. Dalam melakukan tindakan keperawatan, penulis tidak melibatkan

pihak keluarga sebagai sistem pendukung untuk kesembuhan klien

karena tidak adanya keluarga yang menjenguknya.

Untuk mengatasi kendala tersebut telah dilakukan :

1. Memberi nasehat dan contoh kepada Tn. M agar mengeraskan

suaranya secara halus.

2. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik dan Silence (diam).

Dengan ini bertujuan untuk memberi kesempatan berpikir dan

59

Page 60: Kti Jiwa Menarik Diri 2

memotivasi klien untuk bicara dengan cara memberikan waktu kepada

klien untuk berpikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi

dan dorong klien untuk mengawali percakapan sementara itu perawat

menyampaikan dukungan, pengertian dan penerimaannya. Hal ini akan

memberikan kesan bahwa perawat / komunikator mau mendengarkan,

mau menerima dan mengerti.

3. Memberikan reinforcement positif baik verbal maupun non verbal atas

setiap keberhasilan dalam intervensi.

4. Mendelegasikan tindakan keperawatan yang belum tercapai kepada

perawat ruangan.

60

Page 61: Kti Jiwa Menarik Diri 2

BAB V

PENUTUP

Setelah dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan pada klien

Tn. M di Ruang Antareja Rumah Sakit Prof. dr. Soeroyo Magelang ditemukan

masalah keperawatan yaitu Isolasi sosial : menarik diri didapatkan hasil bahwa

menarik diri adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat

adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif

dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial (Sujono & Teguh,

2009:151). Dari hasil asuhan keperawatan tersebut dapat diambil kesimpulan dan

saran sebagai berikut:

A. KESIMPULAN

1. Perawat kesulitan dalam berkomunikasi dengan klien karena klien

masih kurang fokus dalam diskusi yang dilakukan. Hal ini mempersulit

dalam perawat melakukan asuhan keperawatan yang disesuaikan

dengan teori yang ada.

61

Page 62: Kti Jiwa Menarik Diri 2

2. Saat melakukan pengkajian status kesehatan klien dengan gangguan

hubungan social : menarik diri. Pengkajian juga dilakukan dengan

melihat status klien (dokumen rekam medis), sehingga dapat diperoleh

data yang tepat sesuai dengan kondisi klien dan sesuai masalah yang

timbul.

3. Perencanaan asuhan keperawatan terutama dalam perencanaan asuhan

keperawatan pada klien menarik diri, dibuat berdasarkan yang

diperoleh dari pengkajian, disesuaikan juga dengan kondisi klien,

dengan demikian dapat membantu proses penyembuhan secara

optimal.

4. Menyesuaikan konsep teori yang ada dimana perawat lebih mengenal

dan mengetahui kondisi kliennya, maka perlu membina hubungan

saling percaya, supaya perawat dapat mengetahui penyebab, tanda,

gejala, faktor presipitasi dan jangan lupa peran aktif keluarga.

Diharapkan mempercepat proses penyembuhan klien dan peran

perawat dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan dengan

mudah.

5. Dokumentasi yang lengkap dalam asuhan keperawatan akan

mempermudah perawat dalam intervensi dan implementasi tindakan

keperawatan yang sesuai kondisi klien.

B. SARAN

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus dibutuhkan ketelitian

serta ketajaman dalam pengkajian dan analisa masalah, sangat

62

Page 63: Kti Jiwa Menarik Diri 2

diperlukan oleh seorang perawat, sehingga perawat mampu mengenal

dan mengetahui gangguan hubungan social : menarik diri.

2. Saat melakukan pengkajian hendaknya dilakukan secara terperinci dan

secara sistematis sehingga dapat memperoleh data yang sesuai dengan

kondisi klien agar memudahkan perawat dalam melakukan analisa

data, intervensi, implementasi dan pendokumentasian.

3. Penerapan teori keperawatan, terutama dalam memberikan asuhan

keperawatan jika hendaknya perawat menguasai konsep teori yang ada,

sehingga memudahkan perawat dalam menerapkan asuhan

keperawatan pada klien dengan halusinasi penglihatan.

4. Pada saat melakukan komunikasi perlu adanya reinforcement positif

yang diberikan kepada klien. Dengan adanya reinforcement tersebut

maka akan dapat meningkatkan harga diri klien sehingga klien akan

dapat merubah perilaku menarik dirinya.

5. Pada saat berkomunikasi diusahakan pada tempat yang tenang. Dengan

tempat yang tenang maka klien akan dapat lebih fokus dan kontak

mata tidak akan teralihkan pada hal yang terjadi di sekitar.

6. Dalam membina hubungan saling percaya dengan klien diri perlu

adanya kontak sering dan singkat secara bertahap serta ciptakan

lingkungan yang menyenangkan.

7. Dalam melaksanakan komunikasi dengan klien menarik diri perlu

adanya teknik komunikasi broad opening (pertanyaan terbuka).

Dimana dengan teknik ini perawat dapat memberi kesempatan pada

63

Page 64: Kti Jiwa Menarik Diri 2

klien untuk memilih topik pembicaraan yang diinginkan sehingga klien

dapat mengeksplorasikan perasaannya dan pikirannya.

64