LAPORAN_PRAKTIKUM_KIMIA_FISIKA ku (2,11,12).doc

download LAPORAN_PRAKTIKUM_KIMIA_FISIKA ku (2,11,12).doc

of 12

Transcript of LAPORAN_PRAKTIKUM_KIMIA_FISIKA ku (2,11,12).doc

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKPERCOBAAN 6

DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG TIDAK BERCAMPUR

Disusun oleh:Khusnul Khotimah 4301413059

Kelompok 12:

Alfiana AgustinKhusnul Khotimah

Novanda Varantika

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG TIDAK BERCAMPUR

Khusnul Khotimah (4301413059)Prodi Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang

Sekaran, Gunung Pati, Semarang, Indonesia 50229

E-mail: [email protected], 089658522408ABSTRAKPrinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, Hukum ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D ). Angka perbandingan distribusi tidak tergantung pada spesies atau jenis molekul yang mungkin ada. Harga perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat terlarut serta temperatur. Berdasarkan percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan nilai koefisien distribusi (Kd) zat terlarut rata-rata asam asetat 1M, 0.8M, 0.6M, 0.4M dan 0.2M adalah 0,339. Kata Kunci: Distribusi Nerst, angka banding distribusiABSTRACT

The basic principle of this experiment, namely the distribution of dissolved substances into two solvents do not mix each other i.e. water and ether, where the Nerst's distribution law, this law States that solut will distribute themselves between two solvents do not mix, so the mutual after equilibrium is reached, the comparison of the distribution of concentrations in both phases of the solut solvent at constant temperature will constitute a constant , which is called the coefficient of distribution (KD), if in the second phase of the solvent does not occur any reactions. However, if the second phase of the solut in solvent experience reactions such as associated, dissosiasi, it will be more useful to formulate a quantity related to the total concentration of the components of a compound that is present in each phase, called the appeal number distribution (D). Comparison of the distribution of the numbers does not depend on the species or types of molecules that may exist. Price comparison of change with the nature of the substance is dissolved as well as temperature. Based on experiments and calculations that have been done of the distribution coefficient (Kd) of dissolved substance average acetic acid 1 m, 0.5 M, 0.6 M, 0.3 M and 0.1 M is 0,339.

Keywords: Nerst's distribution, the number of appeals distributionPENDAHULUAN

Latar BelakangPada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padatan dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara yaitu dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan utntuk kesetimbangan kimia yang berisi gas. Yang kedua dengan hukum distribusi Nernest, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang terakhir yaitu dengan hukum fase,untuk kesetimbangan yang umum. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukanaktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain yang diketahui, asalkan kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari itu dilakukanlah percobaan distribusi solute (zat terlarut) antara dua pelarut yang tak saling campur ini, agar dapat menentukankonstanta kesetimbangan suatu pelarut yang tidak bercampur.

Berbagai zat-zat kimia tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu pula dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Namun, cairan-cairan tertentu seperti eter dan air bila dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran tersebut kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak dapat campur (karbon disulfida dan air) atau setengah campur antar larutan eter dan akuades (Svehla,G, 1986).

Prinsip Percobaan

Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran antara air (polar) dan eter (non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah dan lapisan eter diatas. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan kloroform, dilakukan pemisahan, dan hasil pisahan berupa lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator PP, yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD). Penentuan KD bisa dengan rumus berikut: K=C1/C2.Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua jenis pelarut yang tidak bercampur.Landasan TeoriDitribusi adalah metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktifitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, akaslakan kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain (SK Dogra dan S Dogra, 1990).Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua pelarut tersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hukum distribusi. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai struktur molekul yang sama dalam dua pelarut (Sukardjo,1996).

Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut (Soebagio. 2002):

KD = C2/C1 atau KD = Co/CaRumus diatas dapat berlaku jika1. Solute tidak ter ionisasi dalam salah satu pelarut2. Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut3. Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi reaksi lain. Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut (Khopkar,2008):

D = (Vw/Vo E)/(100-E), dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan:

1. Temperatur yang digunakan; semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.

2. Jenis zat pelarut; bila pelarut yang digunakan mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, dan berpengaruh pada nilai k.

3. Jenis zat terlarut; bila zat yang akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap, akan mempengaruhi normalitas, akibatnya mempengaruhi harga k.

4. Konsentrasi; makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k (Svehla,1990).

Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan(Basset,dkk, 1994).

Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).Angka perbandingan distribusi tidak tergantung pada spesies atau jenis molekul yang mungkin ada. Harga perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat terlarut serta temperatur, sedangkan angka berubah apabila konsentrasi zat berubah dalam kedua pelarut setelah tercapai kesetimbangan pada temperatur tertentu dalam larutan tertentu (Mulyani,2010).METODOLOGIMaterial

Alat yang digunakan yaitu; corong pemisah 500 cm3 (1), erlenmeyer 200cm3 (6), buret (1), klem (2), dan statif (2), pipet ukur 10 ml (1), gelas ukur 100cm3 (1), gelas kimia (2), batang pengaduk (1), pipet tetes (2), labu ukur 25ml(1), labu ukur 200ml(1), pipet ukur 25ml(1).Bahan yang dibutuhkan; akuades (H2O), indikator fhenolfthalein(PP), larutan asam asetat(CH3COOH), larutan asam oksalat(H2C2O4), larutan natrium hidroksida (NaOH) standar dan pelarut organik(eter).Prosedur Kerja Penentuan Koefisien DistribusiLangkah kerja yang dilakukan dalam percobaan menentukan koefesien distribusi zat terlarut antara dua jenis pelarut yang tidak bercampur yaitu; membuat 100 cm3 larutan asam asetat yang konsentrasinya 1, dan masing-masing 50ml untuk masing-masing konsentrasi 0,8, 0,6, 0,4, dan 0,2 M dari pengenceran asam asetat 1M. Kemudian mengambil masing-masing 10 cm3 dan memasukkannya ke dalam corong pemisah. Mengambil sisa larutan 10 cm3 lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer dan menitrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 M serta menambahkan indicator fenolftalain. Dari percobaan tersebut, konsentrasi asam asetat mula-mula dapat diketahui. Larutan asam asetat dalam corong pemisah ditambah 10 cm3eter, lalu mengocoknya dengan kuat selama 30 detik dan mendiamkan selama 30 detik. Perlakuan ini dilakukan 2 kali pengulangan dan mendiamkannya selama 3-5 menit supaya tercapai kondisi yang seimbang. Memisahkan larutan air, mengambil 10 cm3 dan menitrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 M dengan indicator fenolftalain. Titrasi dilakukan 2 kali. Dari hasil titrasi tersebut, konsentrasi asam asetat dalam air pada kondisi seimbang dapat ditentukan, sehingga konsentrasi asam asetat dalam eter pada kondisi seimbang juga dapat ditentukan (selisih konsentrasi awal dalam air pada kondisi seimbang). Percobaan ini dilakukan untuk semua variasi konsentrasi asam asetat.HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel Pengamatan

Standarisasi NaOH

NoVolume asam oksalat 0.25N (ml)Volume NaOH 0.5N (ml)

1105.0

2105.1

Titrasi Asam AsetatKonsentrasi Asam AsetatVolume Asam Asetat (ml)Volume NaOH (ml)

1M1019,8

0.8M1015,9

0.6M1013,2

0.4M107,9

0.2M104,0

Titrasi Asam Asetat setelah pencampuran dengan Eter

NoVolume Asam Asetat 1M (ml)Volume NaOH (ml)

11012,8

21013,0

NoVolume Asam Asetat 0.8M (ml)Volume NaOH (ml)

11010,6

21011,0

NoVolume Asam Asetat 0.6M (ml)Volume NaOH (ml)

1108,4

2108,4

NoVolume Asam Asetat 0.4M (ml)Volume NaOH (ml)

1105,0

2105,2

NoVolume Asam Asetat 0.2M (ml)Volume NaOH (ml)

1102,7

2102,8

PembahasanPercobaan ini bertujuan untuk menentukan distribusi zat terlarut antara dua jenis pelarut yang tidak bercampur. Pelarut yang digunakan pada percobaan ini yaitu air dan eter karena keduanya memiliki sifat kepolaran yang berbeda dimana air merupakan senyawa polar sedangkan eter merupakan senyawa non-polar. Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, Hukum ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D).K = C1 / C2dengan,

K: koefisien distribusi

C1 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1

C2 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 2

Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam.Dalam percobaan ini digunakan 5 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1 M; 0,8 M; 0,6M; 0,4 M; dan 0,2 M.

Setelah semua bahan dan alat yang diperlukan sudah siap, langkah awal percobaan ini yaitu melakukan standarisasi larutan antara larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. Dimana larutan baku sekunder yang akan digunakan adalah NaOH dan larutan baku primer H2C2O4. Dalam proses standarisasi ini ditambah dengan indikator fenophtalein (indikator PP). Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah dalam mengetahui titik akhir titrasi. Kemudian untuk mengetahui konsentrasi asam asetat mula-mula yaitu dengan cara 10 ml asam asetat dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH. Hasil yang diperoleh melalui analisa data yaitu untuk konsentrasi asam asetat 1,0 M adalah 19,8 ml, 0,8 M adalah 15,9 ml, 0,6 M adalah 13,2 ml, 0,4 M adalah 7,9 ml, 0,2 M adalah 4,0 ml.Pada tempat yang lain yaitu dalam corong pemisah, mengambil 10 ml asam asetat dicampur dengan 10 ml eter dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 30 detik, lalu didiamkan selama 3-5 menit agar dapat tercapai kondisi .yang seimbang, kemudian dilakukan pengocokan kembali yang berfungsi untuk memaksimalkan atau untuk memperluas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa (air dan eter). Setelah pencampuran asam asetat dengan eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran. Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan fasa atas dan fasa bawah. Asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut eter berada dilapisan atas. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebih besar di banding masa jenis eter dimana massa jenis eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99). Sesudah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5 mL larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran dan dilakukan pula untuk konsentrasi 1, 0,8, 0,6, 0,4, dan 0,2 M. Seperti pada titrasi yang pertama, indikator yang digunakan fenolftalein (PP).Indikator ini merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH3COOH + NaOH ( CH3COONa + H2O

Volume NaOH yang diperlukan ketika titrasi untuk konsentrasi asam asetat 1,0 M adalah 12,9 ml, 0,8 M adalah 10,8 ml, 0,6 M adalah 8,4 ml, 0,4 M adalah 5,2 ml, 0,2 M adalah 2,75 ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubungan yang sebanding.Adapun fungsi bahan dan alat sebagai berikut: asam cuka (CH3COOH) berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi dan untuk akuades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi eter adalah sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan asam asetat. Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien distribusi. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan yang dilampirkan, diperoleh nilai Kd dengan perbandingan hampir sama, yaitu asam asetat untuk konsentrasi 1M adalah 0,348, 0,8M adalah 0,321, 0,6 M adalah 0,363, 0,4M adalah 0,354, 0,2M adalah 0,313. Hasil dari praktikum ini sesuai dengan teori yang ada, dimana nilai Kd yang didapat berkisar 0,313-0,363 sehingga dapat diasumsikan menjadi 0,340.

Gambar 1. Grafik Hubungan Konsentrasi Asam Asetat dalam Eter Vs Konsentrasi Asam Asetat dalam Air

Berdasarkan percobaan di dapatkan Kd rata-rata sebesar 0,340 dengan membandingkan hasil KD sesungguhnya sebesar 0,349 maka didapatkan kesalahan relatif sebesar 2,578%. Maka dapat disimpulkan bahwa percobaan ini berhasil, karena kesalahan relatif yang kecil.SIMPULAN DAN SARANSimpulanBerdasarkan percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan nilai koefisien distribusi (Kd) zat terlarut yaitu asam asetat 1M, 0.8M, 0.6M, 0.4M dan 0.2M dalam pelarut yang tidak bercampur yaitu air dan eter adalah 0.348; 0.321; 0.363; 0.354 dan 0.313.

Kd rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 0,340, sedangkan Kd berdasarkan teori sebesar 0,349. Sehinga didapatkan kesalahan relatif sebesar 2,578%. Saran1. Agar mendapatkan hasil koefisien distribusi yang baik, perhatikanlah dengan teliti proses pemisahan, karena volume pada saat pemisahan dua fase ini sangat mempengaruhi nilai KD.2. Agar mendapatkan nilai KD yang baik, perhatikan TAT karena volume yang dicatat pada saat TAT mempengaruhi nilaki KD.DAFTAR PUSTAKAArsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. JakartaBasset, J., R., Denny dan G., H., Jeffrey. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Kuantitatif Anorganik. Edisi ke-4, Penerjemah: A., H., Pudjatmaka dan L, Setrono. Buku Kedokteran EGC. JakartaDogra, SK dan Dogra, S.1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. UI press. JakartaKhopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. JakartaMulyani, Sri dan Hendrawan. 2010. Common Textbook Kimia Fisika II. JICA-IMSTEP. BandungSoebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Universitas Negeri Malang. MalangSukardjo. 1996. Kimia Fisika. Rineka Cipta. YogyakartaSvehla, G. 1986. Buku Teks Analisis Secara Kualitatif Makro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta12