LAPORAN MERANCANG KEMASAN UNTUK MENINGKATKAN …
Transcript of LAPORAN MERANCANG KEMASAN UNTUK MENINGKATKAN …
1
Pengabdian Pembangunan Bagi Masyarakat
Perjanjian Nomor : III/LPPM/2018-01/2-PM
LAPORAN
MERANCANG KEMASAN UNTUK MENINGKATKAN NILAI
PRODUK PADA UMKM BINAAN KADIN KOTA BANDUNG
Disusun Oleh:
Kristiana Asih Damayanti, ST., MT
Paulina K. Ariningsih, ST., M.Sc
Yansen Theofilus, S.T.
Dr. Thedy Yogasara, S.T., M.Eng.Sc.
Diah Ayu Wimantika
November 2018
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 2
ABSTRAK ............................................................................................................................................. 3
I. ANALISIS SITUASI ............................................................................................................................. 4
II. PERMASALAHAN MITRA ................................................................................................................ 5
III. PELAKSANAAN KEGIATAN PENGABDIAN ...................................................................................... 7
IV. HASIL DAN KESIMPULAN .............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 14
LAMPIRAN A ..................................................................................................................................... 15
LAMPIRAN B ..................................................................................................................................... 19
3
ABSTRAK
Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai produk adalah dari kemasan. Kemasan
produk merupakan hal pertama yang dilihat oleh konsumen dan sekaligus dapat
dipergunakan sebagai salah satu cara untuk marketing, oleh karenanya merancang
kemasan produk yang baik akan sangat berguna untuk meningkatkan nilai dan daya
saing produk. Masalah rancangan kemasan produk dihadapi oleh UMKM binaan
KADIN Kota Bandung, seiring dengan semakin tingginya tingkat persaingan produk
khususnya makanan, sehingga perlu untuk membuat kemasan produk yang baik
dan mengena pada tujuan.
Fokus pada pengabdian ini adalah pemberian workshop untuk memberikan
pengetahuan tentang kemasan yang baik dan sesuai dengan standar SNI serta
pendampingan pembuatan kemasan produk bagi UMKM yang bergerak di produk
makanan. Target luaran adalah rancangan kemasan produk bagi beberapa UMKM
terpilih.
Pengabdian diusulkan untuk dilaksanakan selama 10 bulan dari bulan Februari
sampai November 2017 dengan total dana sebesar Rp 15.000.000,-
4
I. ANALISIS SITUASI
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) berdiri berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1987, dalam Undang-undang tersebut Kamar Dagang
dan Industri dinyatakan sebagai wadah bagi pengusaha Indonesia yang bergerak
dalam bidang perekonomian. KADIN juga merupakan wadah pembinaan untuk
meningkatkan kemampuan profesi pengusaha Indonesia dalam kedudukannya
sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional, dan sebagai wadah penyaluran aspirasi
dalam rangka keikutsertaannya dalam pelaksanaan pembangunan dibidang
ekonomi berdasarkan Demokrasi Ekonomi sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945. Kadin merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antar pengusaha
Indonesia dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan,
perindustrian dan jasa.
KADIN Kota Bandung didirikan oleh pengusaha yang ada di lingkungan asosiasi
maupun perhimpunan, pada tahun 1982. Kepengurusan KADIN periode 2016-2021
saat ini diketuai oleh Ir. Iwa Gartiwa M.M.
Sampai dengan awal tahun 2017, KADIN Kota Bandung membina sekitar 200 UMKM
di lingkungan Kota Bandung. Pada pertengahan tahun 2017, KADIN Kota Bandung
bekerja sama dengan pemerintah kota Bandung mendukung program wirausaha
muda. KADIN diminta untuk membina 400 pengusaha pemula yang baru memulai
berwirausaha atau merintis usahanya. Program pembinaan dilakukan dari
membuat rencana bisnis, pengelolaan keuangan, sampai dengan aspek hukum telah
diberikan pada para UMKM tersebut.
Menurut data Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2012, Usaha Kecil
Menengah (UKM) telah mempekerjakan lebih dari 95 persen populasi kerja di dunia
usaha khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia, sehingga dapat dilihat
bahwa UKM telah menjadi pendukung bagi pembangunan yang berkelanjutan dan
sarana penting dalam menyerap tenaga kerja. Diperkirakan lebih dari 60 persen
5
angkatan kerja saat ini bekerja di UKM. Oleh karenanya penting untuk
memperhatikan keberlangsungan produk UMKM agar mampu bersaing dengan
produk-produk lain sehingga keberlangsungan mata pencaharian tenaga kerja
tersebut dapat tetap terjamin
II. PERMASALAHAN MITRA
Sebagian besar UMKM binaan KADIN Kota Bandung menju produknya dengan
menitipkan kepada toko/chanel distribusi tertentu dan juga lewat pameran,
sebagian mulai menjual produknya secara online. Penjualan produk yang dititipkan
seperti ini membuat pelaku usaha tidak bisa secara langsung berkomunikasi dengan
calon pembeli, sehingga hal yang merepresentasikan produk hanya dari
kemasannya.
Kemasan merupakan bagian terluar dari suatu produk yang berfungsi untuk
melindungi produk dari guncangan, cuaca, dan bahkan menjadi media informasi
mengenai produk di dalamnya. Menurut Kotler (2000), selain fungsi dasarnya yang
digunakan sebagai pelindung produk, kemasan juga bisa mempunyai fungsi yang
lain, seperti memberikan nilai jual yang lebih pada produk, sarana marketing, dan
juga memberikan kenyaman bagi pengguna saat menggunakan produk.
Sebagian besar produk UMKM binaan KADIN Bandung, khususnya yang bergerak
pada produk makanan masih menggunakan kemasan-kemasan plastik yang banyak
dijual di pasaran. Penambahan dilakukan dengan memberikan label pada kemasna
plastik tersebut dengan dama produk. Informasi produk seperti bahan, tanggal
kadaluarsa, kandungan gizi, dan lain sebagainya seperti yang disyaratkan pada SNI
label pangan sering kali tidak dicantumkan, padahal informasi ini penting untuk
diketahui oleh konsumen.
Dikarenakan para pelaku usaha menggunakan wadah-wadah yang dibeli dari
penjual, maka harus dibuat labeling pada kemasan tersebut. Para pelaku usaha
6
langsung memesan pada percetakan sekaligus didesainkan kemasannya.
Permasalahan muncul karena seringkali label yang dibuat tersebut tidak
memperhatikan standar label kemasan seusia yang diatur pada PP tahun 1999
tentang label dan iklan pangan, komposisi bahan, tanggal kadaluarsa, dan standar
lain tidak dicantumkan pada label tersebut. Contok kemasan produk UMKM
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Contoh kemasan produk UMKM
Cara membuka dan handling kemasan sering juga menjadi masalah bagi konsumen
yang menggunakan produk tersebut, ada yang harus dengan tenaga ektra dan
bahkan dengan menggunakan gigi. Selain persoalan ketidaksesuaian dengan standar
labeling makanan, pertimbangan estetika juga menjadi kekuarangan dari kemasan
produk UMKM ini. Seperti yang terlihat pada Gambar 1 di atas, secara estetika
kemasan produk tidak menarik dibandingkan dengan kemasan-kemasan produk
makanan yang sekarang banyak dijual di Bandung, seperti Bandung Makuta,
Brownies Amanda, dan lain sebagainya, sehingga walaupun produk yang
7
ditawarkan oleh UMKM tidak kalah enak, namun dari sisi menarik pembeli untuk
sekedar melirik saja produk UMKM menjadi berkurang juga kemungkinannya.
Lini perjualan lewat cara menitipkan produk pada chanel distribusi dan juga lewat
online membuat tuntutan pembuatan kemasan produk yang baik dan menarik
menjadi perlu agar daya saing produk UMKM juga meningkat.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN PENGABDIAN
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat untuk perancangan kemasan produk
UMKM di Kadin Kota Bandung ini dibagi menjadi 2 tahapan:
Tahapan 1 : Workshop/pelatihan merancang kemasan bagi pelaku UMKM.
Workshop ini awalnya akan diberikan bagi seluruh pelaku UMKM di bawah binaan
Kadin Kota Bandung, hanya saja karena keterbatasan waktu dan ruang, maka
pelatihan hanya difokuskan pada UMKM yang memproduksi makanan. Workshop
dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2018, di Aula Kadin Kota Bandung, dihadiri
oleh 49 UMKM dengan total lebih dari 80 produk. Ke 49 UMKM ini adalah bagian
dari 78 UMKM khusus makanan di bawah binaan Kadin Kota Bandung.
Pelaksanaan pelatihan dibagi menjadi tiga sesi, Sesi yang pertama dan kedua adalah
sesi penyampaian materi dari Kadin Kota Bandung dan dari Tim Pengabdian
mengenai pentingnya kemasan, macam-macam kemasan produk makanan termasuk
material yang seharusnya digunakan untuk keamanan makanan, dan kriteria serta
standar kemasan. Sesi yangketiga adalah sesi evaluasi dan konsultasi kemasan,
dimana semua produk yang dibawa oleh peserta pelatihan akan direview dan
dievaluasi berdasarkan materi yang sudah disampaikan.
Tahahapan 2 : Konsultasi kemasan produk. Pada kegiatan konsultasi ini tim
pengabdian membantu para UMKM untuk membuat kemasan produk yang baik,
8
prioriotas diberikan kepada mereka yang baru memulai usaha dan yang belum
mempunyai logo/label/kemasan produk, tujuannya agar para pelaku UMKM ini
dapat mendaftarkan paten merek dagang mereka dan meningkatkan nilai dari
produk mereka dengan lebih cepat. Konsultasi juga dilakukan pada produk-produk
yang sudah dipasarkan lama dan membutuhkan perbaikan rancangan kemasan.
IV. HASIL DAN KESIMPULAN
Hasil dari kegiatan workshop/pelatihan pembuatan kemasan yang sudah dijelaskan pada
bab sebelumnya, dibuatlah pemetaan kemasan produk UMKM. Pemetaan kemasan
produk UMKM dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai sebaran
rancangan kemasan UMKM binaan Kadin Kota Bandung agar dapat ditentukan
upaya atau pendekatan yang tepat yang dapat diambil oleh Kadin Kota Bandung
untuk membantu UMKM dapat mendesain kemasan yang baik.
Pemetaan kemasan produk UMKM dibuat berdasarkan kriteria hasil dari survei
yang dilakukan secara online. Survei ini ditujukan kepada para konsumen yang
sering membeli makanan produk UMKM. Dari hasil survei didapatkan kriteria
kemasan yang baik menurut kosumen adalah yang terkait dengan kelengkapan
informasi mengenai produk, menariknya kemasana produk, kekuatan dan
kebersihan kemasan, serta kepraktisan.
Kriteria kemasan juga didasarkan pada standar kemasan yang baik berdasarkan
literatur seperti yang tercantum pada Tabel 1. Kriteria kemasan tersebut sesuai
dengan yang diharapkan oleh konsumen produk UMKM pada survei sebelumnya.
Tabel 1. Kriteria kemasan
Kelompok Kriteria Keamanan Berat Bersih, informasi produksi dan kadaluwarsa,
informasi bahan dan nilai gizi, ijin produsen, kontak produsen, , tulisan di label tidak mudah luntur, informasi halal
9
Desain Nama produk, logo, produk terlihat baik visual atau nyata, mudah dibuka dan disimpan, menarik, tulisan di label jelas, mudah dibawa/dipegang
Material Kerapatan kemasan, jenis material, membuat makanan awet, tidak mudah rusak
Berdasarkan kriteria di atas, maka pemetaan kemasan produk UMKM dibuat
menggabungkan kedua kriteria dari peraturan, studi pustaka, dan hasil kuesioner.
Kategori penilaian didasarkan pada variasi jenis produk makanan/minuman produk
UMKM di bawah binaan BPPKU Kadin Kota Bandung, yang dibagi menjadi makanan
ringan (cemilan) basah (wet snacks), seperti siomay, cilok, risol; cemilan kering (dry
snack) seperti keripik; minuman siap minum ( ready to drink) seperti yogurt, kopi;
makanan berat (ready to eat lunch box) seperti masakan lauk pauk dan nasi; biskuit
atau kue kering (cookies), makanan mentah (raw food) seperti buah, sayuran,
makanan kering (dry food) seperti abon; makanan basah (wet food) seperti bandeng,
sambal, dan lain-lain. Hasil pemetaan terkait dengan kemenarikan desain dapat
dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 di bawah ini dapat dilihat bahwa dari
sisi desain kemasan makanan hanya 3 kategori produk UMKM sudah baik,
sedangkan sebagian besar produk kue/makanan kering dan makanan mentah yang
belum memperhatikan desain. Aspek yang seriang diabaikan adalah bentuk
kemasan dan rancangan label/informasi pada kemasan serta gambar.
10
Gambar 2. Pemetaan kemasan UMKM berdasarkan kemenarikan desain
Gambar 3 menunjukkan bahwa 82% kemasan produk UMKM masih mengabaikan
faktor informasi keamanan pangan, dimana informasi seperti tanggal produksi,
tanggal kadaluwarsa, bahan dan nilai gizi masih diabaikan.
Gambar 3. Persentase kemasan produk UMKM yang memenuhi kriteria keamanan
33% 0%
100%
17%
0% 0%
100%
50% wet snacks
dry snacks
ready to drink
ready to eat lunch box
cookies
raw food
dry food
wet food
33%
0%
50% 0%
0%
0% 0%
33%
wet snacks
dry snacks
ready to drink
ready to eat lunch box
cookies
raw food
dry food
wet food
11
Gambar 4 menunjukkan hanya 4 kategori kemasan produk UMKM yang belum
memperhatikan material kemasan, yaitu lebih banyak pada makanan yang basah.
Hal ini kemungkinan besar didasarkan pada cara penembuatan kemasan yang
didasarkan pada kemasan di pasaran yang memang lebih banyak menyediakan
untuk makanan kering.
Gambar 4. Kemasan produk UMKM yang memenuhi kriteria kemasan yang baik
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pemetaan tersebut adalah :
1. Sebagain besar kemasan produk UMKM sudah mempertimbangkan desain
label kemasan yang baik, hanya saja informasi penting mengenai keamanan
pangan belum dimasukkan. Pihak UMKM hanya fokus pada tampilan
logo/label yang menarik saja. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena
hampir semua kemasan produk didesainkan oleh pihak printing tanpa
informasi yang cukup lengkap dari pelaku UMKM, sehingga informasi yang
tertera di label pun tidak lengkap, khususnya informasi keamanan pangan.
2. Kemasan untuk kue kering tidak dipikirkan untuk menarik konsumen secara
khusus. Semua kemasan kue kering UMKM ini menggunkan wadah dari
toples plastik seperti kemasan kue kering padaumumnya, padahal seperti
56%
100%
100%
50% 100%
50%
100%
67% wet snacks
dry snacks
ready to drink
ready to eat lunch box
cookies
raw food
dry food
wet food
12
yang disarankan oleh Julianti (2014), kemasan/wadah kue kering dapat
dibuat lebih beragam dibandingkan jenis makanan yang lain.
3. Rata-rata pemilihan material yang digunakan telah baik, hanya masih ada
ruang peningkatan terutama pada kemasan makanan basah
4. Untuk kue basah dan katering, kurang memperhatikan desain kemasan
sebagai branding. Keterbatasan lama masa konsumsi jenis pangan ini
membuat UMKM lebih fokus pada mengemas yang cukup mudah dikonsumsi
saja, sehingga kemasan yang banyak dijual di pasaran yang banyak
digunakan.
Hasil dari kegiatan evaluasi kemasan juga mengarah pada kegiatan konsultasi
meliputi pembuatan label dan rancangan kemasan beberapa produk UMKM,
berikut pada Gambar 5 adalah contoh rancangan label yang dibuat untuk salah
satu produk UMKM binaan Kadin Kota Bandung yang kemudian telah
dipatenkan untuk merek dagang.
Gambar 5. Hasil rancangan logo dan kemasan untuk salah satu produk UMKM
Dari hasil kegiatan pengabdian masyarakat tersebut di atas, beberapa tindak lanjut
perlu diperhatikan oleh Kadin Kota Bandung dan tindak lanjut kegiatan pengabdian
masyarakat berikutnya sebagai berikut:
1. Perancangan/pembuatan kemasan yang dilakukan oleh UMKM lebih banyak
dilakukan secara mandiri, padahal jika dikelompokkan beberapa UMKM
dapat saling bekerja sama (dibuat dalam peer group) untuk pembelian atau
13
pembuatan kemasan dengan material yang baik dan desain yang unik,
pembeda dapat dilakukan pada labeling, warna, logo, dan kekhasan. Hal ini
akan membantu untuk sharing biaya pembuatan kemasan pada kelompok
UMKM ini.
2. Pihak Kadin kota Bandung dapat memfasilitasi penggunaan mesin-mesin
untuk pembuatan kemasan termasuk vaccum untuk keperluan seluruh
UMKM yang dapat digunakan dengan cara sharing.
3. Dikarenakan ada beberpa UMKM yang sudah mempunyai kemasan produk
yang baik, maka akan lebih baik jika upaya rancangan desain kemasan
produk UMKM dengan menggunakan model desain partisipasi, dimana
desain kemasan dilakukan langsung oleh kelompok UMKM sejenis sehingga
pengalaman dan praktek bersama uMKM dengan kemasan produk yang
sudah baik akan membantu UMKM yang lain untuk membuat kemasan
produknya juga menjadi baik. Cara ini juga dapat membantu menghidupkan
kegiatan jariangan UMKM binaan Kota Bandung.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. ILO (2012) Hari Keselamatan Kerja Dunia : mempromosikan K3 di Industri Kecil dan Menengah [online] Available : http://www.ilo.org/jakarta (diakses 20 Januari 2015)
2. Kottler, P (2000), The Presntice Hall International Series in Marketing, Prentice Hall Int., London
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (1999), Standar Label dan Iklan Pangan
4. S. Julianti (2014) A Practical Guide to Flexible Packaging, Jakarta: PT. Gramedia,
15
LAMPIRAN A MODUL PELATIHAN
(Modul pelatihan yang lengkap ada di dalam laporan cetak)
16
17
18
19
LAMPIRAN B FOTO KEGIATAN
20
21
22
23
24
25
26
27
28