makalah meso.doc

35
1 DAFTAR ISI Halaman Cover Daftar Isi …………………………………………………………………….. 01 BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 02 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 03 1.2 Tujuan .................................................. ...................................................... 03 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................. ..................... 04 2.1 Gagal Jantung Kongestif................................................ .............................. 04 2.1.1 Definisi ................................................ ..................................................... 04 2.1.2 Etiologi ................................................ ..................................................... 5

Transcript of makalah meso.doc

Page 1: makalah meso.doc

1

DAFTAR ISI

Halaman Cover

Daftar Isi …………………………………………………………………….. 01

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 02

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 03

1.2 Tujuan ........................................................................................................ 03

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 04

2.1 Gagal Jantung Kongestif.............................................................................. 04

2.1.1 Definisi ..................................................................................................... 04

2.1.2 Etiologi ..................................................................................................... 5

2.1.3 Manifestasi Klinis .................................................................................. 6

2.1.4 Patofisiologi ............................................................................................. 9

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 11

2.2 Rosiglitazone .............................................................................................. 11

2.2.1 Deskripsi .................................................................................................. 12

2.2.2 Dosis ......................................................................................................... 13

2.2.3 Indikasi .................................................................................................... 13

2.2.4 Farmakodinamik .................................................................................... 14

2.2.5 Farmakokinetik ...................................................................................... 15

2.2.6 Efek Samping .......................................................................................... 16

Page 2: makalah meso.doc

2.2.7 Interaksi .................................................................................................. 17

BAB III PEMBAHASAN …………………………………………….. 18

BAB IV KESIMPULAN …………………………………………………. 22

BAB V DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 23

Page 3: makalah meso.doc

3

BAB 1

PENDAHULUAN

2.1.1 Definisi

CHF adalah suatu kegagalan jantung dalam memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan tubuh (Purnawan Junadi, 1982).

Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di

mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini

mungkin terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah

atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam darah yang mengakibatkan

jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada berbagai organ (Ni

Luh Gede Yasmin, 1993).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya

ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan

gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi

kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

jaringan terhadap oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C.

Hockley, 2000)

Page 4: makalah meso.doc

Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung

berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan

oksigen dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001), Waren & Stead dalam

Sodeman,1991), Renardi, 1992).

2.1.2 Etiologi

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif

meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan

curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal

jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot

jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada

setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor yaitu :

1. Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding

langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan

serabut otot jantung.

2. Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang

terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang

serabut jantung dan kadar kalsium

Page 5: makalah meso.doc

5

3. Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus

dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang

ditimbulkan oleh tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu

atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung berkurang

(Brunner and Suddarth 2002).

Gagal jantung kongestif juga dapat disebabkan oleh :

Kelainan otot jantung : Gagal jantung sering terjadi pada penderita

kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi

yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis

koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

1. Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke

otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).

Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya

gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.

2. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung.

3. Peradangan dan penyakit myocardium degenerative

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

4. Penyakit jantung lain

Page 6: makalah meso.doc

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,

yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat

mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup

semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,

perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan

mendadak afteer load.

5. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan

beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism (misal : demam,

tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia perlukan peningkatan curah jantung

untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga

dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau

metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas

jantung. Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion terbagi

menjadi 4 kelainan fungsional, yaitu :

1. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat

2. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang

3. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan

4. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Arif masjoer 2001 Gejala yang muncul sesuai dengan gejala

jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dapat terjadinya di dada karana

peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda –

tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising

akibat regurgitasi mitral.

Page 7: makalah meso.doc

7

Tanda dominan Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif

jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah

jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan

ventrikel mana yang terjadi .

1. Gagal jantung kiri :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang

terjadi yaitu :

a. Dispnu

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami

ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea

( PND).

b. Batuk

c. Cheynes stokes

d. Orthopnea

e. Kogestif vena pulmonalis

f. Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan

dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa

hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang

digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress

pernafasan dan batuk.

g. Kegelisahan dan kecemasan

Page 8: makalah meso.doc

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan

bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Gagal jantung kanan:

a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.

b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,

penambahan berat badan.

c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

d. Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena

dalam rongga abdomen.

e. Nokturia

f. Kelemahan

g. Nausea

h. Ascites

i. Tanda-tanda penyakit kronik

2.1.4 Patofisiologi

Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada

gagal jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang

efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah

sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya

EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan

Page 9: makalah meso.doc

9

tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan

tergantung dari kelenturan ventrikel.

Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan

atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama

diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman

vascular paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika

tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik

vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika

kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan

terjadi edema intertisial.

Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan

merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru. Tekanan arteria

paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis

tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap

ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung

kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi

kongesti sistemik dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat

dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau

mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari

annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot

papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang

(smeltzer 2001).

Patofisiologi Gagal Jantung Kanan

Gangguan fungsi pompa ventrikel

Curah jantung kanan menurun dan

tekanan akhir systole ventrikel meningkat

Bendungan Sistemik

Page 10: makalah meso.doc

Patofisiologi Gagal Jantung Kiri

Bendungan pada vena-vena sistemik,

tekanan vena kava meningkat

Hambatan arus balik vena

Aliran darah ke atrium dan ventrikel kiri

menurun atau terjadi gangguan fungsi pompa

Curah jantung kiri menurun dan tekanan

akhir diastole ventrikel kiri meningkat

Bendungan vena pulmonalis

Bendungan Sistemik

Page 11: makalah meso.doc

11

Gagal jantung kogestif (Cogestive Health Failure / CHF) => Gabungan gagal

jantung kanan dan kiri.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema

atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.

2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan

iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram

3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar

natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya

kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah.

2.2. ROSILGITAZONE

2.2.1 Deskripsi

Nama Dagang :

Di Amerika Serikat, obat ini dipasarkan oleh perusahaan farmasi GlaxoSmithKline

sebagai obat tunggal (avandia) dan sebagai obat dengan metformin (avandamet) atau dengan

glimepiride (Avandaryl). Penjualan tahunan mencapai puncaknya pada sekitar $ 2.5bn pada

tahun 2006, tetapi menurun setelah laporan efek samping. Paten obat ini berakhir pada tahun

2012.(8)

2.2.2 Dosis

Rosiglitazone diindikasikan sebagai monoterapi yang disertai dengan diet dan

latihan fisik untuk meningkatkan kontrol kadar gula dalam darah pada pasien dengan

diabetes melitus tipe 2. Rosiglitazone jug diindikasikan sebagai kombinasi dengan

Edema paru => Gangguan system pernapasan

Page 12: makalah meso.doc

metformin dan sulfonyluria dimana diet dan latihan fisik gagal dilakukan. Apabila

pasien telah mendapat metformin atau sulfonyluria, pemberian Rosiglitazone dapat

diberikan dalam regimen dosis tertentu. Penggunaan kombinasi dengan insulin telah

dilakukan walaupun tidak merupakan indikasi yang diterima.

Oleh karena agent ini bekerja apabila terdapat endogenous insulin, maka tidak

dianjurkan penggunaan pada diabetes melitus tipe 1 ataupun pada Diabetes

Ketoasidosis(DKA).

Seperti thiazolidinedion lain, Rosiglitazone dapat menyebabkan peningkatan

ovulasi sehingga pasien wanita perlu diinformasikan risiko terjadinya kehamilan

apabila kontasepsi tidak dilakukan.

Rosiglitazone maleat memiliki kasifikasi obat kategori C pada kehamilan.

Obat ini tidak memiliki efek pada implantasi embryo pada awal kehamilan saat diuji

pada mencit, namun penggunaan pada masa kehamilan lanjut dapat menyebabkan

kematian janin dan terhambatnya pertumbuhan pada percobaan terhadap kelinci dan

mencit. Teratogenisitas tidak didapatkan pada percobaan 3mg/kg pada tikus dan

100mg/kg pada kelinci, namun penelitian ini tidak adekuat sehingga Rosiglitazone

tidak dianjurkan untuk diberikan dalam kehamilan kecuali hasilnya lebih diutamakan

dibanding dengan risiko pada fetus. Selain itu, berdasarkan fakta bahwa kadar gula

abnormal pada kehamilan sering dikaitkan dengan kongenital anomali serta neonatal

mortbidity dan mortality. Beberapa pakar menganjurkan insulin monotherapy sebagai

pilihan dalam kehamilan untuk mengontrol kadar gula darah.

Rosiglitazone maleat di Amerika Serikat tersedia dalam sediaan film-coated

tablet segi lima 2mg(jambon), 4mg(oranye), dan 8mg(merah-coklat). Pasien

monoterapi maupun kombinasi dengan sulfonlyuria dan metformin dimulai dengan

dosis 4mg/hari. SIngle dose maupun dosis terbagi dapat diberikan. Apabila setelah 8-

12 minggu kadar glukosa puasa masih tidak terkontrol, dapat dilakukan peningkatan

dosis 8mg/hari baik monoterapi maupun kombinasi dengan metformin. Penggunaan

kombinasi dengan sulfonyluria dengan dosis lebih dari 4mg/hari tidak dianurkan

Page 13: makalah meso.doc

13

sehingga produsen menyarankan untuk megurangi dosis sulfonyluria apabila terjadi

hipoglikemi pada pasien.

Pemberian Rosiglitazone terhadap pasien dengan gangguan fungsi ginjal tidak

perlu dilakukan. Apabila melakukan pergantian jenis obat anti diabetes (OAD) lain

menjadi Rosiglitazone, terapi perlu dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien. Diet dan

latihan fisik sebaiknya menjadi kunci utama dalam terapi. Tidak ada bukti klinis

nyata mengenai ekuivalensi dosis antara golongan obat thiazolidinediones.(9)

2.2.3 Indikasi

Obat ini digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respons dengan diet

dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak

memberi respons pada obat hipoglikemik lain (sulfonil urea, metformin) atau insulin.(10)

2.2.4 Farmakodinamik

          Tiazolidinedion merupakan agonist poten dan selektif PPARγ, mengaktifkan

PPARγ membentuk PPARγ-RXR dan terbentuklah adipose PPARγ mengurangi

keluarnya asam lemakmenuju ke otot, karenanyadapat mengurangi resistensi insulin.

Pendapat lain, aktivasihormon adiposity dan adipokin, yang nampaknyaadalah

adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui

peningkatan AMPkinase yang merangsang transport glukosa kesel dan meningkatkan

oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin.

Selain itu glitazonjuga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan

asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose

Rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1,0-1,5) dan berkecenderungan

meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.(10)

Page 14: makalah meso.doc

2.2.5 Farmakokinetik

Rosiglitazone memiliki bioavailabilitas per oral yang absolute, yaitu 99%.

Kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 1 jam setelah pemberian. Kadar plasma

maksimum dan kadar plasma di bawah area kurva (AUC) meningkat secara

proporsional 0.2-20mg.

Efek terhadap makanan telah diteliti dalam sebuah studi dengan 12

sukarelawan sehat yang diberi 2mg dosis tunggal Rosiglitazone setelah diet tinggi

lemak. Rosiglitazone tidak dipengaruhi oleh makanan, walaupun kecepatani absorbsi

lebih lambat dan konsentrasi puncak plasma lebih rendah.

Rosiglitazone memiliki ikatan terhadap protein 99.8%, terutama terhadap

albumin. Rerata volume oral distribusi adalah 17,6 L. Dalam tubuh, Rosiglitazone

dimetabolisme oleh 2 jalur utama, N-demetilasi dan hidroksilasi, yang diikuti engan

konjugasi dengan sulfat dan asam glukoronat. Cytochrome P450 (CYP) 2C8

isoenzim memegang peran utama dalam metabolisme. Hasil metabolit, dalam bentuk

sulfat dan glukoronidase lebih tidak potent daripada substansi utama dan tidak

memberikan kontribusi terhadap farmakokinetik obat. Ekskresi metabolit terutama di

urin (64%) dan sisanya melalui feses (23%). Rosiglitazone memiliki waktu paruh

(T1/2) 3-4 jam.

Faktor genetic (ras) dan merokok tidak memiliki efek signifikan terhadap

efek farmakokinetik Rosiglitazone. Cmax dan AUC diperkirakan 38% dan 36% atau

lebih rendah. bagaimanapun, pada area klinis yang lebih luas, perbedaan

farmakokinetik ini tidaklah penting, seperti terlihat pada lebih dari 1000 data pasien

dengan diabetes tipe 2 mengindikasikan bahwa tidak ada efek yang signifikan dari

farmakokinetik obat rosiglitazone.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang,

farmakokinetik rosiglitazone tidak berubah pada penggunaan dosis 8mg / hari. pada

pasien dengan gagal ginjal berat, rata rata fraks obat tak berikat meningkat hingga

38% dibandingkan dengan grup yang normal, dan ini mungkin dapat menimbulkan

Page 15: makalah meso.doc

15

konsentrasi total yang lebih rendah pada pasien dengan gagal ginjal yang berat. cmax

dan AUC tidak dipengaruhi oleh hemodialysis.

Pada studi dosis tunggal, open trial evaluated farmakokinetik dari

rosiglitazone 2x4mg pada 17 pasien yang sehat dan 18 pasien dengan gangguan hepar

kronis naik 34% Cmax menurun 21%, AUC dan Cmax dari obat yang tak berikatan

meningkat hingga 188% dan 70%, masing masing, dan waktu paruh memanjang

hingga 2jam pada pasien dengan gangguan kronis hepar dibandingkan dengan control

yang normal. Dianjurkan untuk mengetes fungsi hati sebelum dan selama

pengobatan, namun tidak ada pengaturan dosis yang spesifik.(9)

2.2.6 Efek Samping

Dalam studi Rosiglitazone yang diberikan baik tunggal ataupun kombinasi

dengan metformin atau sulfonylurea terhadap 4598 pasien dengan Diabetes Melitus

tipe 2 pada percobaan klinis dengan sampel 4600 pasien, ditemukan efek samping

antara lain : ISPA (9.9%), cedera(7.6%), dan sakit kepala (5.9%). Infeksi dan sakit

kepala juga ditemukan dalam pemberian obat golongan thiazolidinedion lainnya.

Risiko hipoglikemi dengan monoterapi Rosiglitazone rendah (0.6%) , akan

tetapi pasien yang diterapi kombinasi dengan sulfonylurea dan insulin mungkin dapat

meningkatkan kejadian hipoglikemi sehingga pemberian dosis obat kombinasi perlu

dipertimbangkan.

Thiazolidinedione dapat menyebabkan retensi cairan yang dapat kegawatan

dan menyebabkan gagal jantung. Oleh karena itu, produsen Rosiglitazone

merekomendasi pasien dengan risiko dan tanda-tanda gagal jantung untuk tidak

menggunakan Rosiglitazone apabila terjadi perubahan cardiac status. Walaupun Pada

percobaan terhadap tikus coba dengan Thiazolidinedion dosis tinggi dapat terjadi

cardiac hypertrofi, namun pada pemberian Rosiglitazone tidak menunjukan adanya

perubahan struktur maupun fungsi jantung.

Page 16: makalah meso.doc

Efek samping lain adalah edema ringan hingga sedang, dimana pasien yang

diterapi dengan Rosiglitazone memiliki risiko edema (4,8%) lebih tinggi dibanding

pasien yang dirawat dengan placebo. Frekuensi ini menjadi lebih tinggi apabila

dikombinasi dengan insulin (14,7%) apabila dibandingkan dengan monoterapi

insulin. Dalam suatu studi, doubleblind-placebo controlled trial, peningkatan rata-rata

volume plasma adalah (1,8 ml/kg) pada pemberian 8mg/hari. Dalam studi, didapatkan

2 orang pasien, salah seorang pasien mengalami sesak nafas dan efusi pleura pada

penggunaan 8mg/hari dan pasein lain mengalami edema ringan pada penggunaan

8mg/hari dan saat obat dihentikan, pasien tersebut pulih.

Rosiglitazone dikaitkan dengan penurunan ringan hemoglobin (1 g/dl) dan

hematokrit (3.3%), namun tidak ada bukti yang menguatkan bahwa hal ini

mempengaruhi erythropoiesis atau merusak sel darah merah. Anemia dilaporkan pada

1.9% pasien dan pada penggunaan kombinasi tingkat terjadinya anemia lebih tinggi

daripada monoterapi.

Penggunaan Rosiglitazone, seperti thiazolidinedion lain, berhubungan dengan

penambahan berat badan yang belum jelas penyebabnya apakah mungkin

multifaktorial ataupun berhubungan dengan retensi cairan dan penimbunan lemak.

Dalam studi pemberian Rosiglitazone 4mg 2 kali/hari terjadi peningkatan signifikan

pada daerah lemak subuktan dan lemak pada hati, namun tidak terjadi peningkatan

lemak intraabdomen.

Penggunaan Rosiglitazone juga pernah dikaitkan dengan hepatotoksisitas

dengan ditemukanny seorang wanita 58 tahun dengan diabetes lama, terjadi

peningkatan enzim hati dan mengalami ikterus setelah 3 minggu diterapi 4mg/hari

dan kembali normal setelah 4 minggu terapi dihentikan. Sebuat kasus lain dimana

wanita 47 tahun dengan diabetes, hipertensi, herpes zooster, depresi, dan diabetes

gastroparesis yang mengalami peningkatan alkali fosfatase 5 kali batas normal setelah

menggunakan 4mg/hari selama 5 bulan. Setelah terapi dihentikan, tingkat fosfatase

kembali normal dalam 2 minggu.

Page 17: makalah meso.doc

17

Oleh karena itu, penggunaan Rosiglitazone perlu dilakukan monitoring secara

hati-hati pada pasien dengan peningkatan enzim hati dan apabila meningkat tinggi,

penggunaan Rosiglitazone harus dihentikan.

Penggunaan Rosiglitazone dalam studi, juga ditemukan terjadi perubahan

profil lipid. Pada studi 26 minggu monoterapi Rosiglitazone terjadi peningkatan

kenaikan low-density lipoprotein (LDL, 14-19%) dan high-density lipoprotein (HDL,

11-14%). Dalam studi 52 minggu double blind penggunaan rosiglitazone 4 dan

8mg/hari dan glyburide-controlled trial, dikaitkan dengan peningkatan LDL rata-rata

12% dan HDL 19%. Peningkatan LDL terjadi terutama pada 1-2 bulan pertama,

sedangkan HDL meningkat secara linier. Perubahan Trigliserid (TG) umumnya tidak

didapatkan perbedaan dengan plasebo. Penuruan asam lemak bebas sebesar 22%

pada penggunaan Rosiglitazone, sedangkan 5% pada penggunaan glyburide pada

minggu ke 52.(9)

2.2.7 Interaksi

Oleh karena Rosiglitazone terutama dimetabolisme oleh CYP2C8, sebenarnya

memiliki tendensi rendah dalam interaksi antar obat. Walaupun isoenzim tidak

merupakan salah satu rute utama dalam metabolisme obat, namun beberapa substrat

obat CYP2C8 seperti cerivastatin, paclitaxel, zopiclone, dan enantiomers dari

verapamil.

Studi farmakokinetik yang mengevaluasi potensial interaksiobat dengan

Rosiglitazone menunjukan tidak ada interaksi antar obat anti diabetes (OAD,

glyburide, acarbose, metformin), substrate of CYP3A4 (nifedipine, oral

contraceptives), digoxin, warfarin, maupun ranitidine.(9)

Page 18: makalah meso.doc

BAB III

PEMBAHASAN

Gangguan kardiovaskular merupakan komplikasi yang paling umum ditemui

dalam pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM). Hubungan ini mungkin

multifaktorial dan mungkin juga melibatkan, khusus meskipun tidak jelas, diabetes

cardiomyopathy. Pasien dengan gagal jantung disertai dengan DM memiliki

berkurang curah jantung dibandingkan dengan pasien tanpa DM. Thiazolidinediones

(TZD) adalah agonis dari Peroksisom proliferator-diaktifkan reseptor gamma

(PPARã) dan memiliki efek menguntungkan dalam kontrol glukosa darah dan

parameter kardiovaskular, tetapi kemampuan obat untuk menginduksi retensi plasma

harus dibawa ke pertimbangan dalam resep mereka untuk pasien dengan DM berisiko

tinggi kardiovaskular penyakit. Mekanisme molekul retensi cairan oleh TZDs belum

sepenuhnya dijelaskan. Bukti yang tersedia menunjukkan kemungkinan peran saluran

natrium epitel (ENaC) dalam menyebabkan efek samping dari TZDs.

Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa sekitar 10% pasien dengan

diabetes tipe 2 mellitus (DM) mengalami gagal jantung akibat mengonsumsi

rosiglitazon. Tingkat prevalensi adalah 2-4 kali lebih tinggi daripada di pasien tanpa

DM (1-3) Selanjutnya. sekitar 25% dari pasien dalam studi gagal jantung menderita

DM, (2) sementara hanya sekitar 0,5% dari populasi umum menderita dari kedua

penyakit. (3) Pasien dengan gagal jantung disertai dengan DM memiliki jantung

berkurang output dibandingkan dengan pasien tanpa DM. Para agen antidiabetik oral

disebut thiazolidinediones (TZDs, atau glitazones), terdiri dari rosiglitazones (RSG)

dan pioglitazones, adalah agonis dari Peroksisom proliferator-diaktifkan reseptor

gamma (PPARã) tindakan yang meningkatkan sensitivitas insulin. (4) Dalam Selain

menurunkan tingkat glukosa darah, TZDs juga menunjukkan efek menguntungkan

pada kardiovaskular parameter, seperti tingkat lipid, 184 thiazolidinedione dan

kardiovaskular tekanan darah, biomarker peradangan, endotel fungsi, dan status

fibrinolitik. (5) Efek yang menguntungkan dari TZDs pada glukosa darah dan faktor

Page 19: makalah meso.doc

19

risiko kardiovaskular telah mengakibatkan ekstensif menggunakan obat ini pada tipe

2 pasien diabetes yang berisiko tinggi penyakit kardiovaskular.

Mekanisme munculnya edema pada pengguna TZDs yaitu ketika digunakan

sebagai monoterapi, kejadian pedal edema berkisar antara 3% sampai 5% untuk

masing-masing TZDs. Kejadian lebih besar saat obat digunakan dalam kombinasi

dengan agen penurun glukosa lainnya. Dalam uji coba terkontrol plasebo AS, edema

terjadi pada 4,8% dari subyek pada pioglitazone monoterapi, dibandingkan 1,2% pada

plasebo. Ketika pioglitazone dikombinasikan dengan sulfonilurea, edema tercatat

pada 7,5% pasien dibandingkan dengan 2,1% pada sulfonilurea saja. Edema terlihat

pada 6,0% pasien pada kombinasi pioglitazone / metformin dibandingkan 2,5% pada

metformin saja. Dalam uji coba double-blind dengan rosiglitazone, kejadian edema

adalah 4,8% pada kelompok rosiglitazone dibandingkan dengan 1,3% pada plasebo.

Ketika dikombinasikan dengan metformin atau sulfonilurea, edema diamati pada 3%

sampai 4% pasien dibandingkan dengan 1,1% menjadi 2,2% di kedua obat

pembanding saja. Data ini menunjukkan bahwa edema adalah efek samping dari

masing-masing obat TZD ke serupa derajat, baik bila digunakan sebagai monoterapi

atau bila dikombinasikan dengan agen oral diabetes lainnya. Edema lebih umum

ketika TZD digunakan dalam terapi kombinasi.

Praktisi yang paling mungkin untuk melihat edema sebagai konsekuensi dari

terapi TZD ketika salah satu dari TZDs digunakan dalam kombinasi dengan insulin.

Misalnya, rosiglitazone 4 atau 8 mg per hari dalam kombinasi dengan insulin

dikaitkan dengan 13,1% dan 16,2% kejadian edema, masing-masing, dibandingkan

dengan 4,7% pada mereka yang memakai insulin saja. Pioglitazone pada 15 mg atau

30 mg sehari dalam kombinasi dengan insulin menghasilkan gabungan 15,3%

kejadian edema, dibandingkan dengan 7,0% untuk insulin saja. Oleh karena itu,

kejadian edema lebih tinggi bila salah satu dari TZDs dikombinasikan dengan insulin

dibandingkan dengan agen hipoglikemik oral lainnya. Hal ini juga harus dicatat,

bagaimanapun, bahwa edema terjadi lebih sering dengan monoterapi insulin

dibandingkan dengan sulfonilurea atau metformin ketika salah diresepkan sendiri atau

Page 20: makalah meso.doc

dalam kombinasi. Pasien diabetes tipe 2 pada insulin biasanya memiliki diabetes

selama bertahun-tahun dan dengan demikian cenderung lebih tua dan memiliki

prevalensi yang lebih besar dari hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, dan riwayat

penyakit arteri-semua kondisi koroner lebih mungkin untuk dihubungkan dengan

edema. Memang, di antara 166 pasien diabetes yang dirawat dengan TZD yang

memiliki banyak kondisi komorbiditas dan dipantau di Veterans Affairs Clinic lebih

dari 14 bulan, edema dikembangkan pada 18,1%. Azotemia dasar, CHF sebelumnya,

dan penyakit arteri koroner yang umum dalam kelompok ini. Prevalensi CHF latar

belakang pada pasien yang diobati dengan insulin sendiri dapat menjadi lebih tinggi

dibandingkan pasien yang tidak menerima insulin (2,5% dalam beberapa uji coba

rosiglitazone), sehingga berkontribusi untuk insiden yang lebih tinggi dari edema

ketika TZD ditambahkan ke insulin dibandingkan dengan agen penurun glukosa

lainnya. Meskipun TZDs belum dibandingkan satu sama lain pada dosis equipotent,

kejadian edema adalah serupa ketika kedua obat itu dikombinasikan dengan obat

hipoglikemik lainnya dalam jangka pendek, studi klinis non acak.

Penyebab retensi cairan dan edema perifer dengan menggunakan TZD tidak

sepenuhnya dipahami dan cenderung multifaktorial. Peningkatan volume plasma

yang berhubungan dengan TZDs telah dikutip dan mungkin hasil dari penurunan

eksresi natrium dan peningkatan retensi natrium dan air gratis. TZDs dapat

berinteraksi secara sinergis dengan insulin menyebabkan vasodilatasi arteri,

menyebabkan reabsorpsi natrium dengan selanjutnya meningkatkan volume

ekstraseluler, dan dengan demikian mengakibatkan pedal edema. Peningkatan

aktivitas sistem saraf simpatik, diubah transportasi ion interstitial, perubahan dalam

permeabilitas endotel, dan Peroksisom proliferator-activated receptor-γ-dimediasi

ekspresi vaskular faktor pertumbuhan permeabilitas merupakan mekanisme lain yang

mungkin untuk edema dengan agen ini.

Pada uji klinis menggunakan TZD, CHF tidak sering ditemui. Insiden CHF

adalah <1% untuk rosiglitazone monoterapi atau ketika rosiglitazone ditambahkan ke

sulfonilurea atau metformin, dan mirip dengan yang diamati selama pengobatan

Page 21: makalah meso.doc

21

dengan plasebo. Ketika rosiglitazone pada 4 atau 8 mg / d ditambahkan ke terapi

insulin, Namun, CHF meningkat menjadi 2% dan 3% dari populasi penelitian,

masing-masing, dibandingkan dengan 1% pada kelompok yang diobati dengan

insulin saja. Penting untuk dicatat bahwa sudah ada sebelumnya mikrovaskuler dan

komorbiditas kardiovaskuler adalah lebih umum pada mereka uji klinis di mana

rosiglitazone telah ditambahkan ke terapi insulin dibandingkan pada mereka uji coba

di mana rosiglitazone yang baik digunakan sendiri dan dibandingkan dengan plasebo

atau dikombinasikan dengan metformin atau sulfonilurea. Para pasien yang

mengembangkan CHF on rosiglitazone ditambah insulin juga lebih tua dan menderita

diabetes dari durasi yang lebih lama.

Data pada pioglitazone yang agak mirip. Dalam uji coba terkontrol plasebo, 2

dari 191 pasien (1,1%) menerima 15 mg pioglitazone ditambah insulin dan 2 dari 188

(1,1%) pasien yang menerima pioglitazone (30 mg) ditambah insulin dikembangkan

CHF, dibandingkan dengan tidak ada 187 pasien yang menerima insulin saja. Semua

4 dari pasien memiliki penyakit arteri koroner yang mendasarinya.

Pengaruh rosiglitazone pada respon ventrikel kiri iskemia telah dinilai dalam

model iskemia-reperfusi pada hewan percobaan. Ketika rosiglitazone diberikan

segera sebelum episode iskemia, pemulihan penuh fungsi ventrikel kiri setelah

reperfusi adalah lebih cepat dibandingkan dengan hewan kontrol. Sebuah penelitian

terbaru juga menunjukkan bahwa pioglitazone ditingkatkan remodeling ventrikel kiri

dan fungsi sistolik sebagian dinormalisasi pada tikus setelah ekstensif fungsi miokard

anterior. Efek kardioprotektif TZDs independen glukosa menurunkan dan mungkin

karena antioksidan, antiinflamasi, atau sifat glucometabolic obat. Oleh karena itu,

adalah mungkin bahwa TZDs mungkin memiliki efek langsung pada otot jantung

yang mencegah gagal jantung dalam pengaturan iskemia akut.

Page 22: makalah meso.doc

BAB IV

KESIMPULAN

1. Rosiglitazon dapat mengakibatkan gangguan fungsi jantung yaitu gagal

jantung kongestif

2. Pengatasan ESO dapat ditanggulangi dengan diuretik, ACEI, ARB, ß-

blocker, dan digoksin.

3. Monitoring yang dapat dilakukan dengan pemerikasaan adanya edema

dijantung dann pemeriksaan enunjang lainnya.

Page 23: makalah meso.doc

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Nissen Steven E. 2007. Effect of Rosiglitazone on the Risk of Myocardial Infarction and Death from Cardiovascular Causes

2. Shahab Alwi. 2008. Mengapa Diabetes Melitus Meningkatkan Risiko Terjadinya Penyakit Kardiovaskuler.

3. Rosen Clifford J. 2007. The Rosiglitazone Story – Lesson from an FDA Advisory Committee Meeting. Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/359/11/1092 [cited on: 19 Maret 2010 16: 25]

4. Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo et al. Pedoman Diagnosis dan

Terapi. Airlangga University Press .2008: 85-95

5. Karam H John, Katzung GBertram. Farmakologi Dasar dan Klinik.EGC.

1998 : 663-681

6. Werner Amy L. 2008. A Review of Rosiglitazone in Type 2 Diabetes

Mellitus.

7. Syarif Amir. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.

8. Home Philip D. 2007. Rosiglitazone Evaluated for Cardiovascular Outcomes

– An Interim Analysis. Available from:

http://content.nejm.org/cgi/content/short/357/1/28 [cited on: 18 Maret 2010 14:20]