Laporan Praktikum Senyawa Halogen Organik
description
Transcript of Laporan Praktikum Senyawa Halogen Organik
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA ORGANIK DASAR
SENYAWA HALOGEN ORGANIK
NAMA : ULFA MULIA KAWAROE
NIM : H31112006
GOL/KLP : H5/9
HARI/TGL : SELASA, 16 APRIL 2013
ASISTEN : ABD. RAHMAN
LABORATORIUM KIMIA DASARJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelarutan juga didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Kelarutan suatu senyawa,
tergantung pada sifat fisika kimia zat pelarut dan zat terlarut, temperatur, pH larutan,
tekanan untuk jumlah lebih kecil tergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Bila
suatu pelarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh
(Heaton,2006:180).
Jenis-jenis pelarut yang digunakan untuk melarutkan, antara lain: a) pelarut
polar. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain, b) pelarut
nonpolar. Aksi pelarut dan cairan nonpolar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat
polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion
elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Oleh karena
itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit dalam
pelarut nonpolar, c) pelarut semipolar. Pelarut semi polar seperti keton dan alkohol
dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar,
sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol (Sumardjo,2009:95).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang
ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dan obat-obatan
hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan
mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut. Kelarutam suatu zat berkhasiat yang
kurang dari 1mg/mL mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu
obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan(Jufri,2004).
Menurut farmakope Indonesia, pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian
tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat
padat atas 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut.
Istilah kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut
dalm sejumlah tertentu zat pelarut atau larutan. Kelarutan bergantung pada jenis zat
terlarut , konsentrasi dari larutan jenuh, yaitu kelarutan, tergantung pada: 1) sifat
solvent. Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai
kesamaan dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan dari molekul-molekul solvent. 2)
sifat solute. Penggantian solute berarti pengubahan interaksi-interaksi sulote-solute
dan solute-solvent. 3) suhu. Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu
larutan dinaikkan. 4) tekanan. Kelarutan dan semua gas naik jika tekanan sama dan
gas yang terletak di atas larutan dinaikkan (Herlina,2008).
Berdasarkan latar belakang inilah dilaksanakan praktikum tentang senyawa
halogen organik.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui reaktifitas beberapa senyawa halogen organic dan fungsinya
sebagai pelarut
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui reaktifitas beberapa senyawa halogen organik melalui reaksi
dengan CCl4.
2. Untuk mengetahui reaktifitas beberapa senyawa halogen organik melalui reaksi
dengan CHCl3.
3. Untuk mengetahui reaktifitas beberapa senyawa halogen organik melalui reaksi
dengan AgNO3/alkohol.
4. Untuk mengetahui reaktifitas beberapa senyawa halogen organik melalui reaksi
dengan NaI/aseton.
1.2.3 Prinsip Percobaan
Mengidentifikasi beberapa senyawa halogen organik dalam suatu sampel dengan
menggunakan uji CCl4, uji CHCl3, uji AgNO3/alkohol dan uji NaI/aseton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur-unsur keluarga halogen masuk golongan VII-b dalam kedudukan
sistimatik unsur-unsur yang terdiri dari 4 unsur ialah : Fluor, Chlor, Brom dan Iod.
(Hadisuwoyo dkk, 1993).
Menurut Brzellius kata “halogen” berasal dari dua kata Yunani yang berarti
“garam laut” dan “menghasilkan”, jadi halogen berarti : penghasil garam laut. Istilah
tersebut digunakan untuk keempat unsur Fluor, Chlor, Brom dan Iod, karena garam-
garam Natriumnya sangat mirip dengan garam laut biasa (Hadisuwoyo dkk, 1993).
Biasanya untuk kebanyakan unsur halogen digunakan HF, HCl dan HBr bisa
juga digunakan untuk logam-logam (Cotton dkk, 1998)
Fluorinasi langsung biasanya menghasilkan fluoride dalam keadaan oksidasi
lebih tinggi. Kebanyakan logam dan nonlogam seperti P4, reaksinya bisa meledak.
Bagi pembentukan cepat dalam reaksi kering dari klorida, bromide dan iodide
biasanya diperlukan suhu yang tinggi. Bagi logam, reaksi dengan Cl2 dan Br2 bisa
lebih cepat bila sebagaai medium reaksi digunakan tetrahidrofuran atau beberapa eter
lainnya ; halide kemudian diperoleh sebagai zat tersolvasi (Cotton dkk, 1998).
Pelarut logam, oksida atau karbonat dalam larutan asam halogen yang diikuti
oleh penguapan atau pengkristalan memberikan halide terhidrat. Kadang-kadang zat
ini dapat didehidrasi dengan pamanasan dalam vakum, namun ini sering menjurus
kepada hasil tidak murni atau oksohalida. Dehidrasi klorida dapat dilaksanakan oleh
thionil klorida, dan pada umumnya halide dapat dikelola dengan 2,2-
dimetoksipropana.
Aseton dan/atau methanol bisa memberikan halida tersolvasi, tetapi zat ini
umumnya mudah dibuang dengan pemanasan hati-hati atau pemompaan (Cotton dkk,
1998).
Senyawaan seperti ClF3, BrF3, CCl4, CCl3, CCl, CCl2, NH4Cl, SOCl2 dan
SO2Cl2 pada suhu yang menaik digunakan dalam reaksi seperti :
Banyak halida bereaksi baik dengan halogen unsur, asamnya, atau halida
yang larut, atau halida lain yang berlebih sedemikian hingga satu halogen ditukar
oleh yang lain. Klorida sering dapat diubah menjadi bromide dan apalagi menjadi
iodide oleh KBr atau KI dalam aseton, di mana KCl kurang larut (Cotton dkk, 1998).
Pertukaran halogen istimewa pentingnya bagi sintesis fluoride dari klorida
dengan menggunakan berbagai fluoride logam, seperti COF3 atau AsF5. Jenis
penggantian ini banyak digunakan untuk senyawaan fluor organik (Cotton dkk,
1998).
Zat pengfluorinasi lain, yang masing-masing memiliki keuntungan khusus
pada kondisi tertentu adalah AgF2, SbF3 (+ SbCl5 sebagai katalis), HgF2, KHF2, ZnF2,
AsF3 daan sebagainya. Contohnya adalah (Cotton dkk, 1998).
Kebanyakan unsur elektronegatif dan logam dalam tingkat oksida tinggi
membentuk halida molekular. Zat ini adalah gas, cairan atau padatan mudah
menguap dengan molekul-molekul yang hanya saling diikat oleh gaya vander waals.
Mungkin terdapat korelasi kasar antara menaiknya derajat kovalen logam ke halogen
dan menaiknya kecenderungan pembentukan senyawaan molekular. Jadi halide
molekular kadang-kadang juga disebut halide kovalen. Penamaan molekular lebih
disukai, karena menyatakan faktanya (Cotton dkk, 1998)
Sifat yang sedikit umum dari halide molekular adalah kemudahannya
terhidrolisis, misalnya (Cotton dkk, 1998).
Dalam hal sifat kovalen maksimum tercapai, seperti dalam CCl4 atau SF6, halidanya
bisa cukup inert terhadap air. Jadi bagi CF4 tetapan kesetimbangan bagi reaksi
Adalah kira-kira 1023. Keperluan akan adanya upaya untuk penyerangan juga
dilukiskan oleh fakta bahwa SF6 tidak terhidrolisis, sementara SeF6 dan TeF6
terhidrolisis pada 25° C. Perluasan lingkungan koordinasi hanya mungkin bagi Se
dan Te (Cotton dkk, 1998).
Semakin besarnya konsentrasi senyawa khlor yang digunakan, maka hasil
samping yang dihasilkan seperti terbentuknya senyawa trihalometan dan
khlorophenol juga semakin besar. Senyawa-senyawa tersebut dapat mengakibatkan
penyakit kanker (carcinogen). Oleh karena itu zat pencemar amoniak dan juga
senyawa organic harus dihilangkan (Said dkk, 2007).
Trihalomethane adalah senyawa organik derivat methan (CH4) yang mana
tiga buah atom hydrogen (H)nya diganti oleh atom halogen yakni khlor (Cl), Brom
(Br) dan Iodium (I). Beberapa senyawa trialomethane yang umum dijumpai antara
lain yakni chloroform (CHCl3), dibromokhloromethane (CHBr2Cl) dan bromoform
(CHBr3). Jumlah total keempat senyawa tersebut sering disebut total trihalomethan
(TTHM). Selain keempat senyawa tersebut di atas, masih ada beberapa senyawa
trihalomethan lainnya tetapi biasanya kurang stabil (Said dkk, 2007).
Chlorine is the most abundan ! of the halogens and occurs as chloride ion in
sea water, salt wells and salt beds, where it is combined with Na+, K+, Mg++ and ca+
+. On a small scale, the element can be made by chemical oxidation, as with MnO2
(Sienko dkk,2001).
Klorin adalah yang paling banyak melimpah dari halogen dan terjadi sebagai
ion klorida dalam air laut, garam sumur dan tempat yang mengandung garam,
dimana dikombinasikan dengan Na +, K +, Mg + + dan ca + +. Pada skala kecil, elemen
dapat dibuat dengan oksidasi kimia, seperti dengan MnO2 (Sienko dkk, 2001).
Bromine, from the greek word bromos for stink, occurs as bromide ion in sea
water, brine wells, and salt beds and is less than a hundredth as abundant as
chlorine. The element is usually prepared by chlorine oxidation of bromide solutions,
as by sweeping chlorine gas through sea water. Since chlorine is a stronger
oxidizing agent than bromine, the reaction occurs as indicated (Sienko dkk, 2001).
Brom, berasal dari kata bromos yaitu dalam bahasa Yunani adalah bau,
terjadi sebagai ion bromida dalam air laut, air sumur yang asin, dan tempat yang
mengandung garam dan kurang dari seperseratus melimpah seperti klorin. Unsur ini
biasanya disiapkan oleh oksidasi klorin solusi bromida, karena dengan gas klor
menyapu melalui air laut. Karena klorin adalah oksidator kuat dari brom, reaksi
terjadi seperti yang ditunjukkan (Sienko dkk, 2001).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah NaI/aseton,
AgNO3/alcohol, benzyl klorida, kloroform, minyak, mentega, kloro benzene dan
karbon tetraklorida (CCl4).
3.2 Alat Percobaan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, rak
tabung dan pipet tetes.
3.3 Prosedur Percobaan
A. Reaksi dengan CCl4 dan CHCl3
Disiapkan tiga buah tabung reaksi dan masing-masing tabung reaksi diisi
dengan 0,5 mL CCl4. Kemudian ditambahkan air pada tabung (1), minyak pada
tabung (2) dan mentega yang sudah dicairkan pada tabung (3). Kemudian dikocok
dan diperhatikan kelarutannya serta catat perubahan yang terjadi. Kemudian
dikerjakan sesuai dengan prosedur 1-3, dengan menggunakan CHCl3.
B. Reaksi dengan AgNO3/alkohol dan NaI/aseton
Disiapkan empat buah tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan 1 ml
AgNO3/alkohol yang berkadar 2%. Kemudian ditambahkan 1-2 tetes kloro bennzen
pada tabung (1), kloroform pada tabung (2), benzil klorida pada tabung (3) dan
diklorometan pada tabung (4). Kemudian dikocok agak kuat dan diamati serta dicatat
perubahan yang terjadi. Kemudian dikerjakan sesuai dengan prosedur 1-3, dengan
menggunakan NaI/aseton.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Pengamatan
A. Reaksi dengan CCl4 dan CHCl3
BahanKelarutan dalam
KeteranganCCl4 CHCl3
Air 2 fase 2 fase Polar
Minyak 1 fase 1 fase Nonpolar
Mentega 1 fase 1 fase Nonpolar
B. Reaksi dengan AgNO3/alkohol dan NaI/aseton
BahanPerubahan yang terjadi
KeteranganAgNO3/Alkohol NaI/Aseton
Benzil klorida
kloro benzen
kloroform
diklorometan
4. 2 Reaksi
4.3 Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1. Pada reaksi tollens glukosa dan sukrosa memberikan reaksi positif dengan
membentuk cermin perak
2. Pada reaksi fehling memberikan warna biru tua.
3. Pada uji benedict glukosa dan sukrosa memberikan reaksi positif dengan
membentuk larutan berwarna merah bata.
4. Amilum bereaksi positif dengan larutan yodium.
5. Hidrolisis amilum membentuk larutan berwarna merah bata
5.2 Saran
Untuk asisten, saya rasa tidak ada kendala yang saya temukan, sebab asisten
memberikan pengarahan dengan baik kepada praktikum.
Untuk laboratorium, mohon agar alat yang akan digunakan pada percobaan
hendaknya lebih memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton, dkk. 1998. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : Erlangga.
Hadisuwoyo, Ir. Muljono, dkk. 1993. Kimia Dasar II. Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Said, Nusa Idaman, dkk. 2007. Pilot Plant Pengolahan Air Minum dengan Proses Biofiltrasi dan Ultrafiltrasi. Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, (1) : 1-2.
Sienko, Michell, dkk. 2001. Chemistry Second Edition. Jakarta : International Student Edition.
LEMBAR PENGESAHAN
Asisten
(Abd. Rahman)
Makassar, 16 April 2013
Praktikan
(Ulfa Mulia Kawaroe)