Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala...

37
i PEMAKAMAN BUAYA (Kajian Sosio-Teologis terhadap Pandangan Masyarakat Bu’at Berhubungan dengan Pemakaman Buaya) Oleh: Maria Yuliana Saekoko 712013067 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi Program Studi Teologi Fakultas Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2019

Transcript of Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala...

Page 1: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

i

PEMAKAMAN BUAYA

(Kajian Sosio-Teologis terhadap Pandangan Masyarakat Bu’at Berhubungan

dengan Pemakaman Buaya)

Oleh:

Maria Yuliana Saekoko

712013067

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2019

Page 2: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

ii

Page 3: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

iii

Page 4: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

iv

Page 5: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

v

Page 6: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

vi

Page 7: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

vii

MOTTO

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina

hikmat dan didikan.

Amsal 1:7

Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan,

lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh

Dia kepada Allah, Bapa kita.

Kolose 3:17

Page 8: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

viii

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan

karuniaNya yang sungguh luar biasa dalam kehidupan penulis. Secara khusus, penulis

mengucapkan syukur karena perkenananNya bagi penulis selama penulis menjalani masa

pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW).

Tugas Akhir ini ditulis sebagai persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Sains dalam

bidang Teologi (S.Si Teol). Disamping itu, dalam menyusun Tugas Akhir ini penulis

berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dan dapat diterima oleh para pembaca.

Penulis

Page 9: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur dan terima kasih saya sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus,

karena berkat cinta, kasih dan penyertaanNya tugas akhir ini dapat terselesaikan. Saya juga

hendak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapa Yosafat dan Mama Amdalia tercinta untuk setiap semangat yang diberikan dan

dukungan doa serta kerja keras untuk saya selama pendidikan dan kehidupan saya.

Serta keempat sodara saya Donna, Ari, Stevi dan Astin yang selalu saling

mendukung. Terima kasih YADAMSA.

2. Pdt. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt. Cindy Quartyamina Koan, kedua dosen yang

sudah bersedia menjadi pembimbing saya dalam penulisan tugas akhir ini. Terima

kasih untuk bimbingannya dan penerimaannya.

3. Gereja Embun Hermon Bu‟at yang telah bersedia menjadi tempat penelitian saya

dalam penulisan tugas akhir ini. Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada

Pendeta serta jemaat yang telah bersedia menjadi narasumber saya selama penelitian

yang saya lakukan, kiranya Tuhan memberkati. Terima kasih juga saya ucapkan bagi

Cavik Kiki Molada beserta pemuda-pemuda gereja yang telah membantu saya dalam

melakukan penelitian.

4. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel yang telah menjadi wali studi selama masa studi saya.

5. Seluruh dosen Fakultas Teologi yang telah bersedia memberikan saya ilmu dan

menjadi orang tua bagi saya di Fakultas Teologi.

6. Bu Budi dan Mas Eko selaku TU Fakultas Teologi, terima kasih telah melayani

mahasiswa dengan baik dan ramah.

7. Gereja Kristen Jawa (GKJ) Sidomukti, yang telah menerima saya selama 4 semester

untuk dapat melaksanakan PPL I-IV. Terima kasih untuk penerimaan dan

pembelajaran yang telah dibagi bagi saya. Terima kasih juga untuk teman-teman yang

selalu bersama dalam melaksanakan PPL di GKJ Sidomukti.

8. Panti Asuhan Terang Anak Bangsa yang telah dengan senang hati menerima saya

untuk melaksanakan PPL V.

9. Gereja GMIT Efata SoEyang telah menerima saya dengan senang hati untuk

menjalani masa PPL X. Terima kasih untuk setiap pengalaman dan pembelajaran

yang diberikan.

10. Keluarga besar angkatan 2013. Terima kasih telah menjadi keluarga dalam suka

maupun duka.

Page 10: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

x

11. Keluarga besar Kontrakan Ceria (Ka Basthen, Yohan, Stevi, Syall, Nolly, Puma,

Lany). Terima kasih untuk keceriaan dan dukungan yang selalu diberikan. Terima

kasih juga bagi Tika, Iren, Idha, Cipe, Rany, dan Sintha. Terima kasih juga untuk

IKMASTI‟13 yang hadir sebagai keluarga baru di salatiga.

12. Sahabat saya Vhyta, Aulia, Novanti, Yollanda, Chyci, Ega, Tyrsa, Neny, Milde,

Yohan dan semua sahabat yang selalu mendukung. Terima kasih Vhyta untuk

dukungannya selalu.

Salatiga, 15 Januari 2019

Maria Yuliana Saekoko

Page 11: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………………... i

Lembar Pengesahan…………………………………………………………………... ii

Pernyataan Tidak Plagiat…………………………………………………………….. iii

Pernyataan Persetujuan Akses………………………………………………………. iv

Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir Untuk Kepentingan Akademis… v

Pernyataan Keaslian Karya Tugas Akhir…………………………………………… vi

Motto…………………………………………………………………………………… vii

Kata Pengantar……………………………………………………………………….. viii

Ucapan Terima Kasih………………………………………………………………… ix

Daftar isi……………………………………………………………………………….. xi

Abstrak………………………………………………………………………………… xii

1. Pendahuluan................................................................................................ 1

2. Landasan Teori........................................................................................... 5

2.1 Agama.............................................................................................. 5

2.2 Totemisme........................................................................................... 7

2.3 Simbol, Mitos, dan Ritual.................................................................. 9

3. Kepercayaan Terhadap Buaya dalam Pemahaman Masyarakat Bu’at 11

3.1 Sejarah Gereja Embun Hermon Bu‟at.................................................. 11

3.2 Kepercayaan orang Timor .................................................................... 12

4. Analisa............................................................................................................. 18

5. Penutup.......................................................................................................... 21

Daftar Pustaka........................................................................................................ 23

Page 12: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

xii

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan orang Timor di Wilayah

Bu‟at mengenai buaya serta mendeskripsikan alasan-alasan umat Kristen di wilayah Bu‟at

terhadap perlakuan istimewa yang diberikan terhadap buaya berupa pemakaman layaknya

manusia. Melalui penelitian ini pertanyaan yang hendak dijawab ialah pandangan orang-

orang Timor di wilayah Bu‟at mengenai buaya dan mengapa pemakaman buaya dilakukan

oleh masyarakat Bu‟at walaupun kekristenan telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Penelitia berlokasi di Bu‟at khusunya Gereja Embun Hermon Bu‟at. Dalam penulisan ini

penulis menggunakan teori totemisme. Kepercayaan totemisme merupakan bentuk

kepercayaan yang dalam prakteknya mereka menganggap bahwa binatang memiliki jiwa dan

roh sehingga haruslah disembah atau diberlakukan istimewa. Pemberlakuan istimewapun

dilakukan oleh masyarakat Bu‟at terhadap buaya dengan cara melakukan pemakaman

terhadap buaya. Pemakaman buaya dimaknai sebagai sebuah bentuk penghormatan mereka

terhadap buaya. Kepercayaan terhadap buaya dalam suku meto hadir karena pada masa

lampau adanya legenda yang menceritakan bahwa buaya merupakan binatang yang

memberikan kehidupan bagi masyarakat timor serta pulau timor merupakan pulau yang

berbentuk seperti buaya yang sedang berbaring. Legenda ini tidak berakhir pada masa

lampau, kisah tersebut masih terdengar hingga kini dan masih hadir dalam kepercayaan

sekelompok kecil orang. Kepercayaaan terhadap buaya masih ada hingga kini. Kepercayaan

akan buaya dihadirkan melalui praktek penyembahan oleh golongan-golongan tertentu dan

ada juga yang hanya menghargainya sebagai kisah masa lampau yang harus tetap dijaga

tanpa melakukan penyembahan karena adanya kesadaran bahwa Kekristenan telah menjadi

bagian dalam kepercayaan mereka.

Kata Kunci : Buaya, Totemisme, Kepercayaan

Page 13: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

1

1. Pendahuluan

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi yang terdiri dari berbagai

pulau-pulau. Pulau-pulau yang terdapat di Provinsi NTT ialah pulau Flores, Sumba, Timor,

Alor, Sabu dan Rote. Pada setiap pulau terdapat berbagai suku yang hadir dengan berbagai

kebudayaan mereka yang berbeda-beda.

Pulau Timor merupakan salah satu pulau di NTT. Pulau ini merupakan pulau yang

daerahnya bergunung-gunung dan merupakan wilayah yang kering dengan musim panas yang

berlangsung 7-8 bulan1. Di Pulau Timor terdapat berbagai suku dan salah satunya ialah suku

Timor. Suku Timor yang dimaksud di sini ialah suku atoni yakni kelompok-kelompok marga

yang adalah penduduk asli di pedalaman pulau Timor2. Orang Timor biasanya menyebut diri

Atoni Pah Meto, yaitu „orang dari tanah kering‟3. Kata Atoni dalam bahasa Timor berarti

„orang (laki-laki)‟. Sedangkan pah meto berarti tanah yang kering. Kata majemuk atoni meto

terdiri atas kata atoni dan meto. Atoni merupakan bentuk matatesis dari kata atoni yang

berarti laki-laki, tetapi dapat juga berarti segolongan orang atau suatu suku bangsa. Meto

pada umumnya berarti kering, tetapi dalam konteks kata majemuk atoni meto, meto

mengandung makna daratan. Jadi atoni meto mengandung makna orang atau suku bangsa

penghuni daratan. Warga suku bangsa itu menamakan diri dan suku bangsa mereka atoni

meto dengan makna penghuni sehingga dengan sendirinya makna penghuni daratan itulah

yang digunakan dalam tulisan ini4. Masyarakat Timor terdiri dari atoni (Laki-laki) dan bife

(Perempuan).

Suku Timor memiliki berbagai kebudayaan dan kepercayaan yang masih dipegang teguh

hingga saat ini. Salah satu kepercayaan masyarakat Timor yang masih ada hingga kini ialah

kepercayaan terhadap legenda yang menceritakan bahwa buaya merupakan binatang yang

telah memberikan kehidupan bagi masyarakat Timor. Menurut legenda, seekor anak buaya

dalam keadaan sekarat di suatu tempat kering karena tidak tahu jalan ke laut. Seseorang anak

merasa iba, sehingga ia mengambil anak buaya tersebut lalu membawanya ke pantai. Ketika

buaya masuk ke dalam air, maka laut menjadi naik sehingga tidak ada lagi daratan sehingga

hidup anak tersebut terancam. Sebagai ungkapan terimakasih, maka buaya tersebut

1 Ebenhaizer I. Nuban Timo, Kupang Punya Cerita: Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu, (Salatiga: UKSW, 2017), 74 2 Nuban Timo, Kupang Punya Cerita, 74 3 Pieter Middelkoop, Atoni pah meto : pertemuan Injil dan kebudayaan di kalangan suku Timor asli, (Jakarta:BPK Gunung

Mulia, 1982), 233 4Maglon Ferdinand Banamtuan, “Upaya Pelestarian Natoni (Tuturan Adat) Dalam Budaya Timor Dawan (Atoni Meto)”

Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol.6, No.1 (2016): 81-82, diakses November 2, 2017, paradigma.ui.ac.id/index.php/paradigma/article/download/82/pdf

Page 14: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

2

menawarkan punggungnya kepada anak tersebut dan berjanji akan melindungi si anak dari

segala bahaya. Buaya tersebut akhirnya menjadi semakin tua. Ketika ajalnya mendekat,

buaya berenang ke suatu tempat. Dia meminta anak itu dan keturunannya untuk tetap tinggal

di atas punggungnya. Mereka boleh menikmati segala yang tersedia di punggung buaya, serta

di dalam tubuh sang buaya. Buaya tersebut kemudian mati. Bangkai tubuhnya berubah

menjadi daratan, yakni pulau Timor yang kini didiami oleh suku Meto5. Keyakinan ini

membuat suku ini tidak segan menjadikan buaya sebagai objek penyembahan. “Selain buaya,

tidak ada binatang lain yang mendapat penghormatan besar dari suku Meto di Timor.” Begitu

kata John Hessing, seorang pendeta Belanda yang tinggal di Babau dalam tulisannya berjudul

“Krokodillenvereering op Timor” dalam De Timor-Bode Mei 1919. Suku meto Pra-Kristen

menyembah buaya karena menganggap binatang ini sebagai penguasa lautan, sungai, pemberi

hujan kesejukan, kesuburan dan kesejahteraan.Singkatnya buaya adalah penguasa air6. Dalam

buku seorang antropolog Eropa, dia menyebut Pulau Timor dengan namathe island of the

sleeping crocodile (pulau dari buaya yang sedang berbaring). Dia menyebut Pulau Timor

demikian karena dia melihat bentuk Pulau Timor yang seperti buaya dan penyembahan buaya

oleh suku meto7. Lebih dari pada itu, sejak dulu gambaran buaya telah hadir dalam berbagai

simbol suku Timor seperti di tempat siri (oko mama), tempat kapur (tiba). Selain itu ukiran

buaya juga dapat ditemukan dalam berbagai ukiran di tembok-tembok pagar instansi, rumah-

rumah adat di pedalaman suku meto, dan anyaman-anyaman8.

Pada kepercayaan orang Timor, buaya merupakan binatang yang dianggap memiliki

makna tersendiri bagi masyarakat Timor dari dulu hingga kini.Karena adanya makna

tersendiri terhadap buaya maka perlakuan “istimewa” pun diberikan terhadap binatang

tersebut.Perlakuan istimewa terhadap binatang tersebut masih berlaku hingga saat ini

walaupun mereka telah menjadi jemaat Kristen. Hal ini terlihat ketika masyarakat di Timor

khususnya wilayah Bu‟at yang terletakdi Kelurahan Karang Siri, Kecamatan Kota Soe,

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, melaksanakan pemakaman atas kematian

seekor buaya di Taman Bu‟at layaknya manusia.

Buaya yang dimakamkan oleh masyarakat wilayah Bu‟at pada 29 Juni 2017, merupakan

seekor buaya yang dipelihara sejak tahun 1987 dan buaya yang dipelihara di Taman Bu‟at ini,

5 Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya: Upaya Menjajaki Makna Allah dalam Perangkat Budaya Suku-suku di Nusa

Tenggara Timur, (Maumere: Ledalero,2009), 142. 6 Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, 140. 7 Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, 141. 8 Ananda I. Faot,” Suatu Tinjauan sosio-Teologis Terhadap Makna Corak Buaya dalam Tenun dan Ukiran Budaya Timor di Niki-

Niki Kecamatan Amanuban Tengah” (Fakultas Teologi: Universitas Kristen Satya Wacana, 2012), 16.

Page 15: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

3

merupakan buaya yang diserahkan secara adat oleh Bupati pada waktu itu9. Pada awalnya

buaya yang diserahkan adalah buaya jantan dan buaya betina (satu pasang), namun buaya

jantan mati dan akhirnya hanya tersisa buaya betina. Selain itu buaya tersebut, tidak dibiarkan

begitu saja, namun mereka (pemerintah dan masyarakat) juga memberi makan kepada buaya

tersebut berupa ayam dan berbagai daging lainnya10

. Buaya yang telah dipelihara bertahun-

tahun ini ditemukan mati pada 27 Juni 2017. Kematian buaya tersebut tidak dibiarkan begitu

saja oleh masyarakat sekitar. Namun yang dilakukan ialah mereka mengadakan pemakaman

buaya secara adat yang dipimpin oleh tetua adat. Selain itu mereka juga mendoakan buaya

tersebut dan doa dipimpin penatua yang pada saat itu hadir.

Pemakaman pada umumnya dilakukan jika seseorang telah dinyatakan meninggal dunia.

Setiap agama memiliki cara yang berbeda-beda dalam pelaksanaan pemakaman. Umat

Kristen pada umunya melakukan pemakaman untuk manusia dengan rangkaian tata ibadah

yang telah disusun. Terkait binatang yang mati biasanya dikubur biasa saja tanpa melakukan

ibadah. Namun hal yang berbeda dilakukan oleh masyarakat ini dalam menguburkan buaya

tersebut.Buaya tidak dikuburkan “begitu saja” namun mereka melakukan pemakaman

layaknya manusia yang di hadiri oleh masyarakat dan dipimpin oleh tetua adat serta penatua.

Perlakuan “istimewa” terhadap buaya ini merupakan sebuah fenomena yang

menarik.Pemakaman terhadap buaya merupakan sebuah sikap yang dilakukan masyarakat

untuk menghargai binatang tersebut.Pemakaman ini dilakukan oleh masyarakat yang telah

memeluk agama Kristen yang pada dasarnya menyadari bahwa dalam ajaran mereka hanya

Tuhan sajalah yang harus disembah dan penyembahan-penyembahan pada masa lalu haruslah

ditinggalkan.Namun hal berbeda terlihat dalam kasus ini yakni, mereka yang telah beragama

Kristen tetap mempercayai/menyimpan keyakinan-keyakinan masa lalu yang berkaitan

dengan buaya.

Berdasarkan latar belakang di atas, terutama upacara khusus yang dilakukan masyarakat

wilayah Bu‟at terhadap buaya walaupun mereka telah memeluk agama Kristen maka muncul

masalah yang menarik untuk diteliti yang saya kemas dalam judul “ Pemakaman Buaya:

Kajian Sosio-Teologis terhadap pandangan masyarakat Bu’at berhubungan dengan

pemakaman buaya”

9Wawancara via telpon, narasumber Bapak Charles Boling (Salatiga, 01 November 2017, pukul 17.20 WIB). 10Wawancara via telpon, narasumber Bapak Charles Boling.

Page 16: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

4

Pemberlakuan istimewa terhadap buaya yakni dimakamkan selayaknya manusia

dilakukan bukan oleh masyarakat yang tidak memiliki agama. Namun hal ini dilakukan oleh

masyarakat Timor khususnya wilayah Bu‟at dan berbagai masyarakat lainnya yang yang

telah memeluk agama kristen.

Dalam pengajaran agama Kristen, Tuhan Allah yang harus disembah oleh setiap pemeluk

agama Kristen dan melalui Tuhan Allah segala berkat dapat diperoleh. Namun hal berbeda

terlihat dalam kasus ini yakni, mereka yang telah memeluk agama kristen tetap

mempercayai/menyimpan keyakinan-keyakinan masa lalu terkait dengan buaya sehingga

ketika buaya yang telah dipelihara bertahun-tahun ini mati, maka yang dilakukan ialah

memakamkannya layaknya manusia.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian

adalah: Bagaimana pandangan orang-orang Timor di wilayah Bu‟at mengenai buaya?

Mengapa pemakaman buaya dilakukan oleh masyarakat Bu‟at walaupun kekristenan telah

menjadi bagian dari kehidupan mereka?

Melalui tulisan ini, maka penulis bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan orang

Timor di Wilayah Bu‟at mengenai buaya serta mendeskripsikan alasan-alasan umat Kristen

di wilayah Bu‟at terhadap perlakuan istimewa yang diberikan terhadap buaya berupa

pemakaman layaknya manusia. Manfaat penelitian atas topik ini ialah menambah

pemahaman bagi masyarakan Bu‟at mengenai buaya dalam budaya Timor.Selain itu, topik ini

juga dapat digunakan dalam matakuliah agama-agama timur, dalam memahami kepercayaan

masyarakat Timor.

Dalam penulisan ini, metode penelitian yang digunakan penulis ialah metode penelitian

kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk mendapat

data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna11

. Creswel (2008), mendefinisikan

metode penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi

dan memahami suatu gejala sentral.Untuk dapat memahami gejala sentral tersebut maka

diperlukan wawancara (tanya-jawab) antara peneliti dan peserta penelitian dengan

mengajukan pertanyaan yang umum dan agak lugas.Informasi yang didapat baik berupa kata-

kata atau teks, kemuduan dianalisa12

.

11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012), 9. 12 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulan, (Jakarta: Grasindo,2013), 7.

Page 17: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

5

Sistematika penulisan tugas akhir ini akan terbagi atas empat bagian yang terdiri atas:

bagian pertama berupa pendahuluan, bagian kedua memaparkan teori totemisme, bagian

ketiga yaitu hasil penelitian, bagian keempat dan analisa,danbagian kelima yaitu penutup.

2. Landasan Teori

2.1 Agama

Agama merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Agama dapat dikatakan

sebagai sebuah fenomena universal karena dapat ditemukan di setiap masyarakat.

Eksistensinya telah ada sejak zaman prasejarah. Pada saat itu, orang sudah menyadari bahwa

ada kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya yang alih-alih bisa dikontrolnya, kekuatan-

kekuatan tersebut bahkan memengaruhi kehidupannya. Dalam literatur antropologi terdapat

banyak teori yang menjelaskan mengenai keberadaan dan perkembangan agama. Kebanyakan

teori antropologi melihat agama sebagai suatu entitas yang mengalami perkembangan

evolusioner13

.

Agama merupakan suatu hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia. Agama pun

telah mengalami berbagai perkembangan dari dulu hingga kini. Perkembangan agama yang

telah terjadi berjalan sesuai dengan hukum kemajuan manusia14

. Dalam perkembangan

agama terdapat kepercayaan yang disebut sebagai agama primitif diantaranya ialah:

a. Animisme

Animisme berasal dari kata Latin, anima yang berarti “nyawa”. Animisme

merupakan suatu kepercayaan bahwa roh atau jiwa mempunyai eksistensi secara

independent dalam dunia material15

. Bagi manusia primitif, nyawa yang mereka

pahami ialah daya-kekuatan hidup, yang dapat tinggal di dalam manusia, tetapi juga

di dalam binatang, di dalam tumbuh-tumbuhan dan pada umumnya di dalam segala

apa yang ada16

.

Kepercayaan animisme merupakan suatu susunan keagamaan yang harus kita

artikan sebagai suatu rangkaian upacara-upacara, tanggapan-tanggapan, mite dan

sebagainya yang religius-magis dan yang melukiskan adanya makhluk-makhluk halus

sakti yang ada kepribadiannya. Dalam animisme dapat ditemukan bahwa terdapat

kekuatan-kekuatan yang bekerja pada manusia karena kehendaknya (kehendak daya-

13 Sidung Haryanto, Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Postmodern (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2015), 21 14 Allan Menzies., Sejarah Kepercayaan dan Agama-agama Besar Dunia (Yogyakarta: Indoliterasi, 2015), 4 15 Haryanto, Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Postmodern, 21 16 M.D. Koesoemosoesastro dan Soegiarto., diterjemahkan., ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia2003), 59

Page 18: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

6

daya kekuasaan). Hal-hal yang diperbuat oleh daya-daya kekuasaan yang lebih tinggi

dari pada manusia itu, tidak dapat dimengerti oleh manusia primitif. Sikap yang

ditimbulkan terkadang baik namun terkadang tidak baik sehingga dalam hubungan

antar manusia primitif dan daya kekuasaan tersebut rasa takutlah yang berkuasa

karena makhluk-makhluk halus tersebut bersifat luar-insani dan atas-insani17

.

Animisme dapat didefinisikan sebagai kepercayaan pada makhluk-makhluk

adikodrati yang dipersonalisasikan. Manifestasinya adalah dari roh yang Mahatinggi

hingga pada roh halus yang tak terhitung banyaknya, roh leluhur, roh dalam objek-

objek alam. Kepercayaan pada roh biasanya termasuk suatu rasa kebutuhan akan

suatu bentuk komunikasi dengan mereka untuk menangkal kejahatan, menghilangkan

musibah atau menjamin kesejahteraan18

.

b. Dinamisme

Dinamisme berasal dari kata Yunani, dynamis yang berarti kekuasaan,

kekuatan, khasiat. Dalam dinamisme akan ditemukan daya-daya kekuasaan yang tidak

berpribadi, yang mengenakan dayanya yang otomatis kepada manusia19

. Dinamisme

ialah kepercayaan kepada suatu daya kekuatan atau kekuasaan yang keramat dan tidak

berpribadi, yang dianggap halus maupun berjasad, semacam fluidum, yang dapat

dimiliki maupun tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang dan manusia. Kekuasaan

atau kekuatan, yang dibicarakan dalam dinamisme, di dalam ilmu pengetahuan lazim

disebut “mana”. Jika suatu benda atau seseorang tidak mengandung “mana” maka ia

tidak akan diperhatikan. Namun hal sebaliknya akan terjadi yakni jika suatu benda

atau seseorang mengandung “mana” maka perhatian istimewa akan diberikan bagi

mereka20

.

c. Monoteisme

Istilah monoteisme secara etimologi berasal dari kata Yunani monos (satu,

tunggal) dan theos (Tuhan), artinya suatu paham yang mengajarkan bahwa Tuhan itu

satu, sempurna, tak berubah, pencipta seluruh alam semesta. Dalam paham ini, Tuhan

secara radikal ontologis dianggap berbeda dari dunia. Ia juga dipahami sebagai

Pribadi yang terlibat dan menguasai dunia, serta pantas disembah dan dihormati oleh

segenap ciptaan. Monoteisme mengandaikan gagasan tentang Tuhan sebagai Pengada

Ilahi yang mempunyai pikiran dan kehendak, seorang Pribadi yang dapat dipahami

17 Koesoemosoesastro dan Soegiarto, diterjemahkan., ilmu Agama, 53-54 18 Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 67 19 Koesoemosoesastro dan Soegiarto, diterjemahkan., ilmu Agama, 53 20 Koesoemosoesastro dan Soegiarto, diterjemahkan., ilmu Agama, 34

Page 19: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

7

oleh manusia dengan memakai gambaran yang diambil dari kehidupan manusia,dan

dapat didekati dengan doa dan ibadah21

.

d. Totemisme

Totemisme merupakan suatu bentuk kepercayaan yang menganggap binatang dan

tumbuh-tumbuhan mempunyai jiwa atau roh.

Pada saat ini, masyarakat telah beralih dari agma-agama primitif dan masuk dalam

agama-agama nasional (islam, kristen protestan, katolik, Buddha, hindu dan konghucu).

Namun terkadang ketika agama nasional telah dilakukan, akan tetapi kepercayaan akan

agama primitif pun masih ada dalam sebagian besar orang. Salah satu bentuk kepercayaan

yang masih ada ialah totemisme.

2.2 Totemisme

Istilah totemisme berasal dari kata Ojibwa (suku Algonkin dari Amerika Utara),

ditulis secara beragam totem, tatam, dodain. Dalam suku-suku Australia, kita akan mendapati

satu kelompok yang menduduki tempat istimewa dalam kehidupan kolektif: kelompok

tersebut adalah marga. Individu-individu yang menjadi anggota merasa terikat oleh hubungan

kekeluargaan, tapi ikatan ini sangat khas. Hubungan kekeluargaan ini lahir bukan karena

memiliki hubungan darah melainkan karena memakai nama yang sama. Nama yang dipakai

adalah nama dari benda-benda tertentu yang dianggap memiliki hubungan khusus. Spesies

benda-benda yang dipakai sebagai nama marga secara kolektif itulah yang menjadi totem

marga tersebut. Totem marga juga menjadi totem setiap anggotanya. Objek yang dijadikan

totem sebagian besar berasal dari dunia tetumbuhan atau binatang22

. Terkadang sekelompok

leluhur atau seorang leluhur juga dijadikan sebagai totem23

.

Totem bukan hanya sekedar sebuah nama, namun totem juga merupakan sebuah

lambang. Setiap kelompok marga di setiap suku seringkali menggunakan totem mereka

sebagai sebuah lambang dengan cara yang berbeda-beda. Terkadang totem mereka digambar,

diukir, dijadikan patung, dipahatkan di dinding-dinding dan kadang kala tubuh juga

digunakan untuk menggambarkan totem mereka24

. Dalam kepercayaan masyarakat Batak,

21 J. Sudarminta, Dunia, Manusia dan Tuhan (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 70 22 Durkheim,The Elementary Forms of The Religious Life, 154-155,157

23 Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, 157, 159 24 Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, 170-174

Page 20: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

8

kerbau dan cicak merupakan binatang totem. Adanya tanduk kerbau di depan rumah dan

gambar atau patung cicak di dalam rumah menjadi bukti bahwa kedua hewan ini adalah totem

bagi masyarakat. Kedua hewan ini merupakan lambang kehadiran dewa, yakni dewa yang

memberikan kesuburan, kemakmuran25

. Selain itu dalam suku-suku asli Australia binatang-

binatang totem di dipertahankan dan dipuja karena mereka melambangkan kesatuan dengan

klan mereka26

.

Totem dianggap sebagai hal yang suci sehingga mereka tidak akan memakannya27

.

Pada acara-acara tertentu yakni upacara-upacara keagamaan maka binatang totem digunakan

sebagai kurban. Para anggota klan akan berkumpul dan memberitahukan perkembangan

totemnya. Dalam upacara tersebut binatang totem ditangkap, kemudian disembelih dan

dimakan dalam sebuah perjamuan sakral. Hal ini dilakukan karena tindakan ini merupakan

bentuk paling awal dari proses kurban, yang dalam beberapa agama dikemudian hari

menempati posisi yang penting. Dalam penyembahan terhadap totem ini, setiap orang

merayakan keberadaan totem tersebut dan menyatakan kesetiaan kepadanya. Dan pada

gilirannya, dengan memakan daging totem tersebut, setiap orang menerima kembali pancaran

kekuatan ilahiyah dari tuhan dan memperbaharui kehidupan ilahiyah dalam jiwa mereka28

.

Totemisme dapat dibedakan atas totemisme perseorangan dan totemisme golongan.

Totemisme perseorangan yakni seekor binatang menjadi pelindung orang tertentu, dan

totemisme golongan yakni jenis binatang tertentu dianggap dekat hubungannya dengan suatu

golongan atau suku bangsa tertentu. Dalam kedua hal ini, yang menjadi pokok ialah semacam

persekutuan, partisipasi, saling menjadi bagian antar manusia dan binatang, di dalam

persekutuan mana orang mengalami suatu daya kekuasaan yang luar biasa29

.

Totemisme merupakan fenomena yang sangat beraneka ragam dan luwes. Hal ini

dapat dilukiskan sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktik yang mewujudkan gagasan

tertentu dari suatu hubungan “mistik” atau ritual antar anggota-anggota kelompok sosial dan

suatu jenis binatang atau tumbuhan. Fenomena tersebut mengandung perintah-perintah yang

dijunjung tinggi, seperti larangan membunuh atau makan daging binatang totem atau

menggangu tanaman totem. Namun pada upacara-upacara maka para anggota klan dapat

25 Ivan Napitupulu, “Pengaruh Kepercayaan terhadap Okultisme dalam Pertumbuhan Iman Jemaat HKBP Nauli Danohorbo”

(UKSW: Fakultas Teologi, 2017), 21 26

Dhavamony, Fenomenologi Agama, 74-75 27 Menzies., Sejarah Kepercayaan dan Agama-agama Besar Dunia,61 28 Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), 158 29 Koesoemosoesastro dan Soegiarto, diterjemahkan., ilmu Agama, 55

Page 21: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

9

memakannya. Para anggota dari kelompok sosial itu juga percaya bahwa mereka diturunkan

dari satu leluhur totem yang mistis30

.

Pada berbagai bangsa yang tersebar di seluruh dunia, terdapat manusia yang

mengalami suatu hubungan yang sangat istimewa antar dirinya sendiri dan binatang-binatang.

Karena adanya hubungan erat tersebut maka tak jarang manusia mengakui bahwa binatang

sebagai nenek moyangnya. Pada banyak bangsa dapat dikatakan bahwa manusia menganggap

dirinya sendiri sebagai makhluk yang masih dekat dengan binatang dan bahwa manusia

menyangka dapat beroleh daya kekuatan keagamaan yang magis atau keselamatan dari

hubungannya dengan binatang. Dalam ilmu agama hal ini disebut totemisme31

.

Totemisme menurut Durkheim adalah kepercayaan kepada suatu kekuatan yang tak

bernama dan impersonal, yang meskipun terdapat pada diri makhluk-makhluk manusia,

hewan dan benda atau tetumbuhan, tidak dapat dicampurbaurkan dengan mereka. Ia

merupakan suatu kekuatan yang bebas. Kekuatan ini akan hidup terus dan tetap sama

walupun individu telah meninggal dunia atau pun generasi telah berlalu dan digantikan

dengan yang baru (lain). Ia dapat disebut dewa dalam kepercayaan totemik, bersifat

impersonal, tanpa nama, tanpa hikayat, imanen di dunia ini dan tersebar melekat pada benda

yang tak terhitung jumlahnya32

.

2.3 Simbol, Mitos, dan Ritual

Kata simbol berasal dari kata Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri yang

memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang33

. Simbol adalah barang atau pola yang

apapun sebabnya, bekerja pada manusia, dan berpengaruh pada manusia, melampaui

pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang

diberikan itu. Ia juga berpendapat bahwa simbol memiliki makna sendiri atau nilainya sendiri

dan bersama dengan ini daya kekuatan sendiri untuk menggerakan manusia. Daya kekuatan

simbol bersifat emotif, yang merangsang orang untuk bertindak dipandang sebagai ciri

hakikinya34

.

Dalam kehidupan beragama, simbol memainkan peran penting untuk menjelaskan

realita adi-kodrati, yang transenden, Allah yang diimani. Meskipun tidak seluruh realitas itu

30 Dhavamony, Fenomenologi Agama, 74 31 Koesoemosoesastro dan Soegiarto, diterjemahkan., ilmu Agama, 54-55 32 Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, 9 33 Budioni Harusatato, Simbolisme Jawa, (Yogyakarta: Ombak, 2008), 17 34 F.W. Dillistone, The Power Of Symbol, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002), 19

Page 22: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

10

terungkap, namun oleh simbol realitas yang tidak kelihatan bisa dijelaskan. Simbol

mengungkap dan membahasakan yang ilahi dan simbol juga dipergunakan untuk

menghadirkan yang tidak kelihatan yang bersifat roh dan Yang Mahatinggi35

.

Simbolisme dari pelbagai masyarakat yang bebeda-beda menunjukkan kebutuhan

khusus mereka dalam situasi hidup maupun orientasi keberadaan mereka. manusia mau untuk

hidup dalam suatu dunia yang ideal, di mana mereka bisa ambil bagian dalam model

kehidupan para dewa dan makhluk-makhluk adikodrati pada awal segala waktu, ketika alam

semesta lahir, untuk menirukan ucapan dan tindakan mereka, untuk mengalami kehidupan

pada awal segala sesuatu. Manusia religius menyadari bahwa alam semesta ini, maupun tata

tertib manusia di dalamnya, berasal dari tindakan para makhluk adikodrati dan ilahi36

.

Mitos merupakan simbol-simbol yang berwujud narasi. Mitos bukan hanya sekedar

sebuah imajinasi atau pertanda-pertanda, melainkan imajinasi-imajinasi yang dimuat ke

dalam bentuk cerita yang mengisahkan dewa-dewa, leluhur, para kesatria atau dunia

supernatural lainnya37

. Kata Mitos berasal dari bahasa Yunani mutos, yang secara harafiah

diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang; dalam pengertian yang lebih

luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama. Kata mythology

dalam bahasa Inggris menunjuk pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos,

maupun bagian tertentu dari sebuah mitos38

.

Mitos dalam kaitannya dengan agama, menjadi penting karena mitos memiliki fungsi

eksistensial bagi manusia. Mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan

kepercayaan tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus, atau

sebagai model tetap dari perilaku moral maupun religius. Mitos adalah cerita sejati mengenai

kejadian-kejadian yang bisa dirasa telah membentuk dunia dan hakikat tindakan moral,serta

menentukan hubungan ritual antara manusia dengan penciptanya atau dengan kuasa-kuasa

yang ada. Fungsi utama dari mitos dalam kebudayaan primitif ialah mengungkapkan,

mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas,

menjamin efisiensi dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntun

manusia39

.

35 Cristologus Dhogo, SU’I UWI: Ritus Budaya Ngadha dalam Perbandingan dengan Perayaan Ekaristi, (Yogyakarta:

Ledalero,2009), 53-54 36 Dhavamony, Fenomenologi Agama, 163 37 Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), 241-242 38 Dhavamony, Fenomenologi Agama, 147 39 Dhavamony, Fenomenologi Agama, 150-151

Page 23: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

11

Ritus merupakan salah satu bagian penting dalam tata upacara atau perayaan

keagamaan. Ritus selalu dihubungkan dengan gejala-gejala yang mempunyai ciri-ciri mistik.

Dalam ritus, relasi-relasi yang menghubungkan manusia dengan yang melampaui dirinya

terbuka dan bisa dijembatani. Artinya, ritus berusaha untuk menghadirkan dan

mengungkapkan pengalaman mistik kepada orang-orang yang menjalaninya40

.

Fungsi ritus adalah menjadi sarana pengungkapan emosi terutama ritus-ritus yang

berhubungan dengan saat-saat krisis seperti kematian, penderitaan dan bencana. Ritus

menjadi sarana untuk menenangkan hati mereka yang mengalaminya. Seringkali saat-saat

krisis mengungkap ketidakberdayaan manusiawi di hadapan Yang Ilahi. Sebab itu, ritus

berfungsi untuk memohon kepada Yang Ilahi untuk menghentikan atau menjauhkan krisis

tersebut, sehingga ritus mampu mengarahkan manusia menuju kepada hal-hal yang sakral,

yang kudus dan yang ilahi41

.

Dari penjelasan di atas maka kita dapat melihat bahwa simbol, mitos dan ritus

merupakan tiga hal yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Mitos merupakan

kisah yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu. Ketika kepercayaan tersebut

telah hadir dalam suatu masyarakat maka ritual merupakan hal yang hadir untuk

mengukuhkan kembali keyakinan-keyakinan yang ada dalam mitos. Ketika kepercayaan

tersebut telah ada dan dipegang teguh oleh masyarakat hingga dikukuhkan dalam sebuah

ritual maka simbol hadir untuk menjelaskan mengenai Allah yang mereka percaya.

3. Kepercayaan Terhadap Buaya dalam Pemahaman Masyarakat Bu’at

3.1 Sejarah Gereja Embun Hermon Bu’at

Bu‟at merupakan salah satu tempat yang terletak di kelurahan Karang Siri, Kecamatan

Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Luas wilayah Timor Tengah Selatan sekitar 3.955.36 kilometer persegi, wilayah Kabupaten

Timor Tengah Selatan berupa daratan.42

Bu‟at terletak di kelurahan Karang Siri yang memiliki luas 4,2 KM2 dengan batas-

batasnya ialah43

:

40 Dhogo., SU’I UWI, 48 41 Dhogo., SU’I UWI, 49 42 http://ttskab.go.id/ 43 Laporan Penduduk Kelurahan Karangsiri Bulan April 2018

Page 24: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

12

Utara : Desa Noinbila

Selatan : Kelurahan Soe

Timur : Kelurahan Kota Baru dan Kelurahan Kampung Baru

Barat : Desa Kesetnana

Gereja Embun Hermon merupakan gereja yang terletak di Bu‟at. Awal mula

berdirinya Gereja Embun Hermon, berkat dari seorang guru agama di Sekolah Dasar (SD)

yang bernama Gustaf Nenobais. Sekitar tahun 1990, ketika Pak Gustaf mencari kayu bakar di

Hutan Lindung Bu‟at, ia bertemu dengan warga Bu‟at, mereka bercakap-cakap dan dalam

pembicaraan itu, mereka juga berbicara mengenai tempat ibadah. Melalui pembicaraan

tersebut maka Pak Gustaf pun mengetahui bahwa warga Bu‟at ternyata tidak memiliki tempat

ibadah bahkan mereka belum termasuk anggota jemaat gereja manapun. Setelah itu Pak

Gustaf pun mengusulkan untuk mereka beribadah dan usul beliaupun diterima sehingga

beberapa minggu kemudian mereka mulai berkumpul untuk ibadah. Warga dikumpulkan dan

ibadah perdana dipimpin oleh Pak Gustaf. Pada awalnya tempat yang digunakan untuk

ibadah ialah rumah jemaat. Awalnya jemaat terdiri dari 13 kk.44

Pada saat itu meskipun

mereka sudah membentuk persekutuan namun mereka belum menjadi anggota gereja,

sehingga pada akhirnya atas bantuan pak Gustaf mereka menjadi mata jemaat dari gereja

Efata Soe. Sejak saat itu Pak Gustaf dipercaya sebagai Penangung Jawab (PJ) pada tahun

1991-2004, lalu diganti dengan Pak Welem Sonbai hingga saat ini45

. Pada saat ini Gereja

Embun Hermon Bu‟at masih berdiri dengan memiliki dua mata jemaat yakni BLK

Ebenhaizer (Balai Pelatihan Kehutanan) dan Petra Nonohonis.

3.2 Kepercayaan orang Timor

Dalam kepercayaan suku Atoni, mereka menganggap dunia, manusia, binatang,

seluruh ciptaan dan juga benda-benda mati sebagai yang berjiwa. Mereka berpendapat bahwa

langit dan bumi dipenuhi dengan roh-roh yang tak terhitung jumlahnya. Keadaan sakit atau

sehat, berkelimpahan atau bencana, hujan maupun panas, semua itu adalah buah kerja dari

roh-roh. Mereka mengaku adanya daya tertinggi yakni Uisneno, Tuhan Allah, akan tetapi

campur tangan dan kepeduliannnya pada kehidupan di bumi sangat kecil46

. Uisneno dan roh-

roh adalah kekuatan-kekuatan yang berasal dari dunia yang tersembunyi. Dunia yang

tersembunyi di sini maksudnya ialah dunia riil yang mengelilingi mereka. Tetapi dunia itu

44 Wawancara Bapak Gustaf Nenobais, pada 18 januari 2018, pukul 16:30 45 Wawancara bapak Abed Snae, pada 16 Januari 2018, 16:00 46 Nuban Timo, Kupang Punya Cerita: Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu (Salatiga: Fakultas Teologi, 2017), 85

Page 25: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

13

tersembunyi dalam pengertian bahwa ia adalah misterius dan karena itu kudus(le’u).

Dipercaya bahwa Uisneno, roh-roh dan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi mengontrol

nasib manusia47

.

Dalam sistem kepercayaan orang Atoni, Uisneno (tuhan langit) merupakan Tuhan

tertinggi atau Tuhan yang maha kuasa. Orang Atoni sering menyembah Uisneno dalam

berbagai cara sebagaimana ia memanifestasikan dirinya dalam berbagai bentuk dan wujud.

Misalnya sebagai buaya, bulan atau matahari yang menganugerahkan kebenaran (tetus),

memberi kedamaian (mainikin), kesejukan (oetene), hikmat atau kepandaian (Apinat,

aklaat)48

. Uisneno mencakup tuhan langit dan tuhan bumi dan karena itu Uisneno dipahami

dan diyakini dalam dua wujud kehadiran yaitu uisneno mnanu dan uisneno pala. Uisneno

mnanu yaitu tuhan langit yang yang tidak kelihatan Uisneno Mnanu yang di langit ia selalu

memberikan kehangatan menyebabkan pergantian musim dan waktu yang di dalamnya petani

menanam dan menuai. Uisneno Mnanu adalah Ilah tertinggi maka tugas Uisneno Pala adalah

menyampaikan doa-doa yang disampaikan oleh orang Atoni kepada Uisneno Mnanu.

Uisneno pala yang mengidentifikasikan diri dalam bentuk buaya dalam air sungai atau danau

(Nifu) sebagai tuan air (Uis Oe) berbentuk ular piton atau sebagai uis meto (tuhan dari tanah

kering). Kadang-kadang Uisneno Pala itu diidentifikasikan dengan roh atau arwah para

leluhur agar dapat menyampaikan doa-doa tersebut49

.

Dalam budaya suku timor, corak buaya menduduki tempat yang cukup penting karena

corak buaya tidak hanya muncul dalam kain tenun ikat orang timor, tetapi corak ini juga

muncul dalam berbagai ukiran di tempat siri (oko mama), tempat kapur (tiba). Selain itu

figure buaya juga dapat dilihat pada bangunan-bangunan instansi50

. Dalam mitos suku timor,

buaya adalah pemberi kerbau, sapi, kambing, babi dan ayam untuk menopang kehidupan

mereka51

. Dalam kehidupan orang Timor, bagi mereka tidak ada satu binatang yang lebih

dihormati dan disembah dibanding buaya. Buaya disebut-sebut oleh masyarakat Timor

sebagai penguasa laut, sungai, hujan atau tuhan atas air. Binatang ini sangatlah penting bagi

ternak dan manusia di Timor. Buaya dihormati dan bahkan disembah sehingga kepadanya

juga selalu dibayar korban berupa sesajen52

. Dalam topografi pulau Timor yang kering dan

47 Andreas A. Yewangoe, Pendamaian (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 47 48 H.G. Schulte-Nordholt, The Political System of the Atoni of Timor, trans. M.J.L. van Yperen (The Hague: Martinus Nijhoff,

1971). 142 49 Aulia W Konay, “Waktu dalam Kosmologi Orang Boti Dalam di Timor Sebuah Studi dari Perspektif “Waktu Suci” Menurut

Mircea Eliade” (UKSW: Salatiga,2017), 17 50 Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, 139 51 Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, 141 52 Nuban Timo, Kupang Punya Cerita, 184

Page 26: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

14

gersang (pah meto), air merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat tersebut.

Penyembahan terhadap buaya adalah kebajikan karena kepercayan bahwa buaya adalah

penguasa air. Ketika binatang tersebut hidup maka kemakmuran, kesejahteraan, kesuburan

akan menjadi bagian dari para penyembah buaya. Untuk dapat mempertahankan kehidupan

buaya maka masyarakat memberikan sesajen.53

Dalam pemberian sesajen kepada buaya, maka seringkali sejumlah kambing, kerbau,

babi, dan ayam dipersembahkan secara tetap setiap tahun kepada buaya untuk memohon

hujan, kesehatan dan hal-hal baik lainnya yang diharapkan manusia atas hidupnya. Binatang

kurban disembelih dan diiringi sebuah pidato atau secara diam-diam dipersembahkan kepada

buaya di tepi sungai atau danau tempat buaya berada. Binatang kurban itu selanjutnya

diletakkan di sisi danau atau sungai. Dalam waktu yang tidak terlalu lama binatang tersebut

akan keluar untuk menghabisi sesajen tersebut54

.

Penghormatan terhadap buaya tidak terbatas ketika ia hidup saja namun sikap hormat

terhadap binatang tersebut juga terlihat ketika binatang tersebut mati. Jika ada seekor buaya

mati, maka orang-orang akan mengadakan perkabungan seperti yang kadang dilakukan jika

seseorang pembesar meninggal dunia. Pada saat hal tersebut terjadi maka akan diadakan

pesta kematian yang besar dan sejumlah kerbau, kambing, ayam dan nasi dijadikan sesajen.

Masyarakat percaya bahwa jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan terjadi kelaparan,

krisis air atau berbagai bencana lainnya55

.

Dalam lingkungan masyarakat Bu‟at terdapat buaya yang dipelihara oleh masyarakat

yang merupakan binatang pemberian dari Bupati Kab TTS terdahulu pada tahun 1987. Buaya

tersebut tidak hanya dibiarkan di kolam yang telah disediakan, namun buaya tersebut juga

diperhatikan oleh masyarakat dan pemerintah sekitar (bagian kehutanan). Ketika buaya

tersebut dilepaskan maka tidak ada yang bertanggung jawab secara khusus untuk perawatan

buaya tersebut. Pada awal peletakan buaya di lokasi sekitaran Bu‟at, biasanya pemerintah

sekitar (bagian kehutanan) yang memberi makan namun lama kelamaan dibiarkan sehingga

akhirnya masyarakat dan para pengunjung yang ingin melihat yang memberi makanan untuk

buaya tersebut56

. Pada tanggal 29 Jun 2017 buaya tersebut mati karena terjatuh ke dalam

lubang ketika mengejar seekor anjing dan karena bobot yang cukup besar maka buaya sulit

53 Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, 140 54 Nuban Timo, Kupang Punya Cerita, 185 55 Nuban Timo, Kupang Punya Cerita, 185 56 Wawancara Bapak Naitboho (Tokoh Masyarakat), pada tanggal 08 Januari 2018, pukul 17:00

Page 27: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

15

membebaskan diri sehingga pada akhirnya buaya pun mati57

. Ketika buaya tersebut mati,

maka buaya tersebut dikuburkan di sekitar kolam tempatnya diletakkan. Hal tersebut

dilakukan karena banyaknya tawaran dari berbagai pihak luar yang ingin membeli bagian-

bagian tubuh buaya tersebut dengan bayaran yang tinggi namun ditolak karena masyarakat

sekitar merasa tidak memiliki hak atas binatang tersebut karena itu adalah milik pemerintah

serta adanya rasa khawatir ketika harus menjual binatang tersebut yang dalam kepercayaan

nenek moyangnya merupakan binatang yang sangat dihargai. Kekhawatiran tersebut juga

terjadi karena ketika mereka hidup di sekitaran tempat buaya tersebut, masyarakat juga

seringkali melihat berbagai kejadian yang menimpa orang-orang yang memiliki maksud jahat

sehingga mereka khawatir hal-hal tersebut akan tertimpa pula pada mereka58

.

Ketika buaya tersebut masih hidup terdapat beberapa pengunjung yang menjadi

korban gigitan buaya tersebut. Akibat dari gigitan buaya tersebut maka ada pengunjung yang

terluka maupun meninggal. Korban gigitan buaya dari berbagai usia yakni dari anak-anak

hingga orang tua59

. Pada saat buaya tersebut masih hidup seringkali masyarakat dari luar

Bu‟at datang untuk melihat buaya tersebut. Selain datang untuk melihat, seringkali ada juga

yang pergi ke sekitaran kolam buaya untuk memancing. Ada satu kasus di mana seorang

pengunjung datang untuk memancing namun ketika pengunjung tersebut sedang memancing,

tiba-tiba buaya terebut menarik tali pancing dari pengunjung tersebut sehingga membuat

pengunjung tersebut marah dan ia pun mengancam buaya tersebut bahwa ia akan kembali

dengan membawa parang. Keesokan harinya pengunjung tersebut kembali ke kolam buaya

untuk memancing dan ia pun membawa parang yang telah ia siapkan untuk memotong buaya

tersebut. Ketika pengunjung tersebut sedang asik memancing, tiba-tiba buaya tersebut

muncul dan menggigit pengunjung tersebut dan menariknya masuk ke dalam kolam.

Masyarakat sekitar hendak membantu untuk mengeluarkan korban tersebut namun karena

buaya tersebut tetap mengitari korban maka akhirnya yang bisa dilakukan hanyalah dengan

cara tutur adat. Setelah tutur adat maka buaya tersebut pun melepaskan korbannya sehingga

masyarakat pun dapat mengambil pengunjung yang menjadi korban tersebut. Tutur adat

dilakukan karena mereka menyadari bahwa buaya tersebut dibawa secara adat dan diterima

juga secara adat60

.

57

Bapak Charles Boling 58 Wawancara Bapak Naitboho 59

Wawancara Bapak Abed Snae 60

Wawancara Bapak Naitboho

Page 28: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

16

Pada saat buaya tersebut mati, maka hal yang dilakukan oleh masyarakat ialah

memakamkannya dengan cara adat lalu mendoakannya. Ketika hendak melakukan

pemakaman dan sebelum melakukan pemakaman terdapat berbagai hal yang dilakukan oleh

sebagian masyarakat yang hadir untuk melihat buaya tersebut. Ketika orang-orang hadir

untuk melihat kematian serta pemakaman buaya tersebut maka ada sebagian orang yang

memberikan kain tenun (salemut atau salendang), kain (putih dan hitam) untuk menutupi

tubuh buaya tersebut dan ada juga yang melemparkan uang ke dalam kubur buaya tersebut.

Hal ini dilakukan karena masih adanya sedikit kepercayaan turun temurun perihal buaya

sebagai raja air dan adanya anggapan bahwa ketika mereka melakukan hal tersebut maka

ketika mereka melewati laut maka tidak akan ada kecelakaan yang akan mereka alami. Selain

kepercayaan masa lampau perihal raja air, mereka juga masih mengingat kepercayaan masa

lampau bahwa nenek moyang mereka berasal dari buaya61

.

Dalam pelaksanaan pemakaman buaya tersebut masyarakat sekitar mengundang tokoh

adat (tua adat) di wilayah tersebut untuk memimpin pemakaman buaya yang akan dilakukan

secara adat dan tua adat yang memimpin pemakaman tersebut ialah Bapak Tasekeb.

Pemakaman diawali dengan tutur adat yang diucapkan dengan bahasa Timor untuk melepas

kembali binatang tersebut kembali ke alam. Dalam proses adat yang dilakukan, tua adat tidak

hanya “tutur” namun ia juga memasukan uang perak ke dalam mulut buaya tersebut62

. Koin

perak sendiri merupakan salah satu simbol penghargaan bagi orang Timor63

. setelah

pemakaman secara adat mereka meminta untuk didoakan. Setelah tutur adat tersebut selesai

dilakukan maka dilanjutkan dengan doa singkat. Ketika tetua adat meminta untuk berdoa

maka seorang warga (penatua dari luar Gereja Embun Hermon) pun berdoa untuk melepas

buaya tersebut. Doa singkat yang diucapkan dalam pemakaman buaya dilakukan oleh Bapak

Charles Boling. Dalam doa tersebut didoakan bahwa buaya tersebut merupakan binatang

yang berasal dari alam sehingga kami menyerahkannya kembali kepada alam. Setelah tutur

adat dan doa selesai dilakukan maka masyarakat sekitar pun melanjutkan dengan

menguburnya64

.

Kepercayaan terhadap buaya bukan merupakan hal baru bagi Bapak Charles karena

dalam keluarga (nenek moyang dari kakek) mereka pun memelihara buaya dan memberi

makan sehingga dapat dikatakan bahwa saya (Bapak Charles) pun memiliki kaitan dengan

61 Wawancara Bapak Naitboho 62

Wawancara Bapak Tasekeb (tua adat), pada tanggal 11 Januari 2018, pukul 17:00 63

Wawancara Bapa Charles Boling 64 Wawancara Bapak Tasekeb

Page 29: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

17

buaya jika dikaitkan dengan nenek moyang kami. Saya (Bapak Charles) pun seringkali

menyempatkan waktu untuk memberi makan buaya tersebut berupa seekor ayam65

.

Kepercayaan akan buaya sebagai tuan air merupakan kepercayaan yang dipegang oleh

masyarakat Timor pada masa lalu. Namun pada saat ini, tidak dipungkiri bahwa kepercayaan

tersebut masih ada dalam beberapa kelompok marga. Masyarakat Bu‟at pada saat ini sudah

tidak terlihat sebagai masyarakat yang menyembah binatang tersebut. Namun jika melihat

masyarakat di luar Bu‟at kita dapat menemukannnya karena kisah mengenai penyembahan

buaya pun masih terdengar bahwa ada keluarga-keluarga tertentu yang masih menyembah

buaya karena adanya kepercayaan bahwa nenek moyang mereka berasal dari binatang

tersebut66

.

Pemakaman terhadap buaya yang dilakukan oleh masyarakat Bu‟at diikuti oleh sebagian

besar jemaat gereja Embun Hermon Bu‟at. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa gereja

menerima dan terlibat dalam pelaksanaan pemakaman tersebut. Dalam pelaksanaannya gereja

termaksud majelis tidak mengambil bagian dalam acara tersebut, karena majelis pun

menyadari bahwa pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat tersebut merupakan hal yang

menyimpang karena pemakaman yang dilakukan merupakan pemakaman bagi seekor

binatang yang seharusnya tidak dikuburkan secara berlebihan dan pada umumnya

pemakaman seharusnya hanya dilakukan bagi manusia ketika meninggal dunia67

.

Ketika mendengar bahwa pemakaman dilakukan dan dalam pemakaman tersebut

mereka mendoakan buaya dengan diwakili oleh warga sekitar (penatua) maka sebagai

pendeta pertanyaan yang diajukan kepada mereka ketika bertemu dengan mereka yakni

mengenai alas an mereka melakukannya dan jawaban yang seringkali ditemukan ketika

pertanyaan tersebut terlontar ialah adanya rasa tanggung jawab untuk menguburkan binatang

tersebut karena itu merupakan pemberian pemerintah beberapa tahun lalu. Selai itu

pemakaman tersebut juga dilakukan secara adat karena pada awal didatangkan dan

ditempatkan/diletakkan maka hal itu juga dilakukan secara adat maka ketika melepasnya

maka mereka juga harus melakukannya secara adat. Dalam pemakaman tersebut mereka

melakukannya dengan tambahan berdoa hanya sekedar berdoa tanpa pujian apapun. Sikap

masyarakat perihal pemakaman buaya merupakan hal yang bertentangan dengan iman

65

Wawancara Bapa Charles Boling 66

Wawancara Bapak Naitboho 67

Wawancara Ibu Mariyance Tamelan (majelis gereja), pada tanggal 14 Januari 2018, pukul 10:30

Page 30: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

18

kristiani karena itu saya (pendeta) sangat menolak akan perlakuan mereka terhadap binatang

tersebut. Dalam gereja seringkali penegasan bahwa buaya adalah sekedar seekor binatang

yang merupakan ciptaan sehingga tidak boleh binatang tersebut dijadikan seperti tuhan

karena binatang tersebut hanyalah sebatas ciptaan. Binatang tersebut hanyalah sekedar

ciptaan yang seharunya tidak disembah layaknya tuhan karena sebagai umat Kristen

penyembahan seharusnya hanya kepada Tuhan sang pencipta68

.

Dalam kepercayaan masa lalu buaya dianggap sebagai raja air, karena kepercayaan

tersebut maka buaya haruslah dihargai sehingga ketika kita berada di laut maka tidak ada hal-

hal yang tidak diinginkan terjadi pada kita. Kepercayaan atau anggapan bahwa buaya sebagai

raja air membuat buaya tersebut diperlakukan layaknya manusia sehingga buaya tersebut

dimakamkan. Selain kepercayaan tersebut, ada juga kepercayaan bahwa binatang tersebut

akan mendatangkan berkat bagi mereka. Sebagai umat Kristen maka kita akan menganggap

bahwa buaya tersebut adalah binatang biasa yang tak berarti apapun, namun di lain sisi

terdapat pihak yang menghargai binatang tersebut karena kepercayaan masa lampau bahwa

binatang tersebut adalah raja air yang akan memberikan mereka berkat69

. Pada saat ini kita

sudah menjadi umat Kristen yang berarti kita mengimani Yesus sebagai Tuhan kita.

Sedangkan jika kita melakukan pemakaman buaya tersebut maka seolah kita masih

mempercayai sang raja air tersebut yang tentunya dapat mempengaruhi iman percaya kita.

Dalam kepercayaan sebagai umat Kristen, Hukum Tuhan dalam Perjanjian Lama pun

mengajarkan bahwa “jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku”, ketika kita mengingat

akan hal ini maka kita pun harus menyadari bahwa ketika kita hadir dalam pemakaman

tersebut maka hadirlah hanya untuk sekedar menghargai sebagai ciptaan Tuhan bukan hadir

karena adanya anggapan bahwa buaya tersebut memiliki kuasa yang lebih70

.

4. Analisa

Setelah menguraikan hasil penelitian pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini

penulis mencoba untuk menganalisa antara teori dan temuan lapangan mengenai kepercayaan

terhadap buaya dalam suku meto khususnya di wilayah Bu‟at.

Pada saat ini, perkembangan agama semakin meninggalkan kepercayaan akan agama-

agama primitif dan mulai beralih kepada agama-agama nasional. Saat ini terdapat enam

68

Wawancara Ibu Maria Benu (pendeta), 05 Januari 2018, pukul 15:00 69

Wawancara Bapak Daud Selan (Majelis Gereja), pada tanggal 14 Januari 2018, 11:30 70

Wawancara Ibu Kase (majelis gereja), pada tanggal 14 Januari 2018, 11:00

Page 31: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

19

agama yang telah diakui secara nasional yang diantaranya ialah agama Islam, Kristen

Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Setiap agama ini memiliki ajaran dan

kepercayaannya masing-masing. Walaupun agama-agama tersebut telah ada, sikap beralih

dari agama primitif tidak sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat karena ada kelompok

masyarakat tertentu yang masih mempraktekkannya walaupun agama nasional telah menjadi

bagian dalam kehidupan mereka. Hal tersebut terlihat ketika mereka masih melakukan

praktik-praktik seperti halnya yang terdapat pada agama primitif.

Kepercayaan kepada buaya merupakan suatu bentuk kepercayaan nenek moyang suku

meto yang masih terdengar hingga kini. Kepercayaan tersebut hadir karena pada masa lampau

nenek moyang suku meto mempercayai bahwa buaya adalah raja air yang dapat memberikan

kehidupan bagi suku meto seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya pada bagian III.

Kepercayaan kepada buaya memang merupakan bentuk kepercayaan nenek moyang suku

meto pada masa lampau. Namun bukan berarti bahwa kepercayaan tersebut benar-benar

hilang karena kepercayaan tersebut masih ada hingga kini dan dilakukan oleh kelompok-

kelompok tertentu yang mempercayai bahwa nenek moyang mereka berasal dari buaya.

Dalam kepercayaan suku meto masa lampau hingga kini (sebagian kecil), suku meto

mempercayai bahwa buaya merupakan raja air sehingga buaya menjadi binatang yang

dijadikan binatang penyembahan dan dalam penyembahan yang dilakukan selalu diberikan

sesajen. Karena kepercayaan masa lampau ini, maka pada saat ini pun hal tersebut masih

dipegang teguh oleh sebagian besar suku meto dengan cara yang berbeda-beda. Pada saat ini

terdapat sekelompok kecil orang yang memegang teguh kepercayaan terhadap buaya

sehingga penyembahan dan pemberian sesajen pun masih diberikan demi mendapatkan

“berkat”. Selain itu, ada juga kelompok yang mengetahui akan cerita masa lampau mengenai

buaya sebagai raja air sehingga mereka pun menghormati binatang tersebut tanpa melakukan

ritual penyembahan seperti pada masa lampau. Kepercayaan terhadap buaya dihadirkan

melalui corak-corak buaya dalam kain-kain tenun suku meto. Dalam pembahasan bagian II,

penulis telah mengemukakan mengenai kepercayaan-kepercayaan primitif yakni animisme,

dinamisme, monoteisme dan totemisme. Dari keempat kepercayaan tersebut, penulis melihat

bahwa kepercayaan totemisme merupakan bentuk kepercayaan yang sejalan dengan

kepercayaan suku meto terhadap buaya. Totemisme merupakan suatu bentuk kepercayaan

terhadap binatang atau pun tumbuh-tumbuhan. Dalam kepercayaan ini, mereka percaya

bahwa totem yang mereka sembah dapat memberikan kekuatan dan keselamatan dari

hubungan mereka dengan totem. Hal ini sejalan dengan keprcayaan suku meto masa lampau

Page 32: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

20

yakni mereka percaya bahwa buaya (totem) yang mereka sembah dapat memberikan hal-hal

baik atas hidup mereka. Jika melihat hal ini maka dari keempat kepercayaan tersebut maka

totemisme merupakan bentuk kepercayaan yang sesuai dengan praktik yang dilakukan oleh

orang-orang suku meto.

Totem merupakan sejenis roh pelindung manusia yang berwujud binatang71

. Dalam

kepercayaan suku meto, mereka juga mempercayai buaya (totem) sebagai roh pelindung

mereka. Penulis berpendapat demikian karena hal ini terkait dengan legenda pulau timor itu

sendiri yang telah dipaparkan dalam bagian latarbelakang. Selain itu, pada bagian II penulis

juga memaparkan bahwa totem terbagi atas dua yakni totemisme perseorangan dan

totemisme golongan. Dari kedua hal ini penulis menyimpulkan bahwa suku meto termasuk

dalam kepercayaan totemisme dan dalam kepercayaan mereka totem yang mereka sembah

tidak hanya terkait dengan orang-orang tertentu saja namun totem yang mereka sembah ada

hubungannya dengan suku mereka.

Kepecayaan terhadap buaya pada awalnya hadir karena adanya mitos bahwa pulau

timor yang didiami oleh suku meto merupakan tubuh buaya yang berubah menjadi daratan

dan pulau timor jika dilihat maka terlihat seperti buaya yang tertidur. Mitos ini menimbulkan

kepercayaan akan buaya sehingga pada masa lampau buaya menjadi objek penyembahan.

Mitos akan buaya pada saat ini tidak telalu diketahui olah sebagian orang suku meto namun

bukan berarti hal tersebut ditinggalkan. Mitos tersebut tidak hilang begitu saja karena hingga

pada saat ini hal tersebut dihidupkan melalui simbol-simbol yang dihadirkan dalam ukiran-

ukiran dan pintalan-pintalan benang dalam kain adat suku meto (sarung dan salemut). Ritual

pun masih dilakukan namun hanya dilakukan bagi mereka yang masih dengan teguh

mempercayai akan mitos tersebut.

Masyarakat Bu‟at mengetahui akan kepercayaan kepada buaya. Hal tersebut terlihat

penulis melakukan wawancara dalam pengumpulan data. Kepercayaan terhadap buaya

merupakan bentuk kepercayaan yang dimiliki oleh nenek moyang mereka. Penghormatan

kepada buaya mereka lakukan karena mereka menyadari bahwa buaya adalah binatang yang

pada masa lampau memiliki kaitan dengan nenek moyang mereka. Selain itu mereka

menyadari bahwa buaya merupakan raja air sehingga ketika mereka menghormati buaya

tersebut maka ketika mereka melewati laut maka tidak akan ada kecelakaan yang menimpa

mereka. Pemakaman buaya yang dilakukan oleh masyarakat Bu‟at juga merupakan suatu

71

Koesoemosoesastro dan Soegiarto, diterjemahkan., ilmu Agama, 55

Page 33: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

21

bentuk penghormatan bagi buaya dan juga suatu cara mereka menghargai bahwa buaya pada

awalnya telah diletakkan di tempat tersebut telah diletakkan secara adat sehingga pada

akhirnya mereka pun juga haruslah melepaskannya secara adat. Dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan pemakaman tersebut dilakukan oleh masyarakat Bu‟at karena hal tersebut

sejalan dengan langkah awal peletakan buaya tersebut di mana ketika diletakkan secara adat

maka melepaskannya juga haruslah secara adat. Penulis pun melihat bahwa hal ini dilakukan

bukan karena mereka memposisikan buaya sebagai tuhan melainkan hanya sebatas

menghormatinya secara adat.

Masyarakat menyadari akan kepercayaan masa lampau nenek moyang mereka, namun

mereka tidak mempraktekan hal tersebut dalam kehidupan mereka karena mereka pun

menyadari bahwa kekristenan sudah menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Kepercayaan

terhadap buaya sudah tidak menjadi bagian dalam hidup mereka (masyarakat Bu‟at) namun

mereka pun menyadari bahwa hal tersebut merupakan warisan dari nenek moyang yang harus

dihormati.

Kepercayaan terhadap buaya (totemisme) tidak menjadi hal utama bagi jemaat Embun

Hermon Bu‟at. Jemaat Embun Hermon menyadari bahwa kepercayaan tersebut merupakan

bentuk kepercayaan masa lampau yang pernah dilakukan nenek moyang mereka karena pada

saat ini yang menjadi pusat kepercayaan mereka ialah Yesus Kristus. Jemaat menyadari

bahwa mereka telah mengimani Yesus Kristus yang merupakan sang pencipta di mana dalam

mengimani Yesus maka sikap ketaatan akan ajaran-Nya harus dipraktekkan dalam kehidupan

mereka sebagai umat percaya.

5. Penutup

Melalui penelitian ini, penulis melihat bahwa kepercayaan terhadap buaya merupakan

suatu bentuk kepercayaan totemisme. Kepercayaan terhadap buaya merupakan suatu warisan

budaya yang telah ada sejak masa lalu yang diwariskan oleh nenek moyang suku meto

sehingga kepercayaan tersebut hingga kini masih ada dan dipraktekkan dengan cara yang

berbeda-beda (percaya secara penuh dan hanya sebatas menghormati). Pada saat ini

kepercayaan tersebut masih ada namun kepercayaan tersebut bukan menjadi bentuk

kepercayaan yang diutamakana karena mereka telah memeluk agama Kristen dan mereka

menyadari bahwa Tuhanlah yang harus mereka sembah. Kepercayaan terhadap buaya pada

saat ini masih dilakukan oleh sebagian kecil orang Timor. Pada saat ini bentuk kepercayaan

tersebut hadir tidak sepenuhnya karena adanya kepercayaan secara penuh, namun hadir

Page 34: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

22

karena adanya rasa untuk menghormati dan menjaga kebudayaan tersebut. Pada saat ini kisah

masa lampau ini hadir dalam bentuk corak-corak yang ada dalam kain tenun suku meto.

Melalui corak ini maka kisah ini pun akan tetap terwariskan jika tetap dijaga.

Melalui tulisan ini maka saran yang dapat saya berikan bahwa kepercayaan terhadap

buaya memang merupakan hal yang tidak sesuai ketika pada saat ini Kekristenan telah

menjadi bagian dalam kehidupan jemaat Embun Hermon Bu‟at, namun kepercayaan tersebut

merupakan suatu bentuk tradisi yang haruslah tetap dijaga sehingga warisan budaya tersebut

bisa terus ada dan didengar oleh para penerus kita. Ketika bentuk kepercayaan tersebut ada

dan dijaga maka bukan berarti ritual masa lampau pun harus dilakukan namun hal tersebut

dapat dijaga melalui corak-corak yang dihadirkan dalam tenun-tenun suku meto.

Masyarakat

Masyarakat harus menyadari bahwa kepercayaan tersebut merupakan identitas mereka

sehingga kebudayaan tersebut harus tetap dijaga dengan cara menceritakan dan

mengajarkan budaya yang ada pada generasi-generasi penerus sehingga budaya yang

ada dapat tetap diketahui dan dilakukan. Hal ini juga dapat diperkuat melalui

pembelajaran di sekolah serta pengadaan buku dari pemerintah sehingga budaya-

budaya yang ada dapat terus dipelajari. Namun dalam melestarikannya masyarakat

tentunya harus sadar bahwa mereka telah hidup dalam kekristenan sehingga nilai

kekristenan tidak boleh hilang sebagai identitas mereka saat ini.

Gereja

Gereja harus memahami bahwa agama dan budaya adalah dua identitas yang melekat

dalam masyarakat setempat oleh karena itu, gereja seharusnya menjadikan budaya

sebagai kekayaan dan peluang bagi gereja untuk mewartakan injil yang lebih kreatif,

relevan dan kontekstual. Gereja dapat juga membantu melestarikan budaya jemaat

melalui pembentukan sanggar budaya dimana dalam sanggar tersebut mereka dapat

melestarikan budaya yang ada. Pelestarian budaya tersebut dapat dilakukan dengan

cara pembentukan-pembentukan simbol buaya baik dalam bentuk tenunan maupun

ukiran serta pahatan. Ketika adanya perencanaan pembentuka sanggar maka gereja

juga dapat membantu jemaat dalam penyediaan tempat yang layak.

Page 35: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

23

DAFTAR PUSTAKA

Andreas A. Yewangoe, Pendamaian (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983)

Budioni Harusatato, Simbolisme Jawa, (Yogyakarta: Ombak, 2008)

Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion: Tujuh Teori Agama Paling Komprehensif

(Jogjakarta: IRCiSoD,2011)

Dhavamony, Mariasusai. Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995)

Dhogo, Cristologus. SU’I UWI: Ritus Budaya Ngadha dalam Perbandingan dengan

Perayaan Ekaristi, (Yogyakarta: Ledalero,2009)

Émile Durkheim., The Elementary Forms of The Religious Life (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011)

F.W. Dillistone, The Power Of Symbol, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002)

Haryanto, Sidung. Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Postmodern (Yogyakarta: AR-

RUZZMEDIA, 2015)

H.G. Schulte-Nordholt, The Political System of the Atoni of Timor, trans. M.J.L. van Yperen

(The Hague: Martinus Nijhoff, 1971)

J. Sudarminta, Dunia, Manusia dan Tuhan (Yogyakarta: Kanisius, 2008)

M.D. Koesoemosoesastro dan Soegiarto., diterjemahkan., ilmu Agama (Jakarta: BPK

Gunung Mulia2003)

Menzies, Allan. Sejarah Kepercayaan dan Agama-agama Besar Dunia (Yogyakarta:

Indoliterasi, 2015)

Middelkoop, P.Atoni pah meto: Pertemuan Injil dan kebudayaan di kalangan suku Timor

asli.Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1982

Page 36: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

24

Nuban Timo, Eben. Kupang Punya Cerita: Orang Kupang di Sekitar Injil 150 Tahun Lalu.

Salatiga: UKSW, 2017.

Nuban Timo, Eben. Sidik Jari Allah dalam Budaya: Upaya Menjajaki Makna Allah dalam

Perangkat Budaya Suku-suku di Nusa Tenggara Timur. Maumere: Ledalero,2009.

Raco, J. R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulan. Jakarta:

Grasindo, 2013

Sidung Haryanto, Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Postmodern (Yogyakarta: AR-

RUZZMEDIA, 2015)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012)

Jurnal dan Skripsi

Banamtuan, Maglon Ferdinand.“Upaya Pelestarian Natoni (Tuturan Adat) Dalam Budaya

Timor Dawan (Atoni Meto)” Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol.6, No.1 (2016):

81-82, diakses November 2, 2017.

(paradigma.ui.ac.id/index.php/paradigma/article/download/82/pdf)

Faot, Ananda I. “Suatu Tinjauan sosio-Teologis Terhadap Makna Corak Buaya dalam Tenun

dan Ukiran Budaya Timor di Niki-Niki Kecamatan Amanuban Tengah” Universitas

Kristen Satya Wacana, 2012

Konay, Aulia W. “Waktu dalam Kosmologi Orang Boti Dalam di Timor Sebuah Studi dari

Perspektif “Waktu Suci” Menurut Mircea Eliade” (UKSW: Salatiga,2017)

Napitupulu, Ivan. “Pengaruh Kepercayaan terhadap Okultisme dalam Pertumbuhan Iman

Jemaat HKBP Nauli Danohorbo” (UKSW: Fakultas Teologi, 2017)

Page 37: Maria Yuliana Saekoko - repository.uksw.edu€¦ · hikmat. dan didikan. Amsal 1: 7. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan. dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu

25

Wawancara

1. Wawancara via telepon, Bapak Charles Boling (Salatiga, 01 November 2017, pukul

17.20 WIB).

2. Wawancara Ibu Maria Benu (pendeta), pada tanggal 05 Januari 2018, pukul 15:00

3. Wawancara Bapak Naitboho (Tokoh Masyarakat), pada tanggal 08 Januari 2018,

pukul 17:00

4. Wawancara Bapak Tasekeb (tua adat), pada tanggal 11 Januari 2018, pukul 17:00

5. Wawancara Ibu Mariyance Tamelan (majelis gereja), pada tanggal 14 Januari 2018,

pukul 10:30

6. Wawancara Ibu Kase (majelis gereja), pada tanggal 14 Januari 2018, 11:00

7. Wawancara Bapak Daud Selan (majelis gereja), pada tanggal 14 Januari 2018, 11:30

8. Wawancara bapak Abed Snae, pada 16 Januari 2018, 16:00

9. Wawancara Bapak Gustaf Nenobais, pada 18 januari 2018, pukul 16:30

Internet

1. http://ttskab.go.id/

2. paradigma.ui.ac.id/index.php/paradigma/article/download/82/pdf

Sumber lain-lain

Laporan Penduduk Kelurahan Karangsiri Bulan April 2018