Laporan Praktikum Kimia Fisika 1xx
-
Upload
kim-daniels -
Category
Documents
-
view
275 -
download
4
description
Transcript of Laporan Praktikum Kimia Fisika 1xx
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I
DIAGRAM TERNER (SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN)
Oleh :
Nama : Komang Ayu Tri Lestari
NIM : 1308105022
Kelompok : V.B
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
DIAGRAM TERNER SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN CAMPURAN
AIR – ETANOL – CCl4 DAN AIR– ETANOL – ASETON
KOMANG AYU TRI LESTARI
(1308105022)
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengtahuan Alam
Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
ABSTRAK
Diagram Terner merupakan suatu diagram fasa berbentuk segitiga sama sisi dalam satu
bidang datar yang dapat menggambarkan sistem tiga komponen zat dalam berbagai fasa. Prinsip dasar
dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen
cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut
yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen
(solute) dalam campuran tersebut. Tujuan dari percobaan ini adalah membuat kurva kelarutan suatu
cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Metode yang digunakan ialah metode titrasi.
Dimana didapatkan hasil larutan yang mengandung dua komponen yang saling larut sempurna akan
membentuk daerah berfasa tunggal, sedangkan untuk komponen yang tidak saling larut sempurna
akan membentuk daerah fasa dua.
Kata kunci: Diagram terner, campuran tiga komponen, kurva kelarutan, titrasi, fasa
PENDAHULUAN
Kelarutan suatu zat adalah suatu
konsentrasi maksimum yang dicapai suatu
zat dalam suatu larutan. Partikel-partikel
zat terlarut baik berupa molekul maupun
berupa ion selalu berada dalam keadaan
terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul
pelarut air). Makin banyak partikel zat
terlarut makin banyak pula molekul air
yang diperlukan untuk menghindari
partikel zat terlarut itu. Setiap pelarut
memiliki batas maksimum dalam
melarutkan zat. Untuk larutan yang terdiri
dari dua jenis larutan elektrolit maka dapat
membentuk endapan (dalam keadaan
jenuh).
Pemisahan suatu larutan dalam
campuran dapat dilakukan dengan
berbagai cara salah satunya dengan
ekstraksi. Ektraksi merupakan suatu
metoda yang didasarkan pada perbedaan
kelarutan komponen campuran pada
pelarut tertentu dimana kedua pelarut tidak
saling melarutkan. Bila suatu campuran
cair,misalnya komponen A&B
dicampurkan tidak saling melarutkan
sehingga membentuk dua fasa. Maka
untuk memisahkannya digunakan pelarut
yang kelarutannya sama dengan salah satu
komponen dalam campuran tersebut.
Sehingga ketiganya membentuk satu fasa.
Jika kedalam sejumlah air kita tambahkan
terus menerus zat terlarut lama kelamaan
tercapai suatu keadaan dimana semua
molekul air akan terpakai untuk
menghidrasi partikel yang dilarutkan
sehingga larutan itu tidak mampu lagi
menerima zat yang akan dtambahkan.
Dapat dikatakan larutan tersebut mencapai
keadaan jenuh.Zat cair yang hanya
sebagian larut dalam cairan lainya, dapat
dinaikan kelarutannya dengan
menambahkan suatu zat cair yang
berlainan dengan kedua zat cair yang lebih
dahulu dicairkan. Bila zat cair yang ketiga
ini hanya larut dalam suatu zat cair yang
terdahulu, maka biasanya kelarutan dari
kedua zat cair yang terdahulu itu akan
menjadi lebih kecil. Tetapi bila zat cair
yang ketiga itu larut dalam kedua zat cair
yang terdahulu, maka kelarutan dari kedua
zat cair yang terdahulu akan menjadi besar
Derajat kebebasan didefinisikan
sebagai jumlah minimum variabel intensif
yang harus dipilih agar keberadaan
variabel intensif dapat ditetapkan. Rumus
derajat kebebasan diturunkan melalui
hukum fasa Gibbs. Persamaannya dapat
dituliskan menjadi:
Φ = C - P + 2
Dimana,
Φ = derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Dalam titik tertentu di diagram
fasa, jumlah derajat kebebasan adalah 2
yakni suhu dan tekanan, bila dua fasa
dalam kesetimbangan, sebagaimana
ditunjukkan dengan garis yang membatasi
daerah dua fasa hanya ada satu derajat
kebebasan, bisa suhu atau tekanan. Pada
titik tripel, ketika terdapat tiga fase tidak
ada derajat kebebasan lagi.
Dalam ungkapan diatas,
kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu,
tekanan dan komposisi sistem. Jumlah
derajat kebebasan untuk sistem tiga
komponen pada suhu dan tekanan tetap
dapat dinyatakan sebagai :
F = 3 – P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa,
maka F = 2, berarti untuk menyatakan
keadaan sistem dengan tepat perlu
ditentukan konsentrasi dari dua
komponennya. Sedangkan bila dalam
sistem terdapat dua fasa dalam
kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya
satu komponen yang harus ditentukan
konsentrasinya dan konsentrasi komponen
yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh
karena sistem tiga kompoen pada suhu dan
tekanan tetap mempunyai jumlah derajat
kebebasan paling banyak dua, maka
diagram fasa sistem ini dapat digambarkan
dalam satu bidang datar berupa suatu
segitiga sama sisi yang disebut diagram
terner.
Suatu sistem tiga komponen
mempunyai dua pengubah komposisi yang
bebas, contohnya X2 dan X3. Jadi
komposisi suatu sistem tiga komponen
dapat dialurkan dalam koordinat cartes
dengan X2 pada salah satu sumbunya, dan
X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi
oleh garis X2+X3=1. karena X itu tidak
simetris terhadap ketiga komponen,
biasanya, komposisi dialurkan pada suatu
segitiga sama sisi dengan tiap-tiap
sudutnya menggambarkan suatu
komponen murni, bagi suatu segitiga sama
sisi, jumlah jarak dari seberang titik
didalam segitiga ketiga sisinya sama
dengan tinggi segitiga tersebut. Jarak
antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi
yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai
dengan komposisi dalam persen. Untuk
memperoleh suatu titik tertentu dengan
mengukur jarak terdekat ketiga sisi
segitiga.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair
tiga komponen tergantung pada daya
saling larut antar zat cair tersebut dan suhu
percobaan. Untuk campuran yang terdiri
atas tiga komponen, komposisi
(perbandingan masing-masing komponen)
dapat digambarkan di dalam suatu diagram
segitiga sama sisi yang disebut dengan
Diagram Terner. Komposisi dapat
dinyatakan dalam fraksi massa (untuk
cairan) atau fraksi mol (untuk gas).
Diagram tiga sudut atau diagram segitiga
berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap
sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-
sisinya itu terbagi dalam ukuran yang
menyatakan bagian 100% zat yang berada
pada setiap sudutnya. Untuk menentukan
letak titik dalam diagram segitiga yang
menggambarkan jumlah kadar dari
masing-masing komponen dilakukan
sebagai berikut
Gambar 1. Diagram Terner
Titik A, B dan C menyatakan komponen
murni. Titik-titik pada sisi AB, BC dan AC
menyatakan fraksi dari dua komponen,
sedangkan titik didalam segitiga
menyatakan fraksi dari tiga komponen.
Titik P menyatakan suatu campuran
dengan fraksi dari A, B dan C masing-
masing sebanyak x, y dan z.
EKSPERIMENTAL
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
dalam eksperimen ini adalah air (aquades),
etanol, kloroform, Karbon tetraklorida
(CCl4), dan etanol.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam
eksperimen ini adalah labu bertutup 100
ml sebanyak 5 buah, labu Erlenmeyer 250
ml sebanyak 2 buah , buret 50 ml
sebanyak 2 buah , neraca Westphal,
thermometer (10-100oC).
Prosedur Pengerjaan
Kedalam labu Erlenmeyer yang
bersih, kering dan bertutup, dibuat 5
macam campuran cairan A dan C yang
saling larut. Dengan komposisi sebagai
berikut :
Labu
ke -...Aquades CCl4
1 1 ml 9 ml
2 3 ml 7 ml
3 5 ml 5 ml
4 7 ml 3 ml
5 9 ml 1 ml
Tahap 1.
Semua pengukuran dilakukan
dengan buret.Untuk setiap labu, ditimbang
dengan kondisi kosong terlebih dahulu.
Kemudian ditambahkan cairan A (Air) dan
ditimbang lagi, kemudian ditambahkan
dengan cairan C (CCl4) dan ditimbang
lagi. Dengan demikian, massa cairan A
dan C diketahui untuk setiap labu.
Tahap 2.
Setiap campuran dalam labu 1
sampai dengan 5 dititrasi dengan zat B
(etanol) sampai tepat timbul kekeruhan
dan volume jumlah zat B yang digunakan
dicatat. Titrasi dilakukan dengan perlahan-
lahan. Setiap labu ditimbang sekali lagi
untuk menentukan massa cairan B dalam
setiap labu.
Tahap 3 .
Tahap 1 dan 2 diulangi dengan
menggunakan cairan B (aseton) dan C
(etanol) dengan penambahan cairan A (air)
sebagai titran.
Tempat Pengerjaan
Keseluruhan eksperimen yang
dilakukan ini dilakukan dalam
Laboratorium Kimia Fisik Jurusan Kimia
Fakultas MIPA Universitas Udayana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diagram Terner merupakan suatu
diagram fasa berbentuk segitiga sama sisi
dalam satu bidang datar yang dapat
menggambarkan sistem tiga komponen zat
dalam berbagai fasa. Pada eksperimen ini
dilakukan percobaan mengenai diagram
terner sistem zat cair tiga komponen
dengan metode titrasi.
Tujuan dari percobaan ini adalah
untuk menggambarkan kurva kelarutan
suatu cairan yang terdapat dalam
campuran dua cairan tertentu. Prinsip
dasarl eksperimen ini adalah pemisahan
suatu campuran yang terdiri dari dua
komponen cair yang saling larut dengan
sempurna.Pemisahan dapat dilakukan
dengan menggunakan pelarut yang tidak
larut dengan sempurna terhadap campuran,
tetapi dapat melarutkan salah satu
komponen (solute) dalam campuran
tersebut. Teknik pemisahan ini juga
berkaitan dengan kepolaran dari
komponen-komponen zat itu, seperti
halnya prinsip like-dissolve-like.
Dalam eksperimen ini dilakukan
dalam dua percobaan. Percobaan pertama
cairan yang digunakan adalah air
(aquadest) – etanol – CCl4. Pada
percobaan ini air dan CCl4 dititrasi dengan
zat yang tidak larut dengan campuran
tersebut yaitu etanol .Adapun hasil
pengamatan dari percobaan 1 dapat dilihat
pada tabel 1 .Melalui tabel 1 terlihat
bahwa dilakukan variasi perbandingan
volume antara air dengan CCl4. Ditemui
suatu kecendrungan bahwa semakin
banyak volume CCl4 dan semakin sedikit
volume air yang dimasukkan kedalam
Erlenmeyer maka semakin banyak volume
titran (etanol) yang diperlukan untuk
mentitrasi campuran CCl4 dengan air
menjadi keruh. Air dan etanol dapat larut
sempurna.. Namun berbeda halnya dengan
air dan CCl4, dimana CCl4 tidak larut
dalam air , karena CCl4 bersifat non polar
sehingga tidak dapat larut dalam campuran
air yang bersifat polar. Oleh karena itu
ditambahkan etanol yang berfungsi
sebagai emulgator karena etanol larut
dalam air. CCl4 dengan etanol dapat saling
berikatan, dimana CCl4 dapat berikatan di
sekitar gugus etil dari CH3CH2OH yang
bersifat non-polar pada gugus CH3CH2-
nya. Ketika adanya campuran antara CCl4
dengan aquades dilakukan, terjadi
pemisahan diantara campuran CCl4 dengan
etanol, hal ini dikarenakan etanol
membentuk ikatan hidrogen yang lebih
kuat dengan molekul air pada bagian –OH
dari gugus –OH etanol. Oleh karena itu,
etanol yang awalnya berikatan dengan
CCl4 akan terpisahkan dan berikatan
dengan air. Hal ini disebabkan karena sifat
CCl4 yang tidak melarut dengan air
sehingga CCl4 yang mulanya berikatan
dengan etanol akan terlepas dan terpisah
membentuk 2 larutan terner terkonjugasi
yang ditandai dengan terbentuknya larutan
yang keruh. Karena kemampuannya yang
dapat melarut dengan air dan juga CCl4,
maka etanol dikenal sebagai pelarut yang
bersifat semipolar.
Perbandingan volume
zat A : C
Massa Erlenmeyer
kosong(g)
Massa Erlenmeyer +Zat A (air)
(g)
Massa Erlenmeyer + Zat A (air) + Zat
C (CCl4) (g)
1 : 9 109,69 110,66 124,603 : 7 125,33 128,33 139,155 : 5 106,24 111,21 118,987 : 3 128,96 135,94 140,539 : 1 127,87 136,76 139,71
Tabel 1. Hasil pengamatan percobaan 1 cairan yang digunakan adalah air– etanol–CCl4.
Perbandingan volume zat
A : C
Massa Erlenmeyer
kosong(g)
Massa Erlenmeyer +Zat A (Air)
(g)
Massa Erlenmeyer + Zat A (Air) + Zat
C (aseton)(g)
Vol.Titran (zat B) (etanol)
(ml)
Massa Erlenmeyer
setelah titrasi(g)
1 : 9 97,65 98,50 105,38 120 225,383 : 7 98,20 99,85 106,73 83 189,735 : 5 105,26 110,40 114,11 50 164,117 : 3 89,75 96,83 99,21 18 117,219 : 1 126,93 136,22 137,22 3,8 140,02
Tabel 2. Hasil pengamatan percobaan 2 cairan yang digunakan adalah air – etanol –
aseton.
Percobaan kedua cairan yang digunakan
adalah air (aquadest) – etanol – aseton. Pada
percobaan ini air dan aseton dititrasi dengan
etanol. Aseton merupakan salah satu contoh
dari keton yang paling sederhana dengan
rumus molekul CH3OCH3 . Senyawa keton
dapat larut sempurna atau larut dengan baik
dengan air maupun alkohol..Adapun hasil
pengamatan dari percobaan 2 dapat dilihat
pada tabel 2 .Melalui tabel 2 terlihat bahwa
dilakukan variasi perbandingan volume
antara air dengan etanol. Ditemui suatu
kecendrungan bahwa semakin banyak
volume air dan semakin sedikit volume
etanol yang dimasukkan kedalam
Erlenmeyer maka semakin sedikit volume
titran (etanol) yang diperlukan untuk
mentitrasi campuran aseton dengan air
menjadi keruh. Air dan aseton membentuk
ikatan hidrogen, namun setelah adanya
penambahan etanol yang sebagai titran,
molekul air pada bagian –OH membentuk
ikatan hidrogen yang kuat dengan molekul
dari gugus –OH dari etanol .Ketika titrasi
dengan etanol dilakukan, terjadi pemisahan
diantara campuran air dengan aseton. Namun
pada percobaan ke 2 ini,campuran air dan
aseton saat dititrasi dengan etanol, sangat
membutuhkan waktu yang lama dan etanol
yang lebih banyak dari percobaan pertama.
Kekeruhan juga tidak dapat diamati oleh
praktikan.
Pengolahan Data
Dari hasil percobaan dapat ditentukan
presentase fraksi mol ketiga komponen
cairan dapat dicari dengan persamaan
berikut:
; ;
;
;
Keterangan :
X = fraksi mol zat (%)
n = mol zat (%)
m = massa zat (gram)
Mr = massa molekul zat
(gram/mol).
Data nilai presentase fraksi mol ketiga
komponen pada percobaan 1 dan 2 dapat
dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.
Tabel 3. Hasil perhitungan konsentrasi dalam
% mol ketiga komponen percobaan 1
Erlenmeyer 1 2 3 4 5Perbandingan
A : C1 : 9 3 : 7 5 : 5 7 : 3 9 : 1
Massa A (g) 0,97 3 4,97 6,98 8,89Massa C (g) 13,94 10,82 10,82 4,59 2,95Massa B (g) 1,44 0,82 0,05 0,39 0,72
nA (mol) 0,053 0,16 0,28 0,39 0,49nB (mol) 0,04 0,023 0,001 0,01 0,02nC (mol) 0,09 0,07 0,05 0,03 0,02
nA + nB + nC
(mol)0,183 0,253 0,331 0,43 0,53
XA ( % ) 29 63 85 91 92XB ( % ) 22 9,1 0,3 2,3 3,7XC ( % ) 49 28 15 6,98 3,7
Tabel 4.Hasil perhitungan konsentrasi dalam
% mol ketiga komponen percobaan 2
Erlenmeyer 1 2 3 4 5Perbandingan
A : C1 : 9 3 : 7 5 : 5 7 : 3 9 : 1
Massa A (g) 0,85 1,65 5,14 7,08 9,29Massa B (g) 20 83 50 18 2,8Massa C (g) 6,88 6,88 3,7 2,38 1
nA (mol) 0,047 0,092 0,285 0,393 0,516nB (mol) 3,3 2,30 1,38 0,5 0,08nC (mol) 0,12 0,12 0,064 0,04 0,017
nA + nB + nC
(mol)3,467 2,512 1,729 0,933 0,613
XA ( % ) 1,35 3,66 16,5 42,12 84,18XB ( % ) 95,1 91,56 79,8 53,59 13,05XC ( % ) 3,46 3,46 3,70 4,29 2,77
Berdasarkan tabel 3 dan tabel 4,
perbedaan persentase pada setiap cairan
disebabkan oleh volume dari masing-masing
komponen berbeda, sehingga terjadi
perubahan daya saling larut antara
komponen-komponen larutan tersebut.Pada
percobaan 1 dan 2 air memiliki presentase
tinggi dikarenakan sifar air yang sangat
polar.
Setiap penambahan air pada
campuran tersebut menyebabkan perubahan
daya larut antar larutan, hal ini kemudian
digambarkan dalam diagram terner. Pada
penggambaran diagram terner percobaan 1
dan 2 diperoleh masing – masing lima titik
diagram terner, di mana masing–masing titik
menggambarkan komposisi–komposisi zat
pada tiap campuran.Dari setiap perlakuan
berarti diperoleh lima diagram terner yang
berarti ada lima titik dalam kelima diagram
terner tersebut..Dengan menggabungkan
kelima titik tersebut, diperoleh sebuah garis
lengkung yang disebut kurva binodal. Kurva
binodal yang telah dibuat tersebut diperoleh
dengan cara menghubungkan titik-titik dari 1
sampai 5 dengan menarik sebuah garis
kesetimbangan dari susunan masing-masing
larutan pada percobaan 1 maupun percobaan
2. Gambar diagram terner untuk percobaan 1
dan 2 dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
(dilampirkan)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan prinsip dasar
dari percobaan ini adalah pemisahan suatu
campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari
dua komponen cair yang saling larut dengan
sempurna. Dua komponen larutan yang
saling melarutkan akan membentuk fase
tunggal dan yang tak saling melarutkan akan
membentuk daerah berfase dua. Kelarutan
dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini
dapat dinaikan atau diturunkan dengan cara
melihat perbandingannya dari diagram
terner.Pencampuran zat akan homogen
(saling melarutkan) jika komposisinya sesuai
perbandingan, dan apabila komposisi salah
satunya melebihi maka akan terjadi
pencampuran heterogen. Pencampuran
homogen terjadi pada air dengan aseton dan
pencampuran heterogen pada CCl4 dengan
air. Pada percobaan 1 semakin banyak
volume CCl4 dan semakin sedikit volume air
yang dimasukkan kedalam Erlenmeyer maka
semakin banyak volume titran (etanol) yang
diperlukan untuk mentitrasi campuran CCl4
dengan air menjadi keruh.. sedangkan pada
percobaan 2 semakin banyak volume air dan
semakin sedikit volume etanol yang
dimasukkan kedalam Erlenmeyer maka
semakin sedikit volume titran (etanol) yang
diperlukan untuk mentitrasi campuran aseton
dengan air menjadi keruh. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya kekeruhan pada
campuran larutan yang menandakan
kelarutan dari cairan tersebut berkurang dan
menunjukkan bahwa telah terpisahnya
komponen-komponen campuran dari larutan
tiga komponen menjadi dua komponen
larutan terner terkonjugasi.
Daftar Pustaka
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik untuk
Universitas. Alih Bahasa: Kwee Ie Tjen.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Dogra,S.K.1990.Kimia Fisik dan Soal-
Soal.UI-Press:Jakarta
Nindia. 2009.Diagran Terner Sistem Zat
Cair Tiga Komponen. Jurusan Fisika,
Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran
R. A. Alberty dan F. Daniels. 1983. Kimia
Fisika. Erlangga: Jakarta
Tim Laboratorium Kimia Fisika. Penuntun
Praktikum Kimia Fisika II. 2014. Jurusan
Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana
: Bukit Jimbaran
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1. Percobaan 1 : Komponen A = aquades
B = etanol
C = CCl4
Percobaan 2 : Komponen A = aquades
B = etanol
C = aseton
2. Konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika terjadi perubahan
fase adalah sebagai berikut:
Percobaan 1 (campuran A dan C sebagai pelarut)
Untuk Pelarut A : C = 1 : 9
MA = (Massa Erlemeyer + A) - erlemeyer kosong
= 110,66 gram –109, 69 gram = 0,97 gram
MB = (Massa Erlemeyer + A + B + C) – (Massa Erlemeyer + A + C)
=126,04gram –124,60gram = 1,44 gram
MC = (Massa Erlemeyer + A + C) – (Massa Erlemeyer + A)
= 124,60 gram – 110,66 gram = 13,94 gram
Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada :
Erlenmeyer 1 2 3 4 5
Perbandingan
A : C1 : 9 3 : 7 5 : 5 7 : 3 9 : 1
Massa A (g) 0,97 3 4,97 6,98 8,89
Massa C (g) 13,94 10,82 10,82 4,59 2,95
Massa B (g) 1,44 0,82 0,05 0,39 0,72
Perhitungan mol
= 0,97 g : 18 g/mol = 0,053 mol
= 1,44 g : 36 g/mol = 0,04 mol
= 13,94 : 154 g/mol = 0,09 m0l
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing zat yaitu
Erlenmeyer 1 2 3 4 5
Perbandingan
A : C1 : 9 3 : 7 5 : 5 7 : 3 9 : 1
nA (mol) 0,053 0,16 0,28 0,39 0,49
nB (mol) 0,04 0,023 0,001 0,01 0,02
nC (mol) 0,09 0,07 0,05 0,03 0,02
nA + nB + nC
(mol)0,183 0,253 0,331 0,43 0,53
Fraksi mol
= 0,289 mol = 29 %
= 0,22 mol = 22 %
= 0,49 mol = 49 %
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing zat yaitu
Erlenmeyer 1 2 3 4 5
Perbandingan
A : C1 : 9 3 : 7 5 : 5 7 : 3 9 : 1
XA ( % ) 29 63 85 91 92
XB ( % ) 22 9,1 0,3 2,3 3,7
XC ( % ) 49 28 15 6,98 3,7
Percobaan 2 (campuran A dan C sebagai pelarut)
Untuk Pelarut A : C = 1 : 9
MA = (Massa Erlemeyer + A) – (Massa Erlemeyer kosong)
= 98,50 gram – 97,65 gram = 0,85 gram
MB = (Massa Erlemeyer+ A+ B + C) – (Massa erlemeyer + A+B)
= 225,38gram – 105,38gram = 20 gram
MC = (Massa Erlemeyer + A + C) – (Massa Erlemeyer + A)
= 105,38 gram – 98,50 gram = 6,88 gram
Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada :
Erlenmeyer 1 2 3 4 5
Perbandingan
A : C1 : 9 3 : 7 5 : 5 7 : 3 9 : 1
Massa A (g) 0,85 1,65 5,14 7,08 9,29
Massa B (g) 20 83 50 18 2,8
Massa C (g) 6,88 6,88 3,7 2,38 1
Perhitungan mol
= 0,85 g : 18 g/mol = 0,047 mol
= 20 g : 36 g/mol = 3,3 mol
= 6,88 : 58 g/mol = 0,12 mol
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing zat yaitu
Erlenmeyer 1 2 3 4 5
nA (mol) 0,047 0,092 0,285 0,393 0,516
nB (mol) 3,3 2,30 1,38 0,5 0,08
nC (mol) 0,12 0,12 0,064 0,04 0,017
nA + nB +
nC (mol)3,467 2,512 1,729 0,933 0,613
Fraksi mol
= 0,0135 mol = 1,35 %
= 0,951 mol = 95,1 %
= 0,0346 mol = 3,46 %
Dengan cara yang sama maka di dapatkan fraksi mol masing – masing zat yaitu
Erlenmeyer 1 2 3 4 5
XA ( % ) 1,35 3,66 16,5 42,12 84,18
XB ( % ) 95,1 91,56 79,8 53,59 13,05
XC ( % ) 3,46 3,46 3,70 4,29 2,77
3. Gambar kesepuluh titik dan kurva binodal yaitu :
Gambar diagram fase untuk percobaan I
Gambar Diagram Terner untuk percobaan II