lapsus uveitis.doc

37
BAB I PENDAHULUAN Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. 1,2 Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 1 Secara anatomis, uveitis dibagi menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai 1

description

uveitis

Transcript of lapsus uveitis.doc

BAB IPENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.1,2 Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 1Secara anatomis, uveitis dibagi menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai iris (iritis) dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya bersifat unilateral dengan onset akut.Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di negara berkembang. Di dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Pada beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Israel, India, Belanda dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada usia 20-50 tahun dengan puncaknya adalah decade ke tiga. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang.

BAB II

LAPORAN KASUSIdentitas Pasien

Nama

: Ny. DSUmur

: 39 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Persahabatan TimurPendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Ibu Rumah TanggaStatus perkawinan: Menikah

Bangsa/suku

: Indonesia/ JawaTanggal diperiksa: 7 Oktober 2014Keluhan Utama

Mata kiri merah dan kabur sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata RSUP Persahabatan Jakarta dengan keluhan penglihatan tiba-tiba kabur pada mata kiri pasien sejak 2 minggu SMRS. Awalnya mata kiri pasien merah dan nyeri 2 minggu lalu. Kemudian diikuti dengan penglihatan kabur. Pasien juga mengeluh pandangan menjadi silau saat terpapar sinar dan sering berair. Lalu pasien memakai obat tetes mata (INSTO), merah pada mata kiri pasien berkurang, tetapi penglihatan tetap kabur. Nyeri (+), gatal (+), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), demam (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mempunyai keluhan/sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat trauma pada mata (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat penyakit paru (-)

Riwayat penyakit persendian (-)

Riwayat penyakit THT (-)

Riwayat sakit gigi (-)

Riwayat operasi mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat Pengobatan

Selama sakit, pasien memakai obat tetes mata (INSTO) yang dibeli sendiri oleh pasien. Setelah obat ini dipakai, keluhan mata merah berkurang, namun keluhan penglihatan kabur tetap ada.

Riwayat Kebiasaan

Pasien sering menggosok mata (-), kemasukan benda asing (-).

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 74 x/menit

Frekuensi pernapasan: 20 x/menit

Suhu

: 36,90C

Status lokalis

Kepala

: tidak ada kelainan

Telinga

: tidak ada kelainan

Mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: tidak ada kelainan

Paru-paru

: dalam batas normal

Jantung

: dalam batas normal

Ekstremitas

: tidak ada kelainan

Status Oftalmologis

ODOS

PalpebraEdema (-), hiperemi (-), benjolan (-), ptosis (-), entropion (-), ektropion (-),pseudoptosis (-), trikiasis (-), xantelasma (-)Edema (-), hiperemi (-), benjolan (-), ptosis (-), entropion (-), ektropion (-),pseudoptosis (-), trikiasis (-), xantelasma (-)

KonjungtivaPerdarahan (-), injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), secret (-), jaringan fibrovaskuler (-)Perdarahan (-), injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (+), secret (-), jaringan fibrovaskuler (-)

KorneaJernih, abrasi (-), sikatrik (-), keratik presipitat (-), infiltrate (-), ulkus (-), arkus senilis (-), pericorneal vascular injeksi (-)Keruh (+), abrasi (-), sikatrik (-), keratik presipitat (+), infiltrate (-), ulkus (-), arkus senilis (-), pericorneal vascular injeksi (+)

Chamber Okuli AnteriorKedalaman (N), hifema (-), hipopion (-), flare (-)Kedalaman (N), hifema (-), hipopion (-), flare (-)

Iris/pupilBulat, diameter 3 mm, reflex cahaya (+)Midriasis, diameter >2 mm, ireguler

LensaJernih, dislokasi lensa (-), afakia (-), pseudoafakia (-)Jernih, dislokasi lensa (-), afakia (-), pseudoafakia (-)

Visus6/66/12

Gerakan bola mataBebas ke segala arah, nyeri gerak (-)Bebas ke segala arah, nyeri gerak (-)

FunduskopiTidak dilakukanSulit dinilai

Diagnosis Kerja

Uveitis Anterior OSDiagnosis Banding

Konjungtivitis

Keratitis

Glaukoma Akut

Penatalaksanaan

Cendo tropin tetes mata 3 x 1 tetes/hari OS

Xitrol 6 x 1 tts/hari OS

Metilprednisolon 1 x 8 mg/hariPrognosis

BaikBAB IIITINJAUAN PUSTAKAIII.1 ANATOMI UVEA :

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.2

Gambar 3.1. Anatomi Mata1. Iris

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.2,3Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.32. Corpus Siliar Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi.4Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung.3

Gambar 3.2 Aliran Aquous Humor

Gambar 3.3. Anatomi dan aliran aquos humor3. Koroid Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.2,3 Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.1Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina,Imunologi (bagian yang berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor oleh korpus siliaris, dan sebagai nutrisi.4III.2 UVEITISIII.2.1 DEFINISIUveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun.4,5III.2.2 KLASIFIKASI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasisecara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.5

Gambar 3.4 Uveitis1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis 6a) Uveitis anteriorMerupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut juga dengan iridosiklitis.b) Uveitis intermediet Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan peradangan vitreous. c) Uveitis posteriorMerupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.d) PanuveitisMerupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis7a) Uveitis akut Uveitis yang berlangsungselama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik.b) Uveitis kronik Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan ataubertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas danbersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi berdasarkan Etiologi6a) Uveitis infeksius Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri.b) Uveitis non-infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.4. Klasifikasi berdasarkan patologis5a) Uveitis non-granulomatosa

Infiltrat dominan limfosit pada koroid.b) Uveitis granulomatosa Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus III.3 UVEITIS ANTERIORIII.3.1 DEFINISI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.4 III.3.2 KLASIFIKASI

Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis yang berlangsungselama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan ataubertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas danbersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.6Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.2,3,4Tabel 1. Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosaNon- GranulomatosaGranulomatosa

Onset

Nyeri

Fotofobia

Penglihatan Kabur

Merah Sirkumneal

Keratic precipitates

Pupil

Sinekia posterior

Noduli iris

Lokasi

Perjalanan penyakit

Kekambuhan Akut

Nyata

Nyata

Sedang

Nyata

Putih halus

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Tidak ada

Uvea anterior

Akut

SeringTersembunyi

Tidak ada atau ringan

Ringan

Nyata

Ringan

Kelabu besar (mutton fat)

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Uvea anterior, posterior,difus

Kronik

Kadang-kadang

III.3.3 ETIOLOGI

Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks.5 Etiologi uveitis dibagi dalam :

Berdasarkan spesifitas penyebab :1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit yang spesifik.

2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun iatrogenik.2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.III.3.4 PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.6Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).3Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :6,71. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.4Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. 6Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).5Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.3III.3.5 MANIFESTASI KLINISKeluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).1,2,3III.4 UVEITIS INTERMEDIATEUveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snow-banking). Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.5,6III.5 UVEITIS POSTERIOR

Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma, penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina. 4III.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat dikelompokkan menjadi :7Terapi non spesifik :

1. Penggunaan kacamata hitam

Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian midriatikum.

2. Kompres hangat

Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

3. Midritikum/ sikloplegik

Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.

Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:

a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi

Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :

a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)

b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)

c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)

d. Methylprednisolone acetate 20 mg Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifikTerapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu : Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi1. Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:Terapi konservatif :

Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam

Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.

b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.

3. Katarak komplikata

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

III.7 KOMPLIKASI

Komplikasi dari uveitis dapat berupa :7a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata

Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.

b. Katarak

Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.

c. Sinekia posterior ( perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.

d. Sinekia anterior ( perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.

e. Seklusio pupil ( perlekatan pada bagian tepi pupil

f. Oklusio pupil ( seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang

g. Endoftalmitis ( peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas.

h. Panoftalmitis ( peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga. BAB IVPEMBAHASANUveitis merupakan peradangan pada daerah uvea, dimana jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Secara anatomis, uveitis dibagi menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai iris (iritis) dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya bersifat unilateral dengan onset akut.Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik (idiopatik iridosiklitis), penyakit yang berhubungan dengan vaskulitis/arthritis (HLA-B27 iridosiklitis, juvenile rheumatoid arthitis, ankylosing spondilitis, reiter syndrome, inflammatory bowel disease), penyakit infeksi (Herpes simpleks keratouveitis, Herpes zoster keratouveitis), penyakit neoplasma (leukemia/lymphoma) dan penyebab lain (Fuchs heterochromic iridocyclitis, traumatic iridocyclitis, glaucomatocyclitis crisis).Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi, hal ini sesuai dengan keluhan pasien yaitu hanya satu mata yang terjadi uveitis yaitu mata kiri. Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini besar disebut mutton fat.Klasifikasi uveitis anterior dibagi menjadi uveitis non-granulomatosa dan granulomatosa. Nongranulomatosa akut disertai rasa nyeri, fotofobia, penglihatan buram, keratik presipitat kecil dan pupil mengecil. Sedangkan granulomatosa akut tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar (mutton fat), benjolan Koeppe atau benjolan Busacca. Pada pasien ini tergolong kelompok yang non granulomatosa.Gejala subyektif yang sering dikeluhkan pada penderita uveitis anterior adalah nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur. Sesuai dengan anamnesis, pasien memiliki keluhan fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur. Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia.Pada keluhan kabur, derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin dan bisa juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit, konjungtiva bulbi hiperemis, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik presipitat. Gambaran hiperemi merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna ungu merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva. Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar. Pupil membesar karena pasien menggunakan obat tropinPada pasien ini terdapat penurunan tekanan bola mata dengan hasil pemeriksaan menggunakan tonometri Schiotz adalah 4,0 mmHg, hal ini disebabkan adanya gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Keratik presipitat terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuoshumor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan jadi baru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih Jenis sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Ukuran dan jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk mencari kemungkinan penyebab terjadinya uveitis. Akan tetapi hasil pemeriksaan darah rutin pasien adalah dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dinilai adalah Angiotensin converting enzyme (ACE), Antinuclear antibody (ANA) testing, Complete blood count (CBC), Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), Erythrocyte sedimentation rate (ESR), Human leukocyte antigen - B27 (HLA-B27) typing. Jika sudah ditemukan penyebabnya, pasien dapat kita konsul ke bagian lain untuk diterapi penyebabnya.Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah Cendo tropin tetes mata mengandung atropine sulfat yang merupakan kelompok midriatik siklopegik. Semua sikloplegik merupakan agen antagonis kolinergik yang bekerja dengan menghambat neurotransmiter pada reseptor sfingter iris dan korpus silier. Pada pengobatan uveitis anterior sikloplegik bekerja dengan 3 cara yaitu: mengurangi nyeri karena imobilisasi iris, mencegah adesi iris ke kapsula lensa anterior (sinekia posterior), yang dapat meningkatkan tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma sekunder, menyetabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya flare.Xitrol 6 x 1 tts/hari adalah obat tetes mata yang mengandung kombinasi kortikosteroid dan antibiotic. Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan. Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit.Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan. Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.Prednisone oral (Metilprednisolon) dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk mengurang peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari(alternatingsingle dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.Diagnosis banding pada kasus ini adalah konjungtivitis, dimana pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata dan umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris. Keratitis atau keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zooster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya. Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan korneanya beruap.Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik, tanp adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta : Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12

2. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007

3. Riordan Paul Eva et al : Anatomi dan Embriologi Mata dalam : Riordan Paul Eva, et al : Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 4. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.

5. Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2004

6. Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese University of Hong Kong Sept 2002. www.afv.org.hk/Uveitis/uveitis_3.jpg7. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro.

8. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI24