Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

19
Pen Mod sekt kini orga Istila Web bur bent kara orga Men 100 stru hing men pert men untu pesa mod sign Dala stru peru bahw dipa kita perk terh Orga seca pada perm Me Dalam ndahulu del organi tor publik bentuk o anisasi pe ah organi ber mem reaucratic tuk orga akteristik anisasi pe nurut Evan tahun l ktur biro gga detik nunjukkan tumbuhan nyarankan uk memb an bahwa difikasi se nifikan. am skala ktur biro ubahan lin wa sebua akai seluru semua m kembanga hadap eksi anisasi bi ara optim a seluruh masalahan emadus Perestr uan sasi birok k maupun organisas merintah isasi biro munculkan c organiza nisasi bir paling ses merintaha ns dan Ra alu 2 . Hal okratik me k ini. Dala n bahwa n ekono n perlunya bangun bi a struktur ehingga lebih m kratik pun ngkungan ah konsep uhnya ata menyadari an sangat istensi da rokrasi pe mal karena h sistem m n belum selaraska oika Bir Oleh kratik mer privat di i birokrat , nirlaba d krasi itu sebuah ation”. Da rokratik m suai bagi an maupu auch, stru ini mem enunjukka am sebua struktur omi bang a perhatia irokrasi y r otoritas hasil kin mikro, yai n perlu d n (internal p dan/ata au “ditela bahwa il t pesat, y n kinerja s emerintah a banyakn manajeme m optima an Kons rokrasi P h. Haris F rupakan m i penjuru tik masih dan bahka sendiri m model alam uraia merupaka industry s un organis uktur otor mberikan an eksiste ah riset otoritas gsa, me an lebih b yang lebih birokratik nerja suat itu pada disesuaikan l dan ekst au teori an mentah mu peng yang seca sebuah or h di Indo nya kelem en pemer alnya kin sep Biro Pemerin Faozan model pali dunia. Di melekat an swasta mulai dike organisas annya, We n jenis o society di sasi bisnis ritas biror pemaham ensinya s lintas ba birokrat skipun p banyak ba h baik. Ha k membut tu bangs level ke n dan dim ternal). Pa cukup tu h-mentah etahuan d ra absolu rganisasi p nesia bel mahan (we rintahan. nerja ke krasi W ntah Di I ng umum isadari ata sangat berskala enal melu si yang eber men organisasi i akhir ab (Atmosud ratik telah man kepa ecara lua angsa, Ev ik mamp pada ak agi penga asil riset tuhkan pe sa menu elembagaa modifikasi atut disad ua, tidak h”. Semen dan tekno ut berpen pemerinta um menu eaknesses Apabila d elembagaa eber Indones m bagi org au tidak, kuat, baik besar sek uas setela dikenal d njelaskan i yang m ad 19, ba dirdjo, 19 h dikenal ada kita ar biasa, s vans dan pu memfa khirnya m ambil kep ini memb enyesuaia njukkan an peme sejalan d dari sepen mungkin ntara di si ologi men garuh sig ahan. unjukkan s) yang m dicermati, an peme sia ganisasi hingga k pada kalipun. ah Max dengan bahwa memiliki aik bagi 96) 1 . hampir bahwa survive Rauch asilitasi mereka putusan berikan an atau kinerja erintah, dengan nuhnya dapat isi lain, ngalami gnifikan kinerja melekat pokok erintah

description

 

Transcript of Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Page 1: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Pen

Modsektkini orgaIstilaWeb“burbentkaraorga Men100 struhingmenpertmenuntupesamodsign Dalastruperubahwdipakita perkterh Orgasecapadaperm

MeDalam

ndahulu del organitor publik bentuk oanisasi peah organiber memreaucratictuk orga

akteristik anisasi pe

nurut Evan tahun lktur biro

gga detiknunjukkantumbuhannyarankanuk memban bahwadifikasi senifikan.

am skala ktur biro

ubahan linwa sebuaakai seluru semua mkembangahadap eksi

anisasi biara optima seluruhmasalahan

emadusPerestr

uan

sasi birokk maupunorganisasmerintahisasi biro

munculkanc organizanisasi birpaling sesmerintaha

ns dan Raalu2. Hal

okratik mek ini. Dalan bahwa n ekonon perlunyabangun bia strukturehingga

lebih mkratik punngkunganah konsepuhnya ata

menyadari an sangatistensi da

rokrasi pemal karenah sistem mn belum

selaraskaoika Bir

Oleh

kratik mer privat dii birokrat, nirlaba dkrasi itu sebuah

ation”. Darokratik msuai bagi an maupu

auch, stru ini memenunjukkaam sebuastruktur

omi banga perhatiairokrasi y

r otoritas hasil kin

mikro, yain perlu d

n (internalp dan/ataau “ditela bahwa ilt pesat, yn kinerja s

emerintaha banyaknmanajeme

m optima

an Konsrokrasi P

h. Haris F

rupakan mi penjuru tik masih dan bahkasendiri m

model alam uraiamerupakaindustry s

un organis

uktur otormberikan an eksisteah riset otoritas gsa, mean lebih b

yang lebihbirokratik

nerja suat

itu pada disesuaikanl dan ekstau teori

an mentahmu peng

yang secasebuah or

h di Indonya kelemen pemeralnya kin

sep BiroPemerin

Faozan

model pali dunia. Di melekat

an swasta mulai dikeorganisas

annya, Wen jenis osociety disasi bisnis

ritas birorpemaham

ensinya slintas ba birokratskipun pbanyak bah baik. Hak membuttu bangs

level ken dan dimternal). Pacukup tuh-mentahetahuan dra absolurganisasi p

nesia belmahan (werintahan. nerja ke

krasi Wntah Di I

ng umumisadari ata sangat berskala enal melusi yang eber menorganisasii akhir ab (Atmosud

ratik telahman kepaecara lua

angsa, Evik mamppada akagi pengaasil riset tuhkan pesa menu

elembagaamodifikasiatut disad

ua, tidak h”. Semendan tekno

ut berpenpemerinta

um menueaknessesApabila d

elembagaa

eber Indones

m bagi orgau tidak, kuat, baikbesar sek

uas seteladikenal dnjelaskan i yang mad 19, badirdjo, 19

h dikenal ada kita ar biasa, svans dan pu memfakhirnya mambil kepini membenyesuaianjukkan

an peme sejalan ddari sepenmungkin

ntara di siologi mengaruh sigahan.

unjukkan s) yang mdicermati, an peme

sia

ganisasi hingga k pada kalipun. ah Max dengan bahwa

memiliki aik bagi 96)1.

hampir bahwa survive Rauch

asilitasi mereka putusan berikan an atau kinerja

erintah, dengan nuhnya dapat isi lain,

ngalami gnifikan

kinerja melekat pokok erintah

Page 2: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 2

bermuara pada lemahnya strategi pengembangan kelembagaan pemerintah, dimana resistensi terhadap norma-norma dan paradigma perubahan sangat tinggi (Faozan, 2004)3. Dengan mencermati perubahan yang terjadi, strategi pengembangan organisasi (organization development strategy) semestinya ditujukan pada pengembangan sinergisitas tiga strategi utama, yaitu struktural, perilaku, dan teknikal sehingga organisasi pemerintah mampu menyesuaikan (adjustable) dan fleksibel terhadap perubahan. Dalam studi tentang disain dan struktur organisasi dikenal beberapa dimensinya, yaitu kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Di dalam struktur birokratik pada umumnya dan di dalam kelembagaan pemerintah khususnya, kompleksitas diferensiasi ditandai dengan hierarki kewenangan yang ketat, formalisasi penataan ditunjukkan dengan aturan-aturan baku dan kaku yang lebih mengedepankan proses ketimbang hasil, sedangkan sentralisasi kewenangan dalam pengambilan keputusan cenderung berada pada pusat kekuasaan. Keadaan-keadaan inilah yang secara luar biasa menjadi pemicu menguatnya citra negatif birokrasi dalam pemerintahan pada umumnya. Sesungguhnya, karakteristik model birokrasi yang dibangun oleh Max Weber pada esensinya memiliki beberapa keunggulan yang masih dapat diterapkan di dalam kelembagaan pemerintah saat ini, sementara beberapa hal lain yang dirasa tidak sesuai dengan kondisi kekinian perlu diselaraskan sesuai kebutuhan. Disinilah kewajiban para pimpinan organisasi untuk memainkan peran leadershipnya. Beberapa karakter birokrasi yang masih dinilai relevan dengan kondisi saat ini diantaranya adalah pembagian tugas secara jelas, dan promosi berdasarkan kompetensi. Pembagian tugas secara jelas sangat dibutuhkan di dalam sebuah organisasi. Dengan pembagian tugas yang jelas, maka siapa mengerjakan apa, dan siapa bertanggungjawab, serta melapor kepada siapa akan terdapat kejelasan. Selain itu dengan pembagian tugas yang jelas akan memudahkan mekanisme koordinasi, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Yang perlu diperhatikan dalam konteks pembagian tugas secara jelas adalah bagaimana agar sinergi di dalam organisasi dapat dibangun, sehingga mampu mengarah pada satu tujuan yang sama yaitu tujuan organisasi induknya. Masalah utama di dalam kelembagaan pemerintah kita pada umumnya adalah kurang jelasnya pembagian tugas dan diperkuatnya (sadar atau tidak sadar) tembok-tembok antarunit di dalam organisasi. Dengan kondisi demikian kecil kemungkinan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dapat diciptakan. Karakter lain birokrasi yang masih dibutuhkan adalah promosi berdasarkan kompetensi. Sejak awal dibangun model birokrasi oleh Weber, karakter ini sudah melekat dan tidak bisa dipisahkan. Kompetensi menjadi syarat mutlak bagi setiap anggota organisasi yang akan menduduki jabatan

Page 3: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 3

tertentu. Nilai positif birokrasi ini pada umumnya telah dipasung dengan berbagai aturan yang tidak lagi make sense apabila diterapkan pada masa sekarang. Salah satu contoh aturan yang masih dipegang sangat kuat di arena pemerintah kita adalah prinsip senioritas dan kepangkatan sebagai persyaratan utama bagi calon pemegang jabatan struktural, sementara syarat kompetensi dan prestasi kerja kerapkali diabaikan. Hal demikian tentu sangat membahayakan bagi eksistensi organisasi pemerintahan ke depan. Menyimak dan menyikapi kondisi demikian tentunya sangat mendesak (urgent) untuk melakukan kajian lebih mendalam dan serius mengenai eksistensi dan aktualisasi Teori Birokrasi Weber dalam rangka implementasi perestroika birokrasi pemerintah di Indonesia dewasa ini, agar mampu mencapai hasil yang diharapkan oleh banyak pihak. Sehubungan dengan hal itu, tulisan ini akan mencoba memaduselaraskan (memadukan dan menyelelaraskan) konsep birokrasi Weber dalam perestroika birokrasi pemerintah di Indonesia. Tulisan akan diawali dengan meninjau sekilas mengenai konsep dan/atau teori birokrasi. Bahasan berikutnya adalah mengenai bagaimana aplikasi teori birokrasi Weber dalam praktek di lingkungan pemerintahan di Indonesia pada umumnya. Kemudian bahasan akan dilanjutkan dengan pemaduselarasan konsep birokrasi Weber dalam perestroika birokrasi pemerintah di Indonesia. Konklusi akan menjadi penutup tulisan ini. Teori Birokrasi

Max Weber, menurut Griffin & Moorhead (2005), merupakan kontributor paling terkemuka dalam pengembangan teori perilaku organisasi4. Teori tersebut digolongkan oleh Griffin & Moorhead (2005), ke dalam classical organization theory. Dalam teorinya, Weber mengusulkan sebuah bentuk struktur birokratik, yang diyakininya dapat bekerja untuk semua organisasi. Model struktur birokratik Weber mencakup logika, rasional, dan efisiensi (Griffin & Moorhead, 2005). Menurut Hellriegel, Jackson, & Slocum (2002)5, manajemen birokrasi memiliki karakteristik sebagai berikut:

• Rules • Impersonality • Division of Labor • Hierarchy • Authority Structure • Lifelong Career Commitment • Rationality

Adapun fokus manajemen birokrasi itu sendiri yakni pada organisasi secara keseluruhan. Keuntungan yang diperoleh dari manajemen birokrasi yaitu

Page 4: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 4

terdapatnya konsistensi dan efisiensi, sedangkan kelemahannya adalah menculnya kekakuan (rigidity) dan kelambanan (slowness) (Hellriegel, Jackson, & Slocum, 2002). Max Weber (1986) memperkenalkan pemikiran mengenai organisasi birokratik ke dalam sosiologi modern dan teori organisasi6. Birokrasi menurut Weber merupakan rasionalisasi yang diaplikasikan dalam organisasi, dimana beragam manusia beraktivitas di dalamnya. Kecenderungan rasionalisasi Weber diantaranya meliputi praktek aplikasi pengetahuan guna mencapai kendali yang lebih baik atas lingkungan social dan lingkungan fisik. Organisasi birokrasi bersandar pada otoritas legal-rasional (rational-legal authority) yaitu berdasarkan aturan-aturan impersonal yang secara legal diberlakukan. Weber mengidentifikasi beberapa karakteristik penting dari organisasi birokratik, yaitu7:

• Goal-orientation; • Written rules of conduct and standardized procedures; • Highly specialized division of labor; • Hierarchy of authority with directives flowing down the chain of

command and information flowing up; • Official business conducted in writing; • Operations guided by impersonal rules; • Promotion of employees based on achievement; • Appointment to offices according to specialized qualifications; • Personnel have no property rights over the resources at their

disposal.

Dalam pandangan Robbins & Coulter (2005), Max Weber mengembangkan teori kekuasaan berdasarkan tipe ideal organisasi (an ideal-type of organization), disebut birokrasi (bureaucracy) yang dicirikan dengan beberapa hal berikut8:

• Divison of labor • A clearly defined hierarchy • Detailed rules and regulations • Impersonal relationship

Teori Birokrasi Weber dan Prinsip-prinsip Manajemen Fayol digolongkan Robbins & Coulter (2005) ke dalam general administrative theories, yaitu teori yang memandang subjek manajemen dengan focus organisasi secara keseluruhan. Sementara itu juga, organisasi birokrasi Weber menurut pandangan Robbins & Coulter (2005) memiliki banyak kesamaan ideology dengan scientific management, yang sama-sama menekankan rationality, predictability, impersonality, technical competence, dan authoritarianism. Mencermati perkembangan konsep dan teori organisasi dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun terakhir ini, kita mengetahui bermunculanannya berbagai bentuk struktur atau jenis organisasi, dari struktur sederhana (simple structure), struktur matriks, hingga learning organization.

Page 5: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 5

Mencermati perkembangan tersebut, kerapkali kita terkesima dan seringkali terjebak (trapped) dalam pemakaian terminologi struktur atau jenis organisasi yang ditawarkan. Sementara itu, cukup banyak anggota organisasi, baik pemerintah, nirlaba, maupun swasta kurang menyadari pentingnya teori organisasi secara holistic dan integrated, dan lebih mikro khusunya mengenai struktur dan disain organisasi. Implementasi Teori Birokrasi Weber Di Lingkungan Pemerintahan Indonesia

Disadari atau tidak, bahwa eksistensi dan keberlangsungan birokrasi pemerintah terletak pada sejauhmana manajemen pemerintahan dikembangkan menuju keberdayasaingan (competitive advantage) birokrasi pemerintah secara optimal9. Bagi suatu organisasi hidup (living organization), daya saing jelas bukan hanya gagasan an sich apalagi semata-mata sloganisme. Skeptisme banyak kalangan --terutama perguruan tinggi dan organisasi sejenis-- terhadap eksistensi dan kiprah birokrasi pemerintah di negeri sendiri telah tumbuh bagai jamur. Bagi kalangan birokrasi pemerintah, memahami dan mengaplikasikan manajemen pemerintahan secara kaaffah (total) adalah sebuah tuntutan yang bersifat absolute, mutlak. Tiga pilar penting manajemen pemerintahan yang harus disimak dan dicermati secara seksama yaitu pemahaman tentang birokrasi itu sendiri, kebijakan public, dan pelayanan public. Ketiganya merupakan sebuah rangkaian (series) manajemen pemerintahan, dimana antara satu dengan yang lain menunjukkan inter-face dan konektivitas saling berpengaruh dan sangat penting bagi eksistensi dan keberlangsungan birokrasi pemerintah. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, tidak ada satupun institusi pemerintahan di Indonesia yang tidak mengalami perubahan secara signifikan dari pengaruh perubahan lingkungan eksternalnya. Struktur kelembagaan pemerintah pusat dan daerah berubah, komposisi dan proporsi jabatan struktural pemerintah pusat dan daerah meningkat secara fantastis, dan masih banyak hal lain yang mengalami perubahan. Dalam pada itu, dari begitu banyaknya perubahan yang signifikan, terdapat satu hal yang tidak mengalami perubahan signifikan tetapi eksistensinya sangat penting dan menjadi “problema tak terkuak” hingga detik ini, yaitu fungsi pemerintah. Fungsi inti eksistensi birokrasi pemerintah yaitu memberikan perlindungan masyarakat (protective function), pelayanan masyarakat (public service function), dan melaksanakan pembangunan (development function)10. Produk (output) pemerintah adalah goods and regulation" untuk kepentingan publik. Yang dimaksud dengan “goods” adalah barang-barang atau fasilitas publik yang dihasilkan pemerintah seperti misalnya sekolah,

Page 6: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 6

rumah sakit, jalan, dan jembatan; sedangkan dalam kelompok regulations yang dihasilkan pada umumnya bersifat regulatory atau pengaturan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran, dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Di sisi yang berbeda, masyarakat daerah juga mengalami perubahan, baik dalam berpikir, bersikap, maupun bertindak. Hal ini mengemuka seiring dengan beranjak dewasanya usia sebuah bangsa, sejalan dengan perubahan global yang semakin cepat, dan seiring dengan derasnya arus informasi yang tak terbendung dan tanpa henti memprovokasi warga negara untuk memperoleh pelayanan berarti dari para aparatur pemerintah. Berbagai ragam tuntutan masyarakat dimaksud saatnya diangap sebagai peluang stratejik (strategic opportunities) yang akan mengantarkan birokrasi pemerintah menuju singgasana daya saing. Pada tataran makro Indonesia penyelenggaraan pemerintahan, baik Pusat maupun Daerah telah mengalami pergeseran. Fakta menunjukkan bahwa tuntutan reformasi di segala bidang telah merubah tatanan mendasar manajemen penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, dari penyelenggaraan pemerintahan “as usual” menuju kepada penyelenggaraan pemerintahan berorientasi pada hasil (outcomes oriented) atau kinerja (performance oriented). Pergeseran tersebut dipicu dan didorong oleh beberapa peraturan perundangan, seperti misalnya.

• UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

• UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; • UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (berorientasi pada

Anggaran Berbasis Kinerja); • Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman

Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; • Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah • Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan

dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan-peraturan perundangan tersebut secara tersirat dan tersurat menekankan perlu dan pentingnya sistem penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil (outcomes oriented). Mustopadidjaja (2000) menyebutkan bahwa kegagalan dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan merupakan salah satu penyebab krisis nasional di Indonesia pada akhir abad 2011. Krisis nasional multidimensional yang terjadi belum dapat dibendung hingga kini dan tampaknya akan terus berlanjut selama peraturan-peraturan perundangan semacam itu belum aplikatif dan belum dapat diimplementasikan secara memadai pada level makro Indonesia.

Page 7: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 7

Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk mengaplikasikan dan mengimplementasikan peraturan-peraturan perundangan dimaksud merupakan pekerjaan berat, yang mana mau tidak mau harus tetap dilaksanakan. Meskipun masih perlu dilakukan revisi secara terus menerus dan berkesinambungan, berbagai peraturan perundangan perlu disikapi dengan bijak oleh segenap jajaran pemerintah sebagai jalan keluar dari krisis multidimensional yang kenyataannya memang semakin rumit. Mengamati kinerja birokrasi pemerintah sejak bergulirnya era reformasi sepuluh tahun silam, tampaknya cukup sudah rentang waktu untuk mentolerir sikap dan perilaku tidak kondusif birokrasi pemerintah. Kini saatnya membangun desain besar tata kelola perilaku birokrasi pemerintah secara menyeluruh dan terpadu. Tentu hal ini tidak berlebihan, karena merupakan sebuah tuntutan mutlak untuk mengarahkan perilaku birokrasi pemerintah pada kinerja tinggi sebagaimana tuntutan masyarakat, stakholders, dan tujuan negara. Perilaku birokrasi pemerintah dalam konteks memenuhi tuntutan masyarakat, stakholders, dan tujuan negara jelas bukan semata-mata perilaku birokrasi yang anti kepada sikap dan tindak kolusi, korupsi, dan nepotisme. Perilaku birokrasi pemerintah harus juga mengarah pada inovasi berkelanjutan dan meningkatkan keunggulan daya saing. Sehubungan dengan hal dimaksud, maka nilai-nilai organisasi berkinerja tinggi harus eksis dan dimiliki oleh birokrasi pemerintah. Sandra Hale (1996) menyatakan berdasarkan hasil risetnya bahwa nilai-nilai organisasi berkinerja tinggi (high-performance organization) berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan/pengguna jasa (customer). Menurut Sandra Hale, nilai-nilai organisasi berkinerja tinggi mencakup beberapa hal sebagai berikut12:

1. Innovation: Organisasi-organisasi yang sukses selalu mendorong pembaharuan yang dilakukan oleh pegawainya sebagai salah satu cara untuk menghasilkan peningkatan-peningkatan yang dapat diukur dalam kuantitas, kualitas maupun efektifitas biaya bagi organisasi. Inovasi merupakan suatu proses yang tiada henti dalam suatu organisasi pembelajar (learning organization).

2. Risk taking: Organisasi-organisasi yang sukses mengijinkan pegawainya untuk kreatif dan berani mengambil resiko untuk menemukan cara yang lebih baik dalam menjalankan program organisasi, pemberian layanan, atau menciptakan sebuah produk.

3. Training and the right tools: Pelatihan dan penggunaan alat-alat yang tepat juga diberikan dalam organisasi pembelajar (learning organization). Pelatihan dalam negosiasi, ketrampilan berkomunikasi, dan metode pelayanan pelanggan akan membantu pertukaran atau peralihan pegawai menjadi pembuat keputusan dan pemecah masalah. Selain itu perlengkapan pendukung dengan menggunakan teknologi tinggi (high-tech equipment) harus menjadi prioritas utama, karena di era

Page 8: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 8

informasi alat-alat berteknologi tinggi bukan lagi dipandang sebagai barang mewah.

4. Communication: Organisasi yang teratur, terorganisir, komprehensif, dan komunikasi terbuka merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu organisasi pembelajar (learning organization). Pendekatan terhadap setiap orang harus dipertimbangkan dalam menemukan ide-ide baru dan merumuskan percobaan, kemudian sekali keputusan telah dibuat maka setiap anggota harus punya komitmen tinggi untuk melaksanakan keputusan tersebut.

5. Work measurement: Pengukuran kerja merupakan langkah untuk menetapkan dasar perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan, dan juga merupakan langkah untuk memberikan informasi kinerja karyawan.

6. A focused mission: Elemen pokok dari misi yang terfokus adalah suatu orientasi dasar terhadap publik/pelanggan (customer-based orientation).

7. Teamwork: Tim (team) artinya bekerja dengan kelompok di dalam organisasi, dan membentuk kemitraan (partnership) serta gabungan-gabungan lain di luar organisasi. Pengaruh kerja tim dapat terjadi melalui apa yang dilakukan pimpinan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dimana tim bekerja.

8. Employee participation: Partisipasi karyawan untuk menunjang pecapaian hasil jangka panjang memegang peran penting. Dengan pemberian kewenangan yang lebih banyak kepada karyawan maka hal tersebut dapat memberikan kontrol balik dan tanggung jawab yang lebih besar dari bottom line.

9. Reward and recognition: Program pengakuan (recognition program) bisa dimiliki oleh organisasi-organisasi yang tidak hanya mempunyai tujuan memberikan kepuasan kepada pelanggan maupun rekan bisnis semata, akan tetapi juga bertujuan menciptakan kondisi yang bergairah bagi karyawan di tempat kerjanya.

10. Enabling leaders: Organisasi berkinerja tinggi membutuhkan pemimpin berkinerja tinggi. Disebut pemimpin berkinerja tinggi, antara lain jika : mengupayakan belajar bagi organisasinya; fleksibel terhadap kewenangannya; mempunyai keterampilan berkomunikasi; melaksanakan pekerjaan berdasarkan pada visi yang ada; mampu membangun jejaring stratejik (strategic network) dan mampu berbagi (sharing) dengan karyawannya.

Sebagaimana diketahui bersama, bahwa kinerja pemerintah dipengaruhi oleh factor lingkungan baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal permasalahan yang kerapkali muncul adalah masalah struktur organisasi yang tinggi, gemuk dan kaku serta sistem kepemimpinan (leadership system) yang out of date. Struktur organisasi menurut Lubis & Huseini (1987) merupakan bentuk organisasi yg dirancang dengan memperhatikan

Page 9: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 9

akibat dari pengaruh keseluruhan faktor (lingkungan, ukuran organisasi, teknologi organisasi, sasaran yang ingin dicapai organisasi) secara bersama13. Secara lebih mikro, Atmosudirdjo (1996) mengartikan struktur organisasi sebagai jumlah total cara-cara (ways) melakukan pembagian kerja menjadi beraneka ragam tugas dan mencapai koordinasi tugas-tugas tersebut diantara pola-pola interaksi yang terdapat atau terjadi diantara para anggota organisasi melalui formalisasi (penegasan secara formal). Merujuk pada pendapat tersebut, maka struktur organisasi dapat dianalogkan dengan lahan pertanian atau perkebunan, yang akan menentukan suatu hasil pertanian atau perkebunan baik atau tidak, karena setiap lahan tergantung pada kualitas lahannya. Dengan kualitas lahan yang sesuai, sangat dimungkinkan tanaman akan mengasilkan panen yang bagus apalagi dengan perawatan yang optimal. Demikian pula dengan struktur organisasi yang adjustable, akan memungkinkan terciptanya strategi yang mantap dan budaya yang kondusif sehingga kinerja organisasi mampu meningkat dari waktu ke waktu. Mencermati struktur organisasi birokratik yang mengakar sangat kuat dalam pemerintah perlu dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi kekinian agar pemerintah mampu meningkatkan kinerja secara signifikan14. Pada Gambar 1 dapat dilihat pergeseran yang perlu dilakukan terhadap model struktur birokratik menjadi model struktur yang adjustable ditinjau dari sisi dimensi-dimensi struktur organisasi. Menggeser paradigma struktur birokratik menjadi struktur yang lebih adjustable adalah suatu keharusan apabila pemerintah menghendaki adanya pertumbuhan kinerja secara terus menerus. Pada dimensi complexity, kompleksitas diferensiasi vertikal dan horizontal perlu disesuaikan dengan strategic issues yang berkembang. Sehubungan dengan hal tersebut antara satu Departemen dengan Departemen yang lain, hierarkhi yang dirancang tidak harus sama, begitu juga dengan jumlah eselon I, II, III, dan IV pun tidak harus sama. Hal demikian juga berlaku bagi Kantor Kementerian Negara, LPND, dan bahkan Pemerintah Daerah. Mencermati perkembangan terakhir komposis Kabinet Indonesia Bersatu, dapat sama-sama kita amati bahwa sesungguhnya susunan yang dirancang belum merujuk pada hasil kajian yang memadai. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sampai saat ini jarang ditemui instansi pemerintah atau lembaga lain yang melakukan audit tugas dan fungsi Departemen, Kantor Kementerian Negara, dan LPND15. Kondisi demikian adalah sifat khas model struktur birokratik, dimana bersifat operatif yang miskin aspirasi, data, informasi dan knowledge. Oleh karenanya sangat dimaklumi apabila muncul vonis bahwa “struktur organisasi-organisasi pemerintah kita dibangun dengan common sense”. Karakter demikian jelas membutuhkan penyesuaian menjadi struktur organisasi bervisi sukses yang jelas (clear success vision) dengan memperhatikan secara jeli strategic issues yang berkembang.

Page 10: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 10

Pada dimensi formalization, formalisasi penataan aturan, kebijakan, prosedur dan sebagainya dirancang secara rigid sehingga sangat menyulitkan untuk mengambil respon-respon kreatif terhadap tantangan-tantangan (challenges) terkini. Hal demikian juga sangat terkait dengan sifat struktur birokratik yang menganggap pegawai adalah beban atau bahkan sumber kesalahan, bukan valuable asset atau bahkan sumber kreatifitas organisasi. Melihat pesatnya perubahan lingkungan, paradigma demikian sudah saatnya diluruskan.

Model Struktur Birokratik Model Struktur Adjustable

Kompleksitas Diferensiasi (Complexity)

Diferensiasi vertikal dan horizontal tinggi dan gemuk

Jabatan-jabatan struktural yang diciptakan kurang memperhatikan mekanisme koordinasi dalam implementasi tugas dan fungsi

Struktur organisasi dibangun berdasarkan aspirasi yang kurang memadai

Diferensiasi vertikal dan horizontal dibuat datar dan ramping

Jabatan-jabatan structural yang diciptakan merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mencapai visi, tujuan dan sasaran organisasi secara terpadu

Struktur organisasi dibangun berdasarkan visi yang jelas

Formalisasi Penataan (Formalization)

Formalisasi penataan (aturan, prosedur dan sebagainya) terpusat berdasarkan prosedur yang seragam

Aturan-aturan diciptakan untuk memastikan suatu respon sesuai dengan kebiasaan rutin

Menilai kinerja berdasarkan proses-prosesnya

Pengawasan dan pengecekan pekerjaan dilakukan setelah selesainya pekerjaan

Formalisasi pentaaan (aturan, prosedur dan sebagainya) didesentralisasikan berdasarkan satu tujuan melalui nilai-nilai bersama dan kerangka kerja yang lebih luas

Menyiedakan kerangka kerja yang mampu memberikan kebebasan respon terhadap tantangan yang berkembang

Menilai kinerja berdasarkan hasil yang dicapai

Pengawasan dan pengecekan kualitas pekerjaan dilakukan sejak awal

Sentralisasi Kewenangan (Centralization)

Kewenangan berada pada pusat kekuasaan

Pegawai dipandang sebagai beban atau bahkan sumber kesalahan

Tujuan dan sasaran didefinisikan dengan fungsi-fungsi yang ada

Kewenangan didesentralisaiskan pada pimpinan di bawahnya secara menyeluruh

Pegawai dipandang sebagai asset bernilai dan sumber kreativitas

Tujuan dan sasaran didefinisikan dengan isu stratejik yang berkembang

Gambar 1

Pergeseran Model Struktur Birokratik menuju Model Struktur Adjustable (Perspektif Dimensi-dimensi Struktur Organisasi)

Page 11: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 11

Untuk melakukan pergeseran dari formalisasi penataan secara rigid menuju formalisasi yang adjustable, instansi pemerintah perlu melakukan penyusunan kerangka kerja baru yang lebih luas (new broader framework) dan merepresentasikan nilai-nilai bersama (shared values) dimana kemudian kerangka kerja penataan tersebut dalam implementasinya didesentralisasikan. Sehingga dengan demikian unit-unit yang tersebar memiliki kebebasan untuk merespon tantangan yang dihadapi, tanpa mengabaikan tujuan dan sasaran organisasi induknya. Hal demikian juga berdampak positif bagi para pimpinan menengah dan bawah (middle and lower managers), pejabat fungsional dan bahkan para staf pelaksana untuk berani mengambil resiko (risk taking) terhadap tantangan yang ada. Dalam konteks struktur adjustable tersebut, para anggota organisasi --pimpinan puncak, menengah, bawah, pejabat fungsional dan para staf pelaksana sekalipun-- tidak lagi mengenal istilah “a play safe individual”, karena mereka adalah para pengambil resiko. Dalam dimensi centralization, kewenangan pada struktur birokratik berada pada pusat kekuasaan atau pucuk pimpinan. Tradisi pengambilan keputusan dan kewenangan terpusat yang telah mengakar sangat kuat pada instansi-instansi pemerintah pusat dan daerah, telah berakibat sangat buruk bagi level-level manajer yang berada di bawahnya dalam pengambilan keputusan. Kewenangan dan pengambilan keputusan terpusat sebagaimana terdapat pada struktur birokratik dewasa ini pada umumnya telah menciptakan manusia-manusia robot yang mampu mempersembahkan kado mainan bagi para atasnnya. Dari sini pulalah munculnya kesalahkaprahan, yang akhirnya prinsip sebagai “abdi masyarakat dan abdi negara” bagi para pegawai negeri menjadi lentur, kemudian luntur dan akhirnya tidak berbekas. Keadaan demikian tidak bisa dianggap hal biasa karena memang hal tersebut sudah luar biasa. Kewenangan dan pengambilan keputusan harus dapat didesentralisasikan sesuai dengan proporsinya, baik itu dalam konteks kelembagaan pemerintah secara nasional --pusat dan daerah-- maupun dalam konteks instansional --instansi per instansi. Dengan kerangka kerja yang komprehensif dan jelas, desentralisasi kewenangan akan berjalan sesuai dengan skenarionya. Dengan melakukan penyesuaian seperti ini, unit-unit yang tersebar akan merasa lebih tertantang dalam menghasilkan kinerja yang lebih optimal. Pemaduselarasan Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah

Pesatnya perubahan lingkungan di berbagai aspek dewasa ini jelas membutuhkan antisipasi memadai dari kalangan birokrasi pemerintah di negeri ini. Untuk mampu melakukan antisipasi signifikan, tentunya perilaku

Page 12: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 12

(behavior) birokrasi pemerintah harus mengarah dan sejalan dengan tuntutan lingkungan yang berkembang16. Konsepsi, formula, dan kebijakan lama sudah barang tentu kurang sesuai untuk diaplikasikan di masa kini. Kini saatnya membangun desain besar tata kelola perilaku birokrasi pemerintah secara menyeluruh dan terpadu. Tentu hal ini tidak berlebihan, karena merupakan sebuah tuntutan mutlak untuk mengarahkan perilaku birokrasi pemerintah pada kinerja tinggi sebagaimana tuntutan masyarakat, stakeholders, dan tujuan negara. Menengok kinerja birokrasi pemerintah sejak bergulirnya era reformasi sepuluh tahun silam, tampaknya cukup sudah rentang waktu untuk mentolerir sikap dan perilaku tidak kondusif birokrasi pemerintah. Dewasa ini, pergeseran paradigma administrasi publik dewasa ini telah mendorong pemerintahan negara-negara dunia untuk melakukan berbagai upaya penyesuaian. Penyesuaian dalam konteks ini dimanifestasikan melalui beragam pembaharuan yang tujuannya tidak lain adalah menuju suatu kondisi yang lebih baik. Pembaharuan seperti itu juga terjadi di Indonesia, dimana struktur pemerintahan secara politis mengalami perubahan. Hierarki kekuasaan yang semula sentralisasi bergeser menuju desentralisasi yang diharapkan dapat mencapai keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan secara lebih optimal. Dapat dicermati bahwa perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat kita telah mendorong peningkatan mutu pelayanan masyarakat, baik yang dijalankan oleh pemerintah maupun swasta. Dalam sebuah makalahnya, Mohamad (1999) berpendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat 4 kondisi yang mendorong peningkatan mutu pelayanan masyarakat, yaitu pertama, perkembangan lingkungan dan meningkatnya tuntutan masyarakat sesuai dengan perubahan kualitas hidup masyarakat itu sendiri; kedua menguatnya persaingan produk (barang dan jasa) sehingga memicu sektor swasta dan publik untuk memberikan tawaran terbaik kepada kastamernya; ketiga, semakin lebarnya peluang mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan masyarakat melalui penggunaan teknologi yang terus berkembang; dan keempat, meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan itu sendiri17. Pelayanan publik merupakan representasi dari eksistensi birokrasi pemerintah, hal ini tidak lain karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan. Dengan demikian kualitas pelayanan publik merupakan cerminan dari kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider. Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Page 13: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 13

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan pemerintah dewasa ini --dari pelayanan yang murah, cepat, tepat, terjangkau dan adil— merupakan tantangan yang perlu segera diantisipasi. Melihat tuntutan ini maka pemerintah perlu menata kembali peran dan fungsinya dengan cara merancang siklus kebijakan publik yang lebih berorientasi hasil (outcomes oriented) dan kepekaan terhadap lingkungan (environment sensibility) serta pertanggungjawaban yang kuat mengenai “kepada siapa kebijakan tersebut akan pertanggungjawabkan”. Sehubungan dengan kedudukan pemerintah sebagai lembaga yang memperoleh legitimasi dari rakyat untuk menghasilkan goods and regulations dimaksud, maka kemudian menjadi sangat penting bagi pemerintah untuk memenuhi hal tersebut pada kondisi pelayanan bermutu tinggi (hi-quality services) sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Pada umumnya pergeseran paradigma pelayanan adalah pergeseran dari birokrasi yang dilayani menjadi birokrasi yang melayani. Berkaitan dengan reformasi kebijakan dan manajemen pelayanan publik, salah satu prinsip penting yang perlu dikembangkan adalah prinsip streering rather than rowing. Prinsip ini menekankan bahwa pemerintah tidak harus secara terus menerus bekerja sendiri, dan saatnya kini mengubah cara kerja pemerintah dalam ranah pelayanan publik, sehingga tujuan pelayanan dapat dicapai dengan lebih baik. Paradigma baru di bidang pelayanan dimaksud secara signifikan mempengaruhi cara pandang tradisional terhadap peran pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Perilaku birokrasi pemerintah dalam konteks memenuhi tuntutan masyarakat, stakholders, dan tujuan negara jelas bukan semata-mata perilaku birokrasi yang anti kepada sikap dan tindak kolusi, korupsi, dan nepotisme. Perilaku birokrasi pemerintah harus juga mengarah pada inovasi berkelanjutan dan meningkatkan keunggulan daya saing. Untuk dapat mengarah pada kondisi tersebut, maka langkah pembaharuan perilaku birokrasi pemerintah dirasakan semakin perlu, penting, dan bahkan mendesak18. Permasalahan yang melekat dalam organisasi pemerintah (pusat dan daerah) pada umumnya merupakan permasalahan klasik yang sampai sekarang belum banyak mengalami perubahan. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dilihat dari ciri-cirinya yaitu: tinggi dan gemuknya struktur organisasi, overlapping tugas dan fungsi, peranannya lebih bersifat rowing daripada steering, dan keberadaannya tidak stabil. Ciri-ciri tersebut diuraikan sebagai berikut19:

a) Tinggi dan gemuknya struktur organisasi. Penyusunan struktur organisasi pemerintah (pusat dan daerah) pada umumnya belum melalui kajian akademis yang memadai. Kecenderungan pemerintah (pusat dan daerah) selama ini lebih mendasarkan pada formasi maksimal yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah. Bahkan pada

Page 14: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 14

umumnya pemerintah (pusat dan daerah) meminta formasi yang lebih besar dari yang ditentukan.

b) Tumpang tindih tugas dan fungsi (overlapping) yang berlebihan. Meskipun untuk mengindari sama sekali overlapping tugas dan fungsi antar satuan unit kerja pemerintah (pusat dan daerah) tampaknya sesuatu hal yang sangat sulit dilakukan, selayaknya overlapping yang berlebihan harus dihindari. Pada keadaan tertentu bahkan dapat memicu konflik karena masing-masing merasa punya kewenangan dan tanggungjawab.

c) Peranannya lebih bersifat rowing daripada steering. Struktur organisasi pemerintah (pusat dan daerah) yang gemuk merupakan cerminan dari banyaknya fungsi rowing yang dikembangkan oleh pemerintah (pusat dan daerah). Sementara pergeseran paradigma pemerintahan mengarah pada fungsi steering. Fungsi rowing tersebut tentunya selain menyebabkan pemborosan baik dari sisi biaya, tenaga, material dan waktu juga kurang berdampak signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha.

d) Keberadaannya tidak stabil. Perubahan organisasi yang sering terjadi menyebabkan berbagai kebijakan publik tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini diakibatkan karena perubahan organisasi akan mempengaruhi pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akibat paling parah dari ketidakstabilan organisasi adalah terjadinya inefisiensi di dalam pengelolaan aset organisasi yang telah dimiliki.

Kondisi ini terjadi disebabkan keberadaan suatu organisasi tidak didukung oleh suatu kajian yang komprehensif dan lebih berdasarkan pada kepentingan jangka pendek. Dua kali perubahan organisasi departemen yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menunjukkan bahwa keputusan tersebtu tidak berdasarkan hasil kajian yang mendalam oleh institusi yang kompeten. Efisiensi yang diharapkan dengan perubahan tersebut tidak dapat diwujudkan, sebaliknya memicu munculnya persoalan-persoalan baru dalam penataan kewenangan, aset dan kepegawaian. Dengan dimikian perubahan organisasi departemen yang dilakukan oleh Pemerintah tidak sejalan dengan prinsip pengembangan organisasi. Melihat permasalahan yang eksis hingga saat ini, tampaknya kita perlu untuk melihat latar belakang mengapa kondisi tersebut bertahan dan/atau dipertahankan. Disadari atau tidak bahwa kelembagaan pemerintah pusat dan daerah di Indonesia pada umumnya, merupakan dampak dari sebuah sistem pemerintahan. Dikaitkan dengan lingkungan pemerintahan daerah, maka kondisi semacam ini merupakan salah satu pengaruh dari lingkungan politik administratif terhadap sistem pemerintahan daerah yang dikembangkan. Mencermati hal demikian, tentunya permasalahan kelembagaan pemerintah (pusat dan daerah) jelas bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana untuk diatasi. Meskipun dalam kurun waktu satu

Page 15: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 15

dekade terakhir keberadaan aparatur pemerintah di Indonesia --baik pusat maupun daerah-- dituntut mengurangi jumlahnya, tetapi hal tersebut bukan berarti harus mengurangi tingkat pentingnya fungsi aparatur pemerintahan itu sendiri. Hal demikian senada dengan pernyataan Prof. Awaloedin Djamin (1998) berikut20:

”Peran aparatur negara, khususnya peran aparatur pemerintah di seluruh dunia, menunjukkan kecenderungan berkurang dan berubah. Namun ini tidak berarti peran aparatur pemerintah akan kurang penting dan menjadi mudah. Terutama di negara-negara yang melaksanakan pembangunan nasional berencana, seperti Indonesia, fungsi aparatur pemerintah akan bertambah kompleks mengingat perkembangan lingkungan strategis, global, regional dan nasional”.

Dalam perspektif manajemen, birokrasi modern yang diperlukan saat ini ialah birokrasi yang secara fisik organisasional relatif kecil dan padat (compact) tetapi secara kualitatif kapasitasnya besar atau yang selama ini dikenal dengan “ramping struktur kaya fungsi”. Disamping itu terdapat 2 (dua) konsep klasik yang masih terus relevan, yaitu: 1) structure follows function, dimana besaran organisasi harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan; serta 2) money follows function, dimana anggaran yang dialokasi dipatokan dengan fungsi yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi hukum Parkinson Effect yang menyebutkan bahwa organisasi dari waktu ke waktu cenderung menggemukkan dirinya sendiri dan menjadi semakin boros (inefisien). Di muka telah diuraikan bahwasanya teori birokrasi Weber, selain masih memiliki keunggulan, juga terdapat beberapa hal yang perlu disesuaikan dengan kondisi kekinian sesuai dengan permasalahan yang ditemui oleh organisasi birokrasi pemerintah (pusat dan daerah) berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing. Dalam upaya mengotimalkan perestroika birokrasi pemerintah, setiap organisasi pemerintah (pusat dan daerah) harus mampu mengenalola seluruh komponen-komponen penting organisasinya secara memadai. Sehubungan dengan hal tersebut, Congruence Model yang ditawarkan oleh Nadler & Tushman dapat dijadikan rujukan. Pondasi Model Kongruen (Congruence Model) Nadler dan Tushman adalah bahwasanya sebuah organisasi merupakan system terbuka (open system) dimana subsistem-subsistem organisasi terpengaruh oleh lingkungan eksternalnya (external environment). Nadler & Tushman (1997) menyatakan bahwa setiap organisasi berusaha untuk mentransformasi dirinya agar mampu berada pada sudut pandang yang seimbang (a balanced perspective). Mereka menyebut cara pandang seperti ini the Congruence Model of Organizational Behavior.21 Premis mereka adalah bahwa “components of any organization exist in various states of balance and consistency” (komponen-komponen setiap organisasi berada dalam beragam pernyataan keseimbangan dan konsistensi) (Nadler & Tushman,

Page 16: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 16

1997: 28). Semakin tinggi tingkat keseimbangannya (congruence), maka organisasi menjadi semakin efektif. Congruence Model tersebut menyiratkan bahwa terdapat suatu interdependensi dengan operasi sistemik di dalam setiap organisasi yang berusaha untuk mentransformasi dirinya. Nadler & Tushman (1997) lebih lanjut menyatakan bahwa Congruence Model memiliki empat komponen organisasi, yaitu:

1. work – the basic efforts put forth by the various parts of an organization,

2. individual – characteristics of employees in the organization, 3. formal organizational arrangements – various structures, processes,

and methods that are formally created to allow individuals to perform tasks that include control mechanisms, reward systems, and job design elements, and

4. informal organization – emerging arrangements of structures, processes, and relationships including leader behavior, values, and politics

Congruence model dikembangkan sebagai cara pandang pada sebuah organisasi dengan mamahami konsep keterpaduan organisasional (organizational fit) dan organisasi sebagai system (organizations as systems)22. Komponen organisasi sebagai system terdiri atas masukan ke dalam system (inputs into the system) yang meliputi lingkungan, sumberdaya organisasi, dan sejarah; proses transformasi atau strategi bisnis; dan keluaran (outputs) yang meliputi pola aktivitas organisasi, perilaku, dan kinerja. Mekanisme transformasi adalah operasi organisasi yang terdiri atas tugas/pekerjaan (the work), pegawai (the people), organisasi formal (the formal organization), dan organisasi informal (the informal organization). Operasi organisasi sebagai “heart of the congruence model”, dikatakan oleh Nadler (1998:32) menggunakan bisnis strateginya untuk menghasilkan keluaran (outputs), semua hal yang terkait dalam konteks lingkungan dan sumberdaya dan sejarah organisasi.” Nadler (1998) menegaskan bahwa semua komponen system harus terpadu bersama (fit together) agar organisasi menjadi efektif. Sehubungan dengan hal tersebut organisasi yang efektif dicirikan dengan sebagaimana baik komponen-komponen organisasi terpadu bersama. Ketika terdapat keterpaduan yang kuat (congruence) diantara komponen-komponen operasi organisasi, maka tingkat efektivitas dan kinerja yang tinggi akan dapat dicapai.

Penutup

Meskipun bukan satu-satunya rujukan, teori birokrasi Weber merupakan sebuah tonggak sejarah bagi teori dan perilaku organisasi. Kontribusi dan

Page 17: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 17

pengaruhnya juga luar biasa penting bagi pencapaian kinerja sebuah organisasi. Tetapi meskipun demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang mencoba mengikuti perkembangan perubahan yang tiada henti bahkan semakin pesat. Menyikapi keadaan demikian, mutlak bahwa organisasi birokrasi pemerintah juga dituntut mengikuti perubahan yang terjadi. Reformasi birokrasi yang telah dicanangkan sejak satu decade ini, dapat diyakini belum mampu membuahkan hasil sebagaimana harapan warga bangsa. Upaya keras, cerdas, dan komitmen yang kuat dari seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah merupakan sebuah keniscayaan yang harus ditekuni. Perilaku jajaran birokrasi pemerintah harus mampu bergeser menuju pada new behaviors yang mampu mewujudkan kinerja tinggi. New behaviors tersebut adalah bekal untuk memiliki daya saing, sekaligus bekal untuk mengantisipasi beragam perubahan. Cita-cita bangsa Indonesia yang begitu luhur harus mampu diwujudkan. End Notes:                                                             1 Prajudi Atmosudirdjo, Teori Organisasi dalam Ilmu Administrasi. (Jakarta: STIA-LAN Press, 1996). 2 Peter Evans & James Rauch, Bureaucracy And Growth: A Cross-National Analysis of the Effects of "Weberian" State Structures on Economic Growth, dari http://sociology.berkeley.edu/faculty/evans/burperf.html (retrieved 24/03/2004) 3 Haris Faozan, Mengoptimalkan Key Enablers of Innovation sebagai Key Leverages Reformasi Birokrasi (sebuah tinjauan dari perspektif organization development), dalam Beberapa Catatan Mengemban Misi Reformasi Birokrasi dan Administrasi Negara pada Pemerintahan Baru Pasca Pemilu 2004, Idup Suhady dan Sugiyanto (eds). (Jakarta: Lembaga Adminisrasi Negara, 2004) 4 Ricky Griffin & Gregory Moorhead, Fundamentals of Organizational Behavior: Managing People and Organization. (Wilmington, MA: Houghton Mifflin Company, 2005). 5 Hellriegel, Jackson, & Slocum , Management: Competence-based Approach. (South-Western College Publishing, 2002). 6 Ludwig Theuvsen, On Good And Bad Bureaucracies: Designing Effective Quality Management Systems In The Agrofood Sector, dari http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/24993/1/sp04th01.pdf (retrieved 24/03/2004) 7 Max Weber, Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. Berkeley: University of California Press, 1986), dalam Ludwig Theuvsen, On Good And Bad Bureaucracies: Designing Effective Quality Management Systems In The Agrofood Sector, dari http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/24993/1/sp04th01.pdf (retrieved 24/03/2004) 8 Stephen P. Robbins & Mary Coulter, Management, 8th edition. (Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, Inc., 2005) 9 Haris Faozan, Reformasi Kebijakan dan Manajemen Pelayanan menuju terwujudnya Daya Saing Birokrasi, dalam (Samarinda: PKP2A III-LAN, 2008) 10 Fungsi pelayanan masyarakat yang mencakup environmental services ( misalnya jalan, trotoar, dan taman) dan personal services ( seperti pendidikan dan kesehatan); Fungsi pembangunan mencakup diantaranya: 1) Menyiapkan prasarana-prasarana yang mendukung kegiatan perekonomian ( misalnya pasar, gudang, jalan, trotoar, road safety,

Page 18: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 18

                                                                                                                                                                                    marka jalan, terminal, pelabuhan, parkir, dan sistem transportasi); 2) Mengatur urusan-urusan perijinan, membantu perkreditan, perencanaan lahan perkotaan (RUTRK), pengadaan dan penyiapan lahan untuk kepentingan prasarana umum, perlindungan konsumen, dan peningkatan mutu produksi; 3) Pengaturan pedagang kaki lima, pengaturan dan peningkatan sektor informal dan industri kecil, pemberian ketrampilan (training centres dan rehabilitation centres), menggalakkan terbentuknya job centres sebagai bursa tenaga kerja; 4) Peningkatan gerakan swadaya masyarakat dalam pembangunan melalui Koperasi, LSM dan sebagainya; Fungsi ketentraman dan ketertiban mencakup diantaranya: 1) Penciptaan Ketentraman dan Ketertiban yang dilaksanakan oleh pihak Militer, Kepolisian, dan Polisi Pamong Praja; 2) Perlindungan hukum untuk masyarakat; 3) Perlindungan dari bencana alam. 11 Mustopadidjaja AR., Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. (Jakarta: LAN –BPKP, 2000). 12 Sandra P. Hale, High Performance Organization, dalam J.L. Perry, Handbook of Public Administration, 2nd edition. (San Francisco: Jossy-Bass Inc., 1996) 13 S.B.H Lubis dan Martani Huseini, Teori Organisasi: suatu pendekatan makro. (Jakarta: Pusat Antar Universitas-Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Indonesia, 1987). 14 Haris Faozan, “Bureaucratic Structure Perestroika: Memperbarui Lahan Bagi Pertumbuhan Kinerja Kelembagaan Pemerintah,” Jurnal Ilmu Administrasi- STIA-LAN Bandung, Vol 2 (4), 2005, h. 335-346. 15 Lihat Hasil Kajian Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan-Lembaga Administrasi Negara, Efisiensi dan Efektivitas Kelembagaan Pemerintah. (Jakarta: PKKK-LAN, 2006. Tidak Dipublikasikan) 16 Guna mengarahkan perilaku dimaksud dalam konteks pengembangan organisasi dikenal dengan terminologi the Behavior Strategy. Strategi ini menekankan bahwa pembelajaran pegawai akan membawa perubahan organisasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, pembelajaran pegawai semestinya mengandung pemerolehan knowledge, skills and new attitudes yang akan mengarah pada perilaku-perilaku yang baru (new behaviors). New behaviors inilah yang kemudian akan mengarah pada peningkatan kualitas dan kinerja individu, kelompok, dan bahkan organisasi.Sebaliknya, pendekatan pelatihan dan pengembangan pegawai birokrasi pemerintahan belum diorientasikan secara memadai pada pemerolehan dan pengembangan knowledge, skills and attitudes semacam itu. Hal ini bisa dirasakan karena implemetasi pelatihan dan pengembangan dilakukan secara parsial, tidak konsisten, dan jauh selaras dari pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. 17 Dr. Ismail Mohamad, Kualitas Pelayanan Masyarakat: Konsep dan Implementasinya, dalam Miftah Thoha (Editor), Administrasi Negara, Demokratisasi dan Masyarakat Madani. (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 1999). 18 Pembaharuan dalam konteks peningkatan perilaku birokrasi pemerintah merupakan salah satu bagian kritis yang perlu dipahami secara mendalam dan perlu diaplikasikan dalam mendukung kinerja birokrasi pemerintah. Secara konseptual terdapat empat wilayah kritis yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pembaharuan, yaitu: (The Performance-Based Management Handbook, Vol. 1. p. 65)

1. Kepemimpinan (leadership). Kepemimpinan merupakan hal pertama dan utama yang perlu diperhatikan apabila upaya reengineering dapat bekerja. Pemimpin harus terus mengkomunikasikan berbagai hal utama dan mendasar suatu reengineering, meliputi kejelasan definisi hasil yang ingn dicapai, kejujuran tentang apa yang akan coba diraih, dan rancangan agenda.

2. Lingkungan (environment). Dalam proses pembaharuan, manajemen perlu mengetahui dan membutuhkan keterlibatan para kastamer dan stakeholder, keterkaitan proses terhadap kastamer, dan tinjauan praktek-praktek terbaik yang akan dilibatkan dalam proses tersebut.

3. Sistem teknikal (technical systems). Manajemen perlu mencari dan menemukan bantuan sumberdaya dari luar sehingga upaya pembaharuan dapat berhasil. Selain

Page 19: Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber ...(Haris Faozan, 2011 Edisi Revisi)

Memaduselaraskan Konsep Birokrasi Weber Dalam Perestroika Birokrasi Pemerintah Di Indonesia | 19

                                                                                                                                                                                    itu, manajemen perlu mengikuti proses yang terbukti manfaatnya dan mengembangkan rencana implementasi bagi proses secara menyeluruh.

4. Sistem pegawai (people systems). Pembaharuan hanya akan bekerja jika para pegawai diperhitungkan dan dilibatkan pada semua tingkat. Tim perlu diberdayakan, dan tim lintas fungsi perlu dibangun dan bekerja untuk mengatasi semua permasalahan yang terjadi.

19 Lihat juga Haris Faozan & Muzani M. Mansoer, Organisasi Pemerintahan Daerah, dalam Adi Suryanto (Editor), Manajemen Pemerintahan Daerah. (Jakarta: Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-Lembaga Administrasi Negara, 2008). 20 Awaloedin Djamin, Penyempurnaan Aparatur dan Administrasi Negara RI: Evaluasi Dasawarsa I dan Prospeknya. (Jakarta: Yayasan Pembina Manajemen Lembaga Administrasi Negara, 1994). 21 David A. Nadler & M. L. Tushman, Competing by design: The power of organizational architecture. (New York: Oxford University Press, 1997) 22 David A. Nadler, Champions of Change. (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1998).