Laporan Praktikum Teknik Optik p4

32
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK OPTIKP4 PENGOLAHAN CITRA PADA FOTOGRAFI PRAKTIKAN: Karina Anggraeni (2414105021) Nufiqurakhmah (2414105026) Angkik Pandu Rizky (2414105052) Devic Oktora (2413106007) Sirojulaili (2413106009) ASISTEN: Fitri Rahmah (2413201003) Program Studi S-1 Teknik Fisika Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014

description

optik

Transcript of Laporan Praktikum Teknik Optik p4

Page 1: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK OPTIK–P4 PENGOLAHAN CITRA PADA FOTOGRAFI PRAKTIKAN: Karina Anggraeni (2414105021) Nufiqurakhmah (2414105026) Angkik Pandu Rizky (2414105052) Devic Oktora (2413106007) Sirojulaili (2413106009) ASISTEN: Fitri Rahmah (2413201003) Program Studi S-1 Teknik Fisika Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014

Page 2: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK OPTIK–P4 PENGOLAHAN CITRA PADA FOTOGRAFI PRAKTIKAN: Karina Anggraeni (2414105021) Nufiqurakhmah (2414105026) Angkik Pandu Rizky (2414105052) Devic Oktora (2413106007) Sirojulaili (2413106009) ASISTEN: Fitri Rahmah (2413201003) Program Studi S-1 Teknik Fisika Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014

Page 3: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

i

ABSTRAK

Pada saat ini zaman semakin maju seiring dengan

perkembangan teknologi fotografi yang semakin modern.

Namun, banyak orang yang kurang memahami tentang cara kerja

kamera digital, komponen yang ada dalam kamera digital dan parameter yang mempengaruhi hasil citra. Citra yang dihasilkan

dari fotografi dapat diolah lebih lanjut. Pengolahan citra digital

dapat dilakukan dengan konversi citra RGB ke citra grayscale.

Grayscale pada histogram dapat digunakan untuk melihat secara

kuantitatif apakah citra dari kamera gelap atau terang. Ada tiga

variabel yang dapat mempengaruhi citra yang dihasilkan kamera,

yaitu Apperture, ISO, dan Shutter Speed. Semakin besar nilai

Apperture dan Shutter Speed maka semakin gelap citra yang

dihasilkan. Semakin besar ISO maka semakin terang citra yang

dihasilkan.

Kata kunci : fotografi, pengolahan citra, grayscale, histogram

Page 4: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

ii

ABSTRACT

In the current era of increasingly advanced with the development

of an increasingly modern photographic technology. However,

many people do not understand about the workings of digital

camera, components found in a digital camera and the parameters that affect the image. The resulting image of

photography can be processed further. Digital image processing

can be done by converting the RGB image to grayscale image.

Grayscale histogram can be used to quantitatively see whether

the image of the dark or light. There are three variables that can

affect the resulting image of the camera, ie Apperture, ISO, and

shutter speed. The larger the value of Apperture and Shutter

Speed make the darker of the image produced. The greater the

value of ISO make the more light of the image produced.

Keywords: photography, image processing, grayscale, histogram

Page 5: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan praktikum

Teknik Optik yang berjudul “Pengolahan Citra Pada Fotografi” dapat diselesaikan. Penyusunan laporan

praktikum ini tidak terlepas dari bimbingan berbagai pihak.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Agus M. Hatta, Ph.D., selaku dosen mata kuliah

Teknik Optik.

2. Detak Yan Pratama, S.T., M. Sc., selaku dosen mata kuliah Teknik Optik.

3. Fitri Rahmah, selaku asisten praktikum.

4. Seluruh civitas akademik Teknik Fisika ITS

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima

saran dan kritik sebagai perbaikan.

Surabaya, November 2014

Penulis

Page 6: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 2

1.4 Sistematika Laporan 2

BAB II DASAR TEORI 3 2.1 Fotografi 3

2.1.1 Fotografi Analog 3

2.1.2 Fotografi Digital 3 2.2 Kamera Digital 4

2.3 Pengolahan Citra 7

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 11

3.1 Alat-alat Percobaan 11 3.2 Prosedur Percobaan 11

BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 12

4.1 Analisa Data 12

4.2 Pembahasan 16

BAB V PENUTUP 22

5.1 Kesimpulan 22

5.2 Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 24

Page 7: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kamera Analog 3 Gambar 2.2 Proses Pengambilan Citra pada

Kamera DSLR 4

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Kamera DSLR 5

Gambar 2.4 Prinsip Kerja Focal Length 5 Gambar 2.5 Sistem koordinat citra berukuran

M x N (M baris dan N kolom) 8

Gambar 2.6 Citra dan Nilai Penyusun Piksel 9 Gambar 2.7 Notasi Piksel Dalam Citra 9

Gambar 2.8 Frekuensi Tingkat Keabuan 10

Gambar 4.1 Grafik perubahan Apperture

terhadap nilai pixel terbanyak 15 Gambar 4.2 Grafik perubahan ISO terhadap nilai

pixel terbanyak 16

Gambar 4.3 Grafik perubahan Shutter Speed terhadap nilai pixel terbanyak 16

Page 8: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Grafik perubahan Shutter Speed terhadap nilai pixel terbanyak 12

Tabel 4.2 Histogram dari citra kamera yang telah diberi

filter grayscale 14

Page 9: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini zaman semakin maju seiring dengan

perkembangan teknologi yang semakin modern. Semakin banyak orang yang berlomba – lomba untuk meningkatkan

teknologi, seperti adanya teknologi kamera DSLR yang

menggunakan lensa tunggal dalam penggunannya. Namun,

banyak orang yang kurang memahami tentang cara kerja kamera digital, komponen yang ada dalam kamera digital dan

parameter yang mempengaruhi hasil citra.

Selain itu penggunaan citra digital semakin meningkat karena kelebihan yang dimiliki oleh citra digital tersebut,

diantaranya adalah kemudahan dalam mendapatkan gambar,

memperbanyak gambar, pengolahan gambar dan lain – lain.

Akan tetapi, tidak semua citra digital memiliki tampilan visual yang memuaskan mata manusia. Ketidakpuasan tersebut dapat

timbul karena adanya gangguan atau noise, seperti muncul

bintik – bintik yang disebabkan oleh proses penangkapan gambar yang tidak sempurna, pencahayaan yang tidak merata

mengakibatkan intensitas tidak seragam, kontras citra terlalu

rendah sehingga objek sulit dipisahkan dari latar belakangnya, atau gangguan yang disebabkan oleh kotoran yang menempel

pada citra sehingga diperlukan metode untuk dapat

memperbaiki kualitas citra digital tersebut.

1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang mucul pada percobaan modul 4

mengenai pemrosesan citra fotografi, yaitu:

1. Apa dasar – dasar teori untuk dapat pemrosesan citra fotografi?

2. Bagaimana cara kerja dan prinsip dasar dari parameter –

parameter kamera digital (ISO, aperture, shutter speed)?

Page 10: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

2

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam percobaan modul 4

mengenai pemrosesan citra fotografi, yaitu : 1. Mampu melakukan dan menjelaskan dasar – dasar

pengolahan citra digital seperti konversi citra RGB kecitra

grayscale serta menampilkan histogram citra grayscale untuk dianalisa.

2. Memahami cara kerja dan prinsip dasar dari parameter –

parameter kamera digital (ISO, aperture, shutter speed).

1.4 Sistematika Laporan

Dalam laporan ini terdiri dari beberapa bab, sebagai

berikut : BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan sistematika laporan.

BAB II : Dasar Teori Bab ini menjelaskan tentang teori penunjang yang digunakan

dalam percobaan ini.

BAB III : Metodologi Bab ini menjelaskan secara detail mengenai langkah-langkah

yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan untuk

mendapatkan data keluaran yang dibutuhkan. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini merupakan tindak lanjut dari bab III, setelah

melakukan percobaan dan mendapatkan data maka dilakukan

analisa dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran dalam percobaan

ini.

Page 11: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

3

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Fotografi

Fotografi adalah suatu proses pengambilan gambar

atau citra melalui bantuan cahaya yang dipantulkan objek ke lensa kamera dan kemudian difokuskan kedalam film/sensor

kamera. Fotografi sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam

yang terdiri dari fotografi analog dan fotografi digital.

2.1.1 Fotografi Analog

Fotografi analog adalah proses pengambilan sebuah

citra dimana pada proses pengambilan citra tersebut menggunakan penyimpanan data pada film. Adapun proses

yang diperlukan dalam mencetak hasil foto meliputi

pemotretan, mencuci film, mencetak foto, dan membesarkan

cetakan.

Gambar 2.1 Kamera Analog[1]

2.1.2 Fotografi Digital

Fotografi digital adalah salah satu cabang fotografi yang menggunakan sensor cahaya untuk menangkap citra yang

difokuskan oleh lensa serta menggunakan file digital untuk

penyimpan gambar. Citra yang ditangkap kemudian disimpan

Page 12: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

4

dalam bentuk file digital kemudian diproses melalui

pengolahan citra atau color correction, sizing, cropping,

preview, atau dicetak.[1]

Keunggulan menggunakan fotografi digital, adalah citra gambar yang diperoleh dapat ditampilkan, dicetak,

disimpan, dan dimanipulasi menggunakan komputer sesuai

dengan keinginan tanpa melalui proses kimia. Pada dasarnya,

kamera digital adalah divais fotografi biasanya menggunakan kamera DSLR yang terdiri dari lightproof box dengan lensa

diujungnya, dan sensor citra digital.[1]

Gambar 2.2 Proses Pengambilan Citra pada Kamera DSLR[1]

2.2 Kamera Digital

Kamera digital menggunakan sensor CCD atau CMOS untuk menangkap gambar dan sebuah lensa tunggal untuk

melihat hasil gambar serta merekam gambar. Untuk melihat

hasil kira-kira gambar yang akan difoto, kita dapat melihat di

jendela bitik atau view finder. Setelah melihat kasil kira-kira yang diinginkan. Tekan tombol shutter, maka mirror akan

terangkat dan jendela terbuka. Sehingga cahaya dari lensa

akan diteruskan menuju sensor. Maka hasil proyeksi gambar

ini yang nantinya diolah oleh kamera dan menjadi sebuah foto.

Page 13: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

5

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Kamera DSLR[2]

Adapun komponen penting yang terdapat pada kamera

digital yang meliputi :

a. Focal Length

Focal length merupakan jarak antara lensa dan bidang

focal atau sensor kamera dimana foto akan terbentuk. Jarak focal length dinyatakan dalam satuan milimeter. Dari sudut

pandang praktis, focal length merupakan nilai dari perbesaran

lensa. Semakin panjang focal lenght, maka semakin besar perbesaran objeknya.[2]

Gambar 2.4 Prinsip Kerja Focal Length[2]

Page 14: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

6

b. Shutter Speed

Shutter speed merupakan waktu yang dibutuhkan oleh

shutter kamera untuk membuka dan menutup kembali dalam mengambil gambar objek. Expossure citra ditentukan dari

kombinasi shutter speed dan bukaan apperture. Pada user

interface kamera, shutter speed ditampilkan dalam fraksi satu detik. yaitu: 1 ; 2 ; 4 ; 8 ; 15 ; 30 ; 60 ; 125 ; 250 ; 500 ; 1000 ;

2000 ; dan B. .Angka 1 berarti shutter membuka dengan

kecepatan 1/1 detik. Angka 2000 berarti shutter membuka

dengan kecepatan 1/2000 detik, dan seterusnya. B atau bulb berarti kecepatan tanpa batas waktu (shutter membuka selama

shutter release ditekan). Fotografer menggunakan shutter

speed untuk menangkap objek bergerak. Misalnya objek mobil yang difoto akan menghasilkan citra blur ketika menggunakan

shutter speed rendah misalnya 1/8. Di sisi lain, shutter speed

yang besar misalnya 1/1000 mampu menangkap citra baling -

baling helikopter yang berputar dengan jelas[3].

c. Apperture

Apperture adalah bukaan lensa yang diatur dengan

melakukan setingan iris atau diafragma yang memungkinkan pengaturan jumlah cahaya masuk ke dalam sensor. Semakin

besar apperture, maka semakin banyak cahaya yang masuk ke

dalam lensa. Ukuran apperture dinyatakan dalam satuan f stops. Angka -angka ini tertera pada lensa yang terdiri dari 1.4

; 2 ; 2.8 ; 4 ; 5.6 ; 8 ; 11 ; 16 ; 22 dan seterusnya. Angka -

angka tersebut menunjukkan besar kecilnya bukaan diafragma

pada lensa. Aperture 12 digunakan untuk menentukan intensitas cahaya yang masuk. Semakin besar f-stops, semakin

kecil bukaan aperture, sehingga cahaya yang masuk semakin

sedikit. Sebaliknya, semakin kecil f/angka semakin lebar bukaan diafragmanya sehingga cahaya yang masuk semakin

banyak[4].

d. International Standarts Organization (ISO)

ISO (International Standarts Organization) pada

kamera merupakan benchmark rating yang menunjukkan nilai

kuantitatif sensitivitas dari film kamera. Semakin tinggi rating

ISO, semakin sensitif film terhadap cahaya, sehingga semakin

Page 15: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

7

sedikit cahaya yang diperlukan untuk mengambil objek.

Hampir semua kamera DSLR memiliki setting ISO dari 100

sampai 3200. Pada setting ISO 400 keatas, beberapa kamera mengalami kesulitan untuk mempertahankan konsistensi

expossure tiap satuan piksel pada citra. Untuk meningkatkan

sensitivitas sensor pada kondisi tersebut, kamera meningkatkan tegangan input dari tiap elemen sensor sebelum

dikonversi menjadi sinyal digital. Pada saat sinyal elektrik dari

tiap elemen diamplifikasi, terjadi anomali pada piksel dengan

warna gelap. Hasil dari piksel sporadis dengan nilai kecerahan yang tidak sesuai disebut sebagai digital noise[5].

2.3 Pengolahan Citra Secara umum, istilah pengolahan citra digital

menyatakan “pemrosesan gambar berdimensi-dua melalui

komputer digital” (Jain, 1989). Menurut Efford (2000),

pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi

citra dengan berbagai cara. Foto adalah contoh gambar

berdimensi dua yang bisa diolah dengan mudah. Setiap foto dalam bentuk citra digital (misalnya berasal dari kamera

digital) dapat diolah melalui perangkat-lunak tertentu. Sebagai

contoh, apabila hasil bidikan kamera terlihat agak gelap, citra dapat diolah agar menjadi lebih terang. Dimungkinkan pula

untuk memisahkan foto orang dari latar belakangnya.

Gambaran tersebut menunjukkan hal sederhana yang dapat

dilakukan melalui pengolahan citra digital. Tentu saja, banyak hal lain yang lebih pelik yang dapat dilakukan melalui

pengolahan citra digital.

a. Representasi Citra Warna

Citra digital dibentuk oleh kumpulan titik yang dinamakan piksel (pixel atau “picture element”). Setiap piksel

digambarkan sebagai satu kotak kecil. Setiap piksel

mempunyai koordinat posisi. Sistem koordinat yang dipakai

untuk menyatakan citra digital ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Page 16: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

8

Gambar 2.5 Sistem koordinat citra berukuran M x N

(M baris dan N kolom)

Dengan sistem koordinat yang mengikuti asas

pemindaian pada layar TV standar itu, sebuah piksel

mempunyai koordinat berupa (x, y). Dalam hal ini,

x menyatakan posisi kolom;

y menyatakan posisi baris;

piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat (0, 0) dan

piksel pada pojok kanan-bawah mempunyai koordinat (N-

1, M-1).

Sebagai contoh, citra yang berukuran 12x12 yang

terdapat pada Gambar 4.5(a) memiliki susunan data seperti

terlihat pada Gambar 4.5(b). Adapun Gambar 2.3 menunjukkan contoh penotasian f(y,x). Berdasarkan gambar

tersebut maka:

f(2,1) bernilai 6

f(4,7) bernilai 237

Pada citra berskala keabuan, nilai seperti 6 atau 237 dinamakan sebagai intensitas.[7]

Page 17: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

9

(a) Citra berukuran 12 x 12 (b) Data penyusun citra 12 x 12

Gambar 2.6 Citra dan Nilai Penyusun Piksel

Gambar 2.7 Notasi Piksel Dalam Citra

[4]

b. Mengubah Citra Warna Menjadi Citra Gray-Scale

Proses awal yang banyak dilakukan dalam image

processing adalah mengubah citra berwarna menjadi citra gray-scale, hal ini digunakan untuk menyederhanakan model

citra. Seperti telah dijelaskan di depan, citra berwarna terdiri

dari 3 layer matrik yaitu R-layer, G-layer dan Blayer. Sehingga untuk melakukan proses-proses selanjutnya tetap

diperhatikan tiga layer di atas. Bila setiap proses perhitungan

dilakukan menggunakan tiga layer, berarti dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan

mengubah 3

Page 18: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

10

layer di atas menjadi 1 layer matrik gray-scale dan hasilnya

adalah citra grayscale. Dalam citra ini tidak ada lagi warna,

yang ada adalah derajat keabuan[8]. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing R, G

dan B menjadi citra grayscale dengan nilai S, maka konversi

dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G dan B sehingga dapat dituliskan menjadi:

(2.1)

c. Histogram

Histogram citra merupakan tool yang digunakan untuk

mengetahui sebaran tingkat keabuan suatu citra. Informasi sebaran tingkat keabuan tersebut sangat bermanfaat untuk

memisahkan objek dengan latar belakang dari suatu citra[9].

Misalnya suatu citra dengan ukuran matrik 8 x 8, dengan tingkat keabuan antara 0 sampai dengan 7.

Gambar 2.8 Frekuensi Tingkat Keabuan

[5]

Page 19: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

11

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat Percobaan Adapun alat – alat yang digunakan dalam melakukan

percobaan antara lain:

1. Kamera Digital SLR 2.Tripot

3. PC/notebook terinstal MATLAB

4. Objekfotografi

3.2 Prosedur Percobaan

Langkah – langkah percobaan modul 4 mengenai

pemrosesan citra fotografi, yaitu : 1. Kamera digital disiapkan beserta objek fotografi yang steady.

2. Setiap pengambilan gambar dilakukan variasi pengaturan ISO,

shutter speed dan aperture , sedangkan resolusi dan focal length dikondisikan sama. (minimal 7 kali pengambilan

gambar, setiap pengambilan gambar dicatat ISO, shutter speed

dan aperture-nya yang digunakan). 3. Berdasarkan hasil gambar yang diperoleh, dipilih sebuah hasil

gambar terbaik dimana nilai ISO dan aperture-nya digunakan

sebagai acuan untuk pengambilan gambar selanjutnya.

4. Langkah selanjutnya dilakukan pengolahan citra dari hasil

citra gambar fotografi yang didapatkan diubah kedalam warna

grayscale menggunakan software MATLAB.

5. Setalah warna gambar diubah ke dalam grayscale, citra gambar dianalisa ke dalam histogram grayscale .

6. Hasil histogram grayscale pada citra dengan kombinasi AF,

ISO, SS dianalisa dan dibandingkan dengan teori.

Page 20: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

12

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data Pada percobaan P4 ini dilakukan percobaan mengenai

pengolahan citra dan fotografi. Pada percobaan ini akan dilihat

apa fungsi dari parameter-parameter pada kamera selaras dengan teori yang telah diketahui selama ini. Parameter yang dimaksud

adalah Apperture, ISO, dan Shutter Speed. Dari percobaan yang

dilakukan di dapatkan 21 data gambar untuk 21 kombinasi yang berbeda.

Tabel 4.1 Citra kamera dengan 21 kombinasi parameter

Perubahan

Apperture

Perubahan ISO Perubahan Shutter

Speed

AF 10; ISO 800;

SS 1/25

AF 10; ISO 100; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/25

AF 9; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 200; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/20

AF 8; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 400; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/15

Page 21: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

13

AF 7.1; ISO 800;

SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/13

AF 6.3; ISO 800;

SS 1/25

AF 10; ISO 1600;

SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/10

AF 5.6; ISO 800;

SS 1/25

AF 10; ISO 3200;

SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/8

AF 5; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 6400;

SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/6

Page 22: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

14

Tabel 4.2 Histogram dari citra kamera yang telah diberi filter

grayscale

Perubahan Apperture

Perubahan ISO Perubahan Shutter Speed

AF 10; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 100; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/25

AF 9; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 200; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/20

AF 8; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 400; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/15

AF 7.1; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/13

Page 23: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

15

AF 6.3; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 1600;

SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/10

AF 5.6; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 3200; SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS

1/8

AF 5; ISO 800; SS

1/25

AF 10; ISO 6400;

SS 1/25

AF 10; ISO 800; SS 1/6

Gambar 4.1 Grafik perubahan Apperture terhadap nilai pixel

terbanyak

93 114

152 166 177 189

203

Nilai pixel terbanyak

Perubahan Apperture

Page 24: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

16

Gambar 4.2 Grafik perubahan ISO terhadap nilai pixel terbanyak

Gambar 4.3 Grafik perubahan Shutter Speed terhadap nilai pixel

terbanyak

4.2 Pembahasan 4.2.1 Karina Anggraeni (2414105021)

Praktikum dilakukan dengan perubahan ISO, Shutter

speed dan Apperture. Ukuran satuan Apperture dinyatakan dalam satuan f–stops. Dalam teorinya semakin besar nilai f-stops,

semakin kecil bukaan diafragma, sehingga cahaya yang masuk

semakin sedikit. Ketika cahaya yang masuk sedikit maka citra yang dihasilkan gelap. Sebaliknya, jika nilai f-stops semakin

kecil,maka citra yang dihasilkan terang. Hasil praktikum

perubahan Apperture sudah sesuai dengan teorinya bahwa dari

13 25 46

93

158

197 229

Nilai pixel terbanyak

Perubahan ISO

93 122

154 164 181 192

209

Nilai pixel terbanyak

Perubahan Shutter Speed

Page 25: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

17

apperture yang besar diubah semakin kecil maka citra yang

dihasilkan semakin terang. Apperture paling besar yaitu 10

menghasilkan citra paling gelap, sedangkan apperture paling

kecil yaitu 5 menghasilkan citra paling terang. Hasil histogram menunjukkan tingkat keabuan dari sebuah citra. Nilai histogram

dari 0 – 255. Semakin mendekati 255 maka tingkat keabuannya

tinggi berarti citranya terang. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai apperture maka frekuensi tingkat

keabuan tinggi (mendekati 255) semakin banyak. Hal ini

menunjukkan gambar yang dihasilkan terang pada nilai apperture kecil. Tingkat keabuan berbanding terbalik dengan perubahan

apperture.

ISO merupakan benchmark rating yang menunjukkan

nilai kuantitatif sensitivitas dari film kamera. Semakin tinggi nilai ISO, semakin sensitif film terhadap cahaya, sehingga semakin

terang citra yang dihasilkan. Hasil praktikum yang dilakukan

menunjukkan bahwa semakin besar nilai ISO, citra yang dihasilkan semakin terang. Hal ini sudah sesuai dengan teorinya.

Dari Gambar 4.2 menunjukkan bahwa perubahan ISO semakin

tinggi maka tingkat keabuannya juga tinggi dan frekuensi tingkat keabuan tinggi semakin banyak. Hal ini menunjukkan citra yang

terang dihasilkan pada ISO tinggi. Tingkat keabuan berbanding

lurus dengan perubahan ISO.

Shutter speed merupakan waktu yang dibutuhkan oleh shutter kamera untuk membuka dan menutup kembali dalam

mengambil gambar objek. Nilai shutter speed yang besar maka

shutter akan membuka terus selama shutter release ditekan. Dalam teorinya semakin besar nilai shutter speed maka citra yang

dihasilkan semakin gelap dan sebaliknya. Hasil praktikum

menunjukkan bahwa semakin kecil nilai shutter speed maka citra

yang dihasilkan semakin terang. Hal ini sudah sesuai dengan teorinya. Dari Gambar 4.3 menunjukkan bahwa perubahan

shutter speed semakin kecil maka frekuensi tingkat keabuan

tinggi makin banyak. Hal ini menunjukkan citra yang terang dihasilkan pada shutter speed kecil. Tingkat keabuan berbanding

terbalik dengan perubahan shutter speed.

Page 26: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

18

4.2.2 Nufiqurakhmah (2414105026)

Hasil eksperimen yang dilakukan sudah sesuai dengan

teori. Pada pengambilan foto dengan pengaturan pada apperture.

Semakin besar angka apperture, maka semakin sempit bukaan lensa sehingga semakin sedikit cahaya yang masuk. Hal ini

berpengaruh pada hasil gambar yang semakin gelap. Begitu pun

sebaliknya. Nilai apperture juga berpengaruh pada pada depth of field / area tajam. Semakin besar angka apperture maka luas area

ketajaman / fokus semakin sempit, begitu pun sebaliknya. Hal ini

dibuktikan dalam praktikum. Semakin kecil nilai apperture, gambar semakin terang dan semakin banyak area tajam / fokus

serta semakin sedikit area blur. Hasil histogram grayscale juga

menunjukkan bahwa semakin terang gambar (angka apperture

kecil) maka skala pada histogram semakin mendekati angka 255. Grafik pada Gambar 4.1 menunjukkan angka apperture

berbanding terbalik dengan nilai pixel terbanyak.

Pada pengambilan foto kedua dilakukan pengaturan pada rating ISO dimana rating ISO berbanding lurus dengan tingkat

kecerahan gambar. Hasil eksperimen telah sesuai dengan teori.

Semakin tinggi rating ISO maka gambar semakin cerah. Hasil histogram grayscale juga menunjukkan bahwa daerah terang

semakin mendekati skala 255 seiring bertambah tingginya rating

ISO. Gambar 4.2 menunjukkan rating ISO berbanding lurus

dengan nilai pixel terbanyak. Pengambilan gambar ketiga dilakukan pengaturan shutter

speed atau lamanya shutter terbuka untuk merekam cahaya yang

masuk melalui lensa. Nilai shutter speed dinyatakan dalam 1/x detik. Semakin kecil nilai x maka shutter speed semakin besar.

Hal ini menyebabkan semakin lama shutter terbuka, semakin

banyak cahaya yang masuk sehingga gambar semakin cerah.

Begitu pun sebaliknya. Eksperimen yang dilakukan sesuai dengan teori. Hasil histogram menunjukkan semakin besar nilai shutter

speed (1/x) maka semakin banyak area cerah (mendekati 255).

Grafik pada Gambar 4.3 menunjukkan angka shutter speed (dalam pembahasan ini adalah x) berbanding terbalik dengan

jumlah pixel terbanyak.

Page 27: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

19

4.2.3 Angkik Pandu Rizky (2414105052)

Dari data yang telah didapatkan dengan merubah tiga

variabel yang terdiri dari ISO, Apperture dan Shutter Speed dapat

mempengaruhi hasil citra yang didapatkan. Pada Tabel 4.1

didapatkan hasil perubahan pada apperture jika nilai apperture

naik maka akan semakin gelap. Perubahan pada ISO jika semakin

tinggi nilai tersebut maka akan menyababkan cahaya akan masuk semakin banyak, sehingga akan menyebabkan hasil dari citra

tersebut akan semakin cerah dan perubahan kenaikkan nilai pada

SS akan meyebabkan hasil dari citra akan semakin gelap. Hasil citra yang dijelaskan pada Tabel 4.1 tersebut tidak lepas dari hasil

histogram yang dijelaskan pada Tabel 4.2, dimana hasil tersebut

merupakan histogram dari hasil cintra yang telah diberikan filter

grayscale, sehingga akan menunjukkan hasil grafik histogram pada citra tersebut. Jika hasil percobaan tersebut dibandingkan

dengan teori maka hasilnya dari percobaan yang telah dilakukan

sudah sesuai dengan teori yang ada. Apabila nilai apperture tersebut naik maka hasil citra akan semakin gelap, saat perubahan

pada nilai ISO naik maka citra yang dihasilkan akan semakin

terang, dan nilai shutter speed dinaikkan maka hasil citra tersebut

akan semakin gelap.

4.2.4 Devic Oktora (24131060007)

Dari data yang didapatkan bahwa perubahan Apperture,

ISO, dan Shutter Speed juga mempengaruhi perubahan kegelapan dari citra kamera. Kegelapan dari citra kamera yang diukur

berdasarkan nilai pixle grayscale. Nilai dari grayscale dari 0

sampai 255,dimana 0 mewakili hitam total dan 255 putih total. Dari Perubahan Apperture dari 10-5 memiliki perubahan dari

gelap ke terang. Secara kualitatif semakin kecil nilai dari

Apperture atau AF maka semakin putih/terang. Secara kuantitatif

dapat diperlihatkan dengan hasil histogram dari tiap gambar yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 dan dapat dilihat dengan sederhana

pada Gambar 4.1. Dari histogram dapat dilihat bahwa semakin

kecil nilai AF bentuk dari histogram tidak jauh berubah hanya bergeser ke arah yang lebih terang. ISO merupakan nilai dari

Page 28: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

20

sensitivitas dari sensor yang dipakai, kamera yang digunakan

memiliki ISO dari 100-6400. Perubahan nilai ISO dari kecil ke

besar memberikan perubahan citra dari gelap ke terang. Dilihat

dari hasil citra bahwa pada saat setting ISO 100 memiliki citra yang gelap dan semakin naik nilai ISO semakin terang hasil citra

kameranya ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Hasil histogram yang

ditunjukkan oleh Tabel 4.2 juga memiliki hasil yang selaras, dari pembacaan histogram ditunjukkan bahwa semakin besar nilai ISO

maka citra memiliki nilai grayscale yang tinggi dimana juga

ditunukkan pada Gambar 4.2. Bentuk dari histogram pada perubahan ISO memiliki bentuk yang menyempit pada ISO kecil

dan semakin lebar pada ISO besar dan memiliki nilai besar.

Shutter Speed merupakan nilai kecepatan shutter yang

ditunjukkan dengan nilai 1/detik. Dimana pada saat nilai shutter speed 1/25 maka memliki citra yang gelap dibanding dengan

shutter speed 1/6. Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil histogram

dan juga gambar 4.3. Dari ketiga hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa teori tentang fotografi dapat dibuktikan dengan

percobaan yang telah dilakukan. Dimana saat nilai AF naik maka

citra semakin gelap, saat nilai ISO naik citra semakin terang, dan saat SS naik maka citra semakin gelap.

4.2.5 Sirojulaili (2413106009)

Dari hasil data pada table 4.1 menujukan bahwa

perubahan Apperture, ISO, dan Shutter Speed. Nilai apperture ini diafragma yang memungkinkan pengaturan jumlah cahaya masuk

ke dalam sensor (intensitas cahaya yang masuk). Semakin besar

apperture, maka semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa. Ukuran apperture ini dinyatakan dalam satuan f-stops. ISO

(International Standarts Organization) pada kamera

menunjukkan nilai kuantitatif sensitivitas dari film kamera.

Semakin tinggi nilai ISO, maka semakin sedikit cahaya yang diperlukan untuk mengambil objek. Shutter speed merupakan

waktu yang dibutuhkan oleh shutter kamera untuk membuka dan

menutup kembali dalam mengambil gambar objek. Semakin tinggi nilai shutter speed maka semakin jelas obyek gambar yang

dihasilkan. Dan ini biasa di buktikan dengan melihat data

Page 29: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

21

praktikum pada gambar 4.3. ini menunjukan bahwa nilai Shutter

speed semakin kecil maka nilai keabuan semakin tinggi. Dari

table 4.2 menujukan bahwa pembacaan histogram yang di dapat

adalah semakin tinggi nilai dari suatu grayscel maka nilai ISO yang di peroleh akan semakin besar. grafik histogram yang di

tunjukan dapat dilihat bahwa pada konsentrasi foto, maka range

nilai tingkat keabuan kecil. Sedangkan apabila konsentrasi foto semakin tinggi, maka range nilai tingkat keabuan semakin besar.

Page 30: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

22

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa: 1. Dasar pengolahan citra digital dilakukan dengan konversi

citra RGB ke citra grayscale. Grayscale dapat digunakan

untuk melihat secara kuantitatif apakah citra dari kamera

gelap atau terang dengan bantuan dari histogram.

2. Ada tiga variabel yang dapat mempengaruhi citra kamera,

yaitu Apperture, ISO, dan Shutter Speed. Semakin besar nilai Apperture dan Shutter Speed maka semakin gelap citra

yang dihasilkan. Semakin besar ISO maka semakin terang

citra yang dihasilkan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk pengolahan citra

pada fotografi ini adalah: 1. Sebaiknya dilakukan pengaturan fokus pada kamera

sebelum dilakukan pengambilan gambar.

2. Pengambilan gambar dilakukan di lokasi yang berbeda sehingga diketahui perbedaan dari beberapa citra oleh

parameter tertentu pada kamera.

3. Sebaiknya dilakukan pengambilan gambar yang bergerak sehingga mengetahui pengaruh parameter shutter speed

pada kamera.

Page 31: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

23

DAFTAR PUSTAKA

[1] Apple. Aperture Digital Photography Fundamentals. Apple

Computer Inc. 2005 : 7-12

[2] Imaging Source. Calculating the Focal Length-The Parameter You Need. The Imaging Source Technology

based on Standarts. Germany. 2006 :5

[3] Moloney Kevin. Shutter Speed. University of Colorado.

2008[pdf](URL:http://www.colorado.edu/Journalism/photojournalism/tech.pdf accessed on October 27 2011)

[4] W Piston David. Choosing Objective Lenses:The

Importance of Numerical Aperture and Magnification in Digital Optical Microscopy. Department of Physiology and

Biophysics. Vandrbilt University. 1998:2-3

[5] SLR Digital Photography. What is ISO setting on your digital SLR (DSLR) camera and how do you use it?. 2011

(html)

(http://www.slrphotographyguide.com/camera/settings/iso.s

html accessed on October 27 2011) [6] Purnomo Mauridhi Hery dan Arif Muntasa. 2010. Konsep

Pengolahan Citra Digital dan Ekstraksi Fitur. Graha Ilmu.

Halaman 29-31 (citra warna) dan 148 – 161 (deteksi tepi) [7] Kadir, Abdul. Susanto, Adhi. 2012. Pengolahan Citra Teori

dan Aplikasi. Penerbit Andi. Halaman 12-14

[8] Ramadijanti Nana, Achmad Basuki dan Riyanto Sigit.

2008. Modul Ajar D4 Teknologi Informasi Praktikum Pengolahan Citra. PENS-ITS. Halaman 35-36.

[9] Dwayne Phillips, (2000), “Image Processing In”, C R & D

Publications, Second Edition.17

Page 32: Laporan Praktikum Teknik Optik p4

24

LAMPIRAN A

KONTRIBUSI ANGGOTA KELOMPOK

No Nama NRP Kontribusi

1 Karina Anggraeni 2414105021 Abstrak,Abstract,

Editor

2 Nufiqurakhmah 2414105026 Paper

3 Angkik Pandu Rizky 2414105052 Bab 2

4 Devic Oktora 2413105007 Bab 4 Hasil

Percobaan

5 Sirojulaili 2413105009 Bab 1,Bab 3