Kulasi Virus Dan Uji Ha

70
KULASI VIRUS dan UJI HA-HI INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO, UJI PRESIPITASI AGAR, SERTA UJI HA-HI CEPAT DAN UJI HA-HI LAMBAT I. TUJUAN a. Inokulasi virus pada telur berembrio Mengetahui cara menginokulasi virus pada telur ayam berembrio dan cara pemanenannya. b. Uji Presipitasi Agar (UPA) 1. Mengetahui interaksi antara antigen dan antibodi virus ND ayam secara kualitatif. 2. Menentukan jenis virus berdasarkan antigen. c. Hemaglutination (HA) dan Hemaglutination Inhibition (HI) Test 1. Mengetahui ada tidaknya pertumbuhan virus ND dengan memakai uji HA dan HI cepat. 2. Mengetahui ada tidaknya pertumbuhan virus ND dengan memakai uji HA dan HI lambat. 3. Mengidentifikasi virus yang menghambat aglutinasi dengan uji HI cepat. 4. Mengukur titer antibodi terhadap virus ND dengan uji HI lambat.

description

...

Transcript of Kulasi Virus Dan Uji Ha

Page 1: Kulasi Virus Dan Uji Ha

KULASI VIRUS dan UJI HA-HI

INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO, UJI PRESIPITASI

AGAR, SERTA UJI HA-HI CEPAT DAN UJI HA-HI LAMBAT

I. TUJUAN

a. Inokulasi virus pada telur berembrio

Mengetahui cara menginokulasi virus pada telur ayam berembrio dan cara

pemanenannya.

b. Uji Presipitasi Agar (UPA)

1. Mengetahui interaksi antara antigen dan antibodi virus ND ayam secara kualitatif.

2. Menentukan jenis virus berdasarkan antigen.

c. Hemaglutination (HA) dan Hemaglutination Inhibition (HI) Test

1. Mengetahui ada tidaknya pertumbuhan virus ND dengan memakai uji HA dan HI

cepat.

2. Mengetahui ada tidaknya pertumbuhan virus ND dengan memakai uji HA dan HI

lambat.

3. Mengidentifikasi virus yang menghambat aglutinasi dengan uji HI cepat.

4. Mengukur titer antibodi terhadap virus ND dengan uji HI lambat.

5. Uji hemaglutinasi dengan pelat mikro untuk mengetahui titer enceran virus yang

terkecil yang masih mampu mengaglutinasi eritrosit ayam dan hambatan

aglutinasi dengan pelat mikro berguna untuk mengetahui titer pengenceran

terkecil antibodi pada serum ayam yang masih mampu menghambat aglutinasi

virus tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 2: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Virus adalah penyebab infeksi terkecil berdiameter 20-300 nm. Genom virus hanya

mengandung satu macam asam nukleat yaitu RNA/DNA. Asam nukleat virus terbungkus

dalam suatu kulit protein yang dapat dikelilingi oleh selaput yang mengandung lemak.

Seluruh unit infektif disebut virion. Virus hanya bereplikasi dalam sel hidup. Replikasinya

dapat intranuklear atau intrasitoplasmik (Jawetz, 1996).

Diluar sel hidup partikel virus tidak dapat melakukan metabolisme, itu merupakan masa

transisi dari virus. Fase transmisi diluar sel ini diselingi oleh fase reproduksi dalam sel, ketika

itu virus terdiri atas gen virus aktif yang dengan menggunakan metabolisme inangnya

menghasilkan genom turunan dan protein virus untuk dirakit menjadi virion baru (Fenner,

1993).

VIRUS DAN PROTEIN VIRUS

Virus merupakan mikroorganisme uniseluler dengan diameter 20–300 nm

mengandung satu jenis asam nukleat RNA atau DNA sebagai genomnya. Partikel virus lebih

kecil daripada bakteri, virus tidak tumbuh pada media buatan.Virus hanya melakukan

multiplikasi dalam sel hidup. Virus tidak membelah secara binner.

Satu partikel virus yang komplek disebut virion. Protein yang ineksius yang

ditemukan ada hewan dan manusia disebut prion. Siklus hidup virus ada 2 macam yaitu :

1. Fase intraseluler : fase ketika melakukan kegiatan (reproduktif)

2. Fase ekstraseluler : fase ketika tidak melakukan kegiatan (transmisi / inaktif)

Di luar sel hidup partikel virus tidak dapat melakukan metabolisme, fase ini disebut

dengan fase transmisi dari virus. Fase transmisi diluar sel ini diselingi oleh fase reproduksi

dalam sel, ketika itu virus terdiri dari gen virus aktif yang dengan menggunakan sistem

metabolisme inangnya menghasilkan genom turunan dan protein virus untuk dirakit menjadi

virioun baru. Viral atau virus replikasi terjadi di dalam sitoplasma dan di dalam nukleus,

adapun fase – fase dari reproduksi atau replikasi virus adalah attachment, penetration,

uncoating, transcription of early mRNA, translation of early protein, replication of viral

DNA, transcription of late mRNA, translation of late protein, assembly of virion dan akhirnya

release.

Page 3: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Protein Virus

Beberapa protein tersandi-virus merupakan protein struktur yaitu merupakan bagian

dari virion.Peran dari protein struktur adalah memberi lapisan perlindungan terhadap asam

nukleat . Termasuk ligan yang berfungsi untuk perlekatan pada sel hospes. Ada 2 macam

protein virus, yaitu :

1. Protein structural

Terdiri dari Capsomer yang menyusun kapsid dan glikoprotein pada amplop virus.

2. Protein non-struktural

Berkaitan dengan virion dan merupakan enzim yang sebagian besar terlibat dalam

transkripsi,regulasi dan replikasi. Contohnya enzim polymerase ketika berada

dalam sel hospes. Dan contoh lainnya adalah transcriptase yang mentranskripsi

mRNA dari genom virus ds DNA atau ds RNA atau dari genom virus dengan

ssRNA polaritas minus.

VIRUS NEW CASTLE DISEASE (Paramyxovirus unggas I )

Newcastle disease virus

Virus classification

Group: Group V ((-)ssRNA)

Order: Mononegavirales

Family: Paramyxoviridae

Genus: Avulavirus

Species: Newcastle disease virus

(http://en.wikipedia.org/wiki/Newcastle_disease)

http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Newcastle_disease_in_a_mallard.JPG

Famili Paramyxoviridae mempunyai 3 genus, Paramyxovirus, Morbilivirus, dan

Pneumovirus. Genus yang menyebabkan kerugian ekonomis paling besar adalah Newcastle

Page 4: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Disease virus, Rinderpest virus dan Bovine Respiratory Syncitium Virus. Paramyxovirus

memiliki nukleokapsid bagian dalam yang berukuran 18 nm. Nukleokapsid dan hemaglutinin

dibentuk dalam sitoplasma. Genom virus bersifat linear, RNA rantai tunggal (single strainded

RNA) dengan berat molekul (BM) 5-7 x 106, tidak bersegmen, dan virionnya polimorfik

(Jawetz, 1996).

Newcastle Disease virus merupakan anggota pertama dari genus Paramyxovirus (PMV) yang

diisolasi dari unggas pada tahun 1926. Virus yang tergolong genus Paramyxovirus dapat

dibedakan dari virus lainnya oleh karena adanya aktifitas neuraminidase yang tidak dimiliki

oleh virus lain pada famili Paramyxoviridae. Virus ND mempunyai aktifitas biologik yaitu

kemampuan untuk mengaglutinasi dan menghemolisis sel darah merah atau fusi dengan sel-

sel tertentu, mempunyai kemampuan neuraminidase dan kemampuan untuk bereplikasi di

dalam sel-sel tertentu (Fenner,1993)

Tetelo merupakan penyakit ayam yang sangat merugikan, pertama kali ditemukan oleh

Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo ditemukan juga di Newcastle

(Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle disease (ND) dan ditemukan

di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini dikenal dengan nama aanikhet. Virus ND

termasuk dalam genus Rubulavirus, famili Paramyxoviridae. Tidak semua virus ND yang

ditemukan bersifat ganas. Beberapa di antaranya hanya bersifat ringan, bahkan dapat

dimanfaatkan sebagai bibit vaksin untuk mencegah penyakit ND yang ganas. Mengingat

virus ND ada yang ringan dan ganas, ditentukan empat kelompok keganasan virus ND :

a. Infeksi virus velogenik-viserotropik(vvND)

Menimbulkan penyakit akut dengan kematian tinggi

b. ND - Neurotropic Velogenic

Akut dan fatal pada ayam di berbagai umur disertai gejala syaraf dan respirasi,

dan terdapat adanya lesi pada usus.

c. Virus Mesogenik

Menyebabkan kematian akut dengan kematian moderat disertai gejala

pernafasan dan syaraf

Page 5: Kulasi Virus Dan Uji Ha

d. Virus Lentogenik

Bertanggung jawab terhadap infeksi pernafasan ringan

(www.thepoultrysite.com/diseaseinfo/111/newcas... dan Pedoman Penyakit

Unggas)

Untuk mengetahui keganasan virus ND dapat dilakukan dengan cara menghitung waktu

kematian rata-rata (mean death time) pada telur berembrio yang ditulari dengan virus ND.

(www.poultryindonesia.com)

Gambar struktur virus ND

http://www.fao.org/DOCREP/005/AC802E/ac802e0o.htm

Berdasarkan atas kesamaan antigenik pada uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI), maka

dikenal 9 serotipe Avian Paramyxovirus, yaitu Paramyxovirus tipe 1 (PMV-1) sampai PMV-

9. Diantara 9 serotipe tersebut maka virus ND termasuk dalam PMV-1 yang merupakan virus

yang terpenting pada unggas. Avian Paramyxovirus tipe-2 (PMV-2) dapat ditemukan pada

burung, termasuk burung peliharaan dan jarang pada ayam atau kalkun. Avian Paramyxovirus

Page 6: Kulasi Virus Dan Uji Ha

tipe-3 (PMV-3) dapat ditemukan pada burung peliharaan dan kalkun di kanada, USA, UK,

Perancis dan Jerman. Berdasarkan atas virulensinya, maka virus ND dapat dibedakan menjadi

galur velogenik, mesogenik dan lentogenik. Pembagian tersebut berdasarkan atas waktu

kematian embrio setelah disuntik oleh virus ND tertentu melalui selaput alantois. Waktu

kematian embrio untuk galur velogenik adalah kurang dari 60 jam, galur mesogenik sekitar

60-90 jam dan galur limtogenik lebih dari 90 jam. Berbagai galur virus ND tersebut dipakai

untuk menyatakan virus yang sangat virulen, moderat virulen dan kurang virulen.

Berdasarkan dari gejala klinis yang timbul pada ayam, maka ND dapat dibagi atas 5 bentuk,

yaitu Doyle, Beach, Beaudette, Hitchner dan Enterik asimptomatik :

1. Bentuk Doyle tersifat adanya gangguan pencernaan akibat pendarahan dan nekrosisi

pada saluran pencernaan sehingga dikenal dengan ND velogenik-viserotropik.

2. Bentuk Beach tersifat oleh adanya gejala gangguan pernafasan dan saraf sehingga

disebut ND velogenik-neurotropik.

3. Bentuk Beaudette merupakan bentuk ND velogenik-neurotropik yang kurang

patogenik dan biasanya kematian hanya ditemukan pada ayam muda. Virus

ND penyebab infeksi pada bentuk ini tergolong tipe patologik lentogenik dan

dapat dipakai sebagai vaksin aktif untuk vaksinasi ulangan terhadap ND.

4. Bentuk Hitchner di tandai oleh adanya infeksi pernafasan yang ringan atau tidak

tampak, yang di timbulkan oleh virus dengan tipe patologik lentogenik,

biasanya juga untuk vaksin aktif.

5. Bentuk enterik asimtomatik terutama merupakan infeksi pada usus yang

ditimbulkan oleh virus ND tipe lentogenok dan tidak menimbulkan suatu

gejala penyakit tertentu.

Morfologi virus ND

Virus ini terdiri dari single molecule dari single strand RNA dengan berat molekul 5 x

106 dalton, urutan dari sequencing nucleotida NDV adalah terdiri dari 15.156 nukleotida,

partikel virus terdiri dari kira – kira 20–25 % lipid dan 6 % karbohidrat yang diperoleh dari

sel hospesnya dan berat keseluruhan partikel virus tersebut adalah 500 x 106 dalton dengan

densitas di dalam sukrosa adalah 1,18 – 1,20 g/ml. Morfology dari paramyxovirus adalah

Page 7: Kulasi Virus Dan Uji Ha

partikel virus berbentuk pleomorfik secara umum berbentuk melingkar dengan diameter 100

– 500 nm meskipun apabila dilihat kadang tampak adanya filamen yang melintang dengan

panjang 100 nm, permukaan dari virus diselubungi dengan projection dengan panjang kira –

kira 8 nm.

Dibandingkan dengan kebanyakan paramyxovirus virus penyakit Newcastle relatif lebih

tahan panas, sifat yang sangat penting berkaitan dengan epidemiologi dan pengendaliannya.

Virus ini tetap menular pada sumsum tulang dan otot dari ayam yang disembelih paling tidak

selama 6 bulan pada temperatur – 20 0 C dan sampai 4 bulan pada temperatur almari

pendingin. Virus yang menular dapat bertahan hidup sampai berbulan – bulan pada

temperatur kamar pada telur dari ayam yang terinfeksi dan sampai lebih dari satu tahun pada

temperatur 4 0 C. Daya tahan hidup yang demikian itu dapat diamati untuk virus pada bulu

dan virus dapat tetap menular untuk jangka waktu yang lama pada kandang terinfeksi,

senyawa yang dapat digunakan untuk desinfeksi adalah seperempat bagian amonium, lisol 1-

2 %, kresol 0,1 %, dan formalin 2 %. ( Fenner, 1993)

Newcastle Disease Virus (Credit: Immunologisches Onkologisches Zentrum Köln

www.ioz-cologne.de)

(www.brandeis.edu/.../applicationsNewcastle.html)

TABEL. 1. Fungsi dan terminologi dari protein virus pada Paramyxovirus.

FungsiGenus

Paramyxovirus Morbillivirus Pneumovirus

Page 8: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Pelekatan protein; Hemaglutinin, perangsangan imunitas produktif.

HN HG (tidak ada

aktifitas heaglutinasi)

Neuraminidase, perlekatan virion, perusakan penghambatan mucin.

HN None None

Protein penggabung; penggabumgan sel, penyusupan virus, penyebaran sel ke sel, membantu perangsangan imunitas perlindungan.

F F F

Nukleoprotein; perlindungan terhadap RNA genom. NP N N

Transkriptase; transkripsi genom RNA. L dan P L dan P L dan P

Protein matriks; kestabilan inti virion. M M M

Lain-lain; fungsi yang tidak diketahui. SH - SH, 22K

(Fenner, 1993)

Virus ND dapat diidentifikasi dengan melihat morfologinya menggunakan mikroskop

elektron atau dengan uji serologis. Uji serologis yang dapat dipakai antara lain Hemaglutinasi

(HA), Hemaglutination Inhibition (HI), Netralisasi virus dalam embrio ayam, netralisasi virus

dalam kultur sel, MIT test, Egg bit, ELISA, Agar Gel Presipitasi (AGP). Sedangkan antigen

virus dapat dilacak dengan teknik Immunohistokimia dan Immunofluorescence (Stephen,

1980).

Protein-protein dalamVirus ND

Virus ND sangat patogen dan V protein merupakan salah satu protein yang menentukan

virulensi virus sementara itu hemagglutinin-neuraminidase (HN) protein merupakan protein

yang memegang peranan penting dalam proses infeksi. Hampir semua spesies unggas peka

terhadap infeksi ND, tetapi ayam adalah spesies yang paling peka. Laporan tentang kasus

penyakit ND pada ayam dan penelitian penyakit ini sudah banyak dilakukan.

Adapun penyusun dari komponen polypeptida virus ND adalah HN (hemaglutininn

dan neuraminidase) yang bertanggung jawab pada proses hemaglutinin dan neuraminidase, F

atau fusion protein, NP atau nucleocapsid protein, P atau phosphorylated, dan M atau

matriks, pada kultur sel virus ini menunjukkan adanya cytopathic effect yaitu adanya formasi

dari synsitium dan sekelompok sel yang mengalami kematian.

Page 9: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Virus newcastle atau paramyxovirus unggas I adalah salah satu virus family

paramyxoviridae dengan genus paramyxovirus yang menyebabkan terjadinya penyakit

dengan gejala pada sistem saraf pusat yang menyerang pada unggas yang di piara secara liar

maupun intensif. Penyakit yang ditimbulkan disebut dengan tetelo disease atau newcastle

disease dengan sinonim yang lain yaitu antara lain pseudofowl pest, pseudovogel pest,

atypische geflugel pest, pseudopoultry plague, avian pest dan sampar ayam.

Gejala Klinis virus ND

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh virus New Castle Disease adalah masa inkubasi

pada infeksi alami adalah 4 – 6 hari, keragaman dalam virulensi menentukan kelangsungan

penyakitnya. Penyakit perakut yang berkaitan dengan galur virus velogenik biasanya

mematikan. Penyakit akut dan sub akut yang berkaitan dengan galur virus mesogenik dan

lentogenik paling umum ditemukan di negara maju dengan industri perunggasan modern.

Penyakit dimulai dengan anoreksia, meningkatnya temperatur tubuh sampai 43 0 C (normal

40 – 41 0 C), kelesuan, kehausan, disertai bulu kusam, jengger berdarah, mata tertutup, dan

larings serta farings yang kering. Unggas yang sakit akan bersin – bersin dan menderita

gangguan pernapasan, serta mencret berair. Penurunan produksi telur dapat berlangsung

sampai 8 minggu. Telur yang dikeluarkan selama fase ini kecil dan kulitnya lunak, dan

albuminnya berair. Unggas yang sembuh memperlihatkan tanda kerusakan sistem saraf pusat,

dicirikan dengan paralisis kaki, ataksia, tortikalis, dan pergerakan berputar – putar, atau oleh

myokloni dan tremor. Pada kalkun gejala klinisnya mirip dengan ayam sedangkan pada

burung ekor panjang, itik, dan angsa gangguan sistem saraf pusat yang pertamakali dapat

diamati. Pada merpati terjadi penyakit ganas yang menyebar dengan cepat ditandai dengan

anoreksia, mencret, poliuria, konjungtivitis, busung, gangguan sistem saraf pusat yang

meliputi paresis kaki dan sayap.

Page 10: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Newcastle Disease affects the respiratory, nervous, and digestive systems. One of

the clinical signs of the disease is swelling of the tissues around the eyes and the neck

as shown in this photo. (Credit: U.S. Department of Agriculture)

(www.brandeis.edu/.../applicationsNewcastle.html)

Page 11: Kulasi Virus Dan Uji Ha
Page 12: Kulasi Virus Dan Uji Ha

(www.urbanwildlifesociety.org/WLR/PMV-RH&H-WWW.htm)

Patogenesis dan immunitas

Patogenesis dan imunitas dari virus New Castle Disease adalah pada mulanya virus

bereplikasi pada epitel mukosa dari pembuluhan pernapasan bagian atas dan pembuluhan

pencernaan, segera setelah terinfeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum

tulang yang menyebabkan viremia sekunder, inilah yang menyebabkan viremia sekunder

yang menimbulkan infeksi pada organ sasaran yaitu paru – paru, usus, dan sistem saraf pusat.

Kesulitan bernafas dan sesak napas timbul akibat penyumbatan pada paru – paru dan

kerusakan pada pusat pernapasan di otak. Perubahan pasca mati meliputi perdarahan

echimose pada laryngs, trakea, oesofagus dan di sepanjang usus. Lesi histologi yang paling

menonjol adalah nekrosis terpusat pada mukosa usus dan jaringan limfe dan perubahan

hiperemia di sebagian besar organ termasuk otak.

Hemaglutination Test (Uji HA) dan Hemaglutination Inhibition Test (Uji HI)

Beberapa virus tertentu mampu mengaglutinasi eritrosit. Kemampuan ini sebagai

contoh dari aktivitas biologik dan aktivitas ini dapat dihambat oleh antibodi tertentu. Sisi

partikel virus yang spesifik dapat berinteraksi dengan reseptor mukoprotein pada sel darah

merah dan permukaan sel lain. Interaksi dari sisi reseptor dan virion membuat aglutinasi sel

darah merah menjadi tampak. Enzim virus neuraminidase memecah ikatan antara virus dan

sel, dan melepas keduanya ke dalam larutan. Antigen adalah

bagian virus yang mengandung ikatan dan antigen dari virus

digunakan untuk uji hemaglutinasi (Merchant and Packer,

1956)

Virion dari beberapa keluarga virus berikatan dengan

sel darah merah (RBC) dan menyebabkan hemaglutinasi.

Prinsip serologis dari hemaglutinasi inhibisi yaitu antibodi

menghambat proses hemaglutinasi dari virus. Bila antibodi

spesifik dan virus dicampur sebelum ditambah eritrosit,

hemaglutinasi akan terhambat. Uji penghambatan

hemaglutinasi ternyata sensitif kecuali untuk Togavirus,

Figure 28. Severe

haemorrhagic and necrotic

lesions in proventriculus and

Peyers patches in the

intestines of a broiler chicken

suffering from one of the

severe forms of Newcastle

disease (viscerotropic

velogenic).

Page 13: Kulasi Virus Dan Uji Ha

sangat spesifik, karena uji itu mengukur antibodi yang berikatan pada protein permukaan

yang paling gampang mengalami perubahan antigenik. Terlebih lagi, uji ini sederhana,

murah, dan cepat. Oleh karena itu, sering digunakan sebagai pilihan prosedur serologis dalam

mengidentifikasi isolat dari virus yang menyebabkan hemaglutinasi (Fennner, 1993).

Virus-virus Avian dapat mengaglutinasi eritrosit, termasuk didalamnya NDV

(Newcastle Disease Virus), Virus influenza dan virus Adenovirus127. Hambatan dari

aglutinasi oleh antibodi spesifik merupakan dasar dari uji HA dan HI cepat pada kaca benda.

Uji HA dan HI cepat pada kaca benda merupakan uji yang sesuai dan cepat dilakukan yang

penerapannya lebih luas untuk kontrol berbagai penyakit Avian seperti Newcastle Disease

maupun Micoplasmosis. Uji HA positif akan menunjukkan adanya suspensi agregat eritrosit

yang berkeping-keping. HI cepat pada kaca benda menunjukkan positif apabila tidak terlihat

aglutinasi pada cairan korioalantois yang diberi antiserum NDV. Uji HA cepat biasanya

dipakai untuk mengidentifikasi virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit ayam. Sedang

uji HI cepat biasanya dipakai untuk identifikasi NDV. Uji HA lambat digunakan untuk

mengetahui titer virus, kemampuan virus dalam menginfeksi yang ditandai dengan adanya

hemaglutinasi eritrosit. Titer virus dapat diketahui dengan melihat sumuran terakhir pada

nomor tertinggi (end point) yang menunjukkan adanya hemaglutinasi positif. Hal itu ditandai

dengan adanya agregat-agregat di dasar sumuran (Stephen, 1980).

Prinsip dari uji HI lambat adalah mengetahui adanya antibodi yang mampu

menghambat proses hemaglutinasi oleh virus. Uji ini untuk menentukan titik antibodi

terhadap hemaglutinasi NDV. Bila terdapat antibodi dalam jumlah mencukupi untuk

membentuk kompleks dengan virion, hemaglutinasi dihambat, dan eritrosit mengendap.

Sebaliknya bila antibodi terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi maka eritrosit

diaglutinasi oleh virus dan membentuk endapan (Allan, 1978).

Hemaglutinasi oleh virus ND dapat dihitung dan di bawah kondisi standar dalam cairan

dapat di lihat. Reaksi HA dapat di hambat oleh serum immune yang spesifik. Beberapa strain

virus ND dapat ditunjukkan virulensinya dalam aktivitas HA dengan eritrosit mammalia dan

dalam panas yang stabil. Antigen yang tidak signifikan tidak dapat dilaporkan (Aloisi, 1979).

HI test (uji hemaglutinasi inhibisi) telah menjadi metode yang tepat dalam mendeteksi

kehadiran antibodi spesifik dalam serum yang terinfeksi atau dari individu yang sembuh/

Page 14: Kulasi Virus Dan Uji Ha

pulih dari sakit. Selanjutnya, dengan mendilusi (diencerkan) serum, jumlah komparatif dari

antibodi dapat ditentukan. (Merchant, Ival Arthur, )

Faktor-faktor yan berhubungan dengan terjadinya proses non-spesific hemaglutinasi :

1. Kontaminasi kimia dari tabung atau bahan. Misalnya asam.

2. Substansi inhibitor dalam ekstrak jaringan.

3. Keanehan dari sel darah merah dari individu tertentu.

4. Komponen serum yang labil terhadap panas

5. Enzim dan toksin bakteri

6. Ketidaksesuaian spesies antara sel darah merah yang digunakan dan serum yang diuji.

(Merchant, )

Uji Presipitasi Agar (UPA) atau Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

Tujuan dilakukannya UPA adalah untuk mengetahui adanya antigen virus dan antibodi

tubuh. Prinsip dari uji UPA yaitu adanya ikatan antibodi spesifik dengan antigen yang

ditandai dengan adanya garis presipitat. Hal ini disebabkan karena antigen virus berdifusi

melalui pori-pori purified semisolid agar dan bereaksi dengan antibodi. Presipitasi antigen

oleh antibodi dapat pula terjadi pada medium semisolid yang biasa dipakai yaitu pure agar

dari Euchemia spinosum. Uji ini dapat disebut juga dengan Double Immunodifusion Test atau

Ouchterlowy´s Double Difusion yang menempatkan antigen antibodi pada agar murni yang

terpisah dalam cawan petri. Dapat ditemukan bahwa antigen-antibodi (Ag-Ab) menyebar ke

dalam agar murni. Dan pada awal pembentukan pita presipitasi disebabkan karena adanya

keseimbangan rasio antara Ag-Ab. Jika terjadi kelebihan antigen, maka pita presipitasi yang

terbentuk akan bergerak mendekati sumuran antibodi. Meskipun terjadi difusi yang radial

dari sumuran, pita presipitasi tampak seperti lengkungan diantara sumuran Ag-Ab. Faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan virus adalah :

o pH

Page 15: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Dapat terjadi presipitasi jika media berada pada pH 7,0-7,2, sedangkan pada pH 5,0-

5,5 tidak menyebabkan terjadinya presipitasi.

o Konsentrasi antigen dan antibodi

Adanya konsentrasi antibodi yang sesuai dengan konsentrasi antigen dapat

menyebabkan terjadinya presipitasi atau immunodifusi di luar sumuran.

o Suhu

Temperatur inkubasi pada reaksi aglutinasi bervariasi, kurang lebih 50-560 C.

Sedangkan pada yang lain pada suhu 270 C.

o Kelembaban

Media agar tidak disimpan dalam lemari es karena agar akan menjadi kering, pada

temperature panas media menjadi cair. Sehingga tempat penyimpanan dibuat

menyerupai lembah dengan nampan yang diberi kapas dan air.

o Media agar

Media yang digunakan adalah media agar semisolid, dapat juga dipakai agar gelatin/

silika. Yang paling umum digunakan adalah agar-agar. Agar-agar menjadi larut atau

cair bila dipanaskan pada suhu hampir 1000 C dan tetap berbentuk cair bila

didinginkan hingga kurang lebih 430 C. Pada gelatin, jika telah padat dan dipanaskan

1000 C untuk mencairkan kembali. Tidak dianjurkan membiarkan medium agar

menjadi padat lalu mencairkannya kembali lebih dari 2 kali karena dapat memberikan

hasil yang kurang baik.

o Jarak sumuran

Jika jarak terlalu jauh atau tidak sama antara kiri dan kanan dapat mengakibatkan

tidak terbentuknya presipitat.

o Lama inkubasi

Pembentukan ikatan antibodi-antibodi membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari. Jadi jika

kurang dari waktu yang ditentukan kemungkinan presipitat belum terbentuk.

Interpretasi dari garis presipitat antara lain :

Dapat teridentifikasi

Page 16: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Jika ikatan antibodi dengan antigen yang sama determinannya pada tiap antigen

sampel atau bisa juga dikatakan dua antigen tersebut identik sehingga mereka akan

berdifusi dengan kecepatan yang sama dan daerah proporsi optimal akan terdapat

pada lokasi yang sama.

Identifikasi parsial

Jika terjadi reaksi silang, yaitu dua antigen dapat serupa dan memiliki determinan

bersama, sehingga menghasilkan pembentukan pita berbentuk tapal kuda.

Tidak teridentifikasi

Tidak teridentifikasi terhadap antibodi terpilih sehingga tidak terjadi garis

presipitasi yaitu dengan difusi antigen atau antibodi lebih lanjut, pembentukan

kompleks solubel akan terjadi, tetapi penyatuan akan dipertahankan, karena pita-

pita terus terbentuk dan larut dengan kecepatan yang sama. Jika sebaliknya dua

antigen tersebut berbeda sama sekali, pita-pita akan bersilang.

Inokulasi Virus

1. In Ovo

Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio.

Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

r Inokulasi pada ruang chorioalantois

Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan ¾ inci

dengan sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Setelah 40-48

jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi dengan membuat

lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara. Dengan alat semprot yang steril

dan jarumnya, diambil 0,1-0,2 ml cairannya. Campur 0,5 cairan telur dengan perbandingan

yang sama dari 10% suspensi dari sel darah yang di cuci bersih dalam plate. Putar plate dan

lihat aglutinasi setelah 1 menit. Cairan alantois yang terinfeksi dipanen setelah 1-4 hari

inokulasi. Untuk mencegah darah dalam cairan, embrio disimpan semalam dalam suhu 4ºC

kemudian injeksi kerabang dekat rongga udara dan buka kerabang tersebut dengan pinset

Page 17: Kulasi Virus Dan Uji Ha

steril. Membran ditekan ke atas yolk sac dan cairan diambil dengan spuit dan dimasukkan

ke dalam cawan petri. Kultur cairan tersebut untuk menghindari cairan terkontaminasi

bakteri (Stephen,1980).

Contoh virus yang diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus ND dan

virus influenza.

r Inokulasi pada membran chorioalantois

Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan

horizontal di atas tempat telur. Desinfektan kerabang disekitar ruang udara dan daerah lain

di atas embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencari

membran kerabang. Virus diinokulasikan pada membran korioalantois dan lubang ditutup

dengan lilin dan diinkubasi. Setelah 3-6 hari korioalantois membran yang terinfeksi dapat di

panen dengan mengeluarkan yolk sac dan embrio secara hati-hati tanpa membuat membran

lepas dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan adanya lesi pada CAM sebelum

dilepas dari kerabang (Stephen, 1980).

r Inokulasi pada yolk sac

Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama 3-10 hari.

Virus diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai terkontaminasi

bakteri (Stephen, 1980).

Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini adalah virus rabies.

2. In Vitro

Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan.

Kultur jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio anak ayam cincang didalam serum atau

larutan-larutan garam. Ini menuntun ke arah penggunaan kultur jaringan murni sel-sel hewan

yang dapat ditumbuhi virus. Kini sel hewan dapat ditumbuhkan dengan cara yang serupa

seperti yang digunakan untuk sel bakteri. Bila sel-sel hewan dikulturkan di wadah-wadah

plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan melekatkan dirinya pada permukan wadah itu

dan terus-menerus membelah diri sampai seluruh daerah permukaan yang tertutupi medium

terisi. Terbentuklah suatu lapisan tunggal sel dan dipergunakan untuk mengembangkan virus.

Page 18: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Sel-sel jaringan yang berbeda-beda lebih efektif untuk kultivasi beberapa virus ketimbang

yang lain. Pendekatan ini telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan murni

dalam jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. Juga luas

penggunaannya untuk isolasi dan perbanyakan virus dari bahan klinis. Vaksin yang disiapkan

dari kultur jaringan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan yang disiapkan dari telur

ayam berembrio dalam hal mengurangi kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan

hipersensitivitas atau alergi terhadap albumin telur (Merchant and Packer, 1956).

3. In Vivo

Dengan cara ini, virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini

merupakan metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan

untuk membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP

atau Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit,

tikus putih, kelinci ataupun marmut (Merchant and Packer, 1956).

INOKULASI DAN PANEN PADA TELUR AYAM BEREMBRIO

Pengamatan Telur Melalui Transiluminasi (Peneropongan)

Embrio telur dipastikan hidup dengan cara transiluminasi yang diberi istilah candling

dalam bahasa Inggris karena pada zaman dahulu cahaya lilin digunakan untuk tujuan ini.

Pada masa ini, yang digunakan ialah kotak cahaya atau lampu teropong yang telah

dimodifikasi.

Tata cara Peneropongan Telur

Bahan :

1. Telur berembrio

2. Lampu teropong

3. Kertas manila

4. Pita seloptip

5. Gunting

Page 19: Kulasi Virus Dan Uji Ha

6. Pena penanda

Alat untuk peneropongan :

Gulungkan selembar kertas manila supaya berbentuk kon. Gunakan pita seloptip untuk

melekatkannya dan mengekalkan bentuk ini. Gunting kedua ujung kon ini supaya

tepinya menjadi sama rata dan garis pusat bagian yang lebih besar adalah sama

dengan ukuran kepala lampu dan bagian kecil adalah lebih kurang sama dengan

ukuran ujung telur yang lebih bulat. Pasangkan ujung kon yang besar kepada kepala

lampu teropong. Perkuat dengan menambahkan pita seloptip. Dengan ini cahaya

lampu akan ditujukan ke luar melalui lubang yang lebih kecil.

Cara Kerja :

1. Pilih tempat yang gelap.

2. Tekan lubang terowong lampu teropong kepada cangkang telur.

3. Nyalakan lampu dan amatilah bagian dalam telur.

4. Pastikan pembuluh darah korioalantoik telur berembrio kelihatan jelas sekali dan

embrio bergerak-gerak, bentuk embrio juga jelas kelihatan, khususnya mata

embrio yang besar dan kehadiran ruang udara. Semua ini adalah tanda yang

menunjukkan bahwa embrio tersebut masih hidup.

Inokulasi Virus ke dalam Ruang Alantoik

Pertumbuhan virus di dalam membran alantoik digunakan untuk virus influenza dan

paramiksovirus yang telah disesuaikan beraplikasi dalam keadaan makmal.

Cara Kerja Inokulasi Virus ke dalam Ruang Alantoik

Bahan :

1. Telur berembrio berumur 10 hingga 12 hari.

2. Jarum (28 gauge) dan picagari.

Page 20: Kulasi Virus Dan Uji Ha

3. Etanol 70% dan iodium tinctur.

4. Penggerudi berputar yang dipasang dengan cakera pemotong.

5. Pita seloptip.

Cara Kerja

1. Teropong telur untuk menentukan embrio masih hidup.

2. Tandakan dengan pena tanda satu tempat yang agak berjauhan dengan pembuluh

darah.

3. Gerudi satu lubang atau celah yang kecil pada cangkang pada tempat yang

ditandakan untuk mendedahkan membran cangkang.

4. Lap tempat celah tersebut dengan etanol.

5. Suntikkan 0.1 ml inokulum ke dalam celah ini dengan jarum yang dimasukkan

beberapa mm ke dalam celah.

6. Tutup celah dengan pita seloptip.

7. Eramkan dengan tempat yang diinokulasi virus di sebelah atas selama 1 hingga 3

hari sesuai kebutuhan.

Cara Kerja Mengumpulkan Cairan Alantoik (Panen virus)

Bahan :

Page 21: Kulasi Virus Dan Uji Ha

1. Telur berembrio selepas penyuntikan virus dan pengeraman

2. Gunting

3. Pipet Pasteur

4. Botol (steril)

5. Etanol 70%

Cara Kerja :

1. Letakkan telur di dalam *)almari es selama beberapa jam atau di dalam peti beku

suhu –20°C selama 1 jam.

2. Lap cangkang di bagian atas ruang udara telur dengan etanol.

3. Pecahkan cangkang di atas ruang udara dan guntingkan satu lubang besar.

4. Gunakan pipet Pasteur untuk menolak embrio dan pundi kuning telur ke tepi dan

kumpulkan Cairan alantoik dengan menggunakan pipet Pasteur lain.

Keterangan :

*) Telur dimasukkan almari es untuk membunuh embrio serta mengecilkan pembuluh

darah supaya pengumpulan cairan yang mengandung virus dilakukan tanpa

pencemaran dengan sel darah merah.

Page 22: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Selain cara di atas masih terdapat metode lain tempat-tempat inokulasi virus, yaitu :

1. Inokulasi Virus ke atas Membran Korioalantoik

Pengkulturan virus di atas membran korioalantoik untuk membedakan antara poksvirus jenis

variola dengan vaksinia dan di antara virus herpes simplex tipe 1 dengan tipe 2

berdasarkan morfologi poks yang dihasilkan. Contoh virusnya adalah

poxvirus,vaccinia, virus penyebab ILT

2. Inokulasi Virus ke dalam Ruang Amniotik

Cara ini digunakan untuk pemencilan primer (kali pertama virus ditumbuh dalam keadaan

makmal) virus influenza dan mumps.

3. Inokulasi virus dalam Embrio

Penanaman virus yang diletakkan pada bagian emrio dari TAB. Contoh virusnya

adalah influenza

4. Inokulasi virus secara intracerebral

5. Inokulasi virus secara intravena

6. Inokulasi virus kuning telur (yolk sack)

Penanaman virus pada bagian kuning telur / yolk sack dari TAB. Contohnya

rabies,distemper dll.

Perkembangan Virus Dalam Telur Berembrio

Telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk isolasi, perkembangan dan karaterisasi avian virus serta untuk memproduksi vaksin virus. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Keberhasilan dalam mengisolasi dan mengembangkan virus tergantung pada beberapa kondisi yaitu : rute inokulasi, umur embrio, temperatur inkubasi, waktu inkubasi setelah inokulasi, volume dan pengenceran dari inokulum yang digunakan, status imun dari kelompok dimana telur ayam berada. Telur sebaiknya berasal dari kelompok yang bebas dari patogen spesifik (spesific pathogen free flock) atau jika tidak mungkin dapat menggunakan telur dari kelompok bebas antibodi ND Virus. Penggunaan telur dari kelompok antibodi positif akan mengurangi kemampuan virus untuk tumbuh dan berhasilnya isolasi virus. Sejalan dengan banyaknya sistem untuk isolai

Page 23: Kulasi Virus Dan Uji Ha

virus, dibutuhkan cara untuk mendeteksi infeksi virus. Bukti tidak langsung dari infeksi virus pada embrio ayam dapat diketahui dari satu atau lebih kejadian berikut yaitu : kematian embrio, pembentukan lesi pada CAM seperti edema atau perkembang plak, lesi pada embrio seperti kekerdilan, hemoragi cutaneus, perkembangan otot dan buku yang abnormal, abnormalitas pada organ visceral termasuk pembesaran hepar dan lien, perubahan warna kehijauan pada kaki, foci nekrotik pada hepar. Metode yang langsung dan pasti untuk infeksi virus pada embrio ayam meliputi : kemampuan cairan corioallantois dan untuk menyebabkan hemaglutinasi dari RBC ayam, penggunaan teknik serologis dan molekular, mikroskop elektron. Harus diperhatikan untuk dapat membedakan lesi yang mungkin disebabkan oleh adanya bakteri dan agen lain (Purchase, 1989).

Struktur Telur Berembrio

Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi

seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur.

Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas

mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi

gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi

sebagai organ respirasi embrio. Pembentukan membran ini terjadi berdekatan dengan

membran telur sepanjang telur. Selama pembentukan, membran membentuk ruangan yang

relatif besar disebut kantong allantois yang mengandung 5-10 ml cairan allantoic. Embrio

secara langsung dikelilingi oleh membran amnion yang membentuk kantong amnion yang

berisi 1-2 ml cairan amnion. Embrio melekat pada kantong kuning telur yang berlokasi kira-

kira ditengah telur dan menyuplai kebutuhan nutrisi untuk perkembangan embrio (Purchase,

1989).

Page 24: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Gambar: Struktur telur berembrio (EnchantedLearning.com)

Rute inokulasi

Empat rute yang paling umum untuk inokulasi pada telur berembrio melalui :

- Ruang allantois.

- Chorio Alantois membran (CAM)

- Kantong kuning telur

- Kantong amnion.

(Purchase, 1989)

(EnchantedLearning.com)

Gambar: Skema perkembangan telur ayam berumur 5, 10, 15 dan 20 hari

ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)

Dapat digunakan secara kualitatif maupun kuantitatif dalam mengukur antigen dan

antibodi binding. Berdasarkan variasi yang digunakan, ELISA akan mendeteksi antigen

(hormon, enzim, antigen dari mikrobia, dll) atau antibodi (contoh anti-HIV pada screening

test untuk infeksi HIV) pada cairan tubuh atau supernatan dari kultur jaringan.

Page 25: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Dibutuhkan untuk ELISA

Antigen purified (murni), jika digunakan untuk mendeteksi atau mengukur antibodi.

Antibodi purified (murni), jika digunakan untuk mendeteksi atau mengukur antigen.

Larutan standar (kontrol positif dan kontrol negatif)

Sampel yang diuji

Microtiter dishes : terbuat dari plastik dengan sumuran kecil

Buffer

Enzim yang melabeli antibodi dan substrat enzim

ELISA reader (spektrofotometer) untuk menghitungan kuantitatif

Prosedur

Untuk mendeteksi antibodi (indirect ELISA)

Lapisi microtiter plate dengan antigen purified dengan cara memberikan larutan

antigen pada wells/sumuran selama 30 – 60 menit. Bersihkan antigen yang tidak

terbatasi, dengan menggunakan buffer dan ditutup dengan nonspesifik antibodi yang

proteinnya tidak berkaitan , kemudian cuci lagi dengan unbound protein.

Tambahkan serum sampel yang akan diuji untuk antibodi spesifik ke plate and

membiarkan antibodi spesifik untuk mengikat antigen. Bagian Fc dari anti-Ig akan

berikatan dengan enzim. Bersihkan unbound antibodi-antigen komplek.

Tambahkan substrat chromogenic : substrat yang tidak berwarna yang akan diubah

enzim menjadi produk yang berwarna. Inkubasi hingga terbentuk warna, ukur warna

Page 26: Kulasi Virus Dan Uji Ha

pada spektrofotometer. Semakin banyak warna yang terdeteksi, antibodi yang lebih

spesifik dapat diketahui pada sampel yang tidak diketahui.

Kontrol negatif meliputi : antigen yang hilang dan test antiserum yang hilang atau

subtitusi dengan antibodi yang tidak akan mengikat antigen.

Kontrol positif subtitusi yang diiketahui serum positif untuk serum yang tidak

diketahui.

http://microvet.arizona.edu/Courses/MIC419/ToolBox/elisa.html

Mendeteksi antigen (sandwich ELISA)

Lapisi microtiter dengan antibodi purified untuk antigen. Cuci unbound antibodi dan

tutup dengan hambatan nonspesifik dengan protein yang tidak berkaitan.

Tambahkan sampel untuk diuji antigen ke plate dan biarkan antigen mengikat

antibodi. Cuci unbound antigen.

Page 27: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Tambahkan enzim yang sudah terlabeli spesifik antibodi untuk epitope yang berbeda

dari antigen untuk membuat “sandwich”, bersihkan unbound antibodi.

Tambahkan substrat chromogenic untuk enzim yang dapat mengubah ke produk yang

berwarna

Kontrol negatif yaitu antigen yang tidak diketahui menghilang. Kontrol positif

digunakan untuk mengetahui antigen

http://microvet.arizona.edu/Courses/MIC419/ToolBox/elisa.html

Mengintepretasikan hasil dengan cara menghitung produk yang terwarnai adalah

proporsional untuk menghitung enzym-linked antibodi yang terikat, dimana secara langsung

berkaitan dengan jumlah antibodi yang ada pada antigen yang terikat atau antigen yang ada

pada antibodi terikat. Jika jumlah antigen or antibodi ditambahkan, kurva standar yang dibuat

akan memperbolehkan antigen atau antibodi yang tidak diketahui menjadi terhitung.

Page 28: Kulasi Virus Dan Uji Ha

http://www.elisaassay.com/competition-elisa-assay/

CELL CULTURE

Interaksi antara virus dan hospes akan menunjukkan dua level ; pertama kemampuan dari

virus untuk mencapai sel dan kedua adalah interaksi antara virus dan genome hospes untuk

mengontrol sintesis pada sel. Interaksi antara virus dan hospes secara luas dapat dihitung

dengan genetik constitution cell dan konsentrasi virus.

Primary Cell Lines

Sel line didapat secara langsung dari hewan

Ambil dari jaringan dalam bagian kecil dan diinkubasi dengan protease untuk

merusak ikatan antar sel.

Page 29: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Untuk memisahkan sel dengan gunting, pipet , mengumpulkan sel, dan sentrifuse

Tempatkan sel pada media penumbuh jaringan yang ditambahkan dengan serum .

Kultur primer cenderung memiliki bentuk sel yang normal

Memiliki batas hidup yang terbatas.

Secondary Cell Lines

Populasi sel yang tidak dapat mati

Dapat meningkat secara spontan (pada rhodensia) atau dapat bertransformasi dengan

tumor, virus, carcinogen atau mutagen

Komponen pertumbuhan berbeda dengan sel dari apa yang dihasilkan.

Interaksi antara virus dan hospes

Keberadaan dari reseptor yang spesifik pada sel hospes akan membiarkan virus untuk

mengikat, meskipun interaksi spesifik antara virus dan sel hospes dapat mengakibatkan hasil

infeksi yang berbeda-beda

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Merupakan teknik yang secara luas digunakan pada biologi molekular. PCR digunakan untuk

menjelaskan bagian spesifik dari DNA target. Kebanyakan metode PCR menjelaskan DNA

fragmen hingga 10kb, walaupun beberapa teknik memperbolehkan amplifikasi fragmen

hingga 40kb.

Secara umum persiapan untuk PCR membutuhkan beberapa komponen dan reagen, yaitu :

DNA template yang mengandung DNA target untuk diamplifikasi.

Satu atau lebih primer, yang akan melengkapi pada daerah DNA pada 5’ (five prime)

dan 3’ (three prime)

DNA polymerase seperti Taq polymerase atau DNA polymerase yang lain dengan

temperatur optimum sekitar 70ºC.

Page 30: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Deoxynucleotide triphosphatase (dNTPs), untuk membuat blok dimana DNA

polymerase mensistesis strand DNA yang baru.

Larutan buffer, untuk menyediakan lingkungan kimiawi yang sesuai untuk aktivitas

optimum dan stabilitas dari DNA polymerase.

Divalent cations, magnesium atau mangan (ion)

Monovalent cation potassium ion.

PCR

digunakan pada

volume reaksi 15-

100µl pada tube

kecil (0,2 – 0,5 ml)

thermal cycler.

Thermal cycler

memanaskan dan

mendinginkan tube

reaksi untuk

mengontrol suhu

yang dibutuhkan

pada tiap step reaksi.

Figure 2: Schematic

drawing of the PCR

cycle. (1)

Denaturing at 94-

96°C. (2) Annealing

at ~65°C (3)

Elongation at 72°C.

Four cycles are

shown here.

Initialization step

Page 31: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Terdiri dari reaksi pemanasan ke suhu 94 – 96ºC selama 1 – 9 menit. Hanya

digunakan untuk DNA polymerase yang membutuhkan aktivasi panas dengan hot-start PCR.

Denaturation step

Langkah yang biasa dilakukan dan mengandung pemanasan 94 – 98 ºC selama 20 –

30 detik . Akan menyebabkan peleburan dari DNA template dan DNA primer dengan

memasukkan hydrogen bond antara complementary bases dari DNA strand, menjadi single

strand DNA.

Annealing step

Temperatur reaksi menurun menjadi 50 – 65 ºC selama 20 – 40 detik untuk

membiarkan annealing antara primer dan single stranded DNA template. Kestabilan ikatan

DNA-DNA hidrogen hanya dibentuk pada saat sequen primer berdekatan dengan sequen

template. Ikatan polymerase hingga menjadi primer-template hybrid dan memulai sintesis

DNA.

Extension/elongation step

Suhu pada langkah ini tergantung pada langkah dimna DNA polymerase digunakan.

Taq polymerase memiliki aktivitas optimum pada suhu 75 - 80 ºC dan umumnya suhu 72 ºC

digunakan enzim ini. DNA polymerase mensintesis DNA strand complementary baru hingga

DNA template strand dengan menambahkan dNTPs . Extension time berdasarkan pada waktu

yang digunakan DNA polymerase dan pada saat pemanjangan dari DNA fragmen untuk

amplifikasi.

Final elongation

Biasanya pada suhu 70 - 74 ºC selama 5 – 15 menit setelah siklus PCR selesai dan

single-stranded DNA sudah siap.

Final hold

Langkah ini pada suhu 4 - 15 ºC, waktu tidak berbatas.

Page 32: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Figure 3: Ethidium bromide-stained PCR products after gel electrophoresis. Two sets of

primers were used to amplify a target sequence from three different tissue samples. No

amplification is present in sample #1; DNA bands in sample #2 and #3 indicate successful

amplification of the target sequence. The gel also shows a positive control, and a DNA ladder

containing DNA fragments of defined length for sizing the bands in the experimental PCRs.

Agarose gel electrophoresis digunakan untuk melihat pemisahan dari produk PCR. Ukuran

dari produk PCR dapat diperkirakan dengan membandingkan dengan DNA ladder, yang

mengandung DNA fragmen yang diketahui ukurannya, ada di samping produk PCR.

III. MATERI DAN METODE

A. Inokulasi dan Pemanenan Virus Pada Telur Berembrio

Materi

a. Alat :

- Pompa suntik 1 ml dan 5 ml dengan jarum ukuran 27/28.

- Lampu teropong.

- Bor untuk melubangi telur.

- Bejana gelas, cawan petri, nampan (stainless steel), nampan telur (egg

tray), tabung reaksi, lampu spiritus, usa, safeti cabinet, kanule.

Page 33: Kulasi Virus Dan Uji Ha

b. Bahan :

- Telur ayam berembrio.

- Larutan/suspensi antibiotika.

- Larutan PBS pH 7,2.

- Kaldu alkalis.

- Parafin padat.

- Alkohol 70 % dengan preparat Iodium organik.

Metode inokulasi

Pilih telur berembrio yang telah dieramkan 10-14 hari dengan lampu di kamar gelap

(candling), apakah embrio mati atau hidup

Telur-telur berembrio yang hidup diberi tanda dengan pensil dimana letak kepala embrio dan

batas rongga hawa.

Ambil telur yang akan diinokulasikan, suci hamakan kutub yang mengandung ruang hawa

dan kerabang di atas embrio yang telah diberi tanda tadi dengan menggosokkan Iodium

tincture atau alkohol 70 % ditambah boicid/betadine.

Buat lubang di atas embrio dan di kutub yang mengandung ruang hawa dengan memakai bor

kecil atau gerinda.

Inokulasikan 0,1 ml suspensi virus yang telah disiapkan dengan mempergunakan kanule yang

cukup halus ke dalam ruang alantois.

Page 34: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Lubang ditutup dengan parafin yang sudah dicairkan, lubang di kutub juga ditutup dengan

parafin.

Eramkan telur berembrio tersebut selama 2-3 hari dalam mesin tetas.

Metode pemanenan

Desinfeksi kutub tumpul dari telur berembrio dengan menggosokkan Iodium tincture atau

alkohol 70 % ditambah boicid/betadine.

Dengan pinset tajam pecahkan kerabang telir, buat lubang sebesar / lebih dari rongga hawa.

Jika perlu diambil membrane chorio alantois, gunting selaput tadi berbentuk bundaran

menurut kehendak kita.

Dengan pinset tekan embrio ke samping, akan terlihat cairan korio alantois di sisi embrio,

ambil cairan dengan spuit 5 ml.

Masukkan cairan dalam tabung reaksi dan amati warna dan viskositasnya

B. Uji Hemaglutinasi (HA), Uji Hemaglutination Inhibition (HI) dan Uji Presipitasi Agar (UPA)

Materi

a. Alat :

- Kaca benda - Pelat mikro

- Tusuk gigi - Oven

- Kotak pembaca aglutinasi - Pipet mikro

- Pipet 1 ml dan 5 ml

Page 35: Kulasi Virus Dan Uji Ha

b. Bahan :

- Cairan korioalantois - 0,1 % Phenol

- Eritrosit ayam 0,5 % dan 2,5 % - 8,5 % NaCl

- PBS (Phosphat Buffer Saline) pH 7 - Larutan agar

- Serum pekat - Virus

Metode Uji Presipitasi Agar

Buat lapisan tipis agar pada kaca benda, bersihkan kaca benda dari kotoran dan lemak,

tambahkan 3 ml 0,3 % larutan agar dalam air yang dipanaskan pada penangas air mendidih.

Setelah padat kaca benda ditaruh dalam oven 80C atau tempatkan dalam inkubator 37C

sampai agar kering.

Tempatkan kaca benda yang sudah dilapisi agar pada tempat yang datar.

Tambahkan larutan agar 1 % dalam 8,5 % NaCl dalam PBS, tambahkan phenol

sebagai pengawet, biarkan agar mengeras.

Buat beberapa sumuran.

Teteskan 0,05 ml anti NDV di tengah sumuran dan pada sumuran disekitarnya

ditetesi 0,05 suspensi NDV.

Tempatkan kaca benda pada cawan petri dengan kertas/kapas basah dan batang

kaca untuk menempatkan kaca benda.

Page 36: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Tempatkan cawan petri diatas meja datar, amati adanya presipitasi di antara

sumuran antigen dan anti serum. Perhatikan adanya garis-garis presipitasi, garis

identitas dan non identitas.

Metode Uji HA-HI

HA cepat pada kaca benda

Teteskan setetes cairan korioalantois diatas kaca benda.

Teteskan setetes suspensi eritrosit ayam 2,5 % di dekat tetesan cairan

korioalantois, ditempat yang berjauhan teteskan pula suspensi eritrosit ayam

sebagai kontrol.

Campur cairan korioalantois dan suspensi eritrosit ayam dengan menggoyang-

goyangkan kaca benda atau dengan batang korek api, tusuk gigi atau aplikator.

Tunggu 5 menit.

Periksa di atas kotak pembaca aglutinasi.

HA + akan terlihat adanya suspensi agregat eritrosit yang tampak berkeping-

keping.

Bandingkan dengan kontrol, tetesan eritrosit yang tidak dicampur dengan cairan

korioalantois.

HI cepat pada kaca benda

Page 37: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Teteskan setetes cairan korioalantois di dua tempat yang terpisah 2 cm pada kaca

benda.

Teteskan setetes serum anti NDV pada salah satu tetesan cairan

korioalantois, campur dan tunggu 5 menit.

Teteskan eritrosit ayam pada kedua tetesan, campur, tunggu 5 menit, amati di

atas kotak pembaca aglutinasi.

HA lambat dengan pelat mikro

Isi lubang no. 1-12 pada pelat mikro dengan PBS 0,05 ml.

Lubang pertama dimasukkan cairan alantois 0,05 ml dengan pipet mikro, campur

pakai diluter.

Pindahkan 0,05 ml campuran dari lubang pertama ke lubang kedua dengan

diluter, dan dari lubang kedua dipindahkan ke lubang ketiga dan seterusnya

sampai lubang ke-11. Dari lubang ke-11 tidak dipindahkan ke lubang 12 tapi

dibuang.

Masukkan eritrosit ayam 0,5 % sebanyak 0,05 ml ke lubang 1-12.

Tunggu sampai lubang ke-12 terjadi endapan eritrosit, amati.

HI lambat dengan pelat mikro

Page 38: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Masukkan 0,025 ml PBS ke lubang 1-12 menggunakan pipet/dropper ,

0,025 ml

Masukkan serum pekat 0,025 ml ke lubang pertama, campur memakai diluter

0,025 ml, masukkan ke lubang ke-2 dan seterusnya sampai lubang ke-10.

Masukkan PBS 0,025 ml hanya pada lubang 1 dan 12.

Masukkan virus 4 HA pada lubang 2-11 sebanyak 0,025 ml menggunakan pipet

0,025 ml.

Campur dengan menggoyangkan plate, tunggu 30 menit.

Masukkan eritrosit ayam 0,5 % sebanyak 0,05 ml ke lubang 1-12.

Tunggu sampai lubang 12 terjadi endapan eritrosit, amati.

IV. HASIL PRAKTIKUM

1. Inokulasi Virus Pada Telur Berembrio.

Inokulasi dilakukan pada ruang korio-alantois, dan hasil yang didapatkan jika positif

atau terdapat adanya virus ND adalah embrio pada telur ayam akan menunjukkan

gejala adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher serta terlihat kerdil atau kecil

embrionya, dibanding dengan normalnya. Pada percobaan inokulasi virus pada telur

ayam berembrio ini. Kelompok kami ternyata tidak menemukan adanya hemoragi

pada daerah kepala dan leher. Dapat dikatakan virus tidak tumbuh, pada kedua telur

tersebut.

Page 39: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Gambar : embrio yang terkena virus ND

Gambar : embrio kontrol

2. Uji Presipitasi Agar.

Sumuran yang telah diberi substrat virus dan serum di inkubasi pada suhu 370C

selama 2 hari, menunjukkan hasil negatif, terlihat tidak terbentuk garis presipitasi

yang berarti tidak ada ikatan antara antigen dengan antibodi.

Page 40: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Tidak ada garis presipitat

Jika terjadi garis presipitat maka :

3. Uji HA-HI

a. Uji HA cepat pada kaca benda

Eritrosit ayam + cairan korioalantois tampak suspensi agregat eritrosit

Eritrosit ayam tanpa cairan korioalantois tidak

ada suspensi agregat eritrosit

b. Uji HI cepat pada kaca benda

Cairan korioalantois + serum anti NDV + eritrosit

ayam tidak terjadi aglutinasi

Page 41: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Cairan korioalantois

+ eritrosit ayam tampak adanya aglutinasi

c. Uji

HA

lambat pada pelat mikro

End point dilihat dari yang tertinggi yaitu pada lubang nomor 4. Jadi jumlah titer virus

adalah 24 = 16 unit HA yang berarti di dalam 0,05 ml cairan chorioalntois terdapat 16

unit virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit.

d. Uji HI lambat pada pelat mikro

Eritrosit yang

meleleh

dilihat pada

lubang paling

kecil yaitu

Page 42: Kulasi Virus Dan Uji Ha

pada lubang nomor 6. Jadi titer antibodi adalah 26 = 64 unit HI yang berarti, di dalam

0,025 ml serum terdapat 64 unit antibodi yang menghambat hemaglutinasi eritrosit.

V. PEMBAHASAN

1. Inokulasi telur dengan virus ND

Pada percobaan ini dilakukan penanaman virus pada ruang korio allantois, telur yang

digunakan adalah telur SPF (Spesific Pathogenic Free), artinya telur tersebut tidak

mengandung bakteri – bakteri patogen yang dapat menimbulkan antibodi dalam telur tersebut

sehingga dapat menimbulkan kegagalan pertumbuhan bagi virus yang akan ditanam. Virus

yang ditanam adalah virus ND, untuk dapat menanam virus secara in ovo ini digunakan telur

ayam berembrio dengan kondisi embrio masih hidup.

Pertama kali yang harus dilakukan adalah telur berembrio yang berumur 9–11 hari

diteliti dengan lampu teropong di kamar gelap untuk mengetahui apakah embrio tersebut

masih hidup atau sudah mati, indikasi bahwa embrio tersebut masih hidup adalah adanya

gerakan embrio di dalam telur (embrio akan menjauhi sinar), dan adanya pembuluh darah.

Digunakan TAB umur 9–11 hari karena, pada saat itu ruang dan cairan korio-alantoisnya

sedang berkembang sehingga daerahnya menjadi luas, maka inokulasi pada ruang alantois ini

akan lebih mudah dan mengurangi resiko.

Kemudian bagian atas dan rongga hawa embrio diberi tanda pada kulit telurnya.

Kedua tanda ini dilubangi setelah kulit telur didesinfeksi dengan menggunakan alkohol dan

iodium untuk menjaga agar daerah sekitar lubang tetap aseptis. Kemudian inokulasi virus

dilakukan dengan cara memasukkan suspensi virus ke dalam lubang yang berada di atas

embrio dengan menggunakan spuit 1 ml, ukuran jarum 28 G. Penyuntikan dilakukan dengan

sudut 450 ke arah bagian runcing telur agar tidak mengenai embrio. Injeksi dilakukan ke

dalam cairan corioalantois untuk membuat daerah aman sehingga lingkungan internal embrio

tidak terganggu dan agar virus mudah menyebar dan melekat pada sel yang mempunyai

reseptor yang cocok dengan virus

Penambahan bahan ke dalam telur akan meningkatkan tekanan di dalam telur yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan embrio dan virus, oleh karena itu dibuatlah lubang pada

kulit telur di atas rongga hawa untuk membuat jalan keluar sedikit udara sehingga tekanan

Page 43: Kulasi Virus Dan Uji Ha

dalam telur tetap konstan saat diinokulasi. Kemudian kedua lubang ditutup dengan

menggunakan parafin solidum untuk mengembalikan kondisi dalam telur yang steril,

terhindar dari kontaminasi lingkungan luar. Inokulasi ini dilakukan di dalam safety cabinet

bertujuan untuk mengurangi kontaminasi. Telur yang telah diinokulasi kemudian dieramkan

pada suhu 37 0 C selama 2–3 hari untuk kemudian diamati pertumbuhan embrio, perubahan

yang terjadi, dan dilakukan panen virus.

Setelah selesai dieramkan kemudian dilakukan panen virus yang bertujuan untuk

mengumpulkan virus yang telah dibiakan (dengan mengambil cairan allantois atau seluruh

embrio) dan melihat perubahan – perubahan anatomi patologi pada selaput korio allantois dan

pada embrio. Sebelum embrio di panen, di masukkan dalam almari es selama 18 jam dengan

tujuan supaya embrionya mati dan mengecilkan pembuluh darah.

Setelah diinkubasi 2-3 hari, telur dimasukkan ke dalam refrigerator 18 – 24 jam untuk

memastikan embrio benar-benar mati, setelah itu, perkembangan virus dapat diamati.

Pertama–tama dilakukan desinfeksi kutub tumpul dari telur–telur berembrio dengan

menggosokkan alkohol lalu disulut dengan api desinfeksi dapat pula dengan menggunakan

alkohol 70 % ditambah biocid atau yodium tincture. Cara membuka embrio adalah dengan

menggunakan pinset, embrio dibuka pada bagian rongga udara, lalu selaput corioallantois

dibuka, embrio dipinggirkan dengan menggunakan pinset dipinggirkan embrionya untuk

mendapatkan rongga korioallantois. Kemudian cairannya diambil dengan menggunakan

spuit. Pada penanaman virus di membran korioalantois, pemanenan dilakukan pada membran

tersebut. Hasil panen berupa membran chorioalantois yang nantinya dapat dibuat suspensi

virus. Cairan korioalantois yang bagus akan memperlihatkan warna jernih, sedang cairan

yang menunjukkan pertumbuhan virus memperlihatkan warna yang keruh dan kadang terjadi

hemorrhagi. Embrio telur diambil dan diamati, amati pertumbuhan, perubahan yang terjadi,

dan Cytophatic effect. Terdapat lesi-lesi patologi dan cairan chorioalantois mengalami

hemoragi. Cytophatic Effect adalah perubahan pada morfologi sel embrio yang disebabkan

oleh virus.

Inokulasi yang dilakukan pada ruang korio-alantois, akan didapatkan hasil jika positif

atau terdapat adanya virus ND maka embrio pada telur ayam akan menunjukkan gejala

adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher serta terlihat kerdil atau kecil embrionya,

dibanding dengan normalnya. Pada percobaan inokulasi virus pada telur ayam berembrio ini.

Tiap kelompok diberi 2 butir telur yang diberi perlakuan sama. Pada kelompok kami ternyata

Page 44: Kulasi Virus Dan Uji Ha

tidak menemukan adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher. Dapat dikatakan virus

tidak tumbuh, pada kedua telur tersebut. Pada awalnya kami mengira virus tersebut tumbuh

karena pada salah satu embrio terlihat adanya tubuh yang kecil dan kerdil. Tapi ternyata

bukan karena tumbuhnya virus tetapi karena umur embrio yang digunakan belum ada 10 hari

sehingga terlihat kecil dan kerdil.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kultur virus dengan menggunakan

telur. Kultur virus dapat dilakukan dengan cara in vivo yaitu dalam hewan percobaan, secara

in ovo dengan menggunakan telur dan secara in vitro dengan menggunakan kultur sel.

Percobaan menanam virus ND dilakukan dengan telur usia 9-10 hari karena pada waktu

tersebut ruang alantois berkembang sempurna sehingga cairan alantois akan menjadi banyak

dan memungkinkan virus untuk tumbuh dengan optimal. Digunakan telur SPF (Spesific

Pathogen Free) dari induk yang sehat dan tidak divaksin. Telur ini dapat digunakan untuk

inokulasi dengan baik tanpa adanya kontaminasi dari berbagai parasit ataupun bakteri yang

dapat ditularkan dari induk jika induk pernah terinfeksi atau mendapatkan antibodi kekebalan

dari induk. Selain embrio telur, media lain yang dapat digunakan untuk inokulasi virus antara

lain; hewan coba, kultur jaringan, kultur sel, dan kultur in vitro.

Syarat media agar virus dapat tumbuh yaitu:

1. Media berupa sel hidup karena virus hanya dapat bereplikasi di dalam sel hidup.

2. Media berisi vitamin dan nutrisi.

3. Media harus steril (SPF).

4. Media mempunyai reseptor yang cocok dengan virus.

2. Uji Agar Gel Presipitasi

Uji Presipitasi Agar atau nama lainnya adalah Double Immunodiffusion Test atau

Ouchterlowy’s Test bertujuan untuk mengetahui apakah serum atau antibody yang ditest

merupakan antibodi spesifik terhadap virus yang digunakan yang telah diketahui. Uji ini

dapat pula digunakan untuk mengetahui virus spesifik yang dapat bereaksi dengan antibodi

yang telah diketahui. Jadi proses reaksinya dapat dibalik. Pada uji agar gel presipitasi

Page 45: Kulasi Virus Dan Uji Ha

digunakan media purified agar semisolid. Prinsipnya adalah adanya ikatan antara antibody

spesifik dengan antigen.

Dalam percobaan, dibuat tiga sumuran pada medium purified agar semisolid. Sumuran

yang berada di tengah ditetesi dengan antibodi virus ND dan dua sumuran yang lain ditetesi

dengan antigen virus. Kemudian inkubasi pada suhu 370C selama 2 hari. Suhu tersebut adalah

suhu tubuh yang merupakan suhu yang baik bagi pertumbuhan virus, sedangkan waktu 24

jam merupakan waktu minimal yang diperlukan virus untuk tumbuh.

Setelah diamati didapat hasil negatif, dimana tidak terjadi garis presipitat diantara

ketiga sumuran. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi virus atau antigen tidak seimbang,

dan bisa juga disebabkan karena antibodi yang digunakan bukan merupakan antibodi spesifik,

sehingga pita-pita akan terus terbentuk tetapi larut dan tidak mengendap dalam kecepatan

yang sama sehingga tidak teridentifikasi.

Keberhasilan uji ini ditentukan oleh :

1. Keseimbangan konsentrasi antigen dan antibodi

2. Jarak antara sumuran

3. Kedalaman sumuran

4. pH yang sesuai

5. Suhu (370C)

6. Kelembaban (70 – 80%).

3. Uji HA-HI

a. Uji HA cepat

Virus yang digunakan dalam praktikum ini adalah virus ND. Tujuan dari uji HA

adalah mengetahui kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit. Prinsipnya adalah terjadi

ikatan antara antigen virus dengan eritrosit ayam sehingga terjadi hemaglutinasi.

Page 46: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Percobaan dilakukan dengan memberikan satu tetes cairan korioalantois yang

mengandung virus ND di atas kaca benda yang bersih dan kering. Di dekat tetesan tersebut

diteteskan suspensi eritrosit ayam 2,5% dan teteskan satu tetes lagi suspensi tersebut di

tempat yang agak berjauhan tanpa diberi cairan korioalantois untuk digunakan sebagai

kontrol. Untuk mencampur suspensi dan eritrosit, kaca benda digoyangkan sedikit, dan

tunggu selama 5 menit.

Eritrosit yang diberi suspensi virus terlihat agregat karena adanya proses hemaglutinasi

dari protein hemaglutinin virus terhadap eritrosit. Sedangkan pada kontrol terlihat adanya

endapan eritrosit. Jadi, pada uji HA cepat ini menunjukkan bahwa virus mempunyai

kemampuan menghemaglutinasi karena memiliki hemaglutinin. Proses hemaglutinasi

ditandai dengan munculnya agregat seperti pasir pada suspensi.

b. Uji HI cepat

Uji HI cepat bertujuan untuk mengidentifikasi virus dengan antibodi yang spesifik.

Prinsip kerjanya adalah terjadi ikatan antara antibodi virus dengan eritrosit ayam sehingga

hemaglutinasi terhambat. Uji ini hanya dilakukan jika virus mampu menghemaglutinasi

eritrosit.

Pada kaca benda diteteskan satu tetes cairan corioalantois yang mengandung virus pada

kaca benda di dua tempat yang berbeda. Di dekat salah satu tetesan diberikan serum anti-ND

virus, sedang tetesan yang lain sebagai control dan tunggu selama 5 menit. Setelah itu

ditambahkan suspensi eritrosit ayam 2,5% dan kemudian dicampur.

Eritrosit yang diberi virus dan serum anti-ND tidak mengalami hemaglutinasi,

ditunjukkan dengan terbentuknya endapan eritrosit. Sedangkan eritrosit yang hanya diberi

virus menunjukkan terjadinya proses hemaglutinasi dengan munculnya agregat berwarna

putih. Dapat disimpulkan bahwa virus yang diteteskan merupakan virus ND karena mampu

berikatan dengan antibodi yang terdapat di dalam serum anti virus ND sehingga kemampuan

menghemaglutinasi eritrosit terhambat.

Pada uji cepat terlihat darah tidak mengalami aglutinasi karena tidak terdapat antigen

virus dalam cairan korioalantois yang dipakai sehingga tidak terjadi proses aglutinasi.

c. Uji HA lambat

Page 47: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Uji HA lambat dengan pelat mikro ini bertujuan untuk mengetahui jumlah titer virus.

Titer virus adalah pengenceran tertinggi dari virus yang masih mampu mengaglutinasi

eritrosit.

Uji ini dimulai dengan memasukkan 0,05 PBS engan menggunakan dropper ke dalam

12 sumuran dalam pelat mikro. Kemudian pada sumur pertama diberi 0,05 ml cairan

korioalantois yang mengandung virus. Selanjutnya, dengan menggunakann diluter 0,05 ml

cairan dipindahkan dari sumuran 1 ke sumuran 2, dari sumuran 2 ke sumuran 3 dan

seterusnya sampai sumuran ke-11. lalu ke dalam sumuran 1 s.d 12 diteteskan 0,05 ml eritrosit

ayam 0,5%. Pengamatan dilakukan setelah eritrosit dalam sumuran ke-12 mengendap.

Pada uji HA lambat dapat diamati bentuk hemaglutinasi eritrosit pada dasar tabung. Uji

positif ditandai dengan terbentuknya endapan seperti bunga sedangkan hasil negatif

ditunjukkan dengan terbentuknya endapan eritrosit di dasar tabung. Untuk uji HA lambat

teramati reaksi hemaglutinasi pada pelat mikro rata-rata sampai pelat yang ketiga dan

keempat. Titer virus yang diperoleh adalah 26 = 32 unit HA, yang berarti di dalam 0,05 ml

cairan allantois terdapat virus 32 unit HA (unit HA adalah satuan penghitungan virus yang

mampu menghemaglutinasi eritrosit).

d. Uji HI lambat

Uji HI lambat bertujuan untuk menentukan titer antibodi yang ada dalam serum darah

ayam dan mampu digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekebalan ayam

terhadap virus tersebut. Titer antibodi yaitu pengenceran tertinggi dari serum yang masih

mampu menghambat reaksi aglutinasi eritrosit Pada uji lambat digunakan pelat mikro

sebanyak 4 baris, hal ini dimaksudkan agar hasil yang didapat lebih akurat yaitu dengan

merata- ratakan hasil yang didapat dari tiap baris.

Yang menjadi kontrol virus adalah lubang nomor 11, kontrol eritrosit adalah lubang

nomor 12 dan kontrol serum adalah lubang nomor 1. Uji dimulai dengan memasukkan 0,025

ml PBS ke dalam sumuran 1-12 dengan menggunakan dropper. Kemudian, ke dalam sumuran

1 dimasukkan 0,025 ml serum ND pekat. Langkah selanjutnya adalah memindahkan

campuran dari sumuran 1 ke sumuran 2, dari sumuran 2 ke sumuran 3, dan seterusnya sampai

sumur ke-10 dengan menggunakan diluter. Kemudian ke dalam sumuran 2 hingga 11

dimasukkan 0,025 ml virus 4 HA, virus 4 HA yaitu virus yang sudah mengalami pengenceran

Page 48: Kulasi Virus Dan Uji Ha

4 x dengan cara mencampur 1 bagian virus dengan 3 bagian pengencer. Setelah ditunggu 30

menit (agar reaksi berlangsung sempurna), ke dalam sumuran 1-12 dimasukkan 0,05 ml

eritrosit ayam 0,5% dan kemudian ditunggu sampai mengendap. Hasil positif ditunjukkan

dengan endapan eritrosit yang terbentuk di dasar tabung karena hemaglutinasi dihambat,

sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak adanya endapan, yang berarti eritrosit

terhemaglutinasi.

Pada uji ini diperoleh hasil sumuran yang tidak terjadi endapan (hemaglutinasi

dihambat) adalah sumuran 1 s.d sumuran 6, titer virus yang didapat adalah 29 = 512 unit HI

yang artinya di dalam 0,025 ml serum terdapat 512 unit antibodi yang mampu menghambat

hemaglutinasi.

Jika titer antibodi terhadap virus tinggi maka prognosanya baik karena tubuh

mempunyai respon yang baik dalam upaya untuk mengatasi gangguan infeksi.

Cara Memperoleh Virus 4 HA

Ayam yang sakit diambil dan diperiksa, diperhatikan adanya gejala klinis yang

menonjol atau spesifik.

Ayam dibedah diambil organ-organ (predileksi) yang erat kaitannya dengan gejala

penyakit tersebut, dalam hal ini Newcastle Disease.

Organ didalam mortir, ditambah PBS 1:4 sehingga diperoleh suspensi dari organ.

Suspensi dimasukkan kedalam tabung dan disentrifuse selama 15 menit, 3000 rpm.

Bagian (cairan) supernatan dipindah kedalam tabung baru dan diberi antibiotik.

Contoh antibiotik yang dapat digunakan adalah Penisilin dan Sterptomisin. Selanjutnya di

inkubasi 37oC selama 2,5 jam.

Kemudian supernatan tersebut ditanam dalam PAD, diinkubasi 18-24 jam dan diamati

ada tidaknya pertumbuhan bakteri. Bila tidak ada, supernatan yang telah diinkubasi

ditanam ke dalam telur ayam berembrio yang bebas kuman pathogen spesifik (SPF).

Page 49: Kulasi Virus Dan Uji Ha

TAB tersebut diinkubasi pada mesin tetas telur 3-5 hari, sebagai control diinkubasikan

juga TAB (Telur Ayam Bertunas) normal.

Setelah diinkubasi TAB yang telah dipropagasi dimasukkan ke dalam refrigerator

semalam penuh untuk memastikan embrio benar-benar mati dan untuk vasokonstriksi

pembuluh darah.

Telur diambil, bagian rongga udara dibuka, embrio disisihkan, cairan dalam ruang

propagasi dipanen, cairan tersebut diharapkan tumbuh banyak virus.

Untuk mengetahui bahwa virus tersebut tumbuh, maka embrio dikeluarkan dan diamati

adanya perubahan-perubahan patologi-anatomi ukuran embrio dibandingkan dengan

yang normal. Bila ada pertumbuhan virus maka ukuran embrio lebih kecil atau

embrio tidak berkembang. Selanjutnya dapat dilakukan uji HA.

Setelah uji HA lambat didapat jumlah titer virus sebanyak 24 = 16 HA unit. Hasil

tersebut dibagi 4, jadi 16/4 = 4. Jadi untuk mendapat virus 4 HA maka 1 bagian virus

ditambah dengan 3 bagian PBS.

Cara Memperoleh Eritrosit 0,5% Dan 2,5%

Darah diambil, dimasukkan dalam tabung steril, diberi antikoagulan 1:5, kemudian

disentrifuse selama 1 menit. Bagian supernatan di buang. Contoh antikoagulan yang

adapat digunakan adalah EDTA, heparin, atau sitrat.

Endapan eritrosit dicuci dengan PBS hingga volumenya sama dengan volume darah

semula. Tabung digoyang-goyangkan kemudian disentrifuse lagi selama 1 menit.

Pencucian dilakukan 3X.

Pada pencucian yang terakhir, supernatan dibuang. Eritrosit ditambah lagi PBS,

kemudian dimasukkan dalam tabung PCV, disentrifuse 15 menit.

Dalam hal ini PCV (%) adalah angka yang tertera pada pengendapan eritrosit dalam

tabung PCV.

Misal PCV 10 % untuk membuat konsentrasi 2,5 % maka (10 : 2,5 = 4) dibuat 1 bagian

eritrosit dalam 3 bagian PBS.

Page 50: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Sedangkan untuk membuat konsentrasi 0,5% maka (10 : 0,5 = 20), jadi dibuat 1 bagian

eritrosit dalam 19 bagian PBS.

VI. KESIMPULAN

1. Virus ND (Newcastle Disease) diinokulasi pada cairan allantois telur berembrio

yang berusia 9-10 hari.

2. Virus ND dapat dikumpulkan dengan mengambil cairan allantois, dan diuji

dengan HA/HI test dengan serum anti ND.

3. Pada uji presipitasi agar (UPA) terbentuk garis presipitasi, yang menunjukkan

terjadi ikatan antigen dengan antibody dan membuktikan bahwa virus tersebut

adalah virus ND.

4. Pada uji hemaglutinasi (HA) cepat terjadi hemaglutinasi antara eritrosit dengan

virus yang di tunjukan dengan adanya agregat/presipitat berwarna putih yang

berarti virus memiliki hemaglutinin.

5. Pada uji HI cepat tidak terjadi hemaglutinasi karena tidak ada ikatan antara

eritrosit dan virus karena sudah ada anti virus.

6. Pada uji HA lambat dapat ditentukan titer virus 26 = 32 unit HA

7. Pada uji HI lambat dapat ditentukan titer antibodi 29 = 512 unit HI

DAFTAR PUSTAKA

Fenner. F. 1993. Virology Veteriner Edisi kedua. New York: Academic Press Inc.

Jawetz, dkk, 1996. Mikrobiologi Kedokteran edisi 20. Jakarta: Binarupa Aksara

Merchant, Ival Arthur. Veterinary Bacteriology and Virology, 4th edition. The Iowa State

College Press. Ames, Iowa.

Merchant and Packer. 1994. Veterinary Bacteriology and Virology. USA: Iowa State

University Press

Page 51: Kulasi Virus Dan Uji Ha

Purchase. H. G., 1989. A Laboratory Manual for the Isolation and Identification of Avian

Phatogens, Third Edition. Amerika: Kendal/hint Publishing Company

Tabbu, C.Rangga. 2000. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius

Diagrammatic representation of Newcastle disease virus,

http://www.fao.org/DOCREP/005/AC802E/ac802e0o.htm

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.brandeis.edu/projects/wanghlab/

images/newcastlevirus.gif&imgrefurl=http://www.brandeis.edu/projects/wanghlab/

applicationsNewcastle.html&h=243&w=389&sz=16&hl=id&start=23&tbnid=p1uX8

ORGrZ94cM:&tbnh=77&tbnw=123&prev=

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.nature.com/ncponc/journal/v4/n2/

images/ncponc0736-f4.jpg&imgrefurl=http://www.nature.com/ncponc/journal/v4/n2/

fig_tab/ncponc0736_F4.html&h=398&w=450&sz=38&hl=id&start=17&tbnid=uBs-

8zwcZJ_faM:&tbnh=112&tbnw=127&prev=

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.urbanwildlifesociety.org/WLR/

Tabl32.14PMV.gif&imgrefurl=http://www.urbanwildlifesociety.org/WLR/PMV-RH

%26H-

WWW.htm&h=244&w=282&sz=10&hl=id&start=26&tbnid=WY6VJj6vM17AWM:

&tbnh=99&tbnw=114&prev=

http://www1.fao.org/media_thumbs/Photos/1995/Apr1995/Thumbs_384/17857.jpg

Shane, simon M. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Assosiation;

Singapore.

(www.poultryindonesia.com)

http://www.vet.uga.edu/vpp/gray_book02/fad/vnd.php

http://en.wikipedia.org/wiki/Newcastle_disease

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.thepoultrysite.com/diseaseinfo/

contents/Paramyxovirus1Fig1.jpg&imgrefurl=http://www.thepoultrysite.com/