Laporan Pendahuluan Rhinitis

27
LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986). Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung ( Dorland, 2002). Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 ). Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap

Transcript of Laporan Pendahuluan Rhinitis

Page 1: Laporan Pendahuluan Rhinitis

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh

reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah

tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan

timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator

kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa  (Von

Pirquet, 1986).

Rhinitis  alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala

bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah

mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh

IgE (WHO ARIA tahun 2001).Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan )

pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ).

Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung ( Dorland, 2002).

Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk

menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun

atau musiman. (Dorland,2002 ).

Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh

perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi

mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti:

debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.

2. Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya :

Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis).

Hanya ada di Negara yang memiliki 4 musim. Alergen

penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari dan spora jamur.

Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial)

Gejala keduanya hamper sama, hanya tempat berlangsungnya saja

yang berbeda.

Berdasakan waktu berlangsungnya :

Page 2: Laporan Pendahuluan Rhinitis

Rhinitis intermitten : (gejala <4 hari dan lamanya <4 minggu 2)

rhinitis persisten : gejala >4 hari dan berlangsungnya >4

minggu

Berdasarkan berat gejala berlangsungnya :

Ringan (tidur normal, tidak menggangu aktifitas)

Berat (tidur terganggu, aktifitas terganggu)

3. Etiologi

Inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu

rumah, virus,serbuk sari, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang

serta jamur

Ingestan : masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,

telur, coklat, ikan dan udang

Injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau

sengatan lebah

Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,

misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

4. Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan

tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2

fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat

(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam

setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat

(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag

atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting

Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa

hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide

dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide

MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian

dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas

sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk

berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin

seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh

Page 3: Laporan Pendahuluan Rhinitis

reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif

dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan

masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau

basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut

sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE

akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)

mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah

terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga

dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),

Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet

Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF

(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah

yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus

sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin

juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami

hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.

Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain

histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan

pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion

Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik

yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target.

Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan

mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan

penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,

basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3,

IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF)

dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau

hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),

Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan

Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),

Page 4: Laporan Pendahuluan Rhinitis

iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok,

bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi

(Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)

dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga

pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan

infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan

serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-

menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi

perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan

hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan

masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar

terdiri dari:

Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini

bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak

berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon

sekunder.

Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga

kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya

dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi

selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem

imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

Respon tersier.

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh.

Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya

eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe,

yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2

atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau

reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis

Page 5: Laporan Pendahuluan Rhinitis

kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1,

yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Page 6: Laporan Pendahuluan Rhinitis

6. Manifestasi Klinis

Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari

(umumnya bersin lebih dari 6 kali).

Hidung tersumbat

Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan

alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih

keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi

hidung atau infeksi sinus.

Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan

tenggorok.

Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang

berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan

sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung

untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari

lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis

alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak.

Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya

air mata.

7. Pemeriksaan Penunjang

In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.

Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent

test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi

pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis

alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna

adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi

hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna

sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah

banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5

sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika

Page 7: Laporan Pendahuluan Rhinitis

ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati,

2002).

In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes

cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri

(Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan

dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang

bertingkat kepekatannya. Keuntungan

8. Penatalaksanaan

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

allergen penyebab

Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang

sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau

dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika

gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil

diatasi oleh obat lain

Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan

cara diatas

Penggunaan Imunoterapi.

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal

antara lain :

Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.

 Tidak menimbulkan takifilaksis.

Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal.

Meskipun demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan

kriteria yang lain.

 Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan

sehubungan dengan adanya efek samping sistemik.

Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen,

farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam

penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan

bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab

dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan

penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan

Page 8: Laporan Pendahuluan Rhinitis

memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar

terutama jika harus menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan.

Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah alergen hirupan.

Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan

kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama

sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan obat-obat yang

biasanya dipakai baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi yang

sering dipakai adalah antihistamin H1 dengan dekongestan. Medikamentosa

diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.

Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan.

Jenis-jenis terapi medikamentosa akan diuraikan di bawah ini:

1) Antihistamin-H1 oral

Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1

sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan

takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan

kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin,

sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan

loratadin/desloratadin.Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap

lebih baik karena mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan

farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja

cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata,

namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi

kongesti hidung.Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu

sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi

kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak

mempunyai efek antikolinergik atau kardiotoksisitas.

2) Antihistamin-H1 lokal

Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin)

juga bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai

beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat

cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata.

Efek samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit

pada sebagian pasien. 

3) Kortikosteroid intranasal

Page 9: Laporan Pendahuluan Rhinitis

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid,

flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi

hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi

medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif

terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan

efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.

Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak

dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal

obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah

pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid

topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan

dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada

kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.

4) Kortikosteroid oral/IM           

Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,

metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan

betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas

nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika

memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk

menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal

obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas

yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk

rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan

pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi. 

5) Kromon lokal (‘local chromones’)

Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan

nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon

intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif

dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan

tingkat keamanannya baik.

Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator

sel mast dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya

diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek

samping.

Page 10: Laporan Pendahuluan Rhinitis

6)      Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,

merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala

kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit

jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi,

berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,

kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma

atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian

terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral

efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.

7) Dekongestan intranasal

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin,

oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat

simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat

ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral.

Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah

terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti

sediaan oral tetapi lebih ringan.

Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk

rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis

terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi

gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

8) Antikolinergik intranasal

Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat

menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik

maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat

efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk

rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang

menonjol.

9) Anti-leukotrien

Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast,

akan memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang

menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan

Page 11: Laporan Pendahuluan Rhinitis

antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak data mengenai

obat-obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.

9. Komplikasi

Polip hidung

Otitis media

Sinusitis paranasal. (Mansjoer, 2001 : 107)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, bangsa,

pendidikan dan pekerjaan pasien.

Keluhan Utama

Pasien mengalami bersin-bersin, hidung mengeluarkan secret, hidung

tersumbat, dan hidung gatal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hal yang perlu dikaji yaitu apakah sebelumnya pasien pernah menderita

penyakit THT.

Riwayat Keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga sebelumnya yang

mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk rhinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi

pemeriksaan wajah,mata, dan telinga juga penting.

Hidung

Inspeksi : permukaan hidung terdapat secret mukoid

Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi.

Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah,

berwarna pucat,disertai adanya sekret encer yang banyak.

Dalam hal ini kita menentukan karakteristik dan kuantitas

mukus hidung.

Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan

purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun,

Page 12: Laporan Pendahuluan Rhinitis

mukus kental, purulen, dan berwarna dapat timbul pada

rinitis alergi.

Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi septum

atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis

alergi kronis.

Wajah

Inspeksi :

Adanya allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata

dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi

hidung.

Adanya nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal

crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat

kebiasaan menggosok hidung ke atas dengan tangan.

Mata

Inspeksi :

Adanya pembengkakan konjungtifa palpebral yang disertai

dengan produksi air mata.

Telinga

Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani.

Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat terjadi pada rinitis

alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitits

media sekunder.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret

yang mengental.

b) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya inflamasi.

c) Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

d) Gangguan harga diri berhubungn dengan sigman berkenaan dengan kondisi.

e) Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur tindakan medis.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Page 13: Laporan Pendahuluan Rhinitis

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang

mengental.

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan

Kriteria :

a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung

INTERVENSI RASIONAL

a) Kaji penumpukan secret yang

ada

b) Observasi tanda-tanda vital

c) kaji pasien untuk posisi yang

nyaman mis : peninggian kepala

tempat tidur, duduk pada

persandaran tempat tidur.

d) Pertahankan polusi lingkungan

minimum mis : debu asap dan

bulu bantal yang berhubunggan

dengan kondisi individu

e) tingkatkan masukan caian

3000 /hari sesuai jantung,

memberikan air hangat.

f) Kolaborasi dengan team medis

a. Mengetahui tingkat keparahan

dan tindakan selanjutnya

b. Mengetahui perkembangan

klien sebelum dilakukan

operasi

c. peningian kepala tempat tidur

mempermudah fungsi

pernapasan dengan mengunakn

grafitasi

d. Pencetus tipe reaksi alergi

pernapasan yang dapat

mentreger episode akut

e. hidrasi membantu menurunkan

kekentalan sekret,

mempermudah pengeluaran.

f. Kerjasama untuk

menghilangkan obat yang

dikonsumsi

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

suhu tubuh dapat normal (360-370C)

Kriteria Hasil :

Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)

Page 14: Laporan Pendahuluan Rhinitis

Kulit tidak teraba hangat

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau  input dan output

2. Ukur suhu tiap 4-8 jam

3. Kolaborasi dengan pemberian

antipiretik

4. Ajarkan kompres hangat dan

banyak minum

a. Untuk mengetahui balance cairan

pasien

b. Untuk mengetahui perkembangan

klien

c. Untuk menurunkan panas

d. Untuk menurunkan panas tubuh

dan mengganti cairan tubuh yang

hilang

3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria : Klien tidur 6-8 jam sehari

Intervensi Rasional

a) Kaji kebutuhan tidur klien.

b) ciptakan suasana yang nyaman.

c) Anjurkan klien bernafas lewat

mulut

d) Kolaborasi dengan tim medis

pemberian obat

a. Mengetahui permasalahan klien

dalam pemenuhan kebutuhan

istirahat tidur

b. Agar klien dapat tidur dengan

tenang

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Pernafasan dapat efektif

4. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur tindakan medis

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria :

Page 15: Laporan Pendahuluan Rhinitis

a) Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya

b) Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta

pengobatannya.

INTERVENSI RASIONAL

a) Kaji tingkat kecemasan klien

b) Berikan kenyamanan dan

ketentaman pada klien :

Temani klien

Perlihatkan rasa empati

( datang dengan

menyentuh klien )

c) Berikan penjelasan pada klien

tentang penyakit yang

dideritanya perlahan, tenang seta

gunakan kalimat yang jelas,

singkat mudah dimengerti

d) singkirkan stimulasi yang

berlebihan misalnya :

Tempatkan klien

diruangan yang lebih

tenang

Batasi kontak dengan

orang lain /klien lain

yang kemungkinan

mengalami kecemasan

e) Observasi tanda-tanda vital.

f) Bila perlu , kolaborasi dengan

tim medis

a. Menentukan tindakan selanjutnya

b. Memudahkan penerimaan klien

terhadap informasi yang diberikan

c. Meningkatkan pemahaman klien

tentang penyakit dan terapi untuk

penyakit tersebut sehingga klien

lebih kooperatif

d. Dengan menghilangkan stimulus

yang mencemaskan akan

meningkatkan ketenangan klien.

e. Mengetahui perkembangan klien

secara dini.

f. Obat dapat menurunkan tingkat

kecemasan klien

5. Gangguan harga diri berhubungn dengan sigman berkenaan dengan kondisi.

Page 16: Laporan Pendahuluan Rhinitis

Tujuan: mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi

negative pada diri sendiri.

KH:

1. Pasien mampu mengungkapkan peningkatan rasa harga diri dalam

hubungannya dengan diagnose

2. Pasien mampu mengungkapkan persepsi reaslistis dan penerimaan diri

dalam perubahan peran gaya hidup.

INTERVENSI RASIONAL

1. Diskusikan perasaan pasien

mengenai diagnostic,persepsi diri

terhadap penanganan yang

dilakukannya.anjurkan untuk

mengungkapkan atau

mengekspresikan perasaan.nya

2. Identifikasi atau antisipasi

kemungkinan reaksi orang pada

keadaan penyakitnya.anjurkan pasien

untuk tidak merahasiakan

masalahnya.

3. Galih bersama pasien mengenai

keberhasilan yang telah diperoleh

atau yang akan dicapai selanjutnya

dan kekuatan yang dimilikinya.

4. Hindari pemberian perlindungan

yang amat berlebihan kepada pasien.

Anjurkan aktivitas dengan

memberikan pengawasan atau

dengan memantau jika ada indikasi.

5. Tentukan sikap atau kecakapan orang

terdekat,bantu ia menyadari persaan

tersebut adalah normal,sedangkan

merasa bersalah dan menyalahkan

diri sendiri tidak ada manfaatnya.

Reaksi yang ada bervariasi diantara

individu dan pengetahuan atau

pengalaman awal dengan keadaan

penyakitnya akan mempengaruhi

penerimaan terhadap penerimaan

pengobatan.adanya keluhan merasa

takut,marah dan sangat

memperhatikan tentang implikasinya

dimasa yang akan datang,dapat

membantu pasien menerima

keadaannya.

Memberikn kesempatan untuk

berespon pada proses pemecahan

masalah dan memberikan tindakan

control terhadap situasi yang

dihadapi.

Memfokuskan pada aspek yang positif

dapat membantu untuk

menghilangkan perasaan dari

kegagalan atau kesadaran terhadap siri

sendiri.

Partisipasi dalam sebanyak mungkin

pengalaman dapat mengurangi depresi

Page 17: Laporan Pendahuluan Rhinitis

tentang keterbatasan.

Pandangan yang negative dari orang

terdekat dapat berpengaruh terhadap

perasaan harga diri pasien yang

mempunyai resiko membatasi

penangangan yang optimal.

E. IMPLEMENTASI

Adalah mengelolah dan mewujudkan dari rencana perawatan meliputi

tindakan yang telah direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dengan

ketentuan rumah sakit.

F. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan

perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan

yang telah dilakukan dengan cara melibatkan klien dan sesama tenaga kesehatan

(Nasrul F, 1995)

Page 18: Laporan Pendahuluan Rhinitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9.

Jakarta : EGC

2. Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

3. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC