managemen eritema multiforme

12
Management of Erythema Multiforme Associated with Recurrent Herpes Infection: A Case Report Rafael Lima Verde Osterne, MD, MSc; Renata Galvão de Matos Brito, MD, MSc; Isabela Alves Pacheco, MD; Ana Paula Negreiros Nunes Alves, PhD; Fabrício Bitu Sousa, PhD Abstrak Eritema multiforme merupakan kelainan akut mukokutan, yang ditandai dengan banyaknya blister dan ulser. Pada laporan ini kami menyampaikan kasus herpes rekuren yang berhubungan dengan eritema multiforme yang ditangani dengan asiklovir. Seorang pasien laki-laki usia 11 tahun yang memiliki lesi pada rongga mulut terutama di bibir yang didiagnosa sebagai eritema multiforme minor. 4 bulan kemudian, pasien mengalami deskuamatis gingivitis disertai dengan lesi eritema dan nekrosis pada kulit. Kondisi ini tidak berhubungan dengan asupan obat, yang diduga dukung oleh tes serologi untuk virus herpes simplex. 5 bulan kemudian pasien kembali dengan lesi baru pada mulut, kulit dan penis. Diagnosis diperoleh herpes simpleks virus yang berhubungan dengan eritema multiforme major. Kondisi ini kemudian dirawat dengan asiklovir, dan asiklovir digunakan secara profilaksis selama 7 bulan untuk kontrol penyakit. Pendahuluan Eritema multiforme merupakan rekasi hipersensitifitas akut mukokutan dengan etiologi yang bervariasi. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi yang muncul pada kulit dengan atau tanpa lesi oral atau membran mukus. Penyakit ini dapat diinduksi oleh obat – obatan atau beberapa infeksi, khususnya virus herpes simpleks (hsv), yang mana ditemukan lebih

description

managemen eritema multiforme

Transcript of managemen eritema multiforme

Page 1: managemen eritema multiforme

Management of Erythema Multiforme Associated with

Recurrent Herpes Infection: A Case Report

Rafael Lima Verde Osterne, MD, MSc; Renata Galvão de Matos Brito, MD, MSc;Isabela Alves Pacheco, MD; Ana Paula Negreiros Nunes Alves, PhD;

Fabrício Bitu Sousa, PhD

Abstrak

Eritema multiforme merupakan kelainan akut mukokutan, yang ditandai dengan banyaknya blister dan ulser. Pada laporan ini kami menyampaikan kasus herpes rekuren yang berhubungan dengan eritema multiforme yang ditangani dengan asiklovir. Seorang pasien laki-laki usia 11 tahun yang memiliki lesi pada rongga mulut terutama di bibir yang didiagnosa sebagai eritema multiforme minor. 4 bulan kemudian, pasien mengalami deskuamatis gingivitis disertai dengan lesi eritema dan nekrosis pada kulit. Kondisi ini tidak berhubungan dengan asupan obat, yang diduga dukung oleh tes serologi untuk virus herpes simplex. 5 bulan kemudian pasien kembali dengan lesi baru pada mulut, kulit dan penis. Diagnosis diperoleh herpes simpleks virus yang berhubungan dengan eritema multiforme major. Kondisi ini kemudian dirawat dengan asiklovir, dan asiklovir digunakan secara profilaksis selama 7 bulan untuk kontrol penyakit.

Pendahuluan

Eritema multiforme merupakan rekasi hipersensitifitas akut mukokutan dengan etiologi yang bervariasi. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi yang muncul pada kulit dengan atau tanpa lesi oral atau membran mukus. Penyakit ini dapat diinduksi oleh obat – obatan atau beberapa infeksi, khususnya virus herpes simpleks (hsv), yang mana ditemukan lebih dari 70% pada kasus eritema multiforme.

Ketika infeksi HSV terlibat, diagnosis menjadi herpes yang berhubungan dengan eritema multiforme. Pada kasus tersebut, rekuren dari eritema multiforme biasanya berhubungan dengan infeksi HSV. Penelitian yang dilakukan oleh Ng dan

kolega menyebutkan bahwa terdapat DNA HSV pada 50 % pasien dengan rekurensi eritema multiforme idiopatik.

Box 1. Obat dan agen infeksi yang biasanya berhubungan dengan eritema multiforme dan penyakit yang berhubungan:

Obat

Antibakteri: sulfonamid, penisilin, sepalosporin, quinolon, anticovulsan, analgesik, nonsteroidal anti inflamasi, antifungal

Agen infeksi: HSV, epstein barr virus, cytomegalovirus, varisela zoster virus, mycoplasma pneumoniae, hepattis viruses, mycobacterium, streptococci, agen

Page 2: managemen eritema multiforme

Eritema multiforme secara khusus menjangkit remaja dan dewasa muda (20-

40 tahun ), namun onset terjadi pada usia 50 tahun atau lebih. Biasanya timbul banyak pada laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 3:2.

Kategori eritema multiforme Ciri khasEritema multiforme minor Berbentuk lesi target, berkembang

keterlibatan yang minim pada membran mukus dan biasanya hadir pada 1 area (biasanya pada mulut)Lesi oral, ringan sampai parah (eritema) erosi dan ulserKadang-kadang berdampak pada mukosa oral<10% dari area tubuh yang terpengaruh

Eritema multiforme mayor Lesi kutan, paling tidak mengenai 2 daerah mukosa (khususnya pada mukosa) yang terkena10%< area tubuh yang terlibatTerdistribusi secara simetris khususnya lesi target, timbul lesi target atau keduanyaLesi oral biasanya menyebar dan parah

Steven johnson syndrome Perbedaan utama dari eritea multiforme mayor berdasarkan tipologi dan lokasi lesi dan merupakan gejala sistemik<10% dari tubuh yang terlibatLesi primer berbentuk lesi flat dan makula seperti lesi target klasikSecara umum menyebar dibandingkan melibatkan area akral, multiple mukosa terlibat, dengan bekas luka pada lesi mukosaProdromal flu, seperti gejala sistemik

Steven johnson syndrome dan toxic epidermal necrolysis

Tidak terdapat lesi khusus, hanya lesi flat targetLebih dari 10-30% dari permukaan tubuh terlibatProdormal flu seperti gejala penyakit sistemik

Toxic epidermal necrolysis Area secara khusus mengalami epidermal detachmen lebih dari 30% dari permukaan tubuh dan menyebarkan makula purpura atau lesi flat targetPada area kulit yang sehat, terdapat epidermal detachment lebih dari 10% pada permukaan tubuh, epidermal sheet yang besar dan tidak terdapat makula atau lesi target

Saat ini, eritema multiforme diklasifikasikan menjadi minor, mayor,

Page 3: managemen eritema multiforme

steven johnson syndrome atau toxic epidermal necrolysis, dimana eritema multiforme minor merupakan tipe lesi ter ringan dan toxic epidermal necrolysis adalah yang paling parah (gambar 1).

Eritema multiforme berhubungan dengan onset yang akut, dan biasanya ringan atau tidak bergejala. Demam, limpadenopati, malaise, sakit kepala, batuk, radang tenggorokan dan polyarthralgia biasanya terjadi 1 minggu sebelum timbul eritema atau blister pada kulit. Lesi dapat muncul dengan bentuk makula merah iregular, papula dan vesikel yang pecah dan membesar membentuk plak pada kulit. Selain itu, krusta dan blister biasanya timbul pada tengan kulit, menghasilkan bulatan menyerupai “bull’s eye” (lesi target). Disisi lain, lesi oral biasanya makula eritema pada bibir dan mukosa bukal, diikuti dengan nekrosis epitelial, bula dan ulcer dengan bentuk iregular dan meradang merah berbentuk halo. Crusta yang pecah juga sering berdarah pada daerah bibir.

Pada laporan ini, kami akan menjelaskan kasus seorang anak usia 11 tahun yang secara klinis mengalami eritema multiforme yang berhubungan dengan infeksi herpes. Penyakit ini di kontrol dengan propilaksis menggunakan asiklovir untuk menghindari rekurensi lebih lanjut.

Laporan kasus

Seorang anak usia 11 tahun mengunjungi klinik stomatologi universitas federal Ceara dengan keluhan sakit pada ulser dan hemorage crusta pada bibir. Pasien melaporkan mengalami faringitis dan demam 1 minggu sebelumnya. Pasien mendapatkan perawatan dengan azeithromisin dan amoksilin, setelah

mengalami ulser dan crusta hemorage pada bibir bawah. Pemeriksaan mulut ditemukan lesi ulser yang timbul pada mukosa bukal bilateral dan mukosa labial (gambar 1). Pasien melaporkan pernah mengalami kecelakaan kecil 2 tahun lalu. Saat ini pasien tidak mengalami injuri pada kulit, dan secara klinis pasien mengalami eritema multiforme minor. oleh karena itu pasien dirawat gejala dan lesi sembuh 14 hari kemudian.

4 bulan kemudian, pasien kembali ke klinik stomatologi dengan gingivitis sebagai manifestasi dari desquamativ gingivitis (gambar 2). Pada kaki dan punggung pasien juga ditemukan lesi eritematous dengan area nekrotik (gambar 3), dan lesi vesikel singel pada kulit perilabial. Pada suatu waktu, pasien tidak mengkonsumsi obat, dan diperkirakan infeksi herpes memicu eritema multiforme. Tes serologi memastikan bahwa pasien positif HSV (IgG dan IgM positif) dan pasien dirawatt dengan asiklovir (1.000 mg/hari) selama 7 hari, diberikan pula deksamteason topikal, dan asetaminopen. Dengan kombinasi perawatan ini, penyakit dapat dikontrol.

Gambar 1. Ulser dan krusta hemoragi pada bibir bawah pada saaat awal didiagnosis

mengalami eritema multiforme minor

Page 4: managemen eritema multiforme

Gambar 2. Desquamativ gingivitis pada rekurensi kedua eritema multiforme , 4

bulan setelah kejadian pertama

Gambar 3. Erupsi dan lesi eritem dengan area nekrotik pada kaki yang terlihat pada

rekurensi kedua

Gambar 4. Ulser dan krusta hemoragi pada vermilion bibi pada kejadian ketiga, yang

mana telah didiagnosa sebagai herpes yang berhubungan dengan eritema multiforme

Gambar 5. Lesi kulit yang membulat dengan nerkosis pada tengah (lesi target) yang terlihat pada tangan pada rekurensi

ketiga dari eritema multiforme

5 bulan kemudan, pasien kembali dengan lesi oral baru dengan ciri khas ulcer difus pada mukosa, terjadi pada mukosa bukal bilateral dan mukosa labial, dan krusta hemoragi pada vermilion bibir (gambar 4). Lesi ini membatasi aktifitas mulut pasien, seperti menjaga kebersihan mulut, dan intake makanan, hingga saat ini belum diperlukan rehidrasi intravena. Pasien juga menampulkan lesi target dengan bentuk bulat regular pada kaki, tangan , lengan dan punggung (Gambar 5). Ulser mukosa pada penis juga ditemukan, pasien melaporkan bahwa lesi muncul setelah ter ekspos langsung dengan sinar matahari.

Saat ini, penyakit didiagnosis sebagai eritema multiforme mayor yang berhubungan dengan HSV, dan pasien dirawat dengan asiklovir (1.000 mg/ hari) selama 10 hari, asetaminopen dan deksametason topikal. Setelah 14 hari perawatan, kulit dan lesi oral dapat dikontrol. Karena kondisi yang rekuren terus menerus, asiklovir diberikan sebagai provilaksis selama 7 bulan, dimulai dengan 800mg/ hari dan berkurang pada bulan terakhir menjadi 400 mg/ hari. Fungsi renal dan liver di monitor selama pemberian perawatan, dan tidak

Page 5: managemen eritema multiforme

ditemukan abnormalitas. Sebagai tambahan, tidak ditemukan perkembangan lesi oral dan kulit yang muncul selama perawatan 7 bulan tersebut, penyakit sudah dibawah kendali.

Diskusi

Eritema multiforme merupakan lesi akut, yang muncul secara rekuren, kondisi mukokutan dari etipatologi yang belum pasti yang dapat muncul dengan pemberian obat atau infeksi. Infeksi dengan HSV biasanya muncul manifestasi eritema multiforme minor. herpes yang berhubungan dengan eritema multiforme (HAEM) dapat ditemukan beberapa hari atau minggu yang diikuti dengan kondisi HSV. Baik HSV tipe 1 dan 2 telah menunjukan HAEM, dan riwayat medis, observasi klinis dan penelitian prospectiv mengindikasikan bahwa kebanyakan kasus dari eritema multiforme akan didahului oleh infeksi HSV, walaupun perlu ditekankan bahwa infeksi HSV dapat terjadi tanpa diketahui oleh pasien. DNA HSV telah terdeteksi pada 60% pasien yang secara klinis terdiagnosa HAEM rekuren dan 50% pasien dengan kondisi idiopatik eritema multiforme rekuren menggunakan PCR (polimer chain reaction) dari biopsi kulit pada spesimen. Penelitian lain menunjukan bahwa lesi kutan pada pasien dengan HAEM yang terinfeksi dengan HSV -1 sebanyak 66,7% kasus, HSV-2 sebanyak 27,8% kasus dan kedua tipe HSV sebanyak 5,6% kasus. Secara khusus, lesi eritema multiforme (baik minor dan mayor) dimulai pada hari 10-14 yang diikuti dengan manifestasi klinis dari infeksi HSV. Namun, penting untuk ditekankan bahwa HSV dapat diketahui hanya selama rekurensi kedua

dari penyakit dan HAEM dapat dipastikan pada rekurensi ketiga.

Beberapa penelitian menunjukan patogenesis HAEM yang konsisten dengan keterlambatan reaksi hipersensitifitas. Penyakit dimulai dengan membawa fragmen DNA HSV dalam sirkulari peredaran darah perifer mononuklear sel CD34+ (prekursor Sel langerhans) ke keratinosit, yang mana akan memicu sel CD4+ TH1 HSV spesifik. Peradangan terjadi dipicu oleh interferon gamma (IFN-Gama), yang mana dilepaskan dari sel CD4+ yang merespon antigen dari virus, kemudian terjadi kerusakan epidermal immunomediasi. PCR telah digunakan untuk mendeteksi kehadiran DNA HSV pada lesi HAEM dan jaringan, dan gen HSV yang juga teridentifikasi dengan trasncriptase berkebalikan dari PCR atau immunohistochemistry menggunakan antibodi pada gen spesifik virus. Deteksi dari IFN gama pada lesi HAEM dapat juga digunakan sebagai bukti keterlibatan virus. Hasil pemeriksaan serologi dapat mengidentifikasikan HSV -1 dan HSV -2, dan mendeteksi antibodi IgM dan IgG spesifik untuk memastikan kemungkinan riwayat infeksi HSV, walaupun hal ini tidak begitu dibutuhkan untuk diagnosis.

Diagnosis HAEM dilakukan secara klinis, dan mudah ketika pada pasien berkembang lesi target dengan didahului atau sedang terinfeksi HSV. Temuan lesi kulit atau oral (atau keduanya) pada pasien dengan dugaan HAEM perlu didukung diagnosis secara klinis. Pada kasus kami, ulserasi difus pada mukosa oral yang berkembang pada mukosa bukal, mukosa labial dan ditemukan krusta hemoragi pada bibir dan juga ditemukan lesi pada kulit. Tanda dan gejala sistemik yang jelas (lesi kutan

Page 6: managemen eritema multiforme

dan mukosal) diduga terdiagnosa eritema multiforme mayor. Pemeriksaan histopatologi menunjukan bentuk khas dari eritema multiforme, namun bukan termasuk pathognomonic. Vesikel subepitel atau intraepitel biasanya terlihat dan berhubungan dengan nekrotik keratinosit basal, dan subepitelial edem dan infiltrasi inflamasi yang intens (limfosit, neutrofil, dan sering nya eosinofil ) hadir. Sifat –sifat tadi merupakan karakteristik eritema multiforme, namun bukan pathognomonik. Seringnya, infiltrasi peradangan tersusun secara orientasi perivaskular yang mana secara khas terlihat pada eritema multiforme. Perubahan efek baik kedua epitel dan jaringan lunak pendukung terlihat pada kasus ini. Semua gejala termasuk klinis dan histologis pada pasien dengan kondisi postif HSV dan gejala rekuren dipastikan terdiagnosis HAEM.

Perawatan eritema multiforme bergantung pada keparahan klinis. Bentuk ringan dari penyakit ini biasanya sembuh dalam 2-6 minggu, menggunakan obat lokal, analgesik topikal atau anestesi untuk mengontrol sakit dan diet cair biasanya diberikan pada kondisi ini. Untuk beberapa kasus yang parah, perawatan intensiv dengan cairan terapi intravena mungkin dibutuhkan. Antihistamin oral dan steroid topikal dapat juga dibutuhkan untuk meredakan nyeri. Kortikosteroid sistemik telah digunakan dan sukses pada beberapa pasien, namun bukti penggunaan obat terhadap eritema multiforme masih terbatas.

Rekurensi biasanya terjadi sekitar 20-25% pada kasus eritema multiforme. Walaupun penyakit ini sembuh spontan pada hari 10-20, pasien dapat mengalami rekurensi 2-24

kali dalam setahun. Rata-rata durasi penyakit ini adalah 10 tahun (range 2036 tahun).

HAEM biasanya efektif teratasi dengan asiklovir (200mg, 5 kali sehari selama 5 hari), namun bila skema pengobatan ini dimulai pada hari pertama dalam waktu dekat. Bila eritema multiforme tetap rekuren, pengobatan dapat dilanjutkan dengan pemberian dosis rendah secara berkala menggunakan asiklovir oral bila dibutuhkan. Asiklovir oral menunjukan keefektifitasan yang baik dalam menjaga terjadinya rekurensi HAEM, dan protokol pemberian dengan dosis 200-800 mg/hari selama 26 minggu. Bila perawatan asiklovir gagal, dapat diberikan valacyclovir 500 mg 2 kali sehari. Valasiklovir memiliki bioavailabiliti yang lebih tinggi dan lebih efektif dalam menekan terjadinya rekurensi HAEM. Selama rekurenfi kedua atau ketiga pada kasus ini, pasien dirawat dengan asiklovir 1000 mg/ hari dan digunakan profilaksis berupa asiklovir untuk menghindari rekurensi. Dosis dari medikasi antivirus dapat dikurangi bila selama 4 bulan pasien tidak mengalami rekurensi dan obat dapat dihentikan. Pada kasus kami, pasien diberikan asiklovir selama 7 bulan, dimulai dengan 800mg/ hari dan diturunkan pada bulan terakhir menjadi 400 mg/hari.

Kesimpulan

Langkah terpenting dalam perawatan eritema multiforme adalah mencegah kontak dengan agen penyebab. Walaupun etiologinya masih belum jelas, hubungan antara eritema multiforme dan infeksi herpes memiliki hubungan. Pada kasus ini, eritema multiforme dipicu oleh infeksi HSV, dan penyakit dapat dikontrol dengan asiklovir berkala untuk mencegah

Page 7: managemen eritema multiforme

rekurensi. Pasien harus diberikan informasi mengenai kondisi ini dan penting untuk mencegah rekurensi.

Referensi

1. Kokuba H, Aurelian L, Burnett JW. Herpes simplex virus associated erythema multiforme (HAEM) is mechanistically distinct from drug-induced erythema multiforme: interferon-γ is expressed in HAEM lesions and tumor necrosis factor-α in drug-induced erythema multiforme lesions. J Invest Dermatol. 1999;113(5):808-15.

2. Lamoreux MR, Sternbach MR, Hsu WT. Erythema multiforme. Am Fam Physician. 2006;74(11):1883-8.

3. Al-Johani KA, Fedele S, Porter SR. Erythema multiforme and related disorders. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2007;103(5):642-54.

4. Farthing P, Bagan JV, Scully C. Mucosal diseases series. Number IV. Erythema multiforme. Oral Dis. 2005;11(5):261-7.

5. Weston WL. Herpes-associated erythema multiforme. J Invest Dermatol. 2005;124(6):xv-xvi.

6. Ng PP, Sun YJ, Tan HH, Tan SH. Detection of herpes simplex virus genomic DNA in various subsets of Erythema multiforme by polymerase chain reaction. Dermatology. 2003;207(4):349-53.

7. Nanda S, Pandhi D, Reddy BS. Erythema multiforme in a 9-day-old neonate. Pediatr Dermatol. 2003;20(5):454-5.

8. Aburto C, Torres R, Caro A, Salinas E. Síndrome de Stevens-Johnson asociado a infección por Mycoplasma pneumoniae y vírus herpes [Stevens- Johnson syndrome associated with Mycoplasma pneumoniae and

herpes virus infection]. Folia Dermatol Peru. 2005;16(2):81-4. [In Spanish; English abstract].

9. Kokuba H, Imafuku S, Huang S, Aurelian L, Burnett JW. Erythema multiforme lesions are associated with expression of a herpes simplex virus (HSV) gene and qualitative alterations in the HSV-specific T-cell response. Br J Dermatol. 1998;138(6):952-64.

10. Fernández García JR, Alcaraz Vera M, Ruiz Jiménez MA, Rodríguez Murillo JM, Hens Pérez A. Eritema multiforme. Rev Esp Pediatr. 2000;56:202- 5. [In Spanish].

11. Sun Y, Chan RK, Tan SH, Ng PP. Detection and genotyping of human herpes simplex viruses in cutaneous lesions of erythema multiforme by nested PCR. J Med Virol. 2003;71(3):423-8.

12. Farthing PM, Maragou P, Coates M, Tatnall F, Leigh IM, Williams DM. Characteristics of the oral lesions in patients with cutaneous recurrent erythema multiforme. J Oral Pathol Med. 1995;24(1):9-13.

13. Aurelian L, Ono F, Burnett J. Herpes simplex virus (HSV)-associated erythema multiforme (HAEM): a viral disease with an autoimmune component. Dermatol Online J. 2003;9(1):1.

14. Spandau U, Brocker EB, Kampgen E, Gillitzer R. CC and CXC chemokines are differentially expressed in erythema multiforme in vivo. Arch Dermatol. 2002;138(8):1027-33.

15. Gavaldá-Esteve C, Murillo-Cortés J, Poveda-Roda R. Eritema multiforme. Revisión y puesta al dia [Erythema multiforme: revision and update]. RCOE. 2004;9(4):415-23. [In Spanish; English abstract].

16. Shin HT, Chang MW. Drug eruptions in children. Curr Probl Pediatr. 2001;31(7):207-34.

Page 8: managemen eritema multiforme

17. Bowers KE. Oral blistering diseases. Clin Dermatol. 2000;18(5):513-23.

18. Hernanz JM, González-Beato M, Pico M, Pérez S, Marengo S. Eritema exudativo multiforme “minor.” Acta Pediátrica Española. 2000;58:89-90. [In Spanish; English abstract].

19. Woo SB, Challacombe SJ. Management of recurrent oral herpes simplex infections. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2007;103(Suppl):S12.e1-18.