LAPORAN PENDAHULUAN
Click here to load reader
-
Upload
windhy-oktifani -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOFUNGSI ADRENAL
Disusun Oleh:
1. Tresna Wulandari (2013.1173)
2. Vini Pangestining Laras (2013.1174)
3. Windhy Oktifani Putri N. P (2013.1176)
4. Yonanda (2013.1177)
5. Zidni Azizah (2013.1178)
AKADEMI KEPERAWATAN MAMBA’UL ‘ULUM
SURAKARTA
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOFUNGSI ADRENAL
A. Definisi
Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri
atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa
mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-
angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. (Lewis, 2005)
Krisis adrenal (krisis addisonian) adalah defisiensi krisis
mineralokortikoid dan glukokortikoid yang biasanya disebabkan oleh
stress akut, pepsis, trauma, pembedahan atau pemberian terapi steroid pada
pasien insifisiensi adrenal kronis. Krisis adrenal merupakan status darurat
yang memerlukan terapi tingkat tinnggi dan segera. (Bilota,Kimberly A.J,
2011)
Hipofungsi adrenokortikal biasanya terjadi sebagai akibat
kerusakkan adrenal. Hal ini dapat terjadi secara mendadak dalam bentuk
akut, seperti pada septikemia meningokokal (seperti yang disebut
sindrome water-house-Friderichsen),atau oleh penghancuran secara lambat
adrenokorteks akibat penyakit autoimun (adrenalistis autoimun). Infeksi
seperti tubercolosis atau histoplasmosis,atau tumor melignan metastik atau
primer dapat juga menghancurkan adrenal, menyebabkan insufisiensi
drenal. Karsinoma payudara dan paru-paru adalah tumor yang paling
umum di dapat menyebar ke adrenal, dan jika bermetastasis belateral,
tumor tersebut menyebabkan insufisiensi adrenal.(Rumahorbo, Hotma,
2009)
Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1. Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif
yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2. Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid
tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan
mineralokortikoid.
3. Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder.
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis
anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena
atrofi adrenal.
B. Etiologi
Hipofungsi adrenal dapat disebabkan oleh beberapa sebab:
1. Proses autoimun
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75%
dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapis-an korteks
adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks
adrenal. Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat
diperiksa dengan cara Coonstest, ANA test.
2. Tuberkulosis
Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan
serbukan sel-sel limfosit, kadang-kadang dapat dijumpai tuberkel serta
kalsifikasi l,3,7 Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif
pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-
urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta
kelenjar limpa.
3. Infeksi lain
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih
jarang ialah karena: histoplasmosis, koksidioidomikosis, serta septikemi
karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan
perdarahan dan nekrosis
4. Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal
dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang
membloking enzim misalnya amfenon, amino- .
5. Iskemia
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks
adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.
6. Infiltrasi
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis
tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis.
7. Perdarahan
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang
mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor
adrenal.
8. Lain-lain
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan
kongenital.
(Ovedoff MB.BCH, 2009)
C. Tanda Gejala
a. Hipofungsi Primer
1. Anoreksia.
2. Area vitiligo (ketiadaanpigmentasi).
3. Astenia (rasa letih yang konstan) merupakan gejala utama, paling
sering terlihat pada saat stress.
4. Kulit berwarna perunggu.
5. Kecanduan makanan asin.
6. Perut yang menggelap.
7. Berkurangnya toleransi terhadap stres yang kecil sekalipun.
8. Meningkatnya pigmentasi selaput lender.
9. Mual
10. Hipotensiortostatik
11. Muntah
12. Denyut nadi yang lemah dan tidak teratur
13. Berat badan menurun
b. Hipofungsi sekunder
Mirip dengan Hipofungsi Primer namun tanpa adanya hiperpigmentasi
karena kadar kortikotropin dan hormon yang menstimulasi melanosit
rendah.
(Marilyn, 2009)
D. Anatomi Fisiologi
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub
atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah,
berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang
sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada
kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti
bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas
sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya
4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Bersama-sama kelenjar adrenal
mempunyai berat lebih kurang 8 g, tetapi berat dan ukurannya bervariasi
bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi
oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain
itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang
cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
a. Bagian Kelenjar Adrenal
1. Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas
dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-
rata 5-9 gram. Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari : Mengatur
keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam, mengatur atau
mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein, serta
mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
a.) Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf
otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang
berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal aka
menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine
dan norepinephrine.
b.) Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari 3 zona yaitu:
1.) Zona glomerulosa
Zona Glomerulosa terdapat tepat di bawah simpai, terdiri
atas sel polihedral kecil berkelompok membentuk bulatan,
berinti gelap dengan sitoplasma basofilik.
2.) Zona fasikulata
Zona fasikulata merupakan sel yang lebih tebal, terdiri atas
sel polihedral besar dengan sitoplasma basofilik.
3.) Zona Retikularis
Lapisan ini terdiri atas deretan sel bulat bercabang – cabang
berkesinambungan. Sel ini juga mengandung vitamin C.
(Baxter dan Greenspan, 2009)
E. Patofisiologi
Disfungsi kelenjar adrenal disebabkan oleh distraksi parsial atau
total korteks adrenal. Gejalanya adalah berupa adanya sindrom klinis yang
berhubungan dengan defisiensi pembentukan hormon adrenokortikul
seperti kortisol, aldosteron, dan androgen. Kadar kartikotropin dan curti
cotropin releasing hormone yang tinggi diproduksi.
Penyakit Addison menyerang semua area korteks yang
menyebabkan defisiensi sekresi adrenokortikel,mineralokortikoid,
glukokortikoid, dan androgen.Defisiensi kortikol menyebabkan penurunan
glukoneoogenesis hati (pembentukan glukosa dari molekul yang bukan
karbohidrat) mengakibatkan kadar glukosa darah yang rendah sehingga
menimbulkan penyakit bahaya pada pasien yang mendapat terapi insulin
secara rutin. (Baxter dan Greenspan, 2009)
F. Pathways
Destruksi Parsial
(Tuberculosis, Peneyakit autoimun adrenal, infeksi lain, bahan kimia)
Sindrom Klinis
(Hilang nafsu makan, muntah, diare)
Defisiensi peembentukan hormone adrenokortikal
Defisiensi androgen Defisiensi kartisol Hipofungsi adrenal Defisiensi
Adrenokortikal
Menekan Penurunan Hipofungsi
Pertumbuhan rambut glukuneognesis adrenal Hilangnya nutrisi
Aksila, penipisan rambut ginjal dan
Penurunan Kurang meningkatnya
Gangguan harga diri resistensi pengetahuan reabsorpsi
Terhadap stress kalium
Penurunan respon terhadap stress Hipotensi Defisit
Cairan
Resiko infeksi Intoleeransi
aktivitas
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia
dan hiponatremia)
b. Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi
diadrenal.
3. CT Scan. Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang
sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi,
jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik
adrenal.
4. Gambaran EKG. Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang
ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas
elektrolit.
(Marilyn E, 2009)
H. Komplikasi
1. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemia
5. Sepsis
6. Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme)
ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.
I. Penatalaksanaan
1. Medik
a. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2
sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari : pengganti hormon
glukokortikoid & mineralokortikoid
b. Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV: golongan
kortikosteroid
c. Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol
d. Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan saline: meningkatkan
kadar glukosa darah
e. Fludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari: pengganti
nmineralokortikoid untuk ekskresi hormon
2. Keperawatan
a. Pengukuran TTV
b. Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan
waktu istirahat pasien
c. Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua
tungkai ditinggikan.
d. Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
e. Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan
elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis.
f. Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang
menunjukan adanya krisis Addison.
(Marilyn E, 2009)
J. Focus Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap
hari, tidak mampu beraktivitas atau bekerja).
Tanda : peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas
yang minimal, Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi, Depresi,
gangguan konsentrasi, Letargi.
2. Sirkulasi.
Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural. Takikardi, disritmia,
suara jantung melemah. Nadi perifer melemah. Pengisian
kapiler memanjang. Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
3. Integritas ego
Gejala : Adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami,
termasuk sakit fisik atau pembedahan, Perubahan gaya hidup,
Ketidak mampuan mengatasi stress
Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
4. Eliminasi
Gejala : Diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan
frekuensi dan karakteristik urin
Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria
5. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, Kekurangan zat garam, BB
menurun dengan cepat.
Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda : Disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar
natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang,
abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis).
8. Pernapasan
Gejala : Dipsnea
Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi
pada keadaan infeksi
9. Keamanan
Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar
matahari) menyeluruh atau berbintik bintik, Peningkatan suhu,
demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)
10. Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore , Hilangnya tanda
tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh
terutama pada wanita), hilangnya libido.
K. Diagnose Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal
(karena kekurangan aldosteron.
2. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak
seimbangan cairan elektrolit dan glukosa.
3. Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi,
perubahan karakteristik tubuh.
4. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b.d
kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif.
(Mary, 2007)
b. Focus Intervensi
1. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena
kekurangan aldosteron.
Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
setelah dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
a. Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam).
b. TTV: N:80-100 x/mnt S: 36-37C , TD: 120/80 mmHg
c. Tekanan nadi perifer jelas: kurang dari 3 det
Intervesi Rasional
1. Pantau TTV, catat perubahan
tekanan darah pada perubahan
posisi, kekuatan dari nadi perifer
1. Hipotensi postural merupakan
bagian dari hipovolemia
2. Ukur dan timbang BB klien 2. Memberikan perkiraan
kebutuhan akan pengganti
volume cairan dan kefektifan
pengobatan. Peningkatan BB
yang cepat disebabkan oleh
adanya retensi caairan dan
natrium yang berhubungnn
dengan pengobatan steroid
3. Aukultasi bising usus
(peristaltic usus). Catat dan
laporkan adanya mual, muntah,
dan diare.
3. Kerusakan fungsi saluran cerna
dapat meningkatkan kehilangan
cairan dan elektrolit dan
mempengaruhi cara untuk
pemberian cairan dan nutrisi
4. Berikan perawatan mulut
secara teratur
4. membantu menurunkan rasa
tidak nyaman akibat dari
dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa
5. Berikan larutan glukosa 5. Dapat menghilangkan
hipovolemia
2. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Kriteria hasil:
a. Menjelaskan tak ada cidera atau infeksi dengan komplikasi
minimal/terkontrol.
b. Bebas tanda infeksi
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda infeksi Adanya tanda-tanda infeksi
(tumor, rubor, dolor, calor, fungsio
laesa) merupakan indicator adanya
infeksi
Ukur TTV setiap 8 jam Suhu yang meningkat merupan
indicator adanya infeksi
Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
Mencegah timbulnya infeksi silang
BaMembatasi pengunjung sesuai
indikasi
Mengurangi pemajanan terhadap
patogen infeksi lain
Tempatkan klien pada ruang
isolasi sesuai indikasi
Tehnik isolasi mungkin diperlukan
untuk mencegah penyebaran /
melindungi pasien dari proses
infeksi lain
Pemberian antibiotik sesuai
indikasi
Terapi antibiotik untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi
nosokomial
3. Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak
seimbangan cairan elektrolit dan glukosa.
Tujuan : Klien menunjukkan aktifitas kembali normal setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : klien mampu meleakukan aktifitas secara mandiri.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas
Tingkatkan tirah baring / duduk
1. Mengetahui tingkat
perkembangan klien dalam
melakukan aktivitas
2. Catat adanya respon terhadap
aktivitas seperti :takikardi,
dispnea, fatique
2. Periode istirahat merupakan
tehnik penghematan energi
Respon tersebut menunjukkan
peningkatan O2, kelelahan dan
kelemahan
3. Tingkatkan keterlibatan
pasien dalam beraktivitas
sesuai kemampuannya
3. Menambah tingkat keyakinan
pasien dan harga dirinya secar
baik sesuai dengan tingkat
aktivitas yang ditoleransi
4. Berikan bantuan aktivitas
sesuai dengan kebutuhan
4. Memenuhi kebutuhan
aktivitas klien
5. Berikan aktivitas hiburan
yang tepat seperti : menonton
TV dan mendengarkan radi
5. Meningkatkan relaksasi dan
penghematan energi,
memusatkan kembali
perhatian dan meningkatkan
koping
4. Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi,
perubahan karakteristik tubuh.
Tujuan : gangguan harga diri dapat teratasi
Kriteria Hasil:
a. Mengukapkan penrimaan terhadap keadaan diri sendiri
diungkapkan secara verbal.
b. Mengungkapkan kemampuan beradapatasi terhadap perubahan
yang terjadi dengan di tandai oleh meTujuan : mampu menerima
keadaan kondisi tubuh
c. Rencanakan tujuan yang realistik dan berpatisivasi aktif dalam
bekerja.
Intervensi Rasional
Kurangi stimulus yang
berlebihan pada lingkungan.
Meminimalkan perasaan stress,
frustasi, meningkatkan
kemampuan koping dan untuk
mengendalikan diri.
Bantu pasien agar bisa
mengungkapkan perasaannya.
Pasien dapat menjadi lebih
tenang setelah dapat
mengungkapkan masalahnya.
Anjurkan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan
diri sendiri.
Dapat membantu meningkatkan
kepercayaan diri.
5. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b.d
kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan: Agar pasien paham mengenai penyakit, kondisi, prognosis,
dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengungkapkan pemahamnya tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2. Mengidentifikasi hubungan antara tanda/gejala pada proses
penyakit dan penyebab penyakitnya.
3. Melakukan perubahan gaya hidup yang perlu dan berpatisipasi
dalam program
Intervensi Rasional
Tinjau ulang kedaan penyakit
dan harapan masa depan.
Memberi pengetahuan pasien
yang dapat memilih
berdasarkan informasi.
Sarankan pasien untuk tetap
mempertahankan secara aktiv
kegiatan yang dapat dilakukan
sehari-hari.
Membantu dalam
meningkatkan perasaan
menyenangkan, sehat.
Jelaskan kehilangan cairan
berlebih.
Dapat mencegah munculnya
masalah deficit volume cairan.
(Mary, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Baxter dan Greenspan. 2009. Endokrinologi Dasar & Klinik.
Jakarta: EGC
Doenges,Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
(Edisi 3). Jakarta :EGC
Mary, Baradero. 2009. Klien Gangguan Endokri. Jakarta 2009:
EGC
Ovedoff MB. BCH, David/ Natadidjaja, Hendarto (Edisi Revisi).
2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC
Rumahorbo, Mary. 2007. Asuahan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC