Laporan Pendahuluan Asma
Click here to load reader
Transcript of Laporan Pendahuluan Asma
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONCHIALE
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme otot
polos bronkiolus. (Corwin E.J., 2001)
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan
yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan terhalangnya
aliran udara. (Stein J.H., 2001)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang mengakibatkan
berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai
tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi atau sesak).
(Mansjoer A., 1999)
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang menyebabkan
penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.
2. Anatomi dan Fisiologi
1) Anatomi sistem pernapasan
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang
dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk
menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis
inferior, konka nasalis posterior dan onka nasalis media yang berfungsi untuk
mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat
jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara.
Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir,
kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium
berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang
terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi
untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi
untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara
pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek
daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang
bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan
terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-
gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Paru-paru dibagi dua : Paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus
pulmodekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Paru-paru kiri, terdiri
dari dua lobus, pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan
lima buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen,
yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus
medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-
paru yang disebut hilus. Pada mediastinum depan terdapat jantung. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua:
a. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru.
b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-
paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.
Gambar 1 Anatomi Sistem Pernapasan
2) Fisiologi sistem pernapasan
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
(Price,1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi. (Price,1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. (Price,1994)
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit, seperti
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama. (Rab,1996)
3. Etiologi
Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :
1) Asma tipe non atopik (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan paparan
(exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah :
a.Serangan timbul setelah dewasa.
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
c.Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
d. Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
e.Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma.
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2) Asma tipe atopik (ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure)
terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini biasaanya ditimbulkan dengan uji
kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :
a.Timbul sejak kanak-kanak
b. Pada famili ada yang mengidap asma
c.Ada eksim waktu bayi
d. Sering menderita rinitis
e.Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA tepung sari bunga rumput
3) Asma Campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993)
4. Tanda dan Gejala
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan,
maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :
1. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
2. Batuk produktif, sering pada malam hari.
3. Napas atau dada seperti tertekan. (Mansjoer A., 1999)
5. Fatofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh
satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak
diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan
sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel
mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat (SRS – A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan
membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls
saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika
ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan
asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor α dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan
antara reseptor α dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin
monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP,
yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi.
Teori yang diajukan ialah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu
dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2001)
Merangsang respon imun untuk menjadi aktif
Merangsang IgE
Menempel pada sel mast
Bronkhospasme
Gangguan perfusi
jaringan
Produksi mukus
Bersihan Jalan napas tidak efektif
Kerusakan pertukaran gas
Media pertumbuhan bakteri
Alergen/Non alergen
Vasokontriksi otot polos
Pelepasan histamin, bradikinin dan prostaglandin
Akumulasi secret di trakhea dan bronchus
Sesak
Broncho kontriksi dan oedema
Obstruksi jalan napas
Dyspneu
MerangsangNervus vagus
PeningkatanProduksi hcl
DistressGastrointestinal
Mual, muntah
Perubahan nutrisiKurang dari kebutuhan
Resiko tinggi infeksi
Ventilasi menurun
Hipoksia
Metabolisme menurun
Defisit perawatan diri
Perubahan Status
kesehatan
KurangInformasi Tentang
penyakitnya
Mekanisme Koping Tidakefektif
Secara skematis, patofisiologi asma bronchiale dapat digambarkan pada bagan pathway dibawah ini sebagai berikut :
Sumber : Stein J.H., (1998); Carpenito, L.J. (1999); Doenges, M.E. (2000); Smeltzer, Suzanne, C. (2001)
Perubahan pola tidur
Bronchospasme
Cemas
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan test kulit → untuk menunjukkan adanya alergi dan adanya antibodi
kadar Ig E yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E serum → untuk menyokong adanya
penyakit atopi
Pemeriksaan analisa gas darah → dilakukan dengan pasien asma berat
Pemeriksaan eosinofil dalam darah → jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat
Pemeriksaan sputum → untuk menilai adanya misellium aspergilus fumigatus
Radiologi → dilakukan apabila ada kecurigaan terhadap proses patologik diparu
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat asma bronchiale, antara lain sebagai
berikut (Vitahealth, 2006) :
1) Pneumothorak
2) Pneumomediastinum dan empisema subkutis
3) Atelektasis
4) Gagal napas
5) Bronchitis
6) Fraktur iga
8. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer A. dkk (1999) tujuan dari terapi asma adalah:
1) Menyembuhkan dan mengobati gejala asma.
2) Mencegah kekambuhan.
3) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
4) Mengupayakan aktifitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan
exercise.
5) Menghindari efek samping obat asma.
6) Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel.
Pengobatan medikamentosa :
1) Waktu serangan
a. Bronkodilator
1) Golongan adrenergik
2) Golongan methylxanthine
3) Golongan antikolinergik
b. Antihistamin
c. Kortikosteroid
d. Antibiotika
e. Ekspektoransia
2) Di Luar serangan
a. Disodium chromoglycate (DSCG)
b. Ketotiten
Pengobatan nonmedikamentosa :
1) Waktu serangan
a. Pemberian oksigen (O2)
b. Pemberian cairan
c. Drainase postural
d. Menghindari alergen
2) Di Luar serangan
a. Pendidikan
b. Imunoterapi / desensifikasi
c. Pelayanan / kontrol emosi. (Alsagaff H.1993)
Terapi awal yaitu :
1) Oksigenasi 4-6 liter/menit
2) Agonis ß-2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2.5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nebulasi dan pemberian dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian agonis ß-2 dapat secara subcutan atau IV dengan dosis salbutamol
0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5 % dan diberikan
berlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengahnya saja.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Kebutuhan Oxygenasi
Pelepasan prostaglandin, histamin dan bradikinin mengakibatkan vasokontriksi
otot polos dan peningkatan produksi mukus, terjadi obstruksi jalan napas akibat
penumpukan secret dan spasme bronchus, menyebabkan bersihan jalan napas tidak
efektif dan kerusakan pertukaran gas.
2. Kebutuhan rasa aman
Terjadi perubahan status kesehatan, kurang informasi tentang penyakitnya,
mekanisme koping tidak efektif, menyebabkan rasa cemas meningkat.
3. Kebutuhan nutrisi
Vasokontriksi otot polos merangsang nervus vagus, terjadi stimulasi peningkatan
produksi hcl lambung, terjadi distress gastrointestinal, menyebabkan terjadinya
respon mual dan muntah, merupakan penyebab kurangnya intake nutrisi.
4. Kebutuhan aktifitas
Bronchospasme mengakibatkan ventilasi menurun, suplai O2 kejaringan
menurun, mengakibatkan metabolisme menurun, produksi ATP menurun, terjadi
kelemahan fisik (patique).
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan asma
bronchiale didapatkan keluhan berupa sesak nafas dengan wheezing.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dengan asma bronchiale biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti sesak nafas dengan wheezing, batuk produktif, dada
seperti tertekan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
a. Masalah pernafasan yan pernah dialami
Pernah mengalami perubahan pola pernafasa
Pernah mengalami batuk dengan sputum
Pernah mengalami myeri dada
Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala diatas
b. Riwayat penyakit pernafasan
Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC
Bagaimana frekuensi setiap kejadian ?
c. Riwayat Kardiovaskuler
Pernah mengalami penyakit jantung atau peredarah darah
d. Gaya hidup
Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok
4. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
asma untuk asma tipe atopik (ekstrinsik).
c Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Napas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya
sulit napas, rasa tertekan di dada, ketidak mampuan untuk bernapas, ronkhi,
wheezing (mengi) sepanjang area paru atau pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas,
bunyi pekak pada area paru dan kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau
5 kata sekaligus.
3) Sistem Cardiovasculer
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan TD, tachycardia
berat, warna kulit / membran mukosa : normal/ cyanosis.
4) Sistem Pencernaan
Mual / muntah, ketidak mampuan untuk makan karena distress
pernapasan, turgor kulit buruk, berkeringat, oedema dependent.
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji, disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS, refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer),
sianosis secara umum (hiposekmia), edema, penurunan turgor (dehidrasi),
edema periorbital, clubbing finger.
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi, dan bronkospasme.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme broncus), kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia / mual-muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses penyakit
kronis, malnutrisi).
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan
berhubungan dengan kurang informasi / tak mengenal sumber informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif.
3. Intervensi keperawatan
a. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi, dan bronkospasme.
1) Kriteria hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif.
b) Mencari posisi yang nyaman untuk memudahkan peningkatan pertukaran
udara.
c) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
2) Intervensi :
a) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk;
(1) Napas dalam dan perlahan sambil duduk setegak mungkin.
(2) Gunakan napas diafragmatik.
(3) Tahan napas selama 3-5 detik dan kemudian hembusan sebanyak
mungkin melalui mulut (sangkar iga bawah dan abdomen harus
turun).
(4) Ambil napas kedua, tahan dan batuk dari dada (bukan dari belakang
mulut / tenggorokan) dan menggunakan napas pendek, batuk kuat.
(5) Demonstrasikan pernapasan pursed-lip.
b) Pertahankan hidrasi adekuat : meningkatkan masukan cairan 2 sampai 4
liter per hari bila tidak dikontra indikasi penurunan curah jantung/gagal
ginjal.
c) Auskultasi paru-paru sebelum dan sesudah tindakan.
d) Dorong / berikan perawatan mulut.
3) Rasional :
a) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif, menimbulkan
frustasi.
(1) Duduk tegak menggeser organ abdominal menjauhi paru
memungkinkan ekspansi lebih besar
(2) Pernapasan diafragmatik menurunkan frekuensi pernapasan dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
(3) & (4) Peningkatan volume udara dalam paru meningkatkan
pengeluaran sekret.
(5) Pernapasan pursed-lip memanjangkan ekshalasi untuk menurunkan
udara yang terperangkap
b) Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
c) Pengkajian ini membantu mengevaluasi keberhasilan tindakan
d) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau
mulut. (Carpenito, L.J., 1999 : 131, Doenges, 1999 :166)
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme broncus), kerusakan alveoli.
1) Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan
AGD (Analisa Gas Darah) dalam rentang normal dan bebas gejala distres
pernafasan.
b) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau
situasi
2) Intervensi keperawatan :
a) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan
b) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas.
c) Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat tidur
d) Awasi tanda-tanda vital.
3) Rasional
a) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b) Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi (rujuk pada DK :
bersihan jalan nafas tak efektif).
c) Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen
untuk memudahkan perbaikan infeksi.
d) Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan
oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. (Doenges E., 2000 : 168)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia / mual-muntah.
1) Kriteria hasil :
a) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
b) Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan/atau mempertahankan berat badan yang tepat.
2) Intervensi :
a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini
b) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan tempat khusus
untuk sekali pakai dan tisu
c) Berikan makanan porsi kecil tapi sering
d) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
3) Rasional :
a) Sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
b) Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegahan utama terhadap
nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan
kesulitan napas.
c) Membantu untuk meningkatkan kalori total
d) Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen
dan gerak diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. (Doenges M.E.,
2000 : 159)
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses penyakit
kronis, malnutrisi).
1) Kriteria hasil :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi.
2) Intervensi :
a) Awasi suhu
b) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
c) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
d) Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi
3) Rasional :
a) Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
b) Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
c) Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.
d) Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitivitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko
tinggi. (Doenges M.E., 2000 : 162)
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan
berhubungan dengan kurang informasi / tak mengenal sumber informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif.
1) Kriteria hasil :
a) Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
b) Mengidentifkasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit
dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
2) Intervensi :
a) Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu.
b) Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan
latihan kondisi umum.
c) Anjurkan menghindari agen sedatif antiansietas kecuali diresepkan /
diberikan oleh dokter mengobatai kondisi pernapasan.
d) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
e) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi, misal : udara
terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrim, serbuk, asap
tembakau, sprei aerosol, polusi udara, dorong klien / orang terdekat
untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan faktor di rumah. (Doenges
M.E., 2000 : 162)
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI. Jakarta.
2. Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
3. Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
4. Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
5. Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.