Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

47
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR 1. Definisi a. Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddrat). b. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera (Masjoer 2000) c. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang biasa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki laki dewasa. Patah pada daerah ini menimbulkan perdarahan yang cukup banyak menyebabkan penderitaan (FKUI,1995) d. Fraktur femur tertutup adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis (Muttaqin, 2011). 2. Etiologi a. Fraktur akibat peristiwa trauma

description

LP

Transcript of Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

Page 1: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

1. Definisi

a. Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi

karena adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan

tekanan tersebut dan disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya

(Brunner dan Suddrat).

b. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan

yang umumnya disebabkan oleh cedera (Masjoer 2000)

c. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang biasa

terjadi akibat trauma langsung  (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak

dialami oleh laki laki dewasa. Patah pada daerah ini menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak menyebabkan penderitaan (FKUI,1995)

d. Fraktur femur tertutup adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa

disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma

langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan

tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis

(Muttaqin, 2011).

2. Etiologi

a. Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan

kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan

lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.

b. Akibat kelelahan atau tekanan.

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain

akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon

tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak

(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

Page 2: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

3. Manifestasi Klinis

a. Nyeri

Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu

kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak

Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah

fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.

c. Memar

Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.

d. Spasme otot

Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot,

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. 

f. Mobilisasi abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya

tidak terjadi pergerakan.

g. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.

h. Deformitas

Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,

maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau

terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,

dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

Page 3: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel

darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al,

1993).

Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena

kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau

putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang

seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang

rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua

penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang

dapat merobek periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut

terdapat saraf-saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila

digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I

menyebabkan kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan

kontusio kulit dan otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada

kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.

Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat

menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan

jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang

menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam

pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat

menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai

organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat

menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam.

Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi.

Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan,

mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf

sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan.

Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok

Page 4: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen

yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan

maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan

sesuai letak anatominya dengan gips.

Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah

serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi

terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi

plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang

merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor

yang mempengaruhi fraktur :

1. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan

fraktur.

2. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,

elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

5. Klasifikasi fraktur Femur

a. Fraktur collum femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu

misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter

mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun

disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi

yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

Page 5: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

1) Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

2) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur subtrochanter femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot –

otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh

trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan

stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. fraktur dimana garis

patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa

klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah

klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

1) tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

2) tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter

minor

3) tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas

trochanterminor

c. Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah

pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,

mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur

batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan

daerah yang patah. Dibagi menjadi :

– tertutup

– terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan

antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat,

yaitu ;

1) Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka

kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam

menembus keluar.

2) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena

Page 6: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

benturan dari luar.

3) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan

lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

d. Fraktur batang femur (anak – anak)

e. Fraktur supracondyler femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot –

otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh

trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan

stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. Fraktur intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. Fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan

adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul

dan Melalui kepala femur (capital fraktur)

a. Hanya di bawah kepala femur

b. Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih

besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2

inci di bawah trokhanter kecil.

6. Gambaran Klinis

Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan

normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat

penyebab:

1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen

Page 7: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan

bagian paha yang patah membengkak.

2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas.

Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya

bekerja tanpa ada aksi antagonis.

3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.

4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang

fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi

pembengkakan (1,2,3).

Selain itu, adapun tanda dan gejalanya adalah :

a. Nyeri hebat di tempat fraktur

b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

c. Rotasi luar dari kaki lebih pendek

d. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi

berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka,

deformitas.

7. Komplikasi

Menurut Sylvia and Price (2001), komplikasi yang biasanya ditemukan antara

lain :

1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang

menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan

Page 8: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering

terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel

lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah

dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai

dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,

demam.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk

ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa

juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin

dan plat.

e.  Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f.  Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih

Page 9: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.

Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c.  Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang

baik.

8. Pemeriksaan penunjang

Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan yang

dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:

a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna

pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai

persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang   bermakna

akibat cedera atau tindakan pembedahan.

9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :

1. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden

period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:

a. Pembersihan luka

b. Exici

Page 10: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

c. Hecting situasi

d. Antibiotik

Ada bebearapa prinsipnya yaitu :

a. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang

membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.

b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang

memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,

menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan

perdarahan besar dengan klem.

c. Pemberian antibiotika.

d. Debridement dan irigasi sempurna.

e. Stabilisasi.

f. Penutup luka.

g. Rehabilitasi.

h. Life Saving

i. Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai

penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat

lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk

terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat

yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi

organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and

circulation.

j.  Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.

Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang

tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui

bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi

masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah

waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu

penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden

periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang

terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas

Page 11: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas

ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,

penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.

k. Pemberian antibiotika

Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat

bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian

antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai

pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas

untuk kuman gram positif maupun negatif.

l. Debridemen dan irigasi

Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah

patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang

mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara

mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik

dengan tekanan maupun tanpa tekanan.

m. Stabilisasi.

Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi

fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat

patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2

dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer.

Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini

harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari

rahabilitasi penderita.    (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994:

133)

2. Seluruh Fraktur

a. Rekognisis/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya.

b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi

 Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali

Page 12: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur

(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan

untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat

fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya

dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah

jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema

dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.

 Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus

dipersiapkan untuk  menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk

melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan.

Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah

kerusakan lebih lanjut.

  Reduksi tertutup.  Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup

dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-

ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

  Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,

sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat

immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas

untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang

benar.

  Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi

dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang

terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan

aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat

pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.

Page 13: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi

terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat

fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau

batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang

dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum

tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi

fragmen tulang.

c. OREF

Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan

cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and

external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang

baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi

fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa

penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka

dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi,

pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa

latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan

utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan

tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik

organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara

fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan

gerakan).

d. ORIF

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal

fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk

mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak

mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail

biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur

tranvers.

Page 14: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and

internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila

dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa

dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler,

pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat,

bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi

terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and external

fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan

lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan

lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada

politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada

daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan infeksi atau

pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai

defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan

malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang

digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,

Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk

fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar

uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan

fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi

yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan

irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu,

memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status

neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur.

Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi

fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari segi

estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan

pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan

radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi

antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur

pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi

Page 15: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

protein untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan

setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan nekrotik yang

dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up

ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis

pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan

osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan

radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk

menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan

radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan

12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain

itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin.

e. Retensi/Immobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah

fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,

traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan

logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai

bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

f. Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala upaya

diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan

imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status

neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,

gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada

tanda gangguan neurovaskuler.

Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan

berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi

peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting

Page 16: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.

Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai

batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan

mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada

ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas

dan beban berat badan.

Page 17: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

1. Pengkajian

Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari

proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien

sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian

pada pasien post operasi menurut Suratun (2008:66) adalah :

a. Lanjutkan perawatan pra operatif

b. Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri,

perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri

c. Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan:

tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,

bising usus, keseimbangan cairan, dan nyeri.

d. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat

pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,

konfusi dan gelisah).

e. Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan

frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit

paru, dan jantung sebelumnya.

f. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi

urin. Retensi dapat disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah,

pembesaran prostat, dan adanya infeksi saluran kemih.

g. Observasi tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya

timbul selama minggu kedua), dan tanda vital.

h. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,

panas, kemerahan, dan edema pada betis.

i. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku

dan perubahan kesadaran.

Sedangkan menurut Doenges (2000), data dasar pengkajian pada pasien

dengan post op fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah umum yang

mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu:

Page 18: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

a. Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang

terkena.

b. Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat,

pucat pada bagian yang tekena, pembengkakan jaringan.

c. Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas

local.

d. Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera,

spasme/keram otot.

e. Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan

warna, pembengkakan local.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Sumijantun (2010:189), diagnosa keperawatan merupakan

langkah kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis

tentang respon individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat terhadap

permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Adapun diagnosa

keperawatan pada kasus post op fraktur menurut Suratun (2008) adalah :

a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan

imobilisasi.

b. Potensi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

pembengkakan, alat yang mengikat, dan ganguan peredaran darah.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,

prosedur pembedahan, serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.

e. Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak

muskuloskeletal.

f. Resiko tinggi syok hipovolemik.

g. Resiko tinggi infeksi

Sedangkan menurut Wilkinson dalam jitowiyono (2010:24), Diagnosa

keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur meliputi:

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan

fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat

Page 19: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

traksi/immobilisasi, stress, ansietas.

b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,

ketidak adekuatan oksigenisasi.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi,

dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat

badan, turgor kulit buruk, tyerdapat jaringan nekrotik.

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,

kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan

kekuatan/tahanan.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon

inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan,

luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang

terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

3. Intervensi Keperawatan

Menurut Sumijantun (2010:203), perencanaan adalah fase proses

keperawatan yang sistematik mencakup pembuatan keputusan dan pemecahan

masalah. Adapun perencanaan keperawatan pada klien dengan post op fraktur

femur menurut Suratun dkk, (2008:66) adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan

imobilisasi.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

-       Nyeri berkurang/hilang

-       Klien tampak tenang

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri pasien.

b. Tinggikan ekstremitas yang dioperasi.

c. Kompres dingin bila perlu.

Page 20: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.

e. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic.

Rasional :

a. Mengetahui skala nyeri pada pasien.

b. Membantu mengontrol edema agar nyeri berkurang.

c. Untuk mengontrol nyeri dan edema.

d. Hal ini dapat mengurangi dan mengontrol nyeri.

e. Untuk mengontrol nyeri.

2.  Perubahan perfusi jaringan  perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat

yang mengikat, gangguan peredaran darah.

Tujuan : Memelihara perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil :Tidak ada sianosis

Intervensi :

a. Rencana pra operatif dilanjutkan.

b. Pantau status neurovaskular, warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut

nadi, nyeri, edema.

c. Anjurkan latihan otot.

d. Anjurkan latihan pergelangan kaki dan otot betis setiap jam.

Rasional :

a. Meneruskan tindakan keperawatan.

b. parastesi pada bagian yang dioperasi, dan laporkan segera pada dokter bila

ada temuan yang mengarah pada gangguan.

c. untuk mencegah atrofi otot.

d. untuk memperbaiki peredaran darah.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.

Tujuan : Memelihara kesehatan

Kriteria Hasil: Klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi :

a.    Rencana pra operatif dilanjutkan.

b.    Anjurkan pasien berpartisipasi dalam program penanganan pasca operatif.

c.    Diet seimbang dengan protein dan vitamin adekuat sangat diperlukan.

Page 21: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

d.   Anjurkan banyak minum minimal 2 sampai 3 liter perhari.

e.    Observasi adanya  gangguan integritas kulit pada daerah yang tertekan.

f.     Ubah posisi tidur dalam setiap 2-3 jam sekali.

g.    Bantu klien dalam pelaksanaan hyegien personal.

h.    Libatkan keluarga dalam pemeliharaan kesehatan.

Rasional :

a. Melanjutkan tindakan keperawatan.

b. Membantu dalam proses keperawatan.

c. Untuk keshatan jaringan dan penyembuhan luka.

d. Memenuhi kebutuhan cairan.

e. Untuk mengetahui sedini mungkin adanya gangguan.

f. Untuk mencegah adanya penekanan pada kulit.

g. Untuk menghindari adanya kerusakan pada kulit.

h. Membantu dalam pemeliharaan kesehatan pasien.

4.  Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,

prosedur pembedahan, adanya imobilisasi, (bidai, gips, traksi).

Tujuan : Memperbaiki mobilitas fisik normal

Kriteria Hasil: Melakukan pergerakan dan pemindahan

Intervensi :

a. Kaji tingkat kemampuan mobilitas fisik.

b. Bantu pasien melakukan aktivitas selama pasien mengalami

ketidaknyamanan.

c. Tinggikan ektremitas yang bengkakanjurka latihan ROM sesuai kemampuan.

d. Anjurkan pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.

e. Pantau daerah yang terpasang pen, skrup batang dan logam yang digunakan

sebagai fiksasi interna.

f. Anjurkan menggunakan alat bantu saat sedang pasca operasi, sebagai tongkat.

g. Pantau cara berjalan pasien. Perhatikan apakah benar-benar aman.

Rasional :

a. Mengetahui tingkat kemampuan mobilitas klien.

b. Menambah kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Page 22: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

c. Untuk memperlancar peredaran darah sehingga mengurangi pembengkakan.

d. Untuk mencegah kekakuan sendi.

e. Untuk memperbaiki tingkat mobilitas fisik.

f. Ini dilakukan untuk mempertahankan posisi tulang sampai terjadi penulangan,

tetapi tidak dirancang untuk mempertahankan berat badan.

g. Untuk mengurangi stres yang berlebihan pada tulang.

Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak masalah

musculoskeletal.

Tujuan : Terjadi peningkatan konsep diri

Kriteria Hasil: Klien dapat bersosialisasi

Intervensi :

a. Rencana perawatan pra operatif dilanjutkan.

b. Libatkan pasien dalam menyusun rencana kegiatan yang dilakukan.

c. Bantu pasien menerima citra dirinya serta beri dukungan, baik dari perawat,

keluarga maupun teman dekat.

Rasional :

a.    Melanjutkan rencana tindakan keperawatan.

b.    Mempercepat rencana tindakan keperawatan.

c.    Stres,dan menarik diri akan mengurangi motivasi untuk proses

penyembuhan.

6. Resiko tinggi komplikasi (syok hipovolemik)

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria Hasil : Klien tampak tenang

Intervensi :

a. Pantau dan catat kehilangan darah pada pasien ( jumlah,warna).

b. Pantau adanya peningkatan denyut nadi dan penurunan tekanan darah.

c. Pantau jumlah urin.

d. Pantau terjadinya gelisah, penurunan kesadaran dan haus.

e.   Pantau pemeriksaan laboratorium, terutama penutunan HB dan HT. Segera

lapor ke ahli bedah ortopedi untuk penanganan selanjutnya.

Rasional :

Page 23: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

a. Memantau jumlah kehilangan cairan.

b. Ini merupakan tanda awal syok.

c. Jika urin kurang dari 30 cc/ jam, itu merupakan tanda syok.

d. Rasa haus merupakan tanda awal syok.

e. Mengetahui terjadinya hemokosentrasi dan terjadinya syok hipovolemik.

7. Resiko tinggi infeksi

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus

Intervensi :

a. Pemberian antibiotik intra vena jangka panjang.

b. Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotic.

c. Ganti balutan luka dengan teknik aseptik, sesuai dengan program.

d. Pantau tanda vital.

e. Pantau luka operasi dan catat cairan yang keluar.

f. Pantau adanya infeksi saluran kemih.

Rasional :

a. Untuk mencegah osteomielitis.

b. Menilai adanya alegi dengan pemberian antibiotic.

c. Mencegah kontaminasi dan infeksi nasokomial.

d. Peningkatan suhu tubuh diatas normal menunjukan adanya tanda infeksi.

e. Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukan adanya infeksi pada luka.

f. Laporkan ke dokter bila ada infeksi yang ditemukan, hal ini sering terjadi

setelah pembedahan ortopedik.

Perencanaan keperawatan menurut wilkinson dalam jitowiyono (2010:25)

pada klien dengan post op fraktur femur meliputi :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen

tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,

ansietas.

Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang

Kriteria Hasil:

1.   Nyeri berkurang atau hilang

Page 24: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

2.   Klien tampak tenang

Intervensi :

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

b. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.

c. Jelaskan pada klien penyebab nyeri.

d. Observasi tanda-tanda vital.

e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian analgesic.

Rasional :

a. Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.

b. Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukan nyeri.

c. Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.

d. Untuk mengetahui perkembangan klien.

e. Merupakan tindakan dependent perawat. Dimana analgesik berfungsi untuk

memblok stimulasi nyeri.

2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,

ketidak adekuatan oksigenisasi.

Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas

Kriteria Hasil :

a. Prilaku merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri

b. Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa

dibantu

c. Koordinasi otot,tulang dan anggota gerak lainya baik

Intervensi:

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.

b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien.

Rasional :

a. Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat

digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.

b. Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secar perlahan

Page 25: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

dapat menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mbilisasi dini.

c. Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

d. Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai akibat dari

latihan.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh

terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,

terdapat jaringan nekrotik.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus

2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor

3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi

Intervensi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

c. Pantau peningkatan suhu tubuh.

d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kassa

kering dan steril, gunakan plester kertas.

e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

f. Setelah debridement, ganti baluta sesuai kebutuhan.

g. Kolaborasi pemberian antibiotic.

Rasional :

a. Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam

meltindakan yang tepat.

b. Mengidentifikasi tingkat keparahan akan mempermudah intervensi

c. Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya proses

peradangan.

d. Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.

Page 26: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

e. Agar benda asing atau jaringan yang teriinfeksi tidak menyebar luas pada

area kulit normal lainya.

f. Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung pada kondisi

parah/tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.

g. Antibiotik berguna untuk memetikan mikroorganisme pathogen pada daerah

yang terjadi infeksi.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,

kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan

kekuatan/tahanan.

Tujuan : Pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal

Kriteria Hasil :

1. Penampilan yang seimbang

2. Melakukan pergerakan dan pemindahan

3. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan

karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat bantu

2 = memerlukan bantuan darinorang lain untuk bantuan, pengawasan,

dan pengajaran

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu

4 = ketergantungan tidak berpartisipasi dalam aktivitas

Intervensi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

c. Ajarkan dan pantau dalam hal pengguanaan alat bantu.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

e. Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik.

Rasional :

a. Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena

ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

Page 27: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

c. Menilai batasan kemempuan aktivitas optimal.

d. Mempertahankan/keningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi

tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi

pembedahan.

Tujuan : Infeksi tidak terjaadi/ terkontrol

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital.

b. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase

luka, dll.

d. Jika ditemukan tanda-tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,

seperti Hb dan leukosit.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.

Rasional :

a.    Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh

meningkat.

b.    Mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.

c.    Untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.

d.   Panurunan Hb dan peningkatan leukosit dari normal bisa terjadi akibat

terjadinya proses infeksi.

e.    Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah

interpretasi informasi.

Page 28: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan

proses pengobatan.

Kriteria Hasil :

1. Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu

tindakan.

2. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan kut serta dalam regimen

perawatan.

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

b. Berika penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makananya

d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang dilakukan.

Rasional :

a. Mengetahui seberapa jauh penglaman dan pengetahuan klien dan keluarga

tentang penyakitnya.

b. Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya

akan merasa tenang dan mengurangi cemas.

c. Diet dan pola  makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

d. Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai

keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan (Nursalam, 2001:63).

Pelaksanaan tindakan kepewaratan pada klien fraktur femur dilakukan

sesuai dengan perencanaan keperawatan yang letah ditentukan, dengan tujuan

unutk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan

Page 29: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir

asuhan keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap asuhan

keperawatan (Nursalam, 2001:71).

Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat

membandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah membuat

keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3 kemungkinan keputusan

tahap ini :

1)        Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.

2)        Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan.

3)        Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan (Nursalam, 2001:73)

Page 30: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan f

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8

volume 2, EGC : Jakarta.

Budiyanto, Aris. 2009. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pasca Operasi

Pemasangan Orif Pada Fraktur. Skripsi. Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Muttaqin, Arif 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada

Praktik Klinik Keperawatan. EGC : Jakarta.

Retrived from Johnson, M. Maas, Mand Moorhead, S. 2007. Nursing Outcomes

Classifications (NOC). Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-

Year Book, Inc. St.Louis, Missouri.

North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis :

Definition and Classification 2012-2014. NANDA International.

Philadelphia.

McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. 2007. Nursing Intervention Classifications

(NIC). Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book,

Inc. St.Louis, Missouri.