Laporan Pendahuluan Impaksi Serumen

12
8 LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu. Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga. Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak di sepertiga luar liang telinga. Serumen memiliki tugas cukup penting. Di antaranya, menangkap debu, mikroorganisme, dan mencegahnya masuk ke struktur telinga yang lebih dalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri, menjaga kelembaban liang telinga,hingga menangkap serangga yang terperangkap masuk ke lubang telinga.Beragam fungsi tersebut dimungkinkan karena kekhasan sifatnya yang lengket,kental serta berbau yang khas. Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambut atau benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran. Sejatinya, tanpa dikorek pun, tubuh punya mekanisme untuk mengeluarkan substansi tersebut secara otomatis. Karena itu, sering terjadi kotoran tiba-tiba jatuh dari liang telinga. Kotoran tersebut akan terdorong ke luar, PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015

description

LP IMPAKSI SERUMEN

Transcript of Laporan Pendahuluan Impaksi Serumen

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS1. DefinisiImpaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga. Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak di sepertiga luar liang telinga.Serumen memiliki tugas cukup penting. Di antaranya, menangkap debu, mikroorganisme, dan mencegahnya masuk ke struktur telinga yang lebih dalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri, menjaga kelembaban liang telinga,hingga menangkap serangga yang terperangkap masuk ke lubang telinga.Beragam fungsi tersebut dimungkinkan karena kekhasan sifatnya yang lengket,kental serta berbau yang khas.Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambut atau benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.Sejatinya, tanpa dikorek pun, tubuh punya mekanisme untuk mengeluarkan substansi tersebut secara otomatis. Karena itu, sering terjadi kotoran tiba-tiba jatuh dari liang telinga. Kotoran tersebut akan terdorong ke luar, terutama ketika kita membuka rahang lebar-lebar atau tidur miring, Tapi, ada kalanya serumen tak mau keluar dan betah bersarang di liang telinga, terutama bila produksinya berlebih. Bila itu terjadi, serumen terpaksa harus dikeluarkan secara manual supaya tidak mengganggu pendengaran.2. EtiologiAdapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:a. Dermatitis kronik pada telinga luar,b. Liang telinga sempit,c. Produksi serumen terlalu banyak dan kental,d. Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).3. Manifestasi Klinisa. Penumpukan serumenb. Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelingac. Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman pendengaran)d. Telinga berdengung (tinitus)e. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).4. PatofisiologiKadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran . usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan, serta berupa air. Masuknya air dingin ke dalam telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara menginduksi arus konveksi termal dalam kanalis semisirkularis.5. Penatalaksanaan MedikKotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukankarena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain : a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit).b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan caramengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37oC agartidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.6. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada impaksi serumen, diantaranya :a. Otalgiab. Vertigoc. Otitis mediad. Resiko infeksi7. Prognosa Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen diliang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang terganggu.Dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita impaksi serumen, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada anak-anak , terdapat 0,1 0,2% menderita impaksi serumen. Di indonesia pada tahun 2007 menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita, impaksi serumen pada anak usia sekolah dasar. Sekitar 29,55 % anak SD kelas 1di kota Semarang ditemukan adanya serumen obsturan, jadi diperkirakan dari total 25.471 anak SD kelas 1 di kota semarang, 7.526 anak mengalami serumenserumen. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan hasilpenelitian yang menunjukkan insidensi inpaksiserumen sebesar 21,4%

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN1. Pengkajiana. Biodata pasien dan penanggung jawabb. Riwayat kesehatan1) Keluhan utama saat MRSPenderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).2) Riwayat kesehatan masa laluRiwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar, penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan dermatitis pada kulit, seperti herpes zooster,3) Pola kebutuhan dasar manusiaPola kebutuhan dasar manusia meliputi :a) Pola napasb) Pola makan dan minumc) Pola eliminasi (BAB dan BAK)d) Pola istirahat dan tidure) Pola berpakaianf) Pola rasa nyamang) Pola kebersihan dirih) Pola rasa amani) Pola komunikasij) Pola beribadahk) Pola produktivitasl) Pola rekreasim) Pola kebutuhan belajar2. Pemeriksaan Fisik KeperawatanPemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian Fisik.Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya : a. Deformitas, lesi,b. cairan begitu pula ukuran,c. simetris dan sudut penempelan ke kepala.Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.

3. Pemeriksaan Diagnostika. CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulangb. Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi inf.c. Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinikd. MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkaite. Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik.f. Ketajaman Auditorius.1) Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan.2) Bisikan kata atau detakan jam tangan.3) Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar.4) Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.g. Uji WeberMemanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral.h. Uji RinneGagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.

C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN1. Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga2. Gangguan persepsi sensori (auditori) b/d perubahan persepsi sensori3. Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga.D. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONALNoDiagnosa KeperawatanTujuan UmumIntervensi Keperawatan

IntervensiRasional

1Nyeri akut b/d Inflamasi pada liang telingaSetelah dilakukan asuhan keperawatan rasa nyeri klien berkurang atau hilangKH :1. Skala nyeri (0-3) 2. Pasien tampak rileks 1. Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas.2. Berikan posisi yang nyaman pada pasien3. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan4. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti nafas dalam5. Kolaborasi pemberian obat (analgesik) sesuai indikasi1. Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi2. Untuk meneingkatkan relaksasi 3. Dapat mengurangi rasa nyeri pasien4. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri

5. Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan relaksasi mental dan fisik.

2.Gangguan Persepsi Sensori : auditori b/d Perubahan persepsi sensoriSetelah diberikan asuhan keperawatan Gangguan persepsi klien hilang/berkurangKH : 1. Pasien dapat mendengar dengan baik2. Pasien tidak meminta untuk mengulang setiap pertanyaan yang diajukan1. Memandang ketika sedang berbicara2. Kaji ketajaman pendengaran pasien

3. Menggunakan tanda-tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah, menunjuk atau gerakan tubuh)4. Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien5. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program terapi1. Menunjukan perhatiandan penghargaan2. Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi3. Membantu klien untuk mempersepsikan informasi

4. Menghindari perasaan terisolasi pasien

5. Mematuhi program akan mempercepat proses penyembuhan.

3Resiko infeksi b/d lesi pada lliang telingaSetelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda tanda infeksiKH :1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor, dubor, tumor, dolor dan fungsiniolasia2. TTV dalam batas normal1. Kaji tanda tanda infeksi2. Pantau TTV terutama suhu tubuh

3. Ajarkan teknik aseptik pada pasien4. Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien1. Untuk mengetahui apakah pasien mengalami infeksi2. TTV merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien, perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu proses infeksi.3. Meminimalisasi terjadinya infeksi.4. Mencegah terjadinya infeksi nasokomial.

8 PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015