Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

85
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 17 Kelompok 9 Tutor : dr. Liniyati D. Oswari M.Sc. Virdhanitya Vialetha 04011381320045 Dwina Yunita Marsya 04011381320051 Hendri Fauzik 04011181320021 Ha Sakinah Se 04011181320027 Anita Pradiastuti 04011281320015 Shepty Ira Luthfia 04011281320021 Rikka Wijaya 04011281320037 Stefanie Angeline 04011381320005 Chyntia Tiara Putri 04011181320047 Aprilia Kartini 04011181320049 Patima Sitompul 04011181320069 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2015

description

laporan tutorial

Transcript of Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Page 1: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 17

Kelompok 9Tutor : dr. Liniyati D. Oswari M.Sc.

Virdhanitya Vialetha 04011381320045Dwina Yunita Marsya 04011381320051Hendri Fauzik 04011181320021Ha Sakinah Se 04011181320027Anita Pradiastuti 04011281320015Shepty Ira Luthfia 04011281320021Rikka Wijaya 04011281320037Stefanie Angeline 04011381320005Chyntia Tiara Putri 04011181320047Aprilia Kartini 04011181320049Patima Sitompul 04011181320069

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2015

Page 2: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

laporan tutorial skenario B blok 17 ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial,

yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok IX tutorial, dan juga

teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan.

Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan

penyusun lakukan.

Palembang, 17 April 2015

Penyusun

Kelompok Tutorial IX

2

Page 3: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ..............................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................3

KEGIATAN TUTORIAL .........................................................................................4

PEMBAHASAN TUTORIAL...................................................................................5

SKENARIO ...............................................................................................................5

I. KLARIFIKASI ISTILAH ......................................................................................6

II. IDENTIFIKASI MASALAH ...............................................................................8

III. ANALISIS MASALAH ......................................................................................9

IV. SINTESIS ...........................................................................................................41

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPATOBILIER.............................................41

2. KOLANGITIS....................................................................................................45

3. KOLEDOKOLITIASIS.......................................................................................49

VI. KERANGKA KONSEP ......................................................................................54

VII. KESIMPULAN .................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................56

3

Page 4: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

KEGIATAN TUTORIAL

Ruang : Biokimia

Tutor : dr. Liniyati D. Oswari M.Sc.

Moderator : Elmo Saviro H.

Sekretaris Meja : Dwina Yunita Marsya

Pelaksanaan :

1. 13 April 2014 (Pukul. 13.00-15.30 WIB)

2. 15 April 2014 (Pukul. 13.00-15.30 WIB)

Peraturan selama tutorial :

1. Tidak menggunakan alat telekomunikasi, selain untuk kepentingan kegiatan tutorial

(seperti mencari sumber literatur)

2. Boleh minum, dilarang makan

3. Bila hendak ke WC harus izin terlebih dahulu

4

Page 5: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Skenario B Blok 17 Tahun 2014

Ny. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang

hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut

kanan atas yang menjalar ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan

bertambah berat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang nyeri.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata

dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,

Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39,0°C

BB: 80 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik:

Kepala: Sklera ikterik

Leher dan thoraks dalam batas normal.

Abdomen: Inspeksi: datar

Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy’s sign (+), hepar dan

lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai

Perkusi: shifting dullness (-)

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm3, Trombosit: 329.000/ mm3, LED:

77 mm/jam

Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl, Bil.indirek: 0,55

mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l

Amilase: 40 unit/L, Lipase: 50 unit/L

5

Page 6: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

I. KLARIFIKASI ISTILAH

Nyeri perasaan menderita yang disebabkan oleh rangsangan ujung-ujung saraf khusus.

Demam peningkatan suhu tubuh diatas 37,2° C.

Menggigil tubuh gemetar secara involunter.

Mual sensasi tidak menyenangkan secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah.

Gatal sensasi kulit yang tidak nyaman, menimbulkan keinginan untuk menggaruk kulit.

Murphy’s sign

pemeriksaan untuk menunjang cholesistitis.

Sklera ikterik

warna kekuningan pada sklera akibat penumpukan bilirubin pada jaringan.

Shifting dullness

suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya cairan bebas dalam rongga abdomen.

Palmar eritema

kemerahan pada telapak tangan.

Akral ujung-ujung ekstremitas.

Bilirubin direk

bilirubin yang telah diambil oleh sel hati dan terkonjugasi.

Bilirubin indirek

bilirubin yang larut dalam lemak yang bersirkulasi dengan asosiasi longgar dengan protein.

SGOT (serum glutamic-oxaloacetic transaminase) adalah enzim yang terdapat dalam tubuh terutama jantung dan hati, dapat meningkat pada infark miokard dan kerusakan akut pada sel hati.

SGPT (serum glutamic-piruvic transaminase) adalah enzim yang secara normal dijumpai pada serum dan jaringan tubuh terutama pada hati, dilepaskan ke dalam serum diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

Fosfatase Alkali

enzim yang diproduksi terutama oleh sel hati dan osteoblast yang berasal dari usus dan disekresikan melalui sel empedu.

Amilase enzim yang mengkatalisis peristiwa hidrolisis zat tepung menjadi yang lebih kecil.

Lipase enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari trigliserida dan fosfolipid.

6

Page 7: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

I. IDENTIFIKASI MASALAH

7

Page 8: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

II. ANALISIS MASALAH

8

No. Masalah Prioritas

1 Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil.

VVV

2 Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.

3 Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

4 Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

Tanda vital: TD 110/70 mmHg, nadi 106 x/mnt, RR 24 x/mnt, suhu 39,0° C

BB: 80 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik:

Kepala: sklera ikterik

Leher dan thoraks dalam batas normal

Abdomen :Inspeksi: datar

Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy’s sign (+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu sulit dinilai

Perkusi: shifting dullness (-)

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

5 Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm3, Trombosit: 329.000/ mm3, LED: 77 mm/jam

Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl, Bil.indirek: 0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l

Amilase: 40 unit/L, Lipase: 50 unit/L

Page 9: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

1. Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan

atas yang hebat, disertai demam dan menggigil.

a) Sebutkan regio-regio yang ada di abdomen beserta isinya.

Jawab:

a. Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas: Hepar, Vesica fellea,

duktus billiaris, dan sebagian kecil kolon ascendens

b. Epigastrium, regio yang berada di ulu hati: Gaster, Hepar, Colon

transversum

c. Hypochondrium sinistra, regio yang berada di kiri atas: Gaster, Hepar,

Colon Transversum

d. Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah: Colon ascendens

e. Umbilicalis, regio tengah: Intestinum tenue, Colon transversum

f. Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis: Intestinum tenue, Colon

descendens

g. Inguinalis dextra, regio kanan bawah: Caecum, Appendix vermiformis

h. Hypogastrium / Suprapubicum, regio di tengah bawah: Appendix

vermiformis, Intestinum tenue, Vesica urinaria

i. Inguinalis sinistra, regio kiri bawah: Intestinum tenue, Colon descendens,

Colon sigmoideum

b) Apa etiologi dari:

a. nyeri perut kanan atas yang hebat?

Jawab:

9

Page 10: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Kemungkinan penyebab terjadinya nyeri pada organ-organ yang terletak pada

bagian kanan atas adalah :

Akibat gangguan hati, radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta

kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Nyeri kantung empedu bersifat

nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering

memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods).

Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai

menembus kebelakang, kemungkinan gangguan ginjal harus dicurigai.

Gangguan ginjal salah satunya menyebabkan kolik renal atau gangguan nyeri

disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal,

yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat

menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal

dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri.

Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat,

tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat

makan.

b. demam,

Jawab:

infeksi (bakteri, virus, parasit)

non infeksi, seperti kanker, tumor

demam fisiologis (penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas),

demam tanpa penyebab yang jelas

pembentukan panas berlebih, keadaan hipermetabolik

Kemungkinan pada kasus tersebut, Ny. W adanya inflamasi dan infeksi.

c. menggigil?

Jawab:

Etiologi menggigil biasanya mengiringi etiologi dari demam seperti infeksi, atau

suhu udara yang rendah.

c) Bagaimana mekanisme dari:

a. nyeri perut kanan atas yang hebat?

Jawab:

10

Page 11: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Nyeri perut kanan atas sering disebabkan oleh kolesistitis (radang empedu),

kolelitiasis, hepatitis, hepatoma, abses hepar, kelainan-kelainan pada pankreas,

dan juga penyakit pada usus besar.

Batu Empedu. Kantung empedu itu letaknya dibawah hati di perut kanan bagian

atas. Batu dalam kandung empedu atau “kolelitiasis” dapat menimbulkan rasa

nyeri apabila batu bergerak ke dalam saluran empedu dan menghambat aliran

empedu, yang akan menyebabkan inflamasi (pembengkakan) kandung empedu.

Biasanya nyerinya terasa hebat, disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi,

mual dan muntah. Nah, inflamasi yang disebabkan oleh batu empedu ini disebut

dengan kolesistitis atau radang empedu. Faktor resiko terjadinya batu empedu itu

adalah wanita, subur, berumur 40 tahun ke atas, dan gemuk atau sering disebut

dengan 4F (Female, Fertile, Forty, Fat). Selain itu, kanker kandung empedu juga

dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas.

Pada kasus, Ny. M menderita batu saluran empedu dan kolesistitis. Pada

batu saluran empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica

biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf

yang menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan

nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau

atau daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).

b. demam,

Jawab:

Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari

eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan

pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi

atau non-infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan

endotel untuk melepaskan interleukin(IL)-1, IL-6, Tumor Necrosing Factor(TNF)-

α, dan interferon(IFN)-γ yang selanjutnya akan disebut pirogen endogen/sitokin.

Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik

hipotalamus akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2,

yang selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan

kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjadi

prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara langsung

maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset termostat pada suhu tubuh yang

11

Page 12: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya reaksi terpadu sistem

saraf autonom, sistem endokrin, dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam

(peningkatan suhu).

Pusat panas di hipotalamus dan batang otak kemudian akan mengirimkan

sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sehingga suhu

tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan.

c. menggigil?

Jawab:

Diawali dari demam lalu kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh

sesuai dengan yang diatur oleh hipotalamus dan terjadilah menggigil.

d) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami?

Jawab:

Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female,

Fat, Family.

Forty (Usia lanjut) Batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia

di atas 40 tahun. Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke

bawah. Sekitar 30% lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun

kebanyakan tidak menimbulkan gejala.

Female (Wanita) Wanita lebih banyak terkena batu empedu dibandingkan

pria. Pada wanita insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per

1000 pada pria. Pada wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah

dan batu empedu bisa berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB

juga diduga ikut berperan.

Fat (Obesitas)  Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat

untuk batu empedu, terutama di kalangan wanita. Penelitian menunjukkan

bahwa wanita dengan memiliki BMI lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali

lebih besar untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki

BMI antara 24 s.d. 25.  Risiko meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan

BMI lebih dari 45.

Family (Genetik)  Bila keluarga inti pasien (orangtua, saudara dan anak-

anak) memiliki batu empedu, peluang meningkat 1½ kali lebih mungkin

untuk mendapatkan batu empedu.

12

Page 13: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

e) Apa saja tipe-tipe nyeri pada abdomen?

- Nyeri visceral.

Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh

serat saraf autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan

kontraksi. Nyerinya tidak terlokalisasi dan cenderung dialihkan ke daerah-

daerah yang memiliki asal embrional yang sama dengan daerah yang terkena.

Struktur Foregut (lambung, duodenum, hati, dan pankreas) menyebabkan

nyeri abdomen atas. Struktur Midgut (usus halus, kolon proximal, dan

appendiks) menyebabkan nyeri periumbilical. Struktur Hindgut (kolon distal

dan traktus GU) menyebabkan nyeri abdomen bawah.

- Nyeri somatik.

Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh

saraf somatik, yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses

inflamasi lainnya. Nyeri somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.

- Nyeri alih (Reffered Pain).

Nyeri alih adalah nyeri yang jauh dari sumber lesinya dan hasil dari

konvergensi dari serat saraf di saraf tulang belakang. Contoh yang paling

umum adalah nyeri pada scapula karena kolik bilier, nyeri perut karena kolik

ginjal dan nyeri bahu karena darah atau infeksi pada diafragma.

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar

sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan

bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat

penghilang nyeri.

a) Bagaimana mekanisme penjalaran nyeri perut atas sampai ke bahu?

Jawab:

Nyeri pada perut kanan atas dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi

vesica felea yaitu, plexus coeliacus. Plexus ini mempunyai hubungan dengan

n.suprascapularis sehingga nyeri pada plexus ini bisa juga dirasakan oleh

n.suprascapularis yang mempersarafi otot pada belikat kanan (bahu sebelah

kanan).

Sebenarnya, nyeri yang terjadi pada penderita obstruksi jaundice merupakan

nyeri yang menyebar atau (reffered pain). Obstruksi jaundice menyebabkan nyeri

13

Page 14: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan

berjalan melalui plexus coeliacus dan nervus splanchircus major menuju ke

medula spinalis. Peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, maka

nyeri ini bisa menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior

abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini akan menyebabkan:

1. Nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan atas dan berjalan ke punggung

bawah angulus inferior scapula.

2. Radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi

oleh nervus phrenicus (C3, C4, C5), akan menyebabkan nyeri di daerah bahu

sebab kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervi supraclavicularis (C3,

C4).

b) Mengapa nyerinya hilang timbul?

Jawab:

Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang

menjalar ke daerah punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstruksi

batu di daerah leher kandung empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya

dipengaruhi oleh makanan berlemak dan dapat hilang dengan perubahan posisi

tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi hati normal, kecuali bila

disertai infeksi.

Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus

atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris

akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan

mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran

ke punggung yang disertai muntah.

Nyeri di perut kanan atas merupakan nyeri visceral yang bersifat nyeri alih

(reffered pain). Nyeri visceral diawali oleh distensi organ visceral (vesica felea)

akibat penyumbatan yang terjadi di ductus biliaris. Distensi ini menyebabkan

serabut saraf sensorik afferent visceral melanjutkan sensasi ke medulla spinalis

pada segmen T5-T9 sehingga memberikan rasa sakit pada dermatom tersebut.

Selain itu, nyeri somatic juga dirasakan di sekitar lima daerah intercostals

terbawah yang berhubungan dengan otot dan kulit. Saat ini terjadi cortex tidak

bisa menentukan daerah mana yang terasa sakit. Daerah yang terasa sakit berada

di sekitar bagian kuadran kanan atas sampai ke bawah os scapula.

14

Page 15: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

c) Mengapa nyerinya semakin bertambah bila makan makanan berlemak?

Jawab:

Empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak. Makanan berlemak akan

merangsang pengeluaran empedu dari kandung empedu dan peningkatan

perilstasis duktus. Adannya batu di saluran empedu menyebabkan terjadinya

obstruksi empedu. Hal ini akan semakin memperberat rasa nyeri pada penderita.

d) Bagaimana penyebab dan mekanisme mual?

Jawab:

Penyakit akibat virus, seperti gastroenteritis

Keracunan makanan

Stres, gugup, atau masalah mental lainnya seperti depresi atau gangguan

panik

Obat-obatan seperti antibiotic, pil penunda kehamilan, dan obat jantung

Migrain / sakit kepala sebelah

Serangan jantung

Stroke

Cedera kepala

Alkohol, penyalahgunaan obat atau putus obat

Gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia

Efek samping terapi radiasi

Mekanisme :

a. Kolik bilier yang mengalami peradangan, menyebabkan nausea melalui

aktivasi aferen dari peregangan/distensi trunkus biliaris. Terdapat berbagai

perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti

meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung dan peristalsis. Namun

demikian tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini

menyebabkan mual.

b. Bilirubin yang tidak bisa disekresikan ke duodenum akibat

koledokolitiasis mengakibatkan penumpukan kadar bilirubin di dalam

darah sehingga masuk ke sistemik, bilirubin yang mempengaruhi sistemik

ini dapat merangsang pusat muntah mual di hipotalamus sehingga mual.

e) Apa saja yang tergolong obat-obat penghilang nyeri?

15

Page 16: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Jawab:

1. Obat Analgesik

Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.

a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)

Secara farmakologis praktis OAINS dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal,

diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan OAINS

non salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010).

Contoh:

Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen,

Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate,

Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone,

Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.

b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa

nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.

Contoh :

Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine,

Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate,

Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene,

Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine,

Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone,

Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil (Anchy, 2011).

2. Obat Antipiretik

Obat antipiretik adalah adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh

yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.

Contoh:

Parasetamol dalam paramex,panadol, paracetol, paraco, praxion, primadol, santol,

zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal atau asam salisilat, salisilamida

(Nick, 2010).

f) Bagaimana hubungan antar gejala pada kasus?

Gejala-gejala yang timbul tersebut seluruhnya menunjukkan adanya batu empedu

yang menyumbat saluran empedu/obstruksi saluran empedu.

16

Page 17: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang

timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan

gatal-gatal.

a) Bagaimana mekanisme dari:

a. demam ringan yang hilang timbul,

Jawab:

Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat

menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan

dinding duktus sistikus dan striktur. Inflamasi yang terjadi akan memicu neutrofil

dan sel-sel radang secara kemotaksis. Neutrofil dan sel-sel radang akan memicu

messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain pada system imun kita. Messenger

yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah

IL-1. IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya

fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan

memicu keluarnya Prostaglandin (PG).

Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di

hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang

menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam.

Demam ringan hilang timbul karena proses inflamasi masih ringan dan

belum terjadi sepsis.

b. mata dan badan kuning,

Jawab:

Kemungkinan penyebabnya adalah peningkatan bilirubin di darah dan jaringan.

Mekanisme: Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi

tidak dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan

kedalam darah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam plasma mata dan

badan kuning.

c. BAK seperti teh tua,

Jawab:

Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat

masuk ke duodenum regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik, dalam hal

17

Page 18: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi di plasma

ikut terfiltrasi di ginjal urin berwarna teh tua.

d. BAB seperti dempul,

Jawab:

Dalam kondisi normal, bilirubin terkonjugasi yang telah diproses oleh hepatosit

akan disalurkan ke duodenum melalui saluran empedu. Selanjutnya bakteri usus

akan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin atau urobilinogen.

Sterkobilin inilah yang mewarnai feses sehingga berwarna kuning

kecoklatan.Feses berwarna dempul menunjukkan tidak adanya sterkobilin. Dalam

kasus ini, terjadi obstruksi saluran empedu komunis yang menyebabkan bilirubin

terkonjugasi tidak dapat disalurkan ke duodenum sehingga tidak terjadi

pewarnaan feses oleh sterkobilin.

e. gatal-gatal?

Jawab:

Kemungkinan disebabkan oleh peningkatan garam empedu dalam sirkulasi

sistemik dan endapan garam empedu pada saraf di tepi kulit.

Mekanisme:

Obstruksi saluran empedu → empedu gagal masuk ke duodenum→ bendungan

cairan empedu dalam hati → regurgutasi empedu (bilirubin, garam empedu,

lipid) ke sirkulasi sistemik → peningkatan dan penumpukan garam empedu

dalam sirkulasi → merangsang ujung serabut saraf C pruritoseptif → impuls

dihantarkan sepanjang serabut saraf sensorik → terjadi input eksitasi di kornu

dorsalin susunan saraf tulang belakang → diproses di korteks serebri → timbul

perasaan gatal.

Pruritogen (garam empedu) menyebabkan ujung serabut saraf C

pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan

impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu

dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson

refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik

(substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks

serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak.

b) Bagaimana hubungan antar keluhan pada kasus?

18

Page 19: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Hubungan antar keluhan pada kasus adalah seluruhnya menunjukkan

adanya obstruksi di saluran empedu.

4. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

Tanda vital: TD 110/70 mmHg, nadi 106 x/mnt, RR 24 x/mnt, suhu 39,0° C

BB: 80 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik:

Kepala: sklera ikterik; Leher dan thoraks dalam batas normal

Abdomen : Inspeksi: datar

Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy’s sign (+),

hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu sulit dinilai

Perkusi: shifting dullness (-)

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

a) Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik tersebut?

Jawab:

General Examination Normal Interpretasi

KU: tampak sakit sedang,

compos mentis

TD: 110/70 mmHg <120/<80 mmHg Normal

Nadi: 106x/mnt 60-100x/mnt Takikardi

RR: 24x/mnt 16-24x/mnt Borderline atas

Suhu 39,0°C

BB: 80 kg, TB: 158 cm18,5 – 24,9

BMI: 32,05 (Obesitas tingkat

II)

Sklera ikterik (-) Abnormal

Leher dan thoraks dalam batas

normalNormal

Abdomen: Inspeksi: datar Normal

Palpasi: lemas, nyeri tekan (-) Abnormal19

Page 20: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

kanan atas (+) Murphy’s

sign (+)

Hepar dan lien tidak teraba

Kandung empedu sulit dinilai

Perkusi: shifting dullness (-) (-) Normal

b) Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik tersebut?

Jawab:

- Sklera ikterik

Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak

dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan

kedalam darah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam plasma mata

dan badan kuning.

- Nyeri tekan kanan atas

Nyeri di perut kanan atas merupakan nyeri visceral yang bersifat nyeri alih

(reffered pain). Nyeri visceral diawali oleh distensi organ visceral (vesica

felea) akibat penyumbatan yang terjadi di ductus biliaris. Distensi ini

menyebabkan serabut saraf sensorik afferent visceral melanjutkan sensasi ke

medulla spinalis pada segmen T5-T9 sehingga memberikan rasa sakit pada

dermatom tersebut. Selain itu, nyeri somatic juga dirasakan di sekitar lima

daerah intercostals terbawah yang berhubungan dengan otot dan kulit. Saat ini

terjadi cortex tidak bisa menentukan daerah mana yang terasa sakit. Daerah

yang terasa sakit berada di sekitar bagian kuadran kanan atas sampai ke

bawah os scapula.

c) Bagaimana klasifikasi ikterik?

1.      Ikterus Fisiologis

20

Page 21: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru

lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi

kern ikterus.Ikterus ini memiliki tanda-tanda berikut :

1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir

2. Kadar biliburin Indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup

bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan

3. Kecepatan peningkatan kadar biliburin tidak lebih dari 5 mg% per hari

4. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

5. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

6. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%

Ikterus Fisiologis Yang Berlebihan Pada Bayi Prematur

Kondisi ini ditandai dengan kadar bilirubin sebesar 165µmol/l (10

mg/dl) atau lebih pada hari ke 3 atau 4 dengan puncak konsentrasi pada hari

ke 5 sampai 7 yang kembali ke kadar noermal setelah bebrapa minggu.Bayi

premature berisiko lebih tinggi untuk mengalami kern ikterus.Faktor

penunjangnya antara lain :

1. Keterlambatan ekspresi enzim UPD-GT

2. Waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat

3. Komplikasi seperti hipoksia,asidosis dan hipotermia yang dapat

mengganggu kemamuan mengikat albumin

2.      Ikterus Patologis

Ikterus patologis adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis

dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

Ikterus patologis memiliki tanda-tanda berikut:

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

2. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan

3. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari

4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

5. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg %

21

Page 22: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

3.      Ikterus hemolitik

Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang

disebut eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit

hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu

dan bayi.

a) Inkompatibilitas Rhesus

Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat

karna 15 % penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.Bayi

Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selamanya menunjukkan gejala-

gejala klinik pada waktu lahir  (15-20%).Gejala klinik yang dapat

terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari pertama dan semakin lama

semakin berat disertai anemia yang berat pula.Bila sebelum kelahiran

terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan oedema umum disertai

ikterus dan pembesaran hepar. Terapi yang ditujukan adalah dengan

memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih dalam

serum agar tak menjadi kern ikterus.

b) Inkompatibilitas ABO

Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan darah O

dan bayi memiliki golongan darah A atau lebih jarang dijumpai bayi

memiliki golongan darah B.Inkompatibilitas ABO juga diduga

melindungi janin dari inkomptabilitas Rh karena antibodi A  dan anti-B

ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor ke dalam sirkulasi

maternal.Akibat hemoloisis inkompatibilitas golongan darah

ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan bersifat

ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan dan hepar.Ikterus dapat

menghilang dalam beberapa hari.Kalau hemolisisnya berat seringkali

dilakukan transfusi tukar darah untuk mencegah kern

ikterus.Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin

serum sewaktu-waktu.

c) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit konginetal

Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang

menyerupai erotroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi.Pada penyakit ini

22

Page 23: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

biasanya coombs test biasanya negative.Beberapa penyakit lain yang

termasuk disini adalah sterositosis kongenital,anemia sel

sabit,eliptositosis herediter

4.      Ikterus Obstruktiva

Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan

diluar hepar,akibat obstruksi maka terjadi penumpukan bilirubin tidak

langsung,bila kadarnya melebihi 1 mg% maka dicurigai menyebabkan

obstruksi misalnya pada sepsis,hepatitis neonaturum,pielnefritis,obstruksi

saluran empedu.Penyakit lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktiva

adalah atresia biliaris ekstrahepatika,kista duktus koledokus,fibrosis kistik

pancreas,kelainan-kelainan duodenum adanya pankreas yang menghalangi

pengeluaran bilirubin dalam air kencing dan tinja.

Berdasarkan etiologinya :

1. Prahepatik (Ikterus hemolitik)

Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada

proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik).Peningkatan bilirubin

dapat disebabkan oleh beberapa faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel

darah merah dan toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.

2. Pascahepatik (Obstruktif)

Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin

konjugasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk kedalam aliran

darah,sebagian masuk dalam ginjal dan dieksresikan dalam urine.Sementara

itu sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna

kuning kehijauan serta gatal.sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu

menyebabkan eksresi bilirubin kedalam saluran pencernaan

berkurang,sehingga feses akan berwarna putih keabu-abuan,liat dan seperti

dempul.

3. Hepatoseluler(ikterus hepatik)

Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati mengalami kerusakan,maka

secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga

23

Page 24: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

bilirubin direct meningkat dalam aliran darah.Bilirubin direct mudah

diekresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah larut dalam air,namun

sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.

d) Bagaimana cara pemeriksaan

a. Murphy’s sign

Dapat ditemukan dengan metode palpasi. Pada pemeriksaan palpasi,

penguji meraba bagian kanan subcostal, dan pasien diinstruksikan untuk

mengambil nafas panjang. Hal ini menyebabkan vesica felea bergerak

menurun akibat dari tekanan cavum thorax, dan penguji dapat merasakan

pergerakannya. Gerakan ini akan menimbulkan rasa sakit pada pasien, yang

berarti tanda Murphy bernilai positif. Rasa sakit ini akan menimbulkan

inspiratory arrest, suatu refleks menahan nafas akibat rasa sakit.

Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang

mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam

yang dapat menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa nyeri. Bernafas

dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali lipat

walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasiendengan inflamasi akut kandung

empedu.Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan

manuver ini dan mungkinakan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi

(menarik nafas) ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari

pemeriksa.

b. Kantung empedu

Palpasi Kandung Empedu

- Palpasi midklavikularis kanan, dengan cara seperti palpasi hepar.

c. Shifting dullness

Asites atau cairan berlebih dalam tubuh pada tempat yang tidak

semestinya bisa ada di mana saja, termasuk abdomen. Untuk pemeriksaan

cairan di abdomen, dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu Shifting Dullness,

knee chest position, teknik gelombang cairan, dan puddle sign. Pada

pemeriksaan fisik shifting dullness:

- Pasien diminta berbaring dan membuka baju.

- Lakukan perkusi dari umbilikus ke sisi lateral.

- Apabila terdapat perubahan suara dari timpani ke redup, tandai tempat

terjadinya perubahan suara tersebut.

24

Page 25: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

- Minta pasien miring ke arah kontralateral dari arah perkusi. Tunggu 30 - 60

detik.

- Lakukan perkusi kembali pada daerah yang ditandai tadi sampai terjadi

perubahan bunyi dari redup ke timpani.

e) Apa saja jenis-jenis pemeriksaan nyeri abdomen?

Penilaian Apendisitis

d. menentukan daerah yang nyeri dengan meminta pasien untuk batuk terlebih

dahulu

e. jika nyeri di bagian abdomen kanan bawah lakukan pemeriksaan nyeri lepas

dengan beberapa pemeriksaan berikut :

o pemeriksaan pada titik mc burney. titik yang berada pada abdomen

kuadran kanan bawah 1/3 lateral dari garis yang menhubungkan SIAS

kanan dengan umbilikus. minta pasien untuk merespons bila terasa

nyeri pada saat melepaskan penekanan. lakukan penekanan pada titik

tersebut dengan gentle dan lepaskan penekanan dengan cepat.

laporkan jika pemeriksaan +/-.

o pemeriksaan rovsing sign dan radiasi. (nyeri alih). lakukan penekanan

pada abdomen kuadran kiri bawah maka pasien akan terasa nyeri di

abdomen kuadran kanan bawah akibat oleh adanya tekanan yang

merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan

peritoneum sekitar appendix yang meradang sehingga nyeri dijalarkan

karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan (somatik pain). dan

pada saat tekanan di lepaskan pasien juga merasakan nyeri akibat

radiasi nyeri lepas positif.

o pemeriksaan psoas sign. minta pasien untuk menfleksikan tungkai

kanan melawan tangan anda. jika pasien merasa nyeri pada kuadran

kanan bawah. tanda psoas sign + akibat rangsangan muskulus psoas

oleh apendiks yang meradang.

o pemeriksaan obturator sign. fleksikan tungkai kanan pada artikulatio

coxae dan sendi lutut. minta pasien merespon bila ada nyeri. rotasikan

tungkai pasien ke medial dan ke lateral. laporkan hasil pemeriksaan

obturator sign.

Pemeriksaan Kolesistitis25

Page 26: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Dengan menggunakan pemeriksaan Murphy’s Sign.

f) Mengapa hepar tidak teraba tetapi ada nyeri tekan kanan atas?

Nyeri tekan kanan atas menunjukkan adanya gangguan di hepar atau

vesica felea. Namun hepar tidak mengalami pembesaran sehingga gangguan

tidak terjadi di hepar melainkan di vesica felea. Sehingga nyeri tekan yang timbul

bukan akibat hepar namun vesica felea.

5. Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm3, Trombosit:

329.000/ mm3, LED: 77 mm/jam

Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl,

Bil.indirek: 0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l

Amilase: 40 unit/L, Lipase: 50 unit/L

a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Jawab:

Hasil Lab Normal Interpretasi

Hb 12,4 g/dl 12,0 – 14, 0 g/dl Normal

Ht 36 vol% 38 – 48 vol% Normal

Leukosit 15.000/mm3 5.000 – 10.000/mm3 Meningkat

Trombosit 329.000/mm3 150.000 – 350.000/ Normal

LED: 77 mm/jam Wintrobe: 0 – 15 mm/jam

Westergreen: 0 – 20 mm/jamMeningkat

Bil.total: 20,49 mg/dl 0,2 – 1,2 mg/dl Meningkat

Bil.direk: 19,94 mg/dl 0 – 0,4 mg/dl Meningkat

Bil.indirek: 0,55 mg/dl 0,2 – 0,8 mg/dl Normal

SGOT: 29,0 u/l 5 – 40 u/l Normal

SGPT: 37 u/l 0 – 40 u/l Normal

Fosfatase alkali: 864 u/l 35 – 105 u/l Meningkat

26

Page 27: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Amilase: 40 u/l <120 u/l atau 17 – 115 u/l Normal

Lipase: 50 u/l <190 u/l atau 13 – 60 u/l Normal

b) Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan?

Jawab:

• Pemeriksaan laboratorium

Ureum dan creatinin yang berguna untuk memastikan apakah terdapat komplikasi

hepatorenal.

Prothrombin time yang berguna untuk mengetahui fungsi koagulasi hepar

• Ultrasonografi

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain.USG ini merupakan

gold standar.

• Tomografi computer (CT scan)

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek

gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain.

Dengan CT scan, kita juga dapat melihat ada atau tidak penebalan dan pelebaran

saluran empedu dan batu pada system hepatobilier. Tetapi karena mahalnya biaya

pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

• Kolesistografi

Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang

tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan

sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras.

• Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit

saluran empedu termasuk batu empedu.Sampai saat ini, endoscopic retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan

terapi choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik

untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris.

27

Page 28: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

g) Apa indikasi pemeriksaan

a. Fosfatase alkali

Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang

diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang

baru); enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta

dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi

melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada

saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui

apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.

Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati,

sedangkan pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi

kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi

peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut

terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap

meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa kasus

keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang

keganasan pada hati atau tulang tanpa metastase (isoenzim Regan).

b. Amilase

Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain

dihasilkan oleh pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang

berfungsi mencerna amilum/karbohidrat. Kadar amilase di dalam serum

meningkat pada radang pankreas akut. Pada keadaan tersebut, keadaan

amilase meningkat setelah 2 – 12 jam dan mencapai puncak 20 – 30 jam dan

menjadi normal kembali setelah 2 – 4 hari. Gejala yang timbul berupa nyeri

hebat pada perut. Kadar amilase ini dapat pula meningkat pada penderita batu

empedu dan pasca bedah lambung.

c. Lipase

Lipase adalah enzim yang dihasilkan oleh pankreas yang berfungsi

mencerna lemak. Lipase akan meningkat di dalam darah apabila ada

kerusakan pada pankreas. Peningkatan kadar lipase dan amilase terjadi pada

permulaan penyakit pankreatitis, tetapi lipase serum meningkat sampai 14

hari, sehingga pemeriksaan lipase bermanfaat pada radang pankreas yang akut

stadium lanjut.

28

Page 29: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

6. Template:

a) DD (differemtial diagnosis)

Jawab:

- Ikterus obstruktif e.c choledocolithiasis

- Pankreatitis akut

- Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, Ca caput pankreas, Ca

kandung empedu , limfoma maligna)

b) WD (Working diagnosis)

Jawab:

Diagnosis pada kasus adalah obstructive jaundice et causa kolangitis,

koledokolitiasis, kolesistitis.

Cara Mendiagnosis Ikterus Obstruktif

2. Anamnesis

Jaundice, urin pekat dan pruritus general merupakan ciri ikterus obstruktif.

Ikterus terlihat apabila kadar bilirubin > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urin, urin

menjadi gelap seperti warna teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti

dempul minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul

gejala pruritus akibat penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang

kolelitiasis dapat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut

kanan atas yang biasnya diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier

merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area

epigastrium yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu

munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama diarsakan setelah makan

makanan berlemakyang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan kaheksia

lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada

obstruksi batu bilier.

Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang

menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditiampulbulkan

karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang

iontensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula.

Kaadang empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga

sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier)

29

Page 30: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari

tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas

garukan di kulit karena pruritus, serta tanda-tanda asites. Hepar membesar pada

hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung.

Hepar mengecil pada sirosis. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai

pada pasien anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan

adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering

disebabkan oleh tumor.

Hukum Courvoisier

“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu

kandung empedu.” Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik

tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis,

atau limfadenopati portal.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah

letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan

bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karenan kandung empedu

yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti

menarik napas. Murphy’s sign positif pada kolangitis, kolesistisis dan

koledokolitiasis terinfeksi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat

30

Page 31: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

pada kolestasis.Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna

ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat

10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai

normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan

kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL,

alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada

karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun

penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak

percabangan hepatobilier lainnya.

4. Pemeriksaan Radiologis/Penunjang

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

a. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah

jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

b. Untuk menentukan level obstruksi,

c. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

d. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,

mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan

penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal

hepatik).

USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu

kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat

diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor,

kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,

ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan

ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai

malignansi bilier.

31

Page 32: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun

prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis,

kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging

malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi

modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna

untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis,

koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS

juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik

visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini

terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.

Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari

ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

c) Epidemiologi

Jawab:

Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20%

orang dewasa (± 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 1–3 % kasus

baru dan sekitar 1–3% nya dari penderita kandung empedu menimbulkan

komplikasi . Kira – kira 500.000 orang yang menderita simptom batu empedu

atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu

bertanggung jawab pada 10.000 kematian per tahun. Di Amerika Serikat,

ditemukan pula sekitar 2000–3000 kematian disebabkan oleh kanker kandung

empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu empedu disertai dengan

kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum dapat diketahui.

d) Etiologi

Jawab:

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan

lokasi obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan

ekstrahepatik.

Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :

32

Page 33: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

a. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin

terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit

self-limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara

akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal

(akut),tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala

hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.

b. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan

sekresinya,dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus

menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis

dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi

gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih

berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase

yang tinggi.

c. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya

terjadi nekrosis jaringan hepar.

d. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian

tubuh lain.

Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik :

1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem

bilier ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan

penyebab kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan

tersebut merupakan ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan

yang ditemukan selama periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui

pembedahan, akan bermanifestasi menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan

atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang berbeda: mereka

dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang menyumbang 65-90%

kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia / asplenia

dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang terdiri

dari 10-35% kasus.

2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu

keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika

felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis

33

Page 34: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

jarang pada anak-anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40

tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas,

usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Etiologi Kolelitiasis :

- Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi

kolesterol yang berlebihan)

- Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)

- Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan

kontraksi otot kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan

pengososngan kandung empedu) angka kejadian meningkat pada wanita yang

hamil berulang.

- Pasien dengan kelainan hemolytic darah, penyakit usus (penyakit crohn),

setelah operasi bypass pemotongan jejunum, IDDM.

3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya

merupakan akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara

tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus

empedu yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier.

Kista silinder dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling

sering. Sekitar 75% kasus munculselama masa anak-anak.

5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada

pankreas adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel

kelenjar yang melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di

dalam kepala pankreas, bagian yang paling dekat bagian pertama usus kecil

(duodenum).

e) Patofisiologi

Jawab:

34

Page 35: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan,

karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer

ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol,

bilirubin, dan berbagai hormon.

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di

usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi

sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang

mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan

malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A,

D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis

berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan

osteoporosis atau osteomalasia.

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi

garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus.

Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena

malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya

esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak

terpengaruh.

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,

disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan

asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas

dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi

mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu

hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal

bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.

Patogenesis batu empedu, terdapat 3 jenis batu empedu yaitu:

1. Batu Kolesterol

Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua

kasus batu empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu

kolesterol adalah supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat,

disfungsi kandung empedu.

35

Page 36: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Supersaturasi kolesterol

Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan,

dan atau karena hiposekresi asam empedu. Faktor risiko hipersekresi kolesterol

bilier adalah obesitas.

Nukleasi kolesterol

Protein yang berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, ? 1- acid

glycoprotein, ? 1-antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Musin adalah protein

yang mempercepat kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol

multilamelar yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.

Disfungsi kandung Empedu

Disfungsi terjadi pada epitel mukosa kandung empedu dan dismotilitas kandung

empedu. Kontraksi batu empedu yang tidak baik menyebabkan statis empedu.

Statis empedu ini yang menyebabkan terbentuknya batu empedu karena musin

akan terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam

kandung empedu. Musin akan mengganggu pengosongan kandung empedu.

2. Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar

berasal dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Batu pigmen hitam sering terjadi

pada kondisi hemolitik kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi

peningkatan turnover sel darah merah akibat proses pemecahannya di limpa

yang berlebihan.

3. Batu pigmen coklat

Batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu. Batu pigmen coklat

mengandung asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat.

Batu pigmen coklat terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya

proses infeksi kronis. Batu pigmen coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran

empedu tanpa didahului migrasi dari kandung empedu. Batu ini cukup banyak

ditemukan pada pasien yang sudah dilakukan kolesistektomi yang mengalami

disfungsi Spingter Oddi.

f) Penatalaksanaan dan pencegahan

Jawab:

36

Page 37: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit.

Idealnya, intervensi pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu

empedu. Terapi konseravatif dapat dipertimbangkan pada batu empedu yang

asimptomatik sedangkan pada batu empedu simptomatik pembedahan

merupakan terapi pilihan.

a. Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral (agar

tidak terjadi gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa

nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic penting untuk

mencegah komplikasi. Golongan AB yang dapat digunakan seperti ampisilin,

sefalosporin, dan metramidazol karena biasanya kuman-kuman penyebab adalah

E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.

b. Terapi Non Bedah

Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan,

sebagai berikut :

Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)

Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio

lucent dengan diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat

dilakukan. Ursodeoxycholic acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi

kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi intestinal. Efek penghambat

sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak mengganggu

sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acidjuga bekerja dengan

mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara

keseluruhan efek dari UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada

saat saturasi kolesterol terjadi.

Litolisis dengan asam empedu peroral

Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu.

Asam empedu ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat

hidroksimetil glutaril CoA (HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas

dari 7a-hidroksilase sehingga meningkatkan sintesis empedu. AUDK juga

menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di usus dan memperpanjang waktu

nukleasi dari empedu.

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)

37

Page 38: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan

atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk

empedu batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal

atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3

batu.

b. Terapi bedah

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)

ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan

pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila vateri

disuntikan kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.

Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi

adalah cedera duktus biliaris. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien

dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah

yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan

dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat

terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu

dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk

menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.

Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau

bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien

mengharuskannya.

• Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di

Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya.

Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus

diligasi.

38

Page 39: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

• Minikolesistektomi

Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung

empedu lewat insisi selebar 4 cm.

• Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)

Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui

dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik,

rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk

membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur

abdomen.

• Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk

mengeluarkan batu.

• Bedah Kolesistostomi

Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk

dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat

system bilier tidak jelas.

d. Nutrisi

1. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

2. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori

dikurangi.

3. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

4. Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

Pencegahan

• Ursodeoxycholic acid

Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.

Hal ini telah di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat

karena pola makan rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang

berkaitan dengan risiko tinggi pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-

30% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan pemberian dosis 600 mg

ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil mengurangi insiden

batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan berupa

pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk

39

Page 40: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

mengurangi serangan kolik bilier. Namun, ini tidak dapat mengakibatkan

pengurangan batu empedu.

• Pola Makan dan Olah Raga

Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat

mempengaruhi riwayat penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas

yang mengikuti program penurunan berat badan cepat atau melakukan

pembedahan bariatric berisiko menderita batu empedu. Pencegahan jangka

pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu dipertimbangkan. Olah raga teratur

mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.

g) Komplikasi

Jawab:

1. Hepatorenal syndrome

2. Severe septis sampai septic shock

3. Kegagalan hati

4. Pankreatitis

5. Gangren kantong empedu

6. Diare

7. Pruritus

8. Hiperkolestrolemia

9. Sindrom malabsorpsi

10.Gall stone ileus

h) Prognosis

Jawab:

Prognosis dilihat berdasarkan riwayat penyakit, berat ringannya penyakit, dan

usia. Dubia ad bonam, jika dilakukan penatalaksanaan dini dan tepat atau

sebaliknya, dubia et malam.

Pada kasus ini, ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia ad bonam.

i) KDU (Kompetensi Dokter Umum)

Jawab:

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,

dan merujuk

40

Page 41: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

3A. Non Gawat darurat

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya

pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memeberi terapi

pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat

darurat).

III. SINTESIS

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPATOBILIER

A. ANATOMI HEPATOBILIER

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada

permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus

berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus

berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus

bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum

dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan

sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi

fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan

visceral hati.

Pembuluh darah kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica

mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena –

vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica

fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang

perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung

empedu berasal dari plexus coeliacus.

Vascularisasi hepar

1. Circulasi portal

2. A. Hepatica communis

3. Vena portae hepatis

4. Vena hepatica

41

Page 42: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Arteri hepatica communis berasal dari a.coeliaca. Arteri ini melewati lig. hepatoduodenale

(bersamaductus choledochus,v.portae, pembuluh lymphe dan serabut saraf) dan bercabang

menjadi a. hepatica propria dextra dan a.hepatica propria sinistra.

Vena portae hepatis dibentuk oleh v. mesenterica superior dan v.lienalis. Vena ini berjalan

melewatilig. hepatoduodenale, bercabang menjadi ramus dexter dan ramus sinister.

Innervasi hepar

1. Nn. Splanchnici (simpatis)

2. N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan

3. N. Phrenicus dexter (viscero-afferent)

B. FISIOLOGI HEPATOBILIER

a) Hepar

Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh

sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar yaitu :

1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama

lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,

mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar

akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa

disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber utama glukosa dalam

tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan

terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi,

biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon

(3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak

Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam

lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan

gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi cholesterol. Di mana

serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

42

Page 43: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein

Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hepar juga

mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hepar

memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ

yang membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea

merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga

dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin

mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah

Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi

darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk

kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup

jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan

ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan

beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi

Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi,

metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over

dosis.

7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses

fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai immune livers

mechanism.

b) Vesica Biliaris

Empedu diproduksi oleh sel hepatosis sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu makan,

empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Dan disini mengalami pemekatan

43

Page 44: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

sekitar 50 persen. Pengaliran cairan empedu di atur tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,

kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledukus. (Baughman,2000).

Cairan empedu merupakan cairan yang kental yang berwarna kuning keemasan kehijauan yang

dihasilkan secara terus menerus oleh sel hepar + 500-1000 ml sehari. Empedu merupakan zat

esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Cairan empedu merupakan

suatu media untuk menyekresi zat tertentu yang tidak dapat disekresi oleh ginjal. (Syaifuddin,

2009).

Cairan Empedu

Menurut Syaifuddin (2009) unsur-unsur cairan empedu yaitu:

a. Garam-garam empedu

Disintesis oleh hepar, berasal dari kolesterol, suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan

hati dan berfungsi membantu pencernaan lemak dan mengemulsi lemak dengan kelenjar

lipase dari pankreas.

b. Sirkulasi Antero Hepatik

Garam empedu (pigmen) diabsorpsi oleh usus halus masuk ke dalam vena partu di alirkan

ke hati untuk digunakan ulang.

c. Pigmen Empedu

Pigmen empedu merupakan hasil utama dari pemecahan haemoglobin dari plasma

mensekresinya ke dalam empedu.

d. Bakteri Dalam Usus Halus

Bakteri dalam usus halus mengubah billirubin menjadi urobilin yaitu satu zat yang

direabsorpsi dari usus dan di ubah menjadi sterkobilin yang disekresi dalam feses sehingga

berwarna kuning.

Mekanisme pengaliran cairan empedu: Hepatosit -> canaliculi billiaris -> ductus hepaticus dextra

et sinistra -> ductus hepaticus communis -> ductus cysticus -> vesica fellea (empedu dipekatkan

dan disimpan) -> jika ada makanan (lemak) dalamm duodenum -> hormon CCK

(CholeCitoKinin) -> kontraksi vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi -> ductus cysticus ->

ductus choledocus -> ampulla vater -> papilla duodeni major -> duodenum pars descendens.

44

Page 45: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

2. KOLANGITIS

Etiologi

Banyak faktor yang dapat menyebabkan obstruksi dari sistem bilier seperti

kelainan anatomi atau benda asing dalam saluran empedu. Dalam keadaan ini terjadi

kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kolangitis akut. Bilamana timbul obstruksi

total dapat terjadi supurasi dan penyakit yang lebih serius.

Penyebab yang paling sering dari kolangitis akut di USA adalah batu koledokus

yang ditemukan pada +10-20% pasien batu kandung empedu.Batu yang terdapat di

duktus koledokus adalah batu sekunder yang bermigrasi dari kandung empedu.Sebagai

kontras, kolangiohepatitis oriental, yang berada endemis di Asia Tenggara dikhaskan

oleh kolangitis piogenik rekurens dan batu empedu intra dan ekstrahepatik pada 70-80%

dan kolelitiasis pada 50-70% pasien.

Penyebab kedua kolangitis akut Adalah obstruksi maligna dari saluran empedu

oleh karsinoma pankreas, karsinoma papila Vateri, metastasis dari tumor peri pankreas,

metastasis porta hepatis. Obstruksi saluran empedu dapat pula disebabkan oleh striktur

bilier benigna, pankreatitis kronik atau sebab lain seperti stenosis papiler, hemobili,

koledokokel dan ascaris lumbricoides.Pasien dengan striktur bilier pasca bedah memiliki

insidens bakteribili yang amat tinggi, terutama bila disertai dengan anastomosis

45

Page 46: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

koledokoenterik. Pada obstruksi maligna, lebih jarang terjadi kolangitis akut, tetapi

berpotensi lebih serius.

Kolangitis rekurens dapat pula terjadi pada kolangitis sklerosing primer, tetapi

biasanya tidak mengancam jiwa. Kolangitis akut kriptogenik kadang-kadang ditemukan

pada penyakit sistemik seperti pada syok toksik Kolangitis iatrogenik makin bertambah

pada tahun-tahun terakhir ini dan kini menunjukkan problem penatalaksanaan yang

penting. Pada saat yang lalu keadaan ini terbatas pada striktur pasca bedah atau masalah-

masalah manipulasi “T-tube”; kini lebih sering mengikuti kolangiografi perkutan,

radiologi intervensi dan prosedur endoskopi. Infeksi iatrogenik timbul melalui 3 cara:

benda asing seperti stent yang mengakibatkan obstruksi partial atau total; kedua adalah

infeksi nosokomial akibat prosedur-prosedur intervensi yang mengintroduksi kuman-

kuman seperti pada ERCP, infeksi yang naik melalui T-tube; yang ketiga adalah

mengikuti kolangiografi perkutan, kolangiografi melalui T-tube.

Pada seri dari Nurman, dkk, obstruksi saluran empedu sebagian besar yakni +59% disebabkan oleh batu saluran empedu, sebagian lagi (26,8%) karena keganasan. (lihat tabel 1).

Tabel 1. Etiologi obstruksi bilier penyebab kolangitis akut.

Jenis Jumlah

Batu empedu 62 (59,0)

Keganasan 28 (26,8)

Struktur pasca operasi kandung empedu 4 (3,6)

Askaris 2 (1,8)

Pasca ERCP 4 (3,6)

Jumlah 105 (100,0)

Sumber: Nurman, Tjokrosetio, Lesmana dkk

Patofisiologi Kolangitis Akut

Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan

empedu, kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini

berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari

penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut, penyebaran ke hati

akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal dari bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi

46

Page 47: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

dari saluran empedu yang tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke dalam saluran

limfe dan aliran darah dan mengakibatkan sepsis. Bakteribili (adanya bakteri disaluran

empedu) didapatkan pada 20% pasien dengan kandung empedu normal.

Walaupun demikian infeksi terjadi pada pasien-pasien dengan striktur pasca -

bedah atau pada anastomasikoledokoenterik. Lebih dari 80% pasiendengan batu

koledokus terinfeksi, sedangkan infeksi lebih jarang pada keganasan. Kegagalan aliran

yang bebas merupakan hal yang amat penting pada patogenesis kolangitis akut.

Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai

berturut-turut adalah kuman-kuman aeroba gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, kemudian

Streptococcus faecalisdan akhirnya bakteri anaerob seperti Bacteroidesfragilisdan

Clostridia. Pula kuman-kuman Proteus, Pseudomonas dan Enterobacterenterococcitidak

jarang ditemukan.

Bacteribili tidak akan menimbulkan kolangitis kecuali bila terdapat kegagalan

aliran bilier yang akan memudahkan terjadinya proliferasi kuman pada saluran empedu

yang mengalami stagnasi, dan atau tekanan dalam saluran empedu di dalam hati

meningkat sedemikian rupa sehingga menyebabkan refluks kuman kedalam darah dan

saluran getah bening. Kombinasi dari stagnasi dan peningkatan tekanan tersebut akan

menimbulkan keadaan yang serius pada kolangitis supuratif.

Beberapa dari efek serius kolangitis dapat disebabkan oleh endotoksemia yang

dihasilkan oleh produk pemecahan bahteri gram negatif. Endotoksin diserap di usus lebih

mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya

mengkhelasi endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan

garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu

fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk

mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana kolangitis tidak diobati, dapat

timbul bakteremia sistemik pada sepertigakasus dan pada kasus-kasus yang lanjut, dapat

timbul abses hati.

Gejala klinik

Gejala klinik bervariasi dari yang ringan yang memberikan respons dengan

penatalaksanaan konservatif sehingga memungkinkan intervensi aktif sampai bentuk

berat yang refrakter terhadap terapi medik dan bisa berakibat fatal.Hampir selalu pada

pasien kolangitis akut didapatkan ikterus dan disertai demam, kadang-kadang menggigil.

Pada sebagian kecil kasus ini batu koledokus tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat 47

Page 48: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah bergerak

sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga bilirubin normal atau

sedikit saja meningkat. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan

lekositosis.

Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang

menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat, pada beberapa

pasien bahkan dapat mening-kat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut.

Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena adanya

batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan,

kadang-kadang nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot (demam, nyeri perut bagian atas

atau kanan atas serta ikterus) didapatkan pada 54%.

Diagnosis kolangitis akut

Simptom yang paling sering ditemukan pada kolangitis akut adalah nyeri perut,

demam dan ikterus. Trias yang klasik dari Charcot yakni demam, nyeri abdomen kuadran

atas dan ikterus yang dilukiskan oleh Charcot pada tahun 1877 hanya ditemukan pada 50-

60% pasien. Kombinasi lekositosis, hiperbilirubinemia dan peningkatan ALT dan AST

dan fosfastase alkali /GGTP serum ditemukan pada kebanyakan pasien kolangitis akut.

Ultrasonografi abdomen menunjukkan pelebaran saluran empedu.

Ultrasonografi dapat membedakan kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik

dengan ketepatan 96% pada kasus-kasus dengan saluran empedu yang melebar. Namun

angka deteksi untuk batu koledokus sangat rendah. CT Scan dapat mendeteksi batu di

saluran empedu sedikit lebih banyak dibandingkan dengan ultrasonografi dan dapat juga

menentukan setinggi apa dan pula penyebab obstruksi. Peranan “nuclear scintigraphy”

seperti TC-HILA belum jelas pada pasie-pasien kolangitis akut. Pada umumnya

diperlukan kolangiografi pada kebanyakan kasus untuk suatu diagnosis yang akurat dan

perencanaan pengobatan. Visualisasi langsung dari saluran empedu dilakukan dengan

cara PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiography) atau ERCP (Endoscopic

Retrograde Cholangio Pancreatography).

Pemilihan PTC atau ERCP tergantung pada adanya fasilitas tersebut dan

kemampuan melaksanakannya. Pada umumnya mula-mula dilakukankolangiografi

melalui ERCP dan apabila gagal dilakukan PTC.

Penatalaksanaan

48

Page 49: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Setiap pasien dengan ikterus apapun penyebabnya yang disertai dengan demam

haruslah diwaspadai akan keberadaan kolangitis akut.

Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta untuk

memperbaiki fungsi hati, dan pemberian antibiotika yang adekuat. Melancarkan aliran bilier bisa

dilakukan secara operatif atau non operatif yakni per endoskopi atau perkutan bilamana memiliki

fasilitas tersebut. Ekstraksi batu dengan endoskopi sesudah dilakukan sfingterotomi dilakukan

langsung sesudah dilakukan kolangiografi. Bilamana usaha pengeluaran batu empedu gagal,

mutlak pula dipasang pipa nasobilier untuk sementara sambil menunggu tindakan yang definitif.

3. KOLEDOKOLITIASIS

Definisi

Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan

suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya

komposisi utama batu adalah kolesterol.

Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau di duktus

choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali

ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di

saluran empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.

Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari kandung

empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran

empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.

Choledocholithiasis biasanya disertai dengan kalkulus cholecystitis. Batu yang ada dapat

tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval. Batu dapat terletak di ampula vateri.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko

penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun,

sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan

gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau

tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi

parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau

cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu

sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan

gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi

infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat

49

Page 50: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi

disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri.

Insiden dan Epidemiologi

Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20%

penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit

ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia

dua dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50

tahun yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki.

Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita.

Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial

tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang

kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak

ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.

Etiologi

Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk

pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori

menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung

empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi

mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi

terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan

komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu

Anatomi dan Fisiologi

Kandung empedu normal berbentuk kista berdinding tipis menempel pada bagian

bawah dan medial dari lobus kanan hepar. Kadang-kadang intrahepatik. Duktus sistikus

berhubungan dengan kandung empedu dan bersama duktus hepatikus membentuk duktus

choledochus.7

50

Page 51: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Duktus choledochus berjalan ke arah kaudal akhirnya berhubungan dengan duktus

pankreatikus dan berakhir pada papilla vateri di dalam duodenum. Duktus pankreatikus

biasanya bergabung dengan duktus choledochus proksimal dari papilla. Kecuali distal,

duktus biliaris mempunyai jaringan elastik lain dari pada dinding otot. Di distal ada otot

(oddi’s) sphincter melibatkan duktus dalam area pendek tepat proksimal dari papilla.

Fungsi kandung empedu tempat penyimpangan dan pemekatan empedu.

Kontraksi kandung empedu dan relaksasi sphincter oddi diketengahi oleh hormon

cholecystokinin yang disebabkan oleh dinding duodenum sebagai reaksi dari lemak

intramural dan asam amino.

Patogenesis dan Tipe Batu Empedu

Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Tipe kolesterol

2. Tipe pigmen empedu

3. Tipe campuran

Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor,

yaitu:

1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu

kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan

hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.

2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-

bilirubinate sebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses

hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu

51

Page 52: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin

dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.

3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol :

1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu,

2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan

3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus.

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,

malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim β-glucuronidase bakteri dan

manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien

di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak

terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-glucuronidase

bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat

dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet

rendah protein dan rendah lemak.

Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur,

hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan

berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor

genetik.

Penatalaksanaan

Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik

untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat

diberi antibiotik.

Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi

sfingterotomi. Pembedahan pengangkatan batu dari duktus choledochus

(choledocholitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena

bila tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang

nantinya dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu

dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar

menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan

melalui mulut bersama skopnya.

Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang

kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi :

1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.

52

Page 53: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut

3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital

4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

Komplikasi

Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi traktus biliaris.

Rata-rata 15% pasien choledocholithiasis, ditemukan batu pada salurannya. Komplikasi

cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk cholangitis, abses hati, pankreatitis atau

sirosis biliaris. Ditegakkannya sebuah diagnostik yang tepat merupakan penting sekali

sebelum diusahakan terapi dalam bentuk apapun.

Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak

menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang

paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus

sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara,

intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung

empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis,

atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.

Prognosis

Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya

kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya

komplikasi. Jadi prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan

berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu

yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun

demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan

biasanya sangat baik.

IV. KERANGKA KONSEP53

Page 54: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

V. KESIMPULAN

54

Page 55: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Ny. W, 42 tahun, menderita obstruksi jaundice et causa kolangitis, koledokolitiasis,

kolesistitis.

DAFTAR PUSTAKA

55

Page 56: Laporan Tutorial Blok 17 Kel 9

Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

Ganong WF, 2003, Review of Med. Phys, 21sd Ed.,

Guyton A.C., and Hall JE. 2000. Textbook of Med. Phys, 10th Ed. Saunders Philadelphia.

Guyton A.C., and Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC

Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 864-8.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dr. H. Y. Kuncara. 2009. Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi

2.Jakarta : EGC.

Ginsberg, gregory C. Et al. 2012. Clinical Gastrointestinal Endoscopy. 2nd ed. Elsevier

Saunders.

Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.

Isselbacher; Braunwald; dkk. 2014. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam , Ed. 13.

Jakarta : EGC.

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 10. Jakarta: EGC

Kumar; Cotran. 2012. Robbins : Buku Ajar Patologi, Ed.7. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong Ed. 3. Jakarta :EGC.

Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4. Jakarta : Media Aesculapius.

56