Laporan Pjbl 2 Fix

download Laporan Pjbl 2 Fix

of 18

Transcript of Laporan Pjbl 2 Fix

A. Definisi avian fluMenurut Departemen Kesehatan flu burung (Avian Influenza, AI) merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 (H=hemagglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Flu burung, yang di sebut pula avian flu merupakan penyakit influenza yang disebabkan oleh virus influenza yang berasal dari burung. Flu burung, flu babi, flu anjing, atau flu manusia pada hakikatnya merupakan penyakit dengan penampilan klinis yang sama disebabkan oleh virus influenza dari sub tipe yang berbeda. Ada berbagai subtype virus influenza yang sering menginfeksi burung atau unggas, misalnya H5N1, H7N3, H7N7, dan H8N2. (Cahyono JBSB, 2009)Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus avian influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Wabah penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian influenza tipe H5N1 di konfirmasikan telah terjadi di Korea Selatan, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, Cina, Indonesia, dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. (Tahmer dan Noorkhasni, 2008)

B. Etiologi avian fluPenyebab flu burung pada bangsa unggas itu adalah virus influenza tipe A. Virus Influenza A berasal dari keluarga orthomyxoviridae adalah virus RNA berenvelop dengan dua glikoprotein permukaan : hemaglutinin dan neurominidase. Sebagai virus berenvelop pemanasan akan merusak daya infektivitasnya; penularan terjadi melalui saluran pernafasan bukan melalui makanan. Ukuran diameter virions adalah 80 hingga 120 nm yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari negative-stranded RNA. Virus influenza A dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan perbedaan serologik dan genetik glikoprotein permukaan dan gene yang mengkodenya.Ada 15 subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan 9 subtipe neurominidase (N1-N9) telah diidentifikasi. Virus Influenza A dengan hemaglutinin subtipe H1, H2, H3, dan neurominidase subtipe N1 dan N2 telah menyebabkan epidemi dan pandemi sejak tahun 1900. Subtipe H5 dan H7 virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi (patogenik). Hanya ada satu jalur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan mematikannya tinggi atau high-pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat menginfeksi manusia (zoonosis).Dari penelitian menunjukkan, unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajat Celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau 60 derajat Celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan Iodine dapat membunuh virus yang menakutkan ini.Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran.Virus avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan 2 jalan. Pertama kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Flu burung dapat menyebar dengan cepat di antara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Penyakit ini dapat juga menyerang manusia,lewat udara yang tercemar virus itu. Belum ada bukti terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit.

C. Faktor resiko avian fluKelompok yangperludiwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah: Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirm. Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir. Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir. Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1. Memegang / menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya. Melakukan penanganan dan pembantaian bangkai unggas yang terinfeksi

D. Klasifikasi avian fluVirus influenza tipe A termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus ini dapat berubah-ubah bentuk (Dirft, Shift) dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Heamglutinin (H) dan Neuramidase (N). Pada manusia terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, dan H7N7. Pada hewan H1 H5 dan N1 N98. Virus yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan Avian Influenza adalah dari subtipe A H5N1.Klasifikasi kasus influenza A :0. Kasus konform (confirmed)Jika kasus ditemukan dengan gejala influenza dengan pemeriksaan laboratorium ditemukan virus influenza A.0. Kasus Probable Jika ditemukan kasus dengan gejala klinis influenza dan secara epidemiologi ada hubungan dengan kasus konform tetapi tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium0. Kasus SuspectedKasus dengan gejala klinis tetapi tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium.

E. Epidemiologi avian fluDalam beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia kesehatan ter-pusat kepada semakin merebaknya penularan avian influenza A (H5N1). Meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia sangat dihawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi umat manusia di muka bumi ini. Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influenza A telah menghantui manusia. Berbagai variasi mutasi subtipe virus influenza A yang menyerang manusia dan telah menyebabkan pandemi (Gambar 1), sehingga tidak mengherankan jika kewaspadaan global terhadap wabah pandemi flu burung mendapatkan perhatian yang serius.

Diawali pada tahun 1918 dunia dikejutkan oleh wabah pandemi yang disebabkan virus influenza, yang telah membunuh lebih dari 40.000 orang, dimana subtipe yang mewabah saat itu adalah virus H1N1 yang dikenal dengan Spanish Flu. Tahun 1957 kembali dunia dilanda wabah global yang disebabkan oleh kerabat dekat virus yang bermutasi menjadi H2N2 atau yang dikenal dengan Asian Flu yang telah merenggut 100.000 jiwa meninggal. Pada tahun 1968, virus flu kembali menyebabkan wabah pandemi dengan merubah dirinya menjadi H3N2. Mutan virus yang dikenal dengan Hongkong Flu ini telah menyebabkan 700.00 orang meninggal dunia.Saat ini dunia kembali dikagetkan dengan merebaknya avian influenza H5N1 yang pertama kali menyerang dan menewaskan 6 orang penduduk Hongkong pada tahun 1997 dari 18 orang yang terinfeksi (Horimoto T, Kawaoka Y. 2001).Tahun 2003 sebanyak 83 orang terinfeksi dengan subtipe virus lain-nya yaitu H7N7, dan H9N2. Tahun 2004, subtipe H5N1 dan H7N2 telah menginfeksi puluhan penduduk Vietman, Thailand, dan Kanada. Virus H5N1 lebih patogen daripada subtype lainnya sehingga disebut dengan Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza (HPAI). Sampai dengan akhir bulan Agustus 2006, telah dilaporkan sebanyak 241 kasus infeksi dan 141 diantaranya telah meninggal dunia. Dalam Tabel 1, terlihat bahwa telah terjadi kecenderungan yang meningkat baik angka kesakitan ataupun angka kematian manusia yang terkena infeksi virus H5N1. Sejak tahun 2003 telah terjadi penyebaran yang semakin luas dari HPAI-H5N1 ke beberapa negara lain, dengan angka kematian yang cukup tinggi (WHO,2006).

Berdasarkan hasil kajian secara genomik, dikenal beberapa subtipe dari avian influenza, namun demi-kian selama 6 tahun terakhir hanya subtipe H5, H7 dan H9 yang dike-tahui mampu menyebar dari unggas ke manusia (Liu J.,et.al. 2005).Selama tahun 2003-2004 telah teridentifikasi dua jenis genotipe baru dari HPAI yang telah menye-babkan wabah di Thailand, Cambo-dia, Vietnam, Laos, Korea, Japan, China dan Malaysia. Virus HPAI-H5N1 yang diisolasi dari beberapa korban yang meninggal di Vietnam menunjukkan bahwa virus tersebut telah resisten terhadap amantadine dan rimantadine (Horimoto & Kawa-oka, 2005).

F. Patofisiologi avian flu

UnggasTerinfeksi H5N1Kontak Langsung Tidak langsungVirus H5N1 masuk melalui udaraMasuk ke membran mukosaInfeksi virus pada sel epitel saluran pernapasanReplikasi virusLisis sel epitelDeskuamasi sel epitel saluran pernapasanRespon inate imunReplikasi dihambatTerjadi reexposureMerangsang pembentukan sitokinin pro inflamasiMenyebar secara sistemikGejala sistemik: demam, malaise

H5N1 memiliki kemampuan strainMekanisme pertahanan tubuh dihindariSitokinin terbentuk berlebihKerusakan paru yang luas dan berateksudasiProduk eksudat meningkatEksudat berlebih di saluran napasKetidakefektifan bersihan jalan napasEdema pada saluran napasPerubahan pada membrane alveolarGangguan pertukaran gasO2 kurang dari kebutuhanhipoksiaAnoxic multiorgan dysfunctionPola napas berubahnyeriKetidakefektifan pola napasMenghimpit saraf perifer

G. Tanda dan gejala avian fluMasa inkubasi avian influenza sangat pendek, yaitu 3 hari, dengan rentang 2-4 hari. Virus avian influenza dapat menyerang berbagai organ pada manusia, yaitu paru-paru, mata, saluran pencernaan, dan system syaraf pusat. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terdiri dari : Gejala penyakit seperti influenza tipikal, yaitu : demam, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri otot, sakit kepala, malaise. Infeksi mata ( konjungtivitis ) Pneumonia Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Gangguan pada saluran cerna, yaitu : diare Kejang dan komaManifestasi klinis saluran nafas bagian bawah biasanya timbul pada awal penyakit. Dispnea timbul pada hari ke-5 setelah awal penyakit. Distress pernafasan dan takipnea sering dijumpai. Produksi sputum bervariasi dan kadang-kadang disertai darah. Hampir pada semua pasien menunjukkan gejala klinis pneumonia.

H. Pemeriksaan diagnostik avian fluPemeriksaan Penunjang Diagnostik:a. Pemeriksaan Laboratorium Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan spesimen: Pemeriksaan Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni. Pemeriksaan Kimia darah : Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. Nasofaringeal, apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik. Diagnosis flu burung dibuktikan dengan : Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5. Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1. Uji Serologi : 3.1.Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil 1/80. 3.2.Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif. Pemeriksaan dengan metode western blotting terhadap H5-spesifik.Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tergantung indikasi, antara lain: Dengue blot : IgM, IgG untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue Biakan sputum dahak, darah dan urin. Biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan anti HIV . Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan mikobakterium, untuk menyingkirkan TB Paru ( Depkes Ri).Pemeriksaan lain dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan flu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit.b. Derajat Penyakit Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan menjadi : Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia ringan tanpa gagal napas Derajat 3 : pasien dengan pneumonia berat dan gagal Napas Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau dengan kegagalan organ ganda (multiple organ failure).c. Diagnosis Banding Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain: Demam Dengue Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur Demam Typhoid HIV dengan infeksi sekunder Tuberkulosis Paru

I. Penatalaksanaan avian fluTiga prinsip penatalaksanan pasien dalam avian influenza adalah : 1. Implementasi dini dalam mengontrol infeksi untuk meminimalisasi penyebaran nasokomial .2. Penatalaksanaan secara tepat untuk mencegah semakin beratnya penyakit dan mencegah kematian .3. Identifikasi dini dan pemantauan terhadap resiko infeksi untuk mempermudah intervensi dini dengan terapi antiviral untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta membatsi penyebaran penyakit .Penatalaksanaan keperawatan pasien flu burung (AI) pada dasarny sama dengan penatalaksanaan keperawatan pasien pneumonia. Pasien dirawat diruang isolasi: kewaspadaan penularan melalui udara selama penularan yaitu 7 hari pertama setelah timbul gejala diruang rawat biasa setelah hasil usap tenggorok (-) berulang kali dengan PCR atau biakan Setelah tidak demam 7 hari Pertimbangan lain dari dokterTerapi pengobatan:Pengobatan bagi penderita flu burung adalah: Oksigenasi bila terdapat sesak napas. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus). Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari. Amantadin atau Rimantidin diberikan pada awal infeksi , sedapat mungkin dalam waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari. Dosis harus diturunkan pada orang lanjut usia dan mereka yang mengalami penurunan fungsi hati atau ginjal. Antiviral golongan neurominidaseinhibitor : - zanavir: secara inhalasi 2 x sehari - oseltamivir: oral 2 x sehari selama 5-7 hari Dianjurkan untuk pencegahan bagi orang yang terpajan dengan oseltamivir 1 x 75 mg sehari selama 1 minggu. Selain itu juga dengan pemberian vaksin influenza. Vaksin efektif melindungi gejala influenza pada banyak species Diberikan kepada mereka yg berisiko tinggi Tidak ada cross protective diantara 15 subtipe Influenza A (H1N1), A(H3N2) & influenza B sudah termasuk dalam vaksin yang diberikan tiap tahun. Kontra indikasi ; hipersensitif terhadap vaksin, sindrom Gullian Barre, demam & kehamilan trimester I Antibiotik bila terdapat pneumonia bakterial Amati gejala

J. Pencegahan avian fluDepartemen Kesehatan bersama seluruh jajarannya di seluruh Indonesia telah melakukan berbagai langkah antara lain: Peningkatan surveilans epidemiologi di seluruh Indonesia untuk mendeteksi ada tidaknya kasus Flu Burung pada manusia sedini mungkin. Pelaksanaan serosurvei kepada orang yang terpapar unggas untuk mengetahui ada tidaknya infeksi Flu Burung pada manusia. Langkah-langkah pencegahan penularan dari unggas ke manusia. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan jajaran karantina kesehatan di Indonesia Penyiapan 34 rumah sakit ujukan diseluruh Indonesia. Sosialisasi dan advokasi cara pencegahan Flu Burung pada manusia. Pembentukan tim penanggulangan Flu Burung pada manusia berkoordinasi dan bekerjasama dengan Departemen Pertanian dan Organisasi Kesehatan Sedunia. Mobilisasi sumber daya untuk penanggulangan Flu Burung pada manusia.Namun, upaya pemerintah ini tidak akan berhasil tanpa kesadaran dan peran serta aktif masyarakat, sehingga pemerintah mencanangkan gerakan Tanggap Flu Burung melalui kampanye, penyuluhan, dan berbagai tindakan seperti pemusnahan unggas di lingkungan wabah, vaksinasi unggas, dan peningkatan sanitasi peternakan.Selain itu pemerintah juga mengharapkan warga masyarakat untuk melakukan berbagai upaya pencegahan dan penularan flu burung pada manusia.Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi :a. Perlindungan individu secara umumDapat dilakukan dengan menghindari diri dari kontak dengan unggas atau peternakan unggas yang terjangkit flu burung, jika terpaksa harus kontak dengan unggas yang terjangkit flu burung hendaknya Menggunakan penutup mulut dan hidung, sarung tangan, masker seperti masker bedah, kacamata, gaun pelindung/Apron, dan sepatu boot apabila memasuki daerah yang telah terjangkiti atau sedang terjangkit virusflu burung. Rajin mencuci tangan dengan sabun atau cairan antiseptik setelah kontak dengan unggas/burung atau mandi. Membersihkan pakaian dengan detergen, cairan alkohol (70%) atau pemutih/khlorin (0.5%) dan jangan membawa keluar alat perlengkapan dari peternakan unggas. Tidak meludah sembarangan. Pemeberian imunisasi atau vaksin pada orang yang berisko tinggi terjangkit avian flu Apabila telah menderita gejala-gejala menyerupai influenza (contoh demam >38OC, batuk, sakit tenggorokan, hidung meler dan sakit otot) maka hal yang harus dilakukan adalah menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin, menggunakan tissue dan membuang segera setelah dipakai, tidak menyentuh mata, hidung, atau mulut. Selanjutnya berobat ke dokter dengan memakai masker atau penutup hidung dan mulut.b. Pencegahan flu burung di lingkungan rumah dapat dilakukan dengan: Menjaga kebersihan lingkungan (khususnya kandang unggas dan burung). Menjauhkan kandang unggas dan burung dari rumah/tempat tinggal. Menggunakan penutup hidung dan sarung tangan bila akan mengolah tanaman dengan pupuk kandang. Tidak membuang kotoran (jeroan, bulu ayam, dll.) sembarangan melainkan membungkusnya dengan plastik dan membuang ditempat sampah. Membersihkan makanan ternak/burung yang tercecer di tanah/lantai.Untuk menyiapkan kebutuhan konsumsi sehari-hari di rumah sebaiknya: Tidak membeli daging ayam dengan warna daging yang gelap, terdapat tanda memar atau bintik-bintik pendarahan. Tidak membeli daging ayam yang dengan harga lebih murah dari sewajarnya. Tidak membeli telur yang mempunyai cangkang yang retak atau terdapat kotoran atau bulu pada cangkangnya dan mencuci telur secara sempurna sebelum dimasak. Tidak menggunakan tangan yang kotor untuk menyentuh hidung,mata atau mulut. Menggunakan alas pemotong yang berbeda-beda untuk daging,sayuran, masakan mentah serta makanan matang. Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu 640C selama 4,5 menit, jangan memakan daging unggas yang masih berwarna merah muda atau telur setengah matang. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukupHal-hal yang harus dilakukan untuk menghindari penularan flu burung jika memelihara unggas di rumah antara lain: Pembersihan kandang meliputi pembersihan terhadap fasilitas dan peralatan kandang. Mengontrol pembuangan limbah/kotoran hewan, memisahkan ayam- ayam yang terlihat tidak normal atau menunjukkan gejala sakit terutama ayam muda (0-18 bulan). Menyemprotkan desinfektan untuk membunuh kuman penyakit. Saat mengubur unggas yang mati serta kotorannya dan hindari membuat debu dengan menyemprotkan air disekelilingnya untuk membasahi tanah. Menguburkan bangkai unggas serta kotorannya dengan kedalaman sekurang-kurangnya satu meter di dalam tanah. Setelah bangkai burung serta kotorannya telah dikuburkan maka bersihkan kadang serta daerah yang terkontaminasi lainnya secara sempurna menggunakan detergen dan air.c. Pencegahan flu burung di daerah yang telah terjangkit flu burung: Jika hidup di lingkungan yang terbukti telah terjangkit flu burung, maka usaha pencegahan dapat dilakukan dengan: Apabila menemukan unggas yang sakit atau sekarat (jenis apapun) maka segera melaporkan kepada Dinas Peternakan setempat. Menggunakan sarung tangan dan penutup mulut apabila harus menyentuh bangkai hewan tersebut. Mencuci tangan dengan air dan sabun setidaknya selama 10 detik setelah menyentuh bangkai unggas tersebut. hindari memasuki peternakan atau pasar basah dimana terdapat unggas-unggas hidup. Setelah berjalan di daerah yang mungkin terkontaminasi (seperti peternakan, pasar atau pekarangan yang terdapat unggas-unggasan)maka bersihkan sepatu secara hati-hati dengan air dan sabun. Saat membersihkan sepatu, pastikan untuk tidak mengenai wajah atau pakaian dengan kotorannya saat membersihkan.d. Terapi pencegahan yang dapat dilakukan pada unggas: Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung Vaksinasi pada unggas yang sehat

K. Komplikasi avian fluKomplikasi cenderung terjadi pada anak, usia lanjut, dan pasien dengan penyakit jantung-paru kronis, diabetes mellitus, asma, gangguan ginjal, HIV AIDS, ibu hamil. Komplikasi utama yang muncul adalah pneumonia dari influenza sendiri atau karena bakteri pneumococcus. Hal ini timbul akibat mekanisme normal yang berlangsung dalam tubuh. Komplikasi lain yang biasa muncul adalah gagal pernafasan, kelainan ginjal dan masalah jantung.

DAFTAR PUSTAKABennet, N. John, Avian Influenza. [online]. 2008. [cited 2009 september 9]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/238049.Cahyono, JBSB. (2009). Flu Babi Flu Burung: Pandemi Akhirnya Datang Juga. Yogyakarta: Kasinius. Departemen Kesehatan. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta, Departemen Kesehatan, 2006, h. 1-55Departemen Kesehatan. Pengendalian Infeksi pada Perawatan Flu Burung. Direktorat Jendral PPM PL, Depkes, Edisi ke-2, 2004, h. 1-5Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala, dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume 14 no 38. 2006; 9-12.Judarwanto, Widodo. Penatalaksanaan Flu Burung Pada Manusia. Jakarta:Dexa Medica Jurnal Kedokteran dan Farmasi no 4 volume 18. 2005; 171-173.Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS). 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726.Radji, Maksum. 2006. Avian Influenza A (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian, vol. 3 no. 2. FMIPA-UI: Depok.Tamher & Noorkhasiani. (2008). Flu Burung: Aspek Epidemiology & Klinis. Jakarta: Salemba Medika.http://www.depkes.go.id/downloads/flu_H1N1/tata_laksana_avian_influenza.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014.http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20PNEUMONIA.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014.http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_10._AI_pox_baru.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014.http://www.mayoclinic.org/disease-conditions/bird-flu/basocs/risk-factors/cond-20030228, diakses tanggal 3 Maret 2014.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2020/1/08E00076.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Kartika%20Ratna%20Pertiwi,%20MD,%20M.%20Biomed.%20Sc/wuny%20dr%20kartika1.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014http://www.who.int/mediacentre/factsheets/avian_influenza/en/, diakses tanggal 3 Maret 2014