Laporan Inventarisasi GRK dan -...
Transcript of Laporan Inventarisasi GRK dan -...
Laporan Inventarisasi GRK danMonitoring, Pelaporan dan Veriikasi
2017
2017KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIMDIREKTORAT INVENTARISASI GAS RUMAH KACA DAN MONITORING, PELAPORAN DAN VERIFIKASI
CO2CH4
N20CFC
HFCs
SF6
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 i
Ringkasan Eksekutif Indonesia telah menyatakan komitmennya pada Conference of Parties (COP) 15
tahun 2009 untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% (dengan usaha
sendiri) dan sebesar 41% (jika mendapat bantuan internasional) pada tahun 2020.
Komitmen Indonesia tersebut diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution
(NDC) Republik Indonesia yang pertama pada bulan November 2016 dengan ditetapkannya
target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan
skenario business as usual (BAU) di tahun 2030. Secara nasional, target penurunan emisi
pada tahun 2030 berdasarkan NDC adalah sebesar 834 juta ton CO2e pada target
unconditional (CM1) dan sebesar 1,081 juta ton CO2e pada target conditional (CM2). Untuk
memenuhi target tersebut, secara nasional telah dilakukan berbagai aksi mitigasi pada
semua sektor oleh penanggung jawab aksi mitigasi.
Untuk memberikan informasi tentang pencapaian target dari komitmen NDC, juga
sebagai kontrol terhadap progress capaian NDC, serta sebagai pelaksanaan Peraturan
Presiden No 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional (GRK), Pemerintah Indonesia menyelenggarakan inventarisasi GRK Nasional,
serta Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV), dengan mengacu pada Intergovernmetal
Panel on Climate Change (IPCC) Guidelines Tahun 2006. Penghitungan dilakukan terhadap
4 (empat) kategori sumber emisi atau sektor, yaitu energi, proses industri dan penggunaan
produk, pertanian dan kehutanan serta perubahan penggunaan lahan lainnya, serta
pengelolaan limbah.
Untuk memberikan informasi tentang proses, progres dan hasil inventarisasi GRK
serta MRV semua sektor sampai dengan 2016, maka disusun laporan Inventarisasi GRK
dan MPV Tahun 2017. Laporan ini menyampaikan informasi tentang kelembagaan
inventarisasi GRK yang mencakup sumber emisi per, penanggungjawab aksi per-sektor dan
metodologi yang dipakai. Laporan ini juga menyampaikan informasi terkait kelembagaan
MRV untuk penghitungan GRK dan metodologi verifikasi yang dilakukan. Laporan juga
menyampaikan hasil perhitungan emisi tahun 2000-2016 dan capaian penurunan emisi
terverifikasi sampai dengan tahun 2016.
Hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca nasional menunjukkan tingkat emisi
GRK di tahun 2016 menjadi sebesar 1.514.949,8 GgCO2e, meningkat sebesar 507.219
GgCO2e dibanding tingkat emisi tahun 2000, atau mengalami peningkatan sebesar 2,9%
per tahun selama periode tahun 2000-2016. Sedangkan kontribusi penurunan emisi secara
nasional pada tahun 2016 terhadap target yang ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah
sebesar 8,7% dari target penurunan emisi sebesa 834 Juta Ton CO2e atau 29% dari BAU.
Kontribusi dimaksud berasal dari sektor energi sebesar 3,28%, sektor IPPU sebesar 0,23%,
sektor kehutanan sebesar 4,71%, sektor pertanian -0,1%, dan sektor limbah sebesar 0,57%.
Laporan ini disusun sebagai implementasi Paris Agreement dalam bentuk pelaporan
capaian komitmen NDC Indonesia. Selain itu laporan ini disusun dalam rangka membangun
upaya dan semangat bersama para pihak baik di tingkat nasional maupun global. Secara
nasional penyusunan laporan ini telah melalui tahapan penyediaan data, manajemen data
serta pengendalian dan penjaminan mutu. Dilakukan oleh Kementerian LHK bersama-sama
dengan Kementerian/Lembaga terkait selaku penanggung jawab sektor, Kementerian
Perekonomian, dan Bappenas.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 ii
Executive Summary Indonesia has declared its commitment to the UNFCCC Conference of Parties (COP)
15, 2009 in Copenhagen to reduce the country Greenhouse Gases (GHG) emissions by
26% (by its own efforts) and by 41% (with additional international support) by 2020. Post
Paris Agreement, Indonesia has strengthened its commitment through the first Nationally
Determined Contribution (NDC) submitted to the UNFCCC in November 2016 with the
unconditional target of 29% and conditional targets up to 41% over the business as usual
(BAU) scenario by 2030. At the national stage, the emission reduction targets by 2030 based
on the NDC is of 834 million tonnes of CO2e under the unconditional target (CM1) and of
1.081 million tonnes of CO2e under the conditional target (CM2). To meet these targets,
various mitigation actions have been carried out in all sectors.
To provide information on the process, progress and results of the GHG inventory
and the MRV for all sectors up to 2016, a report on GHG inventory and MRV 2017 has been
prepared. This report presents information regarding institutional arrangement made for
GHG inventory, including emission source, responsible sector and methodology used. The
report also conveys information relating to MRV institutionalization and methodological
approach used for verification. The report also conveys the results of 2000-2016 emissions
estimation and its verification processes up to 2016.
In total, the GHG emissions of 2016 is 1.514.949,8 GgCO2e, which is increasing
507.219 GgCO2e compared to GHG emissions on 2000, in the other words it is increasing
2,9% per year during the periods of 2000-2016. Meanwhile, the contribution of emission
reduction on 2016 is 8,7% to the target of 834 MTon CO2e or 29% emission reduction
compared to BAU in 2030 as written in NDC. This amount of contribution comes from the
energy sector by 3,28%, IPPU sector by 0,23%, forestry sector by 4,71%, agriculture sector
by -0,1%, and waste sector by 0,57%.
with achievement of verified emission reduction about 8.7% of the emission reduction
target in 2030 (874 Million Ton CO2e or 29%).
This report has been prepared as an effort to implement the Paris Agreement
through the achievements of Indonesia's NDC commitment. In addition, this report is
prepared with spirit of building collaboration among parties both at the national and global
levels. At last, the preparation of this report has been through the processes of providing
data, data management and quality control and quality assurance, conducted by the Ministry
of LHK, as the National Focal point of UNFCCC, with other relevant Ministries/Institutions,
including Ministry responsible for each sector, the Ministry of Economy, and BAPPENAS
(Ministry of National Development Planning).
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 iii
SAMBUTAN
Bentuk nyata komitmen di bawah Persetujuan Paris, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dengan UU Nomor 16 tahun 2016 dan menyampaikan Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target penurunan emisi sebesar 29% dari BAU 2030 dengan upaya sendiri, dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengurangi emisi dari sektor berbasis lahan maupun non lahan. Dalam kontek pemantauan implementasi NDC, telah saya tandatangani Surat Keputusan terkait pedoman yang mengatur ruang lingkup kegiatan, pengaturan kelembagaan dan mekanisme
pemantuan implementasi NDC pada masing-masing sektor dalam rentang waktu tahun 2017 – 2019 (pra-2020) dan tahun 2020 – 2030 (pasca 2020).
Selain itu, untuk memenuhi persyaratan pelaporan emisi, di penghujung akhir tahun 2017 telah dikeluarkan berbagai regulasi setingkat Peraturan Menteri terkait Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan IGRK Nasional, Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi untuk Aksi dan Sumber Daya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim, Tata Cara Pelaksanaan REDD+ dan Penyelenggaraan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim.
Tentunya berbagai kebijakan dan regulasi tersebut harus dibarengi dengan ujud konkrit melalui pendataan aksi mitigasi, tingkat dan status emisi GRK serta penurunan emisi GRK secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan yang ditujukan untuk memonitor dan mengevaluasi perkembangan dari waktu ke waktu menuju pencapaian target NDC 2030. Hal ini sangat penting, mengingat adanya tuntutan penyusunan pelaporan Indonesia kepada sekretariat UNFCCC melalui Biennial Update Report (BUR), National Communication (NatCom) dan National Determined Contributions (NDC). Selain itu juga diprgunakan dalam pelaporan nasional terkait lainnya.
Untuk itu, saya sangat bangga dengan dengan terbitnya buku laporan ini yang dapat memberikan gambaran profil emisi GRK dan aksi mitigasi yang telah dilakukan beserta capaian kontribusi penurunan emisi GRK yang terverifikasi. sebagai tanggung jawab Indonesia kepada dunia internasional dan kepada seluruh masyarakat terkait pengendalian perubahan iklim.
Akhir kata, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Tentunya saya berharap kerjasama dalam penyediaan data dan sumbangsih pemikiran untuk langkah perbaikan ke depan akan terus terjalin guna mewujudkan komitmen Indonesia menuju pencapaian NDC 2030.
Terima kasih. Jakarta, Desember 2017 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 iv
KATA PENGANTAR
NDC Indonesia menggambarkan transisi dan komitmen peningkatan
aksi menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim periode 2015-2019 yang menjadi landasan untuk menentukan tujuan lebih ambisius pasca-2020 dalam rangka pencegahan kenaikan
temperature global sebesar 2oC dan berupaya membatasi kenaikan
temperature global sebesar 1,5oC dibandingkan masa pra-industri.
Dalam konteks nasional telah ditetapkan strategi implementasi NDC yang terbagi ke dalam 9 (sembilan) program mulai dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan.
Dalam pemantauan progres implementasi NDC dan review menjelang tahun 2020 serta adjustment NDC, diperlukan upaya monitoring dan evaluasi terhadap capaian penurunan emisi secara berkala yang diperoleh dari angka baseline 2010-2030 dengan hasil penghitungan inventariasasi GRK. Perolehan angka penurunan emisi GRK tersebut, perlu diterjemahkan kedalam bentuk aksi mitigasi yang telah dilakukan oleh Kementerian/ Lembaga, dunia usaha, maupun penanggungjawab aksi lainnya yang selanjutnya dilakukan proses MRV (Measurement, Reporting and Verification).
Cakupan data dan informasi tersebut selanjutnya diterjemahkan secara lengkap untuk memberikan gambaran Profil emisi GRK yang meliputi : 1. Nilai emisi baseline periode 2010-2030 dengan baseline tahun 2010 sebesar 1.334 Juta
Ton CO2e dan baseline tahun tahun 2030 sebesar 2.869 juta Ton CO2e, dimana angka emisi GRK per tahun diperoleh dari pemodelan yang di evaluasi setiap 5 tahun.
2. Data penghitungan inventarisasi GRK tahun 2010 – 2016. 3. Capaian penurunan emisi GRK terverifikasi dari aksi mitigasi yang dilakukan oleh
Kementerian/ Lembaga pada tahun 2015-2016. Beranjak dari permasalahan dalam penyediaan dan kualitas data serta metodologi penghitungan capaian penurunan emisi GRK, laporan ini juga menyajikan tindaklanjut perbaikan ke depan (plan of improvement). Keberadaan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan strategi ke depan menuju pencapaian NDN tahun 2030. Selain itu, data dan informasi yang telah disajikan merupakan langkah awal dalam mewujudkan “Kebijakan Satu Data Emisi GRK” dalam penyediaan kebutuhan data dan informasi yang kredibel dengan mengikuti kaidah Clarity, Transparency, Understanding (CTU) dan diakui di tingkat internasional.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang berkontribusi dalam penyusunan Laporan Profil Emisi GRK dan Capaian Penurunan Emisi GRK. Jakarta, Desember 2017 Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/ National Focal Point untuk UNFCCC
Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 v
TIM PENYUSUN
Pengarah: Nur Masripatin
Penanggungjawab: Joko Prihatno
Penyusun:
1. Budiharto
2. Dida Mighfar Ridha
3. Belinda Arunarwati M
4. Hari Wibowo
5. Franky Zamzani
6. Akma Yeni Masri
7. Wawan Gunawan
8. Vinna Prescylia
9. Fifi Novitri
10. Rully Dora Sirait
11. Syaiful Lathif
ISBN:
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik
dalam bentuk fotocopy, cetak, micro film, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk
keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya
sebagai berikut:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan. Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (2018).
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi Nasional
Tahun 2017.
Diterbitkan oleh:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi. Jl. Jend. Gatot Subroto, Gd. Manggala Wanabakti Blok VII Lt. 12 Jakarta 10270, Indonesia Telp/Fax: 021 57903073.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 vi
DAFTAR ISI
Hal Ringkasan Eksekutif…………………………………………………………………......…… Executive Summary…………………………………………………………………......…… Sambutan……………………………………………………………………......………….. Kata Pengantar ……………………………………………………………………......…… Tim Penyusun ……………………………………………………………………......…….. Daftar Isi ……………………………………………………………………......…………… Daftar Gambar ……………………………………………………………………......…….. Daftar Tabel……………………………………………………………………......…………
i ii iii iv v vi viii x
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
BAB II. METODOLOGI ………………………………………………………………….. 3
2.1. METODOLOGI INVENTARISASI GRK….……………………………… 3
a. Kelembagaan Inventarisasi GRK ……………………………………... b. Metodologi Perhitungan Inventarisasi GRK ………………………...
3 8
2.2. METODOLOGI VERIFIKASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK… 16
a. Kelembagaan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK…………. b. Metodologi Perhitungan Verifikasi …..……………………………….
16 17
BAB III. HASIL INVENTARISASI GRK NASIONAL…………………………………… 27
3.1. PROFIL EMISI GRK NASIONAL………………………………………... 27
3.2. PROFIL EMISI SEKTORAL……………………………………………. 28
3.2.1. Sektor Energi……………………………………………………….. 3.2.2. Sektor IPPU…………………….…………………………….......... 3.2.3. Sektor AFOLU………………………………………………………
3.2.3.1. Sektor Pertanian………………………………………… 3.2.3.2. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lainnya.....……..
3.2.4. Sektor Limbah ………………………………………………………
29 39 48 49 60 71
BAB IV. HASIL CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK…………………………………. 77
4.1. PENURUNAN EMISI GRK NASIONAL………………………………… 77
4.2. PENURUNAN EMISI GRK SEKTORAL………………………………….. 77
4.2.1. Sektor Energi………………………………………………………. 4.2.2. Sektor IPPU ………………………………………………..………. 4.2.3. Sektor Kehutanan………………………………………...……….. 4.2.4. Sektor Pertanian…..………………………………………………. 4.2.5. Sektor Limbah………………………………………………………
77 81 82 83 84
BAB V. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI……………………………………….. 86
5.1. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI ………………………………… 5.1.1. Sektor Energi ………………………………………………………. 5.1.2. Sektor IPPU ………………………………………………………… 5.1.3. Sektor Kehutanan..………………………………………………… 5.1.4. Sektor Pertanian….………………………………………………… 5.1.5. Sektor Limbah ………………………………………………………
86 86 89 89 91 91
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 vii
5.2. KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI GRK TERHADAP TARGET NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)……………..
92
5.2.1 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Sektoral …………………… 5.2.2 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Nasional …………………..
92 97
BAB VI. RENCANA PERBAIKAN (PLAN OF IMPROVEMENT)………………….. 99
BAB VII. PENUTUP………………………………………………………………………… 102
DAFTAR PUSTAKA 103
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Pengaturan Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional Menurut Perpres 71 Tahun 2011
7
Gambar 2. Skema MRV Nasional 17
Gambar 3. Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2016 27
Gambar 4. Kategori Utama Sumber Emisi GRK (IPCC-2006 GL) 28
Gambar 5. Sumber Emisi GRK Dari Sektor Energi 29
Gambar 6. Sub Kategori Sumber Emisi GRK Dari Kategori Pembakaran Bahan Bakar
30
Gambar 7. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Di Industri Energy
30
Gambar 8. Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Pada Industri Manufaktur
31
Gambar 9. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bakar Sektor Transportasi
31
Gambar 10. Cakupan Emisi Fugitive Dari Produksi Bahan Bakar 32
Gambar 11. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Sumber Tahun 2000– 2016
36
Gambar 12. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Kegiatan Sub Sektor
Tahun 2000 – 2016
37
Gambar 13. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Bahan Bakar Tahun 2000-2016
37
Gambar 14. Sumber Emisi Dari Sektor IPPU 40
Gambar 15. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Mineral 41
Gambar 16. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Kimia 41
Gambar 17. Cakupan Sumber Emisi sektor IPPU dari Produksi Petrokimia dan Carbon Black
42
Gambar 18. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Logam 42
Gambar 19. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Produk Non-Energi Dan Pelarut
43
Gambar 20. Cakupan Emisi GRK Dari Kategori Industri Lain 43
Gambar 21. Tingkat Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2000-2016 46
Gambar 22. Komposisi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2015 47
Gambar 23.. Komposisi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2016 47
Gambar 24. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor AFOLU 48
Gambar 25. Kategori Sumber Emisi Dalam IPCC Guidelines Sektor Pertanian 49
Gambar 26. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Peternakan 50
Gambar 27. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Fermentasi Enterik Dan
Pengelolaan Kotoran Ternak Berdasarkan Jenis Ternak
50
Gambar 28. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pengelolaan Kotoran Ternak 51
Gambar 29. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sumber Agregat dan Sumber
Emisi Non-CO2 pada Lahan 52
Gambar 30. Emisi Dari Sektor Pertanian Menurut Kategori Tahun 2000-2016 54
Gambar 31. Tren Emisi Co2-e Dari Sektor Peternakan Tahun 2000-2016 55
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 ix
Gambar 32. Emisi dari pembakaran biomassa pada periode 2000 – 2016 56
Gambar 33. Emisi CO2 dari aplikasi kapur di bidang pertanian tahun 2000-2016 56
Gambar 34. Emisi CO2 dari aplikasi pupuk urea 2000-2016 57
Gambar 35. Emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola tahun 2000-2016 58
Gambar 36. Emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan tanah tahun 2000-2016 58
Gambar 37. Emisi metana dari budidaya padi tahun 2000-2016 59
Gambar 38. Cakupan sumber emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya
61
Gambar 39. Emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lainnya tahun 2000-2016 (Gg CO2e) (Dengan Peat Fire)
67
Gambar 40. Emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lainnya tahun 2000-2016 (Gg CO2e) (Tanpa Peat Fire)
67
Gambar 41. Emisi dari Kebakaran Gambut 2000-2016 68
Gambar 42. Emisi Biomas Di Atas Permukaan Tanah Dari Kehutanan Dan Penggunaan Lahan Lainnya 2000-2016
69
Gambar 43. Emisi Dekomposisi Gambut 2000-2016 69
Gambar 44. Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah 76
Gambar 45. Distribusi Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2016 76
Gambar 46. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Energi 93
Gambar 47. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor IPPU 94
Gambar 48. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Kehutanan
95
Gambar 49. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Pertanian
96
Gambar 50. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Limbah 97
Gambar 51. Grafik Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2016) Terhadap Target NDC Tahun 2030
97
Gambar 52. Grafik Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2016) Terhadap BAU, CM1, dan CM2
98
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 x
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional 4
Tabel 2. Nilai GWP pada Second assessment report (SAR)yang Digunakan pada Perhitungan Inventarisasi GRK
9
Tabel 3. Pengklasifikasian kategori antara IPCC GL 2006 dan Tabel Kesetimbangan Energi
9
Tabel 4. Revisi Faktor Skala Jenis Tanah yang Berbeda dari Indonesia 13
Tabel 5. Faktor Skala Yang Disesuaikan Dengan Ekosistem Padi Dan Tata Air Indonesia
13
Tabel 6. Faktor Skala Untuk Varietas Padi Yang Berbeda Di Indonesia 13
Tabel 7. Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2016 28
Tabel 8. Emisi GRK Dari Kegiatan Energi Tahun 2000-2016 33
Tabel 9. Emisi GRK Per Subkategori Sektor Energi Tahun 2015 33
Tabel 10. Emisi GRK Per Subkategori Sektor Energi Tahun 2016 34
Tabel 11. Perhitungan Emisi GRK Sektor Energi Menggunakan Metoda Reference
Dan Sectoral Approach, Gg CO2-e
38
Tabel 12. Sumber Emisi Kunci Sektor Energi Tahun 2015 39
Tabel 13. Sumber Emisi Kunci Sektor Energi Tahun 2016 39
Tabel 14. Sumber Data Dan Dokumen Yang Digunakan Untuk Setiap Kategori
IPPU
44
Tabel 15. Emisi GRK Dari Sektor IPPU Tahun 2000-2016 45
Tabel 16. Emisi GRK Per Subkategori Sektor IPPU Tahun 2015 dan 2016 45
Tabel 17. Sumber Emisi Kunci Sektor IPPUTahun 2015 48
Tabel 18. Sumber Emisi Kunci Sektor IPPUTahun 2016 48
Tabel 19. Penyesuaian Kategori Tutupan Lahan KLHK dengan Kelas Penggunaan
Lahan IPCC
62
Tabel 20. Rerata pertumbuhan tahunan pada berbagai kategori penggunaan lahan 63
Tabel 21. Karbon stok dari biomassa diatas permukaan (AGB) untuk berbagai tipe penutupan lahan.
64
Tabel 22. Faktor emisi untuk dekomposisi gambut dari berbagai penutupan lahan 66
Tabel 23. Emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lainnya tahun 2000-2016
(Gg CO2e)
70
Tabel 24. Tipe Dan Sumber Data Sektor Limbah 72
Tabel 25. Komposisi Sampah di TPA 73
Tabel 26. Dry matter content sampah di TPA 73
Tabel 27. Parameter dan faktor emisi limbah cair domestik 74
Tabel 28. Karakteristik pengolahan limbah cair domestik 75
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 xi
Tabel 29. Emisi GRK Dari Sektor Limbah Tahun 2000-2016 75
Tabel 30. Capaian Penurunan Emisi GRK Nasional 77
Tabel 31. Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian
ESDMTahun 2015 – 2016
78
Tabel 32. Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian
Perhubungan Tahun 2015 – 2016
80
Tabel 33. Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian
Perindusterian Tahun 2015 – 2016
82
Tabel 34. Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun 2015-2016 83
Tabel 35. Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian Pertanian Tahun
2015 – 2016
84
Tabel 36. Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian
LHK Tahun 2015 – 2016
85
Tabel 37. Capaian Penurunan Emisi Terverifikasi dari Aksi Mitigasi Sektor Energi 86
Tabel 38. Capaian Penurunan Emisi Terverifikasi dari Aksi Mitigasi Sektor Energi
Subsektor transportasi
88
Tabel 39. Capaian Penurunan Emisi Terverifikasi dari Aksi Mitigasi Sektor IPPU 89
Tabel 40. Hasil Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan
Tahun 2015-2016
90
Tabel 41. Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi
GRK Sektor Pertanian Tahun 2015-2016
91
Tabel 42. Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi
GRK Sektor Limbah Tahun 2015-2016
92
Tabel 43. Target Nationally Determined Contribution (NDC) Tahun 2030 92
Tabel 44. Progres capaian penurunan emisi GRK kategori Energi tahun 2010 –
2016 dengan Target NDC tahun 2030
93
Tabel 45. Progres capaian penurunan emisi GRK kategori IPPU tahun 2010 –
2016 dengan Target NDC tahun 2030
94
Tabel 46. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun 2010
– 2016 dengan Target NDC tahun 2030
94
Tabel 47. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Pertanian Tahun 2010 –
2016 dengan Target NDC tahun 2030
95
Tabel 48. Progres capaian penurunan emisi GRK kategori Limbah tahun 2010 –
2016 dengan Target NDC tahun 2030
96
Tabel 49. Kontribusi Pencapaian Target NDC (2010-2016) 97
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 1
BAB I PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam upaya mengatasi
perubahan iklim dengan mengesahkan Paris Agreement to the United Nation Framework
Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016. Dengan komitmen ini, Indonesia dengan
negara-negara di dunia secara bersama- sama berkomitmen untuk menjaga kenaikan suhu
global di bawah 2oC dan mendorong upaya untuk membatasi kenaikan suhu bumi lebih jauh
ke 1,5oC di atas tingkat pra industri.
Indonesia menyadari bahwa sebagai negara yang rawan terhadap dampak
perubahan iklim dan sekaligus negara yang bisa berkonstribusi dan berperan penting dalam
mengatasi perubahan iklim di tingkat global, maka upaya mengatasi persoalan ini menjadi
agenda utama dan penting untuk kelangsungan hidup di masa mendatang. Untuk itu, dalam
rangka mencapai tujuan Paris Agreement, Indonesia telah menyampaikan kontribusi target
penurunan emisi pada tahun 2030 dari baseline yang ditetapkan secara Nasional dan
disebut Nationally Determined Contribution (NDC). NDC ini mencakup aspek mitigasi,
adaptasi dan dukungan sumber daya seperti pendanaan, peningkatan kemampuan dan alih
teknologi. Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah mengurangi emisi sebesar
29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41% jika ada kerja sama internasional dari kondisi
tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030. Komitmen NDC Indonesia untuk
periode selanjutnya ditetapkan berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan
peningkatan dari periode selanjutnya.
Isu strategis dalam NDC mencakup clarity, transparency, dan understandable. Paris
Pasal 1 Paris Agreement menyatakan bahwa dalam rangka membangun rasa saling
percaya dan keyakinan untuk mempromosikan implementasi NDC yang efektif, maka semua
negara menyepakati dibangunnya kerangka kerja transparansi (An enhanced Transparancy
Framework) untuk aksi (mitigasi dan adaptasi) dan support (pendanaan, teknologi, capacity
building), fleksibel dengan mempertimbangkan perbedaan kapasitas antar negara serta
dikembangkan berdasarkan pengalaman kolektif.
Sebagai pelaksanaan Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (GRK), Pemerintah Indonesia
telah menyelenggarakan inventarisasi GRK Nasional, serta Monitoring, Pelaporan, Verifikasi
(MPV). Penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca dan MPV mengacu pada pedoman
yang ditetapkan Intergovernmetal Panel on Climate Change (IPCC Guidelines) Tahun 2006.
Inventarisasi gas rumah kaca dilakukan terhadap 4 (empat) kategori sumber emisi, yaitu
energi, proses industri dan penggunaan produk, pertanian dan kehutanan serta perubahan
penggunaan lahan lainnya, serta pengelolaan limbah.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dan dioperasionalisasikan dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 18 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim melaksakan kegiatan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan
Monitoring, Pelaporan, Verifikasi.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 2
Inventarisasi gas rumah kaca (GRK) ditujukan untuk melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan perolehan dan pemutakhirkan data dan informasi emisi GRK secara
periodik dari berbagai sumber emisi (source), serapan (sink), dan simpanan (stock).
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi ini secara umum bertujuan untuk (i) mengetahui dan
memantau tingkat dan status emisi GRK, (ii) merancang dan mengevaluasi kegiatan mitigasi
perubahan iklim, serta (iii) menyusun laporan status emisi GRK nasional.
Sementara pelaksanaan kegiatan pengukuran, pelaporan dan verifikasi diperlukan
untuk menjamin bahwa kegiatan pengukuran, pelaporan, dan verifikasi penurunan emisi
GRK dari kegiatan aksi mitigasi perubahan iklim dilakukan sesuai prinsip-prinsip yang telah
diakui di tingkat internasional, dengan menggunakan metodologi yang dapat dikomparasi
dan diakui oleh para pihak penandatangan konvensi (UNFCCC, 1992). Pemerintah
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 telah meratifikasi kerangka kerja
PBB untuk konvensi perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate
Change, UNFCCC), sehingga secara resmi terikat dengan kewajiban kesepakatan dan hak
yang ditawarkan UNFCCC.
Laporan Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi Tahun 2017
disusun sebagai sarana untuk mengkomunikasikan hasil-hasil yang telah dicapai dari
pelaksanaan Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi, yang dalam
pelaksanaannya melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Bappenas dan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Pemerintah Daerah. Laporan ini
berisikan capaian hasil inventarisasi GRK, monitoring, pelaporan dan verifikasi serta
penurunan emisi yang terverifikasi sampai dengan tahun 2016.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 3
BAB II
METODOLOGI
2.1 METODOLOGI INVENTARISASI GRK
a. Kelembagaan Inventarisasi GRK
Pengaturan kelembagaan dalam pengembangan inventarisasi GRK menjadi sangat
penting untuk dapat memfasilitasi proses dan meningkatkan kualitas inventarisasi.
Pengaturan kelembagaan juga sangat penting dalam proses Quality Assurance dan Quality
Control (QA/QC) guna meningkatkan kualitas data aktivitas dan faktor emisi yang digunakan
serta pendokumentasian data dan informasi.
Mempertimbangkan pentingnya pengaturan kelembagaan dalam rangka
inventarisasi GRK, maka Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden
nomor 71 Tahun 2011 (Perpres 71/2011) tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK
Nasional.
Disamping itu, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015
tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Pasal 28 disebutkan bahwa
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengendalian
perubahan iklim, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria salah satunya dibidang
inventarisasi gas rumah kaca, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan
inventarisasi GRK, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi inventarisasi IGRK, serta
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan inventarisasi GRK.
Pengaturan lebih lanjut, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18
Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Pasal 882 mengatur bahwa Ditjen PPI menyelenggarakan fungsi yang terkait
dengan inventarisasi GRK meliputi perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan dibidang penyelenggaraan inventarisasi GRK.
Perpres dan Peraturan Menteri LHK sebagaimana disebutkan di atas memandatkan
seluruh sektor dan pemerintah daerah dibawah koordinasi KLHK untuk mengembangkan
laporan pelaksanaan Inventarisasi GRK yang dapat digunakan dalam penyusunan Laporan
Inventarisasi GRK Nasional dan Internasional seperti National Communication (komunikasi
nasional) dan biennial update report (BUR). Lebih jauh, hasil dari inventarisasi GRK tersebut
akan digunakan pula untuk pengembangan kebijakan dan evaluasi pencapaian aksi mitigasi
penurunan emisi GRK.
Pengaturan kelembagaan yang diterapkan dalam inventarisasi GRK Nasional telah
diatur dalam Lampiran I Peraturan Menteri LHK Nomor P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017
tanggal 29 Desember 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca, sebagaimana tabel di bawah ini.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 4
Tabel 1 Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional
1. EMISI GRK SEKTOR ENERGI KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL (PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
1 Reference Approach Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
2 Pembangkit Listrik Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
3 Minyak dan Gas (Fuel + Fugitive)
Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
4 Pertambangan Batubara (Fuel + Fugitive)
Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
5 Transportasi Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kementerian Perhubungan
Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan
6 Energi di Industri Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kementerian Perindustrian
Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan
Badan Pusat Statistik (BPS)
Direktorat Statistik Industri
7 Energi di area komersil
Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
8 Energi di area pemukiman
Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
2. EMISI GRK SEKTOR PROSES INDUSTRI DAN PENGGUNAAN PRODUK (IPPU) KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN (PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
1 Proses industri Kementerian Perindustrian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan LH, Pusat Data dan Informasi
Badan Pusat Statistik (BPS)
Direktorat Statistik Industri
2 Penggunaan produk Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi Informasi
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 5
3. EMISI GRK SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PENGGUNAAN LAHAN LAINNYA (AFOLU)
a. PERTANIAN
KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN PERTANIAN (BIRO PERENCANAAN)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
1 Peternakan Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; Pusat Data dan Informasi; Biro Perencanaan; Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan; Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS)
Direktorat Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
2 Sumber Agregat dan Emisi Non CO2
Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian; Direktorat Jenderal Hortikultura; Direktorat Jenderal Perkebunan; Pusat Data dan Informasi; Biro Perencanaan; Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian; Balai Penelitian Lingkungan Pertanian;
Badan Pusat Statistik (BPS)
Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan
b. KEHUTANAN DAN PENGGUNAAN LAHAN LAINNYA
KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN (DIT. INVENTARISASI GRK DAN MPV)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari; Pusat Data dan Infromasi; Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan; Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan; Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Hutan; Dierktorat PKG, Ditjen PPKL
Kementerian Pertanian
Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 6
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Pusfatja, Deputi Bidang Penginderaan Jauh
4. EMISI GRK SEKTOR PENGELOLAAN LIMBAH KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN (DIT. PENGELOLAAN SAMPAH)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
1 Limbah padat domestic/Municipal Solid Waste (MSW)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Pengelolaan Sampah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Direktorat Pengembangan Sanitasi Lingkungan dan Pemukiman
2 Limbah cair domestik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Air
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Direktorat Pengembangan Sanitasi Lingkungan dan Pemukiman; Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman
3 Limbah padat industri (termasuk obat-obatan/limbah farmasi)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun
Kementerian Perindustrian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan LH; Pusat Data dan Informasi
4 Limbah cair industri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sekretariat Ditjen. Pengendaian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan; Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3
Kementerian Perindustrian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan LH; Pusat Data dan Informasi; Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Penyegar; Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
Badan Pusat Statistik (BPS)
Direktorat Statistik Industri
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 7
Sesuai mandat yang tercantum di Perpres 71/2011, penyusunan inventarisasi GRK
nasional melibatkan partisipasi aktif pemerintah sub-nasional (provinsi, kabupaten dan kota).
Namun demikian dalam pengembangan inventarisasi GRK nasional saat ini hanya
melibatkan K/L pusat. Dalam pengembangan inventarisasi GRK nasional, peran
pemenerintah daerah diperkuat secara berkelanjutan. Sehingga di masa depan,
pengembangan inventarisasi GRK akan dilengkapi melalui pendekatan top-down dan
bottom-up, agar dapat dibandingkan perhitungan yang dilakukan di tingkat nasional dengan
agregasi hasil perhitungan yang dilakukan pemerintah daerah. Pengembangan sistem
inventarisasi GRK secara top-down dan bottom-up tersebut diilustrasikan pada Gambar 1.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
Gambar 1. Pengaturan Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional
p. Metodologi Penghitungan Emisi GRK
Gambar 1 Pengaturan Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional Menurut Perpres 71
Tahun 2011
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 8
b. Metodologi Perhitungan Inventarisasi GRK
Metodologi Umum
Metodologi yang digunakan pada perhitungan emisi ini adalah metode yang
ditetapkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change Guidelines dalam IPCC
Guidelines 2006. Penerapan metodologi ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri LHK
Nomor P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca.
Secara garis besar, perhitungan emisi/serapan GRK diperoleh melalui perkalian data
aktifitas dengan faktor emisi, atau dengan persamaan sederhana berikut:
Data Aktifitas (AD)
Penyelenggara Inventarisasi GRK mengembangkan mekanisme kelembagaan dalam
pengumpulan data aktifitas yang diperlukan pada perhitungan sebagaimana rumus di atas.
Lembaga dan divisi yang ditunjuk pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
untuk melakukan pengumpulan data aktivitas mengidentifikasi jenis data dan tahun
ketersediaannya dan lembaga yang memiliki dan menyimpan data tersebut. Pengumpulan
dan pemutakhiran data dilakukan secara kontinyu dengan melibatkan K/L terkait.
Faktor Emisi
Penyelenggara Inventarisasi GRK melakukan upaya pengumpulan dan
pengembangan faktor emisi lokal melalui kerjasama dengan instansi, lembaga, dan
perguruan tinggi yang melakukan penelitian faktor emisi.
Dalam hal faktor emisi lokal belum tersedia, maka digunakan faktor emisi lokal yang
tersedia untuk daerah lain atau faktor emisi nasional atau regional yang sudah tersedia atau
default yang ditetapkan IPCC. Kompilasi faktor emisi dari berbagai negara dan wilayah
dihimpun dalam Basis Data untuk Faktor Emisi (Emission Factor Database).
Pemilihan metodologi Inventarisasi GRK dilakukan menurut tingkat ketelitian (Tier),
semakin tinggi kedalaman metode yang dipergunakan maka hasil perhitungan
emisi/serapan GRK yang dihasilkan semakin rinci dan akurat. Tingkat ketelitian (tier) terdiri
dari:
a. Tier 1: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan dasar (basic
equation), data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber data global,
dan menggunakan faktor emisi default (nilai faktor emisi yang disediakan dalam IPCC
Guideline)
b. Tier 2: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang lebih
rinci, data aktivitas berasal dari sumber data nasional dan/atau daerah, dan
menggunakan faktor emisi lokal yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung.
c. Tier 3: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang paling
rinci (dengan pendekatan modeling dan sampling), dengan pendekatan modeling faktor
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 9
emisi lokal yang divariasikan dengan keberagaman kondisi yang ada, sehingga emisi
dan serapan memiliki tingkat kesalahan lebih rendah.
Untuk estimasi Inventarisasi GRK Nasional tahun 2000-2016 yang menjadi lingkup
pada laporan ini menggunakan metode IPCC Guidelines 2006 untuk Tier 1 dan Tier 2.
Sedangkan nilai Global Warming Potential (GWP) digunakan untuk mengkonversi
data emisi GRK non-CO2 menjadi karbon dioksida ekuivalen (CO2-e), dengan mengikuti
Second Assessment Report (2nd AR of IPCC). Nilai GWP dimaksud sebagaimana tabel di
bawah ini.
Tabel 2 Nilai GWP pada Second Assessment Report (SAR) yang Digunakan pada
Perhitungan Inventarisasi GRK
No. Gas GWP (CO2-e)
1 CO2 1
2 Methane (CH4) 21
3 Nitrous Oxide (N2O) 310
4 PFC-14 (CF4) 6,500
5 PFC-116 (C2F6) 9,200
6 Sulfur hexafluoride (SF6) 23,900
Adapun metodologi perhitungan emisi GRK pada masing-masing sektor diuraikan
sebagai berikut:
Metodologi Sektor Energi
Tingkat emisi GRK yang tercantum dalam inventarisasi sektor energi dihitung
menggunakan Tier 1 metode IPCC 2006 dengan nilai faktor emisi default dan data aktivitas
dalam unit energi (SBM, setara barel minyak) yang dikumpulkan dari Tabel Kesetimbangan
Energi (Energy Balance Table) pada Handbook of Energy and Economic Statistics of
Indonesia, yang dipublikasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(KESDM). Dalam menggunakan Tabel Kesetimbangan Energi (Energy Balance Table) agar
sesuai dengan kategori pada pedoman IPCC GL 2006 maka dilakukan pengklasifikasian
sebagaimana tersaji dalam Tabel 3.
Tabel 3 Pengklasifikasian kategori antara IPCC GL 2006 dan Tabel Kesetimbangan
Energi
Kategori IPCC 2006 Tabel Kesetimbangan Energi
(Energy Balance Table)
1A1a Main activity electricity and heat
production
2 e. Power plant
PLN
Non-PLN
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 10
Kategori IPCC 2006 Tabel Kesetimbangan Energi
(Energy Balance Table)
1A1b Petroleum refining 2 a. Refinery
2 b. LPG Plant
2 c. LNG Plant
3 a. During Transformation
3 b. Energy use / own use
1A1c Manufacture of solid fuels and other
energy industries
2 d. Coal Processing Plant
1A2 Manufacturing Industries and Construction 6 a. Industry
1A3 Transport 6 b. Transportation
1A4a Commercial/institutional 6 d. Commercial
1A4b Residential 6 c. Household
1A4c Other Sector 6 e. Other sector
1B1 Solid Fuel 1 a. Production/Coal
1B2a Oil 1 a. Production/Crude Oil
4 Final Energy Supply / LPG
1B2b Natural Gas 1 a. Production/Natural Gas
4 Final Energy Supply / LPG
Seperti yang tercantum dalam IPCC 2006 Guideline¸ emisi GRK dihitung
menggunakan kedua metoda, yaitu reference approach dan sectoral approach. Kedua
metoda sering menghasilkan hasil yang berbeda karena reference approach merupakan
pendekatan top-down dihitung menggunakan data agregat dari suplai energi primer
nasional, sementara sectoral approach merupakan pendekatan bottom-up dihitung
menggunakan data permintaan energi akhir, data transformasi energi, dan data terkait
fugitif. Perbedaan tingkat emisi GRK antara reference approach dan sectoral approach
biasanya tidak lebih dari 5%. Perbedaan ini sering dikarenakan oleh emisi fugitif GRK dan
stock change pada pengguna.
Metodologi Sektor IPPU
Estimasi nilai emisi Gas Rumah Kaca untuk sektor proses industri dan penggunaan
produk menggunakan metodologi yang tercantum pada pedoman IPCC 2006. Ada tiga Tier
dalam menghitung estimasi emisi GRK yaitu Tier 1, 2 dan 3. Menurut pohon keputusan
(decision tree) pada pedoman IPCC 2006, perhitungan emisi GRK untuk sektor proses
industri menggunakan Tier 1. Tier 1 memerlukan data aktifitas berupa data agregat statistik
produksi produk industri, jumlah penggunaan karbon, pelumas, lilin dan lain-lain secara
aktual dalam skala nasional. Pengumpulan data berdasarkan pada jenis industri yang pada
salah satu proses atau keseluruhan proses pembuatan produk mengemisikan atau
berpotensi mengemisikan gas rumah kaca.
Pengembangan menuju Tier 2 sudah dilakukan untuk industri semen, ammonia dan
alumunium. Ketiga industri tersebut sudah mengembangkan faktor emisi lokal spesifik untuk
industri mesin melalui penelitian dan proyek Clean Mechanism Development (CDM). Adanya
pengembangan nilai faktor emisi ini akan mengakibatkan kualitas perhitungan emisi semakin
baik sehingga penurunan emisi hingga 26% akan mudah tercapai. Pengembangan faktor
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 11
emisi juga dapat menurunkan nilai uncertainty untuk sistem inventarisasi sektor proses
industri dan penggunaan produk.
Mekanisme pengumpulan data dari stakeholder oleh Kementerian Perindustrian juga
sudah mulai dikembangkan. Proses perolehan data (periode pembaharuan data, dsb),
sumber data dan dokumen yang dibutuhkan diperlukan untuk mendapatkan kualitas data
yang baik terutama dalam meningkatkan akurasi serta meminimalkan tingkat ketidakpastian
atau uncertainty. Mekanisme data yang baik akan memberikan dampak kepada penurunan
nilai uncertainty untuk sektor proses industri dan penggunaan produk. Karena dalam proses
penilaian uncertainty selain sumber faktor emisi, sumber data memiliki nilai uncertainty
tertentu. Penurunan nilai uncertainty akan memberikan penilaian yang lebih tinggi bagi
keseluruahan sistem inventarisasi sehingga akan didapat kualitas inventarisasi yang lebih
baik.
Menurut Pedoman IPCC 2006 hasil estimasi emisi setiap parameter tersebut
memiliki unit Gg untuk parameter gasnya misalkan, Gg CO2, Gg CH4 dan Gg N2O. Untuk
keperluan pelaporan, maka perlu dikonversi satuan Gg CH4 dan Gg N2O menjadi Gg CO2
equivalen dengan mengalikan faktor konversi spesifik parameter dengan beban emisi yang
dihasilkan. Faktor konversi merupakan nilai GWP (Global Warming Potential) yang bernilai
21 untuk CH4 dan 310 untuk N2O. Beban emisi total adalah penjumlahan beban emisi dari
CO2, CH4 dan N2O dalam unit Gg CO2 equivalen.
Metodologi Sektor Pertanian
Peternakan
Emisi GRK dari peternakan yang disajikan dalam inventarisasi emisi GRKini
menggunakan Tier 2 metode IPCC-2006. Penggunaan Tier yang lebih tinggi ini didukung
adanya pembagian data aktivitas berdasarkan jenis kelas umur, dan factor emisi local
masing-masing jenis ternak. Estimasi emisi ternak ditentukan melalui perhitungan emisi
dengan mengalikan suatu data aktivitas (misalnya, jumlah populasi) dengan faktor emisi
lokal.
Perhitungan emisi terhadap kategori Emisi N2O langsung dan tidak langsung juga
menggunakan metodologi Tier 2 dengan data aktivitas populasi ternak berdasarkan kelas
umur, bobot ternak lokal namun dengan tambahan parameter mengenai sistem pengelolaan
limbah ternak yang diterapkan di Indonesia. Informasi mengenai sistem pengelolaan limbah
ini akan menentukan seberapa besar fraksi nitrogen yang terlepas ke atmosfer. Sejauh ini
belum pernah dilakukan survey terhadap porsi penggunaan sistem pengelolaan limbah
untuk masing-masing jenis ternak, untuk itu pada parameter ini dilakukan dengan penilaian
pakar (expert judgement).
Pertanian
Emisi GRK dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2 pada lahan dalam
inventarisasi emisi GRK diperkirakan menggunakan Tier 1 metode IPCC 2006 dengan nilai
faktor emisi default dan metode Tier 2 khusus untuk kategori budidaya padi sawah.
Emisi Non-CO2 dari biomas yang dibakar dibedakan dari pembakaran biomassa
pada lahan pertanian (cropland) dan pembakaran biomassa dari padang rumput (grass land)
dan perhitungannya dilakukan terpisah dengan menggunakan nilai faktor emisi default dari
IPCC (Tier 1).
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 12
Emisi dari aplikasi kapur pertanian dihitung dengan metodologi Tier 1 dengan data
aktifitas berupa konsumsi penggunaan kapur untuk pertanian. Kapur pertanian (dolomit)
umumnya digunakan pada perkebunan kelapa sawit, lahan kering masam dan tanah
gambut. Data konsumsi kapur diduga dari luas areal tanam dan dosis rekomendasi yang
digunakan karena data konsumsi kapur tidak tersedia. Dosis Dolomit yang umum digunakan
pada tanah sulfat masam adalah 2 ton/ha dan pada tanah gambut 0.5 ton/ha dan biasanya
diberikan 2 kali setahun pada musim hujan dan musim kemarau. Petani lahan kering pada
tanah masam umumnya tidak menggunakan kapur dalam budidaya tanaman karena kapur
sangat sulit didapatkan, sehingga diasumsikan hanya digunakan pada perkebunan besar
saja.
Emisi CO2 aplikasi pupuk urea dihitung dengan metodologi Tier 1 dengan data
aktifitas konsumsi pupuk urea pertanian. Jumlah pupuk urea yang digunakan dapat dihitung
melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan data konsumsi urea nasional untuk sektor
pertanian yang dikeluarkan oleh Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) atau
berdasarkan luas tanam dan dosis rekomendasi. Pupuk urea umumnya digunakan dalam
budidaya tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Dalam menghitung jumlah pupuk
tersebut digunakan beberapa asumsi agar jumlah pupuk urea yang dihitung sesuai dengan
penerapan di lapangan.
Emisi N2O dari tanah yang dikelola dihitung dari emisi langsung (direct N2O) dan
tidak langsung (indirect N2O) dengan metodologi Tier 1 menggunakan faktor emisi default
dari IPCC. Peningkatan N-tersedia dalam tanah meningkatkan proses nitrifikasi dan
denitrifikasi yang memproduksi N2O. Peningkatan N-tersedia dapat terjadi melalui
penambahan pupuk yang mengandung N atau perubahan penggunaan lahan dan atau
praktek-praktek pengelolaan yang menyebabkan mineralisasi N organik tanah.
Emisi CH4 dari budidaya padi sawah dihitung berdasarkan data aktifitas berupa luas
lahan persawahan, jenis tanah pada lahan persawahan, dan sistem pengairan yang
diterapkan. Metodologi yang digunakan untuk kategori ini sudah termasuk ke dalam Tier 2
karena faktor emisi dan beberapa parameter yang digunakan sudah dikembangkan sendiri
di Indonesia. Parameter lokal yang digunakan adalah faktor koreksi (correction factor) untuk
jenis tanah, faktor skala (scalling factor) untuk tiap jenis sistem pengairan. Faktor emisi lokal
telah dikembangkan untuk setiap varietas padi di Indonesia.
Emisi CH4 dihitung dengan mengalikan faktor emisi harian dengan lama budidaya
padi sawah dan luas panen.
Emisi metana dari budidaya padi dihitung dengan menggunakan faktor emisi yang
dirangkum dari nilai-nilai lokal sawah di Indonesia. Faktor emisi dari sawah Indonesia
berkisar antara 0,67-79,86 g CH4/m2/musim dengan nilai default rata-rata 160.9 kg
CH4/ha/musim. Faktor skala tanah dimodifikasi, karena beberapa penelitian yang dilakukan
di Indonesia menemukan bahwa sifat-sifat tanah yang berbeda diperoleh potensi yang
berbeda produksi CH4. Selain itu, faktor skala untuk rezim air dan varietas padi yang
digunakan adalah faktor skala lokal (country specific) seperti disajikan pada Tabel 4 dan 5.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 13
Tabel 4 Revisi Faktor Skala Jenis Tanah yang Berbeda dari Indonesia
Jenis Tanah SF Tanah Adjusted
Alfisols 0.84 (0.32-1.59)
Andosols 1.02
Entisols 1.02 (0.94-1.09)
Histosols 2.39 (0.92-3.86)
Inceptisols 1.12 (1.0-1.23)
Mollisols -
Oxisols 0.29 (0.1-0.47)
Ultisols 0.29
Vertisols 1.02 (0.94-1.09)
Tabel 5 Faktor Skala Yang Disesuaikan Dengan Ekosistem Padi Dan Tata Air
Indonesia
Kategori Sub Kategori SF (IPCC
Guidelines 1996)
Adjusted SF (based on current studies in
Indonesia)
Upland None 0
Lowland
Irrigated
Continuously Flooded 1.0 1.00
Intermittently Flooded
Single Aeration
0.5 (0.2-0.7) 0.46
(0.38-0.53) Multiple Aeration
0.2 (0.1-0.3)
Rainfed Flood Prone 0.8 (0.5-1.0) 0.49
(0.19-0.75) Drought Prone 0.4 (0-0.5)
Deep Water
Water Depth 50-100 cm
0.8 (0.6-1.0)
Water Depth < 50 cm 0.6 (0.5-0.8)
Tabel 6 Faktor Skala Untuk Varietas Padi Yang Berbeda Di Indonesia
No Variety Average emission
(kg/ha/session) SF
1 Gilirang 496.9 2.46
2 Aromatic 273.6 1.35
3 Tukad Unda 244.2 1.21
4 IR 72 223.2 1.10
6 Cisadane 204.6 1.01
5 IR 64* 202.3 1.00
7 Margasari 187.2 0.93
8 Cisantana 186.7 0.92
9 Tukad Petanu 157.8 0.78
10 Batang Anai 153.5 0.76
11 IR 36 147.5 0.73
12 Memberamo 146.2 0.72
13 Dodokan 145.6 0.72
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 14
No Variety Average emission
(kg/ha/session) SF
14 Way Apoburu 145.5 0.72
15 Muncul 127.0 0.63
16 Tukad Balian 115.6 0.57
17 Cisanggarung 115.2 0.57
18 Ciherang 114.8 0.57
19 Limboto 99.2 0.49
20 Wayrarem 91.6 0.45
21 Maros 73.9 0.37
22 Mendawak 255 1.26
23 Mekongga 234 1.16
24 IR42 269 1.33
25 Fatmawati 245 1.21
26 BP360 215 1.06
27 BP205 196 0.97
28 Hipa4 197 0.98
29 Hipa6 219 1.08
30 Rokan 308 1.52
31 Hipa 5 Ceva 323 1.60
32 Hipa 6 Jete 301 1.49
33 Inpari 1 271 1.34
34 Inpari 6 Jete 272 1.34
35 Inpari 9 Elo 359 1.77
36 Banyuasin 584.8 2.49
37 Batanghari 517.8 2.20
38 Siak Raya 235.2 1.00
39 Sei Lalan 152.6 0.65
40 Punggur 144.2 0.61
41 Indragiri 141.1 0.60
42 Air Tenggulang 140.0 0.60
43 Martapura 125.7 0.53
Berdasarkan berbagai data yang varietas yang digunakan oleh petani pada periode
2009-2011 (sekitar 70% dari total luas tanam padi), diketahui bahwa rata-rata terbobot skala
faktor untuk varietas padi di sawah dengan irigasi terus menerus adalah 0,74. Nilai ini
digunakan untuk memperkirakan emisi dari daerah irigasi dimana tidak ada informasi
tentang varietas padi. Untuk sawah non-irigasi, SF untuk varietas padi akan sama dengan
1,0, karena pengaruh kondisi air pada pengurangan emisi metana akan jauh lebih dominan
dibanding varietas. Dengan demikian pengaruh perubahan varietas dalam mengurangi emisi
tidak akan signifikan di daerah non-irigasi, sehingga SF yang digunakan adalah 1.0 untuk
daerah non-irigasi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).
Metodologi Sektor Kehutanan
Metodologi yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya adalah IPCC Guidelines 2006 (IPCC, 2006) dengan
mengkombinasikan faktor emisi country/site specific dan faktor emisi default IPCC.
Persamaan untuk menghitung perubahan stok karbon pada semua kategori penggunaan
lahan adalah sebagai berikut:
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 15
ΔC
AFOLU = ΔC
FL + ΔC
CL + ΔC
GL + ΔC
WL + ΔC
SL + ΔC
OL
Dimana ΔC = perubahan stok karbon; AFOLU = Agriculture, Forestry and Other Land Use;
FL = Forest Land; CL = Crop Land; GL = Grassland; WL = Wetlands; SL = Settlements; dan
OL = Other Land.
Estimasi perubahan stok karbon juga memperhatikan subdivisi dari area lahan
(seperti zona iklim, ecotype, management regime dll.) yang dipilih untuk sebuah kategori
penggunaan lahan:
ΔCLU
=∑ΔCLui
Dimana ΔCLU = perubahan stok karbon untuk sebuah kategori penggunaan lahan/land-use
(LU) seperti dijelaskan pada persamaan diatas; I = denotasi dari stratum spesifik atau
subdivisi dalam kategori penggunaan lahan (dengan kombinasi species, zona iklim, ecotype,
management regime dll.); dan I = 1 ke n.
Pada setiap kategori penggunaan lahan, perubahan stok karbon diestimasi dari 5
(lima) tampungan karbon dengan menjumlahkan perubahan pada semua tampungan karbon
seperti persamaan dibawah :
ΔC
Lui = ΔC
AB + ΔC
BB + ΔC
DW + ΔC
LI + ΔC
SO
Dimana ΔCLui = perubahan stok karbon untuk sebuah stratum dari sebuah kategori
penggunaan lahan; AB = above ground biomass; BB = below ground biomass; DW =
deadwood; LI = litter dan SO = soils.
Emisi dari dekomposisi lahan gambut dihitung untuk setiap kategori penggunaan
lahan pada lahan gambut dengan mengalikan luas area gambut dengan faktor emisi.
LLU Organic =∑(A•EF)
Dimana ΔCLU organic = Emisi CO2dari dekomposisi gambut dari suatu kategori penggunaan
lahan di lahan gambut; A = Luas area dari suatu kategori penggunaan lahan; dan EF =
Faktor emisi dekomposisi gambut untuk suatu kategori penggunaan lahan.
Emisi dari kebakaran lahan gambut dihitung dengan menggunakan pendekatan yang
dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyusun FREL
nasional. Persamaan untuk menghitung emisi dari kebakaran lahan gambut mengikuti IPCC
Wetlands Supplement 2013 (IPCC, 2013):
Lfire
= A x MB x CF X Gef
Dimana Lfire = emisi dari kebakaran lahan gambut; A = Luas area gambut yang terbakar; MB
= Massa bahan bakar yang tersedia untuk pembakaran; CF = Faktor pembakaran (nilai
default = 1.0); dan Gef = Faktor emisi.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 16
Luasan area gambut yang terbakar diestimasi berdasarkan data hotspot MODIS
dengan tingkat kepercayaan (confidence level) lebih dari 80%yang di overlay dengan peta
raster dengan 1 × 1 km grid (ukuran pixel). Hotspot yang berada dalam pixel mewakili
daerah yang terbakar sekitar 76,9% dari grid 1 × 1 km (yaitu 7.690 ha). Hal ini berlaku untuk
semua pixel terlepas dari jumlah hotspot yang ada didalam pixel tersebut (KLHK, 2016).
Massa bahan bakar yang tersedia untuk pembakaran (MB) diperkirakan dari
perkalian rata-rata kedalaman gambut terbakar (D) dan bulk density (BD) dengan
mengasumsikan bahwa gambut yang terbakar rata-rata pada kedalaman 0,33 m (Ballhorn
et.al, 2009) dan bulk density adalah 0.153 ton/m3 (Mulyani et.al., 2012). Faktor emisi (Gef)
dihitung secara tidak langsung dari kandungan karbon organic (Corg), atau setara Corgx 3,67.
Sehingga total emisi dari kebakaran lahan gambut dihitung dari perkalian luasan area
terbakar sebesar 923.1 ton CO2e/Ha.
Metodologi Sektor Limbah
Tingkat emisi GRK di sektor limbah bergantung pada jumlah sampah yang diolah,
karakteristik dan tipe pengolahannya. Emisi GRK yang dihitung juga bergantung pada
metode penghitungannya. Dalam laporan ini, sudah dilakukan perbaikan untuk
mengestimasi emisi GRK dari pengelolaan sampah di TPA yaitu dengan menggunakan
metode FOD (First Order Decay) yang merupakan perbaikan dari metode mass balance
yang digunakan pada pelaporan SNC. Selain itu nilai parameter lokal untuk komposisi
sampah dan kandungan bahan kering (dry matter content) juga telah digunakan dalam
estimasi penghitungan emisi menggunakan metode FOD. Perbaikan juga telah dilakukan
untuk estimasi emisi GRK dari limbah cair industri, untuk beberapa jenis industri sudah
menggunakan parameter yang didapatkan dari industri secara langsung seperti debit air
limbah, COD dan tipe pengolahan limbah yang digunakan.
2.2. METODOLOGI VERIFIKASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK
a. Kelembagaan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK
Pelaksana verifikasi capaian penurunan emisi GRK atas laporan pelaksanaan aksi
mitigasi dilakukan oleh Tim MRV yang dibentuk melalui SK Dirjen PPI Nomor SK.8/PPI-
IGAS/2015 tanggal 16 Oktober 2015.
Tim MRV ini berada dibawah tanggung jawab Direktur Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun Tim MRV ini
terdiri dari Tim Teknis yaitu unit kerja dibawah Dirjen PPI dan tenaga ahli. Dalam melakukan
verifikasi, tim MRV juga melibatkan tim teknis dari masing-masing sektor melalui focus group
discussion.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 17
Adapun skema MRV Nasional adalah sebagaimana skema berikut:
Gambar 2 Skema MRV Nasional
b. Metodologi Perhitungan Verifikasi
Metodologi Umum
Dalam melakukan perhitungan verifikasi atas hasil pemantauan rencana aksi yang
dilakukan oleh masing-masing sektor, tim verifikasi yang dibentuk melalui SK Dirjen Nomor
SK.8/PPI-IGAS/2015 tanggal 16 Oktober 2015 menggunakan metodologi sebagaimana
yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.72/Menlhk/Setjen/kum.1/12/2017
tanggal 29 Desember 2017 tentang Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan
Sumberdaya Perubahan Iklim.
Pelaksanaan verifikasi atas laporan pelaksanaan aksi mitigasi dilakukan dalam
beberapa tahapan, yaitu:
1. Pembentukan tim verifikator dan penjadwalan kegiatan verifikasi
2. Penyepakatan metode verifikasi oleh penanggung-jawab aksi dan verifikator, yang
meliputi:
a. Kaji dokumen (desk review)
Metode kaji dokumen dilakukan dalam dua tahap: (1) terhadap laporan pelaksanaan
aksi mitigasi perubahan iklim yang disampaikan oleh Penanggung Jawab Aksi
kepada verifikator dalam format laporan RAN-GRK; (2) terhadap data yang diperoleh
selama wawancara dengan para Penanggung Jawab aksi.
b. Wawancara (interview)
Wawancara dilakukan terhadap unit kerja terkait. Ruang lingkup wawancara terkait
sistem manajerial, metodologi dan detil data pendukung terkait pengukuran
penurunan emisi GRK, pendanaan, sistem pemantauan, dan dokumen penunjang
aksi.
Aspek Penilaian Verifikasi meliputi:
1. Cakupan verifikasi (baseline, data aktivitas, metode pemantauan, kuantitas penurunan
emisi/naiknya serapan emisi, kesesuaian dengan rencana mitigasi, sistem manajerial
dan pendanaan)
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 18
2. Penilaian kelengkapan data (struktur pelaksana aksi mitigasi, ketersediaan SOP,
ketersediaan dokumentasi)
3. Penilaian konsistensi, transparansi data
4. Penilaian akurasi data (penelusuran sumber data aktivitas, sumber data faktor emisi dan
paramater pendukung)
Pelaksanaan verifikasi capaian penurunan emisi GRK untuk masing-masing sektor
dilakukan metodologi perhitungan yang mengacu pada metodologi yang telah dibangun
pada masing-masing penanggung jawab aksi di kementerian teknis terkait, meliputi :
1. Sektor Energi dan Transportasi
a. Sektor Energi
Metodologi perhitungan untuk sektor energi yang dikembangkan oleh Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengikuti petunjuk dari Pedoman Umum
PEP, serta beberapa aksi mitigasi telah menggunakan metodologi dari UNFCCC,
seperti metodologi ACM0007 (Approved consolidated baseline and monitoring
methodology) yang digunakan di PLTGU Cogenerate.
Direktorat Konservasi, Ditjen EBTKE telah mempublikasikan dokumen Environmental
Support Programme Phase 3 (ESP3) yang mencakup model perhitungan,
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan aksi-aksi mitigasi perubahan iklim di
Kementerian ESDM.
b. Sektor Transportasi
Perhitungan Penurunan Emisi GRK menggunakan proyeksi jumlah populasi
kendaraan BaU, asumsi % penurunan berdasarkan pengalaman data di luar negeri
dan penyesuaian kondisi di Indonesia, dsb. Dengan menggunakan parameter
meliputi tingkat pengurangan emisi, wilayah pengaruh (urban/ non urban/ nasional),
jenis kendaraan yang terpengaruh (mobil, motor, bus, truk), tahun evaluasi.
Untuk metodologi perhitungan sektor transportasi digunakan oleh Kementerian
Perhubungan pada aksi mitigasi subsektor transportasi darat khususnya untuk aksi
mitigasi pembangunan ITS, reformasi sistem transit-BRT dan penerapan
pengendalian dampak lalu lintas (TIC) pada awalnya sudah berpedoman pada
Petunjuk Teknis Pengukuran, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) Pelaksanaan RAD GRK
kelompok bidang energi yang diterbitkan Bappenas. Pada aksi mitigasi subsektor
transportasi darat lainnya yaitu pembangunan Non Motorized Transport (NMT)
mengembangkan metode sendiri. Dalam perkembangannya karena data aktivitas
dari daerah belum terkomunikasikan dengan baik, maka dilakukan perhitungan
secara agregasi nasional (bukan local-based). Hal ini menyebabkan beberapa
parameter dilakukan rata-rata secara nasional.
Semua aksi mitigasi masuk dalam subsektor kereta api Kementerian Perhubungan
mengembangkan metode tersendiri. Metode tersebut ditetapkan oleh Ditjen
Perkeretaapian tahun 2011. Ada kajian yang mendukung perhitungan tersebut,
namun menggunakan market share pengalihan moda dari kendaraan pribadi ke
kereta api yang maksimal yaitu hampir 90%.
Sedangkan untuk aksi mitigasi yang tercakup dalam subsektor transportasi udara,
Kementerian Perhubungan mengacu pada metodologi ICAO. Sejak tahun 2013,
Ditjen Perhubungan Udara menghitung reduksi emisi dengan didampingi ICAO. Aksi
mitigasi emisi GRK yang dilakukan sub sektor transportasi laut perhitungan
mengikuti metode yang dikembangkan USEPA-ITF.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 19
2. Sektor IPPU
Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Petunjuk Teknis Perhitungan dan
Pelaporan emisi CO2 di industri semen, yang mengacu kepada metodologi WBCSD
yang sudah diakui oleh nasional dan internasional.
3. Sektor Pertanian
Verifikasi sektor pertanian dilakukan terhadap aksi/kegiatan mitigasi penurunan emisi
GRK yang dilakukan oleh Penanggung Jawab Aksi (Kementerian Pertanian).
Aksi/kegiatan mitigasi yang diverifikasi meliputi kegiatan: (1) Budidaya Padi Sawah
(SLPTT, SRI, Varietas Rendah Emisi), (2) UPPO (Unit Penggunaan Pupuk Organik) (3)
Batamas (Biogas Ternak Asal Masyarakat). Perhitungan capaian penurunan emisi GRK
sektor kehutanan mengacu pada metode IPCC 2006 melalui pendekatan penghitungan
emisi baseline (emisi sebelum dilakukan aksi/kegiatan mitigasi) dikurangi dengan emisi
aktualnya (emisi setelah dilakukan aksi/kegiatan mitigasi).
4. Sektor Kehutanan
Verifikasi sektor kehutanan dilakukan terhadap aksi/kegiatan mitigasi penurunan emisi
GRK yang dilakukan oleh Penanggung Jawab Aksi (Ditjen teknis lingkup KLHK dan
BRG). Aksi/kegiatan mitigasi yang diverifikasi meliputi kegiatan: (1) penurunan
deforestasi, (2) peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di
hutan alam (penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman, (3) rehabilitasi
lahan terdegradasi, (4) restorasi lahan gambut, dan (5) pengendalian peat fire
(kebakaran gambut). Perhitungan capaian penurunan emisi GRK sektor kehutanan
mengacu pada metode IPCC 2006 melalui pendekatan penghitungan emisi baseline
(emisi sebelum dilakukan aksi/kegiatan mitigasi) dikurangi dengan emisi aktualnya
(emisi setelah dilakukan aksi/kegiatan mitigasi).
5. Sektor Limbah
Perhitungan terhadap reduksi emisi GRK sektor limbah mengacu pada metode IPCC
2006, dengan pendekatan sebagai berikut:
a. Penentuan baseline, adalah kondisi pada saat sebelum dilaksanakan mitigasi
(business as usual). Kondisi tanpa mitigasi pada pengelolaan limbah adalah pada
saat gas rumah kaca (karbondioksida, metan dan dinitro-oksida) dihasilkan dari
limbah, dan tidak dilakukan pemanfaatan GRK tersebut atau tidak dilakukan
pencegahan lepasnya GRK ke atmosfer.
b. aktivitas aksi mitigasi pada bidang pengelolaan limbah padat domestik dengan
pengukuran langsung dan estimasi emisi
Adapun metodologi perhitungan emisi GRK pada masing-masing sektor diuraikan
sebagai berikut:
Metodologi Sektor Energi
Verifikasi yang dilakukan oleh tim verifikasi terhadap klaim penurunan emisi atas 13
aksi mitigasi sektor energi yang diajukan oleh Kementerian ESDM selaku penanggung
jawab aksi menggunakan metode tracking dan perhitungan atas data pendukung.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 20
Perhitungan pada masing-masing aksi adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Mandatori Manajemen Energi
Tracking dan perhitungan dilakukan atas laporan 120 perusahaan yang konsumsi energi
diatas 6000 TOE yang telah diinput dalam Sistem Pelaporan Online Manajemen Energi
(POME) pada tahun 2014 sampai tahun 2016.
Dalam perhitungan penurunan emisi GRK memperhatikan:
Penghematan penggunaan energi yang merupakan emiter GRK x faktor emisi sumber
energi, spesifik terhadap jenis sumber energi dan lokasi.
2. Penerapan Program Kemitraan Konservasi Energi
Dalam perhitungan penurunan emisi GRK memperhatikan:
Penghematan penggunaan energi yang merupakan emiter GRK x faktor emisi sumber
energi spesifik (jenis sumber energi dan lokasi).
3. Peningkatan Efisiensi Peralatan Rumah Tangga
Tracking dan perhitungan dilakukan terhadap penerapan label hemat energi pada lampu
CFL dengan memperhatikan jam operasional lampu yang menyala 8 jam per hari.
Dalam perhitungan penurunan emisi GRK memperhatikan:
Peningkatan efisiensi lampu x jam operasional per tahun x faktor emisi grid.
4. Penyediaan dan Pengelolaan EBT
Tracking dan perhitungan dilakukan terhadap penyediaan dan pengelolaan data
penurunan emisi untuk pembangunan PLTMH, PLTM, PLTS, PLT Biomasaa, PLT
Hybrid dan Desa Mandiri Energi oleh Menteri ESDM serta pembangunan PLTP oleh
swasta yang tidak masuk pasar karbon internasional.
Perhitungan penurunan emisi GRK dengan memperhatikan:
Jumlah jam operasional adalah 8760 jam x capacity factor
Capacity factor PLTMH = 70%, PLTS = 20%, PLT Bimoassa = 90%
Penurunan emisi didapat dari:
data terpasang x jumlah jam operasional per tahun x faktor emisi jaringan
ketenagalistrikan
5. Pemanfaatan Biogas
Tracking dan perhitungan dilakukan atas penurunan emisi GRK pada aksi Pemanfaatan
Biogas didapatkan dari pengurangan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan konversi
minyak tanah (baseline) ke biogas.
Perhitungan penurunan emisi GRK dilakukan dengan:
volume digester biogas x rasio substitusi minyak tanah oleh biogas x efisiensi digester.
6. Penggunaan gas alam sebaga bahan bakar kendaraan umum perkotaan
Perhitungan penurunan emisi GRK dilakukan dengan:
emisi gasoline – emisi gas alam.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 21
Dimana,
Emisi gas alam = konsumsi gas alam x faktor emisi
Emisi gasoline = konsumsi setara gasoline x faktor emisi
Faktor emisi menggunakan IPCC Guideline 2006
7. Peningkatan Sambungan Rumah yang Teraliri Gas Bumi melalui pipa (Jargas)
Perhitungan penurunan emisi GRK didapatkan melalui:
emisi minyak tanah (kerosene) – emisi gas.
Dimana,
Emisi gas = konsumsi gas x faktor emisi
Emisi minyak tanah = konsumsi setara minyak tanah x faktor emisi
Faktor emisi menggunakan IPCC Guideline 2006
8. Pemanfaatan Biodiesel
Tracking dan perhitungan dilakukan terhadap penurunan emisi dari penerapan
mandatori pemanfaatan biodiesel oleh Pertamina.
Penurunan emis GRK didapat dari:
Konsumsi biodiesel x faktor emisi
9. Reklamasi Pasca Tambang
Tracking dan perhitungan dilakukan atas klaim penurunan emisi GRK dilakukan oleh
penanggung jawab aksi, dimana menggunakan metode yang tercantum dalam IPCC
Guidelines 2006 yaitu: data aktivitas (luas lahan yang efektif reklamasi sebagai hutan
untuk serapan karbon) x faktor emisi (rata-rata serapan tahunan dalam satuan ton
CO2e/Ha).
Namun demikian, tracking atas referensi yang digunakan dalam “Kajian Investigasi dan
Mitigasi GRK pada Kegiatan Pertambangan” tahun 2010 oleh PT Nakarya Sembada,
bahwa faktor serapan emisi dari daerah reklamasi adalah 37,6 ton CO2/Ha, dari area
reklamasi yang berumur 1 tahun dengan jenis tanaman pioner (sengon, trembesi, gamal,
jabon, dll), perlu ditelusuri lebih lanjut.
10. Penerapan Inpres Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air
Tracking dan perhitungan dilakukan terhadap penurunan emisi GRK akibat penerapan
konservasi energi dibanguan Pemerintah dan BUMN berdasarkan mandat Inpres
tersebut.
Perhitungan penurunan emis GRK didapat melalui:
penghematan energi per tahun x faktor emisi grid
11. Ketenagalistrikan
Tracking dan perhitungan dilakukan atas penurunan emisi GRK pada Pembangunan
PLTA, Penggunaan Clean Coal Technology pada Pembangkit Listrikdan Penggunaan
Cogenaration pada Pembangkit Listrik.
Perhitungan penurunan emisi GRK didapat melalui:
Pembangunan PLTA : produksi listrik tahunan x faktor emisi pembangkitan pada
lokasi
PLTU CCT : penghematan batubara x faktor emisi batubara x NCV (nilai kalor
batubara)
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 22
Cogeneration : faktor emisi untuk operasional pembangkitan di open cycle x listrik
terproduksi pada open cycle + faktor emisi untuk listrik yang tergantikan oleh proyek
x listrik terproduksi aktual pada unit proyek – listrik terproduksi pada open cycle
(menggunakan metodologi CDMACM0007/versi 04)
12. Program konversi minyak tanah ke LPG
Tracking dan perhitungan dilakukan terhadap program konversi minyak tanah melalui
realisasi penggunaan tabung LPG 3 kg di seluruh Indonesia.
Perhitungan penurunan emisi GRK didapatkan melalui:
emisi minyak tanah – emisi LPG
dimana,
Emisi LPG : konsumsi LPG x faktor emisi
Emisi Minyak Tanah = konsumsi setara minyak tanah x faktor emisi
Faktor emisi menggunakan IPCC Guideline 2006
13. Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas (PJU Cerdas)
Perhitungan penurunan emisi GRK dengan cara:
Mitigasi : selisih produksi x faktor emisi listrik
Selisih produksi listrik : jumlah unit x (daya lampu terpasang baru-daya lampu terpasang
lama) x lama pemakaian setahun x loses
Verifikasi yang dilakukan oleh tim verifikasi terhadap klaim penurunan emisi atas aksi
mitigasi sektor energi, khususnya transportasi yang diajukan oleh Kementerian
Perhubungan menggunakan metode tracking dan perhitungan atas data pendukung.
Tracking dan perhitungan pada masing-masing aksi adalah sebagai berikut:
1. Sub Sektor Perhubungan Darat
ITS (Intelligent Transportation Systems)/ATCS
Perhitungan Penurunan Emisi GRK dengan cara:
rata2 konsumsi bahan bakar sebelum penerapan ITS – rata2 konsumsi bahan bakar
sesudah penerapan ITS) x (faktor emisi x total trip per tahun) / 1000
Penerapan pengendalian dampak lalu lintas (TIC)
Perhitungan Penurunan Emisi GRK dengan cara:
(konsumsi BBM kendaraan perkotaan/tahun) x (% reduksi emisi oleh rekomendasi
andalalin) x (% reduksi emisi oleh jaringan jalan) x FE CO2
Reformasi sistem transit – BRT
Jumlah Penurunan Emisi GRK dari BRT yaitu:
jumlah bus untuk BRT x faktor konversi x jumlah tahun program)/jumlah angkutan
umum x emisi CO2
Pelatihan dan sosialisasi smart driving
Penurunan emisi GRK dengan cara:
jumlah pengemudi peserta pelatihan smart driving x rata-rata hari operasi angkutan
x rata-rata trip/hari x operasional angkutan per hari x konsumsi bahan bakar per
hari x prosentase penurunan emisi x faktor emisi CO2
Membangun non motorized transport (NMT)
Rumus perhitungan penurunan emisi GRK sebagai berikut:
panjang NMT x jumlah pejalan kaki x faktor emisi CO2 x konsumsi bahan bakar
Pembinaan Pelayanan Angkutan Umum (Peremajaan Armada Angkutan Umum)
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 23
Jumlah armada angkutan umum yang diremajakan/jumlah total angkutan umum) x
jarak tempuhnya x % reduced CO2 emission x emisi CO2 oleh angkutan umum
tahun 2020
2. Sub Sektor Perhubungan Laut
Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi Sollar Cell
pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Metode perhitungan penurunan emisi GRK yaitu:
penggunaan BBM SBNP x faktor emisi
Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal Perintis)
Metode perhitungan penurunan emisi GRK yaitu:
Rata-rata daya Genset x Load Factor x FE CO2 x jam operasi setahun
3. Sub Sektor Perhubungan Udara
Metodologi perhitungan penurunan emisi GRK menggunakan ICAO Calculator
Peremajaan Armada Angkutan Udara
Armada pesawat udara bertambah 10%-15% tiap tahun dari tahun 2012-2018 untuk
penerbangan domestik dan 5% per tahun dimulai dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2017 untuk penerbangan internasional.
Penyempurnaan system dan prosedur pengoperasian serta perawatan pesawat
udara (Efisiensi Operasional Penerbangan)
Penggunaan biofuel untuk pesawat udara (dari 2018) dan GSE (15% dimulai tahun
2015)
Performance Base Navigation (PBN)
Mengembangkan sistem manajemen ruang udara melalui PBN (star-SID, RNP-10,
RNP-5, R-Nav-App)
Penghijauan Lingkungan Bandar udara
Implementasi eco airport
Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan
Pemanfaatan energi baru dan terbarukan dimulai tahun 2015 untuk fasilitas bandar
udara
Metodologi Sektor IPPU
Berikut metodologi perhitungan penurunan emisi GRK pada setiap aksi mitigasi yang
telah diklaim oleh Kementerian Perindustrian, sebagai berikut:
1. Penurunan Ratio Clinker
Perhitungan penurunan emisi GRK didapatkan melalui:
Reduksi Emisi = BAU kegiatan per tahun – Inventory kegiatan per tahun
BAU kegiatan per tahun = produksi cementitious x emission intensity calcination BAU
Inventory kegiatan per tahun = produksi cementitious x emission intensity calcination
Inventory
2. Pemanfaatan Bahan Bakar Alternatif dan Efisiensi Energi di Industri Semen
Perhitungan penurunan emisi GRK didapatkan melalui:
Reduksi Emisi = BAU kegiatan per tahun – Inventory kegiatan per tahun
Dimana,
BAU kegiatan per tahun = produksi cementitious x emission intensity fuel component
BAU
Inventory kegiatan per tahun = produksi cementitious x emission intensity fuel
component Inventory
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 24
Metodologi Sektor Pertanian
1. Budidaya Padi Sawah (SLPTT, SRI, Varietas Rendah Emisi)
Data aktivitas yang digunakan dalam kegiatan budidaya padi sawah adalah:
Luas panen
Varietas dan umur budidaya padi
Pengelolaan air selama budidaya padi sawah
Jenis dan jumlah bahan organik yang dikembalikan ke lahan sawah
Jenis tanah
Emisi metane dihitung dengan rumus sebagai berikut:
CH4 rice = A x t x (Efc x SFw x Sfo x SFr x SFs) x 10-6
Dimana:
CH4 rice : Emisi metane dari budidaya padi sawah
A : Luas panen padi sawah
T : Lama budidaya padi sawah untuk kondisi, hari
Efc : Faktor emisi baseline untuk padi sawah dengan
penggenangan terus menerus dan tanpa pengembalian
bahan organik
SFw : Faktor skala yang menjelaskan pengelolaan air selama
periode budi daya
Sfo : Faktor skala yang menjelaskan jneis dan jumlah
pengembalian bahan organik yang diterapkan pada periode
budidaya padi sawah
SFr : Faktor skala varietas padi sawah
SFs : Faktor skala jenis tanah.
2. UPPO (Unit Penggunaan Pupuk Organik)
Aksi mitigasi UPPO dihitung dengan mengaplikasikan pupuk organik dan pupuk subsidi
dengan asumsi pemupukan dilakukan sebesar 5 ton pupuk organik dan pupuk subsidi
setiap Ha lahan. Besarnya penurunuan emisi dari aksi mitigasi dilakukan dengan rumus:
C tanah = A X SOC x F LU X F mg x F1.
C tanah : Jumlah penambahan carbon dalam tanah
A : Luas lahan dengan penambahan pupuk
SOC Ref : Karbon tanah sebesar 47 ton C/Ha
F LU : faktor untuk long term management cultivated sebesar 0.48
F mg : Skala full tillage sebesar 1
F1. : High with manure sebesar 1,44
Penurunan emisi dihitung dengan menghitung perbedaan antara aksi mitigasi dengan
baseline dibagi 20 tahun. Selanjutnya dilakukan konversi satuan menjadi Juta Ton CO2e
dengan menggunakan Global Warming Potential yang hasil akhirnya berupa CO2e.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 25
Data aktivitas yang diperlukan untuk menghitung emisi dari aplikasi pupuk organik
adalah:
Jumlah pupuk urea yang digunakan sebelum aksi (baseline) dan sesudah aksi
mitagasi dalam ton
Jumlah pupuk organik yang digunakan, dalam ton
Dosis pupuk urea dan pupuk organik, dalam ton/ha.
3. Batamas (Biogas Ternak Asal Masyarakat)
Verifikasi terhadap aksi mitigasi Batamas dilakukan dengan menghitung emisi metane
dari pemanfaatan kotoran ternak untuk menghasilkan biogas dengan mengalikan jumlah
kotoran ternak dengan faktor emisi dengan rumus:
CH4 ternak = P ternak x % pembuangan x FE ternak.
Dimana:
CH4 ternak : Emisi GRK dari kotoran ternak kg CH4/tahun
P ternak : Populasi ternak
%
pembuangan
: Persentase populasi ternak yang kotorannya
dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas dalam
kegiatan mitigasi (%)
FE ternak : Faktor emisi CH4 kotoran ternak (kg CH4/ekor/tahun)
Metodologi Sektor Kehutanan
1. Penurunan deforestasi
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan penurunan deforestasi dilakukan
melalui pendekatan penghitungan dengan cara pengurangan tingkat rujukan emisi hutan
(TREH/FREL) dari deforestasi dengan emisi aktual dari deforestasi yang terjadi pada
tahun berjalan.
2. Peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan alam
(penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman.
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan peningkatan penerapan prinsip
pengelolaan hutan berkelanjutan dilakukan melalui pendekatan penghitungan dengan
cara pengurangan tingkat rujukan emisi hutan (TREH/FREL) dari degradasi hutan
dengan emisi aktual dari degradasi hutan yang terjadi pada tahun berjalan.
3. Rehabilitasi lahan terdegradasi
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan rehabilitasi lahan terdegradasi
dilakukan melalui pendekatan penghitungan dengan cara pengurangan emisi dari
tutupan lahan nonhutan yang menjadi hutan dengan emisi aktual dari tutupan lahan
berupa hutan yang berasal dari nonhutan pada tahun berjalan.
4. Restorasi lahan gambut
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan restorasi lahan gambut dilakukan
melalui pendekatan penghitungan dengan cara pengurangan tingkat rujukan emisi hutan
(TREH/FREL) dari dekomposisi gambut (peat decomposition) dengan emisi aktual dari
dekomposisi gambut (peat decomposition) pada tahun berjalan.
5. Pengendalian peat fire (kebakaran gambut)
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan pengendalian peat fire (kebakaran
gambut) dilakukan melalui pendekatan penghitungan emisi baseline dari peat fire
(kebakaran gambut) dengan emisi aktual dari dari peat fire (kebakaran gambut) pada
tahun berjalan.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 26
Metodologi Sektor Limbah
Perhitungan verifikasi atas penurunan emisi secara nasional pada sektor limbah
dilakukan atas aksi pengomposan dengan basis data ADIPURA. Memperhatikan
ketersediaan data, maka penghitungan dilakukan mulai dari tahun 2013 – 2015, sedangkan
hasil penghitungan tahun 2016 masih bersifat potensi untuk selanjutnya dilakukan verifikasi
(subject to verified). Penghitungan emisi GRK mempergunakan pendekatan metode dengan
rumus penghitungan sebagai berikut:
Emisi = Data Aktivitas x Faktor Emisi
Perhitungan aktivitas aksi mitigasi pada bidang pengelolaan limbah padat domestik
dengan melakukan pengukuran langsung dan estimasi emisi, sebagai berikut:
CH4 = komposting per tahun x faktor emisi / 365
Faktor emisi pengomposan = 4 ton CH4 per Ton Sampah, dengan:
Jumlah sampah masuk TPA per tahun dalam satuan Ton atau Giga Gram
Composting per tahun dalam bentuk jumlah kompos yang dihasilkan dari pelaksanaan
aksi mitigasi di lokasi TPA
Mitigasi metan dari komposting adalah penghindaran atau penurunan emisi gas metan
yang ditimbulkan oleh sampah apabila tidak dilakukan pengomposan.
Pemanfaatan metan per tahun dapat diperoleh dari pencatatan flowmeter gas metan,
sebagai bukti bahwa gas metan yang dihasilkan telah dimanfaatkan.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 27
BAB III HASIL INVENTARISASI GRK NASIONAL
3.1. PROFIL EMISI GRK NASIONAL
Hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca nasional menunjukkan tingkat emisi
GRK di tahun 2016 menjadi sebesar 1.514.949,8 GgCO2e, meningkat sebesar 507.219
GgCO2e dibanding tingkat emisi tahun 2000, atau mengalami peningkatan sebesar 2,9%
per tahun selama periode tahun 2000-2016. Untuk emisi pada Tahun 2016 masing-masing
kategori/sektor, adalah sebagai berikut:
1. Energi, sebesar 618.581 GgCO2e
2. Proses Industri dan Penggunaan Produk, sebesar 49.629 GgCO2e
3. Pertanian, sebesar 117.100 GgCO2e
4. Kehutanan dan Kebakaran Gambut, sebesar 631.725 GgCO2e.
5. Limbah, sebesar 97.915 GgCO2e
Profil emisi GRK selama periode 2000-2016 secara lebih lengkap digambarkan pada
grafik pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2016
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 2000-2016, terjadi
lonjakan emisi GRK Nasional pada tahun 2015 yang sebagian besar disebabkan emisi pada
kebakaran gambut (peat fire). Kategori LULUCF dan kebakaran gambut menyumbang emisi
sebesar 1.545.071 GgCO2e (terdiri dari 742.201 GgCO2e dari LULUCF dan 802.870
GgCO2e dari kebakaran gambut) dari total emisi pada tahun tersebut sebesar 2.452.505
GgCO2e. Sedangkan pada tahun 2016, emisi dari LULUCF dan kebakaran gambut dapat
ditekan masing-masing menjadi 541.457 GgCO2e dan 90.267 GgCO2e. Sedangkan emisi
pada sektor lainnya pada tahun 2015 dan 2016 mengalami perubahan
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 28
(peningkatan/penurunan) yang deltanya tidak terlalu besar terhadap total emisi pada tahun
dimaksud.
Emisi GRK Nasional secara detail pada masing-masing kategori/sektor dapat dilihat
pada Tabel di bawah ini.
Tabel 7 Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2016
Tahun Energi IPPU Pertanian LULUCF Peat Fire Limbah Total
(MTon CO2-e)
(MTon CO2-e)
(MTon CO2-e)
(MTon CO2-e)
(MTon CO2-e)
(MTon CO2-e) (MTon CO2-e)
2000 298 43 100 344 162 62 1,008
2001 328 48 98 329 51 64 919
2002 340 42 97 373 302 67 1,222
2003 350 41 99 329 132 70 1,021
2004 369 43 100 476 232 72 1,292
2005 373 42 102 440 259 74 1,290
2006 391 39 102 479 511 79 1,601
2007 387 36 106 554 63 80 1,225
2008 410 36 103 514 82 81 1,226
2009 399 38 108 621 300 85 1,550
2010 453 36 108 383 51 88 1,120
2011 489 36 109 427 189 93 1,343
2012 508 40 113 488 207 96 1,452
2013 545 39 112 402 205 100 1,404
2014 602 47 113 480 499 102 1,844
2015 652 49 111 742 803 95 2,453
2016 619 50 117 541 90 98 1,515
3.2 PROFIL EMISI SEKTORAL
Bab ini membahas rangkuman Inventarisasi GRK Nasional Indonesia tahun
2015 dan 2016. Inventarisasi GRK Nasional mencakup rincian emisi antropogenik
berdasarkan sumber dan resapan, yang dihitung menggunakan IPCC 2006
Guidelines (Gambar 4). Inventarisasi GRK nasional mencakup sektor-sektor
sebagai berikut: (a) energi, (b) proses industri dan penggunaan produk, (c)
pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya; dan (d) limbah.
Gambar 4 Kategori Utama Sumber Emisi GRK (IPCC-2006 GL)
GHGSources
1. Energy
2. IndustrialProcessesandProductUse(IPPU)
3. Agriculture,Forestry,andOtherLandUse(AFOLU)
4. Waste
5. Other
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 29
3.2.1 Sektor Energi a. Kategori Sumber Emisi GRK dari Sektor Energi
Kegiatan Pengadaan dan Penggunaan Energi merupakan salah satu sektor penting
dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK). Cakupan inventarisasi sektor energi
meliputi kegiatan pengadaan/penyediaan energi dan penggunaan energi.
Pengadaan/penyediaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi primer (misal minyak mentah,
batubara);
Konversi energi primer menjadi energi sekunder yaitu energi yang siap pakai
(konversi minyak mentah menjadi BBM di kilang minyak, konversi batubara
menjadi tenaga listrik di pembangkit tenaga listrik), dan
Kegiatan penyaluran dan distribusi energi.
Adapun penggunaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Penggunaan bahan bakar untuk peralatan tidak bergerak atau stasioner (di
industri, komersial, dan rumah tangga), dan
Peralatan yang bergerak (transportasi).
Berdasarkan buku panduan IPCC tahun 2006 sumber emisi sektor energi
dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu (a) pembakaran bahan bakar, (b) emisi
fugitif dari produksi bahan bakar, dan (c) kegiatan transportasi, injeksi, dan
penyimpanan CO2 (terkait Carbon Capture Storage-CCS). Oleh karena kegiatan CCS
belum dilaksanakan di Indonesia, hanya 2 sumber emisi (poin a dan b) saja yang
dibahas dalam laporan ini. Ruang lingkup sumber emisi GRK dari sektor energi dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Sumber Emisi GRK Dari Sektor Energi
A. Pembakaran Bahan Bakar
Emisi GRK yang berasal dari pembakaran bahan bakar termasuk emisi yang
dihasilkan oleh industri energi, manufaktur, industri (tidak termasuk konstruksi),
transportasi, dan sumber-sumber lainnya seperti rumah tangga, komersial, dan ACM
(Agriculture, Construction, and Mining), sebagaimana Gambar 6. Pembakaran bahan
bakar dari konstruksi tercakup di dalam sub sektor ACM (1A4 Other Sources). Pada
sub sektor ACM untuk pelaporan ini masih belum dapat dilakukan disagregasi data
Energy
1A.FuelCombus on
1B.Fugi veemissionsfromfuelsproduc on
1C.CO2TransportandStorage(relatedtoCCS)
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 30
untuk masing-masing komponen sub sektor tersebut, dan menjadi bagian dari rencana
perbaikan jangka panjang.
Gambar 6 Sub Kategori Sumber Emisi GRK Dari Kategori Pembakaran Bahan Bakar
Pembakaran Bahan Bakar di Industri Energi
Emisi GRK dari kategori ini mencakup semua emisi yang dihasilkan selama
pembakaran bahan bakar pada produksi listrik dan panas, industri minyak bumi, dan
manufaktur bahan bakar padat. Produksi listrik termasuk listrik yang dihasilkan oleh
PLN, pembangkit listrik mandiri, dan pembangkit listrik swasta. Emisi GRK yang
berasal dari produksi panas dan gabungan panas dan listrik, dimana biasanya terjadi di
industri, sudah dihitung sebagai emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada
industri manufaktur. Industri minyak bumi mencakup industri hulu migas, penyulingan
minyak, produksi LNG dan LPG.
Gambar 7 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Di Industri Energy
Pembakaran Bahan Bakar di Industri Manufaktur
Industri manufaktur mencakup semua jenis industri yang diketahui menggunakan
pembakaran bahan bakar sebagai sumber energinya. Sebetulnya hampir semua
industri masuk di dalam kategori ini. Di Indonesia, data konsumsi bahan bakar industri
dikumpulkan dari data penjualan bahan bakar ke industri-industri tersebut, dimana
merupakan data agregat. Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar di industri
manufaktur dihitung dari agregat data konsumsi bahan bakar tersebut. Hal yang perlu
menjadi catatan adalah emisi GRK dan pembakaran bahan bakar pada pertambangan
mineral dimasukkan ke dalam kategori ini. Bagaimanapun, GRK dari pembakaran
1A1EnergyIndustry
1A2ManufacturingIndustryandConstruc on
1A3Transporta on
1A4OtherSources:residen al,commerce,ACM
FuelCombus on
FuelCombus oninEnergyIndustry/
Producers
1A1aiElectricityGenera on(PLN,IPP,Cap ve)1A1aiiCombinedHeat&Power(CHP)1A1aiiiHeatPlant
1A1aElectricityandHeatProduc on
1A1bOilandGasIndustry(upstreamproduc on,oilrefining,LNGliquefac on,LPGproduc on)
1A1cManufactureofSolidFuels
1A1aElectricityandHeatProduc on
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 31
bahan bakar pada kegiatan pertambangan bahan bakar yang tercakup dalam ACM
akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.
Gambar 8 Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Pada Industri Manufaktur
Pembakaran Bahan Bakar Sektor Transportasi
Menurut panduan IPCC 2006 emisi dari sektor transportasi mencakup emisi yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar penerbangan sipil, transportasi darat, kereta
api, navigasi air, dan transportasi lainnya (jalur pipa dan off road). Emisi yang
dilaporkan pada inventarisasi kali ini menggunakan data konsumsi bahan bakar
agregat. Data konsumsi untuk sektor transportasi dikelompokkan sesuai jenis bahan
bakar. Sebagai contoh avgas dan avtur hanya digunakan pada penerbangan sipil,
maka emisi dari penerbangan sipil dapat dihitung dari data konsumsi avgas dan avtur.
Namun perhitungan emisi tersebut tidak dapat dibedakan antara penerbangan
domestik dan internasional karena data konsumsi yang ada merupakan data agregat
keduanya. Semua jenis bensin (RON 88, RON 92, RON 95, Bio-RON 88, dan Bio-RON
92) hanya digunakan untuk transportasi darat (mobil dan motor). Untuk bahan bakar
seperti gas dan solar, perhitungan emisi GRK tidak dapat dibedakan berdasarkan jenis
transportasi karena data konsumsi solar merupakan data agregat. Bahan bakar solar
termasuk diesel 51, ADO/HSD, IDO, MFO, dan Bio-solar. Transportasi bahan bakar
melalui jalur pipa seperti minyak dan gas serta transfer material industri sudah
termasuk dalam industri terkait.
Gambar 9 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bakar Sektor Transportasi
ManufacturingIndustryandConstruc on
1A2aIron&Steel1A2bNon-FerrousMetals1A2cChemicals1A2dPulp,PaperandPrint1A2eFoodProcessing,BeverageandTobacco1A2fNon-MetallicMinerals1A2gTransportEquipment1A2hMachinery1A2iMining(excludingfuels)andQuarrying1A2jWoodandWoodProducts1A2kConstruc on1A2lTex leandLeather1A2mNon-SpecifiedIndustry
1A3Transport
1A3aCivilAvia on
1A3bRoadTransport
1A3cRailways
1A3dWater-borneNaviga on
1A3eOtherTransport
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 32
Pembakaran Bahan Bakar Sektor Lainnya
Emisi GRK dari kategori ini mencakup pembakaran bahan bakar yang dihasilkan di
perumahan, komersial, dan ACM (Agriculture, Construction, and Mining). Emisi GRK
dari perumahan dan komersial dihasilkan dari pembakaran bahan bakar LPG, gas
pipa, dan minyak tanah. Emisi GRK dari ACM tidak dapat dibedakan sesuai dengan
sub sektor, yaitu pertanian (termasuk perikanan), konstruksi, dan tambang, tapi dapat
dibedakan berdasarkan jenis bahan bakar. Bensin, ADO, dan minyak tanah digunakan
pada peralatan bergerak di kegiatan pertanian termasuk perikanan. Minyak bakar
digunakan pada aktivitas perikanan. ADO dan IDO digunakan di sub sektor tambang
dan konstruksi.
B. Emisi Fugitif dari Produksi Bahan Bakar
Emisi fugitive dari produksi bahan bakar hanya termasuk gas CH4 yang dihasilkan
dari fasilitas produksi migas (hulu), penyulingan dan proses, dan distribusi. Semua
pertambangan batu bara Indonesia merupakan tambang terbuka (permukaan), oleh
karena itu emisi fugitive dari pertambangan batu bara hanya mencakup emisi selama
kegiatan pertambangan.
Gambar 10 Cakupan Emisi Fugitive Dari Produksi Bahan Bakar
b. Jenis Gas
Berdasarkan Pedoman IPCC GL 2006 gas rumah kaca yang diestimasi dalam sektor
energi adalah CO2, CH4 dan N2O.
c. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan meliputi emisi GRK yang dihasilkan pada tahun
2000 sampai 2016.
d. Sumber Data
Semua data dan informasi terkait inventarisasi emisi GRK sektor energi dikumpulkan
dari satu sumber, yaitu Tabel Kesetimbangan Energi dalam Handbook of Energy and
Economic Statistics of Indonesia tahun 2017 yang diterbitkan oleh Pusdatin,
Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM). Data dari tabel kesetimbangan energi
berupa data konsumsi bahan bakar pada suatu kategori, produk yang dihasilkan dari
1BFugi veemissions
1B1SolidFuels
1B2OilandNat.Gas
1B3Otheremissionsfromenergyproduc on
1B1aCoalMiningandHandling1B1bSpontaneouscombus on
1B2aOil1B2bNat.gas
1B2aiVen ng1B2aiiFlaring1B2aiiiAllother
1B1aiUndergroundmines1B2aiiSurfacemines1B2aiiiAllother
1B2biVen ng1B2biiFlaring1B2biiiAllother
1B1aCoalMiningandHandling
1B1aii1Mining1B2aii2PostMining
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 33
kategori tersebut dan data transformasi energi. Unit data aktivitas dalam Tabel
Kesetimbangan Energi adalah BOE sehingga menurut pedoman IPCC GL 2006 perlu
dikonversi terlebih dahulu menjadi Kiloliter atau Ton dengan faktor konversi yang
tersedia dalam Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia.
e. Perhitungan Emisi GRK
Emisi pada sektor energi menggunakan 2 pendekatan:
1. Sektoral approach: pendekatan konsumsi energi (berdasarkan data penggunaan
energi)
2. Refference approach: pendekatan produksi energi (berdasarkan jenis bahan bakar
yang diproduksi dan digunakan)
Sectoral Approach: Tingkat Emisi GRK berdasarkan Sektor
Emisi GRK sektoral dari kegiatan energi selama periode 2000-2016 terangkum pada
Tabel 8 di bawah ini. Sedangkan rincian pada masing-masing sub kategori pada sektor
energy tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.
Tabel 8 Emisi GRK Dari Kegiatan Energi Tahun 2000-2016
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
EMISI
(MTon
CO2e) 298 328 340 350 369 373 391 387 410 399 453 489 508 545 602 652 619
Tabel 9 Emisi GRK Per Subkategori Sektor Energi Tahun 2015
Code Categories
2015
CO2 CH4 N2O Total
GgCO2 GgCH4 GgN2O Gg CO2eq
1 Energy
618.477 1.311
20 652.077
1.A Fuel Combustion
612.316 536
20 629.627
1.A.1 Energy Industries 240.106 4
3
241.089
1.A.1.a Main activity electricity and heat production
225.758 3
3 226.726
1.A.1.b Petroleum refining
14.315 0
0 14.329
1.A.1.c Coal Processing
33 0
0
33
1.A.2 Manufacturing Industries and Construction
205.074 26
4 206.775
1.A.3 Transport
136.396 37
7 139.203
1.A.4 Other Sectors
23.488 468
6 35.269
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 34
Code Categories
2015
CO2 CH4 N2O Total
GgCO2 GgCH4 GgN2O Gg CO2eq
1.A.4.a Commercial/Institutional
2.480 3
0 2.549
1.A.4.b Residential
21.008 466
6 32.720
1.A.5 Other
7.252 1
0 7.291
1.B Fugitive emissions 6.162 775
0
22.449
1.B.1 Solid Fuels - 107
-
2.238
1.B.1.a Underground coal mining
-
1.B.1.b Surface coal mining - 107 2.238
1.B.2 Oil and Natural Gas 6.162 668
0
20.211
1.B.2.a Oil
2.082 513
0 12.860
1.B.2.b Natural gas 4.080 156 0 7.351
Tabel 10 Emisi GRK Per Subkategori Sektor Energi Tahun 2016
Code Categories
2016
CO2 CH4 N2O Total
GgCO2 GgCH4 GgN2O Gg CO2eq
1 Energy
588.713 1.274
10 618.581
1.A Fuel Combustion
580.787 54
10 585.010
1.A.1 Energy Industries 246.407 3
3
247.418
1.A.1.a Main activity electricity and heat production
230.941 3
3 231.937
1.A.1.b Petroleum refining
15.394 0
0 15.409
1.A.1.c Coal Processing
71 0
0
71
1.A.2 Manufacturing Industries and Construction
201.972 18
3 203.188
1.A.3 Transport
99.778 29
4 101.666
1.A.4 Other Sectors
24.254 2
0 24.316
1.A.4.a Commercial/Institutional
2.817 0
0 2.829
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 35
Code Categories
2016
CO2 CH4 N2O Total
GgCO2 GgCH4 GgN2O Gg CO2eq
1.A.4.b Residential
21.437 2
0 21.487
1.A.5 Other
8.376 1
0 8.421
1.B Fugitive emissions 7.926 1.220
0
33.571
1.B.1 Solid Fuels - 105
-
2.212
1.B.1.a Underground coal mining
-
1.B.1.b Surface coal mining - 105 2.212
1.B.2 Oil and Natural Gas 7.926 1.115
0
31.359
1.B.2.a Oil
1.952 481
0 12.056
1.B.2.b Natural gas 5.974 634 0 19.303
Tabel 9 dan 10 juga menunjukkan bahwa emisi GRK yang dihasilkan dari sektor
energi di Indonesia didominasi oleh CO2. Hal ini berkorelasi positif dengan sumber
emisi pada sektor energy yang didominasi oleh emisi GRK dari pembakaran bahan
bakar (Gambar 11). Data pada Tabel 9 dan 10 serta Gambar 11 menunjukkan bahwa
pembakaran bahan bakar baik untuk pembangkit listrik, industri, transportasi, dll (area
biru) menyumbangkan emisi GRK sekitar 94%-97% dari total emisi sector energy.
Sedangkan emisi yang berasal dari fugitives (area merah), yakni emisi yang secara
tidak sengaja terlepas pada saat pembakaran bahan bakar, sangat kecil dibandingkan
emisi akibat pembakaran bahan bakar itu sendiri.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 36
Gambar 11 Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Sumber Tahun 2000 – 2016
Kecenderungan emisi sektor energi meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan
peningkatan kebutuhan dan penggunaan energi (Gambar 12). Sepanjang kurun waktu
Tahun 2000-2016 dapat dilihat bahwa penggunaan energi pada industri energi
(termasuk didalamnya penggunaan bahan bakar pada pembangkit listrik dan panas,
kilang minyak, dan proses batu bara) merupakan penyumbang emisi terbesar pada
sector energy, yang diikuti oleh penggunaan energi pada manufaktur pada urutan
kedua, serta penggunaan bahan bakar untuk transportasi pada urutan ketiga.
Namun pada tahun 2016 terjadi penurunan emisi sektor energi, yang disebabkan:
- penurunan emisi transportasi akibat pergeseran penggunaan bahan bakar fossil ke
biofuel, dimana sebelumnya menggunakan 139.203 MBOE menjadi 101.666
MBOE pada tahun 2016.
- Penggunaan bahan bakar fossil pada tahun 2015 sebesar 287.356 MBOE dan
turun menjadi 235.396 MBOE tahun 2016, dan berimplikasi terhadap peningkatan
penggunaan energi pada biofuel dari 19.596 MBOE menjadi 67.628 MBOE tahun
2016.
- Penurunan emisi pada residential antara lain akibat program lampu hemat energi,
dari penggunaan energi sebesar 32.720 MBOE menjadi 21.487 MBOE.
-
100
200
300
400
500
600
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ggram CO2-e
Thousands
1.B Fugitives 1.A Fuel Combustions
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 37
Gambar 12 Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Kegiatan Sub Sektor
Tahun 2000 – 2016
Refference Approach: Tingkat Emisi GRK berdasarkan Jenis Bahan Bakar
Emisi GRK sector energy berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan dapat dilihat
pada Gambar 13. Pada gambar tersebut terlihat adanya kecenderungan peningkatan
bahan bakar pada yang signifikan dari tahun ke tahun sejak tahun 2000, sedangkan
bahan bakar gas dan cair tidak menunjukkan tren peningkatan/penurunan yang
signifikan. Tren perkembangan emisi GRK ini berhubungan dengan pola suplai bahan
bakar negara.
Gambar 13 Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Bahan Bakar
Tahun 2000-2016
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1.B.2 Fugtives Oil&Gas Up-stream
1.B.1 Fugitives Solid Fuels Mining
1.A.5 Non-Specified
1.A.4.B Residential
1.A.4.A Commercial
1.A.3 Transportation
1.A.2 Manufacturer
1.A.1.c Coal Processing
1.A.1.b Oil and Gas Refineries
1.A.1.a Electricity Generation
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
GgCO
2-e
MBO
E
GasFuels SolidFuels LiquidFuels GasFuelsEmission SolidFuelsEmission LiquidFuelsEmission
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 38
Perbandingan antara Reference dan Sectoral Approaches dalam Perhitungan
Tingkat Emisi CO2
Hasil perhitungan emisi GRK menunjukkan bahwa perhitungan CO2 menggunakan
sectoral approach sedikit lebih tinggi dari hasil perhitungan reference approach
disebabkan oleh adanya emisi fugitive (Tabel 11), namun tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dalam perhitungan keduanya.
Tabel 11 Perhitungan Emisi GRK Sektor Energi Menggunakan Metoda Reference
Dan Sectoral Approach, Gg CO2-e
Metode dan Sumber Emisi Emission (Gg CO2e)
2000 2015 2016
Metode: Refference Approach
1. Liquid Fuels 155.515
184.990
182.945
2. Solid Fuels 52.998
328.483
338.310
3. Gas Fuels 67.748
91.221
96.536
Total Refference Approach 276.262
604.694
617.792
Metode: Sectoral Approach
1.A Fuel Combustion 269.009
629.627
585.010
1.B Fugitives 29.404
22.449
33.571
Total Sectoral Approach 298.412
652.077
618.581
f. Sumber Emisi Kunci
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kategori kunci sumber emisi
pada sector energy pada tahun 2015 dan 2016 adalah energy industry (penggunaan
bahan bakart pada pembangkit listrik dan panas, kilang minyak, dan proses batubara),
yang diikuti oleh penggunaan bahan bakar pada manufaktur, dan selanjutnya
transportasi. Besaran emisi lebih detailnya pada kategori kunci tersebut pada tahun
2015 dan 2016 dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 39
Tabel 12 Sumber Emisi Kunci Sektor Energi Tahun 2015
Code Category Total GHG
Emissions 2015
1.A.1.a Main activity electricity and heat production 226.726
1.A.2 Manufacturing industries and construction 206.775
1.A.3 Transport 139.203
Tabel 13 Sumber Emisi Kunci Sektor Energi Tahun 2016
Code Category Total GHG
Emissions 2016
1.A.1.a Main activity electricity and heat production 231.937
1.A.2 Manufacturing industries and construction 203.188
1.A.3 Transport 101.666
3.2 2 Sektor IPPU
a. Kategori Sumber Emisi
Emisi gas rumah kaca dari sektor industri mencakup CO2, CH4, N2O dan
perfluorokarbon (PFC) dalam bentuk CF4 dan C2F6. Emisi yang dihasilkan, terutama
CO2, sebagian besar berasal dari penggunaan energi dan kegiatan proses produksi.
Pada bab ini pembahasan hanya mencakup emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses
produksi, sedangkan untuk emisi yang berasal dari penggunaan energi dibahas pada
sektor energi.
Berbagai macam sumber emisi GRK dari industri di Indonesia diklasifikasikan
berdasarkan tipe industri. Berdasarkan IPCC GL 2006, tipe industri dikelompokkan
menjadi industri mineral, kimia, logam, penggunaan produk bahan bakar non-energi
dan pelarut, elektronik dan lain-lain. Dalam laporan ini kegiatan inventarisasi GRK
hanya mencakup emisi dari (i) produksi mineral, seperti semen, kapur, kaca/gelas dan
proses lain penggunaan karbonat (keramik dan penggunaan soda abu), (ii) produksi
kimia, seperti ammonia, asam nitrat, karbida, dan petrokimia (methanol, etilen, etilen
diklorida, dan carbon black), (iii) produski logam (besi dan baja, alumunium, timbal, dan
seng), (iv) penggunaan produk bahan bakar non-energi dan pelarut (pelumas dan lilin
parafin) dan (v) lain-lain yaitu penggunaan karbonat untuk industri pulp dan kertas
serta industri makanan dan minuman.
Emisi GRK dari kegiatan produksi kimia (seperti asam adipat, kaprolaktan, glyoxal,
titanium oksida dan industri soda abu) tidak termasuk dalam cakupan inventarisasi
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 40
GRK karena industri tersebut tidak beroperasi di Indonesia. Selain itu, sumber emisi
GRK dari industri ferroalloy, elektronik dan produk manufaktur lainnya (pelarut dan
penggunaan produk lain) juga tidak dihitung lagi karena sulit untuk mendapatkan data.
Gambar 14 Sumber Emisi Dari Sektor IPPU
Saat ini, emisi dari kegiatan proses industri elektronik tidak diestimasi karena data
yang tersedia merupakan data agregat antara industri yang merupakan sumber emisi
GRK dan yang tidak menghasilkan emisi, seperti industri perakitan. Sedangkan untuk
emisi GRK terkait penggunaan bahan pengganti Ozone Depleting Substances (ODS)
juga sulit untuk diestimasi karena data stok ODS tidak tersedia. Walaupun data impor
ODS dapat dilacak tetapi jumlah penggunaannya tidak dapat diketahui. Saat ini
pemerintah sedang mencatat data impor bahan pengganti ODS dimana data tersebut
dapat digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi penurunan emisi GRK tetapi tetap
saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan inventarisasi GRK.
Industri Mineral
Emisi dari industri mineral mencakup emisi terkait kegiatan proses kimia dalam industri
semen (produksi klinker), kapur, kaca/gelas dan industri yang menggunakan karbonat
dalam prosesnya. Gambar 15 memperlihatkan cakupan sumber emisi GRK dari
industri mineral yang dilaporkan dalam dokumen ini. Untuk penggunaan karbonat pada
produksi non-metallurgical magnesia dan other tidak diestimasi karena tidak digunakan
di Indonesia.
2AMineralIndustry2BChemicalIndustry2CMetalIndustry2DNon-EnergyProductsfromFuelsandSolventUse2EElectronicIndustry2FProductUsesasSubs tutesforOzoneDeple ngSubstances2GOtherProductManufactureandUse2HOthers(pulppaper,F/B,etc.)
2IndustrialProcessesandProductUse
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 41
Gambar 15 Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Mineral
Industri Kimia
Mengacu pada Pedoman IPCC 2006, proses produksi di industri kimia yang tercakup
dalam inventarisasi GRK adalah amonia, asam nitrat, karbida, asam adipat,
kaprolaktam, glioksal, dan asam glioksilat, titanium dioksida, produksi soda abu alami,
dan petrokimia (metanol, etilen, etilen diklorida, dan karbon hitam). Namun untuk
beberapa jenis industri seperti asam adipat, kaprolaktam, glioksal, asam glioksilat,
titanium dioksida, dan industri soda abu tidak dilakukan estimasi emisi GRK karena
industry tersebut tidak ada di Indonesia. Untuk saat ini keberadaan dan penggunaan
produk-produk tersebut berasal dari impor. Estimasi emisi GRK dari jenis industri kimia
yang dibahas dalam laporan ini terbatas pada industri yang berada di Indonesia dan
ketersediaan data-data yang diperlukan. Industri tersebut antara lain: industri amonia,
asam nitrat, karbida, metanol, etilen, etilen diklorida, dan karbon hitam (lihat Gambar
16 dan 17).
Gambar 16 Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Kimia
2A1Cement2A2LimeProduc on2A3GlassProduc on2A4OtherProcessUsesofCarbonates2A5Other
2AMineralIndustry 2A4aCeramics
2A4bOtherUsesofSodaAsh2A4cNonMetallurgicalMagnesiaProduc on2A4dOther
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 42
Gambar 17 Cakupan Sumber Emisi sektor IPPU dari Produksi Petrokimia dan
Carbon Black
Industri Logam
Berdasarkan Pedoman IPCC 2006, industri logam mencakup jenis-jenis industri seperti
besi & baja, ferroalloy, alumunium, magnesium, timbal dan seng (Gambar 18). Namun
dalam laporan ini, estimasi emisi pada inventarisasi GRK dari industri logam hanya
kegiatan produksi besi & baja, alumunium, timbal dan seng. Hal ini dikarenakan belum
tersedianya data untuk industri tersebut.
Gambar 18 Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Logam
Penggunaan Produk Non-Energi dan Pelarut
Penggunaan produk yang yang termasuk dalam kategori ini mencakup pelumas,
lilin/parafin dan pelarut. Gambar dibawah memperlihatkan lingkup sumber emisi GRK
dari penggunaan produk yang dibahas dalam laporan ini.
2B8aMethanol2B8bEthylene2B8cEthyleneDichlorideandVCM2B8dEthyleneDioxide2B8eAcrylonitrile2B8fCarbonBlack
2B8PetrochemicalandCarbonBlackProduc on
2C1IronandSteelProduc on2C2FerroalloysProduc on2C3AluminumProduc on2C4MagnesiumProduc on2C5LeadProduc on2C6ZincProduc on2C7Other
2CMetalIndustry
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 43
Gambar 19 Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Produk Non-Energi Dan
Pelarut
Industri Lainnya
Emisi GRK dari kategori industri lainnya mencakup emisi terkait penggunaan karbonat
selama kegiatan produksi pada industri pulp/kertas dan makanan/minuman. Dalam
industri pulp/kertas, karbonat digunakan pada proses lime kiln dan proses make-up
bahan kimia untuk proses lime kiln. Walaupun jumlah penggunaan karbonat tersebut
tidak signifikan, proses tersebut tetap akan melepaskan emisi GRK ke atmosfer.
Gambar 20 Cakupan Emisi GRK Dari Kategori Industri Lain
b. Jenis Gas
Tipe emisi GRK dari sektor IPPU mencakup CO2, CH4, N2O, HFC, per-fluorocarbon
(PFCs), dan SF6. Pada sektor industri, CO2 biasanya dilepaskan dari kegiatan
pembakaran bahan bakar. Pada beberapa industri, emisi juga dihasilkan selama
proses produksi dan penggunaan produk. Berdasarkan IPCC GL 2006, emisi GRK dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak dilaporkan dalam kategori IPPU karena
sudah tercakup dalam kategori energi. Oleh karena itu pada bab ini hanya dibahas
emisi GRK dari kegiatan proses industri dan penggunaan produk saja.
c. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam dokumen ini mencakup emisi GRK yang
dihasilkan dari tahun 2000-2016.
2D1 Lubricant Use
2D2 Paraffin Wax Use
2D3 Solvent Use
2D4 Other
2DNon-EnergyProductsfromFuelsandSolventUse
2H1PulpandPaperIndustry2H2FoodandBeveragesIndustry2H3Others
2HOther
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 44
d. Sumber Data
Data dan informasi terkait inventarisasi GRK sektor IPPU diperoleh dari PPIHLH,
Kementerian Perindustrian, dokumen Statistik Industri diterbitkan oleh BPS, dan
handbook of energy yang diterbitkan Kementerian ESDM. Perlu diperhatikan bahwa
seluruh data kegiatan industri telah dikonsolidasi dan diverifikasi melalui beberapa
rangkaian pertemuan dan diskusi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Tabel 14 Sumber Data dan Dokumen yang Digunakan untuk Setiap Kategori IPPU
Kode Kategori Sumber data/dokumen
Mineral
2A1 Semen Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melalui
PPIHLH Kemenperin
2A2 Kapur Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2A3 Kaca
2A4 Proses Lain Penggunaan Karbonat:
2A4a Keramik Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2A4b Penggunaan lain soda abu
Kimia
2B1 Amonia PPIHLH Kementerian Perindustrian
2B2 Asam Nitrat
2B5 Karbida PPIHLH Kementerian Perindustrian dan
Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2B8 Petrokimia dan Carbon Black:
2B8a Metanol
PPIHLH Kementerian Perindustrian 2B8b Etilen
2B8c Etilen Diklorida dan VCM
2B8f Carbon Black Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
Logam
2C1 Besi dan baja PPIHLH Kementerian Perindustrian
2C3 Aluminium
2C5 Timbal Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC dan
PPIHLH Kementerian Perindustrian 2C6 Seng
Penggunaan Produk Bahan Bakar Non-Energi dan Pelarut
2D1 Penggunaan Pelumas Handbook of Energy, Kementerian ESDM
2D2 Penggunaan Lilin Parafin
Lain-lain
2H1 Pulp dan Kertas Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2H2 Makanan dan Minuman
Beberapa data diperoleh langsung dari Kementrian Perindustrian seperti data jumlah
produksi klinker, amonia, asam nitrat, karbida, metanol, etilen, etilen diklorida dan
carbon black. Dari Industri logam, data produksi besi dan baja dan alumunium juga
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 45
diperoleh dari Kementrian Perindustrian. Untuk kategori penggunaan pelumas dan lilin
parafin diperoleh dari Handbook of Energy Kementrian ESDM. Sedangkan untuk data
lainnya diperoleh dari dokumen Statistik Industri Manufaktur BPS melalui penelusuran
kode Industrial Standard International Classification (ISIC) untuk semua tipe produksi
dari jenis industri yang termasuk diatas.
e. Perhitungan Emisi GRK
Emisi GRK sektoral dari IPPU selama periode 2000-2016 terangkum pada Tabel 15 di
bawah ini. Sedangkan rincian pada masing-masing sub kategori pada sektor IPPU
tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 15 Emisi GRK Dari Sektor IPPU Tahun 2000-2016
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
EMISI
(MTon
CO2e) 43 48 42 41 43 42 39 36 36 38 36 36 40 39 47 49 50
Tabel 16 Emisi GRK Per Subkategori Sektor IPPU Tahun 2015 dan 2016
Code Categories
Emisi 2015 Emisi 2016
(Gg CO2e) (Gg CO2e)
Mineral
2.A.1 Cement 24.558 28.710
2.A.2 Lime 124 124
2.A.3 Glass 2 2
2.A.4.a Ceramics 1,1 1,1
2.A.4.b Other Uses of Soda Ash 2.316 2.316
Chemical
2.B.1 Ammonia 7.854 7.395
2.B.2 Nitric Acid 1.029 1.123
2.B.5 Carbide 24 24
2.B.8.a Methanol 279 292
2.B.8.b Ethylene 784 1.783
2.B.8.c Ethylene Dichloride and VCM 219 400
2.B.8.f Carbon Black 208 219
Metal
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 46
Code Categories
Emisi 2015 Emisi 2016
(Gg CO2e) (Gg CO2e)
2.C.1 Iron and Steel 4.917 862
2.C.3 Aluminium 462 441
2.C.5 Lead 74 74
2.C.6 Zinc 69 69
Non-Energy Products from Fuels and Solvent Use
2.D.1 Lubricant Use 211 211
2.D.2 Paraffin Wax Use 3.536 3.536
Others
2.H.1 Pulp and Paper Industry 84 132
2.H.2 Food and Beverages Industry 1.915,76 1.915,76
TOTAL 48.665 49.629
Dari tabel dapat dilihat bahwa secara keseluruhan terjadi kecenderungan penurunan emisi GRK sektor IPPU dari tahun 2000-2007, namun kemudian meningkat kembali hingga tahun 2016. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 21. Komposisi emisi pada setiap subkategori sektor IPPU (Gambar 22 dan 23) menunjukkan bahwa pada 2 tahun terakhir, lebih dari separuh emisi dari sektor energi berasal dari industri semen, yang diikuti oleh industri ammonia pada urutan kedua.
Gambar 21 Tingkat Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2000-2016
0
10000
20000
30000
40000
50000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ggram
CO2-e
Ceramics
FoodandBeveragesIndustry
Zinc
Carbide
Glass
PulpandPaperIndustry
Lead
Lime
CarbonBlack
LubricantUse
OtherUsesofSodaAsh
EthyleneDichlorideandVCM
Methanol
Aluminium
NitricAcid
Ethylene
ParaffinWaxUse
IronandSteel
Ammonia
Cement
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 47
Gambar 22 Komposisi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2015
Gambar 23 Komposisi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2016
f. Sumber Emisi Kunci
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kategori kunci sumber emisi
pada sector IPPU pada tahun 2015 adalah semen, ammonia, besi dan baja, dan
penggunaan paraffin wax. Sedangkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan
penggunaan paraffin wax sehingga menempati urutan ketiga setelah semen dan
ammonia. Besaran emisi lebih detailnya pada kategori kunci tersebut pada tahun 2015
dan 2016 masing-masing dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18.
50%
16%
10%
7%
2%
2%
1% 1%
5%
4%
Cement
Ammonia
Iron and Steel
Paraffin Wax Use
Ethylene
Nitric Acid
58%
15%
2%
7%
4%2%
1%1% 5% 4%
Cement
Ammonia
Iron and Steel
Paraffin Wax Use
Ethylene
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 48
Tabel 17 Sumber Emisi Kunci Sektor IPPU Tahun 2015
Code Category Total GHG
Emissions 2015
2.A.1 Cement
24.557,91
2.A.2 Ammonia
7.854,00
2.A.3
Iron and Steel 4.916,60
2.D.2
Paraffin Wax Use 3.535,82
Tabel 18 Sumber Emisi Kunci Sektor IPPU Tahun 2016
Code Category Total GHG
Emissions 2016
2.A.1 Cement
28.709,84
2.A.2 Ammonia
7.395,00
2.D.2
Paraffin Wax Use 3.535,82
2.A.4.b Other Uses of Soda Ash
2.316,15
3.2.3 Sektor AFOLU
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, sektor pertanian dan peternakan termasuk
kedalam sumber emisi dari sector AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use).
AFOLU sendiri dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu (a) peternakan (livestock),
(b) lahan (land)(c) sumber agregat dan emisi non CO2 dari lahan (aggregate sources
and non-CO2 emissions sources on land), (d) others. di Indonesia sektor pertanian dan
peternakan biasanya cukup disebut sektor pertanian dengan cakupan sumber emisi
GRK (GRK) dari sektor AFOLU disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor AFOLU
Agriculture,Forestry,andOtherLandUse(AFOLU)
3A.Livestock
3B.Land
3C.AggregateSourcesandnon-CO2Emissionssourcesonland
3D.Other
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 49
3.2.3.1 Pertanian
a. Kategori Sumber Emisi
Kategori-kategori sumber emisi di dalam IPCC Guidelines 2006 dari sektor pertanian
yang dihitung dalam laporan ini dapat dilihat pada Gambar 25. antara lain:
Peternakan (3A); yaitu emisi dari fermentasi enterik (3A1), pengelolaan kotoran
ternak (3A2a), termasuk emisi langsung N2O dari pengelolaan kotoran ternak pada
ladang penggembalaan ternak (3A2b) dan emisi tidak langsung N2O dari
pengelolaan kotoran ternak pada ladang penggembalaan ternak (3C6)
Pembakaran biomassa residu pertanian (3C1b)
Pembakaran biomassa pertanian berpindah (3C1c)
Aplikasi kapur pertanian (3C2) dari pengelolaan lahan pertanian (penggunaan
limestone dan dolomite)
Aplikasi pupuk urea (3C3) pada lahan pertanian
Emisi langsung N2O dari tanah terkelola (3C4); aplikasi nitrogen pada tanah
terkelola
Emisi tidak langsung N2O dari tanah terkelola (3C5); deposisi atmosferik dari
nitrogen volatil pada tanah terkelola
Emisi dari budidaya padi sawah (3C7); emisi metana dari budidaya persawahan
padi.
Gambar 25 Kategori Sumber Emisi Dalam IPCC Guidelines Sektor Pertanian
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 50
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian Tahun 2017 ini disusun
berdasarkan data-data inventarisasi gas rumah kaca sektor pertanian peride tahun
2000-2016 dengan sumber data utama diperoleh dari Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Asosiasi
Produsen Pupuk Indonesia (APPI).
Peternakan
Kategori sumber emisi GRK dari peternakan yaitu emisi GRK dari fermentasi enterik
dan pengelolaan kotoran ternak (Gambar 26). Emisi dari kedua sumber tersebut
dikategorikan berdasarkan populasi ternak, yaitu sapi perah, sapi lainnya, kerbau,
domba, kambing, unta, kuda, keledai dan keledai, babi, dan unggas (Gambar 27).
Emisi metana dari unta dan keledai tidak diperkirakan karena keterbatasan data.
Gambar 26 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Peternakan
Catatan: Dicoret berarti tidak dihitung
Gambar 27 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Fermentasi Enterik Dan
Pengelolaan Kotoran Ternak Berdasarkan Jenis Ternak
3ALivestock
3A1EntericFermenta on
3A2ManureManagement
Dairy Cattle
Beef Cattle
Dairy Cattle
Beef Cattle
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 51
Emisi Metana dari Fermentasi Enterik
Ternak menghasilkan metana sebagai produk sampingan dari fermentasi enterik,
proses pencernaan di mana karbohidrat dipecah oleh mikroorganisme menjadi molekul
sederhana untuk diserap ke dalam aliran darah. Sumber utama metana adalah ternak
ruminansia (misalnya, sapi, domba) dengan jumlah moderat yang dihasilkan dari
ternak non ruminansia (misalnya, babi, kuda).
Pengelolaan Kotoran Ternak
Metana yang dihasilkan selama penyimpanan dan penanganan pupuk, dan dari
kotoran disimpan di padang rumput. Dekomposisi pupuk kandang dalam kondisi
anaerob (misalnya, dengan tidak adanya oksigen) selama penyimpanan dan
perawatan menghasilkan CH4. Kondisi ini terjadi paling mudah ketika sejumlah besar
hewan dikelola di daerah terbatas (misalnya, peternakan sapi, penggemukan sapi, dan
babi dan unggas peternakan), dan di mana kotoran dibuang dalam sistem berbasis
cairan.
Selain itu, selama penyimpanan dan pengelolaan kotoran ternak, N2O bisa mengemisi
sebelum diaplikasikan ke tanah (Gambar 28). Emisi N2O yang dihasilkan oleh kotoran
dalam sistem yang 'pastura, range dan paddock' bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung dari tanah. Oleh karena itu, emisi N2O tidak langsung dilaporkan di bawah
kategori N2O Emisi dari Tanah Terkelola (3C6). Emisi N2O langsung terjadi melalui
kombinasi nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen yang terkandung dalam pupuk. Emisi N2O
tidak langsung akibat volatilisasi nitrogen yang terjadi terutama dalam bentuk amonia
dan NOx.
Gambar 28 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pengelolaan Kotoran Ternak
Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan
Dalam sektor ini, sumber emisi diklasifikasikan ke dalam enam kategori, yaitu (a) emisi
GRK dari pembakaran biomassa, (b) aplikasi kapur pertanian, (c) aplikasi pupuk urea,
(d) emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola, (e) emisi N2O tidak langsung dari
tanah yang dikelola, (f) emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan kotoran ternak dan
(g) budidaya padi sawah. Dalam laporan ini, emisi dari pembakaran biomassa di lahan
hutan dan lahan lainnya tidak dihitung, karena data aktivitas mengenai kawasan hutan
yang terbakar dan jenis lahan lainnya tidak tersedia.
3A2ManureManagement
3A2aMethanefromManureManagement
3A2bDirectN2OEmissionsfromManureManagementSystem
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 52
Gambar 29 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan
Pembakaran Biomassa
Emisi dari pembakaran biomassa tidak hanya mencakup CO2, tetapi juga GRK lainnya,
atau prekursor, karena pembakaran tidak sempurna bahan bakar, termasuk karbon
monoksida (CO), metana (CH4), senyawa organik yang mudah menguap non-metana
(NMVOC) dan nitrogen (misalnya N2O, NOx.). Emisi GRK non-CO2 diperkirakan untuk
semua kategori penggunaan lahan. Namun dalam laporan ini, hanya emisi dari
pembakaran biomassa di lahan pertanian (Cropland) dan padang rumput (Grassland)
yang dihitung.
Aplikasi Kapur Pertanian
Kapur pertanian digunakan untuk mengurangi keasaman tanah dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman dalam sistem lahan yang dikelola, khususnya lahan pertanian
dan hutan yang dikelola. Penambahan karbonat untuk tanah dalam bentuk kapur
(misalnya, batu kapur (CaCO3), atau dalam bentuk dolomit (CaMg (CO3)2) juga
menyebabkan emisi CO2 sebagai kapur karbonat terlarut dan bikarbonat (2HCO3-)
yang terlepas, yang berkembang menjadi CO2 dan air (H2O).
Aplikasi Pupuk Urea
Penambahan urea pada tanah selama pemupukan akan mengakibatkan hilangnya
CO2 yang sebelumnya berada dalam pupuk selama proses produksi industri yang
diproduksi itu. Urea (CO(NH2)2) diubah menjadi amonium (NH4+), ion hidroksil (OH-)
dan bikarbonat (HCO3-), dengan adanya air dan enzim urease. Serupa dengan reaksi
tanah terhadap penambahan kapur, bikarbonat yang terbentuk berkembang menjadi
CO2 dan air (H2O).
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 53
Emisi N2O dari tanah yang dikelola
Emisi N2O yang dihasilkan dari input N antropogenik atau N mineralisasi terjadi secara
langsung (yaitu langsung dari tanah dimana N ditambahkan/dirilis), dan secara tidak
langsung: (i) setelah penguapan NH3 dan NOx dari tanah dikelola dan dari
pembakaran bahan bakar fosil dan pembakaran biomassa, dan redeposition lanjutan
gas tersebut dan produk mereka NH4+ dan NO3- ke tanah dan air; dan (ii) setelah
pencucian dan limpasan dari N, terutama sebagai NO3-, dari tanah yang dikelola.
Budidaya Padi Sawah
Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di sawah tergenang menghasilkan metana
(CH4), yang melarikan diri ke atmosfer terutama oleh transportasi melalui tanaman
padi. Jumlah tahunan CH4 dari suatu area sawah merupakan fungsi dari jumlah dan
durasi tanaman tumbuh, rezim air sebelum dan selama periode budidaya, dan
perubahan tanah organik dan anorganik. Jenis tanah, suhu, dan varietas padi juga
mempengaruhi emisi CH4.
b. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, jenis emisi GRK yang dihasilkan dari sektor
peternakan adalah CH4 dan N2O. Sedangkan emisi GRK dari sumber agregat dan
sumber emisi non-CO2 pada lahan adalah CO2, CH4 dan N2O.
c. Periode Inventarisasi
Inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam laporan ini mencakup emisi GRK pada tahun
2000 sampai 2016. Emisi GRK pada tahun 2000 – 2014 diambil dari dokumen TNC.
Sedangkan emisi tahun 2015-2016 merupakan hasil dari perhitungan dari data
aktivitas dan factor emisi terkini.
d. Sumber Data
Peternakan
Populasi ternak dan informasi yang terkait dengan inventarisasi emisi GRK yang
dikumpulkan dari sumber publikasi tunggal, yaitu Statistik Pertanian (2000 - 2016) dari
PUSDATIN (Pusat Data dan Informasi), Kementerian Pertanian (Kementan). Tingkat
emisi dari ternak dengan usia yang berbeda tidaklah sama, sedangkan data statistik
tidak membedakan struktur usia, maka faktor koreksi (k (T)) dikembangkan untuk
mengakomodasi struktur usia ini. Faktor koreksi dikembangkan berdasarkan survei
pada struktur populasi hewan yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2006. Faktor
koreksi (k (T)) untuk sapi potong, sapi perah, dan kerbau adalah 0,72, 0,75 dan 0,72.
Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan
Data aktivitas yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dari sumber agregat dan
sumber emisi non-CO2 pada lahan diperoleh dari berbagai sumber publikasi. Data
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 54
aktivitas estimasi emisi GRK dari pembakaran biomassa dan pengapuran bersumber
dari PUSDATIN Kementerian Pertanian; Aplikasi urea, emisi langsung dan tidak
langsung N2O dari tanah yang dikelola, dan emisi N2O tidak langsung dari manajemen
kotoran diterapkan data kegiatan yang diperoleh dari PUSDATIN Kementerian
Pertanian dan APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia). Sementara itu, aktivitas
data untuk memperkirakan emisi metana dari budidaya padi diperoleh dari PUSDATIN
Kementerian Pertanian dan BPS (Badan Pusat Statistik).
e. Perhitungan Emisi GRK
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa pada tahun 2000, total emisi GRK
dari tiga gas utama (CO2, CH4 dan N2O) dari sektor pertanian adalah sebesar 99.717
Gg CO2-e, pada tahun 2016, meningkat secara signifikan menjadi 117.025 Gg CO2-e.
Berdasarkan sumbernya, pada tahun 2016 emisi utama dari sektor pertanian berasal
dari kegiatan budidaya padi sawah (36%), emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola
(29%) dan fermentasi enterik dari ternak (11%). Emisi dari sektor pertanian untuk
seluruh kategori pada tahun 2000-2016 dapat dilihat pada Gambar 30.
Gambar 30 Emisi Dari Sektor Pertanian Menurut Kategori Tahun 2000-2016
Peternakan
Pada tahun 2016, total emisi dari sektor peternakan yaitu sebesar 22,193 Gg CO2-e,
lebih tinggi dari emisi sektor peternakan pada tahun 2015 yaitu 21,270 Gg CO2-e
(Gambar 31). Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi hewan ternak yang mengalami
kenaikan pada beberapa jenis ternak.
!
Gambar!8.!Emisi!dari!sektor!peternakan!menurut!kategori!tahun!2000R2016!
!
Estimasi Emisi Peternakan
Populasi ternak di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan terdiri dari
sebelas spesies ternak: sapi potong, sapi perah, kerbau, domba, kambing, babi, kuda,
ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur dan bebek. Jumlah populasi tertinggi
adalah spesies ternak ayam pedaging (broiler) dan yang paling rendah adalah sapi
perah (Dairy Cattle) (Tabel 5).
Pada tahun 2016, total emisi dari sektor peternakan yaitu sebesar 22,193 Gg
CO2-e, lebih tinggi dari emisi sektor peternakan pada tahun 2015 yaitu 21,270 Gg
CO2-e (Gambar 9). Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi hewan ternak yang
mengalami kenaikan pada beberapa jenis ternak (Tabel 5).
Sumber emisi terbesar terhadap total emisi pada tahun 2016 dari sektor
peternakan adalah dari kategori emisi CH4 dari fermentasi enteric dengan persentase
59%, diikuti oleh emisi N2O langsung dari pengelolaan kotoran ternak (29%), emisi CH4
dari pengelolaan kotoran ternak (6%) dan emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan
kotoran ternak (6%) (Gambar 10).!
!
!
!
!
!
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 55
Sumber emisi terbesar terhadap total emisi pada tahun 2016 dari sektor peternakan
adalah dari kategori emisi CH4 dari fermentasi enteric dengan persentase 59%, diikuti
oleh emisi N2O langsung dari pengelolaan kotoran ternak (29%), emisi CH4 dari
pengelolaan kotoran ternak (6%) dan emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan
kotoran ternak (6%).
Gambar 31 Tren Emisi Co2-e Dari Sektor Peternakan Tahun 2000-2016
Estimasi Emisi Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan
Beberapa perhitungan emisi nasional dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2
didasarkan pada agregasi emisi di level provinsi, untuk budidaya padi dan pembakaran
biomassa (lahan pertanian dan padang rumput), data yang dikumpulkan dari tingkat
provinsi, sedangkan untuk urea dan aplikasi kapur pertanian serta N2O dari tanah yang
dikelola, data dikumpulkan dari tingkat nasional. Dengan demikian, variasi dalam
kondisi biofisik antar provinsi tersebut dipertimbangkan dalam menentukan faktor
emisi. Berdasarkan sumbernya, emisi GRK dari sumber agregat dan non-CO2 sumber
emisi di darat dapat disampaikan di bawah ini.
Emisi dari Pembakaran Biomassa
Emisi dari pembakaran padang rumput (Biomass Burning Grassland) dihitung
berdasarkan luas panen padi ladang (gogo) pada periode 2000-2016. Sedangkan
emisi dari pembakaran lahan pertanian (Biomass Burning Cropland)dihitung
berdasarkan data luas panen padi dan produksi padi sawah. Kedua data tersebut
bersumber dari Pusdatin Kementerian Pertanian. Hasil perhitungan menunjukkan tren
penurunan dari padang rumput yang terbakar pada setiap tahunnya, sedangkan emisi
dari pembakaran lahan pertanian meningkat (Gambar 32). Total emisi dari
pembakaran biomassa pada tahun 2016 adalah 2,952 Gg CO2-e.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 56
Gambar 32 Emisi Dari Pembakaran Biomassa Pada Periode 2000 - 2016
Aplikasi Kapur Pertanian
Emisi CO2 dari aplikasi kapur pertanian dihitung dari pendekatan jumlah aplikasi kapur pertanian (sesuai dosis yang dianjurkan) untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao, yang ditanam pada asam sulfat dan tanah organik. Sedangkan aplikasi kapur pertanian untuk tanaman pangan jarang diterapkan oleh petani. Dengan menggunakan metode ini, tren emisi CO2 dari pengapuran pada 2000-2016 ditunjukkan pada Gambar 33. Konsumsi kapur di Indonesia meningkat secara konsisten dengan perluasan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit setelah tahun 2000. Emisi CO2 dari pengapuran adalah 1.854 Gg CO2 pada tahun 2016. Tren penurunan emisi terjadi pada tahun 2016. Hal ini disebabkan, berkurangnya pemanfaatan perkebunan di lahan gambut, sulfat masam dan mineral yang berdampak pada berkurangnya penggunaan kapur pertanian pada lahan perkebunan.
Gambar 33 Emisi CO2 Dari Aplikasi Kapur Di Bidang Pertanian Tahun 2000-2016
Estimasi Emisi Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan
Beberapa perhitungan emisi nasional dari sumber agregat dan sumber emisi
non-CO2 didasarkan pada agregasi emisi di level provinsi, untuk budidaya padi dan
pembakaran biomassa (lahan pertanian dan padang rumput), data yang dikumpulkan
dari tingkat provinsi, sedangkan untuk urea dan aplikasi kapur pertanian serta N2O dari
tanah yang dikelola, data dikumpulkan dari tingkat nasional. Dengan demikian, variasi
dalam kondisi biofisik antar provinsi tersebut dipertimbangkan dalam menentukan
faktor emisi.Berdasarkan sumbernya, emisi GRK dari sumber agregat dan non-CO2
sumber emisi di darat dapat disampaikan di bawah ini :
Emisi dari Pembakaran Biomassa
Emisi dari pembakaran padang rumput (Biomass Burning Grassland)dihitung
berdasarkan luas panen padi ladang (gogo) pada periode 2000-2016. Sedangkan
emisi dari pembakaran lahan pertanian (Biomass Burning Cropland)dihitung
berdasarkan data luas panen padi dan produksi padi sawah. Kedua data tersebut
bersumber dari Pusdatin Kementerian Pertanian. Hasil perhitungan menunjukkan tren
penurunan dari padang rumput yang terbakar pada setiap tahunnya, sedangkan emisi
dari pembakaran lahan pertanian meningkat (Gambar 13). Total emisi dari
pembakaran biomassa pada tahun 2016 adalah 2,952 Gg CO2-e.!
!
Gambar!13.!Emisi!dari!pembakaran!biomassa!pada!periode!2000!R!2016!
Aplikasi Kapur Pertanian
Emisi CO2 dari aplikasi kapur pertanian dihitung dari pendekatan jumlah
aplikasi kapur pertanian (sesuai dosis yang dianjurkan) untuk perkebunan kelapa
sawit, karet dan kakao, yang ditanam pada asam sulfat dan tanah organik.Sedangkan
aplikasi kapur pertanian untuk tanaman pangan jarang diterapkan oleh petani. Dengan
menggunakan metode ini, tren emisi CO2 dari pengapuran pada 2000-2016
ditunjukkan pada Gambar 14.Konsumsi kapur di Indonesia meningkat secara konsisten
dengan perluasan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit setelah tahun
2000.Emisi CO2 dari pengapuran adalah 1.854 Gg CO2 pada tahun 2016.Tren
penurunan emisi terjadi pada tahun 2016.Hal ini disebabkan, berkurangnya
pemanfaatan perkebunan di lahan gambut, sulfat masam dan mineral yang berdampak
pada berkurangnya penggunaan kapur pertanian pada lahan perkebunan.
!
!
Gambar!14.!Emisi!CO2!dari!aplikasi!kapur!di!bidang!pertanian!tahun!2000R2016!
!
Aplikasi Pupuk Urea
Data aktivitas konsumsi urea untuk tahun 2000-2016 berasal dari konsumsi
pupuk di pasar domestik dari APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia).Selain itu,
aplikasi urea juga diperkirakan dari perkebunan kelapa sawit (termasuk perkebunan
rakyat) dengan mengalikan dosis yang dianjurkan urea dengan luas perkebunan. Emisi
CO2 dari aplikasi urea di sektor pertanian diperlihatkan pada Gambar 15, dengan emisi
sebesar3,900 Gg CO2 pada tahun 2000 dan 4.982 Gg CO2 pada tahun 2016. Tren
peningkatan emisi dari aplikasi urea mengikuti peningkatan produksi tanaman
khususnya padi, di mana area panen padi sawah yang cenderung dari tahun ke tahun.!
!
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 57
Aplikasi Pupuk Urea
Data aktivitas konsumsi urea untuk tahun 2000-2016 berasal dari konsumsi pupuk di pasar domestik dari APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia). Selain itu, aplikasi urea juga diperkirakan dari perkebunan kelapa sawit (termasuk perkebunan rakyat) dengan mengalikan dosis yang dianjurkan urea dengan luas perkebunan. Emisi CO2 dari aplikasi urea di sektor pertanian diperlihatkan pada Gambar 34, dengan emisi sebesar 3,900 Gg CO2 pada tahun 2000 dan 4.982 Gg CO2 pada tahun 2016. Tren peningkatan emisi dari aplikasi urea mengikuti peningkatan produksi tanaman khususnya padi, di mana area panen padi sawah yang cenderung dari tahun ke tahun.
Gambar 34 Emisi CO2 Dari Aplikasi Pupuk Urea 2000-2016
Emisi N2O dari Tanah yang Dikelola
Urea, amonium sulfat (AS) dan nitrogen, fosfor dan kalium (NPK) adalah jenis umum dari pupuk nitrogen anorganik (N) yang paling umum digunakan dalam pertanian di Indonesia. Urea dan AS juga merupakan pupuk anorganik berbasis nitrogen yang paling banyak yang digunakan dalam perkebunan besar dan tanaman (APPI, 2008). Selain itu, jenis pupuk tersebut juga diterapkan pada buah-buahan, sayuran dan tanaman tahunan lainnya dengan nilai ekonomi yang tinggi. Konsentrasi nitrogen pada urea, AS dan NPK adalah 46%, 21% dan 15% masing-masing (Petrokimia Gresik, 2008). Data konsumsi pupuk Urea, AS dan NPK diperoleh dari APPI.
Emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola dihitung dari tingkat aplikasi pupuk N dan pupuk kandang. Emisi N2O langsung pada sawah tergenang dihitung berdasarkan luas panen padi, selain itu Emisi N2O langsung juga dihitung dari tanah yang dikelola (tanaman pangan, hortikultura, sayuran, buah-buahan serta perkebunan). Emisi N2O langsung 2000-2016 di tanah yang dikelola ditunjukkan pada Gambar 35. Fluktuasi N2O emisi langsung dari tanah yang dikelola dapat dikaitkan dengan konsumsi urea, NPK dan AS di bidang pertanian Indonesia. Pada tahun 2000, emisi langsung N2O adalah 26.775 Gg CO2-e dan terus mengalami peningkatan menjadi 33.747 Gg CO2-e pada tahun 2016. Peningkatan emisi N2O langsung ini sejalan dengan adanya peningkatan lahan sawah yang signifikan pada tahun 2016.
!
Gambar!15.!Emisi!CO2!dari!aplikasi!pupuk!urea!2000R2016!
Emisi N2O dari Tanah yang Dikelola
Urea, amonium sulfat (AS) dan nitrogen, fosfor dan kalium (NPK) adalah jenis
umum dari pupuk nitrogen anorganik (N) yang paling umum digunakan dalam
pertanian di Indonesia. Urea dan AS juga merupakan pupuk anorganik berbasis
nitrogen yang paling banyak yang digunakan dalam perkebunan besar dan
tanaman(APPI, 2008).Selain itu, jenis pupuk tersebut juga diterapkan pada buah-
buahan, sayuran dan tanaman tahunan lainnya dengan nilai ekonomi yang
tinggi.Konsentrasi nitrogen pada urea, AS dan NPK adalah 46%, 21% dan 15%
masing-masing (Petrokimia Gresik, 2008).Data konsumsi pupuk Urea, AS dan NPK
diperoleh dari APPI.
Emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola dihitung dari tingkat aplikasi pupuk
N dan pupuk kandang.Emisi N2O langsung pada sawah tergenang dihitung
berdasarkan luas panen padi, selain itu Emisi N2O langsung juga dihitung dari tanah
yang dikelola (tanaman pangan, hortikultura, sayuran, buah-buahan serta
perkebunan).Emisi N2O langsung 2000-2016 di tanah yang dikelola ditunjukkan pada
Gambar 16.Fluktuasi N2O emisi langsung dari tanah yang dikelola dapat dikaitkan
dengan konsumsi urea, NPK dan AS di bidang pertanian Indonesia.Pada tahun 2000,
emisi langsung N2O adalah 26.775 Gg CO2-e dan terus mengalami peningkatan
menjadi 33.747 Gg CO2-e pada tahun 2016.Peningkatan emisi N2O langsung ini
sejalan dengan adanya peningkatan lahan sawah yang signifikan pada tahun 2016.!
!
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 58
Gambar 35 Emisi N2O Langsung Dari Tanah Yang Dikelola Tahun 2000-2016
Emisi N2O tidak langsung dari tanah yang dikelola juga dihitung berdasarkan konsumsi pupuk N (urea, AS, NPK dan pupuk kandang) di lahan pertanian. Emisi N2O langsung dari pupuk N untuk tanaman tahunan didasarkan pada data konsumsi pupuk N tahun 2000-2016 dan penggunaan pupuk kandang untuk tanaman pertanian. Tren emisi tidak langsung N2O dari tanah yang dikelola digambarkan pada Gambar 36. Secara umum, angka menunjukkan tren peningkatan pada tahun 2016 (9.033 Gg CO2-e). Peningkatan emisi ini didukung juga adanya peningkatan konsumsi pupuk ammonium sulfat dan NPK selain penggunaan pupuk Urea dan pupuk kandang.
Gambar 36 Emisi N2O Tidak Langsung Dari Pengelolaan Tanah Tahun
2000-2016
!
Gambar!16.!Emisi!N2O!langsung!dari!tanah!yang!dikelola!tahun!2000R2016!
!
Emisi N2O tidak langsung dari tanah yang dikelola juga dihitung berdasarkan
konsumsi pupuk N (urea, AS, NPK dan pupuk kandang) di lahan pertanian.Emisi N2O
langsung dari pupuk N untuk tanaman tahunan didasarkan pada data konsumsi pupuk
N tahun 2000-2016 dan penggunaan pupuk kandang untuk tanaman pertanian.Tren
emisi tidak langsung N2O dari tanah yang dikelola digambarkan pada Gambar
17.Secara umum, angka menunjukkan tren peningkatan pada tahun 2016 (9.033 Gg
CO2-e).Peningkatan emisi ini didukung juga adanya peningkatan konsumsi pupuk
ammonium sulfat dan NPK selain penggunaan pupuk Urea dan pupuk kandang.
!
Gambar!17.!Emisi!N2O!tidak!langsung!dari!pengelolaan!tanah!tahun!2000R2016!
!
!
!
Gambar!16.!Emisi!N2O!langsung!dari!tanah!yang!dikelola!tahun!2000R2016!
!
Emisi N2O tidak langsung dari tanah yang dikelola juga dihitung berdasarkan
konsumsi pupuk N (urea, AS, NPK dan pupuk kandang) di lahan pertanian.Emisi N2O
langsung dari pupuk N untuk tanaman tahunan didasarkan pada data konsumsi pupuk
N tahun 2000-2016 dan penggunaan pupuk kandang untuk tanaman pertanian.Tren
emisi tidak langsung N2O dari tanah yang dikelola digambarkan pada Gambar
17.Secara umum, angka menunjukkan tren peningkatan pada tahun 2016 (9.033 Gg
CO2-e).Peningkatan emisi ini didukung juga adanya peningkatan konsumsi pupuk
ammonium sulfat dan NPK selain penggunaan pupuk Urea dan pupuk kandang.
!
Gambar!17.!Emisi!N2O!tidak!langsung!dari!pengelolaan!tanah!tahun!2000R2016!
!
!
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 59
Budidaya Padi Sawah
Data aktivitas yang digunakan untuk menghitung emisi dari budidaya padi berdasarkan data dari lahan sawah dan intensitas tanam bersumber dari Pusdatin Kementerian Pertanian dan BPS tahun 2000-2016. Faktor skala untuk tanah dibobotkan berdasarkan proporsi jenis tanah di tingkat provinsi. Pembobotan juga digunakan untuk menentukan faktor skala nasional untuk varietas padi, yang dihitung dengan mempertimbangkan proporsi semua varietas padi yang digunakan di tingkat provinsi. Nilai ini diterapkan untuk semua tahun inventarisasi. Emisi CH4 dari budidaya padi sawah di Indonesia pada tahun 2000 dan 2016 adalah 38.587 CO2-e dan 42.263CO2-e (Gambar 37). Kenaikan emisi yang terjadi di tahun 2016 dapat dikaitkan dengan peningkatan luas lahan sawah dalam rangka swasembada pangan yang merupakan program prioritas dari Kementerian Pertanian.
Gambar 37 Emisi Metana Dari Budidaya Padi Tahun 2000-2016
Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya
Sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu sektor utama
yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan inventarisasi gas rumah kaca,
terutama karena perannya dalam siklus karbon. Sebagian besar dari pertukaran
karbon antara atmosfer dan biosfer terestrial terjadi di hutan. Status dan pengelolaan
hutan menentukan apakah biosfer terestrial menyerap atau mengemisi karbon.
Nilai ketidakpastian/uncertainty yang besar dalam inventarisasi GRK sektor kehutanan
dan penggunaan lahan lainnya telah dinyatakan dalam banyak laporan negara-negara
di dunia. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan data aktivitasserta faktor
emisi, metodologi dan asumsi yang digunakan dalam analisis. Jenis data aktivitas dan
faktor emisi yang sangat perlu ditingkatkan, untuk mendapatkan estimasi perubahan
cadangan karbon yang reliable pada ekosistem terestrial, adalah data
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 60
pertumbuhan/riap biomassa tahunan (annual biomass increament) dan biomassa di
atas permukaan (above ground biomass).
Semua studi mengindikasikan bahwa pada periode 1990, hutan Indonesia masih
menyerap karbon lebih banyak daripada emisinya (net sink). Namun, berdasarkan
laporan Second National Communication (SNC, 2010), Indonesia menjadi negara
pengemisi karbon, yang menyebutkan bahwa emisi dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya (termasuk emisi dari kebakaran gambut) berkontribusi
sebesar 60% dari total emisi pada tahun 2000. Hal tersebut diperkuat dengan hasil
analisa pada 1st Biennial Update Report (BUR, 2015) yang menyatakan bahwa emisi
sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya menyumbang sebesar 48% pada
tahun 2012. Puncaknya pada tahun 2015, emisi sektor kehutanan dan penggunaan
lahan lainnya berkontribusi sebesar 63% dari total emisi. Tetapi pada tahun 2016,
emisi dari sektor Kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dapat diturunkan sehingga
menjadi 41,8% dari total emisi.
Hal inilah yang menyebabkan perubahan status Indonesia dari penyimpan karbon ke
emiter terutama disebabkan perubahan dari emisi dan serapan karbon padasektor
kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini
memberikan pengaruh yang besar dalam total emisi GRK di Indonesia.
3.2.3.2 Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya
a. Sumber Kategori Emisi/Serapan GRK
Pada sektor ini, emisi/serapan GRK dikategorisasikan berdasarkan 6 (enam) kategori
penggunaan lahan utama IPCC, dimana pada setiap kategori penggunaan lahan
tersebut dikelompokkan menjadi lahan yang tetap/tersisa dalam kategori penggunaan
lahan yang sama dan lahan yang berubah ke pengunaan lahan lahan lainnya. Untuk
itu, emisi/serapan GRK dari setiap kategori penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi
12 kategori, yaitu: (1) forest land remained forest land, (2) land converted to forest
land, (3) cropland remained crop land, (4) land converted to cropland, (5) grassland
remained grassland, (6) land converted to grassland, (7) wetlands remained wetlands,
(8) land converted to wetlands, (9) settlements remained settlements, (10) land
converted to settlements, (11) other land remained other landdan(12) land converted to
other land (Gambar 38).
Idealnya, total emisi/serapan GRK dari perubahan stok karbon pada setiap kategori
penggunaan lahan merupakan penjumlahan dari semua kategori tersebut dengan
memperhitungkan 5 (lima) tampungan karbon, yaitu: (i) biomassa diatas permukaan
tanah; (ii) biomassa dibawah permukaan tanah; (iii) pohon mati; (iv) serasah; dan (v)
bahan organik tanah. Tapi perhitungan emisi GRK dari kehutanan dan penggunaan
lahan lainnya hanya memperhitungkan tampungan karbon biomasa di atas permukaan
tanah dan bahan organik tanah pada lahan gambut.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 61
Gambar 38 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan
Lahan Lainnya
b. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, jenis GRK utama dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya adalah CO2, CH4 dan N2O, namun dalam pelaporan ini gas
yang dihitung hanya mencakup emisi dari gas CO2
c. Periode Inventarisasi
Inventarisasi emisi GRK yang dilaporkan pada laporan ini adalah untuk periode 2000-
2016.
d. Sumber Data
Peta tutupan lahan yang dihasilkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan data aktivitas untuk
menghitung emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Set data
tutupan lahan yang tersedia dan digunakan untuk melengkapi inventarisasi GRK pada
sektor ini adalah data tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015,
dan 2016. Proses overlay antara peta tutupan lahan tahun 2000 dan 2003
menghasilkan peta perubahan tutupan lahan/land cover change (LCC) dari tahun 2000
ke 2003, dimana periode transisi tutupan lahan adalah 3 tahun. Untuk
menghasilkandata perubahan tutupan lahantahunan, seperti 2000-2001, 2001-
3B1aForestLandRemainingForestLand
3B2aCroplandRemainingCropland
3B3aGrasslandRemainingGrassland
3B4aWetlandsRemainingWetlands
3B5aSe lementsRemainingSe lements
3B6aOtherLandRemainingOtherLand
3B1ForestLand3B1bLandConvertedtoForestLand
3B3Grassland3B.Land
3B4Wetlands
3B5Se lements
3B6OtherLand
3B2Cropland3B2bLandConvertedtoCropland
3B3bLandConvertedtoGrassland
3B4bLandConvertedtoWetlands
3B5bLandConvertedtoSe lements
3B6bLandConvertedtoOtherLand
3B1biCroplandconvertedtoForestLand
3B1biiGrasslandconvertedtoForestLand
3B1biiiWetlandsconvertedtoForestLand
3B1bivSe lementsconvertedtoForestLand
3B1bvOtherLandconvertedtoForestLand
3B2biForestLandconvertedtoCropland
3B2biiGrasslandLandconvertedtoCropland
3B2biiiWetlandsconvertedtoCropland
3B2bivSe lementsconvertedtoCropland
3B2bvOtherLandconvertedtoCropland
3B3biForestLandconvertedtoGrassland
3B3biiCroplandconvertedtoGrassland
3B3biiiWetlandsconvertedtoGrassland
3B3bivSe lementsconvertedtoGrassland
3B3bvOtherLandconvertedtoGrassland
3B5biForestLandconvertedtoSe lements
3B5biiCroplandconvertedtoSe lements
3B5biiiGrasslandconvertedtoSe lements
3B5bivWetlandsconvertedtoSe lements
3B5bvOtherLandconvertedtoSe lements
3B6biForestLandconvertedtoOtherLand
3B6biiCroplandconvertedtoOtherLand
3B6biiiGrasslandconvertedtoOtherLand
3B6bivWetlandconvertedtoOtherLand
3B6bvSe lementsconvertedtoOtherLand
3B4aiPeatlandsRemainingPeatlands
3B4aiiFloodedLandRemainingFloodedLand3B4biLandconvertedforpeatextrac on
3B4biiLandconvertedtofloodedland
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 62
2002,…,2011-2012, annual loss dari hutan primer (natural forest) dan lahan lainnya
yang dihasilkan oleh studi Margono et.al (2014) digunakan sebagai proporsi referensi
untuk mempartisi set data asli (2000-2003) menjadi perubahan tutupan lahan tahunan,
yaitu 2000-2001, 2001-2002,…,2011-2012. Set data ini memungkinkan untuk
dilakukan perhitungan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lainnya secara
tahunan. Estimasi emisi yang didapat dari perubahan tutupan lahan tahun 2000-2001
merupakan emisi pada tahun 2001dan begitu seterusnya. Khusus untuk emisi tahun
2000, didapat dengan merata-ratakan emisi dari tahun 2001 sampai 2003. Pendekatan
ini menggunakan perubahan tutupan lahan tahunan 2000-2001, 2001-2002 dan 2002-
2003 yang didapatkan dari data satelit tahun 2000 dan 2003.
Peta tutupan lahan ditafsirkan secara manual/visual dari citra satelit Landsat menjadi
23 kelas tutupan dan divalidasi dengan ground checking dan citra resolusi tinggi.
Daerah minimum yang digambarkan poligon adalah 0,25 cm2 pada skala peta 1:
50.000 yang sama dengan 6,25 ha. Masalah umum yang ditemukan dalam citra satelit
Landsat, seperti SLC-off dan adanya daerah yang tertutup awan, diperbaiki dengan
cara menggabungkan citra satelit Landsat multi-temporal.
Karena klasifikasi kategori penggunaan lahan dalam IPCC Guideline2006terbagi
menjadi 6 kategori penggunaan lahan utama, maka kategori tutupan lahan yang
digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dikelompokkan mengikuti
kategori penggunaan lahan IPCC seperti yang ditunjukkan pada Tabel 19. Untuk
memastikan variasi antar daerahturut diperhitungkan dalam inventarisasi GRK dari
sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, dilakukan stratifikasi tutupan lahan
berdasarkan 7 (tujuh) kelompok pulau utama yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali dan Nusa Tanggara, Maluku dan Papua serta dipisahkan berdasarkan 2
(dua) jenis tanah (mineral dan gambut).
Tabel 19 Penyesuaian Kategori Tutupan Lahan KLHK dengan Kelas Penggunaan
Lahan IPCC
No Land-cover class 2006 IPCC GL Abbreviation Keterangan
Forest
1. Primary dryland forest Forest FL Natural forest
2. Secondary dryland forest Forest FL Natural forest
3. Primary mangrove forest Forest FL Natural forest
4. Secondary mangrove forest Forest FL Natural forest
5. Primary swamp forest Forest FL Natural forest
6. Secondary swamp forest Forest FL Natural forest
7. Plantation forest Forest FL Plantation forest
Other Land Use
8. Estate crop Crop land CL Non-forest
9. Pure dry agriculture Crop land CL Non-forest
10. Mixed dry agriculture Crop land CL Non-forest
11. Dry shrub Grassland GL Non-forest
12. Wet shrub Grassland GL Non-forest
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 63
No Land-cover class 2006 IPCC GL Abbreviation Keterangan
13. Savanna and Grasses Grassland GL Non-forest
14. Paddy Field Crop land CL Non-forest
15. Open swamp Wetland WL Non-forest
16. Fish pond/aquaculture Wetland WL Non-forest
17. Transmigration areas Settlement ST Non-forest
18. Settlement areas Settlement ST Non-forest
19. Port and harbor Other land OL Non-forest
20. Mining areas Other land OL Non-forest
21. Bare ground Other land OL Non-forest
22. Open water Wetland WL Non-forest
23. Clouds and no-data No data - Non-forest
Faktor emisi/serapan biomassa yang digunakan dalam inventarisasi GRK diambil dari
beberapa studi spesifik di Indonesia. Rerata pertumbuhan tahunan dari kategori
penutupan lahan yang berbeda mengacu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan maupun sumber lainnya (Tabel 20). Stok karbon untuk semua kategori
penutupan lahan terutama dari lahan hutan, didapat dari pengukuran pada plot
sampling permanen (PSP) dari National Forest Inventory (NFI). Untuk itu, data
kemudian distratifikasikan kedalam 7 pulau di Indonesia. Diameter setinggi dada (DBH)
dan kerapatan kayu/wood density (WD) dari setiap individu pohon dalam Plot Sample
Permanent dikonversi menjadi data biomassa diatas permukaan tanah (AGB)
menggunakan model allometrik dari Chave et.al (2005) untuk hutan tropis. Model ini
digunakan karena allometrik spesifik lokal untuk 6 tipe hutan tidak semuanya
direpresentasikan di 7 (tujuh) pulau Indonesia. Model ini diketahui sesuai dan sama
baiknya dengan model lokal yang dikembangkan di hutan tropis Indonesia
(Rutishauser et al., 2013; Manuri et al., 2014). Data rerata karbon stok dari biomassa
diatas permukaan (AGB) untuk berbagai tipe hutan pada tujuh pulau tersedia pada
Tabel 21.
Tabel 20 Rerata Pertumbuhan Tahunan Pada Berbagai Kategori Penggunaan
Lahan
Land use/cover IPCC Category MAI (tC/ha/year) Source
Shrubs GL 0.2 National FREL, 2015
Swamp Shrubs GL 0.6 National FREL, 2015
Dry land Primary Forest FL 0 National FREL, 2015
Dry land secondary forest FL 1.075 Mean of MoFor 1998
Mangrove Primary Forest FL 0 National FREL, 2015
Mangrove Secondary Forest FL 2.8 MoFor 1998
Swamp Primary Forest FL 0 National FREL, 2015
Swamp Secondary Forest FL 1.075 Mean of MoFor 1998
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 64
Land use/cover IPCC Category MAI (tC/ha/year) Source
Plantation Forest FL 4.8 National FREL, 2015
Settlement SL 0.2 National FREL, 2015
Agriculture Plantation CL 2.52 National FREL, 2015
Mining OL 0 National FREL, 2015
Dry land agriculture CL 0.2 National FREL, 2015
Dry land agriculture mixed with shrubs CL 0.6 National FREL, 2015
Swamp WL 0.1 National FREL, 2015
Savannah/ grassland GL 0.2 National FREL, 2015
Rice paddy CL 0 National FREL, 2015
Ponds OL 0 National FREL, 2015
Open land OL 0.1 National FREL, 2015
Transmigration CL 1.32 National FREL, 2015
Tabel 21 Karbon Stok Dari Biomassa Diatas Permukaan (AGB) Untuk Berbagai
Tipe Penutupan Lahan.
Forest type Main island Mean AGB
(t ha-1) 95% Confidence Interval
(t ha-1) N of plot
measurement
Primary Dryland Forest
Bali Nusa Tenggara 274.4 247.4 301.3 52
Jawa nd Nd nd nd
Kalimantan 269.4 258.2 280.6 333
Maluku 301.4 220.3 382.5 14
Papua 239.1 227.5 250.6 162
Sulawesi 275.2 262.4 288.1 221
Sumatera 268.6 247.1 290.1 92
Indonesia 266.0 259.5 272.5 874
Secondary Dryland Forest
Bali Nusa Tenggara 162.7 140.6 184.9 69
Jawa 170.5 Na na 1
Kalimantan 203.3 196.3 210.3 608
Maluku 222.1 204.5 239.8 99
Papua 180.4 158.5 202.4 60
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 65
Forest type Main island Mean AGB
(t ha-1) 95% Confidence Interval
(t ha-1) N of plot
measurement
Sulawesi 206.5 194.3 218.7 197
Sumatera 182.2 172.1 192.4 265
Indonesia 197.7 192.9 202.5 1299
Primary Swamp Forest
Bali Nusa Tenggara na Na na na
Jawa na Na na na
Kalimantan 274.8 269.2 281.9 3
Maluku na Na na na
Papua 178.8 160.0 197.5 67
Sulawesi 214.4 -256.4 685.2 3
Sumatera 220.8 174.7 266.9 22
Indonesia 192.7 174.6 210.8 95
Secondary Swamp Forest
Bali Nusa Tenggara na Na na na
Jawa na Na na na
Kalimantan 170.5 158.6 182.5 166
Maluku na Na na Na
Papua 145.7 106.7 184.7 16
Sulawesi 128.3 74.5 182.1 12
Sumatera 151.4 140.2 162.6 160
Indonesia 159.3 151.4 167.3 354
Primary Mangrove Foresta,b,c
Kalimantan 263.9 209.0 318.8 8
Secondary Mangrove Forestb,c
Kalimantan dan Sulawesi 201.7 134.5 244.0 12
Keterangan :aMurdiyarso et al. (2009); b Krisnawati et al. (2014);c Donato et al. (2011); nd = no data; na =
not applicable.
Faktor emisi untuk dekomposisi gambut diambil dari 2013 Supplement to the 2006
IPCC Guidelines for National GHG Inventory: Wetlands (IPCC, 2013) dan hasil studi
lainnya di Indonesia yang dikonversi ke ton CO2e, seperti yang dipresentasikan pada
Tabel 22.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 66
Tabel 22 Faktor Emisi Untuk Dekomposisi Gambut Dari Berbagai Penutupan
Lahan
No. Land cover Emission
(t CO2 ha-1 th-1) 95%
confidence interval
Sources
1. Primary forest 0 0 0 IPCC (2006)
2. Secondary forest 19 -3 35 IPCC (2013)
3. Plantation forest 73 59 88 IPCC (2013)
4. Estate crop 40 21 62 IPCC (2013)
5. Pure dry agriculture 51 24 95 IPCC (2013)
6. Mixed dry agriculture 51 24 95 IPCC (2013)
7. Dry shrub 19 -3 35 IPCC (2013)
8. Wet shrub 19 -3 35 IPCC (2013)
9. Savannah and Grasses 35 -1 73 IPCC (2013)
10. Paddy Field 35 -1 73 IPCC (2013)
11. Open swamp 0 0 0 Waterlogged condition, assumed zero CO2 emission
12. Fish pond/aquaculture 0 0 0 Waterlogged condition, assumed zero CO2 emission
13. Transmigration areas 51 24 95 Assumed similar to mixed upland agriculture
14. Settlement areas 35 -1 73 Assumed similar to grassland
15. Port and harbor 0 0 0 Assumed zero as most surface is sealed with concrete
16. Mining areas 51 24 95 Assumed similar to bare land
17. Bare ground 51 24 95 IPCC (2013)
18. Open water 0 0 0 Waterlogged condition, assumed zero CO2 emission
19. Clouds and no-data Nd nd Nd
Keterangan:nd = no data.
The number of Emission Factor taken from IPCC Wetland Supplement (2013)based on Table 2.1 “Tier 1 CO2 Emission/Removal Factors for Drained Organic Soils in all Land-Use Categories”. The Emission Factor value in the Table 2.1 was in CO2-C, then converted to CO2 (Multiplied with 3.67).
e. Perhitungan Emisi/Serapan GRK
Emisi Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnnya dari tahun 2000-2016
dirangkum menggunakan format IPCC Guideline 2006 seperti disajikan pada Tabel 23
maupun digambarkan dalam Gambar 39 dan Gambar 40.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 67
Emisi pada tahun 2015 dan 2016 berturut-turut sebesar 1.545.071 Gg CO2e dan
631.724 Gg CO2e. Tabel 23 menunjukkan bahwa sumber emisi utama dari sektor
kehutanan dan penggunaan lahan lainnnya adalah kebakaran lahan gambut pada
urutan pertama, dekomposisi lahan gambut pada urutan kedua, dan perubahan lahan
dari Non-Otherland to Otherland pada urutan ketiga. Nilai ketiga sumber emisi utama
tersebut pada tahun 2015 berturut-turut adalah 802.870 Gg CO2e, 359.623 Gg CO2e
dan 389.804 Gg CO2e. Sedangkan pada tahun 2016, nilai emisi GRK dari ketiga
sumber utama tersebut berturut-turut adalah 90.267 Gg CO2e, 357.896 Gg CO2e, dan
132.759 Gg CO2e.
Gambar 39 Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lainnya Tahun 2000-2016 (Gg CO2e) (Dengan Peat Fire)
Gambar 40 Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lainnya Tahun 2000-
2016 (Gg CO2e) (Tanpa Peat Fire)
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 68
Rata-rata emisi GRK selama periode tahun 2000-2016 adalah sebesar 709.409 Gg
CO2e/tahun. Terjadi peningkatan emisi yang ekstrem pada tahun 2006, 2009, 2014,
dan 2015 yang disebabkan oleh fenomena El Nino, sehingga menyebabkan kebakaran
lahan gambut dengan intensitas yang cukup lama dan mencakup wilayah yang cukup
luas. Luas kebakaran gambut pada tahun 2006, 2009, 2014, dan 2015 secara berturut-
turut adalah 553.255 ha, 324.905 ha, 540.991 ha, dan 869.754 ha. Sedangkan
deforestasi pada tahun tersebut secara berturut-turut adalah lebih kurang 842,6 ribu
ha, 913,8 ribu ha, 568 ribu ha dan 1,22 juta ha.
Pada tahun 2015, kebakaran lahan gambut seluas 869.745 ha dengan emisi sebesar
802.870 Gg CO2e. Sedangkan pada tahun 2016 dilakukan berbagai upaya untuk
mengendalikan dan menanggulangi kebakaran gambut, sehingga kebakaran lahan
gambut dapat diturunkan menjadi 97.787 ha dengan nilai emisi sebesar 90.267 Gg
CO2e.
Gambar 41 Emisi dari Kebakaran Gambut 2000-2016
Emisi dari biomasa di atas permukaan tanah ini berasal dari kedua jenis tanah: gambut
dan mineral. Grafik menunjukkan bahwa dalam tahun 2000 – 2016 terjadi beberapa
peningkatan yang signifikan, yaitu pada tahun 2004, 2007, 2009 dan 2015.
Peningkatan emisi pada tahun-tahun ini sebagian besar disumbang oleh sub kategori
Non Otherland to Otherland dan Non Cropland to Cropland. Hal ini dapat diartikan
bahwa terjadi peningkatan deforestasi.
Sedangkan penurunan tingkat emisi dari biomasa di atas permukaan tanah terjadi
pada tahun 2010, 2013, dan 2016. Hal ini dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan
cadangan karbon, khususnya pada sub kategori Forestland remaining Forestland.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 69
Gambar 42 Emisi Biomas Di Atas Permukaan Tanah Dari Kehutanan Dan Penggunaan Lahan Lainnya 2000-2016
Pada umumnya, emisi dari dekomposisi gambut ini mempunyai kecenderungan yang
tetap, dan mengalami peningkatan secara linear. Peningkatan emisi dari dekomposisi
gambut kemungkinan besar disebabkan oleh pembukaan lahan gambut untuk
kepentingan perkebunan sawit.
Gambar 43 Emisi Dekomposisi Gambut 2000-2016
Apabila diringkas kembali maka sumber emisi GRK pada sektor Kehutanan dan
Penggunaan Lahan Lainnya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu emisi dari 1) biomasa di atas
permukaan tanah (above ground biomass) akibat penggunaan lahan lainnya, 2)
dekomposisi gambut, dan 3) kebakaran gambut seperti digambarkan pada Gambar 41,
42, dan 43. Grafik di bawah ini menggambarkan perubahan-perubahan nilai emisi GRK
dari tahun 2000-2016.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Nasional 2017 70
Tabel 23 Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lainnya Tahun 2000-2016 (Gg CO2e)
Code Source Category 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
3B1a Forest remaining Forest 20.678 17.537 37.002 7.495 56.129 35.824 51.523 61.158 27.650 66.632 17.655- 77 11.839- - 192.135 - 127.701 -260.052,13 -293.629,08
3B1b Non-Forest to Forest 1.260- 1.274- 1.320- 1.187- 2.647- 2.805- 2.603- 2.152- 2.225- 2.734- 5.183- 4.819- 4.095- - 4.909 - 3.675 -2.592,53 -2.222,96
3B2a Cropland remaining Cropland 41.587- 41.626- 41.541- 41.595- 41.450- 41.219- 40.778- 39.835- 38.855- 37.671- 37.464- 36.985- 36.758- - 35.886 - 33.729 -6.417,86 -21.757,19
3B2b Non-Cropland to Cropland 29.609 22.931 36.709 29.186 93.413 71.680 90.222 140.197 131.466 167.580 38.641 45.658 95.266 197.494 141.481 273.025,06 276.700,42
3B3a Grassland remaining Grassland - - - - - - - - - - - - - - - 0 0
3B3b Non-Grassland to Grassland 36.335 32.319 40.338 36.348 34.802 30.338 34.659 40.477 36.592 47.774 18.164 21.088 25.342 - 69.383 17.118 -11.782,76 56.379,61
3B4a Wetland remaining Wetland - - - - - - - - - - - - - - - 0 0
3B4b Non-Wetland to Wetland - - - - - - - - - - - - - - - 0 0
3B5a Settlement remaining Settlement - - - - - - - - - - - - - - - 0 0
3B5b Non-Settlement to settlement 1.863 2.199 1.775 1.614 1.482 971 1.348 1.240 931 1.390 1.370 1.677 1.753 1.975 10.257 593,8 35.330,86
3B6a Otherland remaining Otherland - - - - - - - - - - - - - - - 0 0
3B6b Non-Otherland to Otherland 29.585 29.626 31.679 27.448 59.692 64.031 58.587 59.892 60.804 74.028 72.564 78.020 89.692 163.653 134.546 389.804,21 132.759,71
Biomass LULUCF 75.221 61.712 104.643 59.308 201.420 158.820 192.957 260.977 216.363 316.998 70.436 104.715 159.361 60.809 138.298 382.578 183.561
Other Peat Decomposition 268.575 267.531 268.545 269.650 274.431 280.818 286.289 292.825 297.349 303.567 312.968 322.595 328.567 341.443 341.735 359.623,16 357.896,12
Total Emission without Peat Fire 343.797 329.243 373.189 328.958 475.851 439.638 479.246 553.803 513.712 620.566 383.405 427.310 487.928 402.252 480.033 742.201 541.457
Other Peat Fire 161.571 50.885 301.753 132.075 232.018 258.887 510.710 62.747 81.744 299.920 51.383 189.026 207.050 205.076 499.389 802.870,00 90.267,18
Total Emission with Peat Fire 505.368 380.129 674.941 461.034 707.870 698.525 989.956 616.550 595.456 920.485 434.788 616.335 694.978 607.328 979.422 1.545.071 631.725
71
3.2.4 Sektor Limbah
a. Kategori Sumber Emisi GRK
Dalam IPCC guideline 2006, sumber utama emisi GRK dari sektor limbah adalah kegiatan
pengelolaannya. Sumber ini diklasifikasikan kedalam 4 kategori yaitu: (a) Pengelolaan
limbah padat domestik (sampah) di TPA/landfill, pengelolaan biologi atau komposting,
pembakaran terbuka (open burning) dan insinerasi, (b) pengelolaan limbah cair domestik
(baik pengelolaan terpusat di IPAL maupun pengelolaan dengan septic tank, cubluk, dan
lainnya), (c) pengelolaan limbah cair industri dan (d) pengelolaan sampah industri. Kesulitan
dalam pengumpulan data dan identifikasi menyebabkan tidak semua emisi GRK dapat
dilaporkan dalam dokumen ini, sebagai contoh adalah limbah padat industri (yaitu lumpur
dari IPAL), limbah medis, limbah B3 dan sebagainya. Namun jika dibandingkan dengan
SNC, cakupan emisi GRK dari sektor limbah dalam laporan kali ini lebih besar yaitu dengan
menyertakan beberapa tipe industri yang sebelumnya belum dilaporkan dalam SNC.
b. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC GL 2006, tipe emisi GRK dari sektor limbah mencakup CO2, CH4, dan
N2O. Emisi CO2 yang dihitung berasal dari kegiatan insinerasi dan pembakaran terbuka.
Untuk CH4 sebagian besar dihasilkan dari proses anaerobic seperti proses pembusukan
sampah di TPA dan degradasi materi organic pada unit IPAL. Sedangkan N2O dihasilkan
dari proses biologis pada kegiatan komposting dan IPAL domestik.
c. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan adalah periode tahun 2000-2016.
d. Sumber Data
Data aktivitas dan parameter terkait lainnya diklasifikasikan berdasarkan kategori dalam
IPCC guideline 2006, yaitu pengelolaan limbah padat domestik, pengelolaan limbah cair
domestik dan pengelolaan limbah cair industri.
Pengelolaan Limbah Padat Domestik
Limbah padat domestik yang diolah di TPA berasal dari permukiman, pertamanan,
pasar, area komersial, dan lain-lain di daerah perkotaan dan pedesaan. Namun demikian
sampah padat domestik dari daerah perkotaan umumnya diolah di TPA, sedangkan sampah
padat domestik dari daerah pedesaan umumnya diolah setempat dengan jalan open burning
dan/atau open dumping. Jumlah sampah padat domestik tahunan diperoleh dari dokumen
ADIPURA yang disampaikan oleh seluruh kota di Indonesia digunakan sebagai data
aktivitas. Dokumen tersebut juga memberikan informasi mengenai fraksi rata-rata sampah
yang dibawa ke TPA. Berdasarkan informasi ini, fraksi sampah dibuang ke TPA rata-rata
adalah 69%. Angka ini digunakan dalam memperkirakan tingkat emisi gas rumah kaca
pengelolaan sampah di TPA.
72
Tipe dan sumber data untuk sektor limbah dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel 24 Tipe Dan Sumber Data Sektor Limbah
Kategori IPCC Tipe Data Tahun Sumber Data
4A TPA, 4B Komposting, 4C Pembakaran Terbuka
DA
Jumlah timbulan sampah
2000-2016: data aktual 1990-1999: back-casting
ADIPURA
Bulk Density: 0,347 ton/m3 Survei komposisi sampah di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, DKI Jakarta dan Jawa Timur
Komposisi Sampah
Dry Matter Content
Fraksi Jenis Pengolahan Sampah a. TPA: 69% b. Pembakaran Terbuka: 21% c. Komposting 2% d. Daur Ulang: 2,5% e. Lainnya (tidak dikelola)
ADIPURA & IPCC GL 2006
FE MCF: 0,8 (TPA open dumping)
DOC: default IPCC GL 2006
4D1 Limbah Cair Domestik
DA
Populasi penduduk 2000-2016 BPS
BOD: 35 g/orang/hari IPCC GL 2006
Konsumsi Protein/orang/tahun 2000-2016 BPS
FE Default IPCC GL 2006
4D2 Limbah Cair Industri
DA
Total Produksi
2000-2016
Statistik Industri Manufaktur, BPS
Statistik Kementerian Pertanian,
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia,
Kementerian Perindustrian
Flow rate limbah cair PROPER, Industri, Permen LH, dan Asosiasi
COD Inlet
FE Default IPCC GL 2006
4E Sampah Tidak Terkelola (Untreated Waste)
DA Jumlah timbulan sampah: Sampah lainnya yang tidak dikelola.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun
FE MCF: 0,4 (TPA open dumping)
DOC: default Expert judgement
Parameter lokal seperti komposisi sampah dan dry matter content dikembangkan oleh KLHK
dengan lokasi pilot studi yang semula hanya di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan, saat ini telah berkembang ke Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta dan Riau. Tabel di
bawah ini menunjukan nilai perbandingan komposisi sampah antara nilai rata-rata hasil
penelitian di lokasi pilot dengan nilai default IPCC GL 2006.
73
Tabel 25 Komposisi Sampah di TPA
No. Komponen
Komposisi Sampah (% berat basah)
Sumatera
Utara
Sumatera
Selatan Riau
DKI
Jakarta
Jawa
Timur
Rata-
Rata*)
IPCC GL
2006
(Asia
Tenggara)
1 Sisa Makanan 54,62% 56,62% 47,23% 49,72% 53,30% 49,86% 43,50%
2 Kertas 11,39% 10,01% 11,34% 10,79% 3,63% 10,82% 12,90%
3 Nappies 6,06% 5,35% 7,50% 5,93% 6,26% 6,04% -
4 Taman 8,02% 5,90% 4,12% 7,70% 9,02% 7,39% -
5 Kayu 0,01% 0,44% 3,50% 0,78% 0,60% 0,95% 9,90%
6 Tekstil 3,28% 2,43% 3,56% 4,10% 2,30% 3,97% 2,90%
7 Karet dan Kulit 0,84% 0,59% 1,79% 0,37% 0,07% 0,51% 0,60%
8 Plastik 13,15% 16,15% 16,74% 19,26% 23,42% 18,80% 6,30%
9 Logam 0,37% 0,50% 0,84% 0,30% 0,21% 0,35% 1,30%
10 Kaca 1,59% 1,11% 1,46% 0,59% 0,75% 0,71% 2,20%
11 Lain-lain
(anorganik, inert) 0,68% 0,90% 1,94% 0,47% 0,44% 0,60% 5,40%
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016
*) Penghitungan nilai rata-rata dilakukan menggunakan metode weighted average.
Sementara untuk nilai dry matter content masih menggunakan nilai di Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan dikarenakan nilai dari provinsi lainnya masih membutuhkan penelitian
lebih lanjut.
Tabel 26 Dry matter content sampah di TPA
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012
Limbah Cair Domestik
Limbah cair domestik pada umumnya diolah ditempat atau dialirkan menuju pusat
pengolahan limbah cair ataupun dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan
menuju sungai. Data aktivitas dari limbah cair domestik adalah TOW (Total Organics in
Wastewater) yang merupakan jumlah BOD (kg) total yang dihitung berdasarkan jumlah
Komponen
Dry matter content (%berat basah)
Sumatera
Selatan
Sumatera
Utara
Rata-
rata
IPCC 2006 GL
(Asia Tenggara)
a. Sisa makanan 23% 59% 46% 40%
b. Kertas + kardus + nappies 51% 44% 48% 90%
c. Kayu dan sampah taman 50% 57% 55% 85%
d. Tekstil 56% 73% 64% 80%
e. Karet & Kulit 84% 89% 90% 84%
f. Plastik 76% 57% 68% 100%
g. Logam 100% 97% 97% 100%
h. Gelas 92% 66% 79% 100%
i. Lainnya (inert) 85% 95% 92% N/A
74
populasi penduduk dikalikan dengan kg BOD perkapita. Parameter BOD/orang/tahun
digunakan untuk mengestimasi nilai TOW (Total Organics in Wastewater) dan faktor emisi
(EF = Bo* MCF, kg CH4/kg BOD) merujuk pada nilai default IPCC GL 2006 untuk Negara
Asia, Timur Tengah dan Afrika sebesar 35 gram/kapita/hari. Sedangkan untuk parameter
konsumsi protein sudah menggunakan data spesifik Indonesia yang diterbitkan oleh BPS
setiap tahunnya. Tabel 27 memperlihatkan parameter dan faktor emisi yang digunakan.
Tabel 27 Parameter Dan Faktor Emisi Limbah Cair Domestik
Parameter Karakteristik
BOD
35,00 Gram/org/hari
14,60 Kg/org/tahun Kapasitas Produksi CH4 max 0,60 kg CH4/kgBOD
Faktor Emisi CH4 0,15 kg CH4/kgBOD
Konsumsi Protein per orang per tahun*
Tahun Konsumsi Protein,
Kg/org/thn
2000 17,76 2001 17,76 2002 19,87 2003 20,21 2004 19,95 2005 20,17 2006 19,58 2007 21,05 2008 20,98 2009 19,84 2010 20,08 2011 20,53 2012 19,40 2013 19,37
2014 19,68
Fraksi N dalam protein 0,16 kg N/kg protein F non-consump protein 1,10 F industri dankomersil co-discharged protein 1,25 N lumpur (default = 0) 0 kGram
Faktor Emisi 0,01 kg N2O-N/kg N
Faktor konversi kg N2O-N menjadi kg N2O, 44/28 1,57
Emisi dari IPAL (default = 0) - kg N2O-N/year
Sumber: Nilai default IPCC GL 2006, *BPS
Perlakuan limbah domestik di perkotaan dan pedesaan sangat berbeda begitu juga dengan
jenis pengolahannya. Untuk daerah pedesaan 52% menggunakan septic tank dan 48%
menggunakan no septic tank sebagai unit pengolah limbah. di daerah perkotaan sebagian
besar menggunakan septic tank yaitu sebesar 79% dan 21% menggunakan non septic tank.
Tabel 28 memperlihatkan karakteristik pengolahan limbah cair domestik.
75
Tabel 28 Karakteristik Pengolahan Limbah Cair Domestik
Jenis Daerah Jenis Pengolahan Fraksi Derajat Penggunaan EF
(MCF*EF wwt)
Rural Septic tank 0,50 0,52 0,30
Non Septic tank 0,50 0,48 0,03
Urban Septic tank 0,50 0,79 0,30
Non Septic tank 0,50 0,21 0,03
Sumber: Riskesdas, Kementerian Kesehatan
Limbah Cair Industri
Emisi GRK dari limbah cair industri diestimasi berdasarkan jumlah limbah cair yang diolah,
karakteristik limbah dan tipe unit pengolahannya. Paramter seperti COD /m3 dan debit air
limbah digunakan untuk mengestimasi nilai TOW (total organics degradable material in
wastewater for each industry sector, kg COD/yr). Pada laporan ini nilai COD dan debit air
limbah diperoleh dari beberapa sumber seperti PROPER, penelitian lokal (BPPT dan
universitas), peraturan menteri LH dan asosiasi industri. Sedangkan untuk beberapa
kategori industri yang belum ada penelitian masih menggunakan nilai default IPCC GL 2006.
Cakupan industri dalam laporan kali ini juga termasuk industri kelapa sawit, gula kristal putih
(sugar cane) dan karet remah (crumb rubber) yang belum dihitung di SNC. Parameter terkait
faktor emisi masih menggunakan nilai default IPCC GL 2006.
e. Perhitungan Emisi GRK
Emisi GRK sektoral dari limbah selama periode 2000-2016 terangkum pada tabel di bawah
ini. Sedangkan emisi pada jenis limbah dapat dilihat pada Gambar, bahwa terjadi
kecenderungan peningkatan emisi dari limbah cair industry, sementara limbah padat
mengalami peningkatan sangat kecil dari tahun ke tahun. Peningkatan emisi pada limbah
cair industry sejak tahun 2012 sudah hampir menyamai komposisi emisi pada limbah padat,
dan bahkan pada tahun 2016 sudah lebih besar dibandingkan limbah padat domestic.
Tabel 29 Emisi GRK Dari Sektor Limbah Tahun 2000-2016
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
EMISI
(MTon
CO2e) 61 64 66 69 71 73 78 80 80 85 88 93 96 100 101 95 98
76
Gambar 44 Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah
Adapun distribusi emisi GRK sektor limbah tahun 2016 ditunjukkan pada gambar di bawah
ini.
Gambar 45 Distribusi Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2016
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
GgCO
2eGHGIndustrialWastewater(GgCO2e)
GHGDomesticWastewater(GgCO2e)
GHGDomesticSolidWaste(GgCO2e)
39%18%
43%Total (2016)
97.915 Ggram CO2e
GHG MSW at SWDS
GHG Domestic WW
GHG Industrial WT
77
BAB IV
HASIL CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK
4.1. PENURUNAN EMISI GRK NASIONAL
Indonesia telah menyatakan komitmennya pada Conference of Parties (COP) 15
tahun 2009 untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% (dengan usaha
sendiri) dan sebesar 41% (jika mendapat bantuan internasional) pada tahun 2020.
Komitmen Indonesia tersebut diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution
(NDC) Republik Indonesia yang pertama pada bulan November 2016 dengan ditetapkannya
target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan
skenario business as usual (BAU) di tahun 2030. Secara nasional, target penurunan emisi
pada tahun 2030 berdasarkan NDC adalah sebesar 834 juta ton CO2e pada target
unconditional (CM1) dan sebesar 1,081 juta ton CO2e pada target conditional (CM2).
Untuk memenuhi target tersebut, secara nasional telah dilakukan berbagai aksi
mitigasi pada semua sektor oleh penanggung jawab aksi mitigasi. Berdasarkan hasil
capaian penurunan emisi GRK secara nasional dapat diketahui bahwa pada tahun 2015
terjadi peningkatan emisi GRK sebesar 492 juta ton CO2e. Sedangkan pada tahun 2016
telah berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 190 juta ton CO2e, sebagaimana pada Tabel
30.
Tabel 30 Capaian Penurunan Emisi GRK Nasional
No. Sektor Capaian Penurunan Emisi GRK
Tahun 2015
(ton CO2e)
Tahun 2016
(ton CO2e)
1. Energi dan Transportasi 34.039.935,44 39.809.640,68
2. IPPU 1.426.074,71 971.338,10
3. Kehutanan -539.937.909,46 130.910.750,66
4. Pertanian 1.880.000 6.950.000
5. Limbah 10.526.000 11.579.000
Total -492.065.939,43 190.220.729,44
4.2. PENURUNAN EMISI GRK SEKTORAL
Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum dan kebijakan, termasuk
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 61 tahun 2011 dan inventarisasi GRK melalui Peraturan Presiden Nomor
71 tahun 2011. Sesuai amanat yang tercantum pada lampiran Peraturan Presiden Nomor 61
tahun 2011, disebutkan bahwa penanggung jawab aksi mitigasi adalah kementerian teknis
sesuai tugas fungsinya.
4.2.1 Sektor Energi
Kementerian ESDM selaku penanggung jawab aksi mitigasi perubahan iklim di
sektor energi telah melakukan 9 (sembilan) aksi mitigasi perubahan iklim sesuai Perpres
Nomor 61 Tahun 2011 dan 5 (lima) aksi mitigasi perubahan iklim di luar Perpres Nomor 61
Tahun 2011.
78
Adapun jenis aksi mitigasi perubahan iklim tersebut meliputi:
(1) Aksi mitigasi yang sesuai Perpres No. 61 Tahun 2011:
1. Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat energi
2. Penerapan program kemitraan konservasi energi
3. Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
4. Penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi :
a. PLTP
b. PLTMH
c. PLTM
d. PLTS
e. PLT Hybrid
f. PLT Biomassa
g. Desa Mandiri Energi (DME)
5. Pemanfaatan bio-gas rumah tangga
6. Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
7. Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa
8. Pembangunan kilang mini plant Liquid Petroleum Gas (LPG)
9. Reklamasi lahan pascatambang
(2) Aksi mitigasi di luar Perpres No. 61 Tahun 2011:
1. Pemanfaatan bio-diesel
2. Penerapan Inpres Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air
3. Aksi mitigasi sektor ketenagalistrikan
a. Pembangunan PLTA
b. Penggunaan Clean Coal Technology pada Pembangkit Listrik
c. Penggunaan Cogenaration pada Pembangkit Listrik
4. Program konversi minyak tanah ke LPG
5. Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas
Penanggung jawab aksi menyatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2015 – 2016
Kementerian ESDM telah melakukan penurunan emisi GRK sebesar 29.285.410,32 ton
CO2e (tahun 2015) dan 35.571.966,86 Ton CO2e (tahun 2016). Capaian penurunan emisi
GRK untuk setiap aksi mitigasi sebagaimana tertuang pada Tabel 31 berikut:
Tabel 31 Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian ESDM
Tahun 2015 – 2016
NO AKSI MITIGASI
CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2e)
TAHUN 2015
TAHUN 2016
1 Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat energi
5,849,410.5 3,300,653.7
2 Penerapan program kemitraan konservasi energi 0.0 0.0
3 Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga 3,791,547.3 6,239,246.2
4 Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
79
NO AKSI MITIGASI
CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2e)
TAHUN 2015
TAHUN 2016
- PLTP 612,865.0 3,150,804.3
- PLTMH 15,040.1 34,706.5
- PLTM 67,079.5 88,529.4
- PLTS 5,078.0 7,374.3
- PLT Hybrid 1,008.7 1,803.6
- PLT Biomassa 574,690.0 654,319.0
- DME 31,096.0 31,096.0
5 Pemanfaatan Biogas 8,277.0 11,814.0
6 Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
109,825.9 132,895.9
7 Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa
38,249.0 42,135.0
8 Pembangunan kilang mini plant Liquid Petroleum Gas (LPG)
0.0 0.0
9 Reklamasi lahan pasca tambang 1,701,050.7 1,959,615.4
Total Mitigasi Sesuai Perpres No. 61 tahun 2011 12,805,217.7 15,654,993.3
10 Pemanfaatan Biodiesel 1,363,937.0 4,480,005.0
11 Penerapan Inpres No. 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air
226,890.3 20,174.5
12 Aksi Mitigasi Sektor Ketenagalistrikan
- Pembangunan PLTA 69,076.2 74,975.9
- Penggunaan Clean Coal Technology pada Pembangkit listrik
1,937,348.3 2,161,952.8
- Penggunaan Cogeneration pada Pembangkit Listrik 1,402,872.7 1,026,356.4
13 Program Konversi Minyak Tanah ke LPG 11,474,817.5 12,015,258.2
14 Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas
- Tenaga Surya 1,783.8 2,325.6
- Retrofitting Lampu LED 3,466.9 7,662.5
Total Mitigasi Diluar Perpres No. 61 tahun 2011 16,480,192.6 19,788,710.8
TOTAL 29,285,410.3 35,443,704.1
Kementerian Perhubungan sebagai penanggung jawab aksi di sektor transportasi seperti
amanat pada Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca telah melakukan aksi mitigasi perubahan iklim pada:
1. Sub Sektor Perhubungan Darat, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Mendorong Pembinaan dan Pengernbanqan sistem transit – Bus Rapid Transit
(BRT)/semi BRT
a. Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk Kelancaran Lalu Lintas di Jalan Nasional/
(Area Traffic Control System/ ATCS)
b. Pembangunan budaya berkendara yang lebih baik (Smart Driving)
80
c. Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas di Jalan Nasional / (Analisis Dampak
Lalu Lintas / ANDALLALIN)
d. Pembinaan Pelayanan Angkutan Umum (Peremajaan Armada Angkutan Umum)
2. Sub Sektor Perhubungan Laut, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi Sollar Cell
pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
b. Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal Perintis)
3. Sub Sektor Perhubungan Udara, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Peremajaan Armada Angkutan Udara
b. Penyempurnaan system dan prosedur pengoperasian serta perawatan pesawat
udara (Efisiensi Operasional Penerbangan)
c. Performance Base Navigation (PBN)
d. Penghijauan Lingkungan Bandar udara
e. Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan
4. Sub Sektor Perkeretaapian
a. Pembangunan Jalur Ganda Lintas Utara Jawa
b. Pembangunan KA Perkotaan Jabodetabek
c. Terbangunnya Jalur KA Trans Sumatera
Pada pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim sektor transportasi, Penanggung jawab aksi
menyatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2015 – 2016 Kementerian Perhubungan telah
melakukan penurunan emisi GRK sebesar 2.554.823 ton CO2 (tahun 2015) dan 2.948.009
Ton CO2 (tahun 2016).
Capaian penurunan emisi GRK untuk setiap aksi mitigasi sebagaimana tertuang pada Tabel
32 berikut:
Tabel 32 Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian Perhubungan Tahun 2015 – 2016
NO AKSI MITIGASI PER SUB SEKTOR
CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2)
TAHUN 2015 TAHUN 2016
KLAIM KLAIM
1 SUB SEKTOR PERHUBUNGAN DARAT 341,502 367,630
a Mendorong Pembinaan dan Pengernbanqan sistem transit – Bus Rapid Transit (BRT)/ semi BRT
115,802 165,704
b Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk Kelancaran Lalu Lintas di Jalan Nasional/ (Area Traffic Control System/ ATCS)
199,727 201,421
c Pembangunan budaya berkendara yang lebih baik (Smart Driving)
452 505
d Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas di Jalan Nasional / (Analisis Dampak Lalu Lintas / ANDALLALIN)
19,005
e Pembinaan Pelayanan Angkutan Umum (Peremajaan Armada Angkutan Umum)
6,516
2 SUB SEKTOR PERHUBUNGAN LAUT 133,212 139,945
81
NO AKSI MITIGASI PER SUB SEKTOR
CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2)
TAHUN 2015 TAHUN 2016
KLAIM KLAIM
a
Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi Sollar Cell pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
128,625 135,077
b Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal Perintis) *
4,587 4,868
3 SUB SEKTOR PERHUBUNGAN UDARA 662,109 1,123,434
a Peremajaan Armada Angkutan Udara 361,130 364,559
b Penyempurnaan system dan prosedur pengoperasian serta perawatan pesawat udara (Efisiensi Operasional Penerbangan)
38,463 449,140
c Performance Base Navigation (PBN) 253,736 300,643
d Penghijauan Lingkungan Bandar udara 8,581 8,829
e Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan 199 263
4 SUB SEKTOR PERKERETAAPIAN 1,418,000 1,317,000
a Pembangunan Jalur Ganda Lintas Utara Jawa
546,000 566,000
b Pembangunan KA Perkotaan Jabodetabek 698,000 551,000
c Terbangunnya Jalur KA Trans Sumatera 174,000 200,000
TOTAL 2,554,823 2,948,009
4.2.2 Sektor IPPU
Sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
GRK (RAN GRK), Kementerian Perindustrian selaku penanggung jawab aksi mitigasi
perubahan iklim di sektor industri melakukan aksi mitigasi yang meliputi:
1. Penerapan modifikasi proses dan teknologi
2. Konservasi dan audit energy
3. Penghapusan Bahan Perusak Ozon (BPO)
Aksi mitigasi yang dilakukan dalam periode tahun 2015 s.d. 2016, yaitu:
1. Penerapan modifikasi proses dan teknologi pada industri semen, melalui penurunan
ratio klinker.
2. Konservasi dan audit energi melalui pemanfaatan bahan bakar alternatif dan efisiensi
energi di industri semen.
Aksi mitigasi berupa penghapusan bahan perusak ozon (BPO) tidak dapat dilakukan
verifikasi karena data pendukung untuk aksi mitigasi tersebut tidak tersedia.
Aksi Mitigasi yang termasuk dalam sektor IPPU yaitu Penurunan Ratio Clinker, sedangkan
aksi mitigasi Pemanfaatan Bahan Bakar Alternatif dan Efisiensi Energi di Industri Semen
merupakan aksi mitigasi di sektor Energi.
82
Terhadap pelaksanaan 2 (dua) aksi mitigasi penurunan clinker ratio serta pemanfaatan
bahan bakar alternatif dan efisiensi di industri semen dari 13 (tiga belas) perusahaan,
Penanggung Jawab aksi menyatakan bahwa dalam periode 2015 – 2016 Kementerian
Perindustrian telah melakukan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 3.625.736,71 Ton
CO2 (tahun 2015) dan 2.389.265,72 Ton CO2 (tahun 2016).
Capaian penurunan emisi GRK tersebut sebagaimana tertuang pada Tabel 32 berikut ini:
Tabel 33 Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian
Perindustrian Tahun 2015 – 2016
4.2.3 Sektor Kehutanan
Aksi mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan dan lahan gambut berdasarkan
Perpres 61/2011 tersebut terdiri atas 13 kegiatan inti dan 17 kegiatan pendukung, dengan
penanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (KemPUPera), Kementerian Pertanian, dan Bappenas.
Rencana aksi sektor kehutanan yang terdapat dalam Perpres 61/2011 tersebut
berlangsung pada periode 2010-2014, sehingga setelah tahun 2014 sektor kehutanan tidak
mengacu lagi kepada rencana aksi yang terdapat dalam Perpres 61/2011. Rencana aksi
yang dilakukan sektor kehutanan setelah tahun 2014 menggunakan rencana aksi yang
menjadi skenario dalam upaya penurunan emisi GRK sektor kehutanan sebagai strategi
pencapaian target NDC, yaitu meliputi:
1. Penurunan deforestasi (<0,45-0,325 Mha/tahun di 2030)
2. Peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan alam
(penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman
3. Rehabilitasi 12 juta ha lahan terdegradasi pada tahun 2030 atau 800.000 ha/tahun
dengan tingkat kesuksesan sebesar 90%
4. Restorasi lahan gambut seluas 2 juta ha pada tahun 2030 dengan tingkat kesuksesan
sebesar 90%
5. Pengendalian peat fire (kebakaran gambut)
Penanggung jawab aksi mitigasi sektor kehutanan dalam upaya penurunan emisi
GRK adalah Ditjen teknis lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
serta Badan Restorasi Gambut (BRG). Aksi mitigasi sektor kehutanan dalam upaya
penurunan emisi GRK ditentukan oleh masing-masing Ditjen teknis lingkup KLHK dan BRG
melalui pertemuan-pertemuan bilateral yang dilakukan antara Ditjen teknis lingkup KLHK
dan BRG dengan Ditjen PPI (c.q. Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV). Aksi mitigasi
2015 2016
1 Penurunan Ratio Clinker 1.426.034,71 971.338,10
2Pemanfaatan Bahan Bakar
Alternatif dan Efisiensi Energi2.199.702,00 1.417.927,62
Total : 3.625.736,71 2.389.265,72
No Aksi Mitigasi
Reduksi Emisi (Klaim)
Ton CO2
83
sektor kehutanan tersebut terdiri atas 13 aksi yang berkontribusi langsung dalam penurunan
emisi GRK dan 8 aksi yang berkontribusi tidak langsung dalam penurunan emisi GRK.
Berdasarkan aksi mitigasi sektor kehutanan dalam upaya penurunan emisi GRK
pada tahun 2015 dan tahun 2016 (Tabel 34) dapat diketahui bahwa pada tahun 2015, emisi
sektor kehutanan meningkat menjadi 539,9 Juta CO2e. Hal tersebut dikarenakan terjadinya
kebakaran gambut (peat fire) di Indonesia pada tahun 2015 yang cukup besar yaitu seluas
869.754 ha atau menghasilkan emisi GRK sebesar 549,4 Juta ton CO2e. Sedangkan pada
tahun 2016 sektor kehutanan telah memberikan kontribusi dalam penurunan emisi GRK,
yaitu menurunkan emisi GRK sebesar 130,9 Juta ton CO2e. Kegiatan yang berkontribusi
terbesar dalam penurunan emisi GRK sektor kehutanan pada tahun 2016 adalah dari
kegiatan pengendalian kebakaran gambut (peat fire), yaitu pada tahun 2016 kebakaran
gambut yang terjadi menurun menjadi seluas 97.787 ha atau menurunkan emisi sebesar
163,1 Juta ton CO2e.
Tabel 34 Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun 2015-2016
No. Aksi/Kegiatan Mitigasi
Sektor Kehutanan
Capaian Penurunan Emisi GRK
Tahun 2015
(ton CO2e)
Tahun 2016
(ton CO2e)
1. Penurunan Deforestasi (<0,45-
0,325 Mha/tahun di 2030)
61.107.625,00 14.365.053,00
2. Peningkatan Penerapan
Prinsip Pengelolaan Hutan
Berkelanjutan, baik di Hutan
Alam (Penurunan Degradasi)
maupun di Hutan Tanaman
-27.410.800,79 -19.609.952,58
3. Rehabilitasi 12 Juta Ha lahan
terdegradasi pada tahun 2030
atau 800.000 Ha/tahun dengan
tingkat kesuksesan sebesar
90%
99.073,33 561.805,57
4. Restorasi 2 Juta Ha Gambut
pada 2030 dengan Tingkat
Kesuksesan Sebesar 90%
-24.293.823,00
-27.537.955,00
5. Pengendalian Peat Fire
(Kebakaran Gambut)
-549.439.984,00 163.131.799,67
Total Penurunan Emisi GRK -539.937.909,46 130.910.750,66
4.2.4 Sektor Pertanian
Aksi mitigasi penurunan emisi GRK yang dilakukan oleh Penanggung Jawab Aksi
Kementerian Pertanian, meliputi (1) Budidaya Padi Sawah (SLPTT, SRI, Varietas Rendah
Emisi), (2) UPPO (Unit Penggunaan Pupuk Organik) (3) Batamas (Biogas Ternak Asal
Masyarakat). Penurunan emisi sektor pertanian merupakan selisih emisi tanpa aksi mitigasi
dan emisi dengan aksi mitigasi. Sementara itu, sektor pertanian memiliki baseline yang
84
ditetapkan dalam Indonesian First NDC, sehingga klaim penurunan emisi adalah
sebagaimana table di bawah ini.
Tabel 35 Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian Pertanian Tahun 2015 –
2016
Klaim penurunan emisi (Juta Ton CO2E)
BaU Baseline
(NDC)
Emisi tanpa aksi
mitigasi
Klaim Reduksi Emisi
2010 111,51 106.00 93,92
2011 111,13 106,73 90,73
2012 111,41 107,56 93,08
2013 112,08 110,96 97,32
2014 112,78 114,98 98,92
2015 114,52 115,31 113,43
2016 114,28 121,75 114,80
4.2.5 Sektor Limbah
Aksi mitigasi sektor pengelolaan limbah terdiri atas 2 (dua) aksi dengan penanggung
jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemPUPera) dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Aksi dimaksud adalah :
1. Pembangunan sarana prasarana air limbah dengan sistem off-site dan on-site
2. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan Pengelolaan Sampah Terpadu 3R.
Potensi utama sumber GRK dari sektor limbah terbagi menjadi dua yakni limbah cair
dan limbah padat. Pada limbah cair, emisi muncul dari proses air limbah yang dilakukan
secara biologis dengan sistem pengolahan kolam terbuka. Sedangkan pada limbah padat
emisi muncul dalam proses pemrosesan akhir sampah/limbah padat yang tidak terkelola
(open dumping).
Secara khusus pada aksi mitigasi dalam pengelolaan limbah padat domestik
(sampah) dapat dilakukan dalam 3 kegiatan, yaitu pengomposan, 3R, dan pemanfaatan
Land Fill Gas (LFG). Seperti yang disampaikan dalam metodologi penghitungan penurunan
emisi di atas, klaim atas penurunan emisi sektor limbah dari KLHK kali ini hanya menghitung
dari aksi pengomposan.
Pada Tabel 36 disajikan bahwa aksi pengomposan dapat menurunkan emisi pada
tahun 2015 sebesar 10,5 Juta Ton CO2e. Sedangkan untuk 2016 perkiraan penurunannya
memperhatikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia, yaitu sebesar 1,1 %, sehingga
pengomposan di tahun 2016 mampu menurunkan 11,5 Juta Ton CO2e,secara rinci tertuang
dalam tabel di bawah ini.
85
Tabel 36 Pernyataan (Klaim) Capaian Penurunan Emisi GRK dari Kementerian LHK
Tahun 2015 – 2016
Tahun Klaim penurunan emisi (Juta Ton CO2E)
BaU Baseline Emisi Aksi Mitigasi Klaim Reduksi Emisi
2013 0 0,977 -0,977
2014 5,175 5,128 0,466
2015 129,760 119,234 10,526
2016 185,214 156,384 11,579
86
BAB V
PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI
5.1 PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI
Dari hasil verifikasi terhadap data klaim capaian penurunan emisi GRK yang disampaikan
oleh penanggung jawab aksi sektor terkait, sebagai berikut:
5.1.1 Sektor Energi
Hasil verifikasi menunjukkan bahwa aksi mitigasi sektor energi tahun 2015 - 2016
untuk 9 (sembilan) aksi mitigasi yang sesuai Perpres 61 tahun 2011 dan 5 (lima) di luar
Perpres menunjukkan bahwa capaian penurunan emisi GRK sektor energi yaitu
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 37 Capaian Penurunan Emisi Terverifikasi dari Aksi Mitigasi Sektor Energi
NO AKSI MITIGASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2e)
TAHUN 2015 TAHUN 2016
KLAIM VERIFIKASI KLAIM VERIFIKASI
1 Penerapan mandatori manajemen
energi untuk pengguna padat
energi
5,849,410.51 5,849,410.51 3,428,916.51 3,300,653.71
2 Penerapan program kemitraan
konservasi energi
0.05 0.05
3 Peningkatan efisiensi peralatan
rumah tangga
3,791,547.27 3,791,547.27 6,239,246.16 6,239,246.16
4 Penyediaan dan Pengelolaan
Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi
-
- PLTP 612,865.00 612,865.00 3,150,804.27 3,150,804.27
- PLTMH 15,040.09 15,040.09 34,706.49 34,706.49
- PLTM 67,079.51 67,079.51 88,529.44 88,529.44
- PLTS 5,078.00 5,078.00 7,374.27 7,374.27
- PLT Hybrid 1,008.65 1,008.65 1,803.60 1,803.60
- PLT Biomassa 574,690.00 574,690.00 654,319.00 654,319.00
- DME 31,096.00 31,096.00
5 Pemanfaatan Biogas 8,277.00 8,277.00 11,814.00 11,814.00
6 Penggunaan gas alam sebagai
bahan bakar angkutan umum
perkotaan
109,825.91 109,825.91 132,895.91 132,895.91
7 Peningkatan sambungan rumah
yang teraliri gas bumi melalui pipa
38,249.00 38,249.00 42,135.00 42,135.00
8 Pembangunan kilang mini plant
Liquid Petroleum Gas (LPG)
- - - -
9 Reklamasi lahan pasca tambang 1,701,050.70 - 1,959,615.37 -
Total Mitigasi Sesuai Perpres No. 61
tahun 2011
12,805,217.68 11,073,070.94 15,783,256.06 13,664,281.85
10 Pemanfaatan Biodiesel 1,363,937.00 1,363,937.00 4,480,005.00 4,480,005.00
11 Penerapan Inpres No. 13 Tahun
2011 tentang Penghematan
Energi dan Air
226,890.30 226,890.30 20,174.49 20,174.49
87
NO AKSI MITIGASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2e)
TAHUN 2015 TAHUN 2016
KLAIM VERIFIKASI KLAIM VERIFIKASI
12 Aksi Mitigasi Sektor
Ketenagalistrikan
- -
- Pembangunan PLTA 69,076.23 69,076.23 74,975.89 74,975.89
- Penggunaan Clean Coal
Technology pada Pembangkit
listrik
1,937,348.26 1,937,348.26 2,161,952.77 2,161,952.77
- Penggunaan Cogeneration pada
Pembangkit Listrik
1,402,872.65 1,402,872.65 1,026,356.36 1,026,356.36
13 Program Konversi Minyak Tanah
ke LPG
11,474,817.47 11,474,817.47 12,015,258.21 12,015,258.21
14 Pembangunan Penerangan Jalan
Umum Cerdas
- -
- Tenaga Surya 1,783.83 1,783.83 2,325.61 2,325.61
- Retrofitting Lampu LED 3,466.89 3,466.89 7,662.47 7,662.47
Total Mitigasi Diluar Perpres No. 61
tahun 2011
16,480,192.64 16,480,192.64 19,788,710.80 19,788,710.80
TOTAL 29,285,410.32 27,553,263.58 35,571,966.86 33,452,992.65
Perbedaan antara klaim dengan verifikasi ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Penerapan program kemitraan konservasi energi
Aksi mitigasi ini merupakan hasil laporan realisasi audit energi dari konsultan yang
ditunjuk oleh KESDM. Data yang diperoleh adalah data meteran listrik yang merupakan
hasil pengukuran langsung pada saat diaudit. Hal ini menyebabkan data yang
disampaikan tidak dapat ditelusuri rekam jejaknya.
2. Desa Mandiri Energi
Aksi mitigasi ini tidak dapat diverifikasi karena aksi mitigasi ini sudah selesai pada tahun
2013 yang dilaksanakan pada 33 desa dan juga tidak ada data pendukung untuk
metodologi perhitungan penurunan emisi GRK untuk aksi mitigasi ini.
3. Reklamasi Lahan Pasca Tambang
Aksi mitigasi ini merupakan kegiatan rehabilitasi tanaman sehingga akan menjadi
perhitungan pada aksi mitigasi untuk sektor lahan.
Sektor Transportasi
Hasil verifikasi terhadap data capaian penurunan emisi GRK untuk sektor transportasi,
sebagaimana Tabel 38 berikut:
88
Tabel 38 Capaian Penurunan Emisi Terverifikasi dari Aksi Mitigasi Sektor Energi
Subsektor Transportasi
NO AKSI MITIGASI PER SUB
SEKTOR
CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2)
TAHUN 2015 TAHUN 2016
KLAIM VERIFIKASI KLAIM VERIFIKASI
1 SUB SEKTOR PERHUBUNGAN
DARAT
341,502 315,975 367,630 367,624
a Mendorong Pembinaan dan
Pengernbanqan sistem transit –
Bus Rapid Transit (BRT)/ semi
BRT
115,802 115,802 165,704 165,704
b Pemanfaatan Teknologi Lalu
Lintas untuk Kelancaran Lalu
Lintas di Jalan Nasional/ (Area
Traffic Control System/ ATCS)
199,727 199,727 201,421 201,421
c Pembangunan budaya
berkendara yang lebih baik
(Smart Driving)
452 446 505 499
d Penerapan Pengendalian
Dampak Lalu Lintas di Jalan
Nasional / (Analisis Dampak
Lalu Lintas / ANDALLALIN)
19,005
e Pembinaan Pelayanan Angkutan
Umum (Peremajaan Armada
Angkutan Umum)
6,516
2 SUB SEKTOR PERHUBUNGAN
LAUT
133,212 133,212 139,945 139,945
a Efisiensi Manajemen
Operasional Pelabuhan
(Pembangunan Teknologi Sollar
Cell pada Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP)
128,625 128,625 135,077 135,077
b Modernisasi Kapal (Peremajaan
Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal
Perintis) *
4,587 4,587 4,868 4,868
3 SUB SEKTOR PERHUBUNGAN
UDARA
662,109 - 1,123,434 -
a Peremajaan Armada Angkutan
Udara
361,130 364,559
b Penyempurnaan system dan
prosedur pengoperasian serta
perawatan pesawat udara
(Efisiensi Operasional
Penerbangan)
38,463 449,140
c Performance Base Navigation
(PBN)
253,736 300,643
d Penghijauan Lingkungan Bandar
udara
8,581 8,829
e Pemanfaatan Energi Baru dan
Terbarukan
199 263
4 SUB SEKTOR
PERKERETAAPIAN
1,418,000 1,418,000 1,317,000 1,317,000
a Pembangunan Jalur Ganda
Lintas Utara Jawa
546,000 546,000 566,000 566,000
89
NO AKSI MITIGASI PER SUB
SEKTOR
CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK (TON CO2)
TAHUN 2015 TAHUN 2016
KLAIM VERIFIKASI KLAIM VERIFIKASI
b Pembangunan KA Perkotaan
Jabodetabek
698,000 698,000 551,000 551,000
c Terbangunnya Jalur KA Trans
Sumatera
174,000 174,000 200,000 200,000
TOTAL : 2,554,823 1,867,187 2,948,009 1,824,569
Adanya klaim yang belum dapat diverifikasi ini disebabkan oleh belum lengkapnya data
pendukung detail perhitungan penurunan emisi.
5.1.2 Sektor IPPU
Hasil verifikasi capaian penurunan emisi GRK untuk sektor IPPU adalah
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 39 Capaian Penurunan Emisi Terverifikasi dari Aksi Mitigasi Sektor IPPU
No Aksi Mitigasi Capaian Penurunan Emisi GRK (Ton CO2e)
Tahun 2015 Tahun 2016
Klaim Verifikasi Klaim Verifikasi
1 Penurunan Ratio
Clinker
1,426,034.71 1,426,034.71 971,338.10 971,338.10
2 Pemanfaatan Bahan
Bakar Alternatif dan
Efisiensi Energi
2,199,702.00 2,199,702.00 1,417,927.62 1,417,927.62
Total 3,625,736.71 3,625,736.71 2,389,265.72 2,389,265.72
Dari hasil verifikasi terhadap klaim capaian penurunan emisi GRK atas aksi mitigasi
Penurunan Ratio Clinker dan Pemanfaatan Bahan Bakar Alternatif dan Efisiensi Energi di
Industri Semen pada 13 industri menunjukkan jumlah yang sama hal ini karena sektor IPPU
telah dilengkapi dengan data perhitungan penurunan emisi GRK dan dapat ditelusuri untuk
metodologi perhitungannya.
5.1.3 Sektor Kehutanan
Berdasarkan hasil verifikasi terhadap capaian penurunan emisi GRK sektor
kehutanan dari 5 aksi mitigasi utama yang dilakukan oleh penanggung jawab aksi mitigasi
sektor kehutanan (Tabel 40), maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 terjadi
peningkatan emisi GRK sebesar 539,9 juta ton CO2e (0,54 Gton CO2e). Aksi mitigasi
sektor kehutanan yang berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK pada tahun 2015
adalah kegiatan penurunan deforestasi sebesar 61,1 juta ton CO2e dan kegiatan rehabilitasi
lahan terdegradasi sebesar 99,1 juta ton CO2e. Sedangkan aksi mitigasi sektor kehutanan
yang meningkatkan emisi GRK pada tahun 2015 adalah kegiatan peningkatan penerapan
prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan alam (penurunan degradasi) maupun
di hutan tanaman sebesar 27,4 juta ton CO2e, kegiatan restorasi gambut sebesar 24,3 juta
90
ton CO2e, dan kegiatan pengendalian peat fire (kebakaran gambut) sebesar 549,4 juta ton
CO2e.
Hasil verifikasi juga menunjukkan bahwa pada tahun 2016 terjadi penurunan emisi
GRK sektor kehutanan dari 5 aksi mitigasi utama yang dilakukan oleh penanggung jawab
aksi/kegiatan mitigasi sektor kehutanan sebesar 130,9 juta ton CO2e. Aksi mitigasi sektor
kehutanan yang berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK pada tahun 2016 adalah
kegiatan penurunan deforestasi sebesar 14,4 juta ton CO2e, kegiatan rehabilitasi lahan
terdegradasi sebesar 0,6 juta ton CO2e, dan kegiatan pengendalian peat fire (kebakaran
gambut) sebesar 163,1 juta. Sedangkan aksi/kegiatan mitigasi sektor kehutanan yang
meningkatkan emisi GRK pada tahun 2016 adalah kegiatan peningkatan penerapan prinsip
pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan alam (penurunan degradasi) maupun di
hutan tanaman sebesar 19.609.952,58 ton CO2e dan kegiatan restorasi gambut sebesar
27.537.955 ton CO2e.
Tabel 40 Hasil Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun
2015-2016
No. Skenario Aksi Mitigasi Sektor
Kehutanan
Potensi Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan
Tahun 2015 Tahun 2016
Emisi Baseline Emisi Aktual
Penurunan Emisi
Emisi Baseline Emisi Aktual
Penurunan Emisi
(ton CO2e) (ton CO2e) (ton CO2e) (ton CO2e) (ton CO2e) (ton CO2e)
1
Penurunan Deforestasi (<0,45-0,325 Mha/tahun di 2030) 293,208,910 232,101,285 61,107,625 293,208,910 278,843,857 14,365,053
2
Peningkatan Penerapan Prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, baik di Hutan Alam (Penurunan Degradasi) maupun di Hutan Tanaman 58,002,762 85,413,563 -27,410,801 58,002,762 77,612,715 -19,609,953
3
Rehabilitasi 12 Juta Ha lahan terdegradasi pada tahun 2030 atau 800.000 Ha/tahun dengan tingkat kesuksesan sebesar 90% 1,397,374 3,027,644 1,630,270 2,036,479 4,412,371 2,375,892
4
Restorasi 2 Juta Ha Gambut pada 2030 dengan Tingkat Kesuksesan Sebesar 90%: 224,639,453 248,933,276 -24,293,823 228,135,075 255,673,030 -27,537,955
5 Pengendalian Peat Fire (Kebakaran Gambut) 253,429,933 802,869,917 -549,439,984 253,398,979 90,267,180 163,131,800
Total Potensi Penurunan Emisi GRK/Peningkatan Serapan 830,678,432 1,372,345,685 -538,406,713 834,782,205 706,809,152 132,724,837
91
5.1.4 Sektor Pertanian
Hasil verifikasi capaian penurunan emisi GRK untuk sektor pertanian adalah
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 41 Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK
Sektor Pertanian Tahun 2015-2016
No Aksi Mitigasi Capaian Penurunan Emisi GRK (Juta ton CO2e)
Tahun 2015 Tahun 2016
Klaim Verifikasi Klaim Verifikasi
1 Budidaya Padi
Sawah
1,56 6,49 6,65 8,63
2 UPPO 0,21 0,43 0,25 0,44
3 BATAMAS 0,107 0,01 0,053 0,01
Total 1,88 6,93 6,95 9,08
Penurunan emisi dari sektor pertanian menghasilkan trend yang meningkat sejak
tahun 2010 hingga tahun 2014, namun pada tahun 2015 dan 2016 mengalami penurunan
yang signifikan. Hal tersebut disumbang oleh aktivitas SLPTT, SRI, dan VRE, sehingga
menjadi 1,88 dan 6,95 Juta Ton CO2e. Rincian penurunan emisi dari masing-masing aksi
adalah sebagai berikut:
1. Aksi mitigasi BATAMAS Tahun 2012 dihitung dengan menjumlahkan data tahun 2011
secara akumulasi dengan 50% data tahun 2012. Hal ini karena sejak tahun 2012
kegiatan Batamas tidak dilanjutkan. Dengan asumsi ini maka pada tahun 2016, jumlah
batamas yang operasional sebesar 76 unit dan diduga dalam 5 tahun berikutnya,
keberadaan batamas dianggap tidak ada lagi di lapangan.
2. Aksi mitigasi UPPO tahun 2014 dan tahun 2015 tidak dilanjutkan, namun dimulai
kembali tahun 2016 sebesar 575 unit.
3. Aksi mitigasi Budidaya Lahan Pertanian (Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman
Terpadu/SLPTT, SRI, Varietas Rendah Emisi) mengalami perubahan program pada
Tahun 2015 yang semula bernama SLPTT diganti menjadi program GPPTT (Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu). Program ini menggunakan rejim air yang
berbeda dan varietas rendah emisi. Pergantian nama program pada tahun 2015 ini
yang menyebabkan aktifitas GPPTT mengalami penurunan aksi mitigasi secara
signifikan yaitu sebesar 356.950 Ha. Hal ini berpengaruh terhadap turunnya angka
penurunan emisi dari kegiatan GPPTT. Walaupun aksi GPPTT Tahun 2016 meningkat
kembali menjadi 2.154.673 Ha namun tetap lebih kecil dibandingkat data tahun 2014
sebesar 3.565.188 ha. Di samping itu peningkatan emisi dari aksi ini juga disebabkan
penggunaan Varietas Rendah Emisi yang semula dilakukan secara nasional menjadi
dilakukan di 7 Provinsi. Sebagai contoh penggunaan Varietas Rendah Emisi Ciherang
hanya sebesar 1.183.256,92 ha.
5.1.5 Sektor Limbah
Hasil verifikasi terhadap capaian penurunan emisi dari sektor limbah pada tahun
2015 dan 2016 masing-masing sebesar 10,5 juta ton dan 11,579 juta ton, sebagaimana
klaim yang diajukan KLHK. Hasil ini telah berkontribusi sebesar 0.36% dari total BAU yang
92
telah ditetapkan dalam NDC sebesar 0.38%. Rincian adalah sebagaimana table di bawah
ini.
Tabel 42 Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK
Sektor Limbah Tahun 2015-2016
Tahun Klaim penurunan emisi dari aksi Pengomposan
(Juta Ton CO2E)
Klaim Reduksi Emisi Verifikasi Reduksi Emisi
2015 10,526 10,526
2016 11,579 11,579
5.2 KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI GRK TERHADAP TARGET NATIONALLY
DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)
5.2.1 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Sektoral
Pasca-2020, Indonesia merencanakan untuk meningkatkan target melebihi
komitmen penurunan emisi GRK tahun 2020. Mengacu pada kajian terbaru yang tercantum
pada dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) mengenai tingkat emisi GRK,
Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai
dengan 41% dibandingkan skenario business as usual (BaU) di tahun 2030.
Dalam NDC dijelaskan tentang lima kategori sektor dan proporsi kontribusinya dalam
upaya penurunan emisi GRK 29% dari BAU 2030 yaitu : kehutanan (17,2%); energi (11%);
pertanian (0,32%); Industrial Process and Product Use (IPPU) (0,10%); dan limbah (0,38%),
sebagaimana tertuang pada Tabel 43 berikut:
Tabel 43 Target Nationally Determined Contribution (NDC) Tahun 2030
5.2.1.1 Sektor Energi
Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) disebutkan bahwa untuk
kategori Energi mempunyai target penurunan emisi GRK sebesar 314 MTon CO2e atau
11% dengan kondisi scenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional (Counter
Measure/CM1). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi
yang berbasis sektor energi yang telah dilakukan oleh KESDM maupun oleh Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Perhubungan.
93
Adapun kontribusi dari kategori energi pada tahun 2016 terhadap target NDC tahun
2030 sebesar 3,28% dengan membandingkan antara BAU dan Inventory, sebagaimana
Tabel 44 dan Gambar 46.
Tabel 44 Progres capaian penurunan emisi GRK Sektor Energi tahun 2010 – 2016
dengan Target NDC tahun 2030
Gambar 46 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Energi
5.2.1.2 Sektor IPPU
Untuk kategori IPPU, target penurunan emisi GRK sesuai dokumen Nationally
Determined Contribution (NDC) sebesar 2,75 MTon CO2e atau 0,10% dengan kondisi
scenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional (Counter Measure/CM1). Target
penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang berbasis sektor IPPU
yang telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian.
Adapun kontribusi dari kategori IPPU pada tahun 2016 terhadap target NDC tahun
2030 sebesar 0,23% dengan membandingkan antara BAU dan Inventory, sebagaimana
Tabel 45 dan Gambar 47.
Sektor Target2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inventory(MtonCO2e) 453.18 488.94 508.12 546.40 602.46 652.08 618.58
BAU(MtonCO2e) 453.20 510.73 549.93 588.70 639.15 664.35 712.26
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 314 0.02 21.79 41.81 42.31 36.70 12.27 93.68
ProgresCapaianterhadap2030(%) 11 0 0.76 1.46 1.48 1.29 0.43 3.28
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) 33.24 36.15
Terverifikasi(MtonCO2e) 5.25 12.82
BelumTerverifikasi 27.99 23.33
Energi
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
PenurunanEmisi
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Baseline (BAU) 453,20 510,73 549,93 588,70 639,15 664,35 712,26
Inventory 453,18 488,94 508,12 546,40 602,46 652,08 618,58
Penurunan Emisi per Thn 0,02 21,79 41,81 42,31 36,70 12,27 93,68
Kontribusi NDC 2030 (%) 0,00 0,76 1,46 1,48 1,29 0,43 3,28
-
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
(Rib
u t
on
CO
2e)
Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap Baseline Emisi GRK (BAU)
Baseline (BAU) Inventory
94
Tabel 45 Progres capaian penurunan emisi GRK Sektor IPPU tahun 2010 – 2016
dengan Target NDC tahun 2030
Gambar 47 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor IPPU
5.2.1.3 Sektor Kehutanan
Untuk sektor kehutanan, target penurunan emisi GRK dengan unconditional sebesar
17,2% (497 juta ton CO2e). Berdasarkan hasil perhitungan inventarisasi GRK tahun 2016
dapat diketahui bahwa emisi GRK sektor kehutanan tahun 2016 adalah sebesar 631,72 juta
ton CO2e, sedangkan emisi baseline NDC (BAU) sektor kehutanan pada tahun 2016 adalah
sebesar 767,70 juta ton CO2e. Sehingga capaian penurunan emisi GRK sektor kehutanan
pada tahun 2016 berdasarkan perbandingan antara emisi aktual hasil inventarisasi GRK
sektor kehutanan dengan emisi baseline NDC (BAU) sektor kehutanan adalah sebesar
135,98 juta ton CO2e.
Adapun kontribusi dari sektor kehutanan pada tahun 2016 terhadap target NDC
tahun 2030 sebesar 4,71% dengan membandingkan antara BAU dan Inventory,
sebagaimana Tabel 46 dan Gambar 48.
Tabel 46 Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun 2010 –
2016 dengan Target NDC tahun 2030
Terverifikasi
Sektor Target2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inventory(MtonCO2e) 36.03 35.91 40.08 39.16 47.49 48.67 49.63
BAU(MtonCO2e) 36.22 37.07 41.73 40.86 49.78 53.28 55.99
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 2.75 0.19 1.16 1.65 1.70 2.30 4.61 6.36
ProgresCapaianterhadap2030 0.1 0.01 0.04 0.06 0.06 0.08 0.17 0.23
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) 1.80 1.61
Terverifikasi(MtonCO2e) 1.80 1.61
BelumTerverifikasi
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
PenurunanEmisi
IPPU
Kontribusi
Lainnya
Energi
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Baseline (BAU) 36,22 37,07 41,73 40,86 49,78 53,28 55,99
Inventory 36,03 35,91 40,08 39,16 47,49 48,67 49,63
Penurunan Emisi per Thn 0,19 1,16 1,65 1,70 2,30 4,61 6,36
Kontribusi NDC 2030 (%) 0,01 0,04 0,06 0,06 0,08 0,17 0,23
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
(Rib
u t
on C
O2e)
Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK
terhadap Baseline Emisi GRK (BAU)
Baseline (BAU) Inventory
Sektor Target 2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inventory LULUCF (Mton CO2e) 383 427 488 402 480 742 541
Inventory Peat Fire (Mton CO2e) 51 189 207 205 499 803 90
Inventory Total (Mton CO2e) 434,79 616,34 694,98 607,33 979,42 1545,07 631,72
BAU (Mton CO2e) 646,55 769,25 770,84 767,69 766,42 765,09 767,70
Penurunan dari BAU (Mton CO2e) 497 211,76 152,92 75,86 160,36 -213,01 -779,98 135,98
Progres Capaian terhadap 2030 17,2 7,33 5,29 2,63 5,55 -7,37 -26,99 4,71
LULUCF dan
Peat Fire
Penurunan Emisi
Penurunan
Emisi
Berdasarka
n BAU
95
Gambar 48 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Kehutanan
5.2.1.4 Sektor Pertanian
Target penurunan emisi Sektor Pertanian tahun 2030 berdasarkan NDC adalah 9
juta ton CO2e sebesar 0,32%. Sampai tahun 2016 angka tersebut belum tercapai bahkan
lebih rendah sebesar -0,001% dari target NDC. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
perubahan program secara internal dari Kementerian Pertanian dan tidak dilanjutkannya
beberapa aksi mitigasi. Adapun kontribusi dari sektor pertanian pada tahun 2016,
sebagaimana Tabel 47 dan Gambar 49.
Tabel 47 Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Pertanian Tahun 2010 – 2016
dengan Target NDC tahun 2030
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Baseline (BAU) 646,545 769,251 770,841 767,690 766,416 765,087 767,703
Inventory 434,788 616,335 694,978 607,328 979,422 1,545,07 631,725
Penurunan Emisi per Thn 211,757 152,915 75,863 160,362 (213,006 (779,984 135,979
Kontribusi NDC 2030 (%) 7.33 5.29 2.63 5.55 -7.37 -26.99 4.71
(1,000,000)
(500,000)
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000(R
ibu
to
n C
O2e
)
Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap Baseline Emisi GRK (BAU)
Baseline (BAU) Inventory
Terverifikasi
Sektor Target2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inventory(MtonCO2e) 108.49 108.72 112.73 112.10 113.44 111.32 117.02
BAU(MtonCO2e) 110.51 111.13 111.41 112.08 112.78 113.52 114.28
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 9 2.02 2.41 -1.32 -0.02 -0.66 2.19 -2.74
ProgresCapaianterhadap2030 0.32 0.07 0.09 -0.05 0.00 -0.02 0.08 -0.10
KlaimPenurunanRANoleh 12.08 16.00 14.48 13.64 16.06 1.88 6.95
Terverifikasi(MtonCO2e) 8.78 9.78 10.04 9.66 9.11 6.93 9.08
BelumTerverifikasi
Pertanian
Kontribusi
Lainnya
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
PenurunanEmisi
96
Gambar 49 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Pertanian
5.2.1.5 Sektor Limbah
Pada tahun 2016 terdapat selisih sebesar 16.47 Juta ton, sedangkan perkiraan
penurunan adalah sebesar 11.58 Juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4.89
Juta ton penurunan emisi yang belum diverifikasi. Hal ini mengingat verifikasi baru dilakukan
terhadap aksi pengomposan, sehingga kontribusi terhadap penurunan ini dapat diperoleh
dari aksi lainnya, seperti 3R, pemanfaatan LFG, dan aksi mitigasi pada limbah cair. Adapun
kontribusi dari sektor limbah pada tahun 2016 adalah 0,57%, sebagaimana Tabel 48 dan
Gambar 50.
Tabel 48 Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2010 – 2016
dengan Target NDC tahun 2030
Terverifikasi
Sektor Target2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inventory(MtonCO2e) 88.01 92.70 96.33 99.90 101.56 95.38 97.92
BAU(MtonCO2e) 88.01 92.52 96.41 100.22 102.24 105.80 114.39
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 11 0.00 -0.18 0.09 0.32 0.68 10.42 16.47
ProgresCapaianterhadap2030 0.38 0.00 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.36 0.57
KlaimPenurunanRANolehSektor(Mton
CO2e) 0.05 10.5211.58
Terverifikasi(MtonCO2e) 0.05 10.52 11.58
BelumTerverifikasi
Kontribusi
Lainnya
Limbah
LULUCFdan
PeatFire
Penurunan
Emisi
Berdasarkan
BAU
PenurunanEmisi
Kontribusi
RAN
97
Gambar 50 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Limbah 5.2.1 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Nasional
Berdasarkan uraian pada sub bab 5.2, kontribusi penurunan emisi secara nasional
pada tahun 2016 terhadap target yang ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah sebesar
8,7% dari target penurunan emisi sebesar 834 Juta Ton CO2e atau 29% dari BAU. Hal ini
disajikan pada Tabel 49 dan Gambar 51.
Tabel 49 Kontribusi Pencapaian Target NDC (2010-2016)
Gambar 51 Grafik Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2016) Terhadap Target NDC Tahun 2030
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Baseline (BAU) 88,01 92,52 96,41 100,22 102,24 105,80 114,39
Inventory 88,01 92,70 96,33 99,90 101,56 95,38 97,92
Penurunan Emisi per Thn - -0,18 0,09 0,32 0,68 10,42 16,47
Kontribusi NDC 2030 (%) - -0,01 0,00 0,01 0,02 0,36 0,57
-20,00
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
(Rib
u t
on
CO
2e
)
Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap Baseline Emisi GRK (BAU)
Baseline (BAU) Inventory
Uraian Target 2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tingkat emisi (Mton CO2e) - 1.121 1.343 1.453 1.405 1.845 2.453 1.515
BAU NDC (Mton CO2e) 2.869 1.334 1.521 1.570 1.610 1.670 1.702 1.765
Penurunan Emisi (Mton CO2e) 834 213 178 118 205 175- 750- 250
Kontribusi Pencapaian target NDC (%) 29 7,4 6,2 4,1 7,1 6,0- 26,1- 8,7
7,46,2
-26,1%
-
4,1 8,77,1
98
Tabel 50 Capaian Penurunan Emisi GRK Nasional Terhadap Target NDC Tahun 2030
Sedangkan apabila dibandingkan dengan target menurut scenario CM1 dan CM2
diilustrasikan pada Gambar 52.
Gambar 52 Grafik Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2016) Terhadap BAU, CM1, dan CM2
Sektor Target2030 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inventory(MtonCO2e) 453.18 488.94 508.12 546.40 602.46 652.08 618.58
BAU(MtonCO2e) 453.20 510.73 549.93 588.70 639.15 664.35 712.26
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 314 0.02 21.79 41.81 42.31 36.70 12.27 93.68
ProgresCapaianterhadap2030(%) 11 0 0.76 1.46 1.48 1.29 0.43 3.28
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) 34.04 39.81
Terverifikasi(MtonCO2e) 31.62 36.70
BelumTerverifikasi 2.42 3.11
Inventory(MtonCO2e) 36.03 35.91 40.08 39.16 47.49 48.67 49.63
BAU(MtonCO2e) 36.22 37.07 41.73 40.86 49.78 53.28 55.99
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 2.75 0.19 1.16 1.65 1.70 2.30 4.61 6.36
ProgresCapaianterhadap2030 0.1 0.01 0.04 0.06 0.06 0.08 0.17 0.23
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) 1.43 0.97
Terverifikasi(MtonCO2e) 1.43 0.97
BelumTerverifikasi 0.00 0.00
Inventory(MtonCO2e) 108.49 108.72 112.73 112.10 113.44 111.32 117.02
BAU(MtonCO2e) 110.51 111.13 111.41 112.08 112.78 113.52 114.28
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 9 2.02 2.41 -1.32 -0.02 -0.66 2.19 -2.74
ProgresCapaianterhadap2030 0.32 0.07 0.09 -0.05 0.00 -0.02 0.08 -0.10
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) 12.08 16.00 14.48 13.64 16.06 1.88 6.95
Terverifikasi(MtonCO2e) 8.78 9.78 10.04 9.66 9.11 6.93 9.08
BelumTerverifikasi
InventoryLULUCF(MtonCO2e) 383 427 488 402 480 742 541
InventoryPeatFire(MtonCO2e) 51 189 207 205 499 803 90
InventoryTotal(MtonCO2e) 434.79 616.34 694.98 607.33 979.42 1545.07 631.72
BAU(MtonCO2e) 646.55 769.25 770.84 767.69 766.42 765.09 767.70
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 497 211.76 152.92 75.86 160.36 -213.01 -779.98 135.98
ProgresCapaianterhadap2030 17.2 7.33 5.29 2.63 5.55 -7.37 -26.99 4.71
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) -538.41 132.72
Terverifikasi(MtonCO2e) -538.41 132.72
BelumTerverifikasi
Inventory(MtonCO2e) 88.01 92.70 96.33 99.90 101.56 95.38 97.92
BAU(MtonCO2e) 88.01 92.52 96.41 100.22 102.24 105.80 114.39
PenurunandariBAU(MtonCO2e) 11 0.00 -0.18 0.09 0.32 0.68 10.42 16.47
ProgresCapaianterhadap2030 0.38 0.00 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.36 0.57
KlaimPenurunanRANoleh
Sektor(MtonCO2e) 0.05 10.5211.58
Terverifikasi(MtonCO2e) 0.05 10.52 11.58
BelumTerverifikasi 0.00 0.00 0.00
Tingkatemisi(MtonCO2e) - 1,120.5 1,342.6 1,452.2 1,404.9 1,844.4 2,452.5 1,514.9
BAUNDC(MtonCO2e) 2,869 1,334.5 1,520.7 1,570.3 1,609.6 1,670.4 1,702.0 1,764.6
PenurunanEmisi(MtonCO2e) 834 214.0 178.1 118.1 204.7 -174.0 -750.5 249.8
KontribusiPencapaiantargetNDC(%) 29 7.4 6.2 4.1 7.1 -6.1 -26.1 8.7
Limbah
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
TotalSeluruhSektor
Pertanian
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
LULUCF
danPeat
Fire
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
PenurunanEmisi
Energi
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
IPPU
Penuruna
nEmisi
Berdasark
anBAU
Kontribusi
RAN
CM
CM
BAU
99
Berdasarkan Gambar 52 bahwa kontribusi penurunan emisi pada tahun 2016 terhadap
target NDC tahun 2030 yaitu sebesar 8,7%, apabila dibandingkan dengan scenario CM 1
dan CM2 maka masih diperlukan usaha lebih besar dari seluruh sektor untuk memenuhi
target yang telah ditetapkan dalam NDC.
100
BAB VI
RENCANA PERBAIKAN (PLAN OF IMPROVEMENT)
Penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca, monitoring, pelaporan dan verifikasi
merupakan suatu proses yang berkesinambungan karena melibatkan upaya perbaikan yang
dilakukan terus menerus sejalan dengan semakin berkembangnya ketersediaan data dan
pengetahuan terkait dengan pendugaan emisi dan serapan GRK dari sumber dan rosot dan
pengalaman yang diperoleh dalam pelaksanaan inventarisasi sebelumnya.
Mekanisme pengumpulan data yang dilakukan oleh lembaga pengumpul data serta
sistem QA/QC yang dijalankan saat ini akan ditingkatkan dokumentasinya. Perbaikan
mekanisme pengumpulan data dan sistem QA/QC yang akan dikembangkan ke depan
termasuk kebutuhan yang diperlukan untuk pelaksanaannya perlu segera dilakukan.
Sistem penyimpanan data dan dokumen untuk penyelenggaraan inventarisasi GRK
dan monitoring, pelaporan dan verifikasi juga akan terus dikembangkan. Pengembangan
sistem pengarsipan data dan informasi merupakan bagian penting dari proses
penyelenggaraan inventarisasi GRK dan monitoring, pelaporan dan verifikasi. Keberadaan
sistem ini sangat penting dalam mendukung pelaksanan verifikasi, perbaikan sistem
inventarisasi GRK dan monitoring, pelaporan dan verifikasi, menjamin transparansi, dan
merupakan bagian dari sistem penjaminan dan pengendalian mutu (QA/QC). Pengarsipan
data dan informasi harus dilakukan untuk semua kategori.
Peningkataan kualitas data aktifitas maupun faktor emisi dari data terkecil,
merupakan prioritas perbaikan dalam penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca pada
sektor yang mempunyai key category dan uncertainty tinggi. Upaya perbaikan difokuskan
pada sumber/rosot yang sudah diidentifikasi sebagai kategori kunci serta untuk
meningkatkan kualitas inventarisasi GRK ke Tier yang lebih tinggi.
Di sektor energi, rencana perbaikan antara lain difokuskan pada pengembangan
faktor emisi bahan bakar minyak dan gas, batubara dan sistem ketenagalistrikan, perbaikan
sistem pendataan, serta peningkatan kapasitas untuk meningkatkan kualitas data aktivitas
yang diperlukan di sektor energy.
Di sektor IPPU rencana perbaikan antara lain difokuskan pada data aktivitas terkait
perhitungan emisi GRK di industri pulp dan kertas dan industri elektronik, pengembangan
faktor emisi local, dan peningkatan kapasitas untuk meningkatkan kualitas data inventarisasi
GRK sektor IPPU.
Di sektor pertanian, perludilakukan penelitian untuk menghasilkan faktor emisi lokal
pada kategori-kategori kunci. Pada sub kategori bududaya sawah, sudah menggunakan
metodologi Tier 2 dimana sudah memasukan factor skala tanah dan rezim air yang
disesuaikan dengan kondisi setiap provinsi. Sub sektor peternakan sudah menggunakan
metodologi Tier 2, dimana dalam perhitungan emisi CH4 sudah menggunakan factor emisi
local serta penggunaan bobot ternak local pada perhitungan emisi N2O dari pengelolaan
ternak. Namun, survei juga perlu dilakukan untuk memperbaiki kekurangan data dan
informasi yang saat ini menggunakan expert judgement, seperti faktor pembakaran pada
kategori pembakaran biomassa dan expert judgement untuk manure management system
(MMS) pada kategori peternakan.
101
Pengembangan pada sub sector pertanian perlu dilakukan dengan pemutakhiran
factor emisi yang terbaru berdasarkan hasil-hasil penelitian yang sudah ada, dimana saat ini
masih menggunakan hasil penelitian tahun tahun 1995-2005.
Adapun pengembangan dari sub sektor peternakan yaitu faktor koreksi terhadap
populasi ternak, dimana saat ini faktor koreksi yang digunakan bersumber dari survei
Kementerian Pertanian pada tahun 2006. Dengan telah dilakukannya kembali survei detail
populasi sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2011, tentunya perlu diketahui
apakah struktur umur (yang digunakan untuk menentukan faktor koreksi) mengalami
perubahan. Pembagian kelas umur ternak juga masih mengacu pada data survey Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2011, sehingga perlu dilakukan survey
kembali dalam rangka pemutakhiran data pembagian kelas umur ternak. Pengembangan
penelitian mengenai perhitungan emisi N2O berdasarkan musim juga dapat
dipertimbangkan untuk pengembangan selanjutnya, dimana jumlah kotoran dan urin ternak
berbeda untuk setiap musim.
Ketersediaan data aktivitas seringkali menjadi kendala pada perhitungan emisi GRK
sector pertanian. Data penggunaan pupuk yang tersedia baik di Kementerian Pertanian
maupun Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia hanya meliputi pupuk subsudi.Pupuk non
subsidi penggunaanya sangat besar di perkebunan, namun data penggunaan pupuknya
tidak tersedia.Untuk memperkirakan penggunaan pupuk non subsidi, digunakan pendekatan
dosis dan luas perkebunan.Perlu dilakukan survey terhadap penggunaan pupuk di
perkebunan serta membangun suatu mekanisme yang memungkinkan perkebunan dapat
melaporkan penggunaan pupuknya, mengingat dari tahun ke tahun penggunaan pupuk
semakin meningkat.
Sama halnya dengan pupuk non subsidi, data penggunaan kapur pertanian didapat
dari asumsi luasan perkebunan dan dosis penggunan per tahun.Perlu dilakukan sebuah
survei kepada perusahaan atau mekanisme yang dapat membuat perusahaan untuk
memberikan informasi mengenai jumlah pupuk/kapur pertanian yang digunakan, serta
informasi lainnya yang dibutuhkan.
Di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, ketersediaan data yang
dimiliki memungkinkan perubahan perhitungan Inventarisasi GRK sektor Kehutanan dan
Penggunaan Lahan Lainnya dari Gain-Loss Method ke Stock-Different Method.
Penggunaan faktor emisi yang mewakili country/site specific, sehingga perhitungan
Inventarisasi GRK dapat menghasilkan data yang kualitasnya lebih mewakili. Penggunaan
faktor emisi untuk kebakaran gambut juga perlu ditinjau mengingat pemakaian faktor emisi
923,1 ton CO2e/ha dianggap masih over-estimate. Ketersediaan data akan diupayakan dari
sebelumnya T-2 menjadi T-1, maksudnya adalah ketersediaan data aktivitas (khususnya
analisis perubahan tutupan lahan) dapat ditingkatkan menjadi 1 (satu) tahun sebelumnya.
Berkenaan dengan aksi mitigasi, maka perhitungan angka serapan dari rewetting pada
lahan gambut sesuai The 2013 Wetland Supplement to the 2006 IPCC Guidelines perlu
diperhitungkan sesuai worksheet IPCC khususnya pada tipe klasifikasi Wetlands.
Di sektor limbah rencana perbaikan antara lain integrasi hasil penelitian karakteristik
sampah (komposisi sampah, dry matter content dan DOC) nasional, perbaikan data sludge
yang dihasilkan dari kegiatan pengolahan limbah cair domestik dan industry, perbaikan data
COD inlet/outlet dan debit limbah cair industry, pengembangan faktor emisi lokal limbah cair
domestik untuk menentukan nilai BOD yang lebih akurat, serta perbaikan data aktivitas
untuk limbah B3 dari rumah sakit.
102
Berdasarkan hasil kajian terhadap dokumen pelaksanaan RAN-GRK Kementerian
Teknis terkait (Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian
dan Kementerian LHK) untuk tahun 2015 – 2016, terdapat beberapa rekomendasi mengenai
perbaikan dan pengembangan sistem pengukuran, pelaporan, dan verifikasi yang dapat
dilakukan oleh KESDM dengan tujuan untuk memperbaiki tingkat jaminan hasil capaian
penurunan emisi GRK yang diklaim dan dapat diverifikasi, meliputi:
1. Perbaikan kualitas data dan informasi capaian aksi mitigasi perubahan iklim, yang dapat
dilakukan diantaranya dengan membangun Struktur Manajerial, SOP (Standard
Operating Procedure), dan Dokumentasi mengenai alur informasi kebutuhan evaluasi
aksi mitigasi perubahan iklim, metode pemantauan dan pencatatan aksi mitigasi
perubahan iklim, dan dokumentasi pelaporan.
2. Sistem pemantauan dan pelaporan data untuk aksi mitigasi disarankan untuk lebih
akurat dan merinci, sehingga setiap data dapat diverifikasi dengan baik.
3. Untuk meningkatkan akuntabilitas capaian aktivitas aksi mitigasi, sebaiknya data biaya
investasi dan operasional kegiatan dicatat. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam
analisis keekonomian aksi mitigasi penurunan emisi GRK nasional.
4. Untuk sektor limbah memiliki potensi yang besar dalam upaya penurunan emisi GRK,
namun memperhatikan data yang tersedia sehingga penghitungan hanya dapat
dilakukan terhadap pengomposan. Untuk itu ke depannya koordinasi terkait data sector
limbah secara keseluruhan agar ditingkatkan sehingga memudahkan dalam hal integrasi
data dan informasi.
103
BAB VII PENUTUP
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi Tahun
2017 dilakukan melalui proses penyediaan dan manajemen data, pengendalian dan
penjaminan mutu yang dilakukan oleh Kementerian LHK bersama-sama dengan
Kementerian/Lembaga terkait selaku penanggung jawab sektor, Kementerian
Perekonomian, dan Bappenas.
Laporan ini menghasilkan perhitungan emisi tahun 2000-2016 dan capaian
penurunan emisi terverifikasi sampai dengan tahun 2016. Emisi GRK tahun 2016 adalah
sebesar 1.515 Juta Ton CO2e dengan capaian penurunan emisi terverifikasi sebesar 8,7%
dari target penurunan emisi pada tahun 2030 (834 Juta Ton CO2e atau 29%).
Laporan ini sebagai implementasi Paris Agreement dalam rangka membangun
upaya dan semangat bersama stakeholders baik di tingkat nasional maupun global.
104
DAFTAR PUSTAKA
BAPPENAS. 2010. Policy scenarios of reducing carbon emission from Indonesia’s peatland. National Development Planning Agency, UK-Aid and British Council, Jakarta.
FAO. Global Fuel Wood Data. http://faostat3.fao.org Intergovernmental Panel on Climate Change, 2006, “IPCC-2006 Guidelines for National
Green House Gas Inventories: AFOLU, Volume 4 Intergovernmental Panel on Climate Change, 2013. Supplement to the 2006 IPCC
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Wetlands Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Indonesia Second National Communication Under
The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca Nasional Buku I Pedoman Umum. Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca Nasional Buku II Volume 3 Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Indonesia Third National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Jakarta
Kementerian Pertanian (2014). Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Pertanian.
Krisnawati, H., Adinugroho, W.C., Imanuddin, R. and Hutabarat, S. 2014. Estimation of Forest Biomass for Quantifying CO2 Emissions in Central Kalimantan: a comprehensive approach in determining forest carbon emission factors. Research and Development Center for Conservation and Rehabilitation, Forestry Research and Development Agency, Bogor.Intergovernmental Panel on Climate Change, 2006, “IPCC-2006 Guidelines for National Green House Gas Inventories: AFOLU, Volume 4
Manuri, S., Brack, C., Nugroho, N.P., Hergoualc’h, K., Novita, N., Dotzauer, H., Verchot, L., Putra, C.A.S., & Widyasari, �. 2014. Tree biomass equations for tropical peat swamp forest ecosystems in Indonesia. For. �col. Manage. 334: 241-253.
Margono B. A., Potapov P. V., Turubanova S., Fred Stolle F., Matthew Hansen C. M. 2014. Primary forest cover loss in Indonesia over 2000� 2012. Nature Climate Change 4, 730�735 (2014) doi:10.1038/ nclimate2277.
Mulyani et al., 2012. Basis data karakteristik tanah gambut di Indonesia. in Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan 4 Mei 2012.� http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Murdiyarso, D., Donato, D., Kauffmann, �.B., Kurnianto, S., Stidham, M. and Kanninen, M. 2009. Carbon storage in mangrove and peatland ecosystems: a preliminary accounts from plots in Indonesia. CIFOR Working Paper 48.
Republik Indonesia, 2011 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM
DIREKTORAT INVENTARISASI GRK DAN MPV
MANGGALA WANABAKTI IV, 6TH FLOOR, WING AJL. GATOT SUBROTO, SENAYANJAKARTA - INDONESIA
TELEPON: +62 (21) 57903073FAKSIMILI: +62 (21) 57903073E-MAIL: [email protected]