Makalah Agama 1

50
BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Al_Quran merupakan sumber pokok ajaran Islam sebagai petunjuk bagi manusia (Hudan Linnasi), sebagai pedoman hidup manusia untuk menuju kehidupan sejahtera di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW ketika akan wafat berwasiat bahwa Ia tidak meninggalkan warisan harta kecuali Al-Quran dan As Sunnah, barangsiapa yang berpegang teguh pada kedua sumber tersebut di atas pasti tidak akan sesaat untuk selama-lamanya. Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua setelah Al-Qur'an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur'an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah sebagai sumber Islam juga. Ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al- hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yng telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang

description

makalah agama

Transcript of Makalah Agama 1

Page 1: Makalah Agama 1

BAB 1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Al_Quran merupakan sumber pokok ajaran Islam sebagai petunjuk bagi

manusia (Hudan Linnasi), sebagai pedoman hidup manusia untuk menuju kehidupan

sejahtera di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW ketika akan wafat berwasiat bahwa

Ia tidak meninggalkan warisan harta kecuali Al-Quran dan As Sunnah, barangsiapa

yang berpegang teguh pada kedua sumber tersebut di atas pasti tidak akan sesaat

untuk selama-lamanya. Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum

Muslimin ) yang kedua setelah Al-Qur'an. Bagi mereka yang telah beriman kepada

Al-Qur'an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya  bahwa

Sunnah sebagai sumber Islam juga. Ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum

sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.

Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh

kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum

agama. Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yng telah

mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-

masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman

Rosullulloh maupun yang baru terjadi.

II. Tujuan

1. Untuk memenuhi salah satu tugas pendidikan agama islam mengenai sumber nilai

Islam

2. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang sumber nilai islam.

3. Untuk dapat mempelajari tentang pentingnya sumber nilai islam untuk kehidupan

sehari-hari.

Page 2: Makalah Agama 1

BAB 2

ISI

I. Sumber Nilai Islam

Ketika rasulullah saw mengutus Mu‟adz bin Jabal ke Yaman beliau bertanya

kepada Mu‟adz, “Dengan pedoman apa anda memutuskan suatu urusan?”. Jawab

Mu‟adz : Dengan Kitabullah. Tanya Rasul : Kalau tidak ada dalam al- Qur‟an?

Jawab Mu‟adz : Dengan Sunnah Rasulullah. Tanya Rasul : Kalau dalam Sunnah

juga tidak ada? Jawab Mu‟adz L. Saya berijtihad dengan pikiran saya. Sabda Rasul :

Maha Suci Allah yang telah memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya,

dengan satu sikap yang disetujui Rasul-Nya. (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)

Yang perlu dicatat adalah bahwa sekalipun ketiga-tiganya adalah sumber nilai,

akantetapi antara satu dengan yang lainnya mempunyai tingkatan kualitas dan bobot

yangberbeda-beda dengan pengaruh hukum yang berbeda-beda pula. Apabila ada

yangbertentanga satu dengan yang lain, maka hendaknya dipilih Al-Qur‟an terlebih

dahulu kemudian yang kedua al-Hadits.

I.1 Al-Quran

Al-Qur’an bersifat global (mujmal) yang memerlukan perincian.  Misalnya

perintah shalat, shaum maupun haji hanyalah dengan kalimat singkat : aqimis

shalat, kutiba ‘alaikum as-shiam, wa atimmu alhajj, sedangkan tentang tatacara

mengerjakannya tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Untuk menjelaskannya,

datanglah Rasulullah SAW memberikan penjelaskan, dari mulai tatacara shalat,

berrumah tangga, berekonomi sampai urusan bernegara. Penjelasan rasul itu

disebut Sunnah Rasul.  Setelah Rasul wafat, permasalahan umat tetap bermunculan

misalnya persoalan bayi tabung, inseminasi, euthanasia, dll. Persoalan demikian

belum terakomodir di dalam Al-Qur’an maupun hadits, oleh karena itu

memerlukan sumber hukum yang ketiga, yakni ijtihad.

a. Pengertian Al-Qur’an

Page 3: Makalah Agama 1

Al-Qur’an merupakan wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada nabi

Muhammad SAW dengan menggunanakan bahasa Arab.  Agar fungsi Al-Qur’an 

sebagai hidayah (guidance) atau way of life benar-benar efektif, maka  Al-Qur’an

bukan saja perlu diterjemahkan tetapi perlu jiuga ditafsirkan. Cara menafsirkan Al-

Qur’;an bisa menggunakan dua pendekatan, yakni tafsir Tahlili dan tafsir

Maudhu’i. Kini banyak tokoh-tokoh Islam aliran rasional Liberal, yang

menafsirkan Al-Qur’an dengan dominasi akal. Pendekatannya ada tiga yakni  tafsir

Mateforis, tafsir Hermenetika dan tafsir dengan pendekatan Sosial Kesejarahan.

b. Pembuktian Al-Qur’an sebagai Wahyu dalam Persepketif Sains :

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur;an yang berisi informasi tentang alam semesta

yang dapat dijadikan bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah, bukan karya

manusia, beberapa di antaranya adalah :

•   Tentang awal kejadian langit dan bumi.  Di dalam QS. 21 : 30 Allah

menegaskan : “Apakah orang-orang lafir tidak mengetahui, sesungguhnya langit

dan bumi dahulunya adalah satu yang padu, maka kemudian kami lontarkan. Dan

Kami jadikan semua makhluk hidup dari air, apakah mereka tidak mau beriman”.

•   Tentang pergerakan gunung dam lempengan bumi. QS  :”Dan kamu melihat

gunung, kamu menyangka gunung itu diam. Tidak gunung itu bergerak

sebagaimana geraknya awan”.

•   “Nabi Yusuf berkata : Ya ayahku ada sebelas planet yang bersujud kepadaku”.

Allah sebagai pencipta alam ini menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa planet itu

ada sebelas. Padahal para ahli astronomi berpendapat hanya ada sembilan planet.

Siapa yang benar ? Allah sebagai penciptanya atau manusia yang hanya mencari

dan menemukannya. Pasti Allah yang benar.  Baru pada tahun-tahun terakhir ini

para ahli astronomi menemukan bahwa planet itu ada sebelas. 

Mana mungkin Al-qur’an mampu memberi informasi tentang alam yang menjadi

ilmu pengetahuan modern,  seandainya Al-Qur’an bukan karya Allah. Ayat-ayat

di atas membuktikan bahwa dilihat dari perspektif sains, Al-Qur’an pasti karya

Allah, firman Tuhan bukan karya nabi  Muhammad SAW.

c. Bahasa Al-Qur’an :

Page 4: Makalah Agama 1

Allah menegaskan  “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an dalam

bahasa Arab”.  Ini penegasan dari Allah SWT, bahwa Al-Qur’an adalah bahasa

Arab, bahasa yang dipakai oleh nabi Muhammad dan oleh masyarakat Arab.

Tujuannya sudah pasti agar Al-Qur’an mudah dipahami.

Akan tetapi, menurut Isa Bugis, Al-Qur’an bukan bahasa Arab tetapi bahasa

wahyu. Alasannya  adalah karena Muhammad adalah keturunan nabi Ismail dari

isteri kedua, sehingga Muhammad berdarah Babylon, bukan berdarah Arab asli

dengan demikian maka bahasa nabi Muhammad adalah bukan bahasa Arab tetapi

serumpun dengan bahasa Arab, itulah yang disebut "bilisáni qaumih" (berbicara

dengan bahasa kaumnya).

Menurut penulis, pendapat di atas tidak tepat. Alasan pertama, sebagaimana

dijelaskan oleh Ismail al-Faruqi adalah bahwa, suku Arab asli (al-‘Aribah) ialah

suku Qanaan, Ya‘rub, Yasyjub dan Saba'. Kemudian datanglah suku Arab

Musta‘ribah I (Pendatang I), yakni suku ‘Adnan, Ma’ad dan Nizar. Lantas datang

pula suku Arab Musta‘ribah II (Pendatang II) yakni suku Fihr atau Quresy. Jadi

suku Quresy adalah bagian dari Suku Arab, bukan suku lain.  Suku-suku

pendatang lantas berbaur dan mempelajari bahasa yang ada yakni bahasa Arab,

bukan mempelajari bahasa Babylon.

Alasan kedua, Bangsa Arab termasuk bangsa Semit. Dewasa ini yang disebut

dikatagorikan bahasa Semit adalah setengah kawasan bagian Utara, bagian

Timurnya berbahasa Akkad atau Babylon dan Assyiria, sedangkan bagian Utara

adalah bahasa Aram, Mandaera, Nabatea, Aram Yahudi dan Palmyra. Kemudian

di bagian Baratnya adalah Foenisia, Ibrani Injil. Di belahan Selatan, yakni di

bagian utaranya berbahasa Arab sedangkan sebelah selatan berbahasa Sabe atau

Hymyari, dan Geez atau Etiopik. Hampir semua bahasa di atas telah punah , hanya

bahasa Arab yang masih hidup".

Apakah ada bahasa selain Arab yang serumpun dengan bahasa arab dapat

dilihat antara lain dari bentuk hurufnya. Huruf Arab ternyata berbeda sekali

dengan dengan huruf bahasa Foenesia, Aramaea, Ibrani, Syiria Kuno, Syiria

Umum, Kaldea dan Arab. Para pembaca bisa melihat perbedaan huruf-huruf

tersebut pada buku "Atlas Budaya" karya Ismail Al-Faruqi bersama isterinya.

Al-Qur'an menggunakan huruf Arab bukan huruf lainnya, dengan demikian

maka bahasa dan tulisan Al-Qur'an memang mutlak bahasa Arab bukan bahasa

Page 5: Makalah Agama 1

yang serumpun bahasa Arab. Kalau mau dikatakan serumpun maka harus

dikatakan serumpun dengan bahasa Semit bukan serumpun bahasa Arab. Sebagai

tambahan penjelasan, menurut Ismail Al-Faruqi, bahasa Semit yang masih hidup

sampai saat ini adalah bahasa Arab. Dengan demikian maka bahasa Al-Qur'an

adalah bahasa Arab, bahasanya orang Arab bukan serumpun dengan bahasa Arab.

Hujjah lain dari kelompok Isa Bugis adalah bahwa jika Al-Qur’an berbahasa

Arab maka semua orang Arab pasti mengerti Al-Qur’an, tetapi pada kenyataannya

tidak semua orang Arab mengerti Al-Qur’an, kalau begitu Al-Qur’an bukanlah

bahasa Arab.

Hujjah inipun lemah. Mengapa demikian? Keadaan ini sama saja dengan

orang Indonesia. Tidak semua orang Indonesia mampu memahami karya sastera

berbahasa Indonesia, ini karena buku-buku sastera itu menggunakan bahasa

Indonesia kelas tinggi.

Pada umumnya orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari

menggu-nakan bahasa Arab Yaumiyah sedangkan Al-Qur’an menggunakan

bahasa Arab Fushá. Di samping itu untuk dapat memahami suatu teks tidak cukup

dengan mengetahui kosa kata (mufradat) tetapi harus berbekal ilmu pengetahuan

tentang isi teks. Sarjana sastera Indonesia misalnya, tidak otomatis dapat

memahami teks buku-buku Ilmu Kimia. Begitu pun sarjana Kimia tidak otomatis

memahami teks tentang filsafat. Untuk mampu memahami teks ilmu pengetahuan,

harus memiliki syarat-syarat, antara lain memahami substansi materi, memiliki

frame of reference yang teratur, serta memiliki paradigma berfikir yang

menunjang. Ketidakmengertian sebahagian orang Arab terhadap teks-teks Al-

Qur’an tidak menunjukkan bukti bahwa Al-Qur’an bukan bahasa Arab.

Hujjah ketiga Isa Bugis adalah bahwa kata ‘Arabiyyan dengan doble ya

merupakan ya nisbat yang menunjukkan serumpun dengan bahasa Arab tetapi

bukan bahasa Arab. Sepengetahuan penulis, kata ‘arabiyyan berarti bahasa yang

dinisbahkan kepada orang Arab, atau bahasanya orang Arab, yakni bahasa Arab.

Wahbah Zuhayly, ketika menafsirkan ayat tersebut menyataklan bahwa kata

‘arabiyyan bermakna “nuzila bilisánin ‘arabiyyin mubân, yaqra-u bi lugah

al-‘arabi”,   yang artinya al-Qur’an diturunkan dengan lisan orang Arab, di baca

dengan bahasa Arab. Senada dengan itu, Muhammad Ibn Muhammad Abu

Syahbah dalam bukunya: ”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm”

Page 6: Makalah Agama 1

menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab ‘arabiyyah al-akbar atau kitab

berbahasa Arab yang maha besar.

Kelompok Isa Bugis pun lantas beralih dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an

bahasa Quresy bukan bahasa Arab. Pendapat demikian ditentang oleh Ahmad

Satori sebagai doktor dalam sastra Arab. Ia menegaskan bahwa bahasa orang Arab

adalah bahasa Arab. Perbedaan bahasa Quresy dengan bahasa suku Tamim dan

lain-lainnya hanyalah dalam dialek bukan dalam makna.

Dengan demikian hujjah Isa Bugis yang menyatakan al-Qur'an bukan bahasa

Arab, seluruhnya tertolak.

d. Fungsi  Al-Qur’an 

Aturan Allah yang terdapat di dalam Al-Qur'an memiliki tiga fungsi utama,

yakni  sebagai hudá (petunjuk), bayyinát (penjelasan) dan furqán (pembeda).

Sebagai  hudá, artinya Al-Qur’an merupakan  aturan yang harus diikuti  tanpa

tawar menawar sebagaimana papan petunjuk arah jalan yang dipasang di jalan-

jalan. Kalau seseorang tidak mengetahui arah jalan tetapi sikapnya justeru

mengabaikan petunjuk yang ada pada papan itu, maka sudah pasti ia akan tersesat

( QS. 13: 37). Petunjuk yang ada pada Al-Qur’an benar-benar sebagai ciptaan

Allah  bukan  cerita yang dibuat-buat (QS. 12:111). Semua ayatnya harus menjadi

rujukan termasuk dalam mengelola bumi.

Dengan menggunakan kedua macam hukum secara beriringan  yakni hukum

alam  dan hukum Al-Qur’an, ditujukan antara lain untuk  menampakkan kejayaan

Islam dan mengalahkan segenap tata aturan ciptaan manusia (liyudlhirah

‘aláddini  kullih) sebagaimana ditunjukkan oleh kemenangan negeri Madinah atas

negeri Mekah yang Jahiliyah (futuh Mekah). Supaya tujuan itu bisa dicapai maka

hukum Allah (Al-Qur’an) harus benar-benar dijadikan undang-undang oleh para

khalifah fil ardl dalam mengelola bumi.

Sedangkan Al-Qur’an sebagai bayyinát berfungsi memberikan penjelasan

tentang  apa-apa  yang dipertanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya sebagai 

bayyinát, Al-Qur'an  harus dijadikan rujukan semua peraturan yang dibuat oleh

manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri sebab sistem aturan

produk akal manusia sering hanya bersifat  trial and error.

Page 7: Makalah Agama 1

Fungsi ketiga Al-Qur’an adalah sebagai furqán atau  pembeda antara yang

haq  dan yang báthill,  antara muslim dan luar muslim, antara nilai yang diyakini

benar oleh mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufurr.

Untuk bisa memahami dan menggali fungsi-fungsi Al-Qur’an, baik sebagai

hudá, bayyinát maupun furqán  secara mendalam,  maka Al-Qur’an perlu

dipelajari bagian demi bagian secara cermat dan tidak tergesa-gesa (QS. 75 : 16-

17, QS. 17 : 105-106), memahami munásabah atau hubungan ayat yang satu

dengan yang lain, surat yang satu dengan surat yang lain.

Selanjutnya fungsi lain Al-Qur’an sebagai Syifa (obat, resep). Ibarat resep

dokter, pasien sering sulit membaca resep dokter apalagi memahaminya, akan 

tetapi walaupun begitu,  pasien tetap percaya bahwa resep itu benar mustahil salah

karena dokter diyakini tidak mungkin bohong. Inilah kebenaran otoritas. 

Demikian pula dengan Al-Qur’an, ia a adalah resep dari Allah yang sudah pasti

benar mustahil salah karena Allah adalah Maha Benar. Dengan demikian

walaupun ada beberapa ayat Al-Qur;an yang untuk sementara waktu belum dapat

difahami oleh ratio, tak apa tetapi tetap harus dilaksanakan, sebab  kalau

menunggu dapat memahaminya secara penuh bisa  keburu mati.

Juga obat dari dokter kadang rasanya manis kadang pahit, tetapi dokter

berpesan agar obat tersebut dimakan sesuai aturan dan sampai habis, sebab kalau

tidak tepat aturan dan tidak sampai habis, penyakitnya tidak akan sembuh.

Demikian pula dengan Al-Quran sebagai obat, tidak selalu harus sejalan dengan

perasaan (feeling) kemauan (willing) dan ratio (thinking). Allah menghendaki

agar seorang mukmin mengamalkan seluruh ayat Al-Qur’an tanpa terkecuali.

Pemilahan dan pemilihan ayat-ayat tertentu untuk diamalkan sedangkan ayat yang

lainnya dibiarkan adalah sikap kufur (Nu’minu biba;dlin wa nakfuru biba’dlin).

Tepat apa yang dinyatakan Al-Qur’an, bahwa sebab seorang tidak menerima

kebenaran Al-Qur’an sebagai wahyu Ilahi adalah salah satu diantara dua sebab,

yaitu :

a. Tidak berpikir dengan jujur dan sungguh-sungguh.

b. Tidak sempat mendengar dan mengetahui Al-Qur’an secara

baik (67:10, 4:82). Oleh Al-Qur’an disebut Al-Maghdhub ( dimurkai Allah )

karena tahu kebenaran tetapi tidak mau menerima kebenaran itu, dan disebut adh-

Page 8: Makalah Agama 1

dhollin ( orang sesat ) karena tidak menemukan kebenaran itu. Sebagai jaminan

bahwa Al-Qur’an itu wahyu Allah, maka Al-Qur’an sendiri menantang setiap

manusia untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan Al-Qur’an (2:23, 24,

17:88). Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok

serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia

dengan Allah dan mahluq lainnya.

Didalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti : beribadah langsung kepada

Allah (2:43,183,184,196,197; 11:114), berkeluarga (4:3, 4,15,19,20,25; 2:221;

24:32; 60:10,11), bermasyarakat ( 4:58; 49:10,13; 23:52; 8:46; 2:143), berdagang

(2:275,276,280; 4:29), utang-piutang (2:282), kewarisan (2:180; 4:7-12,176;

5:106), pendidikan dan pengajaran (3:159; 4:9,63; 31:13-19; 26:39,40), pidana

(2:178; 4:92,93; 5:38; 10:27; 17:33; 26:40), dan aspek-aspek kehidupan lainnya

yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan

setiap waktu (7:158; 34:28; 21:107).

Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut

dalam kehidupannya (2:208; 6:153; 9:51). Dan sikap memilih sebagian dan

menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Qur’an sebagai bentuk pelanggaran

dan dosa (33:36). Melaksanakannya dinilai ibadah (4:69; 24:52; 33:71),

memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci (61:10-13; 9:41), mati

karenanya dinilai sebagai mati syahid (3:157, 169), hijrah karena

memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi (4:100, 3:195), dan

tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim, fasiq, dan kafir (5:44,45,47).

Sebagai korektor Al-Qur’an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan

yang dibahas oleh kitab-kitab Taurat, Injil, dan lain-lain yang dinilai Al-Qur’an

sebagai tidak sesuai dengan ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi

sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum,prinsip-prinsip ketuhanan dan lain

sebagainya. Sebagai contoh koreksi-koreksi yang dikemukakan Al-Qur’an

tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Tentang ajaran Trinitas (5:73).

b. Tentang Isa (3:49, 59; 5:72, 75).

c. Tentang penyaliban Nabi Isa (4:157,158).

Page 9: Makalah Agama 1

d. Tentang Nabi Luth (29:28-30; 7:80-84) perhatikan, (Genesis : 19:33-

36).

e. Tentang Harun (20:90-94), perhatikan, (keluaran : 37:2-4).

f. Tentang Sulaiman (2:102; 27:15-44), perhatikan (Raja-raja 21:4-5)

dan lain-lain.

2. Sejarah Kodifikasi dan Perkembangannya

Allah akan menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, akan selamat dari

usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan.

(15:9;75:17-19). Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi

dan penulisan Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Qur’an

ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung

memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati.

Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.

Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin, yaitu

Abu Bakar Shiddiq, Qur’an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri. Dan

pada zaman khalifah yang ketiga, ?Utsman bin ?Affan, Qur’an telah sempat

diperbanyak. Alhamdulillah Qur’an yang asli itu sampai saat ini masih ada.

Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula usaha-usaha untuk

menyempurnakan cara-cara penulisan dan penyeragaman bacaan, dalam rangka

menghindari adanya kesalahan-kesalahan bacaan maupun tulisan. Karena

penulisan Qur’an pada masa pertama tidak memakai tanda baca (tanda titik dan

harakat). Maka Al-Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang

baru,yaitu huruf waw yang kecil diatas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil

diatas sebagai tanda fat-hah, huruf alif yang kecil dibawah untuk tanda kasrah,

kepala huruf syin untuk tanda shiddah, kepala ha untuk sukun, dan kepala ?ain

untuk hamzah.

Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong, dan ditambah sehingga

menjadi bentuk yang sekarang ada. Dalam perkembangan selanjutnya tumbuhlah

beberapa macam tafsir Qur’an yang ditulis  oleh ulama Islam, yang sampai saat ini

tidak kurang dari 50 macam tafsir Qur’an. Juga telah tumbuh pula berbagai

macam disiplin ilmu untuk membaca dan membahas Qur’an.

Page 10: Makalah Agama 1

3. Ilmu-ilmu yang Membahas Hal-hal yang Berhubungan dengan al-

Qur’an antara lain :

a. Ilmu Mawathin Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang tempat-tempat

turunnya ayat Qur’an.

b. Ilmu Asbabun Nuzul, yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab turunnya

ayat Al-qur’an.

c. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang membahas tentang teknik membaca Al-

Qur’an.

d. Gharibil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat

yang asing artinya dalam Al-Qur’an.

e. Ilmu Wajuh wa Nadhar, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat

yang mempunyai banyak arti dan makna apa yang dikehendaki oleh sesuatu ayat

dalam Al-Qur’an.

f. Ilmu Amtsalil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-

perumpamaan dalam Al-Qur’an.

g. Ilmu Aqsamil Qur’an, yaitu ilmu yang mempelajari tentang maksud-

maksud sumpah Tuhan dalam Al-Qur’an.

4. Pembagian Isi al-Qur’an

Al-Qur’an terdiri dari 114 surat; 91 surat turun di Makkah dan 23 surat

turun di Madinah. Ada pula yang berpendapat, 86 turun di Makkah, dan 28 di

Madinah. Surat yang turun di Makkah dinamakan Makkiyyah, pada umumnya

suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq,

panggilannya ditujukan kepada manusia.

Sedangkan yang turun di Madinah disebut surat Madaniyyah, pada

umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang

mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya

( syari’ah ). Diperkirakan 19/30 turun di Madinah. Atas inisiatif para ulama maka

kemudian Al-Qur’an dibagi-bagi menjadi 30 juz. Dalam tiap juz dibagi-bagi

kepada setengah juz, seperempat juz, maqra dan lain-lain.

 

5. Nama-nama al-Qur’an

Al-Kitab = Tulisan yang Lengkap ( 2:2 ).

Al-furqan = Memisahkan yang Haq dari yang Bathil ( 25:1 ).

Page 11: Makalah Agama 1

Al-Mau’idhah =Nasihat ( 10:57 ).

Asy-Syifa’ =  Obat ( 10:57 ).

Al-Huda = Yang Memimpin ( 72:13 ).

Al-Hikmah = Kebijaksanaan ( 17:39 ).

Al-Hukmu = Keputusan ( 13:37 ).

Al-Khoir = Kebaikan ( 3:103 ).

Adz-Dzikru = Peringatan ( 15:9 ).

Ar-Ruh = Roh ( 42:52 ).

Al-Muthohharoh = Yang Disucikan ( 80:14 ).

6. Nama-nama Surat Berdasarkan Urutan Turunnya.

a. Makkiyah.

Al-?Alaq, Al-Qalam, Al-Muzammil, Al-Muddatstsir, Al-Fatihah, Al-Masad

(Al-Lahab), At-Takwir, Al-A’la, Al-Lail, Al-Fajr, Adh-Dhuha, Alam Nasyrah

(Al-Insyirah), Al-?Ashr, Al-?Adiyat, Al-Kautsar, At-Takatsur, Al-Ma’un, Al-

Kafirun, Al-Fil, Al-Falaq, An-Nas, Al-Ikhlas, An-Najm, ?Abasa, Al-Qadar, Asy-

Syamsu, Al-Buruj, At-Tin, Al-Quraisy, Al-Qari’ah, Al-Qiyamah, Al-Humazah,

Al-Mursalah, Qaf, Al-Balad, Ath-Thariq, Al-Qamar, Shad, Al-A’raf, Al-Jin,

Yasin, Al-furqan, Fathir, Maryam, Thaha, Al-Waqi’ah, Asy-Syu’ara, An-Naml,

Al-Qashash, Al-Isra, Yunus, Hud, Yusuf, Al-Hijr, Al-An’am, Ash-Shaffat,

Lukman, Saba’, Az-Zumar, Ghafir, Fushshilat, Asy-Syura, Az-Zukhruf, Ad-

Dukhan, Al-Jatsiyah,  Al-Ahqaf, Adz-Dzariyah, Al-Ghasyiah, Al-Kahf, An-Nahl,

Nuh, Ibrahim, Al-Anbiya, Al-Mu’minun, As-Sajdah, Ath-Thur, Al-Mulk, Al-

Haqqah, Al-Ma’arij, An-Naba’, An-Nazi’at, Al-Infithar, Al-Insyiqaq, Ar-Rum,

Al-Ankabut, Al-Muthaffifin, Az-Zalzalah, Ar-Ra’d, Ar-Rahman, Al-Insan, Al-

Bayyinah.

Turunnya surah-surah Makkiyyah  lamanya 12 tahun, 5 bulan, 13 hari, dimulai

pada 17 Ramadhan 40 tahun usia Nabi. ( Febr.610 M ).

b. Madaniyyah.

Al-Baqarah, Al-Anfal, Ali-Imran, Al-Ahzab, Al-Mumtahanah, An-Nisa’, Al-

Hadid, Al-Qital, Ath-Thalaq, Al-Hasyr, An-Nur, Al-Haj, Al-Munafiqun, Al-

Mujadalah, Al-Hujurat, At-Tahrim, At-Taghabun, Ash-Shaf, Al-Jum’at, Al-Fath,

Al-Maidah, At-Taubah dan An-Nashr (

Page 12: Makalah Agama 1

7. Susunan Al-Qur’an dalam Sistematika yang ada Sekarang.

Al-Fatihah, Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisaa’, Al-Maa-idah, Al-An’aam, Al-

A’raaf, Al-Anfaal, At-Taubah, Yunus, Hud, Yusuf, Ar-Ra’d, Ibrahim, Al-Hijr,

An-Nahl, Al-Isra’, Al-Kahfi, Maryam, Thaha, Al-Anbiyaa’, Al-Hajj, Al-

Mu’minun, An-Nuur, Al-Furqaan, Asy-Syu’ara’, An-Naml, Al-Qashash, Al-

Ankabut, Ar-Ruum, Luqman, As-Sajadah, Al-Ahzab, Saba’, Faathir, Yaa Siin,

Ash-Shaffaat, Shaad, Az-Zumar, Al-Mu’min, Fushshilat, Asy-Syuura, Az-

Zukhruf, Ad-Dukhaan, Al-Jaatsiyah, Al-Ahqaaf, Muhammad, Al-Fat-h, Al-

Hujurat, Qaaf, Adz-Dzaariyaat, Ath-Thuur, An-Najm, Al-Qamar, Ar-Rahmaan,

Al-Waaqi’ah, Al-Hadiid, Al-Mujaadilah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Ash-Shaff,

Al-Jumu’ah, Al-Munaafiquun, At-Taghaabun, Ath-Thalaq, At-Tahrim, Al-Mulk,

Al-Qalam, Al-Haaqqah, Al-Ma’aarij, Nuh, Al-Jin, Al-Muzzammil, Al-

Muddatstsir, Al-Qiyaamah, Al-Insaan, Al-Mursalaat, An-Naba’, An-Naazi’aat, ?

Abasa, At-Takwiir, Al-Infithar, Al-Muthaffifiin, Al-Insyiqaaq, Al-Buruuj, Ath-

Thaariq, Al-A’laa, Al-Ghaasyiyah,Al-Fajr, Al-Balad, Asy-Syams, Al-Lail, Adh-

Dhuhaa, Alam Nasyrah, At-Tiin, Al-?Alaq, Al-Qadar, Al-Bayyinah, Al-Zalzalah,

Al-?Aadiyaat, Al-Qaari’ah, At-Takaatsur, Al-?Ashr, Al-Humazah, Al-Fiil, Al-

Quraisy, Al-Maa’un, Al-Kautsar,  Al-Kaafiruun, An-Nashr, Al-Lahab, Al-Ikhlash,

Al-Falaq, An-Naas.

1.2      HADIST

Hadist sebagai sumber sumber ajaran Islam yang ke-dua setelah Al-

Qur’an, telah menjadi perhatian khusus dikalangan para intelektual Muslim

ataupun Barat (Orientalis) terutama perdebatan mereka tentang keotentikan

Hadist-hadist nabi yang menyebabkan timbulnya kelompok-kelompok penentang

Hadist (Inkarussunah). Untuk memahami lebih jelas dan lebih memahamkan

maka dalam makalah ini perihal Hadist, ada beberapa sub bagian yang insya alloh

akan kami jelaskan secara rinci sebagaimana berikut.

1.      Ilmu Hadist

Ilmu Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang ke-dua setelah ilmu al-

Qur’an yang mesti diketaui oleh setiap insan muslim. Berpegang kepada kedua

sumber ilmu pengetahuan islam yang paling mendasar ini merupakan cara islam

menyelamatkan diri dari tersesat yang salah.

Page 13: Makalah Agama 1

Mempelajari al-Qur’an tidak bisa terlepas dari perhatian terhadap Ilmu Al-

Hadist terutama sekali tentang ayat-ayat tasy-ri’ dan Qodho. Mempelajari Al-

Hadist memelukan perhatian yang sangat teliti. Hal ini disebabkan berbagai asalan

:

a.        Al-Hadist sebagai sumber Syari’ah yang kedua merupakan sumber ajaran

yang lahir dari seseorang manusia, tidak lahir seperti Al-Qur’an, yang selalu

dicatat oleh sahabat rosul setiap kali muncul.

b.      Al-hadist sampai kepada kita melalui proses periwayatan para sahabat, tabi’in

dan seterusnya, dalam kadar keperibadian yang berbeda-beda ditinjau dari kriteria

para ahli ilmu hadist.

c.       Al-Hadist sampai kepada kita lewat kurun waktu yang tidak terlepas dari

sejarah peradapan manusai yang tidak punya jaminan untuk tegaknya kebenaran.

2.      Pengertian Hadist

Untuk memahami pengertian hadist dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :

a.       Melalui pendekatan kebahasaan (Linguistik)

Melalui pendekatan kebahasaan hadist berasal dari “Hadatsa –yuhdistu- hadtsan-

wa hadi-tsan” kata tersebut mempunyai arti yang bermacam-macam, yaitu :

1.      Aljadid minal Asya : artinya sesuatu yang baru. Kata tersebut lawan dari kata

al-qodim artinya sesuatu yang telah lama, kuno, klasik. Pengunaan dalam arti

demikian kita temukan dalam ungkapan hadits albina dengan arti jadid al bina

artinya bangunan baru.

2.      Al-khobar : artinya maa ya kaddasa bihi wayaqol, artinya sesauatu yang

dibicarakan atau diberitakan dialihkan dari seseorang ke orang lain.

3.      Al-Qorib artinya pada waktu yang dekat, pada waktu yang singkat, pengertian

ini digunakan pada ungkapan qorib al-‘ahd bi a- islam yang artinya orang yang

baru masuk islam.

Ada sebagian ulama yang menyatakan adanya arti “baru” dalam kata hadits

kemudian mereka menggunakan kata tersebut sebagai lawan kata qodim (lama)

dengan maksud qodim sebagai kitab Alloh, sedangkan yang “baru” yaitu apa yang

didasarkan kepada belia nabi muhammad sholalloohu ‘alaihi wa sallam. Syaikh

islam ibnu hajar berkata : “Yang dimaksud dengan hadits menurut pengertian

Page 14: Makalah Agama 1

syara’ adalah apa yang disandarkan kepada nabi sholalloohu ‘alaihi wa sallam,

dan hal itu seakan-akan sebagai bandingan al qur’an adalah qodim yang dimana

terdapat di dalam syarah al bukhori.

b.      Melalui pendekatan Istilah (terminologis)

Selanjutnya kata hadist dari segi istilah (terminologi) di temukan pendapat

yang berbeda. Hal ini disebabkan berbedanya cara memandang yang digunakan

oleh masing-masing dalam melihat sesuatu masalah :

1.      Para ulama hadist misalnya mengartikan bahwa hadist adalah ucapan,

perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam.

2.      Sementara ulama hadist lain seperti Atthibi berbeda, bahwa hadist bukan hanya

perkataan, perbuatan serta ketetapan rosullulah akan tetapi termasuk perkataan,

perbuatan dan ketetapan para sahabat dan tabi’in.

3.      Ulama ahli usul fiqh mengartikan hadist dalam perkataan perbuatan serta

ketetapan rosulullah yang berkaitan dengan hukum.

4.      Ulama ahli fiqih mengidentikan hadist dengan sunnah yaitu sebagai salah satu

hukum taklifi, bila dikerjakan dapat pahala bila ditinggalkan tidak apa-apa. Dalam

kaitan ini Ulama fiqih berpendapat bahwa hadist adalah bersifat syari’yah untuk

perbuatan yang dituntut pengertiannya, akan tetapi tuntutan tersebut sudah secara

pasti yang melakukannya pahala yang meninggalkannya tidak apa-apa.

Dalam kitab Manhaj Al Muhadditsiin Fii Dhabth As Sunnah karya dr. Mahmud ali

fayyad yang diterjemahkan drs. A. Zarkasyi chumaidy hadist yaitu segala yang

dinisbatkan kepada Nabi Sholalloohu ‘Alaihi Wa Sallam, baik perkataan, perbuatan

maupun keizinannya.

Para Muahadditsin (Ulama Ahli Hadits) berbeda-beda pendapatnya dalam

menta’rifkan al hadits. Perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena terpengaruh

oleh terbatas dan luasnya obyek peninjauan mereka masing-masing. Dari perbedaan

sifat peninjauan mereka itu melahirkan dua macam ta’rif al hadits, yaitu :

pengertian yang terbatas di satu pihak dan pengertian yang luas di pihak lain.

1.      Ta’rif atau pengertian yang terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh jumhurul

muahadditsin, yaitu :

Page 15: Makalah Agama 1

للنبى صلى الله عليه وسلم قوال أوفعال أوتقريرا  ما أضيف .أونحوها

“Ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi muhammad sholalloohu

‘alaihi wa sallam, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan

yang sebagainya”.

Dari pengertian diatas terdapat empat macam unsur yakni ;

a.       Perkataan yaitu perkataan yang pernah beliau Nabi Muhammad

Sholalloohu ‘Alaihi Wa Sallam ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang

hukum (Syari’ah), akhlaq, ‘aqidah, pendidikan dan sebagainya. Sebagaimana

contoh perkataan beliau yang mengandung hukum Syari’ah, misalnya sabda

beliau :

إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى. )متفق عليه(

“hanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap orang itu

memperoleh apa yang ai niatkan .... Dan seterusnya”.

b.      Perbuaatan yaitu perbuatan Nabi Muhammad Sholllaooohu ‘Alaihi Wa

Sallam, merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan Syari’ah

yang belum jelas cara pelaskanaannya.

Perbuatan beliau dalam masalah cara bersholat dan cara berhadap kiblat dalam

sholat di atas kendaraan yang sedang berjalan, telah dipraktekkan oleh nabi

dengan perbuatan beliau di hadapan para sahabat. Dapat kita ketahui

berdasarkan berita dari sohabat Jabir RA. Yaitu :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم : يصلى على راحلته حيث توجهت به فإذا أراد الفريضة نزل فاستقل القبلة.

.)البحارى(“Dulu rodululloh sholalloohu ‘aliahi wa sallam bersabda di atas kendaraan

(dengan menghadap kiblat) menurut kendaraan itu menghadap. Apabila

beliau hendak sholat fardu, beliau sebentar, terus mengahdap kiblat”.

c.       Taqrir ialah keadaan beliau mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan

atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat

di hadapan beliau.

Page 16: Makalah Agama 1

Contoh taqrir nabi tentang perbuatan sahabat dalam acara jamuan makan,

menyajikan makanan daging biawak dan mempersilahkan kepada nabi untuk

menikmatinya bersama para undangan. Beliau menjawab :

قال خالد : )! ال, ولكن لم يكن بأرض قومى, فأجدنى أعافه( فاجتززته, فأكلته, ورسول الله صلى الله عليه وسلم ينظر

إلي.)متفق عليه(

“Tidak (maaf) berhubung binatang ini tidak terdapat di kampung kaumku, aku

jijik padanya !”

Kata kholid : “segera aku memotongnya dan memakannya sedang rosulullooh

sholalloohu ‘alaihi wa sallam, melihat kepadaku”.

d.      Sifat-sifat, keadaaan-keadaan dan himmah (hasrat) Rosulullah Sholallohu

‘alaihi wa sallam.

Diantara sifat-sifat Rosululloh yang termasuk dalam Hadts yaitu :

1.      Sifat-sifat dan bentuk jasmaniah beliau yang telah dilukiskan oleh para

sahabat dan ahli tarikh .

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسن الناس وجهاوأحسنهم خلقا, ليس بالطويل وال بالقصير. )الشيخان(

“Rosululloh itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan

bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek”. 

(Riwayat Bukhary Musilim)

2.      Silsilah-silsilah, nama-nama dan tahun kelahiran.

3.      Himmah (hasrat) beliau yang belum sempat direalisir.

2.      Ta’rif atau pengertian al Hadits yang luas yaitu mencakup perkataan,

perbuatan dan taqrir yang dimarfu’kan atau disandarkan kepada Nabi, para

sahabat dan tabi’iy. marfu’ mauquf (disandarkan kepada sahabat), maqthu’

(disandarkan kepada tabi’iy).

Secara terminologi al Hadits menurut Muhadditsin (ahli hadist),

sinonim dengan sunnah. Keduanya diartikan sebagai segala sesuatu yang

Page 17: Makalah Agama 1

diambil dari Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam sebelum dan sesudah

diangkat menjadi Rosul akan tetapi bila disebut kata hadits, umumnya dipakai

sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rosul setelah kenabian, baik

serupa sabda, perbuatan maupun taqrir. Hadits dan sunnah merupakan dua hal

yang identik. Keduannya sehingga sering digunakan secara bergantian untuk

menyebut hal ikhwal tentang Nabi Sholallohu ‘alahi wa sallam. Akan tetapi

kajian terhadap berbagai literature awal menunjukkan sunnah dan hadits

merupakan dua hal yang berbeda.

Hadits  telah digunakan sebagai dasar dalam pengambilan hukum

atau juga sebagai dasar orang islam untuk membuktikan kebenaran yang

diridloi oleh alloh shubhanahu wa ta’ala. Dan digunakan secara luas dalam

studi keislaman untuk merujuk kepada suri tauladan atau teladan  dan otoritas

beliau nabi muhammad sholallohu ‘alahi wa sallam atau sebagai sumber 

ajaran islam yang  kedua setelah al-Qur’an.

3.      Pengkelompokan Hadist Berdasarkan Jumlah Perawi

a.       Hadist Mutawatir

Hadist Mutawatir adalah suatu hadist hasil tanggapan dari panca

indera yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rowi yang menurut adat

kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta. Dengan adanya

pengertian ini dapat difahami bahwa syarat untuk menentukan hadist

mutawatir yaitu hadist diterima berdasarkan tanggapan panca indra, jumlah

perowinya harus mencapai ketentuan yang tidak mungkin mereka bersepakat

bohong. Mengenahi ketentuan jumlah perowi untuk memenuhi syarat tersebut

para muhadditsin berselisih pendapat. Adanya keseimbangan jumlah rawi-rawi

pada thobaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh berikutnya.

Pendapat lain Hadits Mutawatir secara terminologi hadits yang

diriwayatkan oleh rowi yang banyak dan tidak mungkin mereka mufarokat

berbuat dusta pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah mereka.

b.      Hadist Ahad

Hadist Ahad adalah hadist yang jumlah rawi pada thobaqoh pertama,

kedua, ketiga dan seterusnya terdiri dari tiga orang atau dua orang atau bahkan

Page 18: Makalah Agama 1

seorang. Haidts Ahad yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu atau dua

perowi, hadits Ahad ini tidak memenuhi hadits mutawatir ataupun masyhur.

Hadits ini tidak sampai pada jumlah periwayatan hadits mashur. Imam syafi’I

menyebut hasits ini dengan istilah khusus, yaitu khobar al khas. Yang mana

hadist ini dikelompokkan oleh ahli hadist menjadi tiga bagian yaitu hadist

Masyhur, Hadist ‘Aziz dan Hadist Ghorib.

c.       Hadits Masyhur yaitu hadits yang memiliki jalur terbatas oleh lebih dua

perowi namun tidak mencapai batas mutawatir.

4.      Pembagian Hadist berdasarkan Dasar Alasan Berhujjah

a.       Hadits Shohih yaitu hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rowi yang

adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’ilat dan

tidak janggal. Maksud dari adil yaitu selalu berbuat taat, menjahui dosa – dosa

kecil, tidak melakukan perkara yang menggugurkan iman.

b.      Hadits Hasan, yaitu hadits yang dibnukikan oleh orang adil (tapi) tidak

begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya yang tidak terdapat

ilat serta kejanggalan dalam matannya.

c.       Hadits Dha’if yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat shohih

ataupun syarat-syarat hasan.

Hadits Qutsiy sinonim dengan hadits Ilahiy yaitu setiap hadits yang

mengandung sandaran Rosululloh saw. kepada Alloh swt. Perbedaan antara

hadits Qudsiy dan nabawi yaitu bahwa hadits Nabawi yang terakhir

dinisbatkan kepada Rosul saw. dan diriwayatkan dari beliu, sedangkan hadits

Qudsiy dinisbatkan kepada Alloh swt.

5.      Sejarah Pertumbuhan Hadist Dan Perkembangannya

Perjalanan sejarah Hasit tidak sama dengan pejalanan sejarah Al-

Qur’an. Al-Qur’an setiap kali diturunkan dicatat oleh para penulisnya sari

kalangan sahabat nabi. Sedangkan hadist pada awal sejarahnya pernah

dilarang untuk ditulis oleh para sahabat nabi. Hal ini dilakukan Nabi semata

untuk memelihara Al-Qur’an agar tidak tercampur baur dengan Hadist. Karena

pada masa itupun Al-Qur’an masih belum terhimpun pada mushaf. Perjalanan

Hadist melewati pase-pase yang spesifik yaitu :

a.       Pase Penulisan Dan Pentadwinan

Page 19: Makalah Agama 1

Pada permulaannya hadist hanya boleh diriwayatkan secara lisan bahkan

Rosululloh sendiri mengingatkan sahabatnya untuk tidak menuliskan hadist

bahkan kalau sudah terlanjur harus dihapus sengan sabdanya :

Tنا همام ، عن زيد بن أسلم ، حدَثنا هداب بن خالد األزدي ، حTدVَث عن عطاء بن يسار ، عن أبي سعيد الخدري أن رسول الله

صلى الله عليه وسلم قال : ال تكتبوا عني ، ومن كتب عني غير القرآن فليمحه ، وحدَثوا عني وال حرج ، ومن كذب علي - قال

a - فليتبوأ مقعده من النار .همام : أحسبه قال : متعمدا) باب كتابة581رواه مسلم فى األحكام الشرعية لإلشبيلي

(308/ 1العلم - )

Dari hadist diatas dapat memberikan penegasan akan berbagai hal

sebagaimana berikut : 1. Penulisan al-Qur’an tidak boleh tercampur aduk

dengan al-Hadist, 2. Periwayatan Hadist pada masa itu hanya boleh dengan

lisan dan 3. Orang tidak boleh membuat hadist palsu.

Dengan demikian periwayatan hadist pada masa itu hanya terjadi

melalui lisan. Namun ketika Abdulloh bin Amr bin Ash (7 sebelum Hijjriah-

65 Hijriyah) yang selalu menulis apa saja yang didengarkan dari Rosululloh

ditegur orang Kurais, beliau mengadukan masalahnya kepada Rosululloh dan

Rosululloh menjawab :

V حTقj قال kال mهl إ جl مkن lرmخT Tدkهk مTا ي kي Tفmسkى ب Vذkى ن lبm فTوTال mت اك حسين سليم أسد : إسناده صحيح سنن أبي داود ـ

(356 / 3محقق وبتعليق األلباني - )“Tulislah, demi dzat yang nyawaku ada ditangan kekuasaannya,

tidaklah keluar daripada-Nya selain haq”. (Riwayat Abu Dawud dengan

Sanad Shohih).

Mulai saat itu mulailah dilakukan penulisan hadist secara legal.

Dengan kegiatannya Abdulloah bin Amr bin Ash dapat

mengumpulkan hadist yang didengarkan dari rosululloh sebanyak 1000 hadist.

Hadist-Hadist tersebut dihafalkan disaksikan oleh keluarganya. Naskah yang

ditulisnya itu bernama “As-Shofiyah As-Shodiqoh”. Cucu beliau yang

bernama Amr bin Syuaib meriwayatkan Hadist tersebut 500 buah hadist.

Page 20: Makalah Agama 1

Naskah asli dari “As-Shofiyah As-Shodiqoh” tidak sampai kepada kita

menurut bentuk aslinya. Namun kutipannya banyak ditemukan dalam kitab

Musnad Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Tirmidzi, dan Sunan Ibnu

Majah. Penulis hadist lainnya adalah : Jabir bin Abdullah al Anshari 16 H s/d

17 H. Naskah beliau bernama “Shahiful Jabir” dan yang berikutnya adalah

Humam bin Munabbah (40 H. s/d 131 H.) Dia adalah seorang Tabiin Gurunya

adalah Abu Hurairoh, Hadist yang dikumpulkan termaktub dalam “Asshahifah

Asshahihah”. Berisi 138 Hadist. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya

menukil seluruh hadist Human Bin Munabbah. Imam Al-Buhari menukil

dalam beberapa bab.

Ketiga nsakah “Asshahifah Asshahihah”itu muncul pada abad pertama

Hijjriyyah, dan Shahiful tersebut adalah merupakan cikal bakalnya penulisan

Hadist Rosulillah Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam.

b.      Hadist pada masa Kholifah Abu Bakar dan Umar

Upanya mengembangkan penulisan Hadist pada masa ini tidak

banyak, karena konsentrasi Kholifah pada masa itu terarah pada masayrakat

muslim yang mulai memudar dengan wafatnya Rosululloh, bahkan ketika

Kholifah Umar mengusulkan penulisan Al-Qur’an kedalam Mushaf, Kholifah

Abu Bakar tidak langsung menerima usulan tersebut dengan alasan bahwa  itu

adalah sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rosul.

Kondisi semacam itu membuat posisi Hadist tidak berada pada perioritas

perhatian Kholifah Abu Bakar dan Kholifah Umar.

c.       Hadist pada Masa Kholifah Usman dan Ali

Pada masa ini alhamdulillah muali menjadi perhatian sahabat dan

tabi’in untuk dikumpulkan, karena keadaan para penghafal Hadist sudah

tersebar diberbagai penjuru wilayah kekuasaan Islam dan keadaan hadist

tersebar di pelosok-pelosok Negeri Islam.

Di Madinah ada Abdullah bin Umar, di Mekah ada Abdullah bin

Abbas, di Fusthat ada Abdullah bin Amr bin Ash, di Basrah ada Anas bin

Malik. Di Kaffah ada Abu Musa Al-Asyari, murid-murid Ali bin Abi Thalib

dan Ibnu Mas’ud. Masing-masing meraka berfatwa berdasarkan Hadist yang

ada yang mereka miliki. Di kalangan Syi’ah ada fatwa-fatwa, di kalangan

Page 21: Makalah Agama 1

Khawarij ada fatwa-fatwa, di umat lain pun ada fatwa-fatwa. Fatwa-fatwa

tersebut seringkali datu sama lain yang bertentangan.

d.      Hadist mengalami Pemalsuan

Pada masa inilah kehawatiran Abu Bakar dan Umar bin Khotob

menjadi kenyataan. Kalangan Syi’ah disinyalir banyak mengunakan Hadist

palsu untuk kepentiangan politik. Dan hal seperti ini terus berkembang sampai

kepada akhir abad pertama Hijriyyah. Oleh karena itu Kholifah Umar bin

Abdul Aziz pada awal abad kedua Hijriyyah muali menaruh perhatian akan

keberadaan Hadist yang demikian.

Beliau menulis surat ke Wilikota Masinah Abi Bakar bin

Muhammad bin Umar bin Hazmin (ibnu Haszmin) untuk meneliti hadist-

hadist Rosululloh dan menuliskannya. Dan dari mereka muncul Muhammad

bin Muslim bin Syihab Az-Zuhry (Ibnu Zuhry wafat 124 H.) sebagai

pentadwin hadist yang tidak mencampurkannya dengan fatwa sahabat maupun

Tabi’in.

e.       Hadist Pada Masa Ulama Muta-Akhirin Mualai Abad IV H. s/d Masa Kini

Abad ke-4 adalah adad pemisah pengertian Ulama hadiost

Mutawoddumin dan Ulama hasit Mutaakhirin. Sampai pada abad ke-3

Hijjriyah para Ulama Hadist telah berjasa dalam mentadwinkan hadist,

sehingga hadist tersebar keseluruh pelosok kekuasaan Islam telah melakukan

penulisan, analisa serta mengkristalkan hadist dari hadist palsu dan tercampur

mana baur dengan fatwa sohabat maupun tabi’in sehingga mereka dapat

memisahkan mana hadist shohih, hasan, dan dhoif, serta dapat menentukan

mana yang maqbul dan mana yang mardud. Mereka oleh Muhaddistin

berikutnya dipandang Ulama senior yang mereka juluki dengan penghormatan

“Ulama Mutaqoddumin”. Sedangkan Ulama hadist berikutnya mereka berikan

predikat “Ulama Muta-Akhirin”.

Par Ulama Muta-Akhirin melakukan usaha penulisan hadist dengan

cara menuqil (memindahkan) hadist dari kitab-kitab yang disusun oleh Ulama

Mutaqoddimin. Kitab-kitab msyhur yang ditulis pada abad ke-empat ini adalah

: 1. Mu’jam Al-Kabir, 2. Mu’jam Al-Ausath, dan 3. Mu’jam Al-Shoghir.

Ketiga kitab ini ditulis oleh: imam Sulaiman bin Ahmada At-Tobarony”

(meninggal tahun 360 H.) 4. Sunan Ad-Daru Quthny karya Imam Abdul

Page 22: Makalah Agama 1

Hasan bin Umar bin Ahbad Addaruquthny (306 – 385), 5. Shohih Abi

Awwanah karya Abu ‘Awwanah Ya’qub bin Ishaq bin Ibrohim Al-Asfaroyiny

(wafat 354 H.) dan 6. Shohih Ibnu Huzaimah karya Ibnu Huzaimah

Muhammad bin Ishaq (wafat 311 H).

Kitab-kitab Muta-Akhirin ini lebih cebnderung kepada teknik

penulisan antara lain ada yang cenderung menampilkan Hadist-hadist hukum

seperti : 1. Sunanul Kubro karya Abu Bakar Ahmad bin Husein Ali Al-

Balhaqi (384 – 458 H.), 2. Muntaqol Akhbar karya Majduddin Al-Harrany

(wafat 652 H.), 3. Nailul Author syawah Mutaqol Akhbar oleh Muhammad

bin Ali As-Syaukany (1171 – 1250 H).

Ada juga kumpulan hadist-hadist targhib wat tarhib seperti : 1.

Attarghib wat Tarhib oleh Imam Zakiyuddin ‘Abdul ‘Adzin Almundziry

(wafat 656 H.), 2. Riyadhus Sholihin oleh Imam Muhyiddin Abi Zakariya An-

Nawawy (wafat 676 H.) dan 3. Dalilul Fa-Lihin oleh Ibnu ‘Allan Assiddiqy

(wafat 1057 H.).

Ada juga yang menyusun hadist dalam rangka membuat kamus

hadist yaitu : 1. Dakho-irul Mawa-rist Fid Dala-lati ‘Ala Mawa-dhi’il Ahaadist

oleh Al-Alla-mah As-Syayyid Abdul Ghani Al-Maqdisy An-Nabulisy di

dalamnya terdapat kitab atrof 7 Kutubus Sittah & Al-Muwattho (1143 H.), 2.

Alja- Mi’us Shoghir Fi Ahadistil Nadzir Basyir an leh Imam Jamaluddin As-

Suyuthy (849 – 911 H.), 3. Al-Mu’jamal Mafahros Ilaifadziil Hadistin

Nabawy oleh Dr. A.J. Winsinc dan 4. Miftah Kunujis Sunnah oleh Ustdz

Muhammad Fuadz Abdul baqi.

6.      Kedudukan hadist Dalam Ilmu Ke Islaman Lain.

Al-Hadist adalah sumebr pengetahuan Islam yang kedua setelah Al-

Qur’an. Dalam kaitan ini hadist mempunyai andil dalam berkiprah untuk

tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Dasar pemikiran

tersebut vertumpu pada berbagai alsan anatara lain :

a.       Penegasan Alloh tentang perintah mentaati rosul secara penuh

b.      Kedudukan Hadist sebagai wahyu Idhofy

c.       Para Shahabat sepakat menjadikan  hadist sebagai nara sumber dalam

menetapkan fatwa atau Ijtihad, dan pelaksanaan qodho diantara mereka.

Sebagai contoh bahwa Abu Bakar bila diduntut untuk menetapkan suatu

Page 23: Makalah Agama 1

ketetapan hukum selalu mencarinya dalam Al-Qur’an. Ketika beliau tidak

menemukannya maka beliau mencoba mencarinya dalam Hadist Nabi. Bila

masih tidak ditemukan beliau mencoba mencari tahu dari para sahabat apakah

ada diantara mereka yang tahu bahwa Rosululloh pernah menetapkan hukum

untuk hal yang sama. Bila ternyata kata sahabat : “ada”, maka Abu bakar

menetapkan ketetapan itu dengan berdasar kepada Hadits Rosul, meskipun

yang ditemukan oleh sahabatnya. Demikian pula kholifah Umar yang selalu

mengikuti pola tindakan Abu Bakar dalam mengambil keputusan.

Dari segi kaitan Fungsinya terhadap Al-Qur’an hadist dapat ditetapkan :

a.       Sebagai Mubayyin (penjelas) terhadap apa yang secara umum telah

diungkapkan dalam Al-Qur’an. Sebagaimana hadist tentang cara melakukan

sholat dan Manasik Hajji.

b.      Dalam berbagai hal yang Al-Qur’an telah memberikan keterangan baik

secara rinci maupun secara Ijma’, hasit merupakan sumber Hukum yang

berdiri sendiri. Hal ini terjadi pada kasus Qodho. Artinya pasa saat Rosululloh

menetapkan keputusan hukum umumnya keputusan hukum itu

ditetapkanberdasarkan Ijtihad Rosul. Dengan demikian maka Ijtihad Rosul

tersebut adalah Sunnah /Hadist Rosul yang berdiri sendiri.

c.       Hadist sebagai dasar hukum melakukan Ijtihad, seperti yang maknya

tersirat pada point nomor dua, yaitu bahwa Ijtihad Rosul sebagai uswah

hasanahnya Rosul dalam bidang Hukum. Rosululloh bersabda kepada Muadz

bin Jabal ketika dalamd dialognya tentang “Bimaa Tahkum” salah satu

jawaban Muadz “Ajtahidu Ro’yi”.

“Alhamdulillah Alladzi Waf-faqo Rusula –Rosulillah Bimaa yardhoo

Rosuululloh”.

Yang artinya kurang lebih : Segala puji bagi Alloh yang telah memberi taufiq

pada utusan Rosululloh dengan apa yang Rosululloh setuju.

7.      Unsur-Unsur Hadist

Ada beberapa unsur-unsur yang terdapat dalam hadits diantaranya yaitu :

a.       Rowi yaitu orang yang menyampiakan menuliskan suatu kitab apa-apa

yang pernah didengar dan diterimanya dari seorang gurunya.

Page 24: Makalah Agama 1

b.      Matnu’l Hadits yaitu pembicaraan (kalam) atau materi berita yang di over

oleh sanad yang terakhir, baik pembicaraan itu sabda Rosululloh saw. sahabat

ataupun tabi’in.

c.       Sanad yaitu jalan yang dapat menghubungkan materi hadits kepada

Junjungan kita Nabi Muhammad saw.

I.2 IJTIHAD

Pengertian Ijtihad

Secara etimologis, kata ijtihad berasal dari kata berbahasa Arab ijtihad yang berarti penumpahan segala upaya dan kemampuan. Maka ijtihad di sini hampir identik dengan makna jihad, hanya saja kata jihad lebih berkonotasi fisik, sementara jihad menggunakan akal (ra’yu). Secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syara’ yang bersifat ‘amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik dalam al-Quran maupun Sunnah (Khallaf, 1978: 216). Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

Kata atau istilah yang sangat terkait dengan ijtihad adalah ra’yu, yangb secara harfiah berarti melihat. Kata ra’yu bisa juga berarti perenungan (tadabbur) dan pemikiran secara kontemplatif (al-tafkir bi al-’aql). Kedua kata tersebut (ijtihad dan ra’yu) sebenarnya sangat terkait dan sulit untuk dipisahkan, mengingat tentang aktivitas ijtihad mustahil dilepaskan dari penggunaan ra’yu. Karena itu, bisa dikatakan ra’yu sebagai sumber ijtihad dan ijtihad merupakan jalan yang ditempuh ra’yu dalam menghasilkan suatu hukum. Dari sinilah, para ulama sering menggabungkan dua kata tersebut menjadi satu, yakni ijtihad bi al-ra’yi. Istilah ini juga ditemukan dalam hadis Muadz yang ketika ditanya Nabi mengenai apa yang ia lakukan dalam memutuskan perkara ketika tidak ditemukan aturannya dalam al-Quran dan Sunnah, ia menjawab “Aku berijtihad degan ra’yi-ku”.

Kedudukan Ijtihad

Ijtihad diberlakukan dalam berbagai bidang, yakni mencakup akidah, mu’amalah (fiqih), dan falsafat. Akan tetapi,  yang menjadi permasalahan di sini adalah mengenai kedudukan hasil ijtihad. Persoalan tersebut berawal dari pandangan mereka tentang ruang lingkup qath’i tidaknya suatu dalil. Ulama ushul memandang dalil-dalil yang berkaitan dengan akidah termasuk dalil qath’i, sehingga dibidang ini tidak dilakukan ijtihad. Mereka mengatakan bahwa kebenaran mujtahid di bidang ilmu kalam hanya satu. Sebaliknya, golongan mutakalimin memandang bahwa di bidang ilmu kalam itu terdapat hal-hal yang zhaniyat, karena ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan tersebut adalah ayat-ayat mutasyabihat. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan persoalan tersebut diperlukan ijtihad. Bahkan, mereka menyatakan bahwa setiap mujtahid itu benar; kalaupun melakukan kekeliruan, ia tetap

Page 25: Makalah Agama 1

mendapatkan pahala. Namun, pendapat tersebut ditolak oleh ulama ushul. Sekalipun sama-sama menyatakan bahwa setiap mujtahid itu benar, namun kebenaran disini terbatas dalam bidang fiqih.

Menurut Harun Nasution, arti ijtihad seperti yang telah dikemukakan di atas adalah ijtihad dalam arti sempit. Dalam arti luas menurutnya, ijtihad juga berlaku pada bidang politik, akidah, tasawuf, dan falsafah.

Telah kita ketahui bahwa ijtihad telah berkembang sejak zaman Rasul. Sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf”, maka ijtihad akan terus berkembang. Perkembangan itu berkaitan dengan perbuatan manusia yang selalu berubah-ubah, baik bentuk maupun macamnya. Dalam hubungan inilah, asy-Syahrastani mengatakan bahwa kejadian-kejadian, dan kasus-kasus dalam peribadatan dan muamalah (tindakan manusia) termasuk yang tidak dapat dihitung. Secara pasti dapat diketahui bahwa tidak setiap kasus ada nashnya. Apabila nashnya sudah berakhir, sedangkan kejadian-kejadiannya berlangsung terus tanpa terbatas; dan tatkala sesuatu yang terbatas tidak mungkin dapat mengikuti sesuatu yang tidak terbatas, maka qiyas wajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihad mengenainya.

Dalam masalah fiqh, ijtihad bi ar-rayu telah ada sejak zaman Rasulullah saw. Beliau sendiri memberi izin kepada Mu’adz ibnu Jabal untuk  ber-ijtihad ketika Muads diutus ke Yaman. Umar ibnu al Khatthab sering menggunakan ijtihad bi al ra’yu apabila ia tidak menemukan ketentuan hukum dalam Al-Qur’an dan as sunnah. Demikian pula para sahabat lainnya dan para tabi’in sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul dua golongan yang dikenal dengan golongan ahl ar-ra’yu sebagai bandingan golongan ahli hadis. Umar Ibnu Khatthab dipandang sebagai pemuka ahl ra-ra’yu.

Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah Islamiyyah yang sempurna, kewajiban berdakwah berpindah pada sahabat. Mereka melaksanakan kewajiban itu dengan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan berbagai peperangan. Mereka berhasil menaklukan Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Akibat perluasan wilayah itu, terjadilah akulturasi bangsa dan kebudayaan sehingga muncul berbagai masalah baru yang memerlukan pemecahan. Keadaan seperti itu mendorong pemuka sahabat untuk  ber-ijtihad.

Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Page 26: Makalah Agama 1

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

Tujuan Ijtihad

Untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam

beribadah kepada Allah SWT di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.

Persyaratan Melakukan Ijtihad

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kriteria atau ketentuan bagi siapa saja yang melakukan ijtihad. Dari berbagai pendapat yang ada, berikut ini akan disebutkan persyaratan khusus bagi seseorang yang melakukan ijtihad yaitu:

1. Menguasai “ilmu alat” yang dalam hal ini adalah bahasa Arab beserta ilmu-ilmunya, karena sumber pokok hukum Islam adalah al-Quran dan Sunnah yang berbahasa Arab.

2. Menguasai al-Quran yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Seorang mujtahid juga harus menguasai ilmu-ilmu al-Quran, termasuk ilmu asbabun nusul (latar belakang diturunkannya ayat-ayat al-Quran).

3. Menguasai Sunnah atau hadis Nabi sebagai sumber hukum Islam kedua.

4. Mengetahui ijma’ ulama. Seorang mujtahid harus mengetahui ijma’ ulama, karena dengan ijma’ ini berarti ia akan mengetahui peristiwa hukum apa saja yang ketentuan hukumnya telah di-ijma‘-kan ulama, sehingga ia tidak memutuskan hukum yang sudah ada ketentuannya.

5. Mengetahui qiyas. Qiyas disepakati oleh jumhur ulama sebagai salah satu cara menemukan hukum.

6. Mengetahui maqashid al-syari’ah (maksud-maksud ditetapkannya hukum).

7. Mengetahui ushul fikih.

8. Mengetahui ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), karena masalah-masalah baru bermunculan seiring perkembangan dan kemajuan IPTEK.

Page 27: Makalah Agama 1

Lapangan Ijtihad

Secara sederhana dapat diketahui bahwa lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang ketentuan hukumnya tidak dijelaskan al-Quran dan Sunnah. Masalah-masalah yang dapat diijtihadkan adalah sebagai berikut:

1. Masalah-masalah yang ditunjukan oleh nash yang zhanniy (tak pasti), baik dari segi keberadaannya (wurud) maupun dari segi penunjukannya terhadap hukum (dalalah). Masalah-masalah yang ditunjuk oleh nash yang zhanniy itulah yang menjadi lapangan ijtihad. Sedang masalah-masalah yang ditunjuk oleh nash yang qath’iy tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad.

2. Masalah-masalah baru yang belum ditegaskan hukumnya dalam nash.

3. Masalah-masalah baru yang belum di-ijma-kan.

4. Masalah-masalah yang diketahui illat (alasan) hukumnya seperti dalam masalah muamalah. Masalah-masalah yang tidak diketahui illat hukmnya tidak boleh dijadikan sasaran ijtihad, seperti ketentuan-ketentuan dalam beribadah.

Jenis-jenis ijtihad

Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

Beberapa definisi qiyâs (analogi) 1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan

titik persamaan di antara keduanya.

2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.

Page 28: Makalah Agama 1

3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

Istihsân

Beberapa definisi Istihsân 1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia

merasa hal itu adalah benar.

2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya

3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.

4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.

5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...

Maslahah murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.

Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya,

Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

1.4 SIKAP MUSLIM TERHADAP HUKUM ISLAM

Tunduk Kepada Syariat Allah Sikap Seorang Mukmin

Diwajibkan bagi seorang Mukmin untuk menerima semua hukum Allah swt serta

tunduk kepadanya baik dalam perkara-perkara yang bisa dicerna oleh akalnya maupun tidak.

Page 29: Makalah Agama 1

Seorang mukmin haruslah meyakini bahwa tidaklah Allah menentukan halal atau haram pada

sesuatu kecuali didalamnya terdapat kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya.

Firman Allah swt:

TهV الل kِصmعT ي mنTمTو mمkهkرmمT أ mنkم lُة TرT ي kخm ال lمlهT ل Tونl Tك ي mنT أ ا aرmم

T أ lهl ول lس TرTو lهV الل قTضTى kذTا إ sةT مlْؤmمkن TالTو sنkمmْؤlمk ل TانT ك وTمTا

aا ( kين مlب aال TالTض VلTض mدTقTف lهT ول lس TرT36و(

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang

mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka

pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya

Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab [33] : 36)

lمlه Tَكk Tِئ lول وTأ Tا TَطTعmن وTأ Tا مkعmن Tس lوا Tقlول ي mنT أ mمlهT mن Tي ب Tمl Tحmك kي ل kهk ول lس TرTو kهV الل kلTى إ دlعlوا kذTا إ Tينk mمlْؤmمkن ال TلmوTق TانT ك VمTا kن إ

) Tونlحkلmفlمm )51ال

Artinya: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan

Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar,

dan Kami taat". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur [24] : 51)

Dalil-Dalil Diharamkannya Khamr, Judi dan Zina

Sebagaimana telah diketahui oleh kaum muslimin bahwa khamr (minuman keras),

perjudian dan perzinahan adalah perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah swt

berdasarkan kitab, sunnah dan ijma ahli ilmu.

Beberapa dalil tentang pengharaman khamr dan perjudian, diantaranya:

Firman Allah swt:

mمl Vك TعTل ل lوهl kب Tن ت mاجTف kانTطm ي Vالش kلTمTع mنkم xسmجkر lم Tال mزT mاألTو lابTصm Tن mاألTو lر kسm mمTي وTال lرmمTخm ال VمTا kن إ lوا TمTن آ TينkذV ال yهTا يT أ Tا ي

) Tونlحkلmفl mرk) 90ت ذkك mنTع mمl TصlدVك وTي kر kسm mمTي وTال kرmمTخm ال فkي TاءTضmْغT mب وTال TُةTاوTدTعm ال lمl Tك mن Tي ب Tَعkوقl ي mنT أ lانTطm ي Vالش lيدkرl ي VمTا kن إ

) TونlهT mت مlن mمl mت Tن أ mلTهTف kُة TالVالص kنTعTو kهV )91الل

Page 30: Makalah Agama 1

Artiny : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan

kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi

kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan

pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5] : 90-91)

Abu Daud dan Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar berkata,"Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam bersabda, 'Semoga Allah melaknat khamr, peminumnya, yang

menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang diperaskannya, orang

yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya'."

Kata-kata laknat didalam hadits tersebut menunjukkan perbuatan itu tergolong dosa

besar di sisi Allah swt.

Adapun dalil tentang diharamkan perzinahan dan termasuk dosa besar, diantaranya

firman Allah swt:

) aيالk ب Tس Tاء TسTو aة TشkاحTف TانT ك lهV kن إ Tا ن الز| lوا ب TرmقT ت TالT32و(

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra [17] : 32)

Sedangkan diantara dalil hadits adalah apa yang diriwayatkan Imam Bukhari

dan Muslim; Dari 'Abdullah dia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi shallallahu

'alaihi wasallam; 'Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?' Beliau menjawab,

'Bila kamu menyekutukan Allah, padahal dialah yang menciptakanmu'. Aku berkata,

'tentu itu sungguh besar'. Aku bertanya lagi, 'Kemudian apa?' Beliau menjawab,

'Apabila kami membunuh anakmu karena takut membuat kelaparan'. Aku bertanya

lagi, 'kemudian apa?' beliau menjawab, 'Berzina dengan istri tetanggamu'."

Kesempurnaan iman seorang Muslim juga ditentukan dengan penerimaan dan

ketundukannya kepada syariat Allah swt. Keraguan sedikit saja terhadapnya maka ia telah

merusak keimanannya. al Lajnah ad Daimah didalam fatwanya No. 19446 menyebutkan

bahwa barangsiapa yang berkeyakinan selain itu—diharamkannya khamr—sementara dia

mengetahui keharamannya—maka ia murtad karena mengingkari apa yang telah diketahui

keharamannya secara umum dalam agama islam berdasarkan dalil-dalil syar’i dan ijma ahli

ilmu.

SIKAP SEORANG MUSLIM TERHADAP HADIST

Page 31: Makalah Agama 1

Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’anPerlu diketahui bahwa patuh dan ta‘at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam adalah patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh dan taat kepada Allah shubhaana wa ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya:

1.  Perintah ta‘at kepada Allah dan kepada rasul-Nya, disebutkan secara bergandengan di  dalam al-Qur’an:“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)” (QS. 8:20)

Dan di dalam ayat yang lain disebutkan, artinya:“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (Qs.8:24)

2. Allah menegaskan, bahwa petunjuk (hida- yah) itu sangat tergantung kepada ketaatan dan ittiba’ kepada Nabi Nya.“Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. 7:158) Dan firman Nya,“Katakanlah, “Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk” (An Nur: 54)

3.  Allah telah menetapkan rahmat Nya bagi para pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menjanjikan keberuntungan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat atasnya.“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (QS. 7:156)

4.  Sahnya iman seseorang sangat tergantung kepada kepatuhan terhadap keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,, menerima dan lapang dada atas keputusan itu.“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. 4:65)5. Allah telah memperingatkan bahwa menyelisihi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab kehancuran dan terjerumus dalam fitnah. Sebagaimana yang telah difirmankan, Artinya:”Maka hendaklah orang- orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”(QS. 24:63)6.  Allah telah menetapkan bahwa cinta Allah dan ampunan-Nya hanya bisa diraih dengan mengikuti Rasul -Nya:Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”(QS.3:31)Demikian penjelasan dari al-Qur’an yang mengajak kita semua kaum muslimin untuk berpegang kepada sunnah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena segala ucapan beliau yang berkaitan dengan agama bukanlah berasal dari kemauan hawa nafsunya, tetapi atas bimbingan wahyu Allah.Penjelasan dari As Sunnah (Hadits)o  Amat banyak hadits Nabi yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan melarang berbuat bid’ah (menyelisihi sunnah). Di

Page 32: Makalah Agama 1

antara sabda Nabi yang menegaskan hal itu adalah:Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Artinya: “Seluruh umatku akan masuk surga kecu-ali orang yang enggan.” Lalu ditanyakan, Siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, maka masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepada-ku maka dia telah enggan (masuk surga)” (HR. Al Bukhari)o    Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Artinya,  “Biarkan aku dengan apa yang telah kutinggalkan untuk kalian (terimalah ia), sesungguhnya yang telah membinasakan orang sebelum kalian adalah (disebabkan) mereka banyak bertanya dan banyak menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang kalian dari mengerjakan sesuatu maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian.” (Muttafaq Alaih)

o   Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah),   “Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ ar Rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (perpegang eratlah terhadapnya), dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan at Tirmidzi dan berkata at Tirmidzi, “Hasan Shahih”)

Sikap Shahabat Nabi terhadap As-Sunnaho   Berkata Abu Bakar as Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, “Tiada sesuatu pun yang pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali aku melakukannya dan tidak pernah aku meninggalkannya. Aku khawatir jika aku meninggalkan sedikit saja yang beliau perintahkan, maka aku akan menyimpang.”o  Berkata Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika memegang hajar aswad, “Sungguh aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak memberi madharat dan manfaat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.”o  Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sederhana dalam melaksanakan sunnah, lebih baik daripada banyak dan giat di dalam melakukan bid’ah.”o  Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma apabila sedang meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang yang melihatnya mengira ada sesuatu yang tidak beres padanya (seperti tidak wajar). Bahkan Nafi’, maula (klien) beliau mengatakan, “Kalau aku melihat Ibnu Umar sedang mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh aku mengatakan, ini adalah sesuatu yang gila.”o  Ibnu Abbas juga pernah berkata, “Wahai manusia, aku khawatir kalau turun hujan batu dari langit, (lantaran) aku katakan pada kalian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kalian menyanggah dengan mengatakan “Abu Bakar berkata begini dan Umar berkata begitu!.” Wallahu a’lam (Al Balagh Edisi 18 Muharram)

Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Gema Risalah Press Banduung Jakarta

Barat

Page 33: Makalah Agama 1

Drs. Atang ABD. Hakim, MA dan Dr. Jain Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung : PT Remaja Pesdakarya, 2000

Dr. M. Ali Fayyad. Metodologi Penetapan kesahihan Hadits. Bandung. Pustaka Setia : 1998.

Abdul Wahab Kholaf, Prof. Dr., Ilmu Ushul Fiqh, 2002

DAFTAR PUSTAKA

Inyong. 2012. Sumber Nilai Islam. Tersedia di : http://bwi03.wordpress.com/sumber-nilai-

islam/. [diakses pada tanggal : 23 April 2012].

Darkness, Prince. 2007. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Pertama dan Utama.

Tersedia di : http://forum.dudung.net/index.php?topic=3414.0. [diakses pada tanggal :

23 April 2012].

Syafe’I, Makhmud. 2001. Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam. Tersedia di :

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/MKDU/195504281988031MAKHMUD_SYAFE'I

/AL-QUR%92AN_SEBAGAI_SUMBER_NILAI_ISLAM_(4_HALAMAN).pdf.

[diakses pada tanggal : 23 April 2012].