Laporan Tutorial Skenario Blok 12barusegini
-
Upload
risha-meilinda-marpaung -
Category
Documents
-
view
112 -
download
1
Transcript of Laporan Tutorial Skenario Blok 12barusegini
LAPORAN
TUTORIAL BLOK 12
Disusun Oleh:
KELOMPOK L2
Anggota Kelompok:
1. Suci Fahlevi Masri (04111001001)
2. Febri Wijaya (04111001002)
3. Maulia Wisda Era Chresia (04111001010)
4. Nisrina Ariesta Syaputri (04111001011)
5. M. Reza Fahlevi (04111001032)
6. Arasy Al Adnin (04111001044)
7. Hajrini Andwiarmi Adfirama (04111001047)
8. Wira Dharma Utama (04111001048)
9. Adiguna Darmanto (04111001064)
10. Vhandy Ramadhan (04111001070)
11. Fatimah Shellya (04111001123)
12. Feddy Febriyanto Manurung (04111001128)
Tutor: dr. Arisman MB, M. Kes
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario blok 12 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok L2 tutorial,
dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri.........................................................................4
I. Klarifikasi Istilah....................................................................................4
II. Identifikasi Masalah...............................................................................5
III. Analisis Masalah....................................................................................6
IV.Hipotesis.................................................................................................25
V. Keterkaitan Antar Masalah...................................................................26
VI.Identifikasi topik pembelajaran.............................................................27
VII. Kerangka Konsep...............................................................................28
VIII.Sintesis................................................................................................29
IX. Kesimpulan..........................................................................................50
X. Daftar Pustaka ..…………………………………...……………..51
3
SKENARIO A BLOK 12
Seorang lelaki gendut (mild obesity), berusia 35 tahun, sudah satu tahun mengalami disfungsi
ereksi (DE). Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini terdiagnosis hipertensi ketika
berumur 33 tahun. Mulai saat ini, dia secara rutin mengkonsumsi bukan hanya preparat
antihipertensi (atenolol), tetapi juga diuretika (furosemide) serta obat pereduksi lemak
darah(statin). Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan, kehidupan seksual bersama istrinya
baik-baik saja. Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial bisa diabaikan.
Riwayat Pangan (Makanan yang biasa disantap selama 3 bulan terakhir)
Pagi: mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas
Snack pukul 10.00: crackers 2 porsi
Makan siang: nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink dua kaleng
Snack pukul 16.00: Dunkin Donat dan 1 kaleng soft drink
Makan malam: Pizza (ukuran medium), satu kaleng soft drink
Tugas:
Lakukan eksplorasi untuk mencari pelatar-belakang DE ini
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Mild obesity : Peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan
fisik dan skeletal akibat penimbunan lemak yang
berlebihan.
2. Disfungsi ereksi(DE) : Kekurangan tenaga pada pria, tidak mampu memulai
dan mempertahankan ereksi hingga ejakulasi
3. Hipertensi : Tekanan darah arterial yang tetap tinggi yang sebabnya
tidak diketahui atau berkaitan dengan penyakit lain.
4. Makanan terolah : Makanan yang diolah dari bahan baku ditambah atau
diubah dengan bahan tambahan makanan dan atau bahan
penolong.
5. Atenolol : Agen penyekat adrenergik beta 1 kardioselektif dalam
pengobatan hipertensi, angina pectoris, infark, dan
aritmia jantung.
4
6. Furosemide : Obat diuretika yang dipakai dalam pengobatan edema
yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif atau
penyakit hati,ginjal dan juga pada pengobatan hipertensi.
7. Statin : Obat yang menghambat aksi hidroksi metil glutaril
koenzim A reductase (enzim yang termasuk kolesterol
produksi hati)
8. Diuretika : Meningkatkan ekskresi urin atau jumlah urin; agen
yang merangsang sekresi urin.
9. Psikososial : Hubungan antar psikologis dan sosial
10. Soft drink : Minuman berkabonasi yang diberi tambahan berupa
bahan perasa dan pemanis seperti gula.
11. Crackers : Biskuit
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Seorang lelaki gendut (mild obesity), berusia 35 tahun, sudah satu tahun mengalami
disfungsi ereksi (DE).
2. Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini terdiagnosis hipertensi ketika
berumur 33.
3. Mulai saat ini, dia secara rutin mengkonsumsi bukan hanya preparat antihipertensi
(atenolol), tetapi juga diuretika (furosemide) serta obat pereduksi lemak darah (statin).
4. Riwayat pangan (Makanan yang biasa disantap selama 3 bulan terakhir)
Pagi: mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas
Snack pukul 10.00: crackers 2 porsi
Makan siang: nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink dua kaleng
Snack pukul 16.00: Dunkin Donat dan 1 kaleng soft drink
Makan malam: Pizza (ukuran medium), satu kaleng soft drink
No. Kenyataan Kesesuaian Konsen
1. Seorang lelaki gendut (mild obesity), berusia 35
tahun, sudah satu tahun mengalami disfungsi ereksi
(DE).
TSH √√√
5
2. Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini
terdiagnosis hipertensi ketika berumur 33.
TSH √√
3. Mulai saat ini, dia secara rutin mengkonsumsi
bukan hanya preparat antihipertensi (atenolol),
tetapi juga diuretika (furosemide) serta obat
pereduksi lemak darah (statin).
TSH √√
4. Riwayat pangan(Makanan yang biasa disantap
selama 3 bulan terakhir)
Pagi: mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas
Snack pukul 10.00: crackers 2 porsi
Makan siang: nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi,
soft drink dua kaleng
Snack pukul 16.00: Dunkin Donat dan 1 kaleng soft
drink
Makan malam: Pizza (ukuran medium), satu kaleng
soft drink
TSH √
III. ANALISIS MASALAH
Masalah 1
1. Bagaimana patofisiologi dari disfungsi ereksi (DE)?
Jawab :
a. Hipertensi -----> aliran darah ke penis menurun ----->penurunan kemampuan
arteri penis untuk berdilatasi saat perangsangan seksual.
b. Pada lelaki obesitas, terjadi hyperestrgenemia (peningkatan serum estradiol dan
estron) -----> menurunkan amplitudo pulsatif LH -----> penghambatan pusat
produksi androgen.
Penurunan produksi androgen dapat menyebabkan:
6
1. Atrofi jaringan penis dan perubahan struktur saraf penis
2. Penurunan ekspresi protein endotel dan neuronal nitric oxide synthases (Enos
dan nNOS), fosfodietrase tipe-5. Nah penurunan ketiga komponen yang
memperngaruhi proses fisiologis ereksi dapat menyebabkan disfungsi ereksi.
c. Pengaruh obat-obatan antihipertensi (metildopa, alfa blocker, beta blocker,
reserpine), diuretika (thiazide, sprinolactone, furosemid), antidepresan
(amitryptilin, imipramin), antipsikotik (chlorpromazine, haloperidol,
fluphenazine, trifluoperazine), antiandrogen (estrogen, flutamid), H2-blockers
(cimetidine), simpatomimetik yang sering digunakan untuk pengobatan asma, flu,
obesitas.
Selain itu juga, Disfungsi ereksi (DE) dapat disebabkan dari tiga mekanisme dasar
ini:
(1) kegagalan menginisiasi (psikogenik, endokrinologik, atau neurogenic);
(2) kegagalan pengisian (arteriogenik); atau
(3) kegagalan untuk menyimpan volume darah yang adekuat didalam jaringan
lacunar (disfungsi venooklusif).
Pada kasus ini, pria obesitas dengan hipertensi mengkonsumsi obat-obatan
antihipertensi dimana, obesitas dan hipertensi saja sudah mempunyai resiko untuk
terjadinya Disfungsi Ereksi.
Penggunaan obat anti-hipertensi seperti atenolol akan berpengaruh pada
penggunaan obat diuretic contohnya Furosemide pada kasus ini akan membuat
diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun akibatnya aliran darah menurun
sehingga darah yang masuk kedalam pembuluh darah pada Corpus cavernosum tidak
adekuat sehingga lacuna-lacuna tidak dapat terisi maka terjadilah difungsi ereksi.
2. Apa hubungan umur dan disfungsi ereksi (DE)?
Jawab :
Disfungsi ereksi merupakan gangguan yang dapat menyerang semua lingkup
umur. Tetapi, prevalensi dan indikasinya meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Hasil survey Massachusets Male Aging Study (MMAS), yang dilakukan pada pria usia
40 sampai 70 tahun mendapatkan 52% responden menderita DE derajat tertentu, yaitu DE
total diderita sebesar 9,6%, sedang 25,2% dan minimal sebesar 17,2%. Prevalensi dan
keparahannya pun meningkat sesuai dengan usia: 30 dari 1000 orang mengalami DE di usia
50-59 tahun; 47 dari 1000 orang mengalami DE di usia 60-69 tahun.
7
3. Apa hubungan obesitas dan disfungsi ereksi (DE)?
Jawab :
Menurut Dr Motwani, "Kemampuan untuk mempertahankan ereksi dari saraf
sensorik dan pembuluh darah yang rusak sering terjadi berurutan pada pria yang
mengalami kelebihan lemak pada sel-sel tubuh."
Dia menambahkan, pria obesitas memiliki kelebihan sel-sel lemak yang
memproduksi estrogen. Pria dengan sel lemak berlebih memproduksi hormon
estrogen lebih tinggi dibandingkan dengan pria berberat badan normal. Mereka juga
memproduksi jumlah sperma yang lebih sedikit ketimbang pria dengan berat ideal.
Selain itu, kelebihan berat badan terutama di daerah perut dengan lemak
berlebih dapat mempengaruhi fungsi seksual dalam berbagai cara, mengganggu
kemampuan tubuh untuk memasok darah ke penis, dan dapat menyebabkan produksi
testosteron menurun.
Ereksi terjadi ketika pembuluh darah menuju penis membesar, dan darah
memenuhi pembuluh darah sampai terjadi ereksi. Proses ini dimulai ketika lapisan
dalam pembuluh (dikenal sebagai endothelium) melepaskan oksida nitrat, sebuah
molekul yang memberi sinyal pada otot-otot sekitarnya untuk bersantai. (Viagra dan
obat-obatan serupa bekerja dengan meningkatkan jumlah oksida nitrat dalam
endotelium). Obesitas menyebabkan kerusakan endotelium. Dan ketika endotelium
tidak bekerja dengan benar, penis mungkin tidak mendapatkan cukup darah untuk
memproduksi atau mempertahankan ereksi.
Obesitas secara langsung akan mengganggu pembuluh darah sehingga
mengurangi aliran darah dari dan menuju penis. Hal ini menyebabkan penis sulit
ereksi dan kalaupun penis berhasil ereksi akan sulit dipertahankan tetap keras sampai
hubungan seks selesai.
Masalah 2
1. Apa hubungan makan terolah dan hipertensi?
Jawab :
Makanan terolah merupakan makanan yang diproduksi oleh suatu
perusahaaan. Makanan terolah disini contohnya fried chicken KFC, burger, pizza,
crackers, dan Dunkin donuts. Dimana kandungan dari makanan terolah antara lain :
8
Tinggi kalori, rata - rata makanan fast food mengandung sebanyak 50% dari jumlah
kalori yang diperlukan sehari, berkisar antara 400 kalori sampai 1500 kalori.
Hamburger yang besar, kentang goreng, milk shake mengandung 1.200 kalori, yang
merupakan total kalori perhari yang diperlukan tubuh untuk seorang yang sedang
menjalani diet. Mengurangi asupan makanan
Tinggi lemak, berkisar antara 40 - 60% kalori dalam fast food berasal dari lemak.
Bahan seperti keju, mayonaise, kream dan metode deep frying mengandung tinggi
lemak dalam makanan ini. Makanan yang diolah dengan cara deep frying adalah
lemak sapi dan mengandung telur yang juga mengandung tinggi kolesterol.
Tinggi garam. beberapa jenis makanan mengandung tinggi natrium. Misalnya cheese
burger mengandung 1.400 mg Natrium, yang merupakan lebih dari 1/3 gram
maksimum yang dianjurkan perhari yang besarnya 3.300 mg atau 1.5 sendok teh
garam perhari.
Tinggi kandungan gula. Asupan gula terbesar dari minuman dan desert. Misalnya
sekaleng minuman ringan mengandung 8 sendok teh gula, doughnut mengandung 6
sendok teh gula. Kandungan gula yang cukup tinggi ini memberikan kontribusi yang
cukup besar pada jumlah kalori yang dimakan.
Rendah kandungan serat. Makanan fast food biasanya mengandung rendah serat,
kecuali salad. Makanan khas fried chicken sekali makan yang biasanya terdiri dari 2
potong ayam, mashed potatoes dan soft drink, total mengandung kurang dari 1 gram
serat makanan, yang jumlahnya tak berarti dibanding dengan anjuran serat sebanyak
40 gram per hari.
Tingginya kadar garam dalam makanan terolah dapat memicu terjadinya
hipertensi. Sedangkan kandungan gula yang tinggi akan terakumulasi dalam darah dan
membentuk plak pada dinding pembuluh darah , sehingga menyebabkan
atherosclerosis. Lumen pembuluh darah pun semakin sempitnya akibat adanya plak,
sehingga jantung memompa darah lebih kuat. Dan tekanan darah meningkat menuju
hipertensi.
2. Apa hubungan hipertensi dan disfungsi ereksi (DE)?
9
Jawab :
Anatomi dari proses ereksi
Pada penis ada dua Corpora cavernosa dan Corpus spongiosum adalah tiga
jaringan ereksi yang bisa mengembang sepanjang batang penis yang diisi dengan
darah saat ereksi. Kedua Corpora cavernosa terletak di sepanjang batang penis,
dari tulang kemaluan hingga menyatu di kepala penis, dan dibawahnya ada
Corpus spongiosum, yang mana dilewati uretra yang membawa semen dan urin.
Corpora cavernosa dibentuk oleh arteri dan vena kecil, serat otot polos, dan
ruang kosong. Pada saat istirahat (tanpa aktivitas seksual), pembuluh-pembuluh
darah arteri di daerah Corpora Cavernosa, serta otot-otot polos di trabekel yakni
sekitar sinusoid akan mengalami kontraksi (penciutan) sehingga darah yang
masuk ke penis sangat sedikit. Rongga-rongga sinusoid di Corpora Cavernosa
hanya terisi sedikit darah sehingga penis dalam keadaan lembek.
Ketika tubuh menerima rangsangan seksual baik melalui penglihatan,
perabaan, penciuman, fantasi (khayalan) dan sebagainya, maka penerima stimulasi
seksual akan segera bereaksi dan mengirim pesan kepada sistem syaraf yang
dilanjutkan ke hipotalamus kemudian turun ke bawah melalui medulla spinalis
atau sumsum tulang belakang.
Selanjutnya melewati nucleus atau inti-inti syaraf otonom di S2-4 (vertebra
sacralis) diteruskan ke jaringan-jaringan erektil di Corpora Cavernosa. Di dalam
jaringan erectil ini, dihasilkan bermacam-macam neurotransmitter (penghantar
impuls syaraf).
Salah satu yang amat berperan untuk membuat penis ereksi ialah NO (nitrogen
oksida). NO dihasilkan dari oksigen dan L-Arginin di bawah kontrol sintase nitrik
oksida. Sesudah terbentuk, NO dilepaskan dari neuron dan endotel sinusoid di
Corpora Cavernosa. NO menembus sel otot polos yang mengaktifkan enzim yang
disebut guanilyl cyclase.
Guanilyl cyclase selanjutnya mengubah guanosin triphosphat (GTP) menjadi
siklik guanosin Monophosphat (cGMP). Melalui beberapa proses kimiawi, cGMP
membuat otot-otot polos dalam Corpora Cavernosa di dalam trabekel-trabekel
dan di dalam arteriol-arteriol mengalami relaksasi sehingga seluruh pembuluh
darah di Corpora Cavernosa serta sinusoid akan mengalami pelebaran atau
pembesaran.
10
Selanjutnya rongga-rongga (sinusoid) penuh dengan darah sehingga penis
mulai membesar. Rongga-rongga yang terisi itu kemudian menekan pembuluh
darah balik (vena) di dekatnya sehingga darah tidak bisa ke luar dari Corpora
Cavernosa dan darah terperangkap di Corpora Cavernosa dan penis tambah besar
sampai keras.
Selama proses itu terjadi, impuls seksual terus timbul di dalam otak dan terjadi
relaksasi otot-otot polos di dinding pembuluh darah dan trabekel-trabekel
sehingga terjadi dilatasi (pelebaran) pembuluh darah serta pembesaran sinusoid
maka penis akan terus mengeras.
Detumescensi (Menurunkan Ereksi). Untuk menjaga supaya ereksi tidak
terjadi terus-menerus, maka cGMP harus dikurangi sehingga tidak terjadi relaksasi
otot-otot polos terus menerus. Di dalam sel otot polos di dalam Corpora
Cavernosa ada mekanisme tersendiri, yakni adanya 5 yang mengubah cGMP
menjadi 5 guanosine wonophospbat (SGMP), sehingga jumlah cGMP berkurang.
Bila cGMP tinggal sedikit maka relaksasi otot polos akan hilang kemudian
mengkerut (kontraksi) sehingga penis menjadi kecil atau kembali ke fase istirahat.
Kemudian bila ada stimulasi seks, NO akan dibentuk lagi dan akhirnya cGMP
akan meningkat dan otot polos akan mengalami relaksasi dan penis ereksi lagi.
Selama tidak ada stimulasi seks, penis akan tetap istirahat. NO tidak
diproduksi sehingga cGMP tidak terbentuk dan penis akan tetap lembek.
Demikian mekanisme ereksi, istirahat, ereksi dan istirahat dari penis manusia.
Hubungan hipertensi dan disfungsi ereksi
Kerusakan endotel menyebabkan penurunan nitric oxide. Kemudian juga jejas
endotel ini dapat memudahkan penumpukan plak lemak, terjadi aterosklerosis,
terjadi vasospasme, terjadi konstriksi pembuluh darah dan terjadi hipertensi
Jika makanan yang dimakan banyak mengandung lemak, dapat menyebabkan
penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah
ini menyebabkan aliran darah menjadi kurang lancer, sehingga mengganggu
suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh. Penyempitan dan sumbatan
lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi, agar dapat
memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya tekanan darah menjadi
meningkat, maka terjadilah hipertensi.
11
Tekanan darah tinggi adalah penyebab utama masalah ereksi. Tekanan darah
tinggi menjaga arteri yang membawa darah ke penis dari dilatasi ketika akan
ereksi. Hal ini juga menyebabkan otot polos pada penis kehilangan
kemampuannya untuk berelaksasi. Hasilnya, aliran darah tidak cukup ke penis
untuk menimbulkan ereksi.
3. Apa hubungan hipertensi dan obesitas?
Jawab
Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan adipose dalam
proporsi yang abnormal dalam tubuh. Hubungan obesitas dengan hipertensi telah
diketahui sejak lama. Diduga timbulnya hipertensi pada obesitas adalah berkaitan
dengan meningkatnya volume plasma dan curah jantung akibat berbagai perubahan
hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik yang terjadi pada obesitas.
Obesitas juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan reabsorpsi
tubulus ginjal, menggangu ekskresi natrium, dan menimbulkan peningkatan volume
akibat aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin aldosteron, serta
tekanan fisik pada ginjal oleh obesitas itu sendiri, terutama jika terdapat obesitas
visceral.
Penanganan terhadap hipertensi pada obesitas adalah meliputi usaha
menurunkan berat badan dan penggunaan obat anti hipertensi. Penyekat EKA,
angiotensin reseptor bloker, kalsium antagonis dan alfa bloker merupakan obat anti
hipertensi yang dapat diberikan pada keadaan ini. Diuretik dan beta bloker walaupun
memiliki efektifitas yang baik untuk mengontrol tekanan darah, tetapi memiliki
beberapa efek yang kurang mnguntungkan pada obesitas.
4. Bagaimana efek dari mengkonsumsi makanan terolah dalam jangka panjang?
Jawab :
Mengkonsumsi makanan terolah dalam jangka waktu panjang dapat
mengakibatkan timbulnya obesitas, tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit
kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Selain itu penggunaan bahan-
bahan tertentu dalam makanan terolah dapat juga memicu terjadinya karsinogenesis
yang dapat menimbulkan kanker.
5. Apa kriteria dari makanan terolah?
12
Jawab :
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor :
382/Menkes/Per/VI/1989 tentang Pendaftaran Makanan, Yang dimaksud dengan
makanan terolahadalah barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum oleh
manusia serta semua bahan yang digunakan pada produksi makanan dan minuman.
1. Makanan terolah adalah makanan yang diolah dari bahan baku ditambah atau tidak
dengan bahan tambahan makanan dan/atau bahan penolong
2. Makanan yang wajib didaftarkan adalah makanan terolah baik produksi dalam
negeri maupun yang berasal dari impor yang diedarkan dalam kemasan eceran dan
berlabel.
3. Makanan terolah produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam point 2
adalah makanan yang diproses oleh perusahaan
Masalah 3
1. Bagaimana mekanisme kerja dari atenolol?
Jawab :
- Atenolol (kardioselektif)
Beta-1 receptors ditemukan di jantung, otak, mata, neuron adrenergik perifer,
dan ginjal. Reseptor β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk
menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin.
Atenolol (Tenormin) termasuk beta-blocker. Atenolol adalah beta-adrenergik
(beta-1 selektif) agen yang memblok beta reseptor pada jantung dan
juxtoglomerular apparatus. Atenolol bersaing dengan neurotransmitter
sympathomimetik seperti cathecolamine (norepinephrine dan epinephrine) untuk
berikatan dengan reseptor beta(1)-adrenergik. Mekanisme kerja Simpatolitik β –
blocker seperti atenolol akan bekerja di susunan saraf pusat dengan mengurangi
tonus simpatis. Atenolol yang memblok aktivitas pada beta-adrenergik ini dapat
menyebabkan penurunan istirahat dan kerja dari jantung, penurunan cardiac
output, penurunan tekanan darah pada fase istirahat dan setelah kerja jantung
(tekanan sistolik dan diastolik) karena menghambat pelepasan renin di ginjal yang
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan resistensi perifer meningkatkan tekanan
darah, menghambat takikardi (denyut jantung yang cepat) dan mengurangi
takikardi ortostatik (peningkatan denyut jantung setelah berdiri cepat), dan
13
penurunan volume darah. Pada kelenjar saliva akan mempengaruhi produksi
saliva menjadi sedikit dan lebih kental.
Dosis yang lebih tinggi pada pemberian atenolol secara kompetitif akan
memblok beta (2)-adrenergik dan memberikan respon terhadap bronkus dan otot
polos pembuluh darah.
Jika dikaitkan dengan disfungsi ereksi. Beta blocker membuat cardiac output
menurun, sehingga aliran darah ke penis lambat. Beta blocker menyebabkan renin
menurun, mengakibatkan vasodilatasi dan volume plasma turun karena tidak
terjadi retensi. Beta blocker meningkatkan resistensi perifer menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Beta blocker juga mengganggu impuls saraf dan
menyebabkan disfungsi ereksi, (memang beta blocker menekan tonus simpatis,
tapi parasimpatis yang teraktivasi di perifer penis terjadi kekacauan fungsi
sehingga pembuluh darah tetap sulit melebar untuk terisi darah, dan fungsinya
kurang baik), serta dapat menimbulkan efek sedasi dan depresi (pikiran
memainkan peran besar dalam gairah seksual).
2. Bagaimana mekanisme kerja dari furosemide?
Jawab :
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan mendeplesi simpanan
natrium tubuh. Mula-mula, diuretik menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
volume darah dan curah jantung; tahanan vaskular perifer mungkin meningkat.
Setelah 6-8 minggu, curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan vaskuler
perifer menurun. Natrium diduga berperan dalam tahanan vaskular dengan
meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktivitas saraf, kemungkinan
berhubungan dengan peningkatan pertukaran natrium-kalsium yang menghasilkan
suatu peningkatan kalsium intraseluler. Efek-efek tersebut dilawan oleh diuretik atau
oleh pembatasan natrium.
Beberapa diuretic memiliki efek vasodilatasi langsung di samping kerja
diuretiknya. Diuretik efektif menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg pada
sebagian besar penderita, dan diuretik sendiri sering memberikan hasil pengobatan
yang memadai bagi hipertensi esensial ringan dan sedang.
Selain itu, Obat hipertensi furosemide ini juga dapat menyebabkan penurunan
jumlah zink dalam tubuh, sedangkan zink diperlukan tubuh untuk pembentukan
14
hormon testosterone (suatu hormon pria yang berperan dalam peningkatan gairah
seksual).
3. Bagaimana mekanisme kerja dari statin?
Jawab :
Statin saat ini merupakan hipolipidemik yang paling efektif dan aman. Obat
ini terutama efektif untuk menurunkan kolesterol. Pada dosis tinggi statin juga dapat
menurunkan trigliserida yang disebabkan peninggilan VLDL.
Statin bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol di hati, dengan
menghambat enzim HMG CoA reduktase. Akibat penurunan sintesis kolesterol ini,
maka SREBP yang terdapat pada membran dipecah oleh protease, lalu diangkut ke
nukleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen reseptor LDL,
sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL. Peningkatan jumlah reseptor LDL
pada membran sel hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih besar lagi.
Selain LDL, VLDL, dan IDL menurun, HDL akan meningkat.
4. Bagaimana hubungan mengkonsumsi ketiga obat tersebut dengan disfungsi ereksi
(DE)?
Jawab :
Obat antihipertensi golongan beta bloker
Obat antihipertensi golongan beta bloker mengurangi impuls saraf yang akan
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Obat golongan ini juga dapat menebabkan
pembuluh darah arteri susah untuk melebar supaya darah dapat masuk.
Interaksi Obat.Indometasin menurunkan efek diuretiknya. Efek ototoksik
meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama
asam etakrinat. Toksisitas salisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
Mengantagonis tubokurarin, dan meningkatkan efek suksinilkolin dan obat
antihipertensi.
Contoh obat hipertensi beta bloker : acebutolol, atenolol, alprenolol
Obat hipertensi golongan diuretik
Obat hipertensi golongan diuretik adalah obat pilihan pertama yang digunakan
dokter untuk menurunkan tekanan darah tinggi apabila tekanan darah tinggi tidak
dapat diturunkan hanya dengan olahraga attaupun pola makan saja.
15
Konsumsi furosemide menyebabkan sejumlah mineral terekskresi dalam urin.
Salah satunya adalah zinc. Zinc berperan dalam memicu pembentukan ion NO dari
endotel dinding pembuluh darah penis. NO ini lah yg berperan dalam menimbulkan
ereksi. Dan apabila ion NO berkurang maka kemampuan ereksi pun semakin
berkurang.
Obat hipertensi golongan diuretik dapat menyebabkan terjadinya disfungsi
ereksi karena dapat menurunkan tekanan darah termasuk ke penis. Obat hipertensi
golongan ini juga dapat menyebabkan penurunan zinc dalam tubuh, sedangkan zinc
dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon testosteron (hormon pria untuk
meningkatkan gairah seksual)
Interaksi Obat. Efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin.
Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat
bila diberi bersama alkaloid ergot. Indometasin menurunkan efek antihipertensi.
Simetidin menurunkan bersihan atenolol.
Contoh obat hipertensi golongan diuretik : hydrochlorothiazide,
spironolactone, furisemide
Obat hipertensi golongan statin
Obat golongan penghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase
(HMG CoA reductase), atau statin merupakan obat penurun lipid andalan karena
khasiatnya yang mapan dalam mengurangi resiko morbiditas penyakit kardiovaskular.
Secara umum, terapi statin dianggap aman karena efek samping merugikan berat yang
jarang terjadi.
Mengenali obat yang akan anda konsumsi adalah hal yang sangat baik. Ada
beberapa Efek samping obat anti-kolesterol golongan statin yang harus anda ketahui,
yaitu dapat menimbulkan nyeri otot dan kerusakan otot, meningkatkan kadar gula
dalam darah, menyebabkan gangguan pencernaan, dan menyebabkan kebingungan
mental dan lupa ingatan.
Contoh obat golongan statin : atorvastatin (Lipitor), fluvastatin (Lescol),lovastatin
(Mevacor), pravastatin (Pravachol), rosuvastatin (Crestor), dan simvastatin (Zocor).
5. Bagaimana efek samping obat tersebut?
Jawab :
16
Efek samping statin yang berpotensial berbahaya adalah tangan dingin dan
fatique , provokasi asma, blok konduktansi, miopati, dan rabdomiolisis.
Efek samping atenolol (beta-blokers) dapat menyebabkan bradykardia,
blokade AV, hambatan nodus SA, dan menurunkan kekuatan kontaksi miokard
Efek samping Furosemide (diuretika) dapat menyebabkan gangguan cairan
dan elektrolit, ototoksisitas, hipotensi, efek metabolik (hiperurisemia, hiperglikemia,
peningkatan LDL dan trigliserida, serta penurunan HDL), reaksi alergi, dan nefritis
interstisialis alergik
6. Bagaimana pengaruh makan terolah dengan ketiga obat ini?
Jawab :
Pada dasarnya ada 3 cara interaksi makanan atau minuman dengan obat yang
dikonsumsi, yaitu:
1. Mengganggu penyerapan dan pencernaan obat
Makanan tinggi lemak dan serat memperlambat pengosongan perut sehingga
dosis obat yang diserap lebih sedikit dari yang diharapkan.
2. Menghambat metabolisme dari obat baik di usus atau hati
Makanan dapat meurunkan bioavailabilitas dan efek diuretic furosemid
3. Meniru aksi atau tindakan dari obat
Beberapa makanan atau minuman bisa membesar-besarkan efek obat
sehingga seolah-olah dosis yang dikonsumsi lebih tinggi dan berisiko
menimbulkan efek samping. Misalnya kafein meningkatkan efek
vasokonstriksi.
Agen-agen hidrofilik (atenolol) tidak langsung direabsorbsi, tidak di
metabolism secara luas, dan mempunyai waktu paruh dalam plasma yang
relatif lama. Sedangkan, Furosemide ini pada makanan dapat menurunkan
bioavaolabilitas
Masalah 4
1. Bagaimana hubungan zat yang terkandung dalam makan pagi dengan disfungsi ereksi
(DE)?
Jawab :
Mie instan
17
Kandungan dalam mie instant itu sendiri ada beberapa zat yang kurang baik
bagi tubuh yaitu:
1. Kandungan MSG dapat mengakibatkan : penyumbatan pada otak, saraf &
pembuluh darah sehingga berpotesi menimbulkan penyakit sepertiAlzheimer,
Multiple Sclerosis, Stroke, Parkinson, kanker, rambut sering rontok, kanker usus, batu
ginjal, gagal ginjal, dsb.
2. kandungan natriumnya yang tinggi, mengakibatkan : maag dan hipertensi
3. Kandungan pewarna kuning (tartrazin), asthma, kanker dan penyakit lambung
lainnya
Kebanyakan zat tersebut mengendap ditubuh dan sulit untuk dinetralisir, untuk
mengurangi efek dari MSG disarankan untuk memperbanyak minum air putih
sehingga kerja ginjal menjadi lebih mudah, dan mengurangi resiko batu ginjal dan
gagal ginjal.Sehingga dari efek mengkonsumsi mie instant secara berlebihan dalam
kurun waktu tertentu tersebut, ya setidaknya kurngi mengkonsumsi makanan yang
instant karena bagaimanapun juga mencegah lebih baik daripada mengobati.
Kopi (Kafein)
Kafein adalah salah satu zat yang terkandung dalam banyak jenis minuman
seperti kopi dan teh. Zat ini bekerja secara langsung pada otak sehingga mampu
membuat seseorang tetap terjaga (alert) karena telah menggantikan peran adenosin
yang berfungsi untuk mengistirahatkan tubuh. Hal ini dapat terjadi karena struktur
kafein yang menyerupai struktur adenosin. Selain itu, reseptor adenosin cenderung
lebih peka untuk mengikat kafein dibanding adenosin. Cara kerja kafein dalam tubuh
melalui beberapa tahapan. Berawal dari masuknya kafein dalam tubuh, diserap oleh
usus halus kemudian dibawa oleh darah menuju otak yang akan menggantikan posisi
adenosin yang bertugas untuk mengistirahatkan tubuh. Kafein bekerja berlawanan
dengan adenosin, yaitu dengan merangsang kelenjar adrenal untuk mensekresi
adrenalin. Adrenalin mengubah glikogen menjadi glukosa yang nantinya akan diubah
menjadi energi. Adrenalin juga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Sehingga membuat peminum merasakan mempunyai banyak energi.
Kafein sendiri memiliki dosis tertentu untuk dikonsumsi.
Namun bila kafein dikonsumsi dalam jumlah besar berdampak negatif pada
kehidupan seksual. Kebanyakan kafein membanjiri otak dan tubuh dengan hormon
18
stress, yang akan mempengauhi kinerja dan menurunkan dorongan seksual.Selain itu
juga dapat menyebabkan iritabilitas, depresi, dan kegelisahan yang semuanya
merupakan faktor yg menurunkan libido seksual
2. Bagaimana hubungan zat yang terkandung dalam snack pukul 10.00 dengan disfungsi
ereksi (DE)?
Jawab :
Biskuit Crackers
Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan
renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
Bahan- bahan dalam Pembuatan Biskuit Crackers dan Fungsinya:
1) Tepung Terigu
Untuk menghasilkan biscuit crackers yang bermutu tinggi, yang sangat ideal
atau cocok digunakan adalah tepung terigu keras atau hard wheat. Tepung terigu
keras mempunyai kadar protein 10%-11%, dihasilkan dari penggilingan 100%
gandum hard. Jenis tepung ini digolongkan sebagai tepung terigu yang mengandung
protein tinggi, mudah dicampur dan diragikan, dapat menyesuaikan dengan suhu yang
diperlukan, berkemampuan menahan udara atau gas dan mempunyai daya serap
tinggi (Munandar,1995).
Tepung terigu keras dapat membentuk adonan yang mengembang karena
adanya pembentukan gluten pada saat proses fermentasi atau pemeraman yang
dibutuhkan dalam proses pembuatan biskuit crackers. Tepung terigu dalam
pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pembentuk adonan, memberi kualitas
dan rasa yang enak dari hasil produknya serta warna dan tekstur yang bagus
(Sondakh dkk,1999).
2) Ragi
Fungsi ragi dalam pembuatan biskuit crackers yaitu sebagai pembentuk gas
dalam adonan sehingga adonan mengembang, memperkuat gluten, menambah rasa
dan aroma. Pada saat adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik pada kondisi lembab
dan sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan harus ditutup rapat
(Munandar, 1995).
19
3) Gula
Gula dapat mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber energi
bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat mengembang (U. S Wheat
Asosisiation,1983).
4) Lemak
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit crackers,
karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan
menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan
dalam pembuatan biskuit crackers yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter) atau
dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (U. S Wheat
Asociation,1983).
5) Air
Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam
pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata,
memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan
(Munandar,1995).
6) Bahan Pengembang
Bahan pengembang merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam dengan
natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder menghasilkan
gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit crackers. Fungsi
baking powder dalam pembuatan biskuit crackers adalah mengembangkan adonan
dengan sempurna (Munandar, 1995).
7) Garam
Pada pembuatan biskuit crackers penambahan garam berfungsi memberi rasa
dan aroma, mengatur kadar peragian, memperkuat gluten dan memberi warna lebih
putih pada remahan (Munandar,1995).
8) Susu Skim
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit crackers adalah susu skim
yang merupakan hasil pengeringan (dengan spray dryer) dari susu segar. Susu ini
memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Pada pembuatan biskuit crackers
susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai
gizi produk (U. S Wheat Asociation,1983).
20
Dari bahan-bahan tersebut dapat disimpulkan bahwa crackers mengandung
garam yang dapat meningkatkan osmolaritas sehingga mengakibatkan tingginya
tekanan darah (hipertensi), karena dia hipertensi dia minum antidiuretik, jadi
kekurangan Na dan Ca, kalau kontraksi otot memerlukan Ca jadi otot penisnya juga
susah untuk berkontraksi, dan mengandung lemak yang bila dikonsumsi secara terus-
menerus akan berdampak obesitas. Pria gemuk memproduksi lebih sedikit testosteron,
hormon yang diperlukan untuk menghasilkan ereksi. Mekanisme penurunan
testoteron terjadi akibat konversi testosteron menjadi estrogen dalam jaringan
lemak perifer yang berlebihan dapat menyebabkan hipogonadisme. Beberapa studi
telah menunjukkan terjadinya gangguan pada sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad
pada pria obesitas dengan depresi signifikan yang dihasilkan dalam testosteron
total dan testosteron terikat SHBG. Kegemukan juga memicu pengerasan (fibrosis)
arteri, yang menyebabkan darah yang mengalir ke penis berkurang.
3. Bagaimana hubungan zat yang terkandung dalam makan siang dengan disfungsi
ereksi (DE)?
Jawab :
Berikut adalah kandungan dari :
a. Nasi :
Kandungan nutrisi nasi banyak mengandung karbohidrat & air, sehingga
manfaat nasi putih menjadi sumber tenaga utama yang cepat karena mudah diserap
tubuh, serat tidak banyak. Nasi putih mudah dicerna dengan cepat dan dapat
menaikkan gula darah secara cepat pula. Dalam 100 gram beras putih mentah
terkandung sekitar 80 gram karbohidrat, namun dalam 100 gram nasi putih hanya
terkandung sekitar 28 gram karbohidrat karena beratnya bertambah besar dengan air
sewaktu proses memasak. Walaupun kandungannya kecil namun nasi putih tetap
mengandung protein sekitar 2 gram per 100 gram nasi putih. Keunggulan nasi putih
adalah kecilnya kandungan lemak jenuh, kolesterol dan sodium, bahkan tidak ada
sama sekali. Nasi putih juga merupakan sumber yang baik untuk zat Mangan.
b. Ayam goreng KFC :
Ayam segar direndam dengan garam, sodium fosfat, monosodium glutamat
Ayam dibalut dengan tepung gandum, natrium klorida, trikalsium fosfat (sebagai anti-
pengerakan), susu kering tanpa lemak, putih telur yang dikeringkan, bahan perasa
21
resep rahasia Colonel Sanders, susu, gandum dan telur. Untuk minyak menggoreng
ayam, digunakan hydrogenated vegetable oil, hydrogenated soybean oil, minyak
sayuran. Minyak ini adalah lemak trans yang bisa menyebabkan penumpukan lemak
di dalam pembuluh darah (aterosklerosis) dan menyebabkan masalah pada jantung.
Bahan rahasia Colonel Sanders masih tidak diberitahukan pihak KFC, karena itu
bersifat rahasia. Kemudian digunakan Monosodium glutamat (MSG) sebagai
penyedap KFC. MSG memiliki index glikemik tinggi yang bisa menyebabkan
obesitas.
c. Soft Drink :
Komposisi soft drink umumnya terdiri atas air, CO2, gula/pemanis, bahan
pengawet, bahan pewarna, dan flavor buatan. Selain itu, untuk soft drink jenis
tertentu, seperti Cola dan Coffee Cream juga ditambahkan kafein. Bahan pengawet,
bahan pewarna, dan flavor buatan termasuk dalam kategori BTP. Bahan pengawet
sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan menghambat kerusakan oleh
mikroorganisme (bakteri, kapang, dan khamir) sehingga proses pembusukan atau
pengasaman dapat dicegah. Dalam soft drink bahan pengawet yang sering digunakan
adalah asam benzoat. Asam ini biasa ditambahkan dalam bentuk garamnya, yaitu
natrium benzoat, potasium benzoat, atau kalsium benzoat.
Jadi, nasi dan soft drink memiliki kadar gula yang tinggi dan cepat dalam
penyerapannya, yang mana hal ini dapat menyebabkan hiperglikemia dalam darah.
Sedangkan ayam goreng KFC banyak mengandung lemak yang dapat menyebabkan
penumpukan plak lemak pada pembuluh darah.
Hiperglikemi kronik dapat menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai
mekanisme antara lain :
- Hiperglikemi kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan
makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari
protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskuler
dan mengganggu reaktivitas serebrovaskuler akibat gangguan keseimbangan NO dan
prostaglandin
- Hiperglikemi meningkatkan aktivasi PKC intraseluler sehingga akan
menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.
22
- Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG
maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
- Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemi akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized
LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Peningkatan kadar asam lemak bebas dan
keadaan hiperglikemi dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.
- Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombotik dan aggregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan
produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1.
Adanya hiperglikemi yang lama akan memicu reaksi non-enzimatik yang
menghasilkan produk yang merupakan mediator inflamasi dan ini banyak menumpuk
pada jaringan kolagen tunika dan korpus kavernosum. Salah satunya makrofag, yang
dalam dinding arteri dapat teraktivasi secara abnormal, menyebabkan suatu tipe reaksi
inflamasi lambat, yang akhirnya menghasilkan plak lanjut dan berbahaya secara klinis
Hal ini akan mengakibatkan hambatan produksi nitric oxide yang berfungsi
meningkatkan cyclic GMP jaringan, faktor yang berperan untuk terjadinya relaksasi
jaringan kavernosum penis. Selain nitric oxide, “Advanced Glycosileted Ends
Product” (AGEs) juga merangsang produksi endotelin I meningkat yang berakibat
terjadinya vasokontriksi, radikal bebas, amiloid, bahan peradangan lain (inflamatory
respon agent) yang merusak endotel, DNA, mitokondria otak, sehingga mengganggu
fungsi neurotransmitter. Hal tersebut mengakibatkan hipertensi dan disfungsi ereksi
akibat tidak bisa berelaksasinya pembuluh darah penis.
Hiperglikemia akan menyebabkan hiperinsulinemia. Toksisitas insulin
(hiperinsulinemia / hiperproinsulinemia) dapat menyertai keadaan resistensi insulin/
sindrom metabolic dan awal dari DM tipe 2. Insulin meningkatkan jumlah reseptor
AT-1 (angiotensin II reseptor tipe 1) tempat Ang-II bekerja dan mengaktifkan Renin
Angiotensin Aldosterone System (RAAS) sehingga terjadi vasokonstriksi, dan
aldosteron menyebabkan retensi Na. Jadi, hiperinsulinemia mempunyai hubungan
dengan Ang-II dengan akibat akan terjadi peningkatan stress oksidatif didalam pulau2
23
Langerhans pankreas akibat peningkatan kadar insulin, proinsulin dan amilin, dan
terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan aliran darah meningkat dan hipertensi.
Kerusakan endotel ini menyebabkan lemak mudah menumpuk di pembuluh
darah. Meningkatnya konsumsi lemak dari KFC meningkatkan penumpukan lemak
yang dipermudah oleh krusakan endotel, bahkan penumpukan lemak yang kronik itu
sendiri juga menyebabkan jejas pada endotel pembuluh darah dan menyebabkan
disfungsi endotel. Hal ini menyebabkan pembuluh darah menyempit dan
menyebabkan vasokonstriksi yang berakibat pada peningkatan tekanan darah,
akibatnya juga disfungsi ereksi.
Lalu mengapa pasien ini selama hipertensi tidak mengalami disfungsi ereksi?
Kebiasaannya memakan makanan terolah dan soft drink yang mengandung
karbohidrat tinggi menyebabkan ia hiperglikemia dan hiperinsulinemia, terjadi
pengaktifan system RAAS menyebabkan volume untuk pasokan aliran darah menjadi
meningkat, jadi walaupun vasokonstriksi, tidak terjadi disfungsi ereksi.
4. Bagaimana hubungan zat yang terkandung dalam snack pukul 16.00 dengan disfungsi
ereksi (DE)?
Jawab :
Pada pukul 16.00, lelaki ini mengkonsumsi Dunkin donuts dan soft drink.
a. Dunkin donuts mengandung 12 gram lemak dan 200 kalori.
Jumlah lemak dan kalori yang tinggi ini dapat menyebabkan obesitas dan peningkatan
lemak tubuh. Nah, obesitas ini dapat menyebabkan DE dengan mekanisme sebagai
berikut:
Pada lelaki obesitas, terjadi hyperestrgenemia (peningkatan serum estradiol dan
estron) -----> menurunkan amplitudo pulsatif LH -----> penghambatan pusat
produksi androgen.
Nah, penurunan produksi androgen dapat menyebabkan:
3. Atrofi jaringan penis dan perubahan struktur saraf penis
4. Penurunan ekspresi protein endotel dan neuronal nitric oxide synthases (Enos
dan nNOS), fosfodietrase tipe-5. Nah penurunan ketiga komponen yang
memperngaruhi proses fisiologis ereksi dapat menyebabkan disfungsi ereksi.
24
d. Soft drink mengandung kadar gula dan kafein yang tinggi. Kafein memblok
hormon yang berperan menjaga agar arteri tetap melebar atau kafein dapat
menyebabkan kelenjar adrenal untuk memproduksi lebih banyak adrenalin yang
dapat meningkatkan tekanan darah naik. Hipertensi -----> aliran darah ke penis
menurun ----->penurunan kemampuan arteri penis untuk berdilatasi saat
perangsangan seksual.
5. Bagaimana hubungan zat yang terkandung dalam makan malam dengan disfungsi
ereksi (DE)?
Jawab :
Pizza mengandung keju dan daging yang jelas merupakan sumber lemak yang
menyebabkan obesitas dan hipertensi yang dapat disebabkan penumpukan plak lemak
pada pembuluh darah dan soft drink memiliki kadar gula yang tinggi dan cepat dalam
penyerapannya, yang mana hal ini dapat menyebabkan hiperglikemia dalam darah.
IV. HIPOTESIS
Seorang lelaki berusia 35 tahun mengalami Disfungsi ereksi (DE) disebabkan karena
hipertensi dan pengonsumsian makanan yang tidak sehat.
25
V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
26
Lelaki berusia 35 tahun
Penyuka makanan terolah sejak sekolah
Hipertensi
Mengkonsumsi obat
Mild obesity
Atenolol
(antihipertensi)
Diuretika
(furosemide)
Statin
(pereduksi lemak darah)
VI. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN
Pokok Bahasan What I knowWhat I don’t
knowWhat I have to prove
How I will
learn
Disfungsi ereksi Definisi Patofisiologi
Hubungan disfungsi
ereksi dengan obesitas
dan
hipertensi,hubungan
disfungsi ereksi dengan
umur
Internet,
textbook,
journal.
Obesitas Definisi Patofisiologi
Hubungan Obesitas
dengan hipertensi dan
disfungsi ereksi
Hipertensi Definisi Patofisiologi
Hubungan makanan
terolah dengan
hipertensi dan
hubungan hipertensi
dengan obesitas dan
disfungsi ereksi
Farmakodinamik DefinisiNasib tubuh
terhadap obat
Nasib tubuh terhadap
obat
furosamide,atenolol
dan statin
Farmakokinetik Definisi Cara kerja obat
Mekanisme kerja obat
furosamide,atenolol
dan statin
Interaksi obat
dan makanan
Definisi Hubungan obat
dan makanan
Hubungan zat yang
terkandung pada
makanan terhadap obat
27
VII. KERANGKA KONSEP
28
Penyuka makanan terolah
Reseptor AT-1 ,
RAAS aktif
Retensi Na & air
NO
obesitas
Tinggi karbohidrat Tinggi lemak dan protein
Garam,kafein dan zat lain
hiperglikemiaa
Kerusakan endotelhiperinsulinemia
vasokonstriksi
hipertensi
Mengkonsumsi obat
artherosklerosis
Interaksi obat
atenolol furosemide statin
Kolesterol Reseptor LDL
Artherosklerosis dihambat(tidak begitu bermakna Karena selalu mengkonsumsi kolesterol tin ggi
Volume plasma rendah
Aliran darah rendah
Zinc rendah
Testosteron rendah
Libido rendah
Gangguan impuls syaraf
Disfungsi ereksi
VIII. SINTESIS
1. DISFUNGSI EREKSI
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan
ereksi penis untuk waktu yang cukup sehingga tercapai kepuasan dalam melakukan aktivitas
seksual. Disfungsi ereksi terdiri dari dua macam yaitu disfungsi ereksi primer adalah penis
sejak semula tidak dapat ereksi yang cukup untuk dapat melakukan intromision (penetrasi)
pada vagina yang berarti penderita tidak pernah berhasil melakukan hubungan seksual.
Disfungsi ereksi sekunder menjelaskan penderita sebelumnya pernah berhasil melakukan
intercourse, tetapi kemudian gagal karena suatu sebab yang menganggu ereksi. Disfungsi
ereksi merupakan salah satu disfungsi seksual pria yang banyak dijumpai, selain ejakulasi
dini.
Ereksi penis terjadi bila aliran darah ke dalam korpus kavernosus dan spongiosus
penis eningkat sebagai akibat vasodilatasi arteri uretral, arteri di dalam bulbus penis dan arteri
dorsalis penis sebagai akibat stimulasi psikogenik dan sensorik yang diteruskan ke system
limbik. Stimulasi tersebut kemudian dikembalikan melalui saraf otonom torakolumbal dan
sacral sehingga terjadi pelepasan asetilkolin, peptida intestinal vasoaktif dan endothelial cell-
derived nitric oxide, yang mengaktifkan guanilil siklase dan mengakibatkan relaksasi otot-
otot arteri dan sinusoid trabekula kavernosal. Setelah sinusoid terisi penuh, maka plexus
venosus subtunika akan tertekan oleh tunica albugenia, sehingga mencegah alirn darah balik
dari penis. Kontraksi otot bulbokavernosus akan merangsang saraf pudendal sehingga
tekanan intrakavernosal makin meningkat, sehingga penis semakin tegang dan kaku.
Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya DE ini. Walaupun secara garis
besar faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebab psikogenik dan organik, tetapi belum
tentu salah satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE. Yang termasuk penyebab
organik adalah (i) penyakit kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan penyakit jantung);
(ii) obat-obatan, contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan penghambat beta),
antiaritmia (digoksin), antidepresan dan antipsikotik (terutama neuroleptik), antiandrogen,
antihistamin II (simetidin), (alkohol atau heroin); (iii) pembedahan/ operasi misal operasi
daerah pelvis dan prostatektomi radikal; (iv) trauma (misal spinal cord injury) dan (v)
radioterapi pelvis. Di antara sekian banyak penyebab organik, gangguan vascular adalah
penyebab yang paling umum dijumpai, sedangkan faktor psikogenik meliputi depresi, stress,
kepenatan, kehilangan, kemarahan dan gangguan hubungan personal.
Disfungsi ereksi psikologis dapat terjadi akibat faktor psigenik, yaitu adanya aktivasi
impuls – impuls inhibitorik desendens yang berasal dari korteks serebrum. Keadaan
29
psikologis yang berkaitan dengan ED adalah stress, rasa marah, rasa cemas, kejenuhan,
perasaan bersalah, takut tidak bisa memuaskan pasangan (depresi), hilangnya daya tarik
pasangan. Dalam garis besarnya, DE dapat diakibatkan oleh factor psikogenik maupun
organic. Beberapa kelainan yang berhubungan dengan DE antara lain DM, hipertensi,
depresi, merokok. Disfungsi ereksi akibat obat-obatan dapat disembuhkan dengan
menghentikan obat-obatan penyebabnya.
Penyebab
Penyebab disfungsi ereksi dapat fisik (organik), psikologis (psikogenik) atau
keduanya. Faktor fisik menyebabkan sekitar 60-80% kasus DE. Kemungkinan penyebab
fisik:
Inflamasi prostat (prostatitis)
Penyakit parah (anemia, tuberkulosis, pneumonia, dll)
Penyakit jantung, hipertensi, aterosklerosis, diabetes
Operasi (mis. operasi kanker prostat)
Efek kecelakaan
Gangguan hormonal
Multiple sclerosis dan penyakit saraf lainnya
Konsumsi jangka panjang obat tertentu.
Gangguan hormonal (kelenjar tumor hipofisis; tingkat rendah atau abnormal tinggi
hormon testosteron).
Arteri Gangguan (perifer penyakit hipertensi, pembuluh darah; aliran darah ke penis
berkurang).
Kebocoran vena
Cavernosal Gangguan (penyakit Peyronie.)
Psikologis menyebabkan: stress, gangguan mental (depresi klinis, skizofrenia,
penyalahgunaan zat, gangguan panik, gangguan kecemasan umum, gangguan
kepribadian atau sifat.), Masalah psikologis, perasaan negatif.
Bedah (terapi radiasi, operasi usus besar, prostat, kandung kemih, atau rektum dapat
merusak saraf dan pembuluh darah yang terlibat dalam ereksi prostat dan bedah
kanker kandung kemih seringkali memerlukan menghapus jaringan dan saraf
sekitarnya tumor, yang meningkatkan risiko impotensi..)
Penuaan.
Gaya Hidup:.. Alkohol dan obat-obatan, obesitas, merokok (Insiden impotensi adalah
sekitar 85 persen lebih tinggi pada perokok laki-laki dibandingkan non-perokok,
30
Merokok merupakan penyebab utama disfungsi ereksi Merokok menyebabkan
impotensi karena mempromosikan penyempitan arteri.
Overtraining
Pasien yang memiliki DE psikogenik mungkin dapat ereksi normal selama jam tidur
atau di pagi hari, sementara di lain waktu sulit mempertahankan ereksi.
Penyebab yang bersifat fisik lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia, sedangkan
masalah psikis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Semakin bertambah umur
seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun impotensi bukan merupakan
bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari penyakit yang sering ditemukan
pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan 75% pria berusia 80 tahun mengalami
impotensi.
Agar bisa tegak, penis memerlukan aliran darah yang cukup. Karena itu penyakit
pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) bisa menyebabkan impotensi. Impotensi juga bisa
terjadi akibat adanya bekuan darah atau akibat pembedahan pembuluh darah yang
menyebabkan terganggunya aliran darah arteri ke penis.
Kerusakan saraf yang menuju dan meninggalkan penis juga bisa menyebabkan impotensi.
Kerusakan saraf ini bisa terjadi akibat:
Cedera Diabetes melitus
Sklerosis multiple
Stroke
Obat-obatan Sekitar 25% kasus impotensi disebabkan oleh obat-obatan (terutama
pada pria usia lanjut yang banyak mengonsumsi obat-obatan).
Obat-obat yang bisa menyebabkan impotensi adalah: Anti-hipertensi, Anti-psikosa,
Anti-depresi, Obat penenang, Simetidin, Litium, Alkohol
Penyakit tulang belakang bagian bawah
Pembedahan rektum atau prostat.
Kadang impotensi terjadi akibat rendahnya kadar hormon testosteron. Tetapi
penurunan kadar hormon pria (yang cenderung terjadi akibat proses penuaan), biasanya lebih
sering menyebabkan penurunan gairah seksual (libido).
Beberapa faktor psikis yang bisa menyebabkan impotensi:
Depresi
Kecemasan
Perasaan bersalah
Perasaan takut akan keintiman
31
Kebimbangan tentang jenis kelamin.
Untuk membedakan penyebab fisik atau psikis, dapat dilihat dari ereksi tidur yang
biasanya dijumpai pula saat bangun pagi/morning erection. jika saat penderita masih
mengalami morning erction, berarti impotensinya disebabkan oleh masalah psikis dan
sebaliknya, jika penderita tidak mengalami morning erection maka penyebab impotensinya
adalah masalah fisik.
Untuk mengetahui adanya kelainan pada arteri di panggul dan selangkangan (yang
memasok darah ke penis), dilakukan pengukuran tekanan darah di tungkai.
Sedangkan untuk memastikan ada atau tidaknya disfungsi ereksi, maka kita dapat
melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil,
ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan
perhatian khusus. Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal dan USG
transrektal. Tidak jarang ED disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas
atau prostatitis.
Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter
ani, dan bulbo cavernosus reflek (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah
penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer
dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler. Dan untuk melihat komplikasi
penyakit diabetes ( termasuk tekanan darah, ankle bracial index, dan nadi perifer ).
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis ED antara lain: kadar
serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar
luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete
blood count), dan tes fungsi ginjal.
Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E1 pada corpora
penis, duplex ultrasonography, biothesiometry, atau nocturnal penile tumescence tidak
direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat sangat bermanfaat bila
informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya, untuk menentukan tindakan bedah
yang tepat.
32
Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai
berikut:
1. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual
2. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut
3. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual
4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah dan
pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu
seks, serta pelatihan jasmani).
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual. Diantara
yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya semua kepada
dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan
pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi,
tetapi hanya sedikit yang peduli. Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua
belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat
menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka
perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun
dua orang dokter dengan wawancara keluhan terpisah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa terapi atau penanganan disfungsi seksual pada kenyataanya tidak mudah dilakukan,
sehingga diperlukan diagnosa yang holistik untuk mengetahui secara tepat etiologi dari
disfungsi seksual yang terjadi, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen disfungsi ereksi menyangkut terapi
psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu:
Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi,
medikamentosa oral / intrauretral, vacum contricsi device).
Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya
Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron
rendah , kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti testoteron. Jika
Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan pituitary imaging dan
dikonsulkan.
Pengobatan
Nutrisi yang dibutuhkan : Calcium I, Zinc, Cordyceps, Beneficial dan Vitality
Berikut adalah beberapa terapi DE modern:
Meminum tablet berbahan aktif yang meningkatkan fungsi ereksi secara kimiawi,
termasuk Cialis, Levitra, Staxyn, dan Viagra. Semua bekerja dengan meningkatkan
33
aliran darah ke penis sehingga ketika seorang pria terangsang secara seksual, dia bisa
mendapatkan ereksi. Perbedaan di antara mereka hanya berapa lama dan seberapa
cepat kerjanya. Levitra bekerja sedikit lebih lambat dibandingkan dengan Viagra.
Keduanya mulai berdampak sekitar 30 menit. Efek Levitra berlangsung selama sekitar
5 jam sedangkan Viagra sekitar 4 jam. Cialis bekerja sedikit lebih cepat (sekitar 15
menit), dan efeknya berlangsung lebih lama, bisa sampai 36 jam. Staxyn mengandung
bahan aktif yang sama seperti Levitra tetapi tidak dipertukarkan dengan tablet Levitra.
Menggunakan pompa vakum bertekanan negatif. Perangkat ini terdiri dari
reservoir, yang terbentuk oleh tekanan negatif, yang mendorong aliran darah ke penis
untuk menimbulkan ereksi. Metode ini tidak menimbulkan rasa sakit atau efek
samping tetapi memerlukan beberapa kali latihan.
Menggunakan suntikan obat khusus langsung ke korpus cavernosum penis atau
sebagai supositoria ke uretra. Metode ini memungkinkan Anda untuk mencapai ereksi
lama, namun tidak cocok untuk semua pasien. Pilihan obat dan suntikan hanya atas
petunjuk dokter.
Jika semua terapi lain gagal, prosedur bedah dapat dipilih untuk mengoreksi
kesulitan ereksi.
Untuk pengobatan DE yang disebabkan faktor psikologis, pasien memerlukan
konseling dengan terapis psikologi seksual.
Diagnosis Disfungsi Ereksi
Ada beberapa cara yang disfungsi ereksi dianalisis:
Mendapatkan ereksi penuh pada beberapa kali, seperti saat tidur (ketika masalah
pikiran dan psikologis, jika ada, kurang ada), cenderung menunjukkan struktur fisik
secara fungsional bekerja. Namun, kasus sebaliknya, kurangnya''''ereksi nokturnal,
tidak berarti sebaliknya, karena proporsi yang signifikan dari seksual pria fungsional
tidak secara rutin mendapatkan ereksi nokturnal atau mimpi basah.
Mendapatkan ereksi yang baik tidak kaku atau penuh (''''ereksi malas), atau hilang
lebih cepat dari yang diharapkan (sering sebelum atau selama penetrasi), bisa menjadi
tanda kegagalan mekanisme yang menjaga darah yang diselenggarakan di penis, dan
mungkin menandakan sebuah kondisi klinis yang mendasari, sering kardiovaskular
pada asal.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan disfungsi ereksi adalah diabetes mellitus
(menyebabkan neuropati) atau hipogonadisme (penurunan kadar testosteron karena
penyakit yang mempengaruhi testis atau kelenjar pituitari).
34
Masalah ereksi sangat umum. Asosiasi Disfungsi Seksual memperkirakan bahwa 1
dari 10 pria di Inggris mengalami masalah berulang dengan ereksi mereka di beberapa titik
dalam hidup mereka.)
Pencegahan
1. Perhatikan apa yang Anda makan Diet yang buruk mengakibatkan penurunan
kemampuan pria untuk ereksi. Penelitian menunjukkan, pola makan yang buruk dapat
menyebabkan serangan jantung dengan cara menghambat aliran darah pada pembuluh arteri.
Minimnya asupan buah dan sayuran serta kegemaran menyantap makanan berlemak dan
makanan olahan dapat menghambat aliran darah menuju penis.
"Segala sesuatu yang tidak baik untuk jantung seorang pria juga buruk bagi
penisnya," kata Andrew McCullough, MD, Profesor Urologi Klinis dan Direktur Program
Kesehatan Seksual Laki-laki di New York University Medical Center Langone.
Penelitian terbaru menunjukkan, ED relatif jarang terjadi pada mereka yang melakukan diet
Mediterania yang mengutamakan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan makanan sahabat
jantung seperti kacang-kacangan, minyak zaitun, ikan, dan anggur.
"Hubungan antara diet Mediterania dan fungsi seksual sudah dibuktikan secara ilmiah," kata
Irwin Goldstein, MD, direktur pengobatan seksual di Alvarado Hospital di San Diego.
2. Menjaga bobot ideal Kelebihan berat badan membawa banyak masalah kesehatan,
termasuk diabetes tipe 2, yang dapat menyebabkan kerusakan saraf di seluruh tubuh yang
mempengaruhi penis.
3. Hindari kenaikan tensi dan kolesterol Kolesterol tinggi atau tekanan darah tinggi dapat
merusak pembuluh darah, termasuk pembuluh yang mengalirkan darah ke penis.
Akhirnya, ini dapat menyebabkan DE.
Pastikan Anda mengecek koresterol dan tekanan darah secara rutin atau Anda dapat
membeli monitor tekanan darah juga dijual untuk digunakan di rumah. Namun hati-hati, obat
penurun tekanan darah dapat membuat sulit ereksi. Namun, dokter mengatakan banyak kasus
ED yang berhubungan dengan obat sebenarnya disebabkan kerusakan arteri akibat hipertensi.
4. Minum alkohol secukupnya atau tidak sama sekali. "Tidak ada bukti yang
menyebutkan konsumsi alkohol secukupnya berakibat buruk bagi fungsi ereksi, "kata Sharlip
Tapi mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat menyebabkan kerusakan hati,
kerusakan saraf, dan kondisi yang dapat menyebabkan DE.
5. Olahraga teratur. Penelitian membuktikan, gaya hidup sehat dapat mencegah disfungsi
ereksi. Olahraga seperti: lari, berenang, dan bentuk-bentuk latihan aerobik dapat membantu
mencegah ED.
35
Namun, hati-hati terhadap olahraga yang memberikan tekanan berlebihan pada perineum,
yang merupakan daerah antara skrotum dan anus. Goldstein berkata, "Bersepeda dapat
menyebabkan DE."
Bersepeda jarak dekat mungkin tidak masalah. Tetapi orang-orang yang menghabiskan
banyak waktu bersepeda harus memastikan sepeda yang mereka gunakan tepat, memakai
celana bersepeda yang empuk, dan sering berdiri saat mengayuh.
6. Jangan mengandalkan Kegel Salah satu bentuk latihan yang tampaknya tidak bermanfaat
adalah latihan kegel, yang menyebabkan kontraksi dan relaksasi otot-otot di panggul berulang
kali. Latihan Kegel dapat membantu pria dan wanita penderita inkontinensia (tidak dapat
menahan berkemih). Tapi tidak ada bukti bahwa mereka mencegah disfungsi ereksi.
7. Pertahankan kadar testosteron Bahkan pada pria sehat, kadar testosteron seringkali
menurun tajam pada usia 50 tahun. Setiap tahun setelah usia 40 tahun, kadar testosteron pria
biasanya jatuh sekitar 1,3%.
Wapadalah pada gejala seperti dorongan seks rendah, kemurungan, kurang stamina, atau
kesulitan membuat keputusan karena bisa jadi anda kekurangan testosteron.
8. Hindari anabolic steroid. Obat-obatan, yang sering disalahgunakan oleh atlet dan
binaragawan, dapat mengecilkan testis dan menurunkan kemampuan memproduksi
testosteron.
9. Stop merokok Merokok dapat merusak pembuluh darah dan membatasi aliran darah ke
penis. Nikotin akan memicu menyempitkan pembuluh darah, yang dapat menghambat aliran
darah ke penis.
10. Hindari seks berisiko Beberapa kasus disfungsi ereksi berasal dari cedera penis yang
terjadi selama aktivitas seks. Untuk mencegah cedera penis, lakukan penetrasi setelah yakin
vagina terlumasi dengan baik. Pastikan penis Anda tidak terpeleset keluar vagina sehingga
Anda tidak akan menabrak bagian tubuh yang keras. Jika pasangan Anda bergerak
sedemikian rupa sehingga menyakiti penis Anda, jangan membungkuk, tapi segera minta
pasangan menghentikan aksinya. Jika pasangan sedang melakukan posisi "woman on top"
dan bergerak ke bawah, sementara penis tidak masuk vagina, kelebihan beban akan
"menyakiti" penis."
11. Kendalikan stres. Stres akibat faktor psikologis dapat meningkatkan kadar hormon
adrenalin, yang membuat pembuluh darah berkontraksi. Itu bisa menjadi kabar buruk
bagi ereksi. Apapun yang dapat dilakukan pria untuk meredakan stresnya dan merasa
hubungan emosional berjalan baik, maka hal itu dapat membantu kehidupan seksualnya.
36
Incident / Angka Kejadian
DE, merupakan salah satu gangguan fungsi seksual pada pria usia diatas 40 tahun.
Hampir 39% pada pria usia 40 - 70 tahun menderita dengan tingkat keparahan ( gradasi )
sedang dan berat, atau 52 % dengan tingkat keparahan ringan sampai berat. Dari study yang
dilakukan di Boston ( AS ) didapatkan kasus baru DE sebanyak 24 orang per 1000 pria.
Meningkatnya kasus dan bertambah beratnya kondisi DE seiring dengan bertambahnya usia,
pola hidup yang tidak teratur serta adanya penyakit sistemik seperti : sindrom metabolik
( diabetes melitus disertai penyakit hipertensi, hiperkolesterol dan obese / kegemukan ).
Saat ini kecenderungan angka kejadian DE terjadi pada usia relatif lebih muda, akibat
dari stress yang berlebihan dan berkesinambungan yang didapat baik ditempat kerja maupun
di lingkungan rumah tangga, pola hidup yang tidak teratur serta kurangnya aktivitas olah raga
akibat dari kesibukan kerja yang dapat menimbulkan obese. Pria obese mempunyai resiko
terjadinya DE tiga kali dibandingkan non obese.
Dengan ditemukannya obat-obatan terbaru secara medis dan ilmiah untuk memperbaiki
fungsi ereksi serta telah berkembangnya bidang spesialisasi Andrologi, maka DE tidak
seharusnya menjadi momok / sesuatu yang menakutkan lagi pada pria untuk dapat
memberikan kebutuhan nafkah aktivitas seksual kepada pasangannya.
2. OBESITAS
Menurut Gibson (1990), status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakanhasil akhir
dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.
ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akanmenimbulkan masalah gizi,
baik itu berupa masalah gizi lebih maupun gizikurang. Status gizi dapat ditentukan melalui
pemeriksaan labiratorium ataupunsecara antropometri. Antropometri merupakan cara
penentuan status gizi yangpaling mudah dan murah.Untuk mengukur berat lemak di tubuh
amatlah sulit dan tidak praktis.Berat lemak dapat diukur dengan beberapa metode (skin-fold
thickness,bioelectrical impedance, dan underwater weighting). Sesuai dengan persentaseberat
lemak, seorang pria dapat dinyatakan obesitas apabila berat lemaknya 25%atau lebih
sedangkan pada wanita apabila berat lemaknya 35% atau lebih(Grundy, 2004). Peningkatan
jumlah lemak biasanya, tapi tidak selalu, sebanding dengan peningkatan berat badan.
Misalnya pada individu yang kurus namun sangat berotot, dapat tergolongkan overweight
tanpa ada peningkatan sel adiposit (Flier, 2005). Pengukuran berat lemak dapat menggunakan
body mass index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih
37
dan obesitas pada orang dewasa. IMT dapat ditentukan dengan membagi berat badan dalam
kilogram (kg) dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (m2).
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih
dan Obesitas pada Orang Dewasa
Berdasarkan IMT Menurut WHO
Klasifikasi
IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang < 18,5
Kisaran Normal 18,5 – 24,9
Berat Badan Lebih > 25
Pra-Obes 25,0 – 29,9
Obes Tingkat I 30,0 – 34,9
Obes Tingkat II 35,0 – 39,9
Obes Tingkat III > 40
Penyebab gagalnya ereksi secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni faktor fisik dan
non fisik. Faktor non fisik atau psikis antara lain trauma masa kecil, stres, dan kecemasan.
Apa pun yang membuat seorang lelaki stres dan tidak bisa rileks, dapat membuat vitalitas
seksualnya padam.
Sementara itu, kondisi lain yang dapat menyebabkan penis tidak bisa berfungsi adalah
komplikasi penyakit. Misalnya gangguan saraf akibat diabetes, kelainan pembuluh darah,
obat-obatan tertentu atau gangguan hormonal.
Obat darah tinggi dalam jangka panjang misalnya, juga bisa membuat penis loyo. Oleh
karena itu, usahakanlah untuk menurunkan tekanan darah tanpa meminum obat.
Penyakit penyebab penis tidak bisa mengeras bukan hanya diabetes, melainkan juga
obesitas atau kegemukan.
Menurut pakar andrologi, Prof. dr. Wimpie Pangkahila, secara umum obesitas akan
menyebabkan perubahan pada total jumlah darah dan fungsi dari jantung. Distribusi lemak di
sekitar dada dan daerah perut dapat membatasi proses pernapasan dan peredaran darah, yang
pada akhirnya akan mengubah fungsi dari respiratori.
Perubahan ini, kata Wimpie, akan menurunkan fungsi dari organ-organ yang berkaitan
dengan fungsi seksual yang pada akhirnya menghasilkan gangguan ereksi.
38
Sementara itu menurut corporate health trainer dr.Phaidon L.Toruan obesitas dapat
menurunkan produksi hormon pria atau testosteron dan free testosteron (bentuk aktif dari
hormon testosteron). Kondisi ini, menurut Phaidon dapat meningkatkan peluang terjadinya
disfungsi ereksi.
"Obesitas meningkatkan berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan turunnya
testosteron seperti obstructive sleep apnea (penyumbatan saluran nafas waktu tidur),
resistensi insulin (diabetes), dan penyakit sindroma metabolik. Pernyataan tentang ini dibuat
Andret Guay dari Harvard Medical School yang dipublikasikandi Journal Andrology tahun
2009," ujarnya.
Solusi untuk mengatasi kelebihan lemak yang memicu obesitas, kata Phaidon, adalah
dengan melakukan olahraga secara teratur dan mengatur diet. Penggunaan tambahan hormon,
seperti hormon testosteron pada pria adalah salah satu alternatif untuk mempermudah usaha.
3. HIPERTENSI
Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi kedua keadaan ini adalah cukup tinggi
dan makin meningkat dari tahun ke tahun. Swedish Obese Study melaporkan angka kejadian
hipertensi pada obesitas adalah sekitar 13,6 % dan Framingham study mendapatkan
peningkatan insidens hipertensi, diabetes mellitus dan angina pektoris pada organ dengan
obesitas dan resiko ini akan lebih tinggi lagi pada obesitas tipe sentral.
Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan
kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Mekanisme terjadinya hal
tersebut belum sepenuhnya dipahami, tetapi pada obesitas didapatkan adanya peningkatan
volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini mungkin
berkaitan dengan beberapa perubahan gaya hidup, latihan jasmani, diet dan pemakaian obat
anti obesitas, sedangkan untuk obat anti hipertensi sampai saat ini belum ada rekomendasi
mengenai obat antihipertensi utama yang dianjurkan untuk keadaan ini. Rekomendasi Joint
national Committee-VI (JNC-IV) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih
memfokuskan penanganan non farmakologi untuk menurunkan berat badan. Rekomendasi
World Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999) untuk hipertensi
juga memfokuskan pada penurunan berat badan sebagai penanganan utama untuk pasien
obesitas tanpa memberikan rekomendasi yang spesifik untuk obat anti hipertensi sebagai
penanganan farmakologi. Padahal umumnya pasien obesitas tersebut sering mengalami
39
kesulitan dan kegagalan untuk menurunkan berat badannya, oleh sebab itu pada tulisan ini
akan dibahas mengenai hubungan, patogenesis dan penanganan hipertensi dengan obesitas.
Obesitas dan kejadian hipertensi
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang
berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa
tubuh seseorang 25-29,9 kg/m2.
Pada dekade terakhir prevalensi obesitas makin meningkat. Di USA prevalensi
obesitas pada dewasa muda adalah sekitar 17,9 % dan overweight > 60% untuk laki-laki dan
55% untuk wanita. Pada populasi dan etnik tertentu (Mexican-American dan Afrikan-
American) prevalensi lebih tinggi lagi yaitu lebih dari 65%. Pada anak-anak angka kejadian
ini juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di beberapa area seperti Amerika utara
dan tengah, Australia, Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia yang sebelumnya memiliki
prevalensi obesitas yang rendah, terjadi kecenderungan peningkatan angka prevalensi. Hal ini
mungkin berhubungan dengan peningkatan urbanisasi penduduk, perubahan pola makanan
dan aktifitas yang terjadi didaerah tersebut.
Obesitas terutama tipe sentral/ abdominal sering dihubungkan dengan beberapa
keadaan seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit jantung, hipertensi, penyakit
hepatobiliar dan peningkatan resiko mortalitas dan morbiditas. Swedish Obese Study (1999)
mendapatkan kejadian hipertensi pada 13,6% populasi obesitas sedangkan Tromo study
membuktikan adanya hubungan antara peningkatan indeks massa dengan peningkatan
tekanan darah baik pada laki-laki dan wanita. Peningkatan risiko ini juga seiring dengan
peningkatan waist -hip- ratio (WHR) dan waist circumference dimana dikatakan risiko tinggi
bila memiliki WHR > 0,95 untuk laki-laki dan > 0,85 untuk wanita, serta waist
circumference > 102 cm untuk laki-laki dan > 88 cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko
angka kejadian penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding wanita, karena obesitas
tipe sentral ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan distribusi lemak tubuh antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki distribusi
lemak tubuh terutama pada daerah abdomen sedangkan wanita lebih banyak pada daerah
gluteal dan femoral.
Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting pada survival rate
penderita hipertensi. Perubahan berat badan merupakan sebanyak 5 kg (meningkat ataupun
menurun) pada kurun waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5 - 2
kali lebih tinggi. Pada satu studi prospektif- epidemiologi didapatkan angka mortalitas
40
penyakit kardiovaskular lebih rendah pada populasi dengan berat badan yang stabil selama
kurun waktu tertentu. Pada obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan
dan penurunan berat badan secara periodik ini akan meningkatkan resiko mortalitas pada
obesitas.
Patogenesis hipertensi pada obesitas
Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi
pada obesitas masih belum jelas benar. Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik
sangat menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa
faktor lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya
peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain
itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama mempunyai angka prevalensi yang
sangat berbeda. Mereka berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor
lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang mendasari timbulnya
hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung
yang terjadi pada obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan sleep
apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana
diduga terjadi perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin
disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada tahun-tahun
terakhir ini dengan ditemukannya leptin.
Leptin sendiri merupakan asam amino yang disekresi terutama oleh jaringan adipose
dan dihasilkan oleh gen ob/ob. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan
pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin juga
berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis,
diuresis dan angiogenesis. Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang
rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan kadar leptin dan diduga
peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia melalui aksis adipoinsular.
Pada penelitian perbandingan kadar leptin pada orang gemuk (IMT > 27) dan orang dengan
berat badan normal (IMT < 127) didapatkan kadar leptin pada orang gemuk adalah lebih
tinggi dibandingkan orang dengan berat badan normal ( 31,3 + 24,1 ng/ml versus 7,5 + 9,3
ng/ml). Hiperleptinemia ini mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin. Beberapa teori
menjelaskan resistensi leptin ini telah dikemukakan, diantaranya adalah karena adanya
antibodi terhadap leptin, peningkatan protein pengikat leptin sehingga leptin yang masuk ke
otak berkurang, adanya kegagalan mekanisme transport pada tingkat reseptor untuk melewati
sawar darah otak dan kegagalan mekanisme signal. Hal ini didukung oleh penelitian
41
Villareal, dkk yang membandingkan efek leptin pada binatang percobaan dengan berat badan
normal, obesitas dan hipertensi. Dimana didapatkan adanya kegagalan fungsi leptin pada
obesitas dan hipertensi. Secara klinis efek resistensi leptin ini tergantung dari lokasi dan
derajat keparahan resistensi tersebut. Resistensi pada ginjal akan menyebabkan gangguan
diuresis dan natriuresis, menimbulkan retensi natrium dan air serta berakibat meningkatnya
volume plasma dan cardiac output, selain itu adanya vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
perangsangan saraf simpatis akan mengaktivasi jalur RAAS dan menambah retensi natrium
dan air. Pada obesitas cenderung terjadi hal yang sama, adanya peningkatan volume plasma
akan meningkatkan curah jantung yang berakibat meningkatnya tekanan darah, sedangkan
resistensi pembuluh darah sistemik pada obesitas umumnya normal dan tidak berperan pada
peningkatan tekanan darah.
Penangan hipertensi pada obesitas
Sampai saat ini belum ada satupun rekomendasi dan guidelines yang secara khusus
membahas mengenai penanganan hipertensi pada obesitas. Rekomendasi Joint National
Committee-IV (JNC-VI) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih
memfokuskan penanganan untuk menurunkan berat badan, sedangkan rekomendasi World
Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999) untuk hipertensi tidak
memberikan rekomendasi yang spesifik obat anti hipertensi yang digunakan pada obesitas.
Beberapa publikasi menganjurkan upaya menurunkan berat badan sebagai langkah pertama
yang harus dilakukan sebelum memulai terapi obat antihipertensi. Tetapi ahli lain
berpendapat hipertensi pada obesitas haruslah diterapi dengan lebih agresif mengingat pada
pasien obesitas umumnya mengalami kegagalan untuk menurunkan berat badannya, juga
pada obesitas sering disertai dengan kelainan metabolik lainnya seperti diabetes,
hiperlipidemia, dan lain-lain dengan akibat kerusakan organ target seperti hipertrofi ventrikel,
hiperfiltrasi glomerulus dan mikroalbuminaria.
Upaya menurunkan berat badan
Penurunan berat badan merupakan upaya pertama yang harus dilakukan pada
penderita hipertensi dengan obesitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada
penurunan berat badan 1 kg akan diikuti dengan penurunan tekanan darah sebesar 0,3 - 1
mmHg, selain itu penurunan ini akan memberikan perbaikan dari profil lipid, terjadi reversal
process dari hipertrofi ventrikel, penurunan risiko terjadinya diabetes dan perbaikan kualitas
hidup dari pasien.
Beberapa upaya untuk menurunkan berat badan adalah melalui perubahan gaya hidup,
latihan jasmani, diet yang umumnya diberikan pada pasien obesitas. Diet kalori sangat rendah
42
(800 kcal/hari) pada individu dengan BMI > 30 kg/m2 akan menurunkan berat badan sekitar
2 kg/ minggu dan bila dilanjutkan akan menurunkan berat badan sekitar 20 kg/4 bulan, tetapi
hal ini akan membahayakan karena terjadi gangguan metabolisme tubuh dan keseimbangan
elektrolit. Program untuk menurunkan berat badan yang dianjurkan haruslah meliputi diet
rendah kalori (1200-1800 kcal/hari), latihan jasmani dan modifikasi gaya hidup. Dengan
pelaksanaan yang tepat, program ini akan menurunkan berat badan sebanyak 9- 14 kg dalam
5-6 bulan. Tetapi hal ini bukanlah suatu yang mudah untuk dilaksanakan oleh seorang pasien
obesitas. Masalah yang umum terjadi adalah ketidakpatuhan pasien untuk melaksanakan
program yang ditetapkan dan naiknya kembali berat badan pada sebagian pasien apabila tidak
lagi menjalankan program diatas.
Pada keadaan tertentu dimana berat badan yang diinginkan tidak tercapai
diperlukan pemakaian obat anti-obesitas. Orlistat adalah suatu obat penghambat absorbsi
lemak dan merupakan obat yang cukup banyak dipakai. Mekanisme kerja obat ini adalah
melalui hambatan kerja enzim lipase pankreas pada usus dan menghasilkan penurunan
absorbsi lemak oleh tubuh. Golongan obat lain adalah obat penekan nafsu makan dimana obat
ini merupakan golongan yang paling banyak diresepkan pada penanganan obesitas. Beberapa
obat yang termasuk golongan ini meliputi golongan serotonin agonis, simpatomimetik dan
terakhir adalah leptin. Sampai saat ini hanya sibutramin, suatu serotonin reuptake inhibitor
yang direkomendasikan penggunaannya untuk pemakaian jangka panjang. Pada suatu
penelitian yang membandingkan efek sibutramin dengan plasebo pada pasien obesitas
didapatkan penurunan berat badan yang lebih banyak pada penggunaan sibutramin
dibanding placebo ( 4,9 kg versus 0,45 kg).
Obat anti hipertensi
Obat anti hipertensi umumnya diberikan pada pasien obesitas dengan hipertensi
yang gagal menurunkan berat badannya atau pada hipertensi derajat sedang-berat. Pilihan
obat anti hipertensi yang akan diberikan pada paaien obesitas haruslah mempertimbangkan
efeknya terhadap berat badan dan efek metabolisme yang mungkin terjadi. Beberapa ahli
menganjurkan golongan penyekat enzim konverting antagonis (EKA), angiotensin reseptor
bloker (ARB), kalsium antagonis dan alfa bloker sebagai pengobatan lini pertama. Hal ini
didasarkan pada efektifitasnya untuk mengontrol tekanan darah dan tidak didapatkannnya
gangguan metabolisme lipid dan glukosa selama pemberian obat tersebut.
Penyekat EKA merupakan obat anti hiprtensi utama pada pasien obesitas, karena
selain dapat mengontrol tekanan darah obat ini dapat memperbaiki metabolisme glukosa.
Salah satu teori yang menjelaskan hal tersebut adalah aktivitas jalur kinin yang timbul pada
43
pemberian penyekat EKA, akan meyebabkan peningkatan blood flow pada tingkat jaringan,
terjadi perbaikan sensitifitas insulin dan ambilan glukosa oleh jaringan. Reisin, dkk
membandingkan efektifitas lisinopril dan hydrochlorothiazide pada pasien obesitas dengan
hipertensi. Didapatkan efektifitas yang sama dari kedua obat dalam mengontrol tekanan
darah, tetapi diperlukan dosis yang cukup besar untuk Hydrochlorothiazide (50mg) untuk
menyamai efektifitas lisinopril dalam dosis kecil (10 mg). Selain itu didapatkan peningkatan
gula darah dan penurunan kalium serum pada pemberian hidrochlorothiazide, dimana hal ini
tidak didapatkan pada lisinopril.
Kalsium antagonis adalah obat alternatif lain yang dapat diberikan pada obesitas. Obat
ini memiliki efektifitas sama dengan penghambat EKA untuk mengontrol tekanan darah dan
tidak mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa.
Beta bloker merupakan obat yang biasanya diberikan sebagai terapi utama hipertensi
pada pasien jantung koroner, gagal jantung dan usia lanjut, tetapi penggunaan beta bloker
pada obesitas akan menimbulkan beberapa kendala karena akan mempersulit usaha
penurunan berat badan. Pada satu studi metaanalisis dari 8 artikel tentang hubungan beta
bloker dan berat badan, didapatkan kesimpulan adanya peningkatan berat badan pada pasien
yang mendapat beta bloker, dengan peningakatan rata-rata sebesar 1,2 kg dan terutama
terjadi pada bulan-bulan awal. Selain itu pemberian beta bloker akan menurunkan
sensitifitas insulin dan meningkatkan trigliserida serta menurunkan HDL kolesterol. Oleh
karena itu beberapa ahli menganjurkan pada obesitas beta bloker diberikan jika ada indikasi
yang tepat, karena pemberian jangka panjang akan memberikan beberapa efek yang kurang
menguntungkan.
Hubungan hipertensi dan disfungsi ereksi
Kerusakan endotel menyebabkan penurunan nitric oxide. Kemudian juga jejas endotel
ini dapat memudahkan penumpukan plak lemak, terjadi aterosklerosis, terjadi vasospasme,
terjadi konstriksi pembuluh darah dan terjadi hipertensi
Jika makanan yang dimakan banyak mengandung lemak, dapat menyebabkan
penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah ini
menyebabkan aliran darah menjadi kurang lancer, sehingga mengganggu suplai oksigen dan
zat makanan ke organ tubuh. Penyempitan dan sumbatan lemak ini memacu jantung untuk
memompa darah lebih kuat lagi, agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan.
Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat, maka terjadilah hipertensi.
44
Tekanan darah tinggi adalah penyebab utama masalah ereksi. Tekanan darah tinggi
menjaga arteri yang membawa darah ke penis dari dilatasi ketika akan ereksi. Hal ini juga
menyebabkan otot polos pada penis kehilangan kemampuannya untuk berelaksasi. Hasilnya,
aliran darah tidak cukup ke penis untuk menimbulkan ereksi.
4. FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik adalah fase saat obat terikat ke suatu reseptor untuk bisa
menimbulkan suatu efek. Terdapat 2 macam interaksi antara reseptor dan obat. Obat agonis
terikat dengan reseptor dan mengaktivasinya dengan, sehingga secara langsung maupun tidak
langsung akan menimbulkan suatu efek. Obat antagonis farmakologik terikat pada
reseptornya, lalu mencegah reseptor tersebut untuk bisa berikatan dengan molekul-molekul
lain.
Terminasi kerja obat di tingkat reseptor merupakan hasil dari serangkaian proses. Ada
efek kerja obat yang hanya berlangsung selama obat menempati reseptornya, sehingga
lepasnya obat dari reseptor efek akan secara otomatis menghentikan efek kerja obat. Tetapi,
ada beberapa obat yang masih menimbulkan efek walaupun sudah terdisosiasi dari
reseptornya, karena beberapa molekul masih ada dalam bentuk aktifnya.
Agar bisa berfungsi sebagai reseptor, suatu molekul endogen pertama-tama harus
selektif memilih ligannya untuk diikat. Hal ini dimaksudkan agar sebuah reseptor tidak
terikat ke sembarang ligan sehingga dapat teraktivasi secara terus menerus. Selain itu, suatu
molekul endogen harus mengubah fungsinya sedemikian rupa sehingga fungsi sistem
biologic berubah, dan menimbulkan suatu efek farmakologik.
Atenolol
Atenolol merupakan suatu β1-blocker yang sangat selektif, sangat sedikit
dimetabolisme dan diekskresikan dalam jumlah cukup di urin. Atenolol kurang menimbulkan
efek-efek yang berhubungan dengan susunan saraf pusat dibandingkan dengan antagonis β
lainnya yang lebih larut dalam lemak.
Β-blocker mengurangi curah jantung atau menurunkan tahanan vaskular perifer dalam
berbagai derajat, tergantung adanya selektivitas terhadap jantung dan aktivitas agonis parsial.
Β-blocker dapat juga bekerja pada adrenoreseptor β prasinaps perifer untuk mengurangi
aktivitas saraf simpatis penyebab vasokonstriktor.
Furosamide
Furosamide tergolong obat diuretik loop. Obat ini menghambat NKCC2, yakni
transporter Na+/ K+/ 2Cl- di lumen, dalam cabang asenden tebal ansa Henle. Dengan
45
menghambat transporter ini, diuretik loop menurunkan reabsorpsi NaCl dan juga mengurangi
potensial positif di lumen akibat siklus kembali K+. Potensial positif ini normalnya memicu
reabsorpsi kation divalent di ansa Henle, dan dengan menurunkan potensial ini, diuretik loop
meningkatkan eksresi Mg+ dan Ca2+. Penggunaan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
hipomagnesium yang signifikan pada beberapa pasien. Karena absorpsi Ca2+ usus yang dipicu
vitamin D dapat ditingkatkan dan Ca2+ aktif direabsorpsi di TCD, diuretik loop umumnya
tidak menyebabkan hipokalsemia. Diuretik loop juga memicu sintesis prostaglandin di ginjal
yang berperan dalam kerja diuretic ini di ginjal.
Selain aktivitas diuretiknya, agen loop juga mempunyai efek langsung pada aliran
darah melalui beberapa dasar vaskular, seperti furosamide yang dapat meningkatkan aliran
darah ginjal. Furosamide juga terbukti menurunkan kongesti paru dan tekanan pengisian
ventrikel kiri pada gagal jantung, sebelum terjadi peningkatan keluaran urin yang nyata, dan
pada penderita anefrik.
Statin
Senyawa ini merupakan analog struktural HMG-KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril-
koenzim A), yang efektif menurunkan LDL. Efek lain meliputi penurunan stres oksidatif dan
inflamasi vaskular dengan peningkatan stabilitas lesi aterosklerotik.
HMG-KoA reduktase memerantai tahap khusus pertama dalam biosintesis sterol.
Bentuk aktif penghambat reduktase merupakan analog structural perantara HMG-KoA yang
dibentuk oleh HMG-KoA reduktase dalam sintesis mevanolat. Analog ini menyebabkan
inhibisi parsial enzim. Belum diketahui apakah hal ini bermakna secara biologis. Akan tetapi,
penghambat reduktase memamng memicu peningkatan jumlah reseptor LDL berafinitas
tinggi. Efek ini meningkatkan laju katabolic fraksional LDL dan ektraksi prekursor LDL (sisa
VLDL) oleh hati dari darah sehingga menurunkan LDL. Oleh karena ekstraksi hepatic lintas-
46
pertama yang nyata, efek utamanya terjadi di hati. Penurunan sedang kadar trigliserida
plasma dan sedikit peningkatan kadar HDL juga terjadi.
5. FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik pada obat golongan statin adalah, pada manusia pemberian
per oral obat golongan ini akan diabsorbsi kira-kira 30%. Sesudah lintasan pertama melalui
hati, obat ditemukan dalam bentuk plasma asal metabolisme aktif atau inaktif.Sembilan puluh
lima persen obat ini dan metabolitnya terikat protein plasma. Semua statin, kecuali lovastatin
dan simvastatin berada dalam bentuk asam beta-hidroksi. Kedua statin tersebut merupakan
prodrug dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis lebih dahulu menjadi bentuk aktif asam
beta-hidroksi. Statin diabsorpsi sekitar 40-75% kecuali fluvastatin yang diabsorpsi hampir
sempurna. Semua obat mengalami metabolisme lini pertama di hati. Waktu paruhnya berkisar
1-3 jam, kecuali atorvastatin(14 jam) dan rosuvastatin (19 jam). Obat-obat ini sebagian besar
dieksresi oleh hati ke dalam cairan empedu dan sebagian kecil lewat ginjal.
Sebagian besar produg degradasi diekskresikan melalui feses dan kurang dari 10%
dari urin. Kadar puncak obat golongan ini dalam plasma terlihat sekitar 2-4 jam sesudah
pemberian oral tunggal. Sesudah 3 hari dengan pemberian 1 X sehari, mantap akan tercapai
kadar plasma 1 ½ X kadar pucak pada pemberian tunggal. Kadar lebih tinggi didapat bila
diberikan bersama makanan.
Farmakokinetik pada obat golongan diureti (furosemide) adalah, furosemide
mempunyai derajat bioavailabilitas 65%. Diuretik kuat terikat pada protein plasma secara
ekstensif, sehingga tidak di filtrasi di glomerulus tetapi cepat sekali di sekresi melalui
mekanisme transport asam organik ditubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi
diciran tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang lebih distaal lagi. Probenesid
dapat menghambat sekresi furosemide. Sebagian besar furosemide di ekskresikan melalui
hati, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid.
Diuretik kuat (furosemid) mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang
agak berbeda-beda. Bioavailabilitas furosemid 65%. Obat golongan ini terikat pada protein
plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi
melalui sistem transpor asam organik ditubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi
dicairan tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi, Probenesid
dapat menghambat sekresi furosemid, dan interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada
tingkat sekresi tubuli, dan tidak pada tempat kerja diuretik.
47
Sedangkan farmakokinetik pada golongan B-bloker (atenolo) adalah, atenolol
merupakan golongan b-bloker yang larut dalam air, atenolol mempunya sifat kurang baik
saat di adsorbsi melalui saluran cerna yaitu 40-60 %, tetapi obat ini tidak mengalami
metabolisme lintas pertama dihati. Dieliminasikan secara utuh melalui ginjal. Obat ini
mempunyai waktu paruh 6-8 jam dan mempunyai afinitas untuk mengikat protein plasma <
5.
6. INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN
Pengaruh makanan terhadap efek obat sering tidak diperhatikan, dapat
menimbulkan efek merugikan, efek samping atau berkurangnya efek. Secara
umum makanan dapat berinteraksi dengan : obat, lemak, karbohidrat, protein,
asam, alkohol, dsb. Makanan dapat mempengaruhi obat pada tahap ADME (Absorbsi,
Distribusi, Metabolisme, Elimnasi). Kekurangan protein, berpengaruh pada
biotransformasi dan toksisitas obat.
Beberapa obat yang strukturnya mirip asam amino à berkompetisi pada absorpsi
gastrointestinal
Makanan berlemak à meningkatkan absorpsi obat yang larut dalam lemak
Makanan yang bersifat asam à menguraikan obat yang tidak tahan asam
Obat analeptik dapat meningkat efeknya dengan minum kopi.
Beberapa obat (glikosida jantung, antihistamin, alkaloid, logam ) à mengendap oleh
tanin
Konsumsi alkohol, kangkung à meningkatkan efek sedatif dan depresan SSP.
Beberapa obat (glikosida jantung, antihistamin, alkaloid, logam ) à mengendap oleh
tanin
Konsumsi alkohol, kangkung à meningkatkan efek sedatif dan depresan SSP.
Umumnya interaksi obat-makanan berupa turunnya derajat absorpsi à melalui
pembentukan kompleks, perubahan pH, perubahan motilitas, perubahan fungsi
mukosa dan perubahan mekanisme transport.
Pencegahan à gunakan obat saat lambung kosong (kecuali obat yang mengiritasi
lambung à gunakan saat lambung isi)
Pada dasarnya ada 3 cara interaksi makanan atau minuman dengan obat yang
dikonsumsi, yaitu:
1. Mengganggu penyerapan dan pencernaan obat
48
Makanan tinggi lemak dan serat memperlambat pengosongan perut sehingga dosis obat
yang diserap lebih sedikit dari yang diharapkan.
2. Menghambat metabolisme dari obat baik di usus atau hati
Makanan dapat meurunkan bioavailabilitas dan efek diuretic furosemid
3. Meniru aksi atau tindakan dari obat
Beberapa makanan atau minuman bisa membesar-besarkan efek obat sehingga seolah-
olah dosis yang dikonsumsi lebih tinggi dan berisiko menimbulkan efek samping. Misalnya
kafein meningkatkan efek vasokonstriksi.
Agen-agen hidrofilik (atenolol) tidak langsung direabsorbsi, tidak di metabolisme
secara luas, dan mempunyai waktu paruh dalam plasma yang relatif lama.
Atenolol dan multivitamin dengan mineral
Penatalaksanaan bersamaan dengan garam kalsium dapat menurunkan bioavailabilitas
oral atenolol dan kemungkinan lain beta-blocker. Mekanisme yang tepat dari interaksi tidak
diketahui. Dalam enam orang sehat, kalsium 500 mg (sebagai laktat, karbonat glukonat, dan)
mengurangi konsentrasi plasma rata-rata puncak (Cmax) dan area di bawah kurva
konsentrasi-waktu (AUC) dari atenolol (100 mg) masing-masing sebesar 51% dan 32%.
Eliminasi paruh meningkat sebesar 44%. Dua belas jam setelah kombinasi, aktivitas beta-
blocking (seperti yang ditunjukkan oleh penghambatan takikardia latihan) berkurang
dibandingkan dengan atenolol saja. Namun, selama pengobatan 4-minggu pada enam pasien
hipertensi, tidak ada perbedaan nilai tekanan darah antara perawatan. Para peneliti
berpendapat bahwa perpanjangan eliminasi paruh disebabkan oleh penggunaan bersama
kalsium dapat menyebabkan penumpukan atenolol selama jangka panjang dosis, yang
kompensasi untuk mengurangi bioavailabilitas
Kolesterol tinggi (Hyperlipoproteinemia, Hypertriglyceridemia, Sitosterolemia)
Beta-blocker dapat mengubah profil lipid serum. Peningkatan VLDL serum dan
kolesterol LDL dan trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL, telah dilaporkan dengan
beberapa beta-blocker. Pasien dengan hiperlipidemia yang sudah ada sebelumnya mungkin
memerlukan pemantauan lebih dekat selama terapi beta-blocker, dan penyesuaian dibuat
sesuai dalam lipid-lowering regimen mereka.
49
Lasix (Furosemide) and Alcohol (Ethanol)
Banyak psikoterapetik dan agen aktif SSP (misalnya, anxiolitik, sedatif, hipnotik,
antidepresan, antipsikotik, opioid, alkohol, relaksan otot) menunjukkan efek hipotensi,
terutama selama inisiasi terapi dan dosis eskalasi. Koadministrasi dengan agen antihipertensi,
dalam vasodilator tertentu dan alpha-blocker, dapat mengakibatkan efek aditif pada tekanan
darah dan orthostasis.
Statin
24 juta orang Amerika setiap hari mengonsmsi obat penurun kolesterol yang disebut statin.
Anda mungkin sudah tahu bahwa statin kadang-kadang dapat menyebabkan nyeri otot.
Dikombinasikan dengan resep yang salah (RX), pengonsumsian bersama (OTC) dengan obat-
obatan lain atau makanan, statin juga dapat menyebabkan kerusakan otot yang berbahaya.
IX. KESIMPULAN
Seorang lelaki gendut (mild obesity) 35 tahun menyukai makanan terolah sejak
sekolah dasar. Makanan terolah banyak mengandung karbohidrat, lemak, protein, dan ada
beberapa yang mengandung garam, kafein, dan zat lain. Zat yang terkandung dalam makanan
olahan ini dapat memicu timbulnya hipertensi. Kemudian ia mengalami disfungsi ereksi
setelah mengkonsumsi 3 macam obat, yaitu antihipertensi (atenolol), diuretika (furosemide),
serta obat pereduksi lemak darah (statin). Atenolol dapat menurunkan cardiac output,
menghambat pelepasan renin (vasodilatasi tidak maksimal akibat penurunan NO),
menyebabkan efek sedasi dan depresi serta gangguan impuls saraf yang. Furosemide
menurunkan cardiac output dan menurunkan volume plasma yang menyebabkan penurunan
aliran darah, serta menurunkan jumlah zinc dalam tubuh yang berakibat pada turunnya
testosteron. Statin menghambat sintesis kolesterol yang dapat menurunkan produksi
testosterone, serta dapat meningkatkan reseptor LDL yang dapat menghambat
atherosclerosis. Kesemuanya dapat memicu timbulnya disfungsi ereksi.
50
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Disfungsi Ereksi. (http://www.news-medical.net/health/Impotence-
%28Erectile-Dysfunction%29-Symptoms-%28Indonesian%29.aspx).
Anonim, 2012. Penyebab Disfungsi Ereksi. (http://majalahkesehatan.com/penyebab-dan-
terapi-disfungsi-ereksi/).
Baron, D. N. 1990. Kapita Selekta: Patologi Klinik ed. 14. EGC: Jakarta.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik ed. 10. EGC: Jakarta.
Quyyumi, AA. 1998. Endothelial function in health and disease: new insights into the
genesis of cardiovascular disease. Am J Med 105:32S-39S Mansjoer, Arief. et.
al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Setiabudi,Riyanto. 2007. Farmakologi dan Terapi FK UI. Badan Penerbit FK UI:Jakarta.
Wofford MR, Hall JE. 2004. Pathophysiology and treatment of obesity hypertension.Curr
Pharm ; 10: 3621–3637
51