LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Rutin
-
Upload
margaretha-quina -
Category
Documents
-
view
134 -
download
10
description
Transcript of LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Rutin
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Gambaran Umum
Pulau Palu’e merupakan sebuah pulau yang berada di utara Pulau
Flores dengan luas wilayah 41 km2 dan wilayah perairannya 345.45 km2.
Palue merupakan sebuah kecamatan yang masuk dalam Kabupaten Sikka di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak di sebelah barat kabupaten Sikka ±
93 km dari ibu kota Maumere, dan merupakan sebuah pulau tropis yang
berada dalam sebuah gugusan kepulauan dalam perairan Lautan Flores
berada dalam posisi geografis 8º 17’ 31,54-8º 21’15,65 lintang selatan dan
121º4’36,00 – 121º 44’47,03 Bujur Timur.
Peta Pulau Palue
(Sumber : http.www.kabsikka.co.id)
Keadaan tropografis sebagian bergunung-gunung dan berbukit-bukit
dengan tingkat kemiringan ± 70-80º, untuk topografi datarnya pada
umumnya terletak di daerah pantai, dan sedikit di daerah pegunungan
dengan persentase ± 0,7 dari total keseluruhan luas daerah kecamatan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 2
Palu’e. Kecamatan Palu’e beriklim tropis, suhu berkisar antara 27ºC- 29ºC
pada musim panas suhu maksimum 29oC dan pada musim hujan 23,8ºC atau
rata-rata 27, 2º C, kelembapan udara rata-rata 78% pertahun. Kecepatan
angin pada musim panas 12-13 knots. Musim panas 7-8 bulan (April/Mei-
Oktober/November) dam musim hujan yang lebih dari 4 bulan (November-
Desember, Maret-April). Curah hujan pertahun antara 1.000 mm-1.500 mm,
dengan jumlah hari hujan sebesar 60-120 hari per tahun. Penggunaan tanah
di kecamatan Palu’e didominasi lahan pertanian yaitu 1.703 ha, sedangkan
penggunaannya lainnya yaitu kawasan hutan dan gunung Rokatenda seluas
352 ha atau sekitar 8,94 %, semak belukar dan lereng atau perbukitan seluas
2.65 ha atau sekitar 66, 28 %. Secara administrasi pemerintahan kecamatan
Palue terdiri dari 8 buah desa dan 24 dusun.1
1.2. Potensi Wilayah
a. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan sensus penduduk 2011, penduduk Kecamatan Palu’e
berjumlah 9939 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,25%.
Mayoritas penduduk Pulau Palu’e berada pada garis kemiskinan. Menurut
data dari Pemerintahan Kabupaten Sikka Kecamatan Palue, jumlah Kepala
Keluarga (KK) miskin sebanyak 1996 KK dari 2691 KK. Dapat dikatakan
pulau ini merupakan pulau yang tertinggal atau orang Palu’e biasa
mengatakan “Pulau yang Terlupakan”. Tingkat pendidikan pada tahun 2010
didominasi tidak tamat SD sebesar 23%, tamat SD sebesar 10,18%, tamat
SLTP sebesar 3,25%, tamat SLTA sebesar 1.6% dan tamat PT/akademik
0,38%. Jumlah sarana pendidikan sebanyak 12 unit meliputi SD sebanyak 10
unit dan SLTP sebanyak 2 unit. Puskesmas sebanyak 2 unit.
b. Sumber Daya Alam
Pada sub sektor pertanian, kecamatan Palu’e memiliki lahan kering
yang potensial, yang cukup subur karena merupakan jenis tanah
vulkanik.Pertanian seluas 1.078, 21 ha atau 21,10%. Secara umum, petani
Kecamatan Palu’e adalah petani subsistem yakni mengerjakan jenis
tanaman ubi-ubian, kacang-kacangan dan jagung, untuk kebutuhan
sendiri. Sub sektor perkebunan seluas 2.267, 32 ha atau 57,99% terdiri
dari kelapa, kakao dan mete. Sektor perternakan yang dominan di
kecamatan Palu’e adalah kambing, babi, ayam, dan anjing. Sub sektor
Perikanan di kecamatan Palu’e belum dikelolah secara maksimal. Nelayan
1 Pemerintah Kecamatan Palu’e, Profil Kecamatan Palue Kabupaten Sikka 2008: Deskripsi dan
Sumber Daya, (Maumere, 2008), hal. 1-15
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 3
Palu’e masih menggunakan alat tangkapnya sederhana seperti pukat,
pancing bahkan sebagian masih menggunakan alat tangkap tradisional
seperti bubu. Dengan demikian mempengaruhi jumlah hasil tangkapnya.
Potensi wisata di kecamatan Palu’e dibedakan atas 2 yaitu: wisata alam
dan wisata budaya. Untuk wisata alam seperti, sumber air panas di
Kesokoja, Rokirole, Nitunglea dan Reruwairere, juga potensi bahari di
perairan seputar Pulau Palue. Sedangkan wisata Budaya seperti Pati
Karapau, yang terdapat di desa Nitunglea, Rokirole, Tuanggeo, dan
Ladolaka, yaitu upacara pemotongan hewan kurban berupa kerbau arwah
leluhur yang terjadi pada ritus lima tahunan, dan upacara Tu Te’u atau
usir tikus, yang terjadi di desa Maruriwu dan Reruwairere. Wisata alam
seperti yang kami sampaikan di atas dapat dijelaskan sesuai spesifikasi
sebagai gunung api rokatenda, penyulingan air panas, mata air panas
Reruwairere dan pantai pasir putih.2
1.3. Sarana Dan Prasarana
Selain fasilitas pendidikan dan kesehatan yang telah
disampaikan, terdapat pula beberapa fasilitas seperti fasilitas peribadatan.
Fasilitas peribadatan yang ada di kecamataan Palu’e antara lain dua buah
Gereja dan tiga buah Kapela, seluruh masyarakat kecamatan Palu’e 100%
Katolik, yang tersebar di dua paroki yaitu Paroki Keluarga Kudus Lei dan
Paroki Ave Maria Bintang Laut Uwa, yang akan merayakan pesta usia
emasnya pada tahun 2012 mendatang. Fasilitas Perekomomian
masyarakat Palu’e dari luar Palu’e (Pasar Ropa, Kecamatan Maurole
Kabupaten Ende) yang berlangsung setiap Rabu atau dari kota Maumere
melalui pengangkutan kapal Motor. Ada dua pasar desa yaitu Pasar Desa
Reruwairere dan Pasar Desa Tuanggeo yang terjadi pada hari Sabtu,
keberadaban pasar ini belum terlalu nampak aktivitasnnya. Fasilitas
perkantoran dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bagi
kepentingan masyarakat Palu’e, antara lain berupa kantor pemerintahan
seperti kantor camat, kantor kepala desa dan kantor polisi. Bagunan
rumah yang ada di kecamatan Palu’e s/d tahun 2011 berjumlah 2.497
buah yang terdiri dari 281 atau 11, 67% rumah permanent, 673 buah atau
23,51% rumah semi permanen dan sisanya 1543 atau 64,52% rumah
temporer.3
2 Ibid., hal. 4
3 Ibid., hal. 6
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 4
1.4. Fasilitas Umum4
Kebutuhan air bersih untuk keperluan masyarakat Palu’e
diperoleh dari PAH (Penampung air hujan) yang ada pada masing-masing
keluarga. Keberadaan PAH ini sangat membantu dalam memenuhi
kebutuhan air bersih masyarakat. Jumlah PAH yang ada di Kecamatan
Palu’e sampai dengan tahun 2009 berjumlah 795 buah yang tersebar di
seluruh desa yang ada di Kecamatan Palu’e. Pemenuhan kebutuhan daya
listrik penduduk kecamatan Palue diperoleh dari tenaga generator dan
panel surya. Panel surya diperkenalkan di kecamatan Palu’e pada tahun
1999 untuk desa Nitunglea sebanyak 100 rumah tangga dan pada tahun
2003 dilanjutkan pada desa-desa lain yakni Desa Maruriwu 401 KK, Desa
Tuanggeo 301 KK, Desa Rokirole 225 KK, Desa Nitunglea 204 KK, Desa
Kesokoja 219 KK dan Desa Lidi 193 KK.Untuk fasilitas Telekomunikasi
telah ada tower HP,namun belum menjangkau seluruh desa, baru dua desa
yang terjangkau. Untuk Transportasi, jaringan transportasi darat yang ada
di kecamatan Palu’e adalah jalan yang adalah kabupaten dan jalan desa.
Mobilisasi masyarakat mengunakan kendaraan roda dua. Sarana
transportasi laut adalah Kapal Motor, sebanyak ± 10 buah yang melayani
dari Palu’e ke Maumere.
1.5. Permasalahan
Permasalahan-permasalah saat ini yang dialami tiap sektor di
kecamatan palue seperti aksebilitas ke kota Maumere sebagai ibukota
Kabupatren Sikka masih rendah hal ini dikarenakan kapal/ perahu motor
terbatas, kapal/perahu motor dengan fasilitas tidak memadahi dan motor
yang belum layak untuk mengangkut penumpang karena fasilitas yang
tidak memadahi. Aksebilitas antar desa belum dibangun infrastruktur
jalan, jalan yang dibangun baru enam desa,dua desa belum dibangun.
Dibidang pendidikan angka droup out sebesar 3, 17% dan mengulang
kelas atau tinggal kelas 5,9 %. Selain itu jumlah tenaga guru PNS maupun
bukan PNS sangat tidak memadahi. Selain itu prasarana sekolah seperti
buku pegangan siswa, ruang perpustakaan masih kurang pula. Di bidang
kesehatan, cakupan pelayanan Kesehatan Ibu Bayi dan Balita dan
pelayanan imunisasi masih kurang, polindes tidak memiliki tenaga
kesehatan ,status gizi buruk dan gizi kurang masih tinggi serta jenis
penyakit menular seperti kusta dan frambusia masih ada untuk kecamatan
palue. Potensi laut belumdimanfaatkan secara maksimal, karena
4 Ibid., hal. 8
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 5
pengetahuan dan keterampilan nelayan masih rendah serta fasilitas
penangkapan masih kurang. Dibidang pertanian, produksi pertanian
masih rendah, karena luas kepemilikan lahan rata-rata 0,20 ha serta
topografi yangb relatif terjal sehingga usaha pertanian pangan menjadi
tidak efisien. Dalam kualitas SDM, masih banyak pengangguran serta
motivasi dan etos kerja rendah. Sehingga akumulasi darp permasalahan
diatas menyebabkan kemiskinan.
1.6. Profil Desa Tuanggeo
Sejarah Penamaan
Tuanggeo berarti lontar berbengkok-bengkok, dimana kisah
tentang asal muasal nama ini tetap diingat dan dikokohkan oleh Laki Mosa
– Laki Mosa melalui tradisi lisan. Dikisahkan bahwa sepasang suami istri
dari Cawalom, kampung Roki-Role pergi ke hutan dan menemukan
seorang bayi dalam ruas bambu ke delapan. Mereka kemudian
memelihara bayi tersebut dan menamakannya Pio. Pio kemudian tumbuh
menjadi anak yang nakal dan selalu ingin tahu. Pada usia 12 tahun Pio
mengajak teman-temannya mencari ‘tiang api’ yang mengeluarkan asap
sebagai tanda korban bakaran. Teman-temannya menolak, bahkan dipukul
dan ditendang. Selama tujuh hari Pio dikalahkan oleh teman-temannya.
Pada hari ke delapan Pio berhasil mematahkan paha kanan salah seorang
temannya. Karena takut, kalut dan sedih, Pio melarikan diri ke kampung
tetangganya. Di kampung itulah Pio menemukan ‘tiang api’ yang dicari-
carinya dan merasa cocok dengan tempat itu. Tempat tersebut bernama
Tuanggeo, nama yang dirasakan sangat cocok di hati Pio. Di tempat
tersebut Pio mendapatkan kekuatan gaib untuk mengalahkan lawan-
lawannya. Kebanggaan masa silam akan kekuatan dan kehebatan Pio ini
kemudian diabadikan menjadi nama desa Tuanggeo.5
Kondisi Alam
Keadaan alam Palue umumnya dan Tuanggeo khususnya
bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung (Gunung Api Rokatenda,
875 m dpl), dengan tingkat kemiringan rata-rata berkisar 60-85%. Pulau
Palue sendiri dikenal sebagai pulau gunung api, mengacu pada Gunung Api
Rokatenda yang terletak di tengah pulau.
5 Silvia Fanggidae, Dampak Bantuan Pangan di Indonesia Terhadap Mekanisme Penyesuaian Lokal: Studi Kasus Pedesaan Nusa TenggaraTimur 1998-2000, (Kupang : IITTS Publications. 2008), hal.14
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 6
Masalah Air
Kondisi alam Pulau Palue sangat kering dengan curah hujan yang
sangat minimal. Air merupakan salah satu masalah utama di wilayah ini,
terutama karena tidak ada sumber mata air. Rata-rata orang Palue
mengkonsumsi air hujan dengan membuat bak-bak penampungan yang
besar untuk kebutuhan satu tahun mereka. Selain itu mereka juga
mengkonsumsi ‘air suling,’ yaitu air yang diperoleh dari uap panas yang
keluar dari perut bumi. Air tersebut dialirkan dengan pipa bambu yang
kemudian menetes seperti embun.6
Selain itu mereka juga mengkonsumsi air pisang. Air pisang ini
diperoleh dengan cara mengorek batang pisang dan memasang sebilah
bambu kecil sebagai penyalur air yang keluar dari batang pisang tersebut.
Dari batang pisang ini akan mengalir air dan ditadah di ember atau
tempayan. Air pisang biasanya mulai ditadah sore hari dan diambil pada
pagi berikutnya. Akan tetapi sekarang sudah mulai banyak orang memiliki
bak penampungan air hujan, yang disumbang sebagian oleh AusAID/Dian
Desa. Kini air batang pisang sudah mulai jarang
diambil.
Letak Geografis dan Administratif
Desa Tuanggeo sendiri dapat dicapai dengan berjalan kaki dari
tempat turun perahu selama 2-3 jam dengan melalui bukit-bukit tandus;
serta dapat pula dicapai dengan ojek melalui jalan umum yang terbuat dari
semen dengan biaya Rp 10.000,00. Jalan semen yang dibuat pada tahun
1997 merupakan satu-satunya infrastruktur yang menghubungkan
Tuanggeo dengan desa-desa lainnya dimulai dari Maluriwu sampai dengan
Nitunglea.7 Dibandingkan dengan kondisi sebelumnya di mana kondisi
geografis dengan minimnya fasilitas membuat Pulau Palue termasuk
daerah yang terisolasi dari wilayah Flores lainnya, akses ke Palu’e secara
umum dan Tuanggeo secara khusus telah jauh membaik. Secara
administratif Pulau Palue menjadi satu kecamatan sendiri di Kabupaten
Sikka, yakni Kecamatan Palue. Kecamatan Palue memiliki delapan desa, di
mana Tuanggeo merupakan salah satunya. Sebenarnya secara geografis
Pulau Palue lebih dekat dengan Kabupaten Ende. Tetapi masyarakat di
Palue sendiri lebih memilih masuk ke Kabupaten Sikka, karena Sikka
6 Ibid., hal. 15
7 Berdasarkan observasi dan pengalaman anggota kelompok
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 7
dikembangkan untuk menjadi pusat perekonomian Flores. Masyarakat
Palue berharap bisa mendapat bagian dari perkembangan Kabupaten
Sikka tersebut.
Desa Tuanggeo terdiri dari tiga dusun, yakni Dusun Sali, Dusun
Tomu dan Dusun Lei. Sebelah Utara Tuanggeo berbatasan dengan Laut
Flores; sebelah Selatan dengan hutan larangan (masyarakat menyebutnya
sebagai bosowese, yang diyakini berasal dari Bahasa Belanda), Bukit
Manunai, Gunung Rokatenda; sebelah Timur dengan Desa Ladolaka, Dusun
Teo, Nara dan Matamere; sebelah Barat dengan Desa Roki Role.
Demografis dan Fasilitas Umum
Luas desa Tuanggeo adalah 5km2. Jumlah penduduk menurut data
Agustus 2001 sebanyak 1.043 jiwa (591 perempuan dan 452 laki-laki).
Tingkat kepadatan penduduk adalah 208 jiwa/km2. Sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai petani, utamanya pertanian lahan
kering, sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Tujuan utama
aktivitas pertanian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan
sendiri.8
Di desa Tuanggeo terdapat satu rumah ibadah Katholik, satu
polindes, tiga posyandu, dua SD Katholik, satu pasar lokal (setiap hari
sabtu), 30 PAH (penampungan air hujan) dengan rata-rata 8-9 kk/PAH.
PAH ini sebagian besar merupakan bantuan AusAid/Dian Desa serta
swadaya masyarakat. Sebagian diantaranya sudah rusak dan tidak dapat
digunakan lagi.
Akses antar desa di Tuanggeo masih tergolong cukup sulit apabila
dibandingkan dengan desa di wilayah pesisir. Untuk mencapai Sali dari
Lei, harus melalui jalan hutan yang berbukit-bukit dan berakar-akar
dengan kondisi jalan yang licin, terkadang bahkan terdapat sampah di
beberapa bagiannya. Sementara untuk mencapai Tomu dari Lei, hanya
dimungkinkan melewati jalan tanah yang terbilang landai. Jalan ini dapat
dilewati motor, namun masyarakat memiliki kepercayaan bahwa jalan ini
termasuk angker dan tidak baik dilewati pada waktu-waktu tertentu
seperti pada saat pukul 6-8 malam.
Tempat tinggal masyarakat mengelompok di pusat-pusat dusun,
dengan jalan-jalan antar dusun lebih banyak berisi kebun. Struktur
8 Ibid., hal. 17
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 8
perumahan di Tuanggeo cenderung rapat dan mengelompok, dengan
kombinasi antara bangunan tradisional dan bangunan modern yang
terbuat dari beton. Atap rumah biasanya asbes, sementara kebanyakan
rumah tidak menutupi jendelanya dengan kaca dan membiarkannya
terbuka begitu saja. Lantai rumah bervariasi antara tanah dan beton, salah
satunya dikarenakan banyaknya debu yang tidak akan habis walaupun
rumah sering disapu.9
9 Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh kelompok.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 9
BAB 2
DESKRIPSI PROGRAM RUTIN
2.1. Rumah Kreatif
2.1.1. Perencanaan Rumah Kreatif
Rumah Kreatif merupakan program mencerdaskan warga
melalui bacaan yang diwadahi bak sebuah rumah. Rumah Kreatif
ini akan dilengkapi dengan berbagai jenis buku-buku untuk usia
anak (buku-buku dongeng, buku pintar), remaja maupun dewasa
dan umum, serta buku-buku tentang budidaya laut, cara bercocok
tanam, buku-buku keterampilan mengolah makanan ringan, buku-
buku resep makanan, novel, dan sebagainya.
Rumah Kreatif menjadi wadah untuk beraktivitas
melakukan berbagai hal sepertimembaca, menulis, berhitung,
menggambar, menyanyi, menari, mendongeng, menonton film,
olah raga, dan bermain. Rumah Kreatif pun dapat menjadi sarana
untuk berkumpul warga, berdiskusi dan bertukar pikiran sehingga
dapat warga dapat bersatu dalam wawasan yang luas. Sehingga
ketika ada pihak luar yang berusaha menghancurkan warga atau
merebur wilayahnya warga dapat bersatu untuk melawan.
Tujuan
- Menyediakan fasilitas membaca yang layak bagi
masyarakat umum: bapak-bapak, ibu-ibu, remaja, dan
anak-anak.
- Menyediakan tempat bagi masyarakat umum untuk
meningkatkan dan mengembangkan kreatifitas mereka.
- Membuka wawasan dan minat baca masyarakat umum.
- Mencari kader-kader agar Rumah kreatif tetap
berkesinambungan walaupun K2N UI 2011 telah usai.
- Menjadi wadah untuk masyarakat beraktifitas, mengasah
kreativitas, dan mencari informasi yang mereka inginkan.
Sasaran
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 10
Rumah kreatif merupakan wadah untuk berkumpul,
mencari informasi dan mengasah kreatifitas bagi seluruh
warga meliputi orang tua, bapak-bapak, ibu-ibu, orang
dewasa, remaja dan anak-anak yang terdapat di delapan
desa di Pulau Palu’e.
Persiapan Pra Pelaksanaan
Beberapa persiapan yang kami lakukan agar
terlaksananya program kerja Rumah Kreatif ini antara lain
mengumpulkan buku-buku bacaan untuk segala umur.
Buku-buku yang dikumpulkan merupakan hasil dari
sumbangan peserta K2N UI 2011. Selain buku-buku, kami
pun mengumpulkan barang-barang yang diperlukan dalam
keberlangsungannya program kerja Rumah Kreatif seperti
alat tulis, alat permainan dan lain-lain.
2.1.2. Pelaksanaan
a. Pengkajian lapangan
Kami tiba di Pulau Palu’e Kecamatan Palu’e ini pada
hari Jumat, 24 Juli 2011. Kegiatan ini dilakukan selama dua
hari yaitu pada hari Sabtu 25 Juli 2011 dan hari Minggu 26
Juli 2011. Pada hari Sabtu kegiatan pengkajian berupa
mendengarkan pemaparan mengenai pulau dan kecamatan
Palu’eini oleh Kepala Kecamatan Palu’e. Selain pemaparan
dari Kepala Kecamatan Palu’e, kami pun memaparkan
program-program yang akan kami selenggarakan di Pulau
Palu’e ini sehingga apa yang kami lakukan dapat sesuai
dengan apa yang dibutuhkan oleh warga masyarakat.
Proses pengkajian lapangan ini berlangsung di Kantor
Kecamatan dan dihadiri oleh kepala desa dari 8 desa yang
terdapat di Kecamatan Palu’e. Pada waktu itu berlangsung
diskusi antara kami dan warga. Dari hasil dari pengkajian
ini maka ditentukanlah lokasi Rumah Kreatif yaitu di Paroki
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 11
Lei yang merupakan tempat warga datang untuk beribadah
dan tempat berkumpul warga di desa-desa wilayah Paroki
Lei. Penentuan Lokasi di Paroki Lei ini juga berdasarkan
diskusi warga yang disesuaikan dengan lokasi tempat
peserta K2N UI tinggal yaitu di empat desa yang berada di
gunung.
Pada hari Minggu 25 Juli 2011, pengkajian lapangan
yang dilakukan adalah mensurvei tempat yang akan
dijadikan rumah kreatif dan menemui pastur setempat
untuk meminta ijin melaksanakan program kerja Rumah
Kreatif di Paroki Lei. Oleh pastur di Paroki Lei ditanggapi
dengan tangan terbuka dan mengijinkan kami
melaksanakan Program Rumah Kreatif disana.
Tempat Rumah Kreatif yang disediakan untuk kami
adalah berupa ruang terbuka berbentuk persegi panjang
yang berada di luar Paroki. Tempat tersebut dinaungi oleh
atap dan tembok yang tidak penuh pada tiga sisi dan satu
sisi terbuka tanpa tembok. Ruangan ini cukup luas untuk
diadakannya Rumah Kreatif.
b. Lokasi Rumah Kreatif
Lokasi dari Rumah Kreatif ini bertempat di Paroki
Lei, Dusun Lei, Desa Tuanggeo, Kec. Palu’e. Pemilihan lokasi
ini karena Paroki Lei dipergunakan oleh penduduk empat
desa atas di Kec. Palu’e, meliputi: Desa Ladolaka, Desa
Tuangge, Desa Rokirole, dan Desa Nitung Lea. Ruangan
terbuka persegi panjang yang ada di depan Paroki Lei inilah
yang kemudian dipakai untuk lokasi Rumah kreatif kami
yang selanjutnya dinamakan Rumah Kreatif “Pela Nipi”.
Secara sosial, masyarakat Palu’e pada umumnya
terkenal sebagai masyarakat yang religius. Hampir tiap pagi
selalu ada acara misa di gereja dan pada hari Minggu adalah
waktu yang amat tepat bagi warga untuk berkumpul setelah
acara misa di gereja. Bisa dikatakan lokasi itu adalah lokasi
ang paling akrab bagi warga di empat desa atas.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 12
Topografi di Desa Tuanggeo hampir sama seperti
topografi di desa-desa lainnya. Kondisi tanah di Desa
Tuanggeo yang juga merupakan di Pulau Palu’e secara
keseluruhan yaitu tanah pasir yang berdebu dan sulit
dijadikan sebagai tanah resapan air. Rumah-rumah yang
dilalui hampir tiap-tiapnya terdapat makam anggota
keluarga yang telah meninggal.
Tiap-tiap penduduk yang kita temui menuju dusun
itu akan menyapa kita dengan ramah. Begitu pula anak-anak
yang sedang bermain dengan riang akan nampak oleh kita.
Tidak jarang anjing peliharaan yang berkeliaran pun akan
kita lewati. Kondisi Desa Tunggeo termasuk rapi karena
babi-babi yang dipelihara, biasanya dalam keadaan terikat
dan berada di dalam kandang.
c. Dekorasi dan Pelabelan Buku
Dekorasi dan memberi label pada buku
dilaksanakan selama dua hari setelah pengkajian lapangan
dilakukan. Dekorasi Rumah Kreatif yang kami lakukan
meliputi membuat model pohon impian, menghias rumah
kreatif, membuat papan nama rumah kreatif,
membersihkan tempat yang akan digunakan sebagai Rumah
Kreatif.
Pemberian label padabuku dilakukan agar buku
terinventasirasi dengan baik. Dalam kegiatan melabel ini
kami melibatkan remaja disekitar untuk ikut serta. Kegiatan
dekorasi punmelibatkan remaja dan warga untuk bersama
menghias Rumah Kreatif. Bersama remaja yang turut serta
membantu kami, kami pun memberi nama Rumah Kreatif
ini dengan Bahasa Palu’e, Rumah Kreatif K2N UI 2011 “Pela
Nipi”. “Pela Nipi” dalam Bahasa Palu’e berarti jembatan
mimpi. Kami berharap semoga Rumah Kreatif Pela Nipi bisa
menjadi inspirasi yang menjembatani warga untuk berjuang
demi cita-cita dan masa depan yang lebih baik.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 13
d. Pembukaan Rumah Kreatif
Pembukaan Rumah Kreatif ini dilakukan pada hari
Kamis,30 Juni 2011 yang bertempat di Paroki Lei.Secara
informal, kami mengundang seluruh warga masyarakat dari
seluruh desa khususnya 4 desa yang berada di gunung yaitu
Nitung Lea, Rokirole, Tuanggeo dan Ladolaka.Pada
pembukaan ini pun kami mengundang Kepala Kecamatan
Palu’e, Bapak Yeremias Ngajo untuk meresmikan Rumah
Kreatif K2N UI 2011 “Pela Nipi”.
Pela Nipi sendiri dalam bahasa Palu’e memiliki
makna “Jembatan Mimpi”.Adapun alasan kami menamakan
Rumah Kreatif ini dengan Jembatan Mimpi adalah, kami
mengharapkan Rumah Kreatif yang selanjutnya kami
dirikan ini dapat berguna untuk menjembatani setiap
harapan yang dimiliki tunas bangsa di Palu’e dan melihat
cakrawala dengan buku. Tidak lupa dengan adanya Rumah
kreatif ini, para warga masyarakat dapat bertukar pikiran
membagi pengalaman. Karena untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi, para anak Palu’e harus
menyebrang pulau demi menjemput cita-cita.
Dalam acara ini ternyata peserta yang datang
mayoritas adalah anak-anak dan dihadiri oleh Kepala
Kecamatan. Hal ini terjadi karena anggapan masyarakat
bahwa Rumah Kreatif hanya diperuntukan untuk anak-anak
saja. Selain itu undangan informal berupa ajakan untuk
mengundang warga masih kurang berpengaruh dalam
masyarakat, serta keterlibatan Kepala desa untuk mengajak
warga masih kurang efektif sehingga orang dewasa yang
berpartisipasi pada acara pembukaan Rumah Kreatif K2N
2011 “Pela Nipi” tidak banyak. Untuk Desa Tuanggeo
sendiri, warga tidak datang dalam acara ini karena di desa
tersebut sedang ada acara peresmian puskesmas di kantor
kepala desa.
Acara Pembukaaan Rumah Kreatif ini dibawakan
oleh salah satu peserta K2N UI 2011, Ardita Dwi Anggraeni.
Dibukanya rumah kreatif ini ditandai dengan pemotongan
pita yang dilakukan oleh Kepala Kecamatan Palu’e.
Semenjak acara pembukaan Rumah Kreatif, secara resmi
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 14
semua warga dapat berkunjung dan membaca buku di
Rumah Kreatif.
e. Pelaksanaan Rumah Kreatif
Program Kerja Rumah Kreatif ini berlangsung setiap
hari dan bertempat di Paroki Lei. Teknis pelaksanaannya,
kami melaksanakan program Rumah Kreatif ini pada pukul
13.00- 16.00. Hal ini dilakukan karena pagi hari merupakan
acara untuk Program kerja Kelompok atau Program Kerja
Rutin yang disesuaikan dengan kebiasaan warga dalam
berkumpul dan disesuaikan pula dengan jam bermain anak
setelah pulang sekolah. Kebiasaan beribadah ke gereja pada
hari Minggu pun kami manfaatkan untuk mengumpulkan
anak-anak dan warga di Rumah Kreatif karena letak gereja
dan rumah kreatif yang berdampingan.
Pada setiap harinya kegiatan yang dilakukan di
Rumah Kreatif berbeda-beda sesuai dengan jadwal. Adapun
pembagian waktu yang dilakukan yaitu dua jam pertama
untuk kegiatan yang telah ditentukan sesuai dan satu jam
terakhir untuk kegiatan bebas seperti membaca, bermain,
dan lain-lain.
Beberapa kebiasaan yang kami terapkan dalam
kegiatan Rumah Kreatif ini antara lain berbaris sebelum
duduk dan menulis nama secara antri di daftar hadir,
membaca doa sebelum dan sesudah kegiatan Rumah Kreatif
dan membiasakan untuk meletakan mainan pada
tempatnya. Kebiasaan ini kami terapkan agar kegiatan
dalam rumah kreatif berlangsung secara tertib dan teratur
serta melatih anak untuk disiplin.
Setiap kegiatan di rumah kreatif ini, memiliki
penanggung jawab yang berganti tiap harinya, dimana
jadwalnya telah ditentukan oleh koordinator rumah kreatif.
Dalam satu hari biasanya terdiri dari tiga orang yang
berjaga, kecuali pada hari Kamis dan Minggu yang
merupakan hari khusus untuk program rumah kreatif
sehingga kami semua berkumpul di sana. Jadwal jaga ini
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 15
bersifat bebas dimana terkadang petugas yang seharusnya
terjadwal berjaga bisa saja digantikan oleh yang lain
ataupun bagi peserta K2N yang memiliki waktu senggang
dan bisa singgah di rumah kreatif untuk membantu mereka
yang sedang bertugas.
Bahasa Inggris
Kegiatan belajar Bahasa Inggris ini dilakukan sebanyak
dua kali selama pelaksanaan rumah kreatif setiap hari Jumat.
Pada minggu pertama yaitu tanggal 1 Juli 2011 dengan materi
yang diberikan introduce self atau tentang perkenalan diri
seperti nama, usia, juga tempat tinggal, kemudian perkenalan
angka, juga menyanyikan lagu anak-anak yang berbahasa
Inggris. Anak-anak yang hadir pada waktu itu sangat banyak
sekitar 52 orang dari dua desa yang berdekatan yaitu Tuanggeo
dan Rokirole.
Pada saat itu mereka amat antusias. Kami juga sempat
merasa kewalahan dengan jumlah anak yang banyak waktu itu.
Saat itu yang bertugas jaga pertama kali adalah Inka, Dinda, dan
Risa. Beruntung ada seorang SMP yang membantu kami
bernama Bu Tia.Tentu saja Bu Tia lebih ahli menangani anak-
anak ketimbang kami.Bisa dikatakan kami sekaligus belajar dari
beliau secara tidak langsung.
Kemudian pada minggu kedua yaitu pada tanggal 8 Juli
2011, perkenalan dilanjutkan dengan menyebutkan hobbi juga
masih disertai dengan nyanyian anak-anak. Jumlah anak-anak
yang hadir waktu itu sekitar 18 orang yang sebagian besar
berasal dari Desa Tuanggeo dan yang lainnya berasal dari Desa
Ladolaka. Pada hari itu yang bertugas jaga adalah Siska,
Setiorini, dan Quina.
Panggung dongeng
Panggung dongeng merupakan wadah untuk mengasah
kreatifitas anak-anak dalam mendengar dan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 16
bercerita.Pelaksanaannya dilakukan hanya satu kali saja pada
Minggu, 3 Juli 2011.Kegiatan mendongeng ini diawali dengan
sebuah cerita dan narasi yang diperagakan oleh anak-anak K2N
kemudian diulangi atau diikuti oleh anak-anak.
Hari minggu adalah hari dimana seluruh peserta K2N
Palu’e bertugas di rumah kreatif.Saat itu anak-anak yang datang
ke rumah kreatif berjumlah 33 orang.Mereka semua
dikumpulkan setelah acara misa di Gereja.
Saat itu narasi dibacakan oleh Sinta, sementara Inka, Dea,
dan Dita yang menjadi aktor peraganya. Sisanya, yang lain
bertugas mengawasi dan mendampingi bersama anak-anak.
Setelah peragaan cerita selesai, kemudian perwakilan dari
anak-anak kemudian melakukan hal yang serupa. Acara ini
banyak menarik minat dan antusias anak-anak yang pada
umumnya sangat pemalu dan kurang memiliki rasa percaya
diri.
Kegiatan mewarnai dan menggambar
Kegiatan mewarnai ini biasanya dilakukan oleh anak
kelas 3 SDK kebawah.Sementara kegiatan menggambar
biasanya dilakukan oleh anak kelas 3 SDK keatas. Untuk
kegiatan mewarnai, gambar akan disediakan oleh PJ yang
bertanggung jawab hari itu. Namun biasanya kami lebih sering
mengajak peserta rumah kreatif untuk menggambar saja.
Kegiatan ini secara fokus dilaksanakan sebanyak tiga kali
selama waktu pelaksanaan rumah kreatif yaitu pada tanggal 4
Juli yang dihadiri sekitar 20 anak dengan penanggung jawab
yang bertugas saat itu adalah Siska, Fariz, dan Reyzi. Kemudian
pada tanggal 12 juli yang dihadiri oleh 33 anak dengan
penanggung jawab yang bertugas adalah Shinta, Anju, dan Julia.
Serta pada tanggal 14 Juli 2011 yang dihadiri oleh sedikit atau
hanya berjumlah enam anak dan yang bertugas jaga adalah
semua peserta K2N karena hari kamis seperti halnya hari
Minggu adalah jadwal bersama jaga rumah kreatif. Meski
begitu, sesungguhnya kegiatan menggambar dan mewarnai ini
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 17
juga masuk kedalam acara atau jam bebas yang biasa dilakukan
hampir setiap hari.
Membaca dan membaca puisi
Kegiatan membaca ini dilakukan setiap hari selama jam
buka rumah kreatif. Anak-anak diperbolehkan membaca buku
yang telah disediakan pada rak-rak.Kegiatan membaca buku ini
hanya diperbolehkan dilakukan ditempat.Buku-buku yang ada
tidak boleh dipinjam atau dibawa pulang untuk memastikan
buku itu tetap terjaga dan terinventarisasi dengan baik.
Untuk meningkatkan minat anak-anak dalam hal
membaca dan pengetahuan dalam bidang seni.Kami
mengadakan kegiatan membaca puisi ini hanya dilakukan sekali
yaitu pada tanggal 5 Juli 2011. Peserta K2N yang bertugas jaga
saat itu adalah Astri, Anju, dan Julia. Latar belakang kegiatan
membaca puisi dikarenakan kami mendapati fakta dilapangan
bahwa anak-anak Palu’e kurang memiliki rasa percaya diri.
Kami ingin agar anak-anak lebih berani untuk maju dan
tampil di depan. Kami meminta mereka secara berganti untuk
membaca puisi seperti puisi-puisi yang ada dalam majalah Bobo
atau buku-buku lain yang ada di rumah kreatif. Anak-anak yang
hadir saat itu berjumlah 15 dari dua desa, Tuanggeo dan
Rokirole.
Menulis, surat, tentang cita-cita, menulis pohon impian
Kegiatan menulis ini dilakukan dengan memberikan
latihan dan pembiasaan menulis bagi anak-anak. Kami
mengajak anak-anak di rumah kreatif menulis cerita, puisi,
surat, maupun cita-cita, juga mengisi pohon impian yang telah
dihias. Kegiatan ini cukup sering dijadwalkan pelaksanaannya
selama tiga kali yaitu pada tanggal 6 Juli, 13 Juli, 17 juli 2011.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 18
1.2. Anak-anak sedang bermain di rumah kreatif (doc. Tim Rumah Kreatif)
Pada tanggal 6 Juli 2011 anak-anak yang hadir berjumlah
15 orang yang hadir dari Desa Tuanggeo dan Desa Rokirole.
Anggota yang bertugas jaga pada hati itu adalah Shinta, Natalie,
dan Dwi. Sedangkan pada tanggal 13 Juli 2011 jumlah anak
yang hadir yaitu 13 anak yang datang dari Desa Tuanggeo dan
Ladolaka dimana anggota yang berjaga hari itu adalah Siska,
Ayu, dan Dwi. Sementara
untuk tanggal 17 Juli
2011 anak yang hadir
berjumlah 25 yang
semuanya berasal dari
Desa Tuanggeo dan yang
berjaga adalah semua
peserta K2N.
Dari kegiatan
menulis ini kami juga
mengumpulkan surat-
surat yang berisi cerita
dan harapan mereka
sebagai penduduk
Palu’e ditujukan kepada
yang mereka sebut
sebagai “kakak-kakak di
Jakarta”. Begitu juga
surat yang masuk
kedalam kotak surat
yang masuk di rumah
kreatif. Dari surat-surat
atau tulisan yang dibuat
kami menemukan bahwa beberapa anak-anak Palu’e memiliki
bakat menulis yang baik dengan kadar sastra yang terasa enak
untuk dinikmati.
Melipat Kertas
Kegiatan melipat kertas origami ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengasah keterampilan kerajinan tangan untuk
anak-anak.Kegiatan ini dijadwalkan satu kali yaitu pada Senin,
11 Juli 2011 dan yang bertugas jaga adalah Yasinka, Dinda, dan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 19
Astri. Dalam pelaksanaannya kami membagikan kertas origami
yang telah disiapkan untuk rumah kreatif kemudian
mengajarkan anak-anak membuat beberapa bentuk seperti
bangau, keranjang, perahu, dan lain sebagainya. Anak-anak
terlihat sangat menikmati proses pembuatan kertas lipat ini.
Kegiatan ini kami selipkan diantaranya karena manfaatnya baik
sekali untuk kecerdasan otak kanan.
Selain sebagai satu kegiatan yang terjadwal,
sesungguhnya kegiatan melipat kertas ini juga dilakukan cukup
sering sebagai acara bebas selain permainan yang dilakukan
anak-anak setelah pemberian materi selama dua jam tiap
harinya. Hasil dari kegiatan melipat kertas ini biasanya
dimanfaatkan sebagai hiasan yang mempercantik dan
menambah dekorasi di rumah kreatif. Selain untuk dekorasi
rumah kreatif, anak-anak diperbolehkan membawa pulang hasil
pekerjaan mereka jikalau mereka menginginkannya.
Permainan Softskill atau Pengembangan Diri
Permainan Pengembangan dirisesungguhnya bukanlah
kegiatan yang direncanakan untuk rumah kreatif awalnya. Ide
kegiatan ini berawal dari keprihatinan kami terhadap tingkat
keberanian dan kepercayaan diri yang masih kurang dari anak-
anak Palu’e.Anak Palu’e yang kami temui amat pemalu terutama
saat berhadapan atau berinteraksi dengan orang baru. Pun
halnya dengan acara-acara yang diselenggarakan di rumah
kreatif, mereka lebih senang menerima sesuatu dibandingkan
memberikan sesuatu dalam mengisi acara-acara di rumah
kreatif. Untuk itulah kegiatan ini dicetuskan sebagai ide untuk
memenuhi kebutuhan yang ada dalam masyarakat.
Permainan pengembangan diri ini dilaksanakan pada hari
Minggu, 10 Juli 2011 dengan melibatkan seluruh peserta K2N.
Permainan-permainan yang ada disini selain untuk
meningkatkan keberanian individu, tapi juga menambah
ketangkasan, dan meningkatkan kebersamaan. Permainan itu
diantarannya seperti, jaring laba-laba, pesan berantai, jatuhan
dan mengalirkan bola tenis menggunakan gulungan buku
secara berkelompok.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 20
1.3. Seorang anak sedang membacakan buku pada saat pembukaan Rumah Kreatif (doc. Tim
Rumah Kreatif)
Anak-anak yang hadir saat itu berjumlah 15
orang.Mereka semua berasal dari Desa Tuanggeo dan hal inilah
yang amat disayangkan karena tidak ada anak desa lain yang
hadir. Akan tetapi, mereka sangat antusias dalam mengikuti
kegiatan ini karena hal ini merupakan sesuatu yang baru bagi
mereka.
Sosialisasi tentang UI
Dari berbagai acara yang dilakukan rumah kreatif seperti
bernyayi, melipat kertas, Bahasa Inggris, dan lain sebagainya,
acara itu kebanyakan lebih banyak menarik minat anak-anak
ketimbang orang dewasa. Padahal salah satu tujuan dari rumah
kreatif itu sendiri adalah sebagai sarana untuk mewadahi
berbagai kegiatan dari seluruh tingkatan usia. Untuk itulah
kami berusaha merancang beberapa program yang bisa
dijalankan untuk menarik minat orang dewasa agar lebih
tertarik mengunjungi rumah kreatif.Dari beberapa program itu
terdapat dua program yang berhasil dilaksanakan, salah
satunya adalah program sosialisasi tentang UI.
Ide kegiatan sosialisasi ini berawal dari stigma atau
pandangan masyarakat Palu’e bahwa kami mahasiswa UI dari
Jakarta adalah mahasiswa kaya yang menempuh pendidikan di
kampus yang mahal.Maka tujuan kami dari program ini adalah
untuk meluruskan pandangan yang kami rasa kurang tepat
itu.Adapun manfaat dari program yang kami harapkan adalah
untuk memberi
motivasi agar
masyarakat Palu’e lebih
mendorong pemuda-
pemuda atau anak
mereka untuk
menempuh pendidikan
yang lebih tinggi lagi.
Dalam proses
pelaksanaannya ini
kami bahkan sedikit
membandingkan biaya
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 21
pendidikan yang ada di Maumere yang ternyata tidak berbeda
jauh dengan yang ada di UI atau bahkan bisa menjadi lebih
murah karena di UI ada program BOP-Berkeadilan dan
banyaknya kesempatan beasiswa yang bisa diperoleh baik dari
pemerintah, swasta, bahkan internasional.
Acara yang kami lakukan ini mendapat antusiasme tinggi
dari warga. Sebagian masyarakat Palu’e merasa puas dengan
konfirmasi dan informasi yang mereka peroleh. “nah kalo kamu
sudah bicara begini, sekarang kami jadi tahu kan informasi itu.
Jadi kami pun berharap bisa mendapat akses informasi baru
tentang UI dari kalian-kalian ini.” Papa Kris memberi tanggapan.
Program sosialisasi masuk UI ini dilaksanakan
bersamaan dengan pengembangan diri game pada hari Minggu,
10 Juli 2011. Program ini melibatkan seluruh personil K2N yang
dibagi menjadi dua pembagian dengan tugas pengembangan
diri game. Program ini disosialisasikan dengan memberi
pengumuman di Gereja sebelumnya agar setelah misa bisa
dilakukan program sosialisasi masuk UI untuk yang dewasa
sementara Pengembangan diri game untuk anak-anak.
Penyuluhan Hukum dan Diskusi Politik
Selain program sosialisasi masuk UI, program
penyuluhan hukum dan diskusi politik adalah program lainnya
yang dirancang untuk menarik minat orang dewasa agar lebih
tertarik untuk datang ke rumah kreatif. Program ini
dilaksanakan lebih dulu dibandingkan dengan program
sosialisasi masuk UI yaitu pada kamis, 7 Juli 2011.Program ini
dibuat dengan format saling berbagi dan diskusi yang
dikondisikan dengan tempat duduk yang melingkar.Kedua
program ini dihadiri oleh sebelas orang bapak-bapak dari Desa
Tuanggeo.
Penyuluhan hukum dan diskusi politik ini dibuat dengan
sesi yang terpisah. Awalnya dilakukan dengan diskusi politik
terlebih dahulu dengan tema “pemilih yang cerdas” dengan
mengangkat mosi “bolehkah kita memilih keluarga atau kerabat
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 22
kita dalam memperjuangkan kursi secara politik?” diskusi ini
dimoderatori oleh Julia.
Setelah diskusi politik kemudian dilanjutkan dengan
penyuluhan hukum. Meskipun namanya penyuluhan namun
format yang dilakukan sama dengan program sebelumnya yaitu
dalam bentuk diskusi. Acara ini dipegang oleh Quina.Acara ini
dibuat untuk menerangkan hal-hal yang masih kurang jelas dari
penyuluhan hukum yang pernah dilaksanakan sebelumnya
mengenai hukum agraria.Selain itu dalam penyuluhan hukum
ini juga didiskusikan tentang perdagangan manusia.
Menyanyi
Kegiatan menyanyi ini merupakan acara bebas yang
selalu ada dalam kegiatan rumah kreatif. Menyanyi ini ibarat
warna yang menerangi kegiatan di rumah kreatif. Rona
kesukaan memancar pada wajah anak-anak tiap melakukannya.
Lagu-lagu yang biasa kami nyanyikan adalah lagu-lagu
bertema nasional dan perjuangan. Terkait dengan program
dokumentasi adat, kami juga mendata tentang lagu-lagu daerah
di Palu’e. Seperti lagu berjudul: ikimea, rerominai, yang disertai
dengan rekaman tarian adat.
Pada saat acara “Ragam Ekspresi Palu’e” kami juga
menampilkan lagu nasionalisme dan perjuangan yang
dibawakan oleh anak-anak di rumah kreatif. Untuk itu kami
mengadakan latihan sebelum tampil pada tanggal 18 Juli 2011
di Paroki Lei. Kami berlatih dua buah lagu berjudul Tanah air
dan Aku Anak Indonesia.Pada hari itu yang membimbing anak-
anak berlatih menyanyi adalah Yasinka dan Risa.
Pentas Kreatif
Pentas Kreatif yang merupakan salah satu acara
paling penting dalam program rutin Rumah Kreatif
dilaksanakan pada Selasa, 19 Juli 2011. Acara Pentas Kreatif
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 23
ini diberi nama Ragam Ekspresi Palu’e. Ragam Ekspresi
Palu’e ini diadakan khususnya untuk mempresentasikan
hasil kerja kami selama satu bulan, antara lain presentasi
dari Kelompok Posyandu Lansia, Kelompok Pendidikan dan
Pelayanan Khusus, Kelompok UKM VCO dan Briket, dan
Kelompok UKM Makanan dan Minuman Tradisional, serta
presentasi dari program rutin Rumah Kreatif, Kampung
Berseri, Palu’e Pulau Sehat, dan Penyuluhan Hukum,
gabungan dari empat desa. Selain mempresentasikan hasil
dari pelaksanaan program-program K2N UI 2011 Pulau
Palu’e, di acara tersebut juga dimeriahkan dengan
persembahan lagu-lagu kebangsaan oleh para mahasiswa
dan anak-anak Rumah Kreatif, persembahan dari Anak-
Anak Berkebutuhan Khusus, contoh VCO atau minyak
kelapa murni dan briket, contoh olahan makanan
tradisional yang sudah dikemas dan siap jual, serah terima
Rumah Kreatif dari mahasiswa kepada OMK (Orang Muda
Katolik) Gereja Lei serta pemutaran film Laskar Pelangi.
Acara Ragam Ekspresi Palu’e ini diadakan di Ruang
Aula Pertemuan Paroki Lei Desa Tuanggeo. Acara ini
diketuai oleh Julia Ikasarana, dihadiri oleh pejabat-pejabat
desa, kecamatan, dan Wakil Bupati Sikka, Wera Damianus
yang berasal dari Desa Nitunglea. Pejabat desa yang
diutamakan untuk hadir dalam acara ini adalah pejabat
yang berasal dari empat desa tempat kami menggelar
program K2N, yakni Desa Nitunglea, Desa Rokirole, Desa
Tuanggeo, dan Desa Ladolaka. Juga warga dan anak-anak
dari keempat desa tersebut.
Ragam Ekspresi Palu’e ini dipandu oleh dua orang
pembawa acara, yaitu Margaretha Quina dan Ardita Dwi
Anggraeni. Acara direncanakan mulai pada pukul 13.00
WITA sampai 15.40 WITA, dengan susunan acara sebagai
berikut pembukaan oleh MC, menyanyikan lagu wajib
nasional Indonesia Raya, sambutan dari dosen pembimbing
yang diwakili oleh Pater Otto Gusti, sambutan dari salah
satu kepala desa yang mewakili empat desa, dan sambutan
dari Wakil Bupati Sikka. Kemudian pada 13.55 WITA masuk
pada inti acara, yaitu Presentasi Program rutin yang akan
dibawakan oleh Anju Hasiholan, presentasi kelompok VCO
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 24
dan Briket oleh Stefani Astri, presentasi UKM makanan
tradisional oleh M. Farizka Alwahida, presentasi kelompok
pendidikan dan pelayanan khusus oleh Dwi Susilo Komar
sekaligus penampilan dari anak-anak berkebutuhan khusus
Mimi Meti dan Lengga, dan terakhir presentasi dari
kelompok posyandu lansia oleh Ardita D. A.
Setelah presentasi program-program dilaksanakan,
mahasiswa/i K2N UI 2011 memberikan persembahan lagu-
lagu kebangsaan dan lagu bebas yang totalnya adalah 4
lagu. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain Genderang
Universitas Indonesia, Tanah Airku, Aku Anak Indonesia, dan
Laskar Pelangi. Pada lagu Tanah Airku mahasiswa
bernyanyi bersama seorang siswa SDKK Cawalo bernama
Nova. Kemudian dilanjutkan dengan acara serah terima
Rumah Kreatif kepada kadernya yaitu Orang Muda Katolik
Gereja Lei yang diwakili oleh Kak Ucok, kemudian
dilanjutkan dengan sosialisasi singkat untuk masuk
Universitas Indonesia yang akan dibawakan oleh Shinta
Armeilia, dan sebelum penutupan oleh MC, ada sebuah
persembahan lagu dari anak-anak Rumah Kreatif dan
pemberian hadiah kepada 2 orang peserta paling aktif di
Rumah Kreatif. Acara ini ditutup oleh pemutaran film
Laskar Pelangi.
Sebelum tiba di hari H, ada beberapa persiapan yang
kami lakukan agar acara Ragam Ekspresi Palu’e ini dapat
berjalan dengan lancar. Beberapa kegiatan yang kami
lakukan antara lain beberapa kali rapat koordinasi, latihan
menyanyikan persembahan lagu, dan menyiapkan
presentasi. Selain hal-hal tersebut, beberapa hal teknis yang
perlu kami persiapkan juga adalah menyiapkan konsumsi,
baik untuk kami maupun untuk para tamu dan warga yang
nanti akan menghadiri acara ini, menyiapkan cadangan
solar untuk menyalakan listrik selama 5-6 jam, serta
dekorasi panggung maupun tempat duduk tamu dan
penonton. Semua persiapan ini dilaksanakan berkat
berbagai bantuan dari warga Desa Nitunglea, Rokirole,
Tuanggeo, dan Ladolaka.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 25
Dalam pelaksanaannya, acara ini harus mundur 70
menit dari jadwal yang sudah dirancang sebelumnya. Ada
beberapa alasan yang pada akhirnya diputuskan untuk
mengulur waktu pembukaan acara Ragam Ekspresi Palu’e
ini, antara lain acara ini belum bisa dimulai karena harus
menunggu kedatangan Wakil Bupati Sikka yang baru tiba di
Palu’e sekitar Pukul 12.00 WITA yang terlambat datang
karena harus melayat musibah kematian salah satu warga
di desanya, yaitu Desa Nitunglea. Kami memutuskan untuk
menunda acara juga karena perwakilan dari kepala desa,
yaitu Kepala Desa Ladolaka, yang akan memberikan
sambutan belum datang pada waktu yang sudah ditentukan.
Acara yang dijadwalkan selesai pada pukul 15.40 WITA
akhirnya selesai pukul 17.25 WITA.
Namun demikian, meskipun acara ini harus diundur
lebih dari satu jam, tetapi susunan acara yang sudah
dirancang tidak banyak berubah, hanya presentasi dari
program rutin yang dipindah setelah presentasi dari empat
program kelompok dan sosialisasi masuk UI yang pada
akhirnya harus ditiadakan karena keterbatasan waktu.
Antusiasme warga terhadap acara ini cukup besar, jumlah
warga yang datang juga cukup banyak, mereka datang dari
empat desa yang menjadi target K2N UI 2011. Semua unsur
masyarakat berkumpul mulai dari pastor, lakimosa (kepala
adat), aparat desa, tukang ojek, anak-anak, pemuda/i, dan
orang tua. Ekspresi antusias warga juga terlihat saat kami
menggunakan pakaian adat Palu’e, lengkap dengan
aksesorisnya seperti gelang gading dan anting emas. Acara
Ragam ekspresi Palu’e ini juga ditunjang dengan fasilitas-
fasilitas yang cukup lengkap, seperti keyboard atau organ,
sound system lengkap dengan mikrofon, laptop, dan listrik
yang dinyalakan sejak pukul 12.00 WITA. Minuman dan
makanan ringan juga disuguhkan untuk para tamu
undangan dan warga yang hadir dalam acara ini selagi acara
ini berlangsung.
Kaderisasi
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 26
Untuk kaderisasi, kami menyerahkannya kepada OMK
(Orang Muda Katolik) Santo Don Bosco. OMK merupakan
organisasi remaja katolik yang ada di Paroki Lei. Remaja ini
pun sering melakukan perkumpulan pada hari Minggu
setelah ibadah misa. Kaderisasi secara resmi kami lakukan
pada saat Pentas Kreatif “Ragam Ekspresi Palu’e”. Kami
memberikan semacam sertifikat kepada perwakilan OMK
sebagai tanda serah terima. Kemudian kegiatan-kegiatan
Rumah Kreatif ini akan dilanjutkan sebagai sekolah minggu
di Paroki Lei setelah misa. Selain itu buku-buku yang ada di
rumah kreatif akan diletakan di dalam ruangan tertutup
agar tidak rusak dan mendapat penjagaan oleh orang yang
tinggal di Paroki Lei. Untuk warga yang ingin membaca
buku dipersilakan. Begitulah penuturan dari ketua OMK,
kak Vian.
Dokumentasi Adat
Kegiatan pendokumentasian adat ini bertujuan
untuk mengetahui pencapaian dari pengetahuan tradisional
yang ada disana. Pengetahuan tradisional merupakan tata
nilai dalam tatanan kehidupan sosial,budaya, ekonomi dan
lingkungan, yang hidup di tengah-tengah masyarakat
tradisional. Ciri yang melekat dalam pengetahuan
tradisional adalah sifatnya yang dinamis, berkelanjutan dan
dapat diterima oleh komunitasnya (JKTI, 2002).
Pengetahuan tradisional ini dapat terwujud melalui
seperangkat aturan, keterampilan, tata nilai dan etika yang
mengatur tatanan komunitas sosial yang terus hidup dan
berkembang dari generasi ke generasi.
Semakin berkembangnya teknologi dan arus
informasi yang kuat menyebabkan nilai-nilai dan tatanan
asli yang telah lahir sejak lama tergerus. Hal ini
dimungkinkan dengan hadirnya media massa ditengah-
tengah kehidupan masyarakat yang mendorong turunnya
partisipasi masyarakat akan kegiatan adat di daerahnya.
Sehingga diperlukan adanya pendokumentasian kegiatan
tersebut guna menyelamatkan khazanah kekayaan bangsa
Indonesia.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 27
Sehingga, rumah kreatif diberikan keluangan dalam
membantu pemulihan pendokumentasian adat guna
menyelamatkan dan melestarikan kekayaan yang dimiliki
disana. Kegiatan ini berlangsung dengan melakukan
pengumpulan data baik secara observasi, wawancara
maupun kegiatan yang sifatnya membangun kembali minat
dari adat itu sendiri. Palu’e memiliki keanekaragaman
kegiatan adat yang berbeda satu sama lain, sehingga kami
melakukan kegiatan ini secara terpencar di empat desa
yang kami tinggali. Untuk Desa Nitunglea sendiri kami
membaginya secara tiga wilayah adat. Yaitu wilayah
Lakimosa Nitung, Lakimosa Cua, dan Lakimosa Awa.
Kegiatan pengumpulan dokumentasi adat ini dilakukan
secara individu dengan mewawancarai para tetua adat
disana, berkunjung ke tempat-tempat adat dan bertanya
pada masyarakat seputar kegiatan adat di daerahnya. Untuk
wilayah lakimosa Nitung dilaksanakan pada tanggal 30 Juni
2011 bertempat di kediamannya, wilayah lakimosa Cua
pada tanggal 29 Juni 2011 di kediamannya, dan wilayah
lakimosa Awa pada tanggal 4 Juli 2011 di kediaman
lakimosa Awa.
2.2 Perencanaan Palue Pulau Sehat
Kesehatan merupakan salah satu masalah terpenting dalam
kehidupan manusia. Kesehatan menjadi prioritas utama manusia. Dalam
UUNo.23, tahun 1992 pasal 1 tentang Kesehatan10 menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam
pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang
utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.Menyoal perilaku
hidup bersih dan sehat sebagai sebuah langkah awal dalam meningkatkan
kualitas kesehatan di suatu daerah maka tidak akan terlepas dari peran
lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang sehat dapat memberikan efek
terhadap kualitas kesehatan. Apabila lingkungan bersih, maka kesehatan
masyarakat akan baik. Penerapan gaya hidup bersih dan sehat dapat
10
Diakases dari http://www.affaveti.org/wp-content/uploads/2010/09/uu23_1992_ind.pdf, pada 26 September 2011, pukul 00:47 WIB.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 28
dimulain dengan mewujudkan lingkungan yang sehat. Lingkungan yang
sehat memiliki ciri-ciri tempat tinggal (rumah) dan lingkungan sekitar
rumah yang sehat.
Dalam pengertian lainnya mengenai konsep kesehatan. WHO
(1981) mendefinisikan: Health is astate of complete physical, mental and
social well -being,and not merely the absence of disease or
infirmity(Kesehatan adalah suatu kondisi dimana fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial dalam kondisi yang utuh, dan bukan sekedar
ketidakhadiran penyakit atau kelemahan). 11 WHO mendefinisikan
pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani,
maupun kesejahteraan sosial seseorang.Paradigma sehatadalah cara
pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik,
proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah
yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,
dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan
dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya
penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya paradigma sehat
memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi
sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap
mengupayakan yang sakit segera sehat.Pada prinsipnya kebijakan
tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan
kesehatan daripada mengobati penyakit.
Berkenaan dengan program dalam rangka membangun bangsa
Indonesia yang dibuat oleh pemerintah, K2N UI 2011 mengadakan
kegiatan yang salah satu program kerjanya yang dilaksanakannya adalah
kesehatan untuk semua. Program ini direncanakan untuk beberapa tujuan
seperti, meningkatkan pengetahuan masyarakat yang salah satunya
titiknya adalah pulau Palue untuk menginformasikan tentang pentingnya
kesehatan, meningkatkan kesadaran masyarakat pulau palue tentang
pentingnya menjalankan pola hidup sehat, dan mengajarkan dan
membiasakan masyarakat pulau palue menerapkan pola hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari.
11
Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs220/en/, pada Senin 26 September 2011, pukul 00:33 WIB.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 29
1.4. Penyuluhan kesehatan tentang cara menggosok gigi yang benar (doc. Tim Palu’e Pulau Sehat)
Berdasarkan pada tujuan yang tertuang pada program kerja yang
dimiliki oleh K2N UI 2011,
maka kelompok titik
Pulau Palue akan
melaksanakan program
rutin kesehatan untuk
semua yang diterapkan
dalam rangka meraih
tujuan-tujuan dari
diadakannya program
pelayanan kesehatan ini,
maka akan dilaksanakan
beberapa program kerja
yang akan
diimplementasikan di
Pulau Palue dengan
berawal dari pengkajian sampai dengan materi apa yang cocok untu
diberikan dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Program-
program tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan Bahaya Narkoba, Minuman Keras dan HIV AIDS
2. Penyuluhan Kesehatan Lingkungan
3. Penyuluhan Kesehatan dan Gizi serta KB
4. Penyuluhan Kebersihan untuk Anak Sekolah
2.3.Kampung Berseri
2.3.1. Perencanaan Kampung Berseri
Lingkungan yang bersih, rapi, nyaman, dan bermanfaat merupakan
idaman setiap masyarakat yang hidup di suatu daerah. Tetapi, masih banyak
masyarakat yang hidup di pedesaan maupun di perkotaan yang tidak sadar
akan pentingnya hal tersebut. Program kampung berseri merupakan solusi
yang dianggap dapat memenuhi hal tersebut. Program kampung berseri yang
tergabung dalam program rutin K2N UI 2011 akan diadakan di titik-titik
terluar perbatasan Indonesia. Program kerja yang terdapat dalam program
rutin ini adalah kerja bakti, sanitasi, dan pemanfaatan tanah kosong untuk
tanaman konsumsi.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 30
1.5. Penyuluhan kesehatan tubuh di SDK Tomu (doc. Palu’e Pulau Sehat)
Kerja bakti yang merupakan salah satu program rutin berusaha untuk
mengajak masyarakat berpartisipasai dalam menjaga lingkungannya tetap
bersih dan rapi. Dengan menjaga kebersihan, diharapkan kedepannya
kesehatan warga yang tinggal di lingkungan tersebut dapat terjaga dan
terhindar dari sumber penyakit12. Kesadaran masyarakat akan pentingnya
kebersihan lingkunganpun meningkat dan kualitas hidup di lingkungan
tersebutpun meningkat seiring dengan kebersihan lingkungan yang terjaga.
Semangat gotong royong yang merupakan salah satu budaya Indonesia
kembali bangkit dengan adanya program ini.
Selain itu, dalam menjaga kebersihan lingkungan tidak cukup hanya
dengan kerja bakti dalam membersihkan fasilitas umum, tetapi juga
dibutuhkan pengelolaan sanitas yang baik. Sanitasi yang kurang baik akan
menyebabkan lingkungan menjadi tidak sehat dan menjadi tempat
berkembangnya segala macam penyakit. Adapaun macam-macam penyakit
yang kemungkinan
akan ada yaitu demam,
diare, demam
berdarah, Hepatitis A,
Kolera , Typhus ,
Cacingan, dan Malaria.
Penyakit-penyakit
yang disebutkan
merupakan penyakit
endemikyang ada di
pulau-pulau
perbatasan13. Selain itu
permasalahan dari
pengolahan sampah
perlu diperhatikan
pula, karena saat ini
permasalahan pengolahan sampah dapat dikatakan merupakan persoalan
serius bukan hanya di daerah perkotaan namun juga di daerah
perdesaan.Oleh sebab itu, dalam program rutin kampung berseri dimasukkan
12Kementrian Lingkungan Hidup.2011.Kualitas Lingkungan Hidup Melalui Program MIH.10
Agustus: 1 hlm.http://www.menlh.go.id, 11 September, pk 10.31.
13Fakultas Kesehatan Masyarakat UnDip. 2009. Masalah Kesehatan Lingkungan dan Profesi
Kesehatan Masyarakat.31
Maret.http://www.fkm.undip.ac.id/?p=agenda_mod&j=lihat&id=bagian. 12 September. Pk
01.10.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 31
pembenahan dan pengelolaan sanitasi yang baik agar dapat mencegah
penyakit-penyakit.
Terakhir adalah pemanfaatan lahan kosong untuk tanaman konsumsi.
Daerah-daerah yang akan di datangi oleh peserta K2N UI 2011 merupakan
daerah yang dengan perkarangan yang luas. Pekarangan yang luas ini jarang
sekali dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanam sesuatu yang
bermanfaat. Pemanfaatan lahan kosong untuk tanaman konsumsi dianggap
suatu ide dalam menanggapi kekosongan pekarangan yang sering sekali
ditelantarkan. Dengan begitu, masyarakat dapat memanfaatkan tanaman
yang telah di tanam seperti sayuran dan tanaman obat-obatan untuk dipakai
keperluan sehari-hari dan masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi untuk
mendapatkan sayuran dan tanaman obat karena di pekarangan rumahnya
telah ditanami sayuran dan tanaman obat tersebut14.
2.3.2 Deskripsi Program
Pelaksanaan program kerja ini diawali dengan kegiatan assessment.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi
lingkungan, perilaku dan pandangan masyarakat terhadap lingkungan
sekitar, serta permasalahan yang terjadi pada lingkungan setempat.
Hasil dari kegiatan assessment akan digunakan sebagai acuan
penyusunan program kerja. Penyusunan program tersebut disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah setempat, yang tentunya akan
berbeda di setiap lokasi, walaupun secara garis besar memiliki kesamaan.
a) Sasaran = Masyarakat Desa Tuanggeo, Kec. Palue, Kab Sikka, NTT.
b) Tujuan
Program kerja rutin K2N UI 2011 Kampung berseri memiliki tujuan
untuk mengajak warga pulau Palue agar senantiasa menjaga kebersihan
lingkungan, sanitasi, dan memberdayakan lahan kosong. Selain itu,
harapannya program ini dapat menjadi wadah interaksi antar peserta K2N
dengan segenap warga desa sehingga dapat membangkitkan rasa persatuan
dan mengasah semangat bergotong royong.
14
Sutaryono.2011. Pemanfaatan Tanah Kosong & Penertiban Tanah Terlantar.24 Februari.http://dppd.slemankab.go.id. 12 September, pk. 07.10.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 32
1.6. Anak-anak SDK Lei setelah penyuluhan kesehatan (doc. Tim Palu’e Pulau Sehat)
2.3.3 Pelaksanaan Kegiatan
Hal pertama yang
dilakukan dalam
pelaksaaan kampung
berseri di desa Tuanggeo
adalah melakukan
assessment setiap dusun
hal apa yang dapat
dilakukan untuk setiap
dusun. Walaupun dalam
satu desa, namun
karakteristik setiap dusun
berbeda-beda.Tuanggeo
memiliki tiga dusun yaitu
dusun Tomu, Sali dan Lei.
Alasan pelaksanaan
dilakukan berdasarkan dusun karena mengingat waktu yang terbatas dan
medan topografi yang berat karena memiliki topografi dengan kemiringan
yang curam. Dari hasil assessment dan berpedoman dengan proposal yang
telah dibuat akhirnya pelaksanaan yang dapat dilaksanakan dalam program
kampung berseri ini adalah kerja bakti membersihkan perkarangan rumah
warga, sekolah dan puskesmas, sosialisasi buang pilah sampah kepada
masyarakat, pemanfaatan pupuk kompos, tempat pembuangan akhir dan
aksi bersih pantai yang dilakukan oleh warga desa Maruriwu dan
Reruwairere. Pemberian penghargaan kepada desa terasri tidak dapat
dilakukan karena beberapa pertimbangan sehingga hal itu tidak dilakukan.
Adapun rinciaan kegiatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1 Juli 2011
Kegiatan kampung berseri di lakukan di dusun Tomu, setelah
sebelumnya berkoordinasi dengan Kepala Dusun Tomu dan guru-guru SDK
Tomu 134 perihal rencana pelaksaaan kampung berseri di dusun Tomu. Hal
yang dilakukan adalah mengajak warga dusun Tomu untuk kerja bakti
membersihkan pekarangan sekitar dan sekolah.Sosialisasi selain melalui
ketua dusun, ketika hari H dilakukan dengan metode door to door, mengajak
warga dusun Tomu secara langsung dengan mendatangi dari rumah ke
rumah.Selain itu dilakukan juga membersihkan lingkungan sekolah bersama
siswa-siswi SDK 134 Tomu.Disela-sela melakukan kegiatan kerja bakti,
dilakukan sosialisasi pemanfaatan pupuk kompos dan pentingnya
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 33
1.7. Bersih Pustu di Dusun Sali, Tuanggeo (doc. Tim Kampung Berseri)
keberadaan TPA. Selain itu pula terdapat waktu luang kita isi dengan
kegiatan pendidikan hidup sehat dan bersih seperti mencuci tangan bersama
dan sosialisasi cara mencuci tangan dengan benar dan menggunakan sabun
serta penyakit-penyakit yang sering timbul yang diakibatkan karena
lingkungan yang kotor.
8 Juli 2011
Kegiatan kampung berseri dilakuan di dusun Lei.Sosialisasi telah
dilakukan melalui kepala dusun dan tokoh masyarakat telah dilakukan
perihal rencana pelaksanaan kegiatan kampung berseri di dusun lei. Namun
karena kegiatan kampong berseri bertepatan dengan acara keberangkatan
Frater (calon Pasto) setempat sehingga warga dusun Lei mengantar sampai
ke pelabuhan Uwa dan kebanyakan dari warga tidak berada di tempat. Oleh
karena itu kegiatan yang dapat dilakukan adalah kerja bakti membersihkan
lingkungan sekitar sekolah SDK Lei bersama siswa-siswi SDK Lei.
15 Juli 2011
Kegiatan kampung
berseri dilakukan di dua
tempat berbeda yaitu
dusun Sali desa Tuanggeo
dan aksi bersih pantai Uwa,
desa Reruwairere dan
Maruriwu. Kegiatan
kampung dusun Sali
bersama masyarakat
sekitar melakukan
pembersihan Puskesmas
yang akan segera di
resmikan. Masyarakat yang
ikut serta dalam aksi ini
cukup banyak dan mereka
sangat antusias melaksanakan kegiatan kerja bakti.Di waktu yang bersamaan
dilakukan aksi bersih pantai di pantai Uwa.Kegiatan ini diikuti oleh warga
desa Maruriwu dan Reruwairere. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan
adalah ,membersihkan sekitaran pantai dari sampah yang dibuang secara
sembarangan terutama sampah plastik yang sulit untuk diuraikan oleh alam.
Setelah aksi bersih pantai dilakukan pembuatan tugu K2N UI 2011 Pulau
Palue di dekat dermaga. Alasan lokasi ini yang dipilih sebagai lokasi
pembuatan tugu dengan pertimbangan lokasi ini merupakan salah satu
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 34
1.8. Salah satu halaman dari modul yang disiapkan oleh Tim Penyuluhan Hukum (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
tempat pusat kegiatan masyarakat palue dan merupakan gerbang utama
ketika masyarakat akan atau meninggalkan palue. Peserta yang mengikuti
kegiatan aksi bersih pantai ini juga cukup banyak bahkan diluar espektasi
dari peserta K2N.
2.4. Penyuluhan Hukum
2.4.1. Perencanaan Penyuluhan Hukum
Program penyuluhan hukum di Pulau Palue merupakan program
sosialisasi atas permasalahan-permasalahan hukum yang relevan dan
mengemuka dalam kehidupan keseharian masyarakat Pulau Palue, baik
permasalahan yang bersifat mikro maupun bersifat makro. Diharapkan,
dengan dilakukannya program ini, masyarakat Palue dapat menjadi
masyarakat yang sadar hukum dan dapat mengetahui hak-haknya serta
melaksanakan kewajiban-kewajibannya menurut hukum.
Sasaran dari kegiatan Program Penyuluhan hukum ini adalah
warga yang telah dianggap dewasa berdasarkan hukum adat di daerah
masing-masing atau warga yang telah dianggap dewasa berdasarkan
hukum nasional yang tercantum
dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) yaitu 21
tahun, sudah atau pernah menikah.
Meski demikian di dalamnya juga
disisipkan penyuluhan hukum
secara ‘implisit’ bagi anak-anak
terkait perlindungan diri mereka.
Tujuan dari penyuluhan
hukum ini secara umum adalah
memberikan pengetahuan kepada
masyarakat Pulau Palue mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan
bidang hukum; mewujudkan
kesadaran hukum masyarakat
Pulau Palue; memberikan
pemahaman kepada masyarakat
mengenai hak dan kewajibannya
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 35
sebagai warga negara; dan menumbuhkan semangat nasionalisme pada
seluruh masyarakat di Pulau Palue.
Dalam proses persiapan, tim Penyuluhan Hukum menyiapkan
materi-materi yang dibutuhkan, meliputi penjelasan singkat mengenai
materi yang bersangkutan, pengertian-pengertian dan isu-isu terkait, serta
perundang-undangan terkait dan penjelasannya. Materi tersebut meliputi
pengantar sistem hukum Indonesia secara umum, penangkapan ikan
secara ilegal, hukum pertanahan, hukum keluarga, dan akan menjadi bekal
dalam pelaksanaan penyuluhan hukum dengan menyesuaikan kebutuhan
lokasi masing-masing.
Secara garis besar, penyuluhan hukum akan dilakukan dalam tiga
tahapan, yaitu Pengkajian pada minggu pertama, penyuluhan informal
pada minggu kedua dan ketiga, danpenyuluhan formal pada minggu
keempat. Tahap assessment merupakan tahap pencarian informasi
mengenai segala hal terkait hukum yang berlaku di daerah tersebut,
hukum nasional maupun hukum adat daerah setempat. Tahap ini
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu observasi, kunjungan ke tokoh
adat, kunjungan ke instansi pemerintah, kunjungan ke rumah-rumah
warga, dan penentuan intervensi masalah. Selanjutnya setelah Pengkajian,
dilakukan penyuluhan informal dalam bentuk bincang-bincang dengan
warga dalam waktu dan tempat yang tidak formal dengan memasukkan
materi hukum di dalamnya. Sebagai acara puncak dari penyuluhan hukum,
pada minggu terakhir diadakan satu kali penyuluhan formal, yaitu
penyuluhan hukum dengan format tempat, acara, maupun peserta yang
dilakukan dengan konsep acara tertentu (misalnya talkshow, seminar,
atau workshop) dan dengan mengusahakan pembicara yang kompeten
dari badan pemerintahan yang bersangkutan.
2.4.2. Pelaksanaan Penyuluhan Hukum
a) Assessment
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 36
1.9. Pengkajian yang dilakukan secara umum di Pulau Palu’e pada saat Kampanye Calon Kades Reruwairere (doc. Tim Penyuluhan Hukum
Tuanggeo)
Tahap Pengkajian untuk penyuluhan hukum dilaksanakan pada minggu
pertama masa tugas yaitu pada tanggal 23 Juni 2011 s.d. Kamis, 30 Juni
2011. Pada tahap Pengkajian di Desa Tuanggeo, setiap anggota
kelompok yang bertempat tinggal di desa ini mencari tahu mengenai isu
hukum yang mengemuka di Pulau Palu’e secara umum dan di Desa
Tuanggeo secara khusus.
Pengkajian dilakukan dalam setiap kesempatan bincang-bincang santai
dengan aparat desa, pemuka adat, pemuka agama, dan masyarakat
dengan cara menyisipkan pertanyaan seputar permasalahan hukum
kepada mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dimulai dengan
melemparkan pertanyaan pokok kepada mereka untuk menyebutkan
dan menguraikan mengenai permasalahan hukum yang dianggap
penting oleh mereka dan kemudian menggali pernyataan mereka
dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci. Selain itu, kelompok
juga menanyakan mengenai isu-isu lain yang tidak disebutkan tetapi
mungkin berkenaan dengan Pulau Palu’e. Dari hasil Pengkajian,
ditetapkan satu topik yang menjadi pokok utama penyuluhan hukum
baik formal maupun informal, yaitu hukum pertanahan. Penetapan
hanya satu
topik dalam
penyuluhan
hukum
dilakukan
agar
penyuluhan
yang
diberikan
dapat bersifat
dalam dan
fokus serta
praktis dapat
diterapkan,
sehingga
masyarakat
benar-benar
dapat
mengerti topik pertanahan tersebut dan dengan demikian memberikan
nilai tambah bagi kehidupan mereka. Terdapat beberapa pertimbangan
dalam memilih topik tersebut, yaitu:
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 37
1.10. Penyuluhan informal dilakukan bersamaan dengan Pesta Perpisahan Frater Nico (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
1. Masyarakat Palu’e sebagian besar belum mengerti hukum
positif tentang tanah di Indonesia, padahal tanah merupakan
penopang kehidupan masyarakat yang sangat erat kaitannya
dengan kehidupan masyarakat Palu’e;
2. Tanah di Palu’e sebagian besar belum bersertifikat, sehingga di
satu sisi
masyarakat
belum bisa
sepenuhnya
menikmati nilai
guna tanah
sebagai akses
kepada
permodalan,
memiliki posisi
yang lemah
dalam sengketa
tanah 15 , serta
di sisi lain
berpengaruh
terhadap tertib
pertanahan di
Indonesia16;
3. Belum pernah dilaksanakan sosialisasi tentang pendaftaran
tanah di Palu’e
Dalam tahap Pengkajian ini, anggota kelompok juga mempersiapkan
koneksi yang dibutuhkan untuk penyuluhan hukum formal ke
depannya, serta mencari kemungkinan kaderisasi bagi tiap-tiap desa
15 Dalam sengketa tanah perdata yang dibawa ke Pengadilan, maka berlaku kekuatan pembuktian sesuai dengan hukum acara perdata yang diatur dalam RbG (Rechtsreglemet Buitengewesten; Kitab Undang-Undang Acara Perdata yang berlaku di luar Jawa dan Madura), di mana alat bukti surat memiliki kekuatan pembuktian yang paling kuat dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Hal ini berimplikasi pada lebih kuatnya posisi pihak yang memiliki alat bukti surat jika dibandingkan dengan pihak yang tidak diperkuat dengan alat bukti surat, seperti masyarakat ini.
16Tertib Pertanahan merupakan program yang dicanangkan Pemerintah melalui Catur Tertib Pertanahan (tanah dalam arti wilayah) yaitu Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah, dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 38
1.11. Diskusi hukum dan politik di rumah kreatif (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
maupun Pulau Palu’e. Dari hasil Pengkajian, direncanakan bahwa
penyuluhan hukum formal nantinya akan mengusahakan untuk bekerja
sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan mengundang
salah satu perangkat BPN sebagai pembicara. Sedangkan terkait dengan
kaderisasi, diputuskan untuk terus mencari kader sambil menjalankan
program dengan pertimbangan padat dan kompleksnya materi hukum
serta pelaksanaan penyuluhan hukum yang menyebar di 8 (delapan)
desa.
b) Penyuluhan Hukum Informal
Penyuluhan hukum di Pulau Palu’e dilaksanakan secara bergiliran
oleh tim penyuluh hukum di lima titik, yaitu dua kali di Desa Tuanggeo
(Kajukeri pada 1 Juli 2011 dan Lei pada 7 Juli 2011), masing-masing
satu kali di Desa Rokirole pada 7 Juli 2011, Desa Nitunglea pada 10 Juli
2011, dan Desa Lidi pada 16 Juli 2011.
Kajukeri, 1 Juli 2011
Penyuluhan hukum informal di Kajukeri dilaksanakan bersamaan
dengan pesta perpisahan dengan Frater Nico, seorang frater TOP
(Tahun Orientasi Pastoral) yang akan meninggalkan Palu’e setelah dua
tahun bertugas. Setelah acara makan bersama pada pesta, yaitu pada
pukul 22.00 s.d. 23.30 WITA, salah seorang tim penyuluh hukum yang
menghadiri pesta tersebut memohon waktu hadirin untuk berdiskusi
mengenai masalah hukum yang terjadi di Palu’e. Penyuluhan ini
dihadiri oleh sekitar 20 orang, dan dilaksanakan dalam bentuk diskusi
dan tanya jawab dengan dibawakan oleh Margaretha Quina, di mana
komunikasi bersifat dua arah dan penyuluh bersifat sebagai fasilitator
untuk memancing
pertanyaan maupun
pengetahuan warga
mengenai hukum. Dalam
pertemuan pertama ini,
fokus pembahasan adalah
masalah pertanahan, dalam
kaitannya pula dengan
proses peradilan dan
pembuktian, sertifikasi
tanah, baik dari segi hukum
adat dan hukum perdata
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 39
1.12. Penyuluhan hukum formal di Uwa (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
barat.
Lei, 7 Juli 2011
Penyuluhan hukum informal pada tanggal 7 Juli 2011
dilaksanakan di rumah kreatif sekaligus untuk mengisi materi diskusi
yang merupakan salah satu sub-program dari Rumah Kreatif, terjadi
pada pukul 15.00 s.d. 17.00 WITA. Dalam penyuluhan ini, tidak hanya
masalah hukum yang dibahas, namun juga masalah politik. Penyuluhan
ini dihadiri oleh 11 orang yang kesemuanya adalah laki-laki, baik yang
tua maupun yang muda. Penyuluhan dibuka dengan diskusi mengenai
masalah politik yang dibawakan oleh Julia Ikasarana, yang membahas
mengenai partai politik dan pemilihan umum serta relevansinya
dengan keadaan di Palu’e. Dipaparkan pula mengenai tips untuk
menjadi pemilih rasional, serta beberapa hal praktis terkait resolusi
konflik. Selanjutnya, materi mengenai hukum pertanahan dibawakan
oleh Margaretha Quina, yang karena keterbatasan waktu langsung
dibuka dengan forum tanya jawab yang ditanggapi secara singkat.
c) Penyuluhan Hukum Formal
Penyuluhan hukum formal dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Juli 2011,
di Kantor Kecamatan Palu’e, Uwa. Penyuluhan ini dihadiri 38 orang
yang merupakan perwakilan dari 8 desa, meliputi aparat desa, tokoh
masyarakat, serta perwakilan dari para pemuda. Pada awalnya
direncakan bahwa penyuluhan akan dilakukan oleh Bapak Caesar,
Wakil Kepala BPN Kabupaten Sikka, yang telah menyanggupi untuk
menyampaikan materi tersebut, dengan Margaretha Quina sebagai
moderator. Namun, dikarenakan BPN kekurangan tenaga terkait tugas
pendataan di
Kabupaten
Maumere,
beberapa hari
menjelang
acara BPN
memberitahu
kan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 40
pembatalan keterlibatannya dalam acara ini. Tim Penyuluhan hukum
menyikapi hal ini dengan memutuskan untuk melakukan penyuluhan
secara mandiri dengan Margaretha Quina (Fakultas Hukum UI 2008)
sebagai pembicara. Persiapan materi dilakukan dengan studi pustaka
serta berkonsultasi pula dengan BPN via telepon. Selain menyajikan
presentasi satu arah dan menyiapkan materi dalam bentuk keluaran
print (handout) untuk dibagikan untuk tiap desa. Tim juga
mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dengan
menganalisa pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul pada
penyuluhan hukum informal.
Pembagian tugas melibatkan seluruh peserta K2N UI 2011 di Pulau
Palu’e dengan pos-pos sebagai berikut yaitu moderator, notulensi dan
penanggung jawab waktu (timekeeper), konsumsi, registrasi,
perlengkapan lapangan dan kebersihan, dekorasi, liaison officer (LO
Wakil Bupati & Bapak Camat), serta dokumentasi.
Adapun jalannya acara dipersiapkan sebagai berikut:
Waktu Acara
08.30 Persiapan oleh MC
08.35 Menyanyikan lagu Indonesia Raya
dan Doa
08.45 Sapaan awal dari Bapak Camat
Sambutan dari Pater Otto Gusti
Sambutan dari Wakil Bupati
09.00 Pre-Test
09.30 Materi
10.15 Tanya Jawab dan Diskusi (Sesi I)
11.00 Istirahat & Snack
11.20 Tanya Jawab dan Diskusi (Sesi II)
12.00 Post-Test (Kuisioner)
12.30 Penutupan
Pada hari-H, pelaksanaan acara terlambat dari jadwal yang
direncanakan dikarenakan menunggu jumlah peserta agar acara dapat
berjalan efektif. Diputuskan bahwa setelah terdapat perwakilan dari 4
(empat) desa, maka acara dapat dimulai. Pada pukul 10.00 WITA, acara
dimulai sesuai dengan susunanacarayang telah ditentukan. Setelah
pembicara menyampaikan materi, peserta diberi kesempatan untuk
menyampaikan pertanyaan dalam sesi tanya jawab. Dalam sesi ini,
pembicara juga mempersilakan Bapak Wakil Bupati Sikka untuk turut
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 41
1.13. Bapak Mboy Zakarias, Lakimosa Keri (doc. Tim
Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
memberikan jawaban sebagai pandangan pelengkap dan gambaran dari
segi praktis pemerintahan bagi peserta. Karena keterbatasan waktu,
sesi tanya jawab yang tadinya direncanakan terdiri atas 2 (dua) sesi
terpaksa dipersingkat menjadi 1 (satu) sesi saja. Dalam sesi tanya
jawab mengemuka tiga pertanyaan yang ditanyakan oleh Bapak
Bonifasius (Desa Tuanggeo), Bapak Petrus Cawa (Reruwairere), serta
Bapak Kepala Desa Ladolaka.
d) Dokumentasi Hukum
Adat
Dokumentasi hukum adat adalah
kegiatan pencatatan hukum adat yang
berlaku pada saat ini di Pulau Palu’e di
keempat desa tempat pelaksanaan K2N
UI 2011. Dokumentasi hukum adat
dilaksanakan di Desa Tuanggeo pada
sepanjang masa K2N UI 2011 dengan
melakukan wawancara dengan ketua adat
wilayah lakimosa yang bersangkutan. Di
Tuanggeo, wilayah lakimosanya adalah
Wilayah Lakimosa Keri dan Tomu, di
mana terdapat tiga lakimosa diantaranya
yaitu Bapak Mboy Zakarias (81) dan
Bapak Yohanis Nara yang merupakan
Lakimosa Keri.
Dokumentasi hukum adat dilaksanakan
dengan mengacu pada satu kerangka,
yaitu memisahkan antara hukum perdata
dengan hukum publik. Hukum perdata
kemudian dikhususkan lagi yaitu hukum
keluarga, hukum kebendaan, hukum
perjanjian, dan hukum pembuktian dan
daluwarsa. Sedangkan hukum publik
meliputi acara-acara adat, sanksi-sanksi
adat, dan masa pije. Anggota kelompok
mencoba untuk menggali sedalam
mungkin hukum adat yang ditemukan
dengan menyesuaikan dengan kesediaan
Lakimosa, dengan memprioritaskan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 42
kedalaman materi. Tidak semua bidang pada akhirnya dapat
didokumentasikan dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga. Materi
yang terdokumentasi di Desa Lei dalam aspek hukum publik meliputi
Poo Dubu (upacara memberi makan arwah), larangan bom ikan, Pua
Karapau, Pio Pikariwu, serta pengertian pije secara umum serta
beberapa pije yang ada di Lei. Sementara dalam aspek perdata adalah
hukum keluarga yang meliputi hukum perkawinan, belis dan tahapan
acara, hubungan kawin adat dan kawin agama, perceraian, hamil di luar
nikah, upacara adat untuk anak yang baru lahir.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 43
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Rumah Kreatif
Konsep Rumah Kreatif K2N UI 2011 ini merupakan sebuah ruang yang
dapat digunakan oleh semua umur sebagai tempat berkumpul warga dari
berbagai desa untuk berinteraksi, bertukar wawasan sehingga persatuan
antar warga dalam suatu wilayah. Seperti yang dipaparkan oleh American
Planning Association mengenai Public Space.
“A public space may be a gathering spot or part of a neighborhood,
downtown, special district, waterfront, or other area within the public
realm that helps promote social interaction and a sense of community.”
(American Planning Association/APA)
Sebuah komunitas merupakan kumpulan orang yang saling
berinteraksi dan tinggal dalam jarak yang berdekatan.Dalam istilah
Biologi merupakan sekumpulan makhluk hidup yang saling
berinteraksi dan hidup dalam suatu lingkungan.
“Community is a group of interacting people, possibly living in close
proximity, and often refers to a group that shares some common values,
and is attributed with social cohesion within a shared geographical
location, generally in social units larger than a household.”
(Wikipedia.com)
Bahwasanya masyarakat Pulau Palu’e merupakan sebuah komunitas
yang lahir dan tinggal di Pulau Palu’e. Mereka saling berinteraksi satu dengan
lainnya. Dalam kenyataan yang kami temui di lapangan adalah hubungan
beberapa desa masih kurang terjalin dengan baik. Adapun hal tersebut
terjadi salah satunya karena ada perang yang disebabkan perebutan batas
desa seperti yang terjadi antara Desa Rokirole dan Nitung Lea sehingga
sampai sekarang warga dari masing-masing desa masih sering bersaing dan
ingin terlihat lebih dibandingkan desa yang lain. Melihat hal tersebut, agar
masalah tidak ditempatkan pada persiangan yang negatif maka rumah kreatif
diharapkan dapat mempersatukan Palu’e sebagai satu komunitas.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 44
1.14. Seluruh anggota K2N Pulau Palu’e berbusana adat dalam Ragam Ekspresi Palu’e
(doc. Tim Rumah Kreatif)
Menurut penuturan Wakil Bupati Sikka, Pulau Palu’e ini merupakan
pulau terlupakan karena letaknya yang cukup jauh dari peradaban kota.
Untuk menuju ke kota yaitu Maumere, dari Pulau Palu’e ditempuh dengan
perahu selama 4-5 jam. Karena jarak itulah, Pulau Palu’e susah mendapatkan
informasi dan kurang terjamah oleh peradaban modern. Didukung prasarana
di Pulau Palu’e yang kurang mendukung antara lain kurang tersedianya
listrik dan sinyal ponsel. Fakta yang kami temui di lapangan, listrik di Pulau
Palu’e hanya tersedia pada malam hari pukul 19.00- 22.00 WITA. Pada jam
tersebut biasanya warga menonton televisi yang hanya dimiliki oleh
beberapa rumah dan ditonton oleh banyak warga. Warga biasanya lebih
memilih tayangan sinetron “Nada Cinta” yang ditayangkan di Indosiar
dibandingkan menonton siaran berita karena menurut warga menonton
sinetron ini menjadi hiburan yang menarik setelah bekerja di kebun seharian.
Kemudian,koran pun tidak sampai ke Pulau Palu’e karena akses laut yang
sulit untuk dilalui setiap harinya. Sinyal ponsel yang hanya ada di spot
tertentu di Pulau Palu’e. Oleh karena itu, informasi-informasi didapat dari
luar dan dari Pulau Palu’e ke luar masih minim. Hal inilah yang menghambat
wawasan yang semestinya dapat diperoleh di Pulau Palu’e.
Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat Palu’e tergolong masih
rendah. Hal ini terlihat dari data penduduk dari kecamatan tercatat
persentase penduduk yang tidak tamat SDK sebesar 23,58%, tamatan SDK
sebesar 10.18%, tamat SLTP
3,25%, tamat SLTA sebesar
1,6%, tamat akademi/PT
0,38%, dan sisanya masih
belum mengenyam
pendidikan. Oleh karena itu
rumah kreatif disini hadir
untuk dapat membuka
wawasan masyarakat
Palu’e. Di dukung dengan
buku-buku yang beragam
berupa majalah dan buku
pengetahuan anak-anak,
remaja, ibu-ibu dan bapak-
bapak yang dapat dibaca oleh warga masyarakat.Karena dengan membaca
dapat memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat Palu’e seperti
sebuah semboyan “Buku Membuka Cakrawala Dunia”. Barbhara Tuchman,
seorang sejarawan dan penulis Amerika pun menggambarkan akibat apabila
membaca buku tidak dibudayakan dalam sebuah quote:
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 45
“Books are the carriers of civilization. Without books, history is silent, literature
dumb, science crippled, thought and speculation at a standstill.”
(Barbhara Tuchman,1912)
Adapun beberapa kegiatan yang kami adakan untuk mendukung konsep dan
tujuan dari rumah kreatif dan beberapa temuan dari setiap kegiatanya,antara
lain:
a) Membaca dan Menulis
Membaca dan menulis merupakan hal dasar dasar
dalam keterampilan berbahasa. Secara tradisional,
keterampilan dasar berbahasa memang dibagi ke dalam empat
kategori yaitu (1) listening comprehension – mendengarkan dan
mengerti; (2) speaking - berbicara; (3) reading comprehension –
membaca dan mengerti; dan (4) writing – menulis.
Keterampilan dasar tersebut tentunya diperlukan sebagai cara
untuk memperluas wawasan dan menuangkan kreatifitas.
Sehingga tentunya keterampilan ini perlu diasah sejak usia
anak-anak agar dapat mengembangkan daya kreatifitasnya.
Dalam kegiatan membaca di Rumah Kreatif “Pela Nipi”
ini kami menemukan anak yang masih belum lancar membaca
padahal telah duduk dibangku SDK, contoh kasus : dewi,siswa
SDK kelas 3, dia masih mengeja ketika membaca dan dalam
menulis masih juga dituntun untuk per hurufnya. Peristiwa ini
kami temui ketika 1 jam bebas dan anak-anak dipersilakan
untuk membaca dan bermain. Kami biasa mendekati anak-anak
yang membaca dan mendengarkannya. Hal ini tentunya
menjadi perhatian bagi kami. Akan tetapi secara keseluruhan
anak-anak bisa membaca.
Kemudian dari beberapa hal yang kami lakukan dalam
kegiatan menulis, yaitu menulis surat, menulis cita-cita dan
menulis pesan kesan, kami menemukan bahwa beberapa dari
mereka lebih mudah untuk menuangkan apa yang ada dalam
pikiran dan hatinya dengan menulis yaitu ketika mereka
beberapa dari anak-anak menulis surat untuk orang tua
mereka yang ada di Malaysia. Mereka menulis apa yang mereka
rasakan dan apa yang mereka inginkan kepada orang tua
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 46
mereka. Mereka merasa kangen terhadap orang tua mereka
dan menginginkan orang tua mereka untuk segera pulang dan
menemui mereka. Hal-hal tersebut di ataslah yang mungkin
menjadi penyebab rendahnya kualitas dan tingkat pendidikan
di Pulau Palu’e.
b) Menggambar dan Mewarnai
Kegiatan menggambar ini kami sering mendapati anak-
anak menggambar pemandangan gunung dengan jalan, sawah
dan sungi mengalir dan rumah dengan bunga dan orang.
Tentunya ini merupakan hal yang menarik bagi kami karena
gambar ini pun kami temui pada anak kecil yang ada di Jawa
dan mungkin pulau-pulau lainnya.
Kemudian dalam kegiatan menggambar dan mewarnai
ini kami menemukan anak yang belum mengenal warna
padahal ia telah duduk di bangku SDK kelas 3 yaitu dewi.
Adapun seorang anak yang bernama mboi, ia berbakat
dalam menggambar karena gambarnya berbeda dengan anak-
anak yang lain dan ia pun cukup lincah dalam menggerakan
tangannya dengan crayon dan spidol. Dan apabila
kemampuannya diolah lagi tentunya akan menjadi lebih baik.
c) Bernyanyi dan Menari
Dalam bernyanyi dan menari, melalui kegiatan rumah
kreatif ini kami menemukan bahwa tari-tarian tradisional dan
lagu-lagu tradisional ternyata diajarkan dalam pelajaran
muatan lokal di sekolah. Akan tetapi, ketika kami menanyakan
lagu-lagu tradisional pada anak-anak, kebanyakan dari mereka
cenderung malu menyanyikannya. Kami pun akhirnya
memperolehnya dari anak SMP yang sedang membaca di
rumah kreatif. Lagu tersebut yaitu lagu pio pika riwu yang
menceritakan dongeng ksatria yang dahulu berkuasa di Pulau
Palu’e. Lirik dari lagu pio pika riwu ini terdapat dalam
lampiran.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 47
d) Belajar Bahasa Inggris
Dalam kegiatan belajar Bahasa Inggris ini kami
menemukan ternyata anak-anak masih belum mengenal
Bahasa Inggris dan masih sulit dalam pengucapannya. Hal ini
dikarenakan di sekolah tingkat SDK masih belum diajarkan
mata pelajaran bahasa inggris. Selain itu, anak-anak masih
kental dengan bahasa ibu yaitu Bahasa Palu’e.
e) Bermain
Di rumah kreatif biasanya mereka bermain
menggunakan permainan yang kami bawa dan mereka cukup
senang dengan itu karena merupakan hal baru bagi mereka.
Kami pun melihat bahwa anak-anak sekarang sudah jarang
menggunakan permainan daerah yang mereka miliki. Berikur
beberapa permainan yang kami dokumentasikan:
f) Lastik
Jenis permainan ini biasa dimainkan oleh anak laki-laki
yang tinggal di pesisir. Permainan ini cukup sederhana yaitu
dengan menggunakan alat berupa batang kayu yang berpola
Y dan dikaitkan dengan karet diantaranya. Permainan ini
menggunakan batu dan batu tersebut dipakai untuk
menembak semacam alat seperti ketapel. Anak-anak daerah
pesisir Nitung sering memainkannya dan cara bermainnya
hanya dengan menembak sejauh mungkin ke laut. Bisa juga
dipakai untuk menembak burung yang tinggal diatas bukit.
g) Marie e Mario
Permainan ini biasa dimainkan sore hari maupun menjelang
istirahat di sekolah. Permainan ini menceritakan tentang kisah
anak yang diberikan kepada orang miskin. Jumlah pemain yang
dibutuhkan minimal 5 orang, permainan ini sangat mudah,
anak-anak dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah anak
yang berbeda. Anak yang jumlahnya sedikit dikategorikan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 48
sebagai anak miskin sedangkan jumlah pemain yang lebih
banyak dikategorikan sebagai anak kaya. Lalu kelompok anak
kaya akan membagikan satu anaknya kepada kelompok miskin
sambil menyanyikan lagu.
Kelompok Kaya (KK) : Beta kaya, kaya, kaya, beta kaya, kaya,
kaya, marie e mario
Kelompok Miskin (KM): Beta miskin, miskin, miskin, beta miskin,
miskin, miskin, marie e mario
KK : Kamu mau minta siapa marie e mario
KM : Kami mau minta si (sebut nama anak), marie e mario
KK : Kamu kasih dianya apa, marie e mario
KM: Kami kasih dianya (sebut barang yang akan diberikan),
marie e Mario
KK : Pergilah sudah, anak tersayang, marie e mario
KM : Terimakasih tuan dan nyonya marie e mario
Permainan ini dinyanyikan secara bergantian dan posisinya
selalu berganti antara si kelompok kaya dan kelompok miskin.
h) Ndero Ban
Permainan ini dalam bahasa Indonesia berarti bermain
ban. Permainan ini menggunakan alat sederhana yaitu ban
bekas dan kayu kecil. Mereka biasanya berlomba dalam
memainkan permainan ini dengan membentuk trek
memanjang sambil berlari. Permainan ini biasa dimainkan oleh
anak laki-laki maupun anak perempuan.
i) Panggung Dongeng
Kegiatan panggung dongeng ini kami mengajak anak
untuk memerankan tokoh-tokoh dalam cerita. Mereka dipacu
untuk maju ke depan tampil akan tetapi mereka sangat sulit
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 49
untuk maju dan tampil. Kami harus mendatangi mereka dan
mengajaknya maju.Adapun yang sudah kami dekati tetap saja
tidak mau maju.Dalam kegiatan panggung dongeng ini pun
kami mendapati pelafalan bahasa Indonesia mereka berbeda
dengan kami. Karena memang sejak kecil dan lingkungan
sekitar menggunakan bahasa Palu’e sehari-harinya.
j) PermainanPengembangan Diri
Permainan pengembangan diri ini kami lakukan untuk
kembali menggali kemampuan anak-anak Pulau Palu’e.
Permainan yang kami lakukan antara lain, mengalirkan bola
tenis secara beregu, pesan berantai, jaring laba-laba dan
menjatuhkan badan.
Permainan mengalirkan bola tenis ini kami melihat
mereka cukup antusias mengikuti. Anak-anak dapat melakukan
dengan tuntas hingga akhir. Kerjasama mereka dalam
mempertahankan bola agar tidak jatuh dapat dikatakan
kompak dan berusaha mau mengulang kembali jika bola jatuh.
Permainan pesan berantai ini dilakukan secara beregu.
Anak-anak diajak bermain untuk menerima pesan dan
menyampaikannya kepada teman selanjutnya. Permainan ini
diharapkan dapat melatih kekompakan mereka dalam
menyampaikan pesan hingga pendengar terakhir. Anak-anak
melakukannya dengan antusias yang terkadang diiringi
teriakan kecil penuh kegemasan.
Permainan jaring laba-laba adalah permainan yang
melatih ketangkasan. Anak-anak yang dibagi dalam kelompok
diajak untuk mengatasi tantangan secara bersama-sama untuk
melewati jalan-jalan yang dibentuk dengan tali menyerupai
jaring laba-laba. Aturan dalam permainan ini adalah anak yang
melaluinya tidak boleh menyentuh atau merusak jaring laba-
laba buatan tersebut dan juga anak-anak yang tergabung dalam
satu kelompok tidak boleh melewati jalur yang sama untuk
kedua kalinya. Permainan ini membutuhkan tenaga ekstra
manakala jaring yang dilewati merupakan bagian yang tinggi
sehingga kawan sekelompok harus menggendongnya. Meski
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 50
melelahkan namun permainan ini dilakukan dengan penuh
semangat dan kecerdikan.
Permainan terakhir adalah jatuhan. Permainan ini
dilakukan dengan cara salah seorang anak menjatuhkan diri
dan membiarkan dirinya ditangkap oleh temannya. Permainan
ini untuk menumbuhkan rasa kepercayaan anak-anak kepada
temannya. Bagaimana rasa kepercayaan anak itu akan terlihat
dari posisi jatuhnya.
k) Tentang Cita-Cita (Pohon Impian)
Dalam kegiatan ini kami mendapati kebanyakan dari
anak-anak masih belum mengerti akan cita-citanya. Oleh
karena itu kami memberikan pengertian akan cita-cita dan
impian. Cita-cita yang keluar dari mereka kebanyakan adalah
profesi yang ada di Pulau Palu’e. Seperti perawat dan guru. Hal
ini menunjukan bahwa kurangnya wawasan masyarakat Palu’e
adalah akibat dari minimnya informasi yang masuk ke Pulau
Palu’e.
l) Dokumetasi Adat
Pua Karapau di Dusun Nitung
Kegiatan pendokumentasian hukum adat ini dilakukan
di Dusun Nitung dengan melakukan wawancara kepada Kepala
Adat (Lakimosa Nitung) pada tanggal 30 Juni 2011 bertempat
di kediaman Lakimosa Nitung. Selain itu kami juga melakukan
wawancara kepada Kepala Desa Nitunglea, Valentinus Mangge
tentang Pua Karapau ini.
Pua Karapau adalah suatu upacara adat yang
mendatangkan kerbau ke suatu kampung untuk kemudian
akan disembelih dalam acara Pati Karapau pada lima tahun
berikutnya. Rentang waktu kegiatan antara satu Pua Karapau
dengan Pua Karapau berikutnya adalah sepuluh tahun,
sedangkan rentang waktu antara Pua Karapau dengan Pati
Karapau adalah lima tahun. Pada masa antara Pua Karapau
dengan Pati Karapu ini biasanya dilakukan kegiatan
pembangunan, baik berupa pembangunan rumah maupun
pembangunan proyek pemerintah lainnya.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 51
1.15 Salah satu aktifitas budaya yang didokumentasikan (doc. Tim Rumah Kreatif)
Filosofi dari diadakannya upacara adat ini adalah untuk
meminta belas kasih Tuhan agar hasil bumi dapat mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Kegiatan Pua Karapau ini
dapat dipercepat apabila ada suatu proyek pembangunan yang
mendesak untuk dilakukan dengan seizin Lakimosa di dusun
yang bersangkutan. Sebagai gantinya, pihak yang akan
mengadakan pembangunan tersebut harus memberikan
sebuah kerbau untuk dimuat dan dipelihara selama lima tahun
ke depan.
Pati Karapau di Dusun Nitung
Masih sama pada tanggal 30 Juni 2011, Pati Karapau
merupakan lanjutan dari kegiatan Pua Karapau. Pati Karapau adalah
suatu upacara adat yang
dilakukan setelah masa
Pua Karapau berakhir.
Acara ini berupa
pemotongan kerbau besar
yang telah didatangkan
pada saat Pua Karapau
lima tahun sebelumnya
pada sebuah tugu batu
besar. Biasanya setelah
upacara Pati Karapau
berakhir, akan berlaku
suatu masa haram
melakukan kegiatan
agraria seperti menanam, mencangkul tanah, memetik tanaman,
memanen, dan lain sebagainya selama tiga hari.
Selain itu, setelah upacara Pati Karapau selesai dilaksananakan,
akan berlaku masa haram melakukan pembangunan dan juga masa
haram melakukan tari-tarian adat sepertia tari Togo dan tari Misa.
Pesta adat Pati Karapau ini dilangsungkan selama lima hari berturut-
turut dan dihadiri oleh hampir seluruh masyarakat adat di pulau
Palu’e sehingga setiap kepala keluarga di desa yang bersangkutan
akan melaksanakan pemotongan babi untuk menjamu kerabat yang
datang dari desa lain. Prosesi Pati Karapau ini diiringi dengan tari-
tarian tradisional (Togo dan Misa) dan musik khas daerah Palu’e. Alat
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 52
musik yang digunakan berupa gong dan gendang tradisional. Filosofi
dari pengadaan acara Pua Karapau ini adalah sebagai ungkapan rasa
syukur masyarakat suatu desa atas berlimpahnya hasil bumi untuk
pemenuhan kehidupan masyarakat.
Neorate
Neorate adalah suatu upacara adat untuk mengenang dan
menghargai arwah leluhur yang meninggal dalam suatu marga. Setiap
marga akan mengambil sebuah batu sebagai pengganti orang yang
telah meninggal dan batu tersebut akan diletakkan atau dikuburkan di
suatu tempat yang berisi batu-batu lainnya dalam satu marga.
Upacara adat ini dilakukan setiap lima tahun sekali dan tidak dapat
dipercepat atau diperlambat.
Kegiatan dari upacara adat ini adalah mengubah susunan dan
tumpukan batu-batu yang terkubur, selain itu setiap kepala keluarga
akan memotong seekor babi secara bersama-sama. Prosesi
pemotongan babi tersebut harus dimulai oleh Lakimosa dan
masyarakat tidak boleh mendahuluinya. Dalam pemilihan batu
sebagai pengganti orang yang meninggal tersebut harus sesuai dengan
saran dari seorang dukun adat.
Tia te’u
Tia te’u adalah suatu kegiatan adat berupa pengusiran hama
tikus yang terdapat di satu kampung. Prosesinya berupa pembantaian
tikus secara bersama-sama yang diakhiri dengan melarung sepasang
tikus ke laut dengan menggunakan perahu mainan yang diberikan
layar dan sesajen. Selama prosesi ini berlangsung tidak ada orang dari
luar kampung ini yang diperbolehkan masuk ke dalam wilayah
kampung yang bersangkutan. Jika ada orang yang melanggar, orang
tersebut akan dijatuhi denda berupa babi kecil dan uang sejumlah
seratus ribu rupiah. Prosesi ini dilakukan terakhir kali pada tahun
1988.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 53
Phije
Phije merupakan suatu masa haram untuk melakukan kegiatan
agraria seperti menanam, mengolah tanah, dan juga memanen. Masa
Phije ini berlangsung setelah Pati Karapau selama tiga hari berturut-
turut. Masa Phije ini juga dapat berlangsung bagi sebuah kepala
keluarga yang telah selesai membuat perahu dan akan pertama kali
mengarungkan perahunya ke laut. Jika ada orang yang melanggar
masa phije ini akan mendapatkan suatu musibah yang tidak
diinginkan, misalnya sakit yang tidak kunjung sembuh dan kejadian
ini akan berhenti bila orang tersebut telah mendapatkan maaf dari
Lakimosa di dusun setempat.
Watu Pou
Ada satu cerita rakyat yang berhasil diperoleh dari beberapa
pembicaraan dengan warga setempat, yakni cerita tentang batu
jangkar. Konon katanya batu tersebut merupakan kapal laut dari bugis
yang terdampar di Pulau Palu’e. Batu tersebut terletak di desa
Nitunglea ke sebelah timur sebelum Desa Lidi. Batu ini disebut batu
jangkar karena konon katanya batu ini berfungsi seperti jangkarnya
Pulau Palu’e. Masayarakat dulu percaya apabila batu ini jatuh dari
tempatnya, maka Pulau Palu’e akan tenggelam. Saat ini bentuk batu
jangkar sudah tidak tampak secara kasat mata, mungkin karena sudah
tertutupi oleh semak belukar yang tumbuh di sana.
Tutu Reru
Kegiatan adat ini merupakan suatu upacara taruh lilin yang
biasa dilakukan oleh putra Desa nitunglea ketika ingin keluar dari
Pulau Palu’e dalam waktu yang lama baik itu karena melanjutkan
sekolah lebih tinggi, ataupun merantau. Acara tutu reru ini dilakukan
dengan meletakkan banyak lilin ke makam anggota keluarga yang
telah meninggal ataupun ke batu neurate leluhur mereka. Kegiatan
adat ini dilanjutkan dengan berdoa dan melakukan sembahyang.
Biasanya setelah acara tutu reru, keluarga akan menyelenggarakan
pesta perpisahan kecil yang mengundang keluarga dan satu dusun.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 54
Acara tutu reru ini dilaksanakan pada malam hari selepas matahari
tenggelam.
Kendala yang Dihadapi
Adapun kendala yang sering kelompok hadapi dalam
melaksanakan kegiatan rumah kreatif antara lain, yaitu: adanya
sosialisasi yang berjalan kurang lancar sehingga yang datang ke
rumah kreatif lebih banyak anak-anak sementara orang dewasa masih
sedikit. Hal ini salah satu penyebab diantaranya yaitu kepemimpinan
formal dari aparat beberapa desa kurang kuat. Juga kondisi dari
peserta Rumah Kreatif itu sendiri dimana semangat yang dimiliki
naik-turun namun hal ini juga yang menjadi tantangan menarik bagi
kelompok untuk berfikir kreatif dengan memunculkan ide-ide baru
yang diharapkan juga akan dilakukan oleh kader-kader selanjutnya.
Harapan Warga
Untuk kegiatan Rumah Kreatif ini warga berharap untuk terus
bisa berjalan. Apalagi jika mengingat bahwa kondisi fasilitas
pendidikan di Pulau Palu’e masih kurang memadai. Warga justru
menginginkan tempat-tempat yang difungsikan sebagai rumah bacaan
selain Rumak Kreatif seperti perpustakaan agar segera dibangun oleh
Pemda setempat. Begitu pula dengan keinginan dari Desa Ladolaka
agar mempunyai SDK sendiri. Keinginan warga terhadap Rumah
Kreatif antara lain agar ditambahnya buku-buku yang dikirimkan dari
Jakarta.
Adapun selain program Rumah Kreatif juga program rutin atau
pun program kelompok lainnya, warga Palu’e amat berharap dari
pemerintah agar mau membantu mereka untuk menyediakan
program air bersih yang amat mereka butuhkan. Hal ini mengingat
bahwa tanah di Palu’e bukan merupakan tanah resapan air juga
kenyataan bahwa penduduk Palu’e menggantungkan kebutuhan
mereka dari air hujan yang tidak selalu datang tepat waktu. Belum lagi
dengan peristiwa gempa Gunung Rokatenda yang baru saja terjadi
sehingga menyebabkan keretakan dan kebocoran pada banyak perigi
atau penampung air hujan di rumah-rumah penduduk.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 55
3.2 Kesehatan Untuk Semua: Palue Pulau Sehat
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada seminggu setiap
sebelum pelaksanaan penyuluhan kesehatan berlangsung, didapatkan
beberapa hal yang menjadi fokus sehingga perlunya dilakukan
penyuluhan kesehatan untuk masyarakat Palue.
Pada permasalahan Gizi dan Asi dilaksanakannya penyuluhan
karena dalam melihat kondisi kehidupan masyarakat berkenaan dengan
keadaan kesejahteraan berdasarkan tingkat ekonomi, banyak diantaranya
yang hidup dalam ekonomi menengah kebawah. Hal ini tentunya
mempengaruhi tingkat kesejahteraan hidup yang berkenaan dengan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti pangan dan pakaian yang
digunakan.
Berkaitan dengan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat Palue
biasanya dapat dilihat berdasarkan sumber daya alam yang ada di sekitar
tempat mereka tinggal dan hidup.Kondisi gizi yang ada dalam pangan
keseharian masyarakatnya tentu berkaitan dengan permasalahan
gizi.Sehingga dengan demikian penyuluhan gizi pun perlu dilaksanakan.
Antusias warga Desa Tuanggeo sebagai tempat yang dijadikan
dalam pertemuan penyuluhan ASI Ekslusif dan Gizi menjadi wadah
masyarakat dengan kelompok dalam berbagi pengetahuan dan
pengalaman secara akademis juga secara sosio-kultural masyarakat
Palue.Dalam hal ini banyak diantara ibu-ibu muda yang hadir masih
awam mengetahui tentang ASI Eksklusif.Penyuluhan ASI Ekslusif menjadi
bahasan yang difokuskan pada hari itu dengan diakhiri pada pemberian
biskuit MP-ASI.Disamping pengetahuan para ibu yang hadir mengenai
Cege atau jangung yang digoreng sebagai satu asupan bagi pangan ibu
yang sedang menyusui.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 56
1.16 Penyuluhan KB dan HIV/AIDS di Paroki Lei (doc. Palu’e Pulau Sehat)
Selain membahas mengenai ASI eksklusif dan gizi, pengetahuan
masyarakat tentang
KB alami masih
sangat minim sekali.
Pemberian
penyuluhan
mengenai KB alami
bukan dengan KB
konvensional dirasa
karena adanya
himbauan dari pihak
kepercayaan
masyarakat Katolik
yang melarang
penggunaan KB
konvensional seperti
KB dengan
menggunakan alat kontrasepsi.Namun, pelaksanaan penyuluhan ini
dilakukan sama-sama dalam rangka mendukung program pemerintah
untuk mengurangi angka ledakan pertumbuhan penduduk.Selain itu, ada
permasalahan yang perlu diangkat mengenai garis keturunan laki-laki
dalam sistem kekerabatan masyarakat Palue. Hal ini memberikan
pengetahuan masyarakat lokal terhadap kelompok bahwa dibutuhkannya
keturunan berupa anak laki-laki sebagai pewaris dalam kehidupan
keluarga dan kekerabatan.Apabila dalam suatu pasangan yang sudah
memiliki anak sebanyak 2 orang namun belum dikaruniai anak laki-laki
maka mereka terus berusaha untuk memiliki keturuanan berupa anak
laki-laki.
Penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan di Desa Tuanggeo ini juga
diadakan dalam rangka memperluas pengetahuan masyarakat mengenai
gaya hidup sehat. Dari beberapa hasil penelitian yang diadakan oleh
Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional), peningkatan
mutu kesehatan yang signifikan akan berpengaruh kepada kesejahteraan
ekonomi. Terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.17Peningkatan kesejahteraan
ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah
penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok
masyarakat, sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup,
17Arum Atmawikarta, “Investasi Kesehatan Untuk Pembangunan Ekonomi”. Diakses dari
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8547/, pada 26 September 2011, Pukul 01:16 WIB.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 57
1.16 Seorang warga asyik memperhatikan penyuluhan kesehatan yang diberikan (doc.
Palu’e Pulau Sehat)
seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan.Di negara-negara yang
tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup
lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk
untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan
hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan
pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung.18
3.3. Kampung Berseri
Secara keseluruhan pengetahuan bagaimana suatu desa
dikatakan bersih dan asri telah dipahami oleh masyarakat desa Tuanggeo.
Mereka telah menerapkan pemisahan kandang ternak dengan tempat
tinggal manusia, pembuangan tempat sampah akhir di beberapa tempat
telah diterapkan pula, walupun kebanyakan masyarakat di desa ini
mengumpulkan sampah-sampah mereka di pekarangan mereka dan
membakar sampah tersebut. Kondisi yang sebagian berdebu dikarenakan
karena kondisi di desa ini merupakan lingkungan yang sulit air sehingga
penggunaan air benar-benar diminimalisasi sekali dalam penggunaan.
Dalam pelaksaaan kegiatan
kerja bakti secara umum
dapat dikatakan bahwa
kegiatan ini belum
dikerjakan secara rutin oleh
warga desa. Mengenai
pemilahan sampah telah
dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat sehingga dengan
ini dapat mengurangi
kerusakan yang diakibatkan
oleh sampah-sampah
anorganik yang dapat
merusak alam sekitar. Secara
umum sampah yang ada di di desa Tuanggeo adalah Sampah Organik,
yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut
menjadi kompos; Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah
membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik
mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah
18Ibid., hal.2.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 58
ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk lainnya. Pengolahan sampah yang dilakukan di desa
Tuanggeo terutama dengan mengumpulkan sampah pada suatu tempat
dan membakarnya, namun sosialisasi tentang bahayanya pengolahan
sampah dengan membakar sampah sembarang karena sampah bisa
terdiri dari berbagai bahan yang belum tentu aman. Bahan seperti kaleng
aerosol dapat meledak bila kena panas, sedangkan bahan dari plastik dan
karet dapat menghasilkan gas yang menimbulkan kanker bila dibakar.
Telah disosialisasikan pula bila pembakaran tidak bisa dihindari,
dipastikan bahwa hanya sampah organik yang dibakar, tidak terlalu
banyak sampah basah, dan dilakukan jauh dari kerumunan orang banyak
atau benda lain yang dapat memperburuk pembakaran. Beberapa sampah
anorganik yang dapat didaur ulang adalah plastik wadah pembungkus
makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik
kertas koran, HVS, maupun karton. Sosialisasi pemanfaatan sampah
terutama sampah yang tidak dapat diproses oleh alam telah dilakukan
antara lain menggunakan kembali plastik dan kaleng yang telah dipakai
sebagai produk kerajinan tangan, dimana biasa jadi jika ditekuni dapat
menjadi potensi ekonomi yang dapat memajukan kehidupan ekonomi.
Selain itu pula sosialisasi pemanfaatan sampah hijau dan kotoran ternak
sebagai pupuk kompos telah dilakukan pula dan antusiasme masyarakat
tinggi untuk hal ini. Agar sampah-sampah tidak berserakan kemana-mana
idealnya setiap rumah memiliki tempat sampah. Dengan meminimalisasi
serakan sampah dapat meminimalisasi dampak negatif dari sampah
terutama dalam dampaknya dalam menyebarkan bahan penyakit. Tentang
hal ini pula telah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat di desa
Tuanggeo, namun realisasi belum sempat untuk bersama-sama dengan
peserta K2N membuat tempat sampah masal. Kita berharap sepulang kita
di desa tersebut masyarakat dapat merealisasi pembuatan tempat sampah
tersebut. Diselala kegiatan kampung berseri kita pula memasukkan
pendidikan hidup sehat dan bersih kepada masyarakat dan anak-anak
sekolah di desa Tuanggeo. Hal yang telah dilakukan misalnya praktek
mencuci tangan yang baik, menggosok gigi, informasi penyakit-penyakit
diakibatkan lingkungan yang kotor dan bagaimana cara
menanggulangginya. Untuk membudayakan kegiatan kerja bakti peranan
pemerintah desa sangat penting selain peranan dari tokoh agama dan
adat juga sama pentingnya dilihat dari segi posisi. Selain itu pula bilamana
kerja bakti padat dilakukan secara rutin oleh warga masyarakat secara
tidak langsung dapat menumbuh kembangkan rasa cinta terhadap
lingkungan dan meningkatkan rasa kesatuan dan rasa saling memiliki
antar warga masyarakat. Penganugrahan kepada kampung yang terasri
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 59
tidak dilakukan karena peserta K2N Palue berada di beberapa desa dan
mengurangi gap antar desa maupun dusun yang selama ini secara tidak
langsung sedikit terasa. Kegiatan selain dilakukan di desa Tuanggeo,
dilakukan pula aksi bersih pantai oleh warga desa yang berada disekitar
pinggiran pantai Uwa. Respon masyarakat akan kegiatan ini sangat baik,
ini terlihat dari jumlah masyarakat yang mengikuti kegiatan terbilang
banyak. Diharapkan kembali pembersihan pantai dapat dilakukan secara
rutin sehingga pantai dapat berada dalam keadaan bersih. Biasanya
selama ini menurut informasi dari warga setempat, aksi pembersihan
pantai dilakukan bersamaan dengan kegiatan adat. Dilakukan pula
pembangunan tugu Palue di depan pelabuhan Uwa, dimana sebagai
pertimbangan bersama diketahui tempat ini merupakan gerbang masuk
utama Pulau Palue.
3.2.4 Penyuluhan Hukum
Berdasarkan hasil Pengkajian selama satu minggu, ditemukan beberapa
permasalahan hukum di Pulau Palu’e, yaitu meliputi hukum pertanahan,
kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan anak, serta masalah
administrasi terkait Kartu Tanda Penduduk dan Paspor.
Menurut Lawrence W. Friedman, sistem hukum terdiri atas struktur
hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), dan budaya
hukum (legal culture). Ia menentukan pengertian struktur adalah,
“The structure of a system is its skeleton framework; it is the
permanent shape, the institutional body of the system, the tough
rigid nones that keep the process flowing within bounds..”,
(terjemahan bebasnya: “Struktur dari sebuah sistem adalah
kerangka tengkoraknya, yang merupakan bentuk permanen,
tubuh institusional dari sistem, jam rigid tangguh yang menjaga
proses mengalir di dalam batasannya”)
Kemudian substansi dirumuskan sebagai:
“The substance is composed of substantive rules and rules about
how institutions should behave,”
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 60
1.18 Seorang wanita membawa beban yang sangat berat, yang biasa ditemui dalam keseharian wanita Palu’e (doc. Tim
Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
(terjemahan bebasnya: “Substansi terdiri dari aturan-aturan
substantif dan aturan mengenai sebuah institusi harus berlaku”)
dan budaya hukum dirumuskan sebagai:
“The legal culture, system their beliefs, values, ideas and
expectation. Legal culture refers, then, to those ports of general
culture customs, opinions ways of doing and thinking that bend
social forces toward from the law and in particular ways.”.19
(terjemahan bebasnya: Struktur hukum mensistematikakan
kepercayaan, nilai-nilai, ide-ide, dan ekspektasi-ekspektasi
mereka. Budaya hukum menunjuk pada pelabuhan dari
kebiasaan-kebiasaan dari budaya umum, opini-opini dari cara-
cara berlaku dan berpikir yang mengikat kekuatan sosial terhadap
hukum dan dalam cara tertentu”)
Hukum sebagai
suatu sistem
sangat
diperlukan bagi
bangsa Indonesia
sebagai negara
yang sedang
berkembang. 20
Terhadap hal ini,
dasar fungsi
hukum sebagai
“sarana
pembaharuan
masyarakat” (law
as a tool social
engeneering) mengambil peran, di mana hukum dilihat sebagai sarana
untuk mengubah masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja menegaskan
bahwa
19 Lawrence W. Friedman, American Law: An Invaluable Guide To The Many Faces of the
Law, And How It Affects Our Daily Lives, (New York: W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 1-8. dan pada “Legal Culture and Social Development”,Stanford Law Review, (New York, 1987), hlm. 1002-1010 serta dalam Law in America: a Short History, (New York: Modern Library Chronicles Book, 2002), hlm. 4-7
20 Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: CV.
Mandar Maju, 2003), hlm. 5 dst
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 61
“Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara
ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat
hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya,
hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang
telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap
masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang
membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang
harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi,
masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi
kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum
tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia
juga harus dapat membantu proses perubahan
masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum
yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban
dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari
hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan
suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.”21
Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah
dikemukakannya, Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi
hukum dalam pengertian yang lebih luas, tidak saja merupakan
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-
lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. 22
Dengan kata lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang
hukum tidak cukup apabila hendak melakukan pembinaan hukum
secara menyeluruh.
Dalam golongan masyarakat tertentu, hukum yang berlaku dalam
suatu masyarakat ada kalanya mengalami transisi, sehingga nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat tersebut belum selaras dengan kaidah-
kaidah nasional yang diatur dalam perundang-undangan. Hal ini
terutama dijumpai ketika perundang-undangan nasional dibentuk
dengan cara modifikasi, yaitu dengan mengundangkan nilai-nilai
21Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan
Karya Tulis) (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 14
22Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional,
(Bandung: Binacipta, 1986) hlm. 11.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 62
untuk mengubah nilai-nilai lama yang ada di masyarakat, agar nilai-
nilai baru tersebut diikuti dan dipatuhi sebagai suatu standar yang
baru dalam sistem nilai masyarakat sebagaimana dikemukakan dalam
teori Hukum Pembangunan di atas di mana hukum berperan sarana
pembaruan masyarakat. Permasalahan-permasalahan yang ditemui
dalam K2N UI 2011 ini tidak lain adalah suatu bentuk penyesuaian
dari masyarakat yang berada dalam tahap transisi karena struktur,
substansi, dan budaya hukum yang belum selaras, dan diharapkan,
dengan diadakannya penyuluhan-penyuluhan baik secara formal
maupun informal, masyarakat dapat mengenal dan mematuhi hukum
positif yang berlaku di Republik Indonesia.
Pertanahan
Kerangka konsep:
a. Agraria urusan tanah dan segala apa yang ada di dalamnya dan
diatasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang Pokok
Agraria, LN 1960-104, hukum agraria (Agrarisch Recht Bld.) adalah
keseluruhan dan pada ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum
perdata maupun hukum tata negara (staatsrecht) maupun pula
hukum tata usaha negara (administratif recht) yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum dengan
bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan
mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada
hubungan tersebut.23
b. Hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar
adala hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum
adat mencakup hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan
hakim yang bersi asas-asas hukum dalam lingkungan di mana ia
memutuskan perkara. Hukum adat berakar pada kebudayaan
tradisional, dan merupakan suatu hukum yang hidup karena ia
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai
dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus-menerus dalam
keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.24
23 Subekti dan Tjitrosoedibjo, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1969(
24 Raden Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, cet. 17, (Jakarta: Pradnya Paramita,
2007), hlm. 3.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 63
c. Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat
dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk
mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah dalam
wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya,
yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.25
d. Hukum antar tata hukum internal adalah Keseluruhan peraturan
dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah
yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-
hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga negara dalam
satu negara memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-
stelsel dan kaidah-kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan
kuasa waktu, tempat pribadi, dan soal-soal.26
e. Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantaraan hakim; lebih konkrit lagi mengatur tentang
bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta
memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.27
1. Penyuluhan Hukum Informal
Dalam penyuluhan hukum informal di Desa Tuanggeo, ditemukan
bahwa masyarakat menghadapi permasalahan sebagai berikut:
1. Dalam sengketa tanah yang sampai ke pengadilan, seringkali
masyarakat menghadapi permasalahan mengenai kekuatan
pembuktian dalam pengadilan; karena tanah di Palu’e kebanyakan
belum bersertifikat.
25 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 231.
26 Soedargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1977), hlm. 21.
27 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1977),
hlm. 2.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 64
Jawab: Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat, dan Indonesia
menganut sistem positif sehingga apa yang tercantum dalam
sertifikat dianggap benar. Dalam sengketa perdata, hakim mencari
kebenaran formil, yaitu berdasarkan yang didalilkan para pihak
dengan memperhatikan kekuatan pembuktian.
2. Perjanjian-perjanjian adat yang dibuat secara lisan di masa lalu,
dan pada masa kini dijadikan alasan untuk menghaki tanah yang
bukan haknya. Bahkan di tanah Palu’e pernah terjadi perang
saudara yang dikarenakan batas administratif tanah yang
bersinggungan dengan batas adat (wilayah Lakimosa). Hal ini
diawali dengan banyaknya tanah yang diberikan kepada menantu
atau saudara untuk digarap selama bertahun-tahun, hingga
penguasaan secara fisik ada pada orang yang diberikan hak
tersebut. Kemudian seringkali terjadi masalah mengenai
kepemilikan secara yuridis, karena terkadang terjadi sengketa
kepemilikan antara pemegang hak secara fisik dengan ahli waris
dari pemegang hak terdahulu.
Jawab: Dilihat kembali fakta materiil dari perjanjian tersebut
dengan mencari saksi-saksi yang dapat memberikan gambaran
bagaimana kejadian yang sebenar-benarnya. Yang menjadi
patokan adalah jenis perjanjian dan intensi dari perjanjian
tersebut. Jika memang perjanjiannya hibah, maka hak milik telah
beralih kepada pemegang hak yang baru; namun apabila hak yg
diberikan sekedar hak untuk mengolah, maka kepemilikan tetap
pada pemegang hak terdahulu sehingga ahli waris gue berhak
ketika pemegang hak terdahulu telah meninggal.
3. Hak wanita atas tanah, di mana hukum adat Palu’e yang patrilineal
berdampak pada ketiadaan hak waris bagi wanita karena
dianggap telah keluar dari keluarganya dan masuk ke keluarga
suaminya ketika ia menikah.
Jawab: Dalam hukum nasional (UUPA) sebenarnya wanita berhak
memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam kepemilikan
tanah. Namun, bila dikaitkan dengan hukum adat yang masih
berlaku dalam hubungan hukum privat, maka dikembalikan
kembali pada Lakimosa untuk menentukan kebijakan secara
kasuistis.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 65
4. Bantuan bagi masyarakat miskin dalam hal biaya pendaftaran
tanah.
Jawab: UUPA Pasal 19 ayat (4) menyatakan bahwa pendaftaran
tanah dapat diberikan secara cuma-cuma bagi masyarakat yang
tidak mampu.
2. Penyuluhan Hukum Formal
Permasalahan yang dicoba dijawab pada penyuluhan hukum formal
adalah:
1. Bagaimanakah sistem hukum pertanahan Indonesia dalam
kaitannya dengan hukum adat?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia?
3. Bagaimanakah hak-hak atas tanah yang diakui dalam hukum
positif Indonesia?
(materi presentasi terlampir)
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut disiapkan bahan
presentasi yang disajikan oleh Pembicara sebagai berikut:
I. Dasar-dasar Pertanahan
a. Pengertian dan Fungsi Tanah
b. Hubungan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat
c. Hak Penguasaan Atas Tanah dan Sistematikanya
i. Hak Bangsa Indonesia
ii. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
d. Pengakuan Atas Hak Ulayat
II. Hak-hak Atas Tanah
a. Hak Atas Tanah Primer
b. Hak Atas Tanah Sekunder
c. Hak Milik
d. Hak Guna Usaha
e. Hak Pakai
f. Sistem Perolehan Tanah
III. Pendaftaran Tanah (Sertifikasi)
a. Pentingnya sertifikasi
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 66
b. Dasar Hukum
c. Syarat Permohonan Pendaftaran Tanah
i. Subjek
ii. Objek
iii. Asal Tanah (Alas Hak)
d. Teknis Pendaftaran Tanah
e. Segi Fisik dan Yuridis Tanah
f. Perlibatan Aparat Desa dalam Sertifikasi
Bahan yang disajikan saat penyuluhan hukum formal adalah bahan
yang mengkompilasikan isu-isu yang muncul saat penyuluhan hukum
informal. Dalam pengumpulan data, dilakukan studi literatur,
wawancara dengan wakil kepala BPN Bpk Caesar, serta hasil dialog
dengan warga dalam penyuluhan informal. Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul pada saat penyuluhan formal tidak jauh berbeda dengan
pertanyaan pada saat penyuluhan informal. Dalam menjawab
pertanyaan, Bapak Wakil Bupati turut serta menambahkan jawaban
penyuluh dan memberikan perspektif lain sebagai pemerintah.
Pertanyaan yang muncul:
1. Bpk. Bonafasius (Tuanggeo): Kedudukan hukum tanah tidak
bersertifikat yang sudah dihuni sejak dahulu dan dijadikan
perkampungan, apakah merupakan hak perseorangan atau tanah
perkampungan berdasarkan UUPA?
Jawab: Hak perseorangan; di UUPA tidak mengenal tanah
perkampungan. Salah satu ketentuan konversi memberikan hak
individual bagi tanah yang berasal dari tanah adat.
2. Petrus Cawa (Reruwairere): Hak menguasai dari negara, di mana
pada daerah pantai, tanah menjorok kelaut dan menjadi kebiasaan
bahwa pemilik yang berbatasan dengan bibir pantai mengklaim
milik mereka. Banyak bangunan pemerintah yang akan dibangun
akhirnya terhambat karena klaim ini. Jadi, berapa jarak dari bibir
pantai untuk hak milik perseorangan?
Jawab: Sebagai suatu negara yang berdaulat dan tunduk pada
hukum, maka kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan
oleh pemerintah. Salah satu bentuknya adalah dengan Peraturan
Perundang-undangan, dan terkait dengan hal ini Pemerintah telah
mengaturnya dalam Perpres No. 30 Tahun 1996 tentang
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 67
Konservasi SDA Hayati. Daerah-daerah tertentu seperti bibir
pantai dibatasi hak kepemilikan individualnya untuk dapat masuk
dalam daerah tempadan (Perlindungan Setempat). Pemanfaatan
di daerah kali mengenal daerah perlindungan (misalnya 10 meter
atau 5 meter) di mana masyarakat dapat memanfaatkan sampai
bagian terpinggir dari kali tersebut, tapi pengakuan hak atas
tanah untuk individu hanya sampai 10 meter dari bibir kali.
Dalam Perpres Konservasi SDA Hayati, batas kali kecil adalah 10
meter dari bibir kali untuk dijadikan jalan inspeksi. Sementara
sungai dapat mencapai 50 meter dari bibir sungai dan pantai
dapat mencapai 100 meter dari titik air surut (terendah) dengan
disesuaikan dengan bentuk pantainya. Hal-hal teknis dan detail
bagi tiap daerahnya ditentukan di Rencana Detail Tata Ruang yang
dikeluarkan dalam Peraturan Daerah. Hal yang diatur dalam
Keppres Konservasi SDA Hayati ini merupakan atuan umum yang
harus dituangkan secara lebih rinci dalam Peraturan Daerah.
Dalam tataran pelaksanaannya, dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
3. Kepala Desa Ladolaka:
a. Dahulu ada hutan lindung di Palu’e, namun seiring perkembangan
jaman menjadi pemukiman penduduk. Bagaimana kedudukan
hutan lindung ini? Ketika tanah menjadi milik perseorangan,
tentu ada konflik. Bagaimana peran negara?
Jawab: (oleh Bapak Wakil Bupati Sikka) Palu’e termasuk ke dalam
wilayah administratif Kabupaten Sikka, yang sampai dengan hari
ini berdasarkan hukum positif masih belum memiliki hutan
lindung. Yang ada di Palu’e hanyalah hutan lindung adat yang
keberadaannya berdasarkan hukum adat. Hutan lindung yang
dilindungi secara nasional adalah hutan lindung yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, di mana hutan
lindung tidak boleh dijadikan pemukiman penduduk. Namun,
hutan lindung adat tidak termasuk dalam wilayah publik di mana
negara dapat memaksakan sanksi, karena hutan lindung tersebut
bukanlah hutan lindung yang berdasarkan hukum positif. Hutan
lindung adat sebenarnya dapat dikatakan sah dari perspektif
hukum nasional untuk dijadikan pemukiman. Namun, secara adat
hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi tertentu; yang
berada dalam wilayah kekuasaan hukum Lakimosa.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 68
b.Mengenai komitmen moral dari hukum agraria terkait pajak yang
selama ini dipungut tanpa sertifikat.
Jawab: Dalam penyuluhan hukum tersebut, pertama-tama
dijawab oleh Pembicara bahwa bukti pembayaran pajak
merupakan salah satu dokumen yang dapat dijadikan bukti alas
hak dalam sertifikasi. Sebelum melihat lebih jauh kepada
peraturan perundang-undangan, sebenarnya dapat dilihat bahwa
secara tautan logika hal ini dapat dibenarkan karena dengan
begitu pemungutan pajak bagi tanah yang belum bersertifikat
diakui. Masalah perpajakan merupakan hal yang berbeda namun
terkait erat dengan permasalahan agraria, di mana masalah
perpajakan tidak diatur dalam UU Agraria melainkan dalam UU
Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan. Pajak yang
dikenakan atas tanah adalah Pajak Bumi dan Bangunan, dengan
dasar hukum pemungutan :
♦ Undang-Undang No 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
♦ Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang
Persentase Nilai Jual Kena Pajak Pada Pajak Bumi dan Bangunan.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/ 1985 tentang
Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak PBB.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1003/KMK.04/ 1985 tentang
Penuntun Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual objek Pajak sebagai
dasar Pengenaan PBB.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/ 1985 tentang
Tata Cara Penagihan PBB dan Penunjukkan Pejabat yang
Berwenang Mengeluarkan Surat Paksa.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/ 1985 tentang
Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau
Bupai/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II.
♦ Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Ta-hun 1989 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemungut- an Pajak Bumi dan Bangunan di
Wilayah DKI Jakarta.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 69
♦ Peraturan Pelaksanaan Lainnya.
♦ Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan; di mana Bumi adalah
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya (Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan,
tambang, dll), serta Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan di wilayah Republik Indonesia. Sementara itu, Subjek PBB
adalah Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau; memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau; memiliki, menguasai atas bangunan,
dan/atau; memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak (orang pribadi/badan hukum) yang
dikenakan kewajiban membayar pajak. Pada umumnya setiap
orang/badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan
atau memperoleh manfaat atas bangunan yang bersangkutan bisa
dikenakan pajak bumi dan bangunan. Apabila suatu bidang tanah dan
bangunan tidak diketahui secara jelas siapa yang menanggung
pajaknya, maka yang menetapkan adalah Direktorat Jendral Pajak.
Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti apakah ada
perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur, siapa yang
menanggung kewajiban pajaknya dan siapa yang secara nyata
mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut. Tetapi
bila ternyata orang atau badan yang ditetapkan sebagai pihak yang
harus membayar pajak itu menolak, maka yang bersangkutan dapat
memberikan keterangan tertulis kepada Direktur Jendral Pajak.
Dalam hal ini DirJen Pajak dapat menyetujui atau mungkin
menolaknya dengan alasan-alasan tertentu. Jawaban dapat diperoleh
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan
tersebut.
Pajak Bumi dan Bangunan dapat dikenakan kepada Wajib Pajak
sekalipun tanahnya tidak memiliki Sertifikat. Dasar penarikan PBB
haruslah dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah
Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
(KP PBB) mengenai pajak terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu)
tahun pajak.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 70
b. Penanya memohon untuk menitipkan pesan ke instansi yang
berwenang terkait dengan pendaftaran tanah, di mana dinyatakan
oleh Beliau bahwa usaha pendaftaran secara bersama-sama telah
sering dicoba dilakukan namun selalu menemui hambatan hingga
pada akhirnya berakhir dengan stagnasi. Selain itu, Penanya juga
menanyakan apakah ada hubungan dengan biaya, administrasi, atau
hal lainnya.
Jawab: Tim Penyuluhan Hukum menyatakan akan menyampaikan hal
ini dalam Presentasi di Kabupaten Sikka, dan telah
menyampaikannya. Terkait dengan biaya dan administrasi,
seharusnya tidak menjadi penghambat dalam dilaksanakannya
pendaftaran tanah.
4. Dokumentasi Hukum Adat
Pencatatan terhadap hukum adat yang berlaku di Pulau Palu’e
menghasilkan bahasan singkat namun cukup untuk memberikan
gambaran umum mengenai topik yang terdokumentasikan, yang
secara garis besar mencakup beberapa acara adat yang merupakan
hukum adat publik, serta beberapa peraturan tentang orang dan
kekeluargaan yang termasuk dalam hukum adat perdata.
Hukum Adat Publik
1. Laki Mosa
Pemimpin adat di Palu’e disebut sebagai Laki Mosa, yang secara
harafiah berarti lelaki besar/gemuk. Di Palu'e terdapat 17 orang
Lakimosa, yang dibagi menjadi Lakimosa yang memuat kerbau
pada upacara Pua Karapau (yang terdapat di empat desa di
wilayah pegunungan) dan Lakimosa yang memuat tikus pada
upacara Tung Te’u. Lakimosa yang memuat kerbau terdiri dari 9
(sembilan) orang Lakimosa, namun sekarang tinggal 7 (tujuh)
orang yang terdiri dari Lakimosa Ndeo, Keli, Tomu, Cawalo, Koa,
Nitung, dan Cua. Sementara Lakimosa yang memuat tikus terdiri
dari 8 (delapan) lakimosa yang terdapat di empat desa di wilayah
pesisir.
Di desa Tuanggeo, terdapat tiga orang Lakimosa yaitu Bapak Mboy
Zakarias dan Yohanis Nara. Lakimosa di Palu’e sekaligus
merupakan tuan tanah dan juga merupakan mereka yang memiliki
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 71
hak untuk memelihara dan/atau memotong kerbau pada upacara
Pua Karapau. Lakimosa sebagai posisi adat tertinggi memiliki
kapling tertinggi atas tanah, dan juga memiliki kekuasaan atas
tanah adat yang dimiliki secara komunal untuk kepentingan
bersama (misalnya untuk upacara adat Pua Karapau).
Penentuan mengenai Lakimosa ditentukan dengan garis
keturunan seperti halnya raja-raja. Yang berhak (dan
berkewajiban) untuk menjadi Lakimosa adalah anak laki-laki
pertama dari Lakimosa sebelumnya. Biasanya, Lakimosa benar-
benar dipersiapkan semenjak lahir agar ia tetap tinggal di tanah
Palu’e; bahkan seharusnya ia tidak boleh bersekolah karena ia
harus mengetahui semua detail mengenai adat. Apabila anak laki-
laki pertama tersebut meninggal atau berhalangan, maka anak
laki-laki selanjutnyalah yang akan diangkat sebagai Lakimosa.
Dalam keluarga Lakimosa yang merupakan pihak pemelihara
kerbau, salah seorang keluarga perempuannya memiliki tanggung
jawab sebagai Puka Karapau, yaitu mempelai dari kerbau yang
akan disembelih pada Pua Karapau. Puka Karapau ini tidak
diperbolehkan untuk menikah seumur hidupnya, karena ia sudah
dinikahkan dengan kerbau pada saat upacara Pua Karapau.
Namun, berdasarkan kebijakan Lakimosa, apabila Puka Karapau
menemukan jodoh yang ingin melamarnya, ia dapat menikah
meskipun belis yang harus dibayarkan harganya sangat tinggi.
Tanggung jawab sebagai Puka Karapau merupakan tanggung
jawab seumur hidup dari wanita yang terpilih ini, dan berlaku
untuk lebih dari satu kali pemotongan kerbau. Sehingga, jika
kerbau dimuat untuk kedua, ketiga, keempat kali, dan seterusnya
ketika Puka Karapau yang bersangkutan masih hidup, maka ia
akan terus bertanggung jawab atas perannya sebagai mempelai
kerbau untuk kedua, ketiga, keempat, dan kesekian kali hingga ia
meninggal dan ditentukan Puka yang baru.
2. Upacara Pua Karapau
Upacara Pua Karapau adalah upacara pemotongan kerbau yang
dimuat dari daratan Flores yang dilaksanakan setiap 5 (lima)
tahun sekali. Upacara ini terdiri dari dua rangkaian yang terdiri
dari upacara memuat kerbau dan upacara memotong kerbau.
Jangka waktu semenjak kerbau didatangkan dari daratan Flores
hingga ia dipotong haruslah 5 tahun pemeliharaan, meskipun
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 72
dapat ditunda berdasarkan kebijakan Lakimosa apabila terdapat
hal-hal tertentu atau jika keadaan belum siap untuk melaksanakan
upacara ini.
Upacara ini merupakan pesta rakyat, di mana maka setiap rumah
wajib memotong babi untuk memberi makan setiap orang yang
datang ke seluruh Palu'e. Ketika memuat kerbau, orang menari
tanpa berhenti sedikitpun semenjak kerbau dimuat di Maumere
sampai dengan sampai di Palu'e. Perjalanan kerbau dari daratan ke
Palu'e digambarkan begitu ramai dengan riuh rendah sorak sorai
dan musik tradisional yang dimainkan oleh masyarakat yang
mengiringi pemuatan kerbau. Kerbau yang dimuat biasanya
berjenis kelamin jantan. Sampai di Palu’e, tepatnya di Desa
Tuanggeo (atau di tiga desa lainnya yang juga melakukan upacara
Pua Karapau), akan diadakan upacara penyambutan kerbau
tersebut sekaligus pemberian nama bagi kerbau. Upacara tersebut
berjalan selama lima hari lima malam tanpa henti, dengan riuh
rendah permainan musik tradisional, tari-tarian, serta pesta dan
hidangan tanpa henti. Nama kerbau tersebut diberikan sesuai
dengan nama pemilik dari mana kerbau tersebut dibeli. Untuk
kerbau Tuanggeo, namanya adalah Sius, yang dipelihara di Tomu.
Dalam upacara Pua Karapau, ada pula yang disebut Puka, yaitu
wanita dari lingkaran keluarga lakimosa, yang dianggap sudah
menjadi isteri dari si kerbau ini sehingga ia tidak boleh menikah.
Ketika mau memuat kerbau dari Flores, Puka harus masuk dalam
rumah adat dan tidak boleh bergerak. Jika Puka gelisah, bergerak-
gerak atau keluar dari rumah adat, maka perjalanan pemuatan
kerbau dari Flores ke Palu’e di atas laut tidak akan mulus.
Mengenai Puka Karapau sebagian besar telah dijelaskan di atas,
yaitu pada penjelasan mengenai Lakimosa.
Dalam kaitannya dengan upacara Pua Karapau, pihak Lakimosa
dibagi dua berdasarkan tanggung jawabnya, yaitu ada yang
bertanggung jawab untuk memotong kerbau dan ada pula yang
bertanggung jawab untuk memelihara kerbau. Puka karapau
adalah dari pihak yang memelihara kerbau. Antara pihak yang
melakukan pemotongan dengan pihak puka karapau tidak
diperbolehkan untuk saling menegur dan tidak boleh saling
bersentuhan tubuh, karena dianggap jika hal tersebut dilakukan
maka kerbaunya akan sulit sekali mati, atau pemotongan akan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 73
gagal. Semua hubungan antara kedua belah pihak ini dilakukan
dengan isyarat.
Waktu pelaksanaan Pua Karapau biasanya sekitar pukul 4 sore.
Pada saat Pua Karapau, dalam satu hari rumah adat tempat kerbau
tersebut diletakkan harus dihancurkan dan dibangun kembali saat
itu juga. Biasanya, pembangunan rumah adat ini memakan waktu
maksimal 2 (dua) hari. Sebelum upacara sendiri, kira-kira satu
minggu sebelum upacara Karapau, rumah adat tempat pemuatan
kerbau tersebut haruslah sudah berdiri.
Pada saat pemotongan kerbau, maka dilakukan upacara yang
dipenuhi dengan ritual adat yang diturunkan secara turun-
temurun oleh para Lakimosa terdahulu. Ritual adat ini diiringi pula
dengan tari-tarian dan juga musik tradisional, serta terdapat
kalimat-kalimat dalam bahasa Palu’e yang harus diucapkan pula
oleh Lakimosa.
Setelah pemotongan kerbau, ada tenggat waktu semenjak
dipotongnya kerbau menuju pemuatan kerbau yang baru. Jika
terdapat bencana atau hal-hal buruk sehingga Lakimosa
memutuskan diadakannya Pua Karapau, maka akan dimuat kerbau
yang baru. Ukuran standar pemuatan kerbau yang baru setelah
upacara pemotongan adalah 5 tahun, sehingga pemuatan dan
pemotongan seharusnya berulang setiap 10 tahun. Namun
terkadang, terutama di masa sekarang, waktu memuat kerbau
lebih cepat.
Terdapat alasan khusus mengapa kerbau digunakan masyarakat
Palu’e untuk memberi makan para leluhur, yang terkait dengan
asal usul orang Palu’e. Lakimosa di sini menaungi suku Kemalaja,
yang asal katanya dari Himalaya, di mana suku ini dipercayai
berasal dari India. Orang India menganggap gajah adalah binatang
suci, dan seharusnya gajah inilah yang dikorbankan untuk leluhur.
Namun dikarenakan di Flores tidak ada gajah, maka dicari
binatang yang memiliki kesamaan dan dapat mengimbangi gajah,
yang pada akhirnya diambillah kerbau karena tanduknya dianggap
gading gajah.
Upacara memuat kerbau sendiri merupakan upacara yang mahal,
dengan kalkulasi kotor sekitar Rp 20-30juta hanya untuk
pemuatan kerbau. Terdapat beberapa pije (pantangan) terkait
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 74
dengan Pua Karapau ini, di antaranya Uwimuri dan Kimalaja.
Uwimuri adalah acara ‘makan ubi baru’, dan jika dilaksanakan
pada saat kerbau sedang dipelihara, sebelum pelaksanaan
Uwimuri ini harus melewati suatu upacara terdahulu. Biasanya,
Uwimuri dilaksanakan setelah paskah. Sedangkan Kimalaja adalah
suatu pantangan bagi Lakimosa yang memuat kerbau untuk tidak
memakan sejenis siput laut.
3. Poo Dubu
Poo Dubu adalah upacara memberi makan arwah yang dilakukan
apabila dianggap terjadi malapetaka atau adanya permohonan
akan datangnya hujan. Berbeda dengan Pua Karapau yang
mengharuskan adanya waktu pemeliharaan kerbau sebagai
kurban, Poo Dubu tidak mengharuskan adanya jangka waktu
pemeliharaan ataupun pemuatan, dan yang dikorbankan dalam
upacara ini adalah babi berukuran kecil. Upacara ini dilakukan
dengan memotong seekor anak babi. Cara pemotongannya pun
harus dilakukan dengan aturan khusus, yaitu hanya dilukai
kepalanya, kemudian diambil darahnya, lalu dibakar hidup-hidup
sampai mati. Posisi membakar babi tersebut haruslah dengan
memegang kaki babi di atas dan kepalanya dibawah. Secara
simbolis diberikan lima cuilan bagi leluhur, bersama dengan darah,
padi, dan beras sebagai semacam sesajen. Malamnya, daging babi
tersebut digunakan untuk memberi makan warga, lalu pije untuk
tidak bekerja selama dua hari, di mana masyarakat adat yang
melakukan upacara tersebut hanya diperbolehkan duduk dan
makan. Ketika satu orang melakukan upacara Poo Dubu, maka satu
wilayah Lakimosa diharuskan melakukan pije di atas. Yang
kedapatan melanggar pije akan dikenakan denda adat yang sangat
besar, berupa babi besar satu dengan uang dua juta. Pada masa
lalu, denda adat bagi pelanggar pije Poo Dubu adalah dengan emas,
yang mana sebenarnya hanya digunakan satu kali tiap lima tahun.
Upacara ini masih dilakukan sampai sekarang apabila dianggap
ada malapetaka atau ada permintaan akan hujan. Upacara ini
berkelanjutan, dalam artian ketika masyarakat membutuhkan
upacara ini, maka akan dilaksanakan baik secara perorangan
maupun komunal. Tidak dibutuhkan prakarsa lakimosa sebagai
inisiatif dilaksanakannya upacara ini, melainkan peroranganlah
dapat meminta kepada lakimosa untuk pelaksanaannya.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 75
4. Larangan Bom Ikan
Pada 2008, dibuat kesepakatan dari seluruh lakimosa di Palu'e
dengan memasang tugu di sebelah utara Ladolaka untuk tidak
menggunakan bom ikan pada saat kegiatan menangkap ikan. Jika
ditemukan penggunaan bom ikan tersebut, maka sanksinya adalah
dipanah beramai-ramai dengan panah adat. Orang dari seluruh
kampung akan turun ke laut untuk mengejar pengguna bom ikan
yang bersangkutan. Pada praktiknya, kesepakatan ini berjalan
dengan sangat efektif karena hingga saat ini baru 1 (satu) orang
yang ditemukan melanggar hal ini. Sanksi panah adat memang
tidak dilaksanakan, namun orang-orang dari seluruh kampung
benar-benar turun ke pantai untuk memukuli yang bersangkutan.
Selain itu dilaksanakan pengadilan adat dan Pelaku diwajibkan
membayar denda adat. Di satu sisi, kebijakan ini termasuk dalam
kategori ‘main hakim sendiri’, namun di sisi lain merupakan
kebijakan adat yang harus dihargai sebagai kearifan lokal. Tidak
ada kontra dari Pemerintah Daerah setempat mengenai kebijakan
ini, karena dinilai sifatnya adalah preventif.
Hukum Adat Perdata
Dalam dokumentasi hukum adat perdata, karena area yang
didokumentasikan sangatlah luas, maka dibagi dalam 4 (empat)
bagian, yaitu: (1) Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Adat; (2)
Hukum Kebendaan Adat; (3) Hukum Perjanjian dan Perikatan Adat;
dan (4) Hukum Acara Adat. Dalam hal ini, yang terdokumentasikan
secara garis besar oleh Tim Penyuluhan Hukum hanyalah bagian
pertama, yaitu Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Adat yang
meliputi status personal dan upacara adat bagi perorangan, serta
hukum Perkawinan.
1. Kedewasaan
Pada umumnya, hukum adat menyatakan seseorang dewasa
apabila ia telah kuat gawe atau telah dapat bekerja sendiri.
Kategori lain dari kedewasaan adalah apabila ia telah menikah
atau keluar dari keluarganya.28 Di Palu’e, seseorang dikatakan
dewasa apabila ia telah menikah.
28 Supriadi, Op.cit., hlm. 125.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 76
Terdapat perbedaan cara berpakaian antara mereka yang remaja
dan mereka yang telah menikah. Bagi perempuan remaja, pakaian
yang digunakan bercirikan kerah segi empat dan rambut dikonde.
Sementara bagi perempuan dewasa, lengan panjang dengan
rambut digelung di atas.
2. Hukum Perkawinan Adat
Perkawinan di Palu’e, seperti pada masyarakat adat umumnya,
mensyaratkan serangkaian upacara tertentu dan pembayaran belis
(semacam mas kawin) dari salah satu pihak kepada pihak lainnya.
Tidak ada persyaratan mengenai hari atau waktu tertentu
pelaksanaan perkawinan (biasa dikenal sebagai penghitungan hari
baik), namun terkadang dikenal adanya hitung mimpi. Jika malam
ini mimpi baik, maka perkawinan dapat dilanjutkan, namun jika
mimpi buruk bahkan memungkinkan perkawinan tersebut
dibatalkan. Pada umumnya secara adat pernikahan dilaksanakan
di musim barat yaitu pada masa pasca-berlayar. Ada pula nikah
massal di Paroki pada bulan Agustus.
Pada jaman dahulu di masa nenek moyang, masa pacaran lama
sekali karena menanti persiapan dari laki-laki. Adat perkawinan di
Palu'e dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) Kawin hormat, yaitu
perkawinan dengan melalui tingkatan-tingkatan permintaan,
pembayaran belis bertahap seperti akan dijelaskan berikutnya;
dan (2) Kawin pintas, yaitu kawin di luar persetujuan orang tua,
dengan memenuhi pula pembayaran belis namun tidak seberat
pada mereka yang melalui kawin hormat.
Tahapan-tahapan perkawinan adat di Palu’e tetaplah sama
semenjak masa nenek moyang hingga kini. Perbedaan hanya ada
pada besaran belis yang diberikan, yang disesuaikan dengan
keadaan masa kini berdasarkan kebijakan Lakimosa. Tahapan-
tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pacaran (tidak ada nama khusus di Palu’e untuk menyebut
masa pacaran). Untuk menyatakan bahwa suatu pasangan
berpacaran, diawali dengan pengantaran Roa ke rumah si
gadis, berupa satu pasang emas dengan sirih pinang,
tembakau, dan lain-lain roa diantar ke rumah si gadis.
Biasanya, seseorang memulai tahapan ini ketika umurnya
telah lebih dari 20. Dalam tahapan ini, selanjutnya
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 77
1.17 Satu liwu belis adat Palu’e (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
dipanggillah semua keluarga perempuan untuk
merembukkan mengenai persetujuan pengantaran roa ini, di
mana jika keluarga perempuan menyetujui, maka seluruh
keluarga akan memakan sirih pinang yang diantarkan.
Kemudian pihak keluarga perempuan akan mendatangi
rumah dari pihak keluarga laki-laki untuk menyatakan
persetujuannya.
b. Wulu Soro, yaitu tahapan pembicaraan adat belis yang
pertama. Pihak perempuan akan memberikan permintaan
belis, yang akan disepakati atau dirembukkan oleh pihak laki-
laki. Selanjutnya, belis yang disebutkan oleh pihak perempuan
akan diantarkan oleh pihak laki-laki ke rumah pihak
perempuan.
Dalam upacara
pengantaran
belis ini,
masyarakat yang
ikut
mengantarkan
akan menjaga
adanya
nyanyian-
nyanyian adat,
tari-tarian serta
riuh rendah
dalam
perjalanan
pengantaran. Pengantaran belis merupakan syarat yang tidak
dapat disimpangi, sekalipun rumah mempelai perempuan dan
laki-laki dipisahkan jarak yang sangat jauh, misalnya dari Uwa
(wilayah pesisir) ke Awa (desa terjauh di Nitunglea yang
berjarak lebih dari 10km dari pesisir dengan melewati bukit
dan lereng yang curam).
Belis standar bagi perempuan Palu’e untuk dipinang ialah
paling sedikit 10 liwu (1 liwu sama dengan empat bijih anting)
dengan gading, 2 (dua) ekor babi yang besar sekali (istilahnya
air susu mama), dan 8 (delapan) babi berukuran sedang.
Perempuan yang diberi belis juga akan memberikan imbalan
belis berupa kain tenun. Pemberian ini untuk menjaga nama
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 78
1.18 Tas adat yang digunakan mempelai wanita saat upacara perkawinan (doc. Tim
Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
baik dan harga diri, paling tidak disyaratkan proporsional
dengan belis yang diberikan kepadanya. Imbalan terendah
pada masa sekarang adalah 1 ton (dua pikul) beras, 500 kg
(satu pikul) kacang hijau. Standar modern ini pertama kali
dibuat oleh Bapak Mboy Zakarias (81) sebagai Lakimosa Keri.
Biasanya pesta dilakukan di rumah laki-laki, setelah itu baru
kedua mempelai
diantar ke tempat
perempuan dengan
wanita diusung di atas
kursi.
c. Kawin adat, yang
dilakukan dengan
mengantar
perempuan ke rumah
laki-laki dengan
membawa pula
barang-barangnya
dari rumahnya yang
terdahulu. Pada
malam itu dilakukan
baku suap antara
kedua mempelai, yang
merupakan acara
suap-suapan daging
dan nasi di Ulu Phidhu
yang merupakan
tempat sakral di dalam rumah adat. Di saat inilah perkawinan
dinyatakan sah. Lalu, mempelai perempuan diharuskan
menginap dua malam di rumah laki-laki dan pada hari ketiga
kembali ke rumahnya.
Setelah tahapan-tahapan ini selesai, barulah kedua keluarga
berkumpul untuk menentukan kapan akan dilakukan perkawinan
secara agama di gereja. Mengingat kuatnya adat di Palu’e, para
Pastor belum berani memberikan sakramen perkawinan jika belis
antar belum selesai.
3. Batalnya Perkawinan, Perceraian, serta Hamil di Luar Nikah
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 79
Dalam perkawinan adat di Palu’e, dikenal batalnya perkawinan
dengan konsekuensi atas belis yang telah diberikan. Apabila
perkawinan batal dalam tahapan Wulu Soro, jika datangnya
pembatalan adalah dari pihak laki-laki, maka belis yang telah
diberikan pada pihak perempuan akan hangus dan tidak
dikembalikan. Namun jika datangnya dari si gadis, maka belis yang
telah diberikan harus dikembalikan dua kali lipat. Jika kedua
pasangan ingin kembali lagi atau memutuskan kembali untuk
menikah, maka belis yang telah diberikan harus ditambah dengan
satu pasang emas dengan seekor babi berukuran besar untuk soko
ngara taki nguru (memulihkan nama baik yang telah rusak)
Dalam adat Palu'e, tidak diperbolehkan adanya perceraian. Hukum
adat tidak pernah juga melarang atau membolehkan poligami. Hal
ini kemudian dilengkapi dengan adanya peran agama Katolik yang
sangat kuat, di mana 100% penduduk Palu’e beragama Katolik
yang tidak mengenal perceraian dan poligami, sehingga pada
akhirnya praktek perceraian dan poligami hampir tidak pernah
terjadi di pulau Palu’e. Jika pun ada, maka hal tersebut dilakukan
oleh orang Palu’e yang tinggal di luar pulau, bukan oleh mereka
yang mendiami Pulau Palu’e.
Dalam hal terjadi hamil di luar nikah, secara adat pasangan
diberikan kesempatan untuk memilih menikah ataukah tidak
(lepas). Jika pilihan pasangan ialah untuk menikah, maka akan
dikenai belis pula namun dengan besaran belis yang lebih besar.
Jika pasangan memilih untuk lepas, maka denda yang disyaratkan
sangatlah besar, berupa kelapa, tanah, babi, yang jumlahnya
berkali-kali lipat dari belis standar perkawinan. Jika belis ini belum
dibayarkan, maka masyarakat melalui Lakimosa akan menyita
semua benda-benda harta milik dari pihak laki-laki. Setelah belis
tersebut dilunasi, barulah barang-barangnya dapat dikembalikan.
4. Susu Kua Nama Beja
Upacara ini merupakan upacara adat untuk anak yang baru lahir
yang dilaksanakan bagi setiap bayi setelah dua minggu dilahirkan.
Tujuannya ialah agar si bayi jangan sakit, mengetahui tentang
marganya, dan sebagai upacara penolak bala. Upacara ini hanya
dilaksanakan satu kali saja seumur hidup. Saat upacara, baik
wanita atau laki-laki telinga kiri dan kanan harus dilubangkan
kemudian dipasang emas yang lebih kecil. Saat upacara
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 80
melubangkan telinga, terdapat barang-barang tertentu seperti
moke, kunyit, dan lain-lain yang harus disediakan. Yang dapat
melakukan adalah saudara perempuan yang sudah kawin keluar
dari sang bapak. Setelah telinga dilubangkan, ubun-ubun bayi
diberi kunyit sebagai pertanda supaya ubun-ubunnya cepat keras.
Pada umumnya di Palu’e, sebelum kelahiran bayi orangtua telah
mencarikan nama walaupun jenis kelamin sang calon bayi belum
diketahui. Biasanya untuk menghindari kesalahan penamaan
karena lahir bayi dari jenis kelamin berbeda dari nama yang
disiapkan, maka nama dibuatkan cadangan untuk jenis kelamin
sebaliknya. Dalam hal ini nama laki-laki mengikuti nama kakeknya,
sedangkan perempuan mengikuti nama neneknya, dengan maksud
supaya nama tersebut tidak boleh hilang. Menurut kepercayaan,
jika nama sudah diwariskan pada cucu, maka si empunya nama
akan cepat pergi. Hal ini mengakibatkan dihindarinya pemberian
nama kakek/nenek yang masih hidup kepada cucunya; sehingga
biasanya yang digunakan adalah nama nenek/kakek yang telah
meninggal.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 81
BAB 4
PENUTUP
Pelaksanaan program rutin K2N UI 2011 menjadi suatu hal yang
sangat penting perhatikan karena dengan adanya dukungan dari berbagai
pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama katolik di
pulau Palue terlaksana sebagai fokus kajian dalam ranah sosial-budaya
masyarakat Palue. Program rutin yang terlaksana selama di pulau Palue
menjadi khazanah informasi dan wawasan bagi masyarakat disana.
Melalui wadah seperti forum dalam berdiskusi, belajar bersama di rumah
kreatif, bersama-sama memikirkan suatu masalah yang tengah gencar
terjadi di masyarakat melalui hukum positifis, dan kegiatan bersama
untuk meningkatkan kualitas kebersihan di kehidupan masyarakat
memberikan suatu kemampuan untuk mendukung pemberdayaan
manusia yang ada di palue dan pengetahuan sosio-kultural kelompok
dalam melihat setiap isu yang besar terjadi.
Desa Tuanggeo yang menjadi satu tempat pusat aktifitas kehidupan
masyarakat Palue selain di Desa Maliruwu, dikarenakan di Desa Maluriwu
dan Tuanggeo terdapat dua paroki dan gereja yang dijadikan sebagai
tempat beribadat umat Katolik pulau Palue. Dan hal itu sering dilihat
terjadi pada hari minggu karena misa yang dilaksanakan oleh kedua gereja
dilaksanakan pada setiap hari minggu sebagai waktu ibadat umat katolik
serta pada hari itu pula menjadi hari istirahatnya seluruh kegiatan
masyarakat palue setiap minggunya.
Keseluruhan dari kegiatan program rutin yang dilaksanakan telah
memberikan dampak terhadap masyarakat untuk mengerti pentingnya
pendidikan, peran, juga interaksi sosial, dan relasi yang terbentuk dalam
wadah setiap pelaksanaan program.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 82
DAFTAR PUSTAKA
1. Campilan, D.M. 2002. The Importance ol Local Knowledge in Conserving
Crop Diversity, SciDev.Net. tanggal 9-9-2011
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria,
Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104, Tambahan Lembaran Negara no.
2043.
3. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Lembaran Negara No., Tambahan Lembaran Negara No.
49 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara No. 3262.
4. Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Lembaran Negara No. 126 Tahun 2000, Tambahan
Lembaran Negara No. 3984.
5. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, Lembaran Negara No. 58
Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara No. 3643.
6. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Lembaran Negara No. 57 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara No.
3696.
7. Friedman, Lawrence W. American Law: An Invaluable Guide To The Many
Faces of the Law, And How It Affects Our Daily Lives. (New York: W.W.
Norton & Company, 1984)
8. Friedman, Lawrence W. (2) “Legal Culture and Social Development”,
Stanford Law Review. (New York, 1987).
9. Friedman, Lawrence W. (3) Law in America: a Short History, (New York:
Modern Library Chronicles Book, 2002).
10. Friedman, Lawrence W. (4) Pembinaan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional. (Bandung: Binacipta, 1986) hlm. 11.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 83
11. Gautama, Soedargo. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia.
(Bandung: Binacipta, 1977)
12. Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan
(Kumpulan Karya Tulis) (Bandung: Alumni, 2002).
13. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta:
Liberty, 1977).
14. Rasjidi, Lili dan Ida Bagus Wiyasa Putra. Hukum Sebagai Suatu Sistem,
(Bandung: CV. Mandar Maju, 2003)
15. Rahayu, Sri Endarti. 2004. Makalah Pentingnya Pengetahuan Tradisional
Dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati. Tanggal 9-9-2011
16. Soejoeti, Sunanti Z. “Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks
Sosial Budaya.” Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
17. Soepomo, Raden. Bab-bab Tentang Hukum Adat. cet. 17. (Jakarta:
Pradnya Paramita, 2007)
18. Subekti dan Tjitrosoedibjo. Kamus Hukum. (Jakarta: Pradnya Paramita,
1969).
19. Supriadi. Hukum Agraria. (Jakarta: Sinar Grafika, 2007).
Sumber Internet :
1. Kementrian Lingkungan Hidup.2011.Kualitas Lingkungan Hidup Melalui
Program MIH.10 Agustus: 1 hlm. http://www.menlh.go.id. Diaksespada
tanggal 11 September 2011 pukul 10.31 WIB.
2. Fakultas Kesehatan Masyarakat UnDip. 2009. Masalah Kesehatan
Lingkungan dan Profesi Kesehatan Masyarakat. 31 Maret.
http://www.fkm.undip.ac.id/?p=agenda_mod&j=lihat&id=bagian.
Diakses pada tanggal 10 September pukul 01.10 WIB.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 84
3. Sutaryono.2011. Pemanfaatan Tanah Kosong & Penertiban Tanah
Terlantar. 24 Februari. http://dppd.slemankab.go.id. 12 September, pk.
07.10.