Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

5
Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 2009 PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN Weed Control of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in Bukit Pinang Estate, PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Musi Rawas Regency, South Sumatera Province Eky Perdana 1 , Ahmad Junaedi 2 1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, A24052775 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, Dr. Ir.MSi Abstract The objective of this apprentice is to improve student’s competance on technical and managerial skill. The apprentice was conducted at Bukit Pinang Estate, PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Musi Rawas Regency, South Sumatera Province from February 12 until June 12, 2009. The method is dirrectly involve on field activity as worker, foreman, and division assistant. Data and information were collected from field activity and office document. Weed control is one of major activity on field maintenance that has important impact toward effectivity of fertilizing application, harvesting, and controlling. There were two methods on weed control according to site of weed problem, i.e. at circle and inter-row. Technically, weed control in Bukit Pinang Estate is divided as manual and chemical control. Climate factors, land topography, availability and apporviete material and tools, good skill worker have influence toward success of weed control and implication to increase production and productivity of oil palm. Key Word : Oil Palm, Weeds, Weed Control. PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber devisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105 808 ha dengan produksi 167 669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Ditjenbun, 2008). Minyak nabati adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh tanaman ini dengan kandungan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit terdiri dari dua jenis, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). CPO ini memiliki ciri minyak yang berwarna kuning, sedangkan PKO mempunyai karakteristik minyak yang tidak berwarna. Tanaman kelapa sawit ini memiliki banyak kegunaan. Hasil tanaman ini dapat digunakan pada industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, dan kosmetik. Tandan kosong dapat digunakan sebagai pupuk dan bahan bakar alternatif (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Tjitrosoedirdjo et al. (1984) menyatakan bahwa gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui. Menurut Pahan (2008) kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Selanjutnya Hakim (2007) menambahkan, kelapa sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu faktornya adalah jarak tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh kanopi lambat membuat cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya dengan potensi gulma. Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu. Kegiatan pemeliharaan berperan penting dalam upaya peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satu kegiatan utama dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian gulma. Oleh karena itu, aspek ini menjadi topik minat penulis sebagai bahan kajian tugas akhir dalam bentuk kegiatan magang Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan Tujuan umum kegiatan magang ini adalah : 1. meningkatkan kemampuan teknis lapangan dengan melaksanakan kegiatan sesuai tahapan yang ada di lokasi magang, 2. meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa sesuai kompetensinya dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis tentang pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengelolaan gulma perkebunan kelapa sawit, 2. mempelajari permasalahan dan upaya pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit, 3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma perkebunan kelapa sawit. METODE MAGANG Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan dari 12 Februari hingga 12 Juni 2009 bertempat di Kebun Bukit Pinang (Bukit Pinang Estate, BPE), PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, tepatnya di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. Metode Pelaksanaan Magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di lapangan. Selama magang, penulis turut kerja aktif dalam pelaksanaan kegiatan teknis lapangan atas izin Asisten Divisi sebagai pembimbing lapang, serta wawancara dan diskusi

description

lll

Transcript of Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

Page 1: Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 2009

PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN

Weed Control of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in Bukit Pinang Estate, PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation,

Musi Rawas Regency, South Sumatera Province

Eky Perdana1, Ahmad Junaedi2

1Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, A24052775 2Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, Dr. Ir.MSi

Abstract

The objective of this apprentice is to improve student’s competance on technical and managerial skill. The apprentice was conducted at Bukit Pinang Estate, PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Musi Rawas Regency, South Sumatera Province from February 12 until June 12, 2009. The method is dirrectly involve on field activity as worker, foreman, and division assistant. Data and information were collected from field activity and office document. Weed control is one of major activity on field maintenance that has important impact toward effectivity of fertilizing application, harvesting, and controlling. There were two methods on weed control according to site of weed problem, i.e. at circle and inter-row. Technically, weed control in Bukit Pinang Estate is divided as manual and chemical control. Climate factors, land topography, availability and apporviete material and tools, good skill worker have influence toward success of weed control and implication to increase production and productivity of oil palm. Key Word : Oil Palm, Weeds, Weed Control.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber devisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105 808 ha dengan produksi 167 669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Ditjenbun, 2008).

Minyak nabati adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh tanaman ini dengan kandungan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit terdiri dari dua jenis, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). CPO ini memiliki ciri minyak yang berwarna kuning, sedangkan PKO mempunyai karakteristik minyak yang tidak berwarna. Tanaman kelapa sawit ini memiliki banyak kegunaan. Hasil tanaman ini dapat digunakan pada industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, dan kosmetik. Tandan kosong dapat digunakan sebagai pupuk dan bahan bakar alternatif (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Tjitrosoedirdjo et al. (1984) menyatakan bahwa gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui. Menurut Pahan (2008) kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Selanjutnya Hakim (2007) menambahkan, kelapa sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu faktornya adalah jarak tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh kanopi lambat membuat cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya dengan potensi gulma. Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di

gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu.

Kegiatan pemeliharaan berperan penting dalam upaya peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satu kegiatan utama dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian gulma. Oleh karena itu, aspek ini menjadi topik minat penulis sebagai bahan kajian tugas akhir dalam bentuk kegiatan magang Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan

Tujuan umum kegiatan magang ini adalah : 1. meningkatkan kemampuan teknis lapangan dengan

melaksanakan kegiatan sesuai tahapan yang ada di lokasi magang,

2. meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa sesuai kompetensinya dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata.

Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis tentang

pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengelolaan gulma perkebunan kelapa sawit,

2. mempelajari permasalahan dan upaya pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit,

3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma perkebunan kelapa sawit.

METODE MAGANG

Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan dari

12 Februari hingga 12 Juni 2009 bertempat di Kebun Bukit Pinang (Bukit Pinang Estate, BPE), PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, tepatnya di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan.

Metode Pelaksanaan Magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di

lapangan. Selama magang, penulis turut kerja aktif dalam pelaksanaan kegiatan teknis lapangan atas izin Asisten Divisi sebagai pembimbing lapang, serta wawancara dan diskusi

Page 2: Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

mengenai aspek pengelolaan kebun, khususnya aspek budidaya tanaman kelapa sawit. Disamping itu, metode lainnya yang dilakukan melalui pengumpulan laporan bulanan, laporan tahunan, dan arsip kebun dengan meminta izin kepada manajer kebun.

Penulis selama magang mempelajari keterampilan teknis dan manajemen. Pada pelaksanaan kegiatan magang, penulis melakukan kegiatan teknis yang dilakukan karyawan harian selama dua bulan yaitu bekerja di lapang bersama-sama dengan tenaga kerja harian sesuai dengan jenis dan volume pekerjaan yang ada. Satu bulan berikutnya, penulis sebagai pendamping mandor kegiatan/Mandor I yaitu mengawasi karyawan/mandor kegiatan dan administrasi tingkat Mandor dan sebagai Pendamping Asisten Divisi selama satu bulan terakhir dengan melakukan fungsi manajemen tingkat afdeling. Perincian kegiatan magang akan dicatat dalam Jurnal Harian Magang (Tabel Lampiran 1).

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG

BPE secara administratif terletak di Desa Sungai Pinang,

Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Kabupaten Musi Rawas terletak pada posisi 2o20’00”-3º38’00”LS dan 102o07’00”-103º40’10” BT. Bukit Pinang Estate memiliki iklim tropis basah dengan kelembaban udara 87% dan rata-rata penyinaran matahari sebesar 61.9 %. Temperatur maksimum 32.9 0C dan temperatur minimum 19.6 0C. Curah hujan cukup tinggi, yaitu 2 697 mm dan 145 hari hujan (rata-rata 5 tahun terakhir). Keadaan tofografi BPE ialah datar 304 ha (7 %), agak miring 581 ha (18 % ), tanah miring 1 486 ha (47 % ), dan sangat miring 889 ha (28 %). Tipe tanah adalah tanah mineral Podsolik Kromik, Podsolik Gleik dan Podsolik Plintik.

BPE memiliki luas HGU (Hak Guna Usaha) 3 354 ha, yaitu luasan areal kelapa sawit TM 3 176, lahan yang belum dikerjakan seluas 95 ha dan areal prasarana pendukung seluas 83 ha. Populasi kelapa sawit per tahun tanam di Bukit Pinang Estate disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Kelapa Sawit Per Tahun Tanam Di Bukit

Pinang Estate

Tahun Tanam

Divisi I Divisi II Divisi III Luas (ha)

Jmh pkk/ha

Luas (ha)

Jmh pkk/ha

Luas (ha)

Jmh pkk/ha

1992 64 134 180 130 - - 1993 203 119 601 133 410 133 1996 337 123 - - 150 133 1.997 - - - - 276 128 1.998 269 133 196 136 221 129 2.000 144 137 109 137 16 121 Total 1 017 1 086 1 073

Sumber : Kantor Besar BPE (Mei, 2009)

Sumber bibit tanaman kelapa sawit yang digunakan oleh Bukit Pinang Estate berasal dari produsen benih yang berkualitas, seperti: Pusat Penelitian Kelapa Sawit/Marihat (pada tahun tanam (TT) 1993 dan 2000), Socfindo (pada TT 1992, 1996, 1997, 1998), Lonsum (pada TT 1993 dan 1998) dan GPI (pada TT 2000). Pola tanam yang digunakan adalah pola tanam segitiga sama sisi berukuran 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m sebanyak 136 pokok/ha.

Pimpinan tertinggi di Bukit Pinang Estate adalah Estate Manager (EM). EM BPE dibantu oleh tiga Asisten Divisi dan seorang Kepala Administrasi (Kasie). Estate Manager memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk mengkoordinir Kebun yang berada di bawah pengawasannya serta mengambil keputusan dalam kegiatan operasional. Tenaga kerja di BPE dibagi menjadi dua, yaitu: karyawan staf dan karyawan non staf. Karyawan staf terdiri dari Estate Manager, Senior Asisten, Asisten Divisi dan Kepala Administrasi. Karyawan non staf terdiri dari Serikat Karyawan Utama (SKU) di bagi dua berdasarkan sistem pengupahan karyawan yaitu : Bulanan (SKU-B) dan Harian (SKU-H).

HASIL PELAKSANAAN MAGANG

Aspek Teknis Pengendalian gulma di BPE dilakukan pada dua tempat,

yaitu di piringan dan gawangan, sedangkan cara pengendalian dilakukan dengan cara yaitu manual dan kimia. Pelaksanaan seluruh kegiatan pengendalian gulma di BPE sesuai dengan Panduan Penyusunan Budget Pengendalian Gulma di Perkebunan Minamas Plantation pada Tabel Lampiran 2.

Pemeliharaan Gawangan

Gawangan adalah tempat/jalur di antara dua barisan tanaman kelapa sawit. Gawangan terdiri dari gawangan “pasar pikul” dan gawangan mati. Tujuan pengendalian gulma di gawangan adalah mengurangi kompetisi unsur hara dan air, memudahkan kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lainnya, dan menekan tanaman inang hama (pada TBM). Pemeliharaan gawangan di BPE dilakukan secara manual dan kimia. Rotasi pemeliharaan gawangan dalam satu tahun pada TM adalah satu kali secara manual dan tiga kali secara kimia. Pemeliharaan gawangan dibagi dalam dua jenis pekerjaan, yaitu gawangan manual dan kimia.

Gawangan manual adalah kegiatan pemeliharaan gawangan terhadap gulma berkayu. Gawangan manual meliputi Babat Tanaman Pengganggu (BTP) dan Dongkel Anak Kayu (DAK). Gawangan manual memerlukan parang dan batu asah. Teknis pelaksanaan gawangan manual dengan cara membabat gulma berkayu. Sasaran gulma berkayu adalah Chromolaena odorata (krinyuh), Clidemia hirta (haredong), kentosan (anakan liar sawit), Lantana camara (tahi ayam) dan Melastoma malabathricum (senduduk). Standar kerja gawangan manual di Bulit Pinang Estate adalah 0.5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 0.47 ha/HK selama dua hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 0.53 ha/HK.

Gawangan kimia merupakan penyemprotan dengan bahan kimia (herbisida) terhadap gulma yang berada di gawangan. Tidak semua gulma harus diberantas, misalnya rumput-rumput dan tanaman setahun lainnya yang berakar dangkal dan tidak tumbuh tinggi, seperti pakis kinta (Nephrolepis biserrata) di gawangan TM masih ditoleransi. Tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) tidak diinginkan karena mendorong terjadinya erosi yang merugikan. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer bermerek “Solo” bernozel hitam atau merah sesuai keadaan gulma. Herbisida yang digunakan adalah Metafuron 20 WP dengan bahan aktif Metil Metsulfuron dengan dosis 250 g/ha (2.5 g/kap) dengan kosentrasi 0.016 % dan dicampur dengan Gramaxone dengan bahan aktif Diklorida Paraquat dengan kosentrasi 0.2 %. Standar kerja gawangan kimia ini adalah 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 2.33ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 2.33 ha/HK.

Teknis pelaksanaan di lapangan, diterapkan pembuatan larutan induk dengan tujuan mempercepat pencampuran, mudah dibawa, dan tepat dosis. Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk pada gawangan kimia yaitu terlebih dahulu memasukkan Metafuron 20 WP sebanyak 250 gram ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan 2.5 liter air, kemudian campur dengan Gramaxone sebanyak 3 liter dan larutkan dengan air sebanyak 3.7 liter. Lalu, tambahkan air hingga volume jerigen penuh (± 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk gawangan kimia sebanyak 200 ml/kap dengan alat semprot knapsack sprayer bervolume 15 liter. Pemeliharaan Piringan, Jalan Rintis, dan TPH

Piringan, jalan rintis (jalan panen), dan TPH merupakan beberapa sarana yang penting dari produksi dan perawatan. Piringan berfungsi sebagai daerah jatuhnya tandan buah dan brondolan. Jalan rintis berfungsi sebagai jalan pengangkutan buah ke TPH dan menjalankan aktifitas operasional lainnya. TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum diangkut ke pabrik kelapa sawit. Sarana tersebut memerlukan pemeliharaan berkesinambungan agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Kondisi piringan, pasar rintis, dan TPH yang tidak terawat (ditumbuhi gulma) menjadi salah satu penyebab penurunan output (hasil panen) dan sumber kontaminasi.

Page 3: Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

Kondisi tersebut juga menyebabkan permasalahan lainnya seperti kehilangan hasil (losses) yang tinggi dan kualitas buah menjadi rendah akibat aspek kebersihan tidak terjaga. Disamping itu, pekerjaan kebun lainnya akan terhambat pula. Pemeliharaan piringan, jalan rintis, dan TPH di BPE terdiri dari dua metode pemeliharaan, yaitu manual dan kimia.

Pengendalian gulma dengan piringan manual merupakan pembebasan secara menyeluruh dan bersih terhadap gulma yang berada pada piringan. Piringan manual ini menggunakan garuk yang terbuat dari besi, tetapi cados, parang dan batu asah tetap dibawa demi kemudahan pekerjaan. Teknis pelaksanaan piringan manual dengan babat merah atau digaruk dengan lebar jari-jari 2 meter (lebar jari-jari piringan TM). Standar kerja piringan manual di Bukit Pinang Estate adalah 0.2 ha/HK.

Pemeliharaan Piringan, Jalan Rintis, dan TPH menggunakan alat semprot MHS (Micron Herbi Sprayer), bervolume 5 liter, dan bernozel orange. Tujuan pengendalian rumput di piringan adalah mengurangi kompetisi unsur hara, karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan/pokok, untuk memudahkan kontrol pemupukan dan memudahkan pengutipan brondolan. Piringan kimia menggunakan herbisida Prima Up 480 AS dengan bahan aktif Isopropilanama glifosat dengan kosentrasi 4 % dan dicampur herbisida Starane 200 EC dengan bahan aktif Floroksipir dengan kosentrasi 1 %. Standar kerja di Bukit Pinang Estate adalah 5 ha/HK untuk piringan kimia. Prestasi kerja penulis rata-rata 3.15 ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 3.35 ha/HK.

Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk yaitu terlebih dahulu masukan Prima Up 480 AS EC sebanyak 4 liter ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan 8 liter air dan 500 ml Starane 200 EC. Lalu, tambahkan air hingga volume jerigen penuh ( 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk piringan kimia sebanyak 250 ml/kap.

Semprot Lalang

Metode pengendalian lalang (Imperata cylindrica) di BPE dengan cara kimia. Pengendalian lalang menggunakan alat semprot knapsack sprayer bermerek “Solo” dan herbisida Prima Up 480 AS dengan bahan aktif Isopropilanama Glifosat, dosis dengan kosentrasi 0.5 % dan herbisida Starane 200 EC dengan bahan aktif Floroksipir dengan kosentrasi 0.33 %.

Pengendalian lalang yang sporadis (terpencar-pencar) akan lebih efektif jika diberantas dengan metode spot spraying, dan jika kondisi lalang telah menjadi sheet (hamparan) yaitu dengan penyemprotan herbisida secara menyeluruh (blanket spraying). Kondisi lalangnya sudah sangat sedikit diberantas dengan cara wiping (diusap dengan kain yang dibalutkan di jari tangan). Pekerja menggunakan sarung tangan untuk keselamatan kerja dan safety health. Teknik wiping lalang dilakukan dengan menggunakan kain katun yang berukuran 3 x 12 cm dibalutkan pada tiga jari tangan. Standar kerja gawangan kimia ini adalah 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 4 ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 4.2 ha/HK.

Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk yaitu terlebih dahulu masukan Prima Up 480 AS EC sebanyak 750 ml ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan air sebanyak 250 ml, kemudian campur Starane 200 EC dengan sebanyak 500 ml dan larutkan dengan air sebanyak 500 ml. Lalu, tambahkan air hingga volume jerigen penuh (± 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk gawangan kimia sebanyak 200 ml/kap.

Aspek Manajerial

Mandor Pengendalian Gulma Mandor pekerjaan ini melaksanakan pengorganisasian

dan persiapan alat kerja secara Rayon (satu tim semprot untuk ranah kerja di tiga divisi). Disamping itu, alat-alat kerja tersentralisasi di satu tempat agar mudah dalam pengawasan. Pekerjaan semprot tidak menyebar di beberapa divisi sehingga Manajer Kebun, Askep dan Asisten Divisi dapat mengontrol lebih baik. Resiko pencurian herbisida diminimumkan karena pencampuran langsung dilakukan di gudang disaksikan oleh asisten/askep setiap paginya.

BPE melakukan pemetaan terhadap kondisi gulma di lahan. Informasi kondisi gulma dijelaskan melalui warna. Warna hijau menunjukkan kondisi gulma dengan intensitas rendah, warna kuning menunjukkan kondisi gulma dengan intensitas sedang, dan warna merah menunjukkan kondisi gulma dengan intensitas tinggi.

PEMBAHASAN

Pengendalian gulma di BPE merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan utama karena keberhasilan pengendalian mempengaruhi kualitas kegiatan operasional dan pekerjaan lainnya, misalnya pemupukan, panen dan pengawasan. Kondisi dan Jenis Gulma

Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda. Faktor utama yang menyebabkan perbedaan komunitas gulma yang tumbuh antara satu daerah ekologi gulma yaitu struktur tanah, curah hujan, altitud, dan pola kultur teknis perkebunan (Nasution, 1981). Jenis gulma yang ditemui di areal pertanaman kelapa sawit Bukit Pinang Estate dilakukan inventirasi gulma. Inventirisasi gulma bertujuan untuk mencatat gulma penting dan mempelajari pola komunitas gulma di kawasan tersebut.

BPE memiliki daerah rendahan dan lahan darat dengan topografi dari miring sampai sangat miring. Daerah rendahan adalah daerah yang umumnya masih sangat lembab karena daerah ini terdapat di DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan gulma yang dominan adalah Scleria sumatrensis, Chromolaena odorata, Dicranopteris linearis, dan Clidemia hirta. Daerah lahan darat adalah daerah dengan media tumbuh tanah mineral dengan gulma dominan Ageratum conyzoides, Paspalum conjugatum, dan anakan sawit (kentosan).

Besarnya Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) menunjukkan dominansi gulma yang ada pada areal petak contoh. NJD di Divisi III BPE pada Blok F33 dengan “metode kuadrat“ (pengambilan 5 petak contoh (0.5 m x 0.5)) yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) di Divisi III BPE

pada Blok F33 No. Spesies NJD (%) 1. Ageratum conyzoides 17.6 2 Paspalum conjugatum 13.1 3 Anakan sawit 10.3 4 Ottochloa nodosa 9.6 5 Imperata cylindrica 9.2 6 Clidemia hirta 8.3 7 Nephrolepis bisserata 7.1 8 Chromolaena odorata 6.4 9 Mikania micrantha 5.3

10 Cyclosorus aridus 4.2 11 Borreria alata 3.6 12 Melastoma malabathricum 2.9 13 Lantana camara 2.4

Total 100.0 Sumber : Hasil pengamatan

Dari Tabel 2 terlihat bahwa gulma Ageratum conyzoides merupakan gulma yang paling dominan pada lahan tersebut dengan NJD sebesar 17.6% diikuti oleh gulma Paspalum conjugatum (NJD = 13.1%), Anakan sawit (10.3%), dan seterusnya. Semprot VOPs (Pengamatan Kentosan)

Pengutipan brondolan yang tidak efesien sering menghasilkan biji sawit yang berkecambah pada beberapa tempat di lapangan, pada akhirnya tumbuh voluntary oil palm seedlings (VOPs) kecil atau anakan sawit (kentosan). Keterlambatan pengendalian dari VOPs kecil sehingga tumbuh menjadi besar menyebabkan biaya pengendalian lebih mahal dan sulit dikendalikan. Keberadaannya di piringan, gawangan, dan di TPH dapat mengganggu kegiatan kebun. Keberadaannya mengakibatkan kerugian akibat kehilangan hasil dan biaya pengendaliannya. Pengendalian secara manual belum

Page 4: Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

menuntaskan permasalahan dan metode yang efektif saat ini adalah dengan cara kimia. Oleh karena itu, penulis mengamati dan melakukan kegiatan pengendalian terhadap kentosan dengan perlakuan seperti yang tertera pada Tabel 3 dengan hasil pengamatan disajikan pada Tabel 4, 5, dan 6. Tabel 3. Perlakuan, Bahan Aktif, Waktu, dan Kosentrasi

Perlakuan Bahan Aktif Waktu Aplikasi Kosentrasi (%)

A Triklopir 25-April-09 0.2* B Triklopir + Perekat 25-April-09 0.2 + 0.47* C Triklopir + Metil Metsulfuron 25-April-09 0.13 + 0.33* D Triklopir + Garam 05-Mei-09 0.27 + 0.4* E Triklopir + Glifosat 06-Mei-09 0.47 + 1.33* F Glifosat 30-Mei-09 5**

*) = Aplikasi 15 liter dengan knapsack sprayer **) = Aplikasi 2 liter dengan knapsack sprayer

Tabel 4. Hasil pengamatan waktu timbul gejala

kerusakan/toksisitas pada 20 sampel per ulangan

Perlakuan UL Timbul Gejala Toksisitas

1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA Gejala % Gejala % Gejala % Gejala %

A 1 0 0 9 45 15 75 17 85 2 0 0 8 40 12 60 16 80 X 0 0 8.5 42.5 13.5 67.5 16.5 82.5

B 1 2 10 10 50 13 65 16 80 2 3 15 12 60 13 65 15 75

X 2.5 12.5 11 55 13 65 15.5 77.5 C 1 1 5 8 40 11 55 14 70 2 0 0 7 35 12 60 13 65 X 0.5 2.5 7.5 37.5 1.5 57.5 13.5 67.5

D 1 0 0 2 10 3 15 6 30 2 0 0 2 10 4 20 6 30 X 0 0 2 10 3.5 17.5 6 30

E 1 5 25 12 60 16 80 19 95 2 3 15 12 60 18 90 20 100 X 4 20 12 60 17 85 19.5 97.5

F 1 2 10 10 50 11 55 15 75 2 3 15 11 55 14 70 15 75 X 2.5 12.5 10.5 52.5 12.5 62.5 15 75

Sumber : Hasil pengamatan Keterangan : X = rata-rata % = persentase sampel bergejala toksisitas MSA = minggu setelah aplikasi Tabel 5. Hasil pengamatan gejala kerusakan pada 2 MSA

Perlakuan Gejala Kerusakan

Kemudahan dicabut

Busuk titik tumbuh

Bau Busuk

Daun Menguning

A --- --- --- --- B --- --- --- --- C --- --- --- --- D + + + + E +++ ++ ++ +++ F + - - ++

Sumber : Hasil pengamatan Tabel 6. Hasil pengamatan gejala kerusakan pada 4 MSA

Perlakuan Gejala Kerusakan

Kemudahan dicabut

Busuk titik tumbuh

Bau Busuk

Daun Menguning

A +++ ++ ++ +

B +++ ++ +++ +++ C ++ ++ + ++ D --- --- --- --- E ++++ +++ +++ ++++ F --- --- --- ---

Sumber : Hasil pengamatan Keterangan : Kriteria kerusakan +++++ = Sangat tinggi

++++ = Tinggi +++ = Sedang ++ = Rendah + = Sangat rendah

- = Tidak ada gejala --- = tidak dilakukan pengamatan

Vademicum Minamas (2009) menyebutkan penyemprotan VOPS menggunakan herbisida kontak berbahan aktif Glifosat dengan kosentrasi 2.5 % disemprotkan menggunakan knapsack sprayer ke bagian pupus dengan sebasah-basahnya.

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 5 dan 6 menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan E dengan kombinasi herbisida sistemik berbahan aktif Triklopir dan Glifosat, kemudian perlakuan B, A, C, D dan F. Hal tersebut ditunjukkan pada gejala kerusakan yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Gejala kerusakan/ toksisitas pada perlakuan E berupa kemudahan tercabut dari tanah sangat tinggi, busuk pada titik tumbuh, bau busuk, dan daun berwarna coklat (seperti terbakar).

Hal di atas diperkuat data hasil pengamatan pada Tabel 5 merupakan pengamatan terhadap kecepatan waktu timbul gejala kerusakan/toksisitas pada sampel. Perlakuan E adalah perlakuan dengan waktu tercepat dan tampak jumlah kerusakan sampel terbanyak pada pengamatan 1 MSA (minggu setelah aplikasi) yaitu 20 % dari 20 sampel dan jumlah kerusakan sampel terbanyak pula pada 4 MSA yaitu 97.5 %.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi herbisida sistemik berbahan aktif Triklopir dan Glifosat menimbulkan daya bunuh yang lebih efektif terhadap kentosan. Sedangkan pada kombinasi lainnya yaitu Triklopir + metil Metsulfuron dan Triklopir + Garam menimbulkan daya bunuh yang sangat rendah atau kurang. Pada kombinasi bahan aktif Triklopir dan Metil Metsulfuron menyebabkan daun menguning dan kentosan masih sukar tercabut dari akarnya, tapi lain halnya kombinasi Triklopir dan Garam yang tidak menimbulkan efek yang berarti bila dilihat dari jauh karena daun masih hijau namun kentosan mudah untuk dicabut dari akarnya.

Hasil yang berbeda juga ditampilkan oleh penyemprotan herbisida tunggal pada perlakuan A dan E yang kurang menimbulkan kerusakan/toksisitas pada kentosan, namun pada perlakuan B, daya bunuh herbisida tunggal Triklopir akan lebih baik bila di campur dengan bahan tambahan seperti perekat.

Keberadaan kentosan dapat memberikan kesan dan citra yang tidak baik bagi perusahaan perkebunan dikarenakan keberadaannya ini berarti banyak brondolan yang tidak terkutip dan merupakan kerugian bagi perusahaan tersebut. Tindakan preventif harus dilakukan dengan memperhatikan inti permasalahan, yaitu ketepatan dan keteraturan pusingan/rotasi panen, meningkatkan kualitas SDM pemanen, dan pengawasan panen yang ketat.

Evaluasi Pelaksanaan

Pembiayaan pengendalian gulma merupakan biaya pemeliharaan termahal setelah pemupukan. Pemakaian biaya dan luasan pengendalian gulma dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3. Pemakaian biaya pada bulan Januari - Mei 2009 sebesar 5.39 % di bawah budget. Hal ini disebabkan oleh realisasi luasan pelaksanaan kurang 23.63 % dari budget akibat keterlambatan realisasi agrochemical oleh pihak purchasing Jakarta. Selain itu, faktor curah hujan yang tinggi 276.2 mm/bulan dengan 12.8 hari hujan (lihat Tabel Lampiran 4). Pembengkakan biaya terjadi akibat curah hujan pada bulan Januari – Mei 2009 yang tinggi ( > 100 mm/bulan) menyebabkan perusahaan banyak melakukan pengendalian gulma secara manual.

Rotasi dan Prestasi Kerja Semprot

Jumlah Rotasi semprot di BPE tergantung pada umur tanaman, jenis gulma yang dominan, jenis dan dosis herbisida yang digunakan, jenis tanah dan kerapatan gulma, dan keadaan iklim. Prestasi semprot TBM sampai TM berkisar antara 2 – 5 ha/HK dan dipengaruhi oleh : jenis alat semprot yang digunakan, umur tanaman, topografi, prasarana yang ada dalam blok (pasar rintis, titi pasar rintis, dll), kondisi kerapatan gulma, keterkaitan dengan pekerjaan perawatan lainnya (misalnya prestasi kerja semprot pada TBM lebih tinggi pada blok yang sudah ditunas), serta pengorganisasian dan disiplin kerja.

Faktor Keberhasilan Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma harus berorientasi terhadap kualitas (gulma dapat dikendalikan secara efektif) dan kuantitas (pencapaian hasil luasan aktual sama dengan budget). Keberhasilan pengendalian gulma dapat dilihat dari pencapaian target rotasi pengendalian gulma. Apabila rotasi pengendalian gulma (secara manual atau kimia) di suatu blok terlambat dilaksanakan, maka keterlambatan tersebut menyebabkan

Page 5: Makalah Seminar Eky Perdana _A24052775

keterlambatan pengendalian gulma di blok berikutnya. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma di lapangan adalah faktor iklim, kondisi lapangan, kesiapan serta ketepatan alat dan bahan, dan tenaga semprot yang terampil.

Faktor iklim ini banyak dikaitkan dengan curah hujan. Aplikasi pengendalian gulma secara kimia harus dilakukan pada kondisi cuaca yang cerah dengan asumsi sebelum atau sesudah penyemprotan 6 jam tidak turun hujan. Kegagalan pengendalian gulma di BPE umumnya dipengaruhi oleh hujan, kosentrasi yang digunakan kurang dari dosis anjuran, atau kesalahan dalam teknik pelaksanaan penyemprotan di lapangan.

Kondisi lahan di BPE berbukit-bukit sehingga menyulitkan pergerakan penyemprot di lapangan. Dalam pelaksanaan di lapangan kecepatan jalan dipengaruhi oleh bentuk topografi dan penghalang alami seperti batang melintang, parit, dan kerapatan gulma. Disamping itu, BPE menerapkan sistem koservasi tanah dan air terhadap dampak erosi yang ditimbulkan oleh pengendalian gulma dengan cara tidak melakukan pengendalian gulma menyeluruh terhadap gulma yang bermanfaat untuk mengurangi erosi akibat aliran permukaan (run off). Jenis gulma tersebut memiliki kriteria : perakaran dangkal, akar serabut dan mudah dalam pengendaliannya agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok, seperti pakis (Nephrolepis bisserata).

Kesiapan serta ketepatan alat dan bahan menjadi salah satu kunci keberhasilan pengendalian gulma, dimulai dari kesiapan alat dan bahan, sarana pendukung, dan ketepatan bahan. Kesiapan bahan meliputi ketersedian yang cukup serta dalam kondisi yang baik sehingga tidak menghambat saat penyemprotan di lapangan. Sarana pendukung akan mendukung pelaksanaan dan keberhasilan pengendalian gulma. Ketepatan alat dan bahan dimulai dari ketepatan pemilihan bahan herbisida. Ketepatan pemilihan bahan herbisida disesuaikan dengan kondisi gulma sasaran yang akan dikendalikan.

Tenaga kerja yang terampil sangat dibutuhkan untuk mencapai target dan keberhasilan pengendalian gulma. Peran pengawasan sangat penting untuk menjamin kualitas dan kuantitas yang dihasilkan. Pengawasan yang baik akan menciptakan budaya kerja yang baik dimulai dari kedisiplinan kerja hingga safety health menjadi pusat perhatian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penulis mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan teknis serta manajerial selama magang di Bukit Pinang Estate (BPE). Hal ini berimplikasi tehadap peningkatan pemahaman dan keterampilan teknis penulis tentang pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengelolaan gulma perkebunan kelapa sawit.

Pengendalian gulma di BPE dilakukan di piringan dan gawangan. Pengendalian gulma di BPE dilakukan secara manual dan kimia. Jenis pekerjaan pengendalian gulma di BPE yaitu gawangan dan piringan manual, gawangan dan piringan kimia, dan semprot lalang.

Ageratum conyzoides merupakan gulma yang paling dominan pada lahan tersebut dengan nisbah jumlah dominansi (NJD) sebesar 17.6% diikuti oleh gulma Paspalum conjugatum (NJD = 13.1%), anakan sawit (10.3%). Semprot anakan sawit (kentosan) menggunakan kombinasi herbisida sistemik berbahan aktif Triklopir dan Glifosat lebih efektif dalam pengendaliannya. Tindakan preventif harus dilakukan dengan memperhatikan inti permasalahan, yaitu ketepatan dan keteraturan pusingan/rotasi panen, meningkatkan kualitas SDM pemanen, dan pengawasan panen yang ketat.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma di BPE adalah faktor iklim, kondisi lapangan, kesiapan dan ketepatan alat dan bahan, dan tenaga semprot yang terampil. Pemeliharaan yang baik dan berkesinambungan terhadap gawangan, piringan, jalan rintis, dan TPH akan menekan kehilangan hasil serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

Saran Pengendalian gulma harus berorientasi terhadap kualitas

(gulma dapat dikendalikan secara efektif) dan kuantitas (pencapaian hasil luasan aktual sama dengan budget). Oleh

karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan lebih teliti, perlu pengawasan yang lebih ketat, serta mengutamakan keselamatan kerja dan safety health. Keberhasilan pengendalian gulma dapat dilihat dari pencapaian target rotasi pengendalian gulma, sehingga sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma harus dilakukan pengarahan tentang target dan hasil yang akan dicapai per hari kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjenbun. 2008. Pendataan Kelapa Sawit Tahun 2008 secara

Komprehensif dan Objektif. http://ditjenbun.deptan.go.id. [17 Desember 2008].

Hakim, M. 2007. Agronomis dan Manajemen Kelapa Sawit :

Buku Pegangan Agronomis dan Pengusaha Kelapa Sawit. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta. 305 hal.

Mangoensoekarjo, S., dan H. Semangun. 2005. Manajemen

Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal.

Minamas. 2009. Vademicum Minamas. Minamas Plantation.

Jakarta. 352 hal. Nasution, U. 1981. Prosiding Konferensi VI Himpunan Ilmu

Gulma Indonesia. HIGI. Medan. Hal. 193-210. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen

Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984.

Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 194 hal.