LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

32
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA A. Konsep Dasar Sectio Caesaria 1. Pengertian Sectio Caesaria Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006). Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002). 2. Indikasi a. Riwayat SC Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang 1

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA

A. Konsep Dasar Sectio Caesaria

1. Pengertian Sectio Caesaria

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas

500 gram (Sarwono, 2009).

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat

badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh

(Gulardi & Wiknjosastro, 2006).

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).

2. Indikasi

a. Riwayat SC

Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk

melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur

uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan

jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah,

kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan

berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri berisiko mengalami

kekambuhan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan

persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat

buruk bagi ibu dan janin.

b. Indikasi Ibu :

1) Panggul sempit

2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3) Stenosis serviks uteri atau vagina

4) Plassenta praevia

5) Disproporsi janin panggul

6) Rupture uteri membakat

7) Partus tak maju

1

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

8) Incordinate uterine action

c. Indikasi Janin

1) Kelainan Letak :

a) Letak lintang

b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)

c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang

d) Presentasi ganda

e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama

2) Gawat Janin

3) Indikasi Kontra(relative)

a) Infeksi intrauterine

b) Janin Mati

c) Syok/anemia berat yang belum diatasi

d) Kelainan kongenital berat

3. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk

mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan

serviks dan segmen bawah rahim.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

a. Abdomen (SC Abdominalis)

1) Sectio Caesarea Transperitonealis

a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang

pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan

memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan :

1. Mengeluarkan janin lebih memanjang

2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

2

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena

tidak ada reperitonial yang baik.

2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture

uteri spontan.

3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering

terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur

uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada

akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda

biasanya baru terjadi dalam persalinan.

4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan

supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas

hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2

tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka

sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor

sebelum menutup luka rahim.

b) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi

pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat

sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira

10cm

Kelebihan :

1. Penjahitan luka lebih mudah

2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk

menahan isi uterus ke rongga perineum

4. Perdarahan kurang

5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur

uteri spontan lebih kecil

Kekurangan :

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga

dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan

menyebabkan perdarahan yang banyak.

2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

3

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis

dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan

apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian)

5. Komplikasi

Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama

beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya

peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila

sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau

ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu

(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal

sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian

antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC

klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis

profunda.

a. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang

arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

b. Komplikasi-komplikasi lain seperti :

1) Luka kandung kemih

2) Embolisme paru – paru

c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya

perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa

terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan

sesudah sectio caesarea klasik.

4

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

6. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya

plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi

cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,

pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut

menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio

Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan

kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak mampu melakukan

aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah

defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah

ansietas pada klien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan

dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan

terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di

sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan

prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah

proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan

menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan masalah risiko infeksi.

5

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

6

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

d. Urinalisis / kultur urine

e. Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi

pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS

10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan

tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi

darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar

3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d. Kateterisasi

7

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak

pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi

tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat

berbeda-beda setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran

pencernaan

a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila

perlu

3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,

tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

h. Perawatan payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,

biasanya mengurangi rasa nyeri.

(Manuaba, 1999)

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalogram ( EEG )

Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

8

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

b. Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

c. Magneti resonance imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan

gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak

yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu

menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam

otak.

e. Uji laboratorium

1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

3) Panel elektrolit

4) Skrining toksik dari serum dan urin

5) AGD

6) Kadar kalsium darah

7) Kadar natrium darah

8) Kadar magnesium darah

10. Penatalaksanaan

a. Perawatan awal

1) Letakan klien dalam posisi pemulihan

2) Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam

pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat

kesadaran tiap 15 menit sampai sadar

3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

4) Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge

5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,

segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi

perdarahan pasca bedah

b. Diet

9

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita platus

lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian

minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -

10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi.

- Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar

- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

- Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler)

- Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d. Fungsi gastrointestinal

1) Jika tindakan tidak berat beri klien diit cair

2) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul

3) Jika klien bisa flatus mulai berikan makanan padat

4) Pemberian infus diteruskan sampai klien bisa minum dengan baik

e. Perawatan fungsi kandung kemih

1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau

sesudah semalam

2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih

3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter

terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.

4) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100

mg per oral per hari sampai kateter dilepas

5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

10

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

f. Pembalutan dan perawatan luka

1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak

terlalu banyak jangan mengganti pembalut

2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester

untuk mengencangkan

3) Ganti pembalut dengan cara steril

4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan

kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC

g. Jika masih terdapat perdarahan

1) Lakukan masase uterus

2) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik

atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin

h. Pemberian Antibiotik

1) Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam

2) Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam

3) Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam

i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

1) Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting

2) Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam

3) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

4) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila

perlu

j. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

k. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan

1) Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan

komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi

11

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya

hematoma.

3) Klien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan

lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.

4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.

5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi.

6) Perhatikan jenis anastesi yang diberikan:

- Anastesi umum : mempunyai pengaruh pada pusat pernafasan

janin

- Anastesi Spiral : baik buat janin tapi tekanan darah klien dapat

menurun

- Anastesi local : cara yang paling aman tidak mempengaruhi

janin dan klien

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian fokus

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,

alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,

diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan

umum tanda vital.

b. Keluhan utama

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien

multipara

d. Data riwayat penyakit

1) Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau

penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan

setelah klien operasi.

2) Riwayat kesehatan dahulu

12

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit

sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit

yang sama (plasenta previa)

3) Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien

ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta

previa).

e. Pola-pola fungsi kesehatan

f. Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan

cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga

kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan

dirinya

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari

keinginan untuk menyusui bayinya.

3) Pola aktifitas

Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti

biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga

banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas

karena mengalami kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi

Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah

kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,

yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi

konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.

5) Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena

adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan

6) Pola hubungan dan peran

13

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga

dan orang lain.

7) Pola penagulangan stres

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8) Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan

dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi

uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya

pengetahuan merawat bayinya

9) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih

menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan

konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri

10) Pola reproduksi dan sosial

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual

atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses

persalinan dan nifas.

g. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut,

warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat

adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.

2) Mata

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,

dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses

persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.

3) Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,

adakah cairan yang keluar dari telinga.

4) Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang

ditemukan pernapasan cuping hidung.

14

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

5) Leher

Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.

6) Dada dan payudara

Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng

usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya

hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae

7) Abdomen

Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa

nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Ginetelia

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila

terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam

kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.

9) Anus

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,

adanya hemoroid.

10) Ekstermitas

Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena

membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit

jantung atau ginjal.

11) Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi

cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section

caesarea)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen

post operasi SC

c. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post operasi

d. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif

15

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

3. Rencana Tindakan

a. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan

(section caesarea)

Tujuan: Klien akan mengungkapkan penurunan nyeri

Kriteria hasil:

- Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang

- Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

- Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri

- Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan

- TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37°C, TD : 120/80 mmHg,

RR : 18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

16

Tindakan Rasional

1) Kaji lokasi, sifat dan durasi nyeri,

khususnya saat berhubungan

dengan indikasi kelahiran sesaris.

2) Hilangkan factor-faktor yang

menghasilkan ansietas (mis;

kehilangan control), berikan

informasi akurat, dan anjurkan

keberadaan pasangan.

3) Instruksikan teknik relaksasi;

posisikan senyaman mungkin.

Gunakan sentuhan terapeutik.

Menandakan ketepatan pilihan

tindakan. Klien yang menunggu

kelahiran sesaria iminen dapat

mengalami berbagai derajat

ketidaknyamanan, tergantung pada

indikasi terhadap prosedur.

Tingkat toleransi ansietas adalah

individual dan dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Ansietas berlebihan

pada respon terhadap situasi darurat

dapat meningkatkan ketidaknyamanan

karena rasa takut, tegang, dan nyeri

yang saling berhubungan dan merubah

kemampuan klien untuk mengatasi.

Dapat membantu dalam reduksi

ansietas dan ketegangan dan

meningkatkan kenyamanan.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

b. • R/ R

a. KuraneG

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada

abdomen post operasi SC

Tujuan: Dalam 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi

dengan kriteria hasil klien mampu melakukan aktivitasnya

secara mandiri

Tindakan Rasional

1) Kaji tingkat mobilitas dari klien

2) Motivasi klien untuk

melakukan mobilitas secara

bertahap

3) Pertahankan posisi tubuh yang

tepat

4) berikandukungan dan bantuan kelu

arga/orang terdekat pada

latihan gerak klien.

1) Diharapkan dapat mempermudah

pemberian tindakan pengobatan

selanjutnya

2) Diharapkan dapat meningkatkan

kenyamanan dan ambulasi.

3) Dapatkan meningkatkan posisi

fungsional pada tubuh klien.

4) Memampukan keluarga/orang

terdekat untuk aktifitas

dalam perawatan klien

perasaan senang dan nyaman pada

klien.

17

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

c. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan

perdarahan, luka post operasi

Tujuan umum : Sel darah putih, suhu, nadi, tetap dalam batas

normal. Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan pertama ; uterus

tetap lembut dan tidak empuk dan lochia bebas dari bau.

Tindakan Rasional

1) Angkat balutan verban abdomen

sesuai indikasi

2) Bantu sesuai keperluan dengan

mengangkat benang kulit

3) Anjurkan klien untuk mandi air

hangat setiap hari.

1) Memudahkan insisi untuk kering

dan meningkatkan penyembuhan

setelah 24 jam pertama menjalani

prosedur pembedahan.

2) Insisi biasanya sudah cukup

sembuh untuk pengangkatan

benang pada 4-5 hari setelah

prosedur pembedahan.

3) Mandi sering diijinkan setelah hari

ke-2 menjalani prosedur kelahiran

caesarea dapat meningkatkan

kebersihan dan dapat merangsang

sirkulasi dan penyembuhan luka

4) Mempertahankan kontraksi

18

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

4) Berikan oxytoksin atau preparat

ergometrium, beri infuse oksitoksin

yang sering dianjurkan secara rutin

untuk 4 jam setelah prosedur

pembedahan.

5) Ambil darah vaginal dan kultur

urine bila infeksi dicurigai.

6. Berikan infus antibiotik profilaksis.

miometrial oleh karena menurunya

penyebaran bakteri melalui dinding

uterus, membantu dalam

pengeluaran bekuan dan selaput.

5) Bekterimial lebih sering pada ibu

yang mengalami ruptur membrane

untuk 6 jam atau lebih lama dari

pada klien yang mempunyai

membran tetap utuh sebelum

menjalani kelahiran caesarea,

pemasangan kateter tidak tetap,

mempredisposisi klien untuk

kemungkinan infeksi.

6) Menurunkan / mengurangi

kemungkinan endometritis post

partum sebagaimana halnya dengan

komplikasi seperti abses insisi atau

trombophlebitis pelvis.

d. Diagnosa : Cemas b/d koping yang tidak efektif.

Tujuan :

Klien akan ;

Mengungkapkan rasa takut pada keselamat klien dan janin

Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran sesaria

Tampak benar-benar rileks

Menggunakan sumber atau sistem pendukung secara

efektif

19

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

20

Tindakan Rasional

1) Kaji respons psikologis pada

kejadian dan ketersediaan system

pendukung.

2) Pastikan apakah prosedur

direncanakan atau tidak

direncanakan.

3) Tetap bersama klien dan tetap

tenang. Bicara perlahan.

Tunjukkan empati.

4) Beri penguatan aspek positif dari

ibu dan kondisi janin.

5) Dukung/arahkan kembali

mekanisme koping yang

diekspresikan

6) Diskusikan pengalaman / harapan

kelahiran anak pada masa lalu, bila

tepat.

7) Berikan masa privasi. Kurangi

rangsang lingkungan, seperti

jumlah orang yang ada, sesuai

indikasi keinginan klien.

Makin klien merasakan ancaman,

makin besar tingkat ansietas.

Pada kelahiran sesaria yang tidak

direncanakan, klien/pasangan biasanya

tidak mempunyai waktu untuk

persiapan secara psikologis maupun

fisiologis. Bahkan bila direncanakan,

kelahiran sesaria dapat membuat

ketakutan klien/pasangan karena

ancaman fisik aktual atau dirasakan

pada ibu dan bayi yang berhubungan

dengan prosedur dan pembedahan itu

sendiri.

Membantu membatasi transmisi

ansietas interpersonal, dan

mendemonstrasikan perhatian terhadap

klien/pasangan.

Memfokuskan pada kemungkinan

keberhasilan hasil akhir dan membantu

membawa ancaman yang dirasakan /

aktual ke dalam perspektif.

Mendukung mekanisme koping dasar

dan otomatik, meningkatkan

kepercayaan diri dan penerimaan, dan

menurunkan ansietas

Klien dapat mengalami penyimpangan

memori dari melahirkan masa lalu atau

persepsi tidak realistis dari

abnormalitas kelahiran sesaria yang

akan meningkatkan ansietas.

Memungkinkan kesempatan bagi

klien/pasangan untuk

menginternalisasi informasi.

Menyusun sumber-sumber, dan

mengatasi dengan efektif

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM SC.docx

DAFTAR PUSTAKA

 Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal.YBPSP. Jakarta

Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM

Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21

Disorders of Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL

Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.

EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP

21