Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

30
MAKALAH PENGANTAR ILMU FIQH TENTANG PEMBENTUKAN MADZHAB-MADZHAB FIQH OLEH : KELOMPOK 4 NAMA : ------------------ MUHAMMAD AWALUDIN FAIZIN AHMAD JUPRI SAMSURI ALAN PURWANSYAH

Transcript of Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Page 1: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

MAKALAH PENGANTAR ILMU FIQHTENTANG

PEMBENTUKAN MADZHAB-MADZHAB FIQH

OLEH : KELOMPOK 4NAMA : ------------------

MUHAMMAD AWALUDIN FAIZIN AHMAD JUPRI SAMSURI ALAN PURWANSYAH

JURUSAN : AS – ASEMSTER : I ( SATU )

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) MATARAM

Page 2: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

2010KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat taufik dan

hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula salawat serta salam kami haturkan kepangkuan

baginda nabi besar Muhammad Saw, karena berkat perjuangan dan usaha beliau kita semua dapat

menikmati islam dengan sebaik-baiknya agama.

Syukur alhamdulillah makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Didalam makalah ini

kami akan membahas tentang “Pembentukan Madzhab-Madzhab Fiqh”. Kami mengucapkan banyak

terimakasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Fiqh ( M. Noor, M.HI ) yang telah

memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk membuat makalah ini. Dengan rendah

hati, kami ingin menyampaikan beribu maaf apabila terjadi kesalahan dan kekeliruan pada penulisan

makalah ini. Kami juga mohon kritik dan sarannya dalam penyempurnaan makalah ini, karena kami

masih dalam tahap belajar.

Akhirul kalam jazakumullahu khairon ,wassalam.

Mataram, 28 Oktober 2010

Penyusun

Page 3: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian madzhab

a. Titik tolak atau sejarah pembentukan madzhab

b. Factor – factor yang menimbulkan madzhab

2.2 Macam – macam madzhab

2.3 Dasar – dasar madzhab

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belakangan ini penelitian tentang sejarah fiqih Islam mulai dirasakan penting. Paling

tidak, karena pertumbuhan dan perkembangan fiqih menunjukkan pada suatu dinamika

pemikiran keagamaan itu sendiri. Hal tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai

di manapun dan kapanpun, terutama dalam masyarakat-masyarakat agama yang sedang

mengalami modernisasi. Di lain pihak, evolusi historikal dari perkembangan fiqih secara

sungguh-sungguh telah menyediakan frame work bagi pemikiran Islam, atau lebih tepatnya

actual working bagi karakterisitik perkembangan Islam itu sendiri.

Kehadiran fiqih ternyata mengiringi pasang-surut perkembangan Islam, dan bahkan secara

amat dominan, fiqih -- terutama fiqih abad pertengahan -- mewarnai dan memberi corak bagi

perkembangan Islam dari masa ke masa. Karena itulah, kajian-kajian mendalam tentang

masalah kesejahteraan fiqih tidak semata-mata bernilai historis, tetapi dengan sendirinya

menawarkan kemungkinan baru bagi perkembangan Islam berikutnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita khususnya para mahasiswa dapat

memahami dan mengerti tentang :

1. pengertian mazhab,

2. latar belakang munculnya madzhab

3. macam – macam madzhab dalam fiqh

Page 5: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

BAB II

PEMBAHSAN

2.1 Pengertian Madzhab

Mazhab adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati,

sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. 1Sesuatu dikatakan mazhab

bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli

agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui

pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang

jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.

a. Titik Tolak atau Sejarah Pembentukan Madzhab

Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai

penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke negara yang

baru. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah

memecahkan sesuatu masalah sulit dilaksanakan. Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim

Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf(perbedaan

pendapat) di kalangan sahabat ada tiga yakni : 2

1. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur’an

2. Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat

3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.

Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut pandang yang

berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu sebab utama ikhtilaf di antara para sahabat adalah

prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman

Rasulullah SAW.

Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa Tabi’in, muncullah

generasi Tabi’it Tabi’in. Ijtihad para Sahabat dan Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh

generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada

waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi’it Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan

1 www.wikipedia.org2 Pengantar ilmu fiqh

Page 6: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam

dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.

Dari mata rantai sejarah ini jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih dari zaman sahabat, tabiin

hingga munculnya mazhab-mazhab fiqih pada periode ini. Dari sini pula kita dapat

merumuskan apa sebab-sebab munculnya mazhab pada periode ini. Namun mazhab-mazhab

muncul pada periode ini tidak terbatas pada empat mazhab – Mazhab Hanafi, Maliki,

Syafi’ie dan Hambali – seperti yang ada sekarang.

Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu muncul sekitar tiga

belas mazhab yang semuanya berafiliasi sebagai mazhab yang “Ahlu Sunnah”, tetapi hanya

delapan atau sembilan mazhab saja yang dapat diketahui dengan jelas dasar-dasar dan

metode fiqhiyah yang mereka pergunakan. Para imam mazhab-mazhab itu adalah : Imam

Abu Sa’id bin Yasar al-Bashir (wafat 110 H.), Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin

Zuthi (wafat 150 H.), Imam Auza’ie Abu Amr Abdur Rahman bin Amru bin Muhammad

(wafat 157 H.), Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (wafat 160 H.), Imam Laits bin

Sa’d (wafat 157 H.), Imam Malik bin Anas al-Anshari (Wafat 179 H.), Imam Sufyan bin

Uyainah (wafat 198 H.), Imam Muhammad bin Idris al Syafi’ie (wafat 204 H.), dan Imam

Ahmad bin Muhammad bin Hambal (wafat 241 H.) .

Muhammad Khudari Beik (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam

periode. Yaitu Periode risalah, Periode khulafaurrasyidun, Periode awal pertumbuhan fiqih,

Periode keemasan, Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqih, dan yang terakhir

adalah periode kemunduran fiqih .

1. Periode risalah .

Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad S.A.W. sampai wafatnya Nabi S.A.W.

(11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan

Rasulullah S.A.W. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi S.A.W.

Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah. Pada

periode Makkah, risalah Nabi S.A.W lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat hukum

yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian

mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah

menuju penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang

Page 7: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

hukum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalan hukum diturunkan Allah

SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah.

2. Periode al-Khulafaur Rasyidun.

Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad S.A.W sampai Mu'awiyah bin Abu

Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada

periode ini, disamping Al-Qur'an dan sunnah Nabi S.A.W., juga ditandai dengan munculnya

berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan

hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar

bin al-Khattab menjadi khalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas

dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat.

3. Periode awal pertumbuahn fiqh.

Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini

merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam. Dengan

bertebarannya para sahabat ke berbagai daerah semenjak masa al-Khulafaur Rasyidun

(terutama sejak Usman bin Affan menduduki jabatan Khalifah, 33 H./644 M.), munculnya

berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sesuai

dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah tersebut.

4. Periode keemasan.

Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam

periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam

Pertama. Seperti periode sebelumnya, ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah

semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu

pengetahuan berkembang. Perkembangan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu agama,

tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya.

Dinasti Abbasiyah (132 H./750 M.-656 H./1258 M.) yang naik ke panggung pemerintahan

menggantikan Dinasti Umayyah memiliki tradisi keilmuan yang kuat, sehingga perhatian

para penguasa Abbasiyah terhadap berbagai bidang ilmu sangat besar. Para penguasa awal

Dinasti Abbasiyah sangat mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari

formulasi fiqh guna menghadapi persoalan sosial yang semakin kompleks. Perhatian para

penguasa Abbasiyah terhadap fiqh misalnya dapat dilihat ketika Khalifah Harun ar-Rasyid

Page 8: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

(memerintah 786-809) meminta Imam Malik untuk mengajar kedua anaknya, al-Amin dan

al-Ma'mun.

Periode keemasan ini juga ditandai dengan dimulainya penyusunan kitab fiqh dan usul

fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling awal disusun pada periode ini adalah al-Muwaththa'

oleh Imam Malik, al-Umm oleh Imam asy-Syafi'i, dan Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir

oleh Imam asy-Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yang muncul pada periode ini adalah ar-

Risalah oleh Imam asy-Syafi'i. Teori usul fiqh dalam masing-masing mazhab pun

bermunculan, seperti teori kias, istihsan, dan al-maslahah al-mursalah.

5. Periode tahrir, takhrij, dan tarjih

Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Yang

dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-

masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam

mereka. Periode ini ditandai dengan melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh.

Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam

mazhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada

lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip

mazhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi

al-mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam

mazhabnya). Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad secara

mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-mazhabi (sikap fanatik buta terhadap satu mazhab)

sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan mazhab imamnya.

Mustafa Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode ini untuk pertama kali

muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurutnya, paling tidak ada tiga

faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut.

o Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi) untuk menyelesaikan perkara di

pengadilan dengan merujuk pada salah satu mazhab fiqh yang disetujui khalifah saja.

o Munculnya sikap at-taassub al-mazhabi yang berakibat pada sikap kejumudan (kebekuan

berpikir) dan taqlid (mengikuti pendapat imam tanpa analisis) di kalangan murid imam

mazhab.

Page 9: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

o Munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang memudahkan

orang untuk memilih pendapat mazhabnya dan menjadikan buku itu sebagai rujukan bagi

masing-masing mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti. Dari sini muncul sikap taqlid pada

mazhab tertentu yang diyakini sebagai yang benar, dan lebih jauh muncul pula pernyataan

haram melakukan talfiq.

6. Periode kemunduran fiqh.

Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkam

al- 'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya'ban l293. Perkembangan

fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun

pada periode sebelumnya. Periode ini dalam sejarah perkembangan fiqh dikenal juga dengan

periode taqlid secara membabi buta.

Pada masa ini, ulama fiqh lebih banyak memberikan penjelasan terhadap kandungan kitab

fiqh yang telah disusun dalam mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa

berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku yang muktabar (terpandang) dalam mazhab

atau hasyiah dan takrir (memperluas dan mempertegas pengertian lafal yang di kandung buku

mazhab), tanpa menguraikan tujuan ilmiah dari kerja hasyiah dan takrir tersebut. Mustafa

Ahmad az-Zarqa menyatakan bahwa ada tiga ciri perkembangan fiqh yang menonjol pada

periode ini.

o Munculnya upaya pembukuan terhadap berbagai fatwa, sehingga banyak bermunculan

buku yang memuat fatwa ulama yang berstatus sebagai pemberi fatwa resmi (mufti) dalam

berbagai mazhab.

o Muncul beberapa produk fiqh sesuai dengan keinginan penguasa Turki Usmani, seperti

diberlakukannya istilah at-Taqaddum (kedaluwarsa) di pengadilan. Disamping itu, fungsi ulil

amri (penguasa) dalam menetapkan hukum (fiqh) mulai diakui, baik dalam menetapkan

hukum Islam dan penerapannya maupun menentukan pilihan terhadap pendapat tertentu.

Sekalipun ketetapan ini lemah, namun karena sesuai dengan tuntutan kemaslahatan zaman,

Muncul ketentuan dikalangan ulama fiqh bahwa ketetapan pihak penguasa dalam masalah

ijtihad wajib dihormati dan diterapkan. Contohnya, pihak penguasa melarang berlakunya

suatu bentuk transaksi. Meskipun pada dasarnya bentuk transaksi itu dibolehkan syara', tetapi

atas dasar pertimbangan kemaslahatan tertentu maka transaksi tersebut dilarang, atau paling

Page 10: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

tidak untuk melaksanakan transaksi tersebut diperlukan pendapat dari pihak pemerintah.

Misalnya, seseorang yang berutang tidak dibolehkan mewakafkan hartanya yang berjumlah

sama dengan utangnya tersebut, karena hal itu merupakan indikator atas sikapnya yang tidak

mau melunasi utang tersebut.

Fatwa ini dikemukakan oleh Maula Abi as-Su 'ud (qadi Istanbul pada masa kepemimpinan

Sultan Sulaiman al-Qanuni [1520-1566] dan Salim [1566-1574] dan selanjutnya menjabat

mufti Kerajaan Turki Usmani).

Di akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islam sebagai mazhab resmi

pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti

Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum perdata yang berlaku di

seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqh Mazhab Hanafi.Semasa Rasulullah s.a.w.

hidup, beliau merupakan madrasah utama umat islam dalam mempelajari segla urusan agama

dan yang berhubungan dengan urusan agama dan dunia. Oleh karena itu, pada masa

Rasulullah s.a.w. tidaklah terjadi perselisihan, khilaf, baik dalam bidang pokok agama

maupun dalam bidang cabang – cabang agama.

Sesudah Rasulullah s.a.w. wafat barulah timbul perselisihan dalam kalangan umat islam di

bidang ushul dan bidang furu’. Perselisihan yang terjadi dikalangan sahabat ialah mengenai

pendapat bahwa : “apakah Nabi benar – benar meninggal atau hanya diangkat Allah saja” 3.

Sedang dibidang amaliyah, perselisihan para sahabat ialah dalam hal pemerintahan yaitu

mengenai khlifah dan sekitar kaum yang murtad. Akan tetapi, perselisihan – perselisihan

yang timbul itu merupakan titik tolak bagi lahirnya berbagai madzhab dikemudian hari.

Ada dua golongan sahabat yang melakukan usaha pemebntukan madzhab :

1. Golongan para sahabat yang berani membahas dan menganalisa, dan berani memberi

fatwa baru tanpa ragu.

Golongan sahabat ini merupakan mereka yang ememahami, mendalami di jiwa syari’at.

2. Golongan para sahabat yang tidak berani memberi fatwa – fatwa terhadap kejadian –

kejadian yang baru.

Golongan para sahabat ini merupakan mereka yang membatasi diri dalam petunjuk lafaz

saja dan mereka hanya menyebut makna yang lahir saja (jelas adanya).

b. Faktor – factor yang menimbulkan madzhab 3

Page 11: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Secara umum penyebab muncul adanya madzhab adalah disebabkan oleh tiga factor yang

sangat menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah yaitu:

1. Meluasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Irak,

Mesir, Syam, Persia, dll.

2. Pergaulan bangsa Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkannya, mereka berbaur dengan

budaya, adat-istiadat, serta tradisi bangsa tersebut.

3. Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, membuat para

Gubernur, Qadi, dan para Ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban

terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.

Pada masa tabi’in, ijtihad sudah mempola dua bentuk yaitu yang lebih banyak menggunakan

ra’yu yang ditampilkan “Madrasah Kufah”, dan yang lebih banyak menggunakan hadis atau

sunnah yang ditampilkan “Madrasah Madinah”. Masing-masing madrasah menghasilkan para

mujtahid kenamaan.

Pada masa ini para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya antara lain dengan

cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam berijtihad yang kemudian disebut

“ushul”. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam berijtihad melahirkan kaidah-kaidah

umum yang dijadikan pedoman oleh generasi berkutnya dalam mengembangkan pendapat

pendahulunya. Dengan cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun pendapatnya secara sistematis,

terinci, dan operasional yag kemudian disebut “fiqh”. Mujtahid yang mengembangkan rumusan

ilmu ushul dan metode tersendiri disebut “mujtahid mandiri”.

Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada dalil syara’ dan menghasilkan temuan

orisinil. Karena antar para mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan metode

yang berbeda, maka hasil yang mereka capai juga tidak terlalu sama. Jalan yang ditempuh

seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul dan metode tertentu untuk menghasilkan

suatau pendapat tentang hukum, kemudian disebut ‘mazhab’ dan tokoh mujtahidnya dinamai

‘imam mazhab’.

2.2 Macam – macam madzhab

Page 12: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

a. Imam Hanafi (Tahun 80 – 150 H.)- Mazhab Hanafi

Imam Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas dan

istihsan. Beliau mempergunakan qiyas dan istihsan apabila tidak memeperolah nash dalam

kitabullah, sunnaturrasul atau Idjma’. Hingga terciptalah Madzhab beliau atau yang sering

kita kenal dengan Madzhab Hanafi.

Nama beliau yang sebenarnya adalah Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Sabit bin Zauti

lahir pada tahun 80 H. di kota Kuffah pada masa Dinasti Umayyah . Semua literatur yang

mengungkapkan kehidupan Abu Hanifah menyebutkan bahwa Abu Hanifah adalah seorang

‘alim yang mengamalkan ilmunya, zuhud, ‘abid, wara’, taqiy, khusyu’ dan tawadhu’.

Metode ushul yang digunakan Abu Hanifah banyak bersandar pada ra’yun, setelah pada

Kitabullah dan As Sunnah. Kemudian ia bersandar pada qiyas, yang ternyata banyak

menimbulkan protes di kalangan para ulama yang tingkat pemikirannya belum sejajar dengan

Abu Hanifah. Begitu pula halnya dengan istihsan yang ia jadikan sebagai sandaran pemikiran

mazhabnya, mengudang reaksi kalangan ulama .

Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh

berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), shalat dan

seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas,

Imam Syafi'i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya .

Pada akhir hayatnya Abu Hanifah diracuni, sebagaimana yang disampaikan dalam Kitab

Al-Baar Adz-Dzahabi berkata, diriwayatkan bahwa khalifah Al-Manshur memberi minuman

beracun kepada imam Abu Hanifah dan dia pun meninggal sebagai syahid. Semoga Allah

memberikan rahmat kepadanya. Latar belakang kematiannya karena ada beberapa penyebar

fitnah yang tidak suka pada Abu Hanifah, memberi keterangan palsu pada Al-Manshur,

sehingga Al-Manshur melakukan pembunuhan itu, dan ada sebuah riwayat shahih

mengatakan bahwa ketika merasa kematiannya dekat, Abu Hanifah bersujud hingga beliau

meninggal dalam keadaan bersujud . Para ahli sejarah bersepakat beliau meninggal pada

bulan rajab tahun 150 H dalam usia 70 tahun.

b. Imam Maliki (Tahun 93 – 179 H.)- Mazhab Maliki

Page 13: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Nama lengkapnya adalah Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi, dengan julukan Abu

Abdillah. Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam

penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada

70 ahli fiqh Madinah .

Dalam sumber lain menyebutkan bahwa nama lengkap beliau adalah Malik bin Anas bin

Malik bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin Al Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin ‘Amr bin Al

Harits Al Himyari Al Ashbahi Al Madani .

Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. Sejak muda ia sudah menghafal Al-

Qur’an dan sudah nampak minatnya dalam ilmu pengetahuan. Ia dipandang ahli dalam

berbagai cabang ilmu, khususnya ilmu hadits dan fiqih. Karya-karya Imam Malik begitu

banyak, di antaranya yang paling populer adalah Al Muwatta’ yang berarti ‘kemudahan’ atau

‘kesederhanaan’. Keistimewaan Al-Muwatta’ adalah bahwa Imam Malik merinci berbagai

persoalan kaidah-kaidah fiqhiyah yang di ambil dari hadits-hadits dan atsar.

Dalam madzhabnya Imam Malik mendahulukan kitabullah, sesudah itu beliau berpegang

kepada As-sunnah, sesudah itu barulah ijma’ dan qiyas. Dalam hal ini Imam malik tidak

memberi kepada qiyas kedudukan yang diberikan oleh abu Hanifah.

c. Imam Syafi’i (Tahun 150 – 204 H.)-mazhab Syafi’i

Ia bernama Abu Abdullah, Muhammad ibnu Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin

Saaib bin ‘Abiid bin Abdu Yazid bin Hasim bin Muthalib bin Abdu Manaf, yang merupakan

kakek dari kakek Nabi .

Sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa Imam Syafi’i lahir di daerah Ghazza, Syam

(Palestina) dari keturunan Quraisy dan Nasabnya bertemu dengan Nabi Muhammad saw.

pada kakeknya, Abdi Manaf ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Pada usia dua tahun ia

dibawa oleh ibunya untuk pindah ke Makkah .

Pada umur sekitar tujuh tahun Imam Syafi’i sudah menghafal Al-Qur’an, selain itu ia juga

banyak menghafal hadits-hadits Nabi. Selain pengembaraan intelektual dan keilmuan yang

sedemikian rupa , fiqih Imam Syafi’i juga merupakan refleksinya. Dengan kata lain,

kehidupan sosial masyarakat dan keadaan zamannya amat mempengaruhi Imam Syafi’i

dalam membentuk pemikiran dan mazhab fiqihnya.

Page 14: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia amat dipengaruhi oleh masyarakat sekitar

terbukti dengan munculnya dua kecendrungan dalam mazhab Syafi’i yang dikenal dengan

qaul qadim (mazhab lama) dan qaul jadid (mazhab baru).

Menurut para ahli sejarah fiqih, mazhab qadim Imam Syafi’i dibangun di Irak pada tahun

195 H. Kedatangan Imam Syafi’i ke Baghdad pada masa pemerintahan khalifah Al-Amin itu

melibatkan Syafi’i dalam perdebatan sengit dengan para ahli fiqih rasional Irak.

Sedangkan mazhab jadid adalah pendapat selama berdiam di Mesir yang dalam banyak hal

mengoreksi pendapat-pendapat sebelumnya. Pemikiran-pemikiran baru Imam Syafi’i di

antaranya di muat dalam bukunya Al-Umm. Pada tahun 195 H. ia kembali ke Baghdad dan

berdiam di sana selama tiga tahun.

Karakteristik pemikiran Syafi’i tahapan kedua ini lebih bersifat pengembangan atau

pengetrapan pemikirannya yang global terhadap masalah-masalah furu’iyah. Pluralisme

pemikiran yang ada di Irak adalah faktor utama yang menyebabkan kematangan pemikiran

Syafi’i.

Kemudian pada tahun 199 H. ia pindah ke Mesir hingga wafat pada tahun 204 H. Tahun-

tahun terakhirnya di Mesir ia gunakan sebagian besar untuk menulis dan merevisi buku-buku

yang pernah ditulisnya. Bukunya Ar-Risalah yang ditulis ketika di Makkah direvisi ulang,

dikurangi dan ditambah sesuai dengan perkembangan baru di Mesir .

d. Imam Hambali ( Tahun 164 – 241 H.)-Madzhab Hambali

Nama lengkap imam besar ini adalah Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Usd bin Idris bin

Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban. Ia

terlahir di Baghdad Irak pada tahun 164 H/780 M . Ayahnya meninggal dunia ketika Ahmad

masih kecil, ia kemudian diasuh oleh ibunya.

Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun,

beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah

tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula.

Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah

pindah atau merantau ke Syam (Syiria).

Page 15: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus

delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah,

Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah: Ismail bin Ja’far, Abbad bin

Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar

As-Sulami, Imam Asy-Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah,

Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil.

Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar

kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah: Imam

Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad,

Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin

Hambal, Keponakannya, Hambal bin Ishaq.sehingga madzhab Hambali pun ada.

Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di

pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77

tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat

perempuan.

2.3 Dasar – Dasar Fiqh Empat Madzhab

a. Dasar-dasar Fiqih Mazhab Hanafi

Abu Hanifah memang belum menetapkan dasar-dasar pijakan dalam berijtihad secara

terperinci, tetapi kaidah-kaidah umum (ushul kulliyah) yang menjadi dasar bangunan

pemikiran fiqhiyah tercermin dalam pernyataannya berikut, “Saya kembalikan segala

persoalan pada Kitabullah, saya merujuk pada Sunnah Nabi, dan apabila saya tidak

menemukan jawaban hukum dalam Kitabullah maupun Sunnah Nabi saw. maka saya akan

mengambil pendapat para sahabat Nabi, dan tidak beralih pada fatwa selain mereka. Apabila

masalahnya sampai pada Ibrahim, Sya’bi, Hasan Ibnu Sirin, Atha’ dan Said bin Musayyib

(semuanya adalah tabi’ien), maka saya berhak pula untuk berijtihad sebagaimana mereka

berijtihad.”

Page 16: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Dari sini kita ketahui bahwa dasar-dasar istidlal yang digunakan Abu Hanifah adalah Al-

Qur’an, Sunnah dan Ijtihad dalam pengertian luas. Artinya jika nash Al-Qur’an dan Sunnah

secara jelas-jelas menunjukkan pada suatu hukum, maka hukum itu disebut “diambil dari Al-

Qur’an dan As-Sunnah”. Tetapi bila nash tadi menunjukkan secara tidak langsung atau hanya

memberikan kaidah-kaidah dasar berupa tujuan-tujuan moral, illat dan lain sebagainya, maka

pengambilan hukum disebut “melalui qiyas”.

Semua imam sepakat tentang keharusan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang

membedakan dasar-dasar pemikiran Abu Hanifah dengan imam-imam yang lain sebenarnya

terletak pada kebenarannya menyelami suatu hukum, mencari tujuan-tujuan moral dan

kemaslahatan yang menjadi sasaran utama disyariatkannya suatu hukum. Termasuk dalam

hal ini adalah penggunaan teori qiyas, istihsan, ‘urf (adat-kebiasaan), teori kemaslahatan dan

lainnya. Perbedaan lebih tajam lagi adalah bahwa Abu Hanifah banyak menggunakan teori-

teori tadi dan sangat ketat dalam penerimaan hadits ahad. Tidak seperti imam yang lain, Abu

Hanifah sering menafsirkan suatu nash dan membatasi konteks aplikasinya dalam kerangka

illat, hikmah dan tujuan-tujuan moral dan bentuk kemaslahatan yang dipahaminya .

Perlu ditambahkan bahwa betapapun Abu Hanifah terkenal dengan mazhab rasionalis yang

menyelami di balik arti dan illat suatu hukum serta sering mempergunakan qiyas, akan tetap

itu tidak berarti ia telah mengabaikan nash-nash Al-Qur’an dan Sunnahatau meninggalkan

ketentuan hadits dan atsar. Tidak ada riwayat sahih yang menyebutkan bahwa Abu Hanifah

mendahulukan rasio daripada Al-Qur’an dan Sunnah.

Bahkan jika ia menemukan pendapat atau qaul (pernyataan) sahabat yang benar, ia

menolak untuk melakukan ijtihad. Dengan kata lain, pemikiran fiqih Abu Hanifah tidak

berdiri sendiri tetapi berakar kuat pada pendahulu-pendahulunya di Irak dan juga para ahli

hadits di Hijaz. Muhammad bin Hasan seperti dikutip Abu Zahrah, membenarkan bahwa

dalam masalah hukum seseorang yang berhubungan dengan istrinya sebelum tawaf ziarah,

Abu Hanifah mengambil pendapat Ibnu Abbas, seorang ulama ahli hadits Makkah, dan

menolak pendapat Ibrahim yang dikenal banyak mewariskan pemikiran fiqih rasional

kepadanya.

Page 17: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

b. Dasar-dasar Fiqih Mazhab Maliki

Seperti halnya Imam Hanafi, Imam Malik sebenarnya belum menuliskan dasar-dasar

fiqhiyah yang menjadi pijakan dalam berijtihad, tetapi pemuka-pemuka mazhab ini, murid-

murid Imam Malik dan generasi yang muncul sesudah itu menyimpulkan dasar-dasar

fiqhiyah Imam Malik kemudian menuliskannya.

Dari beberapa isyarat yang ada dalam fatwa-fatwanya dan bukunya Al-Muwattha’, fuqaha

Malikiyah merumuskan dasar-dasar mazhab Maliki. Sebagian fuqaha Malikiyah

menyebutkan bahwa dasar-dasar mazhab Maliki ada dua puluh macam, yaitu : Nash literatur

Al-Qur’an, mafhumul mukhalafah, mafhumul muwafaqah, tambih alal ‘illah (pencarian

kuasa hukum), demikian juga dalam sunnah, ijma’ qiyas, tradisi orang-orang Madinah, qaul

sahabat, istihsan, istishab, sadd al dara-i’, mura’at al khilaf, maslahah mursalah dan syar’u

man qablana. Al-Qurafidalam bukunya Tanqih Al-Ushul, menyebutkan dasar-dasar mazhab

maliki sebagai berikut : Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, perbuatan orang-orang Madinah, qiyas,

qaul sahabat, maslahah mursalah, ‘urf, sadd ad-dara’i, istihsan dan istihsab. Bahkan Syatibi,

seorang ahli hukum mazhab Maliki, menyederhanakan dasar-dasar mazhab Maliki itu ke

dalam empat hal, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, ijma’, dan ra’yi (rasio) .

c. Dasar-dasar Fiqih Mazhab Syafi’i

Bagi Imam Syafi’i Al-Qur’an dan Sunnah berada dalam satu tingkat, dan bahkan

merupakan satu kesatuan sumber syari’at Islam. Sedangkan teori-teori istidlal seperti qiyas,

istihsan, istishab, dan lain-lain hanyalah merupakan suatu metode merumuskan dan

menyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya tadi.

Pemahaman integral Al-Qur’an dan Sunnah ini merupakan karakteristik menarik dari

pemikiran fiqih Syafi’ie. Menurut Syaafi’ie, kedudukan Sunnah, dalam banyak hal,

menjelaskan dan menafsirkan sesuatu yang tidak jelas di dalam Al-Qur’an, merinci yang

global, mengkhususkan yang umum dan bahkan membuat hukum tersendiri yang tidak ada di

dalam Al-Qur’an.

Hipotesa menarik lainnya dalam pemikiran metodologi Syafi’ie adalah pernyataannya,

“Setiap persoalan yang muncul akan ditemukan ketentuan hukumnnya di dalam Al-Qur’an.”

Untuk membuktikan hipotesanya itu, Syafi’ie menyebut empat cara Al-Qur’an dalam

menerangkan suatu hukum.

Page 18: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

Pertama, Al-Qur’an menerangkan suatu hukum dengan nash-nash hukum yang jelas,

seperti nash-nash yang mewajibkan shalat, puasa, zakat, dan haji, atau nash-nash yang

mengharamkan zina, minum khamar, makan bangkai, darah dan yang lainnya.

Kedua, suatu hukum yang disebut secara global dalam Al-Qur’an dan dirinci dalam Sunnah

Nabi. Misalnya, jumlah rakaat dalam shalat, waktu pelaksanaannya, demikian pula zakat, apa

dan berapa kadar yang harus dikeluarkan. Semua itu disebut secara global dalam Al-Qur’an

dal Nabi-lah yang menerangkan secara terinci. Ketiga, Nabi Muhammad saw juga sering

menentukan suatu hukum yang tidak ada nash hukumnya di dalam Al-Qur’an. Bentuk

penjelasan Al-Qur’an untuk masalah seperti ini dengan mewajibkan taat kepada perintah

Nabi dan menjauhi larangannya. Keempat, Allah juga mewajibkan kepada hamba-Nya untuk

berijtihad terhadap berbagai persoalan yang tidak ada ketentuan nashnya dalam Al-Qur’an

dan Hadits. Penjelasan Al-Qur’an dalam masalah yang seperti ini, yaitu dengan

membolehkan ijtihad (bahkan mewajibkan) sesuai dengan kapasitas pemahaman terhadap

maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan umum syariat), misalnya dengan qiyas atau penalaran

analogis.

d. Dasar-dasar Fiqih Mazhab Hambali

Sikapnya yang tegas dan fundamentalis tercermin pemikiran-pemikiran fikihnya. Para

ulama Hanabilah berkesimpulan bahwa fatwa-fatwa Imam Ahmad bin Hambal dan

pemikiran-pemikiran fiqihnya dibangun atas sepuluh dasar, yaitu lima dasar ushuliyah dan

lima dasar lainnya sebagai pengembangan. Dasar-dasar mazhab Hambali aitu adalah : (1)

Nushus, yang terdiri dari nash Al-Qur’an, Sunnah dan nash ijma’, (2) fatwa-fatwa sahabat,

(3) apabila terjadi perbedaan, Imam Ahmad memilih yang paling dekat dengan al-Qur’an dan

Sunnah; dan apabila tidak jelas, dia hanya menceritakan ikhtilaf itu dan tidak menentukan

sikapnya secara khusus, (4) hadits-hadits mursal dan dhaif, (5) qiyas, (6) istihsan, (7) sadd al-

dara-i’, (8) istishab, (9) ibthal al ja’l, (10) maslahah mursalah.

Dari dasar-dasar dan metode-metode pengambilan hukumnya ini, terlihat bahwa Imam

Ahmad bin Hambal mempersempit penggunaan rasio sampai pada batas tertentu. Ia lebih

mendahulukan penggunaan qiyas.

Page 19: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hasil ijtihad para imam mazhab itu setelah melalui penyempurnan di tangan murid-

muridnya, disusun secara sitematis sehingga mengasilkan kitab-kitab fiqh mazhab. Ketentuan

hukum dalam kitab-kitab fiqh itulah yang diikuti para pengikutnya sebagai pedoman dalam

kehidupan sehari-hari dan jadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Kitabkitab

fiqh peninggalan imam mazhab ini merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan

dan perkembangan pemikiran mazhab tersebut hingga sekarang.

Ringkasnya, pebedaan pendapat atau timbulnya mazhab itu telah ada dimasa sahabat, terus

berkembang hingga masa tabi’in, kemudian meluas sesuai dengan makin berlipat gandanya

“Peristiwa Baru” yang bermunculan. Mereka telah berhasil memberikan beragam jawaban

terhadap masalah-masalah baru tersebut, malah ulama-ulama masa lampau itu telah melewati

peristiwa-peristiwa yang terjadi, sehingga mereka telah sukses dalam menciptakan rumusan

fiqh andaian.

Page 20: Makalah Agama Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Prof. M.T. Hasbi. 1953. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU FIQH. Yogyakarta: Untuk Kalangan Sendiri

Syalthut, Prof. Dr. Mahmud. 2000. Fiqh Tujuh Madzhab . Bandung : Pustaka Setia

Ash-Shiddieqy, Prof. M.T. Hasbi. 1968. Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta : C.V. Mulya

http://muhamadqbl.blogspot.com/2010/11/sejarah-empat-mazhab-fiqih.html

http://himawarief.blogspot.com/2009/12/latar-belakang.html