Laporan Penetapan Kadar Quinin

45
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II PENETAPAN KADAR QUININ DALAM URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET QUININ DENGAN METODE FLUORESENSI (SPEKTROFOTODENSITOMETRI MODE FLUORESENSI) KELOMPOK IV : Khatija Taher Ali (0808505014) Ni Made Ayu Suartini (0808505015) I.G.A. Mira Semara Wati (0808505016) Ni Putu Parwatininghati (0808505017) Enny Laksmi Artiwi (0808505018) LABORATORIUM ANALISIS FARMASI JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

Transcript of Laporan Penetapan Kadar Quinin

Page 1: Laporan Penetapan Kadar Quinin

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

PENETAPAN KADAR QUININ DALAM URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET

QUININ DENGAN METODE FLUORESENSI

(SPEKTROFOTODENSITOMETRI MODE FLUORESENSI)

KELOMPOK IV :

Khatija Taher Ali (0808505014)

Ni Made Ayu Suartini (0808505015)

I.G.A. Mira Semara Wati (0808505016)

Ni Putu Parwatininghati (0808505017)

Enny Laksmi Artiwi (0808505018)

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

BUKIT JIMBARAN

2010

Page 2: Laporan Penetapan Kadar Quinin

PENETAPAN KADAR QUININ DALAM URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET

QUININ DENGAN METODE FLUORESENSI

(SPEKTROFOTODENSITOMETRI MODE FLUORESENSI)

I. TUJUAN

Untuk menetapkan kadar Quinin dalam urin setelah mengkonsumsi tablet Quinin

dengan metode fluoresensi (alat dengan spektrofotodensitometri-mode fluoresensi).

II. DASAR TEORI

2.1 Quinin

Quinin merupakan alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu pohon cinchona dan

isomer levorotatory dari quinidin. Quinin merupakan senyawa antimalaria (McEvoy,

2002).

Struktur Kimia Quinin

Rumus molekul quinin C20H24N2O2; berat molekul 324,4 g/mol; pemerian berupa

serbuk mikrokristal atau granul-granul berwarna putih, sedikit berfluoresensi; titik

lebur 570C; kelarutan dalam air 1 : 1900, dalam air panas 1 : 760, dalam alkohol 1 :

0,8, dalam benzene 1 : 80, dalam kloroform 1 : 1,2, dalam eter kering 1 : 250, dalam

gliserol 1 : 2, dan tidak larut dalam petroleum eter; pKa 4,1; 8,5 (20 oC).

Quinin sulfat akan menghitam jika kontak dengan cahaya. Kapsul quinin sulfat

disimpan dalam tempat yang rapat dan terlindung oleh cahaya, sehingga sebaiknya

quinin disimpan pada suhu kurang dari 400C, lebih baik apabila disimpan pada suhu

Page 3: Laporan Penetapan Kadar Quinin

antara 15-30oC. Tablet quinin sulfat harus disimpan dalam tempat yang tertutup baik

pada suhu kurang dari 40oC, lebih baik 15-30oC (McEvoy, 2002).

2.2 Farmakokinetik Quinin

2.2.1 Absorbsi

Quinin sulfat diabsorpsi baik jika diberikan secara oral atau intramuskular.

Absorpsi quinin secara oral sebagian besar terjadi di saluran pencernaan, yaitu

pada usus halus yang mencapai 80%, hal ini juga terjadi pada pasien dengan

diare (Lubis, 2009). Berdasarkan administrasi dosis oral tunggal, konsentrasi

serum puncak dari alkaloid cinchona, termasuk quinin, umumnya terjadi

dalam 1-3 jam. Berdasarkan ketidakberlanjutan terapi quinin, konsentrasi

plasma dari obat menurun secara cepat dan hanya konsentrasi rendah dideteksi

setelah 24 jam. Kurang dari 70% quinin dalam plasma terikat dengan protein,

sehingga jumlah quinin dalam bentuk bebasnya di dalam plasma rendah

(McEvoy, 2002).

Di dalam plasma, konsentrasi quinin berkisar antara 3-7 mg/L.Waktu

paruhnya 4-15 jam. Konsentrasi plasma dari quinin lebih tinggi dan waktu

paruh plasma obat lebih panjang pada pasien dengan malaria (Moffat, 2005).

2.2.2 Distribusi

Distribusi quinin terjadi ke seluruh jaringan tubuh, termasuk cairan

serebrospinal, ASI, dan plasenta. Distribusi quinin luas dalam hati, tetapi

kurang dalam paru-paru, ginjal dan limpa (Lubis, 2009). Volume distribusi

quinin lebih rendah pada pasien dengan malaria daripada individu yang sehat.

Volume distribusi quinin dilaporkan rata-rata 0,8 L/kg pada anak-anak 1 - 12

tahun yang memiliki malaria moderat dan 1,1 L/kg pada anak yang sembuh 1-

12 tahun (McEvoy, 2002).

Sejumlah kecil dari obat didisrtribusi ke dalam empedu dan saliva. Quinin

melewati plasenta dan terdistribusi ke dalam susu. Kira-kira 70% quinin

terikat dengan protein plasma (McEvoy, 2002).

Page 4: Laporan Penetapan Kadar Quinin

2.2.3 Metabolisme

Metabolisme quinin terjadi di hepar. Metabolisme terjadi melalui oksidasi

menjadi metabolit terhidroksilasi. Metabolit utama adalah 2-hidroksiquinolin

dan derivate 6-hidroksikuinolin, 3-hidroksiquinin, dan komponen dihidro

yang berhubungan. Quinin-10, 11-epoksida dan quinin-10,11-dihidrodiol juga

pernah dideteksi pada urin. Setiap metabolit dari quinin akan berfluoresensi

pada keadaan tertentu. 2-hidroksiquinolin berfluoresensi pada panjang

gelombang 259 nm pada kondisi asam; 332 nm pada pelarut non polar; 324

nm pada pelarut polar. 6-hidroksikuinolin akan berfluoresensi pada panjang

gelombang 419 nm dan 583 nm jika kondisinya asam (aseton) (Galichet,

2004). Sedangkan quinine akan berfluoresensi pada panjang gelombang 450

nm (Reily, 2003,). Panjang gelombang maksimum absorpsi quinin 250 nm,

317 nm, 346 nm (pada larutan asam); 280 nm, 330 nm (pada larutan basa)

(Galichet, 2004).

2.2.4 Ekskresi

Waktu paruh eliminasi plasma quinin rata-rata 8 - 21 jam pada orang

dewasa dengan malaria dan 7 - 12 jam pada orang dewasa yang sudah

sembuh. Pada anak 1 - 12 tahun, waktu paruh eliminasi plasma dari quinin

dilaporkan rata-rata 11 - 12 jam pada anak dengan malaria dan 6 jam pada

anak yang sembuh (McEvoy, 2002).

Quinin sulfat diekskresikan melalui urin dalam bentuk metabolit hidroksi.

Sebagian kecil diekskresikan melalui tinja, getah lambung, empedu dan air

liur. Ekskresi quinin yang sempurna terjadi selama 24 jam. Quinin

direabsorpsi ketika urin alkali sehingga ekskresi ginjal dari obat dua kali lebih

cepat ketika urin asam dibandingkan urin alkali (Lubis, 2009).

2.3 Urin

Tidak seperti plasma, urin bebas dari protein dan lipida, karena itu umumnya

dapat langsung diekstraksi dengan pelarut organik. Urin jika dibandingkan dengan

plasma atau serum, komposisinya bervariasi cukup besar yang dapat dilihat dari

Page 5: Laporan Penetapan Kadar Quinin

warna gelap urin malam dibandingkan dengan warna pucat urin yang dikumpulkan

pada siang hari. Komposisi urin keseluruhan tergantung pada diet yang memang

menyebabkan warna yang berbeda (Wirasuta, 2008).

Urin mengandung air, urea, dan ammonia yang merupakan sisa perombakan

protein; garam mineral terutama garam dapur; zat warna empedu yang memberi

warna kuning pada urin, serta zat yang berlebihan dalam darah, seperti vitamin dan

obat-obatan. Secara spesifik kandungan urin meliputi 0,05 % amonia; 0,18% sulfat;

0,12% fosfat; 0,6% klorida; 0,01% magnesium; 0,015% kalsium; 0,6% potasium;

0,1% sodium; 0,1% kreatinin; 0,03% asam urat; 2% urea; dan sebanyak 95% air

(Wasito,-).

Sampel urin umumnya hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil

untuk dapat dideteksi. Selain itu sampel urin juga digunakan apabila eleminasi obat

dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar yaitu lebih dari 40 %. Salah satu

keuntungan sampel urin jika digunakan dalam analisis adalah mudah dilakukan

karena pengambilan sampelnya lebih mudah daripada pengambilan sampel darah.

Selain itu, jumlah sampel yang didapatkan banyak, lama dan selang waktu

penampungan urin sesuai dengan karakteristik obat yang akan diuji dan umumnya

tidak mengandung lipid dan protein sehingga mudah untuk diekstraksi menggunakan

pelarut organik. Jenis senyawa yang umum terdapat dalam urin larut air, sedangkan

sebagian besar obat larut lemak, sehingga dapat diekstrasi dengan pelarut yang sesuai

(Anonim, 2005).

Kesulitan dalam penggunaan sampel urin adalah adanya perbedaan yang besar

dari volume urin yang dihasilkan pada satu tenggang waktu. Urin dapat mempunyai

rentang pH yang lebar, tergantung dari diet atau pengobatan. Misalnya antasida, jika

diabsorpsi akan menyebabkan urin basa sehingga tidak boleh dikocok, melainkan

tabung dibolak-balik secara pelahan-lahan (Wirasuta, 2008).

2.4 Spektrofluoresensi

Fluoresensi molekular merupakan suatu proses emisi dimana absorpsi REM

(Radiasi Elektromagnerik) menyebabkan molekul tereksitasi. Molekul tersebut akan

kembali pada keadaan stabilnya (ground state) dan melepaskan energi sebagai foton.

Page 6: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Relaksasi tersebut dapat berupa relaksasi fluoresensi atau berupa relaksasi non

radiatif. Panjang gelombang yang dapat digunakan agar terjadi fluoresensi adalah

200-800 nm. Metode fluoresensi lebih selektif daripada metode absorpsi karena

hanya sedikit substansi yang berfluoresensi daripada yang mengabsorpsi sinar UV

atau sinar tampak. Fluorosensi juga lebih sensitif daripada metode absorpsi karena

dengan menggunakan metode fluorosensi selalu akan lebih mudah untuk mengukur

sinyal kecil terhadap blangko (Moffat et al, 2005).

Pengukuran semikuantitatif untuk kekuatan fluoresensi ditentukan oleh rasio dari

intensitas fluoresensi pada spesimen tes dan dibandingkan dengan standar dengan

syarat menggunakan setting instrumen yang sama. Pada quinin, standar yang

digunakan adalah larutan quinin dalam asam sulfat 0,1 N atau dalam NaOH 0,1 N

(Lawrence, 2007).

2.5 KLT-Spektrofotodensitometri

Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar selain

kromatografi kertas, dengan fase diam berupa lapisan yang seragam (uniform) pada

permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat

plastik. Fase gerak dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak disepanjang

fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending)

atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)

(Rohman, 2007). Metode KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa

yang tidak volatil atau senyawa yang sifat volatilitasnya rendah, senyawa dengan

polaritas rendah hingga tinggi, bahkan untuk memisahkan senyawa-senyawa ionik

(Hahn-Deinstrop, 2007).

Pemilihan fase gerak didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam

analit yang didasarkan pada nilai Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari

membagi jarak pusat kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut

dari titik awal. Perhitungan nilai hRf ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.

Page 7: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Penggunaan KLT dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Pada

analisis kualitatif, KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.

Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa

dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT

yang sama. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan

lebih dari 1 fase gerak dan jenis pereaksi semprot (Rohman, 2007).

Untuk analisis kuantitatif pada KLT dapat digunakan dua cara. Pertama, bercak

pada plat KLT diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau

dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu

menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode

analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Rohman, 2007).

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi. Densitometer

mempunyai sumber cahaya yang diarahkan menuju monokromator (untuk memilih

rentang panjang gelombang yang cocok antara 200-800 nm), sistem untuk

memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Rohman, 2007).

Output detektor dikonversikan menjadi signal dan diamplifikasi. Sebagai tambahan

untuk scanning instrumen densitometer dilengkapi dengan digital konverter, dan data

akan diproses secara digitalisasi oleh komputer. Analis dapat bekerja dengan

densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800 nm. Terjadinya

penyimpangan baseline yang disebabkan oleh variasi ketebalan dan

ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat kecil dan level signalnya relatif

tinggi.

Gambar 2. Skema Instrumen Spektrofotodensitometer

Page 8: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Keterangan: L (light); SL (slit); MC (monokromator); PM (photomultiplier); FF

(filter fluorescens); P (plat); SCS (sistem for circular scanning).

Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi

elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat.

Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau

diteruskan. Jika plat yang digunakan transparan, radiasi elektromagnetik yang

diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan berupa flouresensi dan

fosforesensi (Sherma and Fried 1994). Pemadaman flouresensi indikator F-254 dapat

terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga teramati di bawah lampu UV sebagai

noda hitam (Mulja dan Sukarman, 1995).

Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan

dengan menggunakan mode absorbsi atau flouresensi. Pada umumnya yang paling

sering digunakan adalah mode absorbsi dengan menggunakan sinar UV pada λ 190-

300 nm. Oleh karena kebanyakan plat KLT menggunakan silika gel yang bersifat

opaque (tidak tembus cahaya), maka pengukuran dengan mode transmitan tidak

cocok digunakan. Penentuan absorpsi analit pada plat KLT opaque didasarkan pada

rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang datang dengan intensitas radiasi

elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran flouresensi merupakan

metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah ultraviolet

dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya flouresensi

setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam

kondisi yang sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda

(Sherma and Fried, 1994).

Fluorosensi molekuler adalah proses emisi dimana molekul dieksitasi dengan

absorpsi dari radiasi elektromagentik. Selektivitas fluorosensi spektrometri

memberikan sensitivitas yang tinggi dan spesifiksitas tinggi daripada metode

absorpsi. Fluorosensi lebih selektif sebab emisi dan absorpsi spektra dapat diperoleh

(Moffat et al, 2005).

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT dapat

dilakukan dengan densitometri langsung pada plat KLT untuk menentukan kadar

suatu senyawa sampel (Schunack et al., 1990). Hal ini dapat dilakukan dengan cara

Page 9: Laporan Penetapan Kadar Quinin

noda-noda yang telah terpisah pada pelat TLC/HPTLC dimasukkan ke dalam alat ini,

kemudian ditentukan kadarnya berdasarkan hubungan antara Area Under Curve

(AUC) noda dengan konsentrasi senyawa dalam noda (Sherma and Fried, 2003).

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

1. Labu ukur 10 ml

2. Labu ukur 25 ml

3. Neraca analitik

4. Gelas ukur

5. Pipet volume

6. Pipet tetes

7. Chamber

8. Gelas beaker

9. Plat Silika Gel G60

10. Spektrofotodensitometer

11. Sentrifugator

12. Oven

13. Pipet mikro

3.2 Bahan

1. Serbuk quinin sulfat

2. Methanol (CH3OH)

3. Urin

4. Amonia pekat (NH3)

5. Kloroform (CHCl3)

6. Asam Sulfat (H2SO4) 0,1 N

7. Isopropanol

Page 10: Laporan Penetapan Kadar Quinin

IV. PROSEDUR KERJA

4.1 Pembuatan Larutan

4.1.1 Larutan Stok Baku Quinin Sulfat (1 mg/mL)

Ditimbang dengan seksama 10 mg serbuk quinin sulfat baku. Serbuk

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan 5 mL methanol P.

Dilakukan pengocokan secara mekanik. Ditambahkan methanol P sampai

tanda batas, kemudian dihomogenkan.

4.1.2 Larutan Baku Sekunder I Quinin Sulfat (5000 ng/mL)

A. Perhitungan

1. Pengenceran Pertama

Diketahui : Konsentrasi Larutan Baku Stok (C1) = 1 mg/mL =

1000µg/mL

Volume Larutan Baku Stok (V1) = 0,1 mL

Volume Larutan Baku yang dibuat (V2) = 10 mL

Ditanya : Konsentrasi Larutan Baku yang dibuat (C2)

Perhitungan :

C1 × V1 = C2 × V2

1000µg/mL × 0,1 mL = C2 × 10 mL

C2 =

C2 =

C2 = 10 µg/mL

C2 = 10000 ng/mL

2. Pengenceran Kedua

Diketahui : Konsentrasi Larutan Baku yang ada (C2) = 10000

ng/mL

Konsentrasi Larutan Baku yang dibuat (C3) = 5000

ng/mL

Page 11: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Volume Larutan Baku yang dibuat (V3) = 10 mL

Ditanya : Volume Larutan Baku yang diambil (V2)

Perhitungan :

C2 × V2 = C3 × V3

10000ng/mL × V2 = 5000 ng/mL × 10 mL

V2 =

V2 =

V2 = 5 mL

B. Pembuatan Larutan Baku Sekunder I Quinin Sulfat (5000 ng/mL)

Dipipet 0,1 mL larutan baku stok quinin dengan seksama dan dimasukkan

ke labu ukur 10 mL. Ditambahkan methanol sampai tanda batas, kemudian

dihomogenkan. Dari larutan yang terbentuk, dipipet 5 mL dengan seksama

dan dimasukkan ke labu ukur 10 mL. Ditambahkan methanol sampai

tanda batas, kemudian dihomogenkan.

4.1.3 Larutan Baku Sekunder II Quinin Sulfat (20 ng/µL)

A. Perhitungan

Diketahui : Konsentrasi Larutan Baku Stok (C1) = 1 mg/mL =

1000µg/mL

Volume Baku Sekunder (V2) = 5 mL

Konsentrasi Baku Sekunder (C2) = 20 ng/µL = 20 µg/mL

Ditanya : Volume larutan stok yang diambil (V1)

Perhitungan :

C1 × V1 = C2 × V2

1000µg/mL × V1 = 20 µg/mL × 5 mL

V1 =

Page 12: Laporan Penetapan Kadar Quinin

V1 =

V1 = 0,5 mL

B. Pembuatan Larutan Baku Sekunder II Quinin Sulfat (20 ng/µL)

Dipipet 0,5 mL larutan baku stok quinin dengan seksama dan dimasukkan

ke labu ukur 5 mL. Ditambahkan methanol sampai tanda batas, kemudian

dihomogenkan.

4.1.4 Preparasi Larutan Blanko

Disiapkan urin sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi yang diberi label 1.

4.1.5 Preparasi Larutan Uji

Dibuat 3 seri larutan uji dengan konsentrasi 250 ng/mL, 500 ng/mL, dan 1000

ng/mL

A. Perhitungan

Diketahui : Konsentrasi Baku Sekunder I = 5000 ng/mL

Konsentrasi yang dibuat = 250 ng/mL, 500 ng/mL,

dan 1000 ng/mL

Volume Larutan Uji = 2 mL

Ditanya : Volume Baku Sekunder I yang diambil

Perhitungan :

1. Untuk C = 250 ng/mL

Cbaku sekunder × V = Clarutan uji × Vlarutan uji

5000 ng/mL × V = 250 ng/mL × 2 mL

V =

V1 =

V1 = 0,1 mL

2. Untuk C = 500 ng/mL

Page 13: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Cbaku sekunder × V = Clarutan uji × Vlarutan uji

5000 ng/mL × V = 500 ng/mL × 2 mL

V =

V1 =

V1 = 0,2 mL

3. Untuk C = 1000 ng/mL

Cbaku sekunder × V = Clarutan uji × Vlarutan uji

5000 ng/mL × V = 1000 ng/mL × 2 mL

V =

V1 =

V1 = 0,4 mL

B. Pembuatan Larutan Uji

Disiapkan sebanyak 3 tabung reaksi yang berbeda. Tabung diberi label 2,

3, dan 4. Komposisi tiap tabung adalah sebagai berikut.

No. KonsentrasiV baku

sekunder I

V urin yang

diambah

Kandungan

Quinin Sulfat (ng)

2 250 ng/mL 0,1 mL 1,9 mL 500 ng

3 500 ng/mL 0,2 mL 1,8 mL 1000 ng

4 1000 ng/mL 0,4 mL 1,6 mL 2000 ng

4.1.6 Preparasi Sampel

Disiapkan sampel urin yang mengandung quinine sebanyak 2 mL dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang diberi label 5.

4.1.7 Preparasi Larutan Standar

Page 14: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Larutan standar dibuat dari larutan baku sekunder II quinine sufat (20 ng/µL).

Larutan standar ditotolkan pada plat sebagai totolan ke-6, 7, 8, dan 9.

No.Volume yang Ditotol

(µL)

Massa quinin sulfat

(ng)

6 10 200

7 20 400

8 40 800

9 80 1600

4.2 Ekstraksi Cair-cair

Tabung 1 - 5 diberi amonia secukupnya + 0,1 mL hingga mencapai pH 9-10. pH

ditentukan menggunakan indicator pH. Ditambahkan 2 ml campuran pelarut

kloroform dan isopropanol (3 : 1) sebayak 4 mL. Tabung 1 - 5 divortex dengan

kecepatan 2500 rpm selama 30 menit agar terbentuk emulsi sempurna. Tabung 1 - 5

disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Fase kloroform diambil

dari masing – masing tabung, dan diuapkan pada suhu 60°C. Residu dilarutkan dalam

25 L methanol.

4.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotodensitometri

Sistem KLT : TA.

Fase diam : silika G60 ukuran 10 cm × 10 cm

Fase gerak : methanol : larutan amoniak pekat (100:1,5)

Plat dicuci dengan methanol, kemudian diaktivasi pada oven dengan suhu 120º C

selama 30 menit. Chamber dijenuhkan dengan fase gerak. Disiapkan tepi atas dan tepi

bawah pada plat silika. Larutan kontrol, larutan uji, larutan sampel, dan larutan

standar ditotolkan pada plat silika G60. Plat dielusi dalam chamber yang telah

dijenuhkan dengan fase gerak. Plat diangkat dan dikeringkan pada suhu 60ºC selama

10 menit, lalu diamati menggunakan spektrofotodensitometer. Bercak diamati dengan

spektrofotodensitometer. Masing-masing noda diukur luasnya dengan

spektrofotodensitometer pada panjang gelombang absorpsi maksimum terjadi

Page 15: Laporan Penetapan Kadar Quinin

eksitasi (255 nm). Plat KLT selanjutnya disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N.

Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada panjang gelombang 254 nm. Kemudian

dilakukan analisis terhadap hasil scan yang didapat.

V. SKEMA KERJA

5.1 Pembuatan Larutan-larutan

5.1.1 Stok Baku Quinin Sulfat (mg/mL)

5.1.2 Baku Sekunder I Quinin Sulfat (5000 ng/mL)

Ditimbang 10 mg serbuk quinine sulfat

dalam labu ukur 10 mL

Ditambah 5 mL methanol

Dikocok secara mekanik

Ditambah methanol sampai tanda batas

Dihomogenkan

Dipipet 0,1 mL larutan baku stok quinine sulfat

Page 16: Laporan Penetapan Kadar Quinin

5.1.3 Baku Sekunder II Quinin Sulfat (20 ng/µL)

Dimasukkan ke labu ukur 10 mL

Ditambah methanol sampai tanda batas

Dihomogenkan

Ditambah methanol sampai tanda batas

Dihomogenkan

Dipipet 5 mL dari larutan yang terbentuk

Dimasukkan ke labu ukur 10 mL

Dipipet 0,5 mL larutan baku stok quinine sulfat

Dimasukkan ke labu ukur 5 mL

Page 17: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Ditambah methanol sampai tanda batas

5.1.4 Blanko

5.1.5 Larutan Uji

5.1.6 Sampel

Dihomogenkan

Tabung diberi label 1

Dipipet urin sebanyak 2 mL

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Disiapkan 3 tabung reaksi, diberi

label 2,3, dan 4

Tabung 2 :

1,9 mL urin + 0,1 mL

baku sekunder I

Tabung 3 :

1,8 mL urin + 0,2 mL

baku sekunder I

Tabung 4 :

1,6 mL urin + 0,4 mL

baku sekunder I

Page 18: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Sampel disiapkan oleh asisten

5.1.7 Larutan Standar

Larutan standar dibuat dari larutan baku sekunder II quinine sufat (20 ng/µL).

Larutan standar ditotolkan pada plat sebagai totolan ke-6, 7, 8, dan 9.

5.2 Ekstraksi Cair-cair

Disiapkan larutan baku

sekunder II

Totolan 6 :

10 µL

Totolan 8 :

40 µl

Tabung 9 :

80 µLTotolan 7 :

20 µL

Tabung 1 – 5 + ammonia 0,1 mL + 4 mL kloroform : isopropanol (3 : 1)

Divortex kecepatan 2500 rpm selama 30 menit

Disentrifugasi kecepatan 3000 rpm selama 30 menit

Page 19: Laporan Penetapan Kadar Quinin

5.3 KLT dan Spektrofotodensitometri

Fase kloroform dari masing-masing tabung diambil

Diuapkan pada suhu 60°C

Residu dilarutkan dalam 25 µL methanol

Disiapkan plat silica G60 dengan ukuran 10 cm × 10 cm

Tepi atas dan bawahnya ditandai

Plat diaktivasi dalam oven 120° C selama 30 menit

Semua larutan ditotolkan pada plat

Plat dielusi dalam chamber yang sudah jenuh dengan fase gerak methanol :

amonia kuat (100 : 1,5)

Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven 60°C selama 10 menit

Page 20: Laporan Penetapan Kadar Quinin

VI. HASIL PENGAMATAN

Tabel Pengamatan harga hRf dan luas AUC Fluoresensi Quinin Sulfat

pada Panjang Gelombang 255 nm

No Spot Larutan hRf AUC

1 Blanko - -

2 Uji 1 66 696,7

3 Uji 2 64 4955,8

4 Uji 3 64 8180,1

5 Sampel 67 7352,8

6 Standar 1 - -

7 Standar 2 68 13433,5

8 Standar 3 - -

9 Standar 4 70 33613,9

Bercak diamati dengan spektrofotodensitometer. Masing-masing

noda diukur luas areanya dengan pada λmax eksitasi 255 nm.

Plat disemprot dengan H2SO4 0,1 N dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600C

selama 10 menit.

Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada panjang gelombang 255 nm.

Dilakukan analisi terhadap hasil scan

Page 21: Laporan Penetapan Kadar Quinin

VII. ANALISIS DATA

7.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dari keempat larutan standar yang dibuat, hanya 2 larutan standar yang terbaca,

sehingga hanya 2 data yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi.

AUC Konsentrasi

(ng)

13433,5 400

33613,9 1600

7.2 Konsentrasi Quinin Sulfat Dalam Larutan Uji Berdasarkan Persamaan Kurva

Kalibrasi

Diketahui : AUC larutan uji 1 = 696,7

AUC larutan uji 2 = 4955,8

AUC larutan uji 3 = 8180,1

Persamaan kurva = y = 16,81x + 6706

Ditanya : Konsentrasi quinin sulfat dalam larutan uji 1

Page 22: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Perhitungan :

a. Jumlah quinin sulfat dalam larutan uji

Larutan Uji 1

y = 16,81x + 6706

696,7 = 16,81x + 6706

-6009,3 = 16,81x

x =

x = -357,4836 ng

Jumlah quinin sulfat dalam larutan uji 1 yang terdeteksi berada di luar rentang

konsentrasi kurva kalibrasi

Larutan Uji 2

y = 16,81x + 6706

4955,8 = 16,81x + 6706

-1750,2 = 16,81x

x =

x = -357,4836 ng

Jumlah quinin sulfat dalam larutan uji 2 yang terdeteksi berada di luar rentang

konsentrasi kurva kalibrasi

Larutan Uji 3

y = 16,81x + 6706

8180,1 = 16,81x + 6706

1474,1 = 16,81x

x =

x = 87,6918 ng

7.3 Perolehan Kembali Larutan Uji 3

Page 23: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Diketahui : Massa sebenarnya = 2000 ng

Konsentrasi dari persamaan kurva = 87,6918 ng

Ditanya : Perolehan kembali Quinin Sulfat dalam larutan uji 3

Perhitungan :

Perolehan Kembali =

Perolehan Kembali =

Perolehan Kembali = 4,3846 %

7.4 Konsentrasi Quinin Dalam Sampel

Diketahui : AUC sampel = 7352,8

Persamaan regresi = y = 16,81x + 6706

Volume sampel yang dianalisis = 2 mL

Ditanya : Konsentrasi quinin sulfat dalam sampel

Perhitungan :

a. Massa Quinin Sulfat dalam sampel

y = 16,81x + 6706

7352,8 = 16,81x + 6706

646,8 = 16,81x

x =

x = 38,4771 ng

b. Konsentrasi Quinin Sulfat dalam sampel

Konsentrasi =

=

= 19,2385 ng/mL

VIII.PEMBAHASAN

Page 24: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Pada praktikum kali ini, dilakukan penentuan kadar quinin dalam urin pasien yang

telah mengkonsumsi tablet quinin. Metode yang digunakan dalam penentuan kadar quinin

dalam urin adalah KLT-spektrofotodensitometri dengan mode flouresensi. Metode ini

digunakan karena quinin sulfat memiliki sifat mampu berfluorosensi. Prisip kerja alat

spektrofotodensiometer berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-

Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat (Mulja dan Sukarman, 1995). Mode

yang digunakan pada analisis ini adalah mode fluoresensi, dimana intensitas cahaya

flouresensi setelah dipancarkan melalui suatu monokromator berbanding lurus dengan berat

senyawa yang ada dalam noda (Sherma and Fried, 1994). Untuk melakukan penetapan

kadar quinin dengan metode KLT-spektrofotodensitometri mode flouresensi, diperlukan 4

jenis larutan, yaitu larutan blanko, larutan uji, sampel, dan larutan standar.

Tujuan dari penggunaan larutan blanko adalah untuk koreksi serapan yang

disebabkan oleh pelarut, pereaksi, sel, ataupun pengaturan alat (Anonim, 1979). Larutan

blanko adalah larutan yang komposisinya persis sama dengan sampel namun tidak

mengandung analit, sehingga pada analisis ini larutan blanko yang digunakan adala urin

yang tidak mengandung quinin sulfat. Sedangkan, sampel yang disiapkan oleh asisten

merupakan urin yang mengandung sejumlah quinin sulfat.

Larutan uji dibuat dengan melarutkan quinin sulfat yang telah ditetapkan jumlahnya

ke dalam urin. Larutan uji bertujuan untuk menentukan akurasi dari metode yang

digunakan dalam penetapa kadar quinin. Kecermatan merupakan ukuran yang menyatakan

derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat

dinyatakan dengan persentase perolehan kembali. Pembuatan larutan uji dari matriks yang

tidak diketahui kandungannya secara pasti, seperti urin, seharusnya menggunakan metode

penambahan baku dan sebaiknya dibuat sedikitnya lima sampel yang mengandung analit

50-150% dari kandungan yang diharapkan dan plasebo (Harmita,2004). Namun, dalam

praktikum ini pembuatan larutan uji dilakukan dengan metode simulasi. Berdasarkan

metode tersebut, dilakukan penambahan sejumlah analit bahan murni (senyawa

pembanding kimia SRM quinin sulfat) ke dalam urine dari sumber urin yang sama. Larutan

uji hanya dibuat sebanyak 3 larutan, masing – masing memiliki konsentrasi 250 ng/mL,

500 ng/mL dan 1000 ng/mL quinin sulfat.

Page 25: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Pembuatan larutan standar bertujuan untuk membuat kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi

digunakan untuk menentukan kadar quinin sulfat dalam sampel. Kurva kalibrasi juga

berfungsi untuk uji validasi metode, yaitu linearitas. Linearitas merupakan kemampuan

metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan

transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Linieritas biasanya digunakan untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil

pengukuran dengan konsentrasi analit. Untuk membuat suatu larutan sandar, biasanya

digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit

dalam sampel dan dibuat sekurang-kurangnya delapan buah larutan (Harmita, 2004).

Namun, pada praktikum ini, hanya dibuat 4 larutan standar, dengan anggapan 4 lartan

standar sudah cukup untuk membuat kurva kalibrasi dan menentukan linearitas. Larutan

standar yang dibuat mengandung quinin sulfat masing – masing 200 ng, 400 ng, 800 ng,

dan 1600 ng. Pelarut yang digunakan dalam pembuatan larutan adalah methanol. Pelarut ini

digunakan karena dapat melarutkan quinin sulfat. Selain itu, methanol tidak menyerap

cukup banyak cahaya dalam daerah UV-Vis. Methanol memiliki titik batas transparansi

minimum sebesar 210 nm pada daerah UV-Vis sehingga tidak menimbulkan masalah saat

pengukuran pada daerah spektrum quinin (Underwood and Day, 1998).

Penetapan kadar quinin dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu preparasi larutan-

larutan, ekstraksi, KLT, dan analisis dengan spektrofotodensitometer. Larutan blanko,

larutan uji, dan sampel diekstraksi terlebih dahulu dengan metode ekstraksi cair-cair.

Ekstraksi ini bertujuan untuk memisahkan quinin dari senyawa-senyawa pengotor dalam

urin. Setelah terpisah dari pengotor, dilakukan lagi pemisahan, yaitu dengan KLT yang

bertujuan untuk memisahkan quinin dari metabolitnya, yaitu hidroksiquinolin. Pemisahan

dengan KLT dilakukan terhadap semua larutan, termasuk larutan standar. Setelah

dipisahkan dengan KLT, plat disemprot dengan asam sulfat 0,1 N, lalu dianalisis dengan

spektrofotodensitometer mode fluoresensi, dimana intensitas fluoresesni akan berbanding

lurus dengan berat quinin sulfat.

Ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap semua larutan, kecuali larutan standar karena

matriks larutan standar bukan urin. Agar jumlah quinin yang terekstraksi maksimal, quinin

diharapkan berada dalam bentuk bebasnya. Untuk mendapatkan bentuk bebasnya, quinin

harus dibuat berada dalam suasana basa. Oleh karena itu, sebelum dilakukan ekstraksi,

Page 26: Laporan Penetapan Kadar Quinin

dilakukan penambahan amonia pekat sebanyak 0,1 mL sehingga pH larutan berada pada

rentang 9 – 10. Rentang pH ini dipilih karena berdasarkan perhitungan, jumlah quinin yang

berada dalam bentuk bebas pada rentang ini adalah 97 %. Ekstraksi dilakukan

menggunakan larutan kloroform-isopropanol (3:1). Penggunaan kloroform-isopropanol

ditujukan untuk memisahkan quinin dari pengotor-pengotor dan metabolitnya yang bersifat

polar hingga semipolar. Quinin akan terekstraksi dalam fase kloroform, sedangkan

komponen urin yang terdiri dari air, magnesium, kalsium, metabolit quinin yang bersifat

polar hingga semipolar akan terekstraksi pada fase isopropanol. Dalam fase kloroform

diharapkan hanya terdapat quinin dan komponen lain dalam urin yang bersifat nonpolar.

Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan vortex yang bertujuan untuk

membentuk emulsi pada masing-masing tabung. Pembentukan emulsi menyebabkan

peningkatan luas permukaan kontak antara analit dan larutan pengekstraksi, sehingga

semakin banyak quinin yang terikat pada kloroform dan proses ekstraksi quinin akan

menjadi lebih maksimal. Masing-masing tabung selanjutnya disentifugasi untuk

memisahkan fase kloroform dengan fase isopropanol. Karena berat jenis kloroform lebih

besar daripada isopropanol, maka fase kloroform akan berada di bawah. Fase kloroform

diambil, dimasukkan ke dalam effendorf, dan diuapkan menggunakan tangas air pada suhu

60oC, agar pelarut kloroform menguap. Suhu yang digunakan untuk penguapan adalah

60oC karena suhu tersebut merupakan titik uap dari pelarut kloroform (Anonim,1995).

Ekstrak quinin direkontitusi menggunakan 25 µL methanol untuk selanjutnya dipisahkan

dengan KLT.

Pemisahan dengan KLT bertujuan untuk memisahkan quinin dari metabolitnya yang

juga bersifat nonpolar, yaitu hidroksiquinolin. Untuk itu, digunakan sistem fase gerak TA

karena sistem ini memberikan pemisahan yang baik untuk kedua senyawa tersebut, dimana

hRf quinin dengan sistem ini adalah 51 (Moffat et al, 2004). Berdasarkan sistem TA, fase

gerak yang digunakan adalah campuran methanol – amonia kuat (100 : 1,5). Plat yang

digunakan dalam pemisahan ini adalah silika G60. Plat ini dipilih karena tidak memberikan

fluoresensi. Mode yang digunakan pada analisis dengan spektrofotodensitometer adalah

fluoresensi, sehingga jika digunakan plat KLT yang juga berflouresensi, quinin yang

terelusi dalam plat tidak akan terdeteksi karena adnya flouresensi yang diberikan oleh plat,

akibatnya proses analisis akan terganggu.

Page 27: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Setelah dilakukan pemisahan dengan KLT, plat yang telah dielusi disemprot dengan

larutan asam sulfat 0,1 N. Penyemprotan bertujuan untuk membentuk quinin sulfat yang

mampu berfluoresensi. Selain itu, penambahan asam sulfat bertujuan meningkatkan

intensitas fluoresensi quinin sulfat yang terbentuk karena quinin sulfat mampu

berluoresensi pada suasana asam. Pada preparasi semua larutan, larutan qunin yang

digunakan merupakan quinin sulfat, namun penambahan amonia kuat saat ekstraksi dapat

mengubah quinin sufat menjadi quinin bebas. Fluoresensi yang diberikn quinin bebas lebih

lemah dibandingkan quinin sulfat, karenanya perlu disemprot dengan asam sulfat 0,1 N.

Plat yang telah disemprot di-scan dengan spektrofotodensitometer mode floresensi pada

panjang gelombang 255 nm karena memberikan absorbsi yang maksimum.

Hasil dari scanning yang dilakukan berupa data AUC, Rf, kromatogram, dan spektra.

Kromatogram yang dihasilkan dicocokkan dengan kromatogram library alat

spektrofotodensitometer untuk mengetahui apakah senyawa yang diidentifikasi tersebut

adalah quinin. Untuk mencocokkan kromatogram, dilakukan pembandingan harga Rf dan

kesesuaian pola spektrum yang dihasilkan masing-masing puncak. Berdasarkan literatur

harga hRf quinin dengan pemisahan menggunakan sistem TA adalah 51 (Moffat et al,

2004). Setelah dilakukan pembandingan, diperoleh bahwa nilai hRf quinin yang dihasilkan

tidak sesuai dengan literatur, dimana kisaran hRf yang diperoleh adalah antara 64 – 70. Hal

tersebut disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (pH, suhu, kelembaban, dll) serta

perbedaan kondisi kejenuhan chamber saat praktikum dilakukan dengan percobaan yang

dilakukan pada literatur. Spektra yang diperoleh dari masing-masing track, menunjukkan

kemiripan yang berarti senyawa yang diidentifikasi memang benar quinin sulfat.

Berdasarkan data hasil scan, diperoleh bahwa pada track 1 (blanko) tidak ditemukan

adanya quinin sulfat. Selain pada track 1, pada track 6 dan 8 yang merupakan larutan

standar juga tidak ditemukan adanya quinin sulfat. Seharusnya pada track tersebut

ditemukan quinin sulfat. Hal ini terjadi karena konsentrasi larutan standar yang dibuat

sangat kecil (ng) sehingga dalam melakukan pengenceran untuk pembuatan larutan standar

seharusnya digunakan pipet mikro, namun pada praktikum ini pengenceran dilakukan

menggunakan pipet volume 0,1 mL. Karenanya, ada kemugkinan quinin sulfat tertinggal

pada dinding pipet sehingga larutan yang dihasilkan tidak mengandung quinin sulfat.

Page 28: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Dari data yang didapatkan dilakukan sejumlah validasi metode meliputi permbuatan

kurva kalibrasi dan persamaan regresi, perhitungan persen perolehan kembali, perhitungan

LOD dan LOQ, dan perhitungan kadar quinin dalam sampel. Pembuatan kurva kalibrasi

dilakukan dengan cara memplot AUC yang dihasilkan dari masing-masing standar terhadap

konsentrasi. Karena dari 4 larutan standar yang dibuat, hanya 2 yang terdeteksi, maka

kurva kalibrasi dibuat menggunakan 2 data saja. Kurva kalibrasi yang diperoleh adalah

sebagai berikut.

Dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh, dilakukan

perhitungan konsentrasi qunin sulfat dalam ketiga larutan uji berdasarkan data AUC.

Perhitungan konsentrasi larutan uji bertujuan untuk menghitung perolehan kembali, LOD,

dan LOQ. Untuk larutan uji 1 dan 2 diperoleh hasil negatif. Hal ini berarti jumlah quinin

sulfat yang terdeteksi pada kedua track tersebut berada di luar rentang konsentrasi kurva

kalibrasi. Untuk larutan uji 3, diperoleh konsentrasi 87,6918 ng dengan perolehan kembali

4,3846 %. Persen perolehan kembali yang diperoleh sangat rendah, bahkan pada larutan uji

1 dan 2 tidak terdeteksi adanya quinin sulfat. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan

pada saat pembuatan larutan uji. Untuk pembuatan larutan dengan konsentrasi yang rendah

(ng/mL), pemipetan larutan seharusnya dilakukan menggunakan pipet mikro. Namun, pada

praktikum ini praktikan tidak menggunakan pipet mikro, sehingga ada kemungkinan

larutan baku sekunder quinin sulfat yang dipipet tertinggal pada dinding pipet sehingga

konsentrasi yang ingin dibuat menjadi tidak tepat.

Page 29: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Pada setiap metode penelitian seharusnya dilakukan perhitungan LOD dan LOQ

untuk larutan standar dan larutan uji. Perhitungan untuk larutan standar bertujuan untuk

menentukan LOD dan LOQ alat terhadap sejumlah senyawa yang mampu diukur.

Sedangkan perhitungan untuk larutan uji bertujuan untuk mengetahui kesesuaian metode

terhadap jumlah senyawa dalam sampel yang mampu terukur. Namun, pada praktikum ini

tidak dapat dilakukan perhitungan LOD dan LOQ. Hal ini disebabkan karena konsentrasi

larutan uji 1 dan 2 tidak dapat ditentukan dengan kurva kalibrasi.

Dengan menggunakan kurva kalibrasi, dilakukan perhitungan konsentrasi quinin

sulfat dalam sampel. Adapun massa quinin sulfat yang diperoleh adalah 38,4771 ng. Volume

sampel yang dianalisis adalah 2 mL, sehingga kadar quinin sulfat dalam sampel adalah

38,4771 ng setiap 2 mL atau 19,2385 ng/mL. Konsentrasi quinin sulfat yang diperoleh masih

berada dalam rentang konsentrasi kurva kalibrasi. Namun, kurva kalibrasi yang digunakan

untuk menghitung konsentrasi sampel dibuat hanya menggunakan 2 data. Oleh karena itu,

konsentrasi quinin sulfat yang diperoleh berdasarkan perhitungan menggunakan kurva

kalibrasi tersebut tidak valid.

IX. KESIMPULAN

1. Persamaan regresi linier untuk kurva baku yang diperoleh, yaitu y = 16,81 x + 6706

dengan r2 = 1

2. Berdasarkan perhitungan, kadar quinin sulfat dalam sampel adalah 38,4771 ng setiap 2

mL atau 19,2385 ng/mL.

3. Kurva kalibrasi yang digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel dibuat hanya

menggunakan 2 data, sehingga konsentrasi quinin sulfat yang diperoleh tidak valid.

Page 30: Laporan Penetapan Kadar Quinin

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Camag. 1999. Welcome to the CAMAG Wincats tutorial: Wincats planar chromatography.

Switzerland: CAMAG.

Galichet, Y. L. 2004. Clarke's Analysis of Drugs and Poison In Pharmaceuticals, Body

Fluids, and Postmortem Material. London: The Bath Press.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi . Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Hahn-Deinstrop,E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography Best Practice and Avoidance of

Mistakes, Second, Revised and Enlarged Edition. New York: John Wiley and Sons.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu

Kefarmasian, Departemen FMIPA-UI. Jakarta.

Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas Bidang Ilmu

Hayati.

Lubis, Syamsidah. 2009. Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan dengan Kinin –

Azithromycin pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi pada Anak. (sited:

2010 Sept, 27). Avilable at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6282/1/10E00153.pdf

Lawrence. 2007. USP/NF 25. USA: The Official Compendia of Standards.

McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. USA: American Society of Health System

Pharmacist.

Moffat, C.A., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons, In

Pharmaceuticals, Body Fluids, and Postmortem Material, 3rd Edition. London:

Pharmaceutical Press

Mulja, M. dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat, Edisi V. Bandung : Penerbit ITB.

Schunack, W., Mayer K., and Haaeke M. 1990. Buku Pelajaran Kimia Farmasi Edisi 2.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography Third Edition. New

York: Marcel Dekker Inc. P.147-149.

Page 31: Laporan Penetapan Kadar Quinin

Wasito, Hendri. -. Analisis Obat Dalam Berbagai Cairan Biologis. Jawa Tengah : Jurusan

Farmasi FKIK Universitas Jenderal Soedirman.

Wirasuta, IMAG. 2008. Buku Ajar Analisis Toksikologi Forensik. (Sited 2010, Sept 26).

Available at : http://www.scribd.com/doc/27303128/Analisis-Toksikologi-Forensik