Mikrobiologi Lingkungan (Senyawa Kimia)
Transcript of Mikrobiologi Lingkungan (Senyawa Kimia)
PERANAN MIKROBA DALAM KESTABILAN BAHAN KIMIA
LINGKUNGAN
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi
Yang Dibina Oleh Dr. Noviar Darkuni M.Kes dan Dr. Agung Witjoro M. Kes
Oleh :
1. Eka Nurwiansyah (307342403693)
2. Kuntum Febriyantiningrum (307342403694)
3. Nevy Vilanti (307342403695)
4. Nurlaily Lavianti (307342410436)
5. Umi Kulsum Nur Q (307342410437)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
MEI 2010
PERANAN MIKROBA DALAM KESTABILAN BAHAN KIMIA
LINGKUNGAN
Dunia ditempati oleh keragaman mikroorganisme dan keragaman sumber
energi yang digunakannya. Keragaman ini membuatnya mampu memecah ribuan
senyawa kimia organik yang berbeda. oleh karena itu, tidak mungkin hanya satu
atau dua mikroorganisme spesifik yang menyebabkan keberhasilan bioremidiasi.
Mikroorganisme melakukan reaksi reduksi oksidasi dalam berbagai mekanisme
terspesialisasi seringkali dalam bentuk kelompok. Kenyataannya dibutuhkan
keragaman mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa organik kompleks atau
untuk bioremidiasi suatu tempat terkontaminasi dengan senyawa organik
campuran.
Keberadaan mikroba di muka bumi ini melimpah ruah dan di alam secara
umum, mikroba tersebut berperan sebagai produsen dan konsumen, bahkan ada
juga yang berperan sebagai pengurai. Akhir-akhir ini mikroba banyak
dimanfaatkan di bidang lingkungan, terutama untuk mengatasi masalah
pencemaran lingkungan (bioremidiasi), baik di lingkungan tanah maupun
perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal
dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yaang mudah
dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa diromak
(rekalsitran/nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan
bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). Selain itu terdapat pula
peran mikroba dalam menunjang kestabilan unsur hara tanah yang bermanfaat
bagi pertumbuhan tumbuhan.
Mikrohabitat dalam struktur tanah
Di setiap tempat seperti dalam tanah, udara maupun air selalu dijupai
mikroba. Umunya jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air
maupun udara. Umumnya bahan organik dan dan senyawa anorganik lebih tinggi
dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotof maupun
autotrof.
Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia
dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu,
lempung dan bahan organik maupun bahan penyemen lain akan membentuk
struktur tanah. Mikroba akan membentuk mikrokoloni dalam struktur tanah
tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan
lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu struktur tanah dapat dijumpai berbagai
mikrokoloni seperti mikroba heterotof pengguna bahan organik maupun bakteri
autotrof, dan bakteri aerob maupun anaerob. Untuk kehidupannya setiap mikroba
berkemampuan untuk merubah satu senyawa menjadi senyawa lain dalam rangka
mendapatkan energi dan nutrien. Dengan demikian adanya mikroba dalam tanah
menyebabkan terjadinya daur unsur-unsur seperti karbon, nitrogen, fosfor dan
unsur lain di alam.
Lingkungan rhizosfer
Rhizosfer adalah selapis tanah yang menyelimuti permukaan akar tanaman
yang masih dipengaruhi oleh aktifitas akar. Tebal tipisnya lapisan rhizosfer antar
setiap tanaman berbeda. Rhizosfer merupakan habitat yang sangat baik bagi
pertumbuhan mikroba karena akar tanaman menyediakan berbagai bahan organik
yang umumnya menstimulir pertumbuhan mikroba. Bahan organik yang
dikeluarkan oleh akar dapat berupa:
a. Eksudat akar : bahan yang dikeluarkandari aktifitas sel akar hidup
seperti gula, asam amino, asam organik, asam lemak dan sterol, faktor
tumbuh, nukleotida, flavonon, enzim, dan miscellaneous.
b. Sekresi akar : bahan yang dipompakan secara aktif keluar dari
akar.
c. Lisat akar : bahan yang dikeluarkan secara pasif saat autolisis
sel akar.
d. Musigel : bahan sekresi akar, sisa sel epidermis, seltudung
akar yang bercampur dengan sisa sel mikroba, produk metabolit,
koloid organik dan koloid anorganik.
Enzim utama yang dihasilkan oleh akar adalah oksidoreduktase, hidrolase,
liase, dan transferase. Sedang enzim yang dihasilkan oleh mikroba di rhizosfer
adalah selulase, dehidrogenase, urease, fosfatase dan sulfatase.
Dengan adanya berbagai senyawa yang menstimulir pertumbuhan
mikroba, menyebabkan pertumbuhan mikroba di lingkungan rhizosfer sangat
tinggi. Perbandingan jumlah mikroba dalam rhizosfer (R) dengan tanah bukan
rhizosfer (S) yang disebut nisbah R/S sering digunakan sebagai indeks kesuburan
tanah. Semakin subur tanah, maka indeks R/S semakin kecil, yang menandakan
nutrisi dalam tanah bukan rhizosfer juga tercukupi (subur). Sebaliknya semakin
tidak subur tanah, maka indeks R/S semakin besar, yang menandakan nutrisi
cukup hanya di lingkungan rhizosfer yang berasal dari bahan organik yang
dikeluarkan akar, sedang di tanah non-rhizosfer nutrisi tidak mencukupi (tidak
subur). Nilai R/S umunya 5-20.
Mikroba rhizosfer dapat memberi keuntungan bagi tanaman, hal ini
disebabkan oleh:
a. Mikroba dapat melarutkan dan menyediakan mineral seperti N, P, Fe dan
unsur lain.
b. Mikroba dapat menghasilkan vitamin, asam amino, auxin dan giberelin
yang dapat mrnstimulir pertumbuhan tanaman.
c. Mikroba menguntungkan akan menghambat pertumbuhan bakteri lain
yang patogenik dengan menghasilkan antibiotik.
Contoh spesies yang telah banyak diteliti dapat merangsang pertumbuhan
tanaman adalah Pseudomonas fluorescens.
Mikroba dan nutrisi tanaman
Berbagai kelompok mikroba di dalam tanah berperan penting dalam
penyediaan unsur hara bagi tumbuhan.
a. Transforamsi nitrogen (N)
Unsur N adalah komponen utama protoplasma, terdapat dalam jumlah
besar dalam bentuk teroksidasi. Bahan yang mengandung N dapat mengalami
amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi, tergantung bentuk senyawa-N dan
lingkungannya.
Bakteri nitrogen adalah bakteri yang mampu mengikat nitrogen bebas dari
udara dan mengubahnya menjadi suatu senyawa yang dapat diserap oleh
tumbuhan. Karena kemampuannya mengikat nitrogen di udara, bakteri-bakteri
tersebut berpengaruh terhadap nilai ekonomi tanah pertanian. Kelompok bakteri
ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis.
Nitrogen atmosfir (N2) memasuki system tanah melalui perantaraan jasad
renik penambat N, hujan dan kilat. Jasad renik penambat N bebas mengubah
bentuk N2 menjadi senyawa N-asam amino dan N-protein. Jika jasad renik mati,
bakteri pembusuk melepaskan asam amino dari protein, dan bakteri amonifikasi
melepaskan amonium dari gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam tanah.
Amonium dapat diserap oleh tanaman, dan sisa amonium diubah menjadi nitrit,
kemudian menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat langsung diserap oleh
tanaman. Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang dimanfaatkan oleh tanaman,
akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali memasuki system tanah
melalui sisa-sisa jasad yang akan diurai oleh bakteri membentuk senyawa N-
amonium.
Beberapa reaksi redoks kunci dalam daur N di alam semuanya dilakukan
oleh mikroba. Secara termodinamik N2 gas adalah bentuk paling stabil dan
seimbang. Jumlah N terbesar di udara sebagaigas N2 yang merupakan sumber
utama N. Untuk memecahkan ikatan rangkap 3 N N diperlukan energi yang besar,
berarti penggunaan N2 merupakan proses yang memerlukan energi besar. Hanya
sedikit organisme yang mampu menggunakan N2 dalam proses fiksasi N2, hal itu
menyebabkan N lebih mudah dimanfaatkan yaitu dalam bentuk amonia dan nitrat.
N2 gas merupakan sumber utama N, maka fiksasi N2 secara ekologis memiliki
peranan yang sangat penting.
Fiksasi nitrogen (N2) oleh bakteri tanah
Fiksasi N2 dapat terjadi secara simbiotik, nonsimbiotik, dan kimia.
Nitrogenase adalah enzim utama dalam fiksasi N2 udara secara biologis. Enzim ini
mempunyai dua macam protein, yang satu mengandung Mo dan Fe dan yang lain
mengandung Fe. Enzim ini sangat sensitif terhadap O2 dan aktifitasnya
memerlukan tekanan O2 yang sangat rendah. Selain itu diperlukan ATP,
feredoksin, pereduksi dan mungkin sitokromdan koenzim. Reaksinya adalah
sebagai berikut:
N2 + 6 e- 2 NH3 ( G= 15 Kkal)
Reaksi ini memerlukan energi karena G bernilai positif. Amonia yang dibebaskan
diasimilasi menjadi asam amino yang selanjutnya disusun menjadi protein.
Dalam lingkungan tanah, fiksasi N2 terbesar dilakukan oleh bakteri
Rhizobium (bakteri yang bersimbiosis dengan perakaran legum). Jumlah N2 yang
difiksasi oleh bakteri ini sekitar 2-3 kali lebih besar daripada yang difiksasi oleh
organisme nonsimbiotik. Bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar
tanaman kedelai atau alfafa dapat memfiksasi lebih dari 300 kg N/ha/th,
sedangkan fiksasi organisme yang hidup bebas Azotobacter hanya mampu
memfiksasi 0,5-2,5 kg N/ha/th.
Selain Azotobacter, bakteri lain yang dapat memfiksasi N2 udara adalah
spesies-spesies Bejerinckia, Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum,
Rhodomicrobium, Chlorobium, Chloropseudomonas, Desulfovibrio,
Desulfotomaculum, Klebsirlla, Bacillus, Clostridium, Azospirillum, Pseudomonas,
Vibrio, Thiobacillus, dan Methanobacillus. Kecepatan fiksasi N2 oleh organisme
non-simbiotik itu kecil, namun distribusi mikroba ini dalam tanah tersebar luas,
sehingga peranannya penting. Kecepatan fiksasi Azotobacter dan Azospirillum
lebih tinggi di daerah rhizosfer daripada dalam tanah di luar daerah perakaran. Hal
ini disebabkan karena adanya bahan organik dari eksudat akar.
Pada lingkungan tanah tergenang, sianobakteria seperti Anabaena dan
Nostoc merupakan jasad yang paling penting dalam fiksasi N2 udara. Sebagian
sianobakteria membentuk heterosis yang memisahkan nitrogenase yang sensitif
terhadap O2 dari ekosistem yang menggunakan O2 (lingkungan aerobik).
Sianobakteria pada tanah sawah yang ditanami padi, dalam keadaan optimum
dapat memfiksasi 100-150 kg N/ha/tahun. Sianobakteria pemfiksasi nitrogen
dapat hidup bersimbiosis dengan organisme lain, seperti dengan jamur kerak
(Lichenes), dengan tanaman air Azolla misalnya Anabaena azollae.
Amonifikasi
Berbagai tumbuhan, binatang, dan mikroba dapat melakukan proses
amonifikasi. Amonifikasi adalah proses yang mengubah N-organik menjadi N-
amonia. Bentuk senyawa Ndalam jasad hidup dan sisa-sisa organik sebagian besar
terdapat dalam bentuk amino penyusun protein. Senyawa N-organik yang lain
adalah khitin, peptidoglikan, asam nukleat, selain itu juga terdapat senyawa N-
organik yang banyak dibuat dan digunakan sebagai pupuk yaitu urea.
Proses amonifikasi dari senyawa N-organik pada prinsipnya merupakan
reaksi peruraian protein oleh mikroba. Secara umum proses perombakan protein
dimulai dari peran enzim protease yang dihasilkan mikroba sehingga dihasilkan
asam amino. Selanjutnya tergantung macam asam aminonya dan jenis mikroba
yang berperan maka asam amino akan dapat terdeaminasi melalui berbagai reaksi
dengan hasil akhirnya nitrogen dibebaskan sebagai amonia. Reaksi umumnya
adalah sebagai berikut:
PROTEIN protease ASAM AMINO deaminasi NH3
Urea yang mengalami proses amonifikasi akan terhidrolisis oleh adanya
enzim urease yang dihasilkan oleh mikroba tanah. Urea yang dimasukkan ke
dalam tanah akan mengalami proses amonifikasi sebagai berikut:
CO(NH2) + H2O urease 2NH3 + CO2
Dalam keadaan asam dan netral amonia berada sebagai ion amonium.
Sebagian amonia hasil amonifikasi dibebaskan sebagai gas NH3 ke atmosfer,
sehingga lepas dari sistem tanah. Amonia dan bentuk nitrogen laindi eko-atmosfer
dapat mengalami perubahan kimia dan fotokimia, sehingga dapat kembali ke
litosfer dan hidrosfer bersama-sama air hujan. Ion amonium dapat diasimilasi
tanaman dan mikroba, selanjutnya diubah menjadi asam amino atau senyawa N
lain. Di dalam sel, amonia direaksikan oleh glutamat atau glutanmin sintase atau
mengalami proses aminasi langsung dengan asam-ketokarboksilat sehingga
berubah menjadi asam amino.
Nitrifikasi
Dalam proses nitrifikasi, amonia (NH3) atau ion NH4+ dioksidasi menjadi
nitrit dan nitrat dengan reaksi sebagai berikut:
NH4+ + 1,5 H2O NO2
- + 2H+ + H2O ( G = -66 Kkal)
NO2- + 0,5 O2 NO3
- ( G = -17 Kkal)
Proses ini dilakukan oleh mikroba khemoototrof, yang menggunakan
energinya untuk asimilasi karbon dalam bentuk CO2-. Kedua langkah reaksi yang
menghasilkan energi ini dilakukan oleh jasad yang berbeda, tetapi reaksinya
berlangsung bersamaan sehingga jarang terjadi akumulasi NO2-. Dalam reaksi
tersebut dihasilkan ion H+, sehingga ada kemungkinan dapat menurunkan pH
lingkungan.
Di dalam tanah, genus utama pengoksidasi amonia menjadi nitrit adalah
Nitrosomonas dan yang dominan menghasilkan nitrat adalah Nitrobacter.
Mikroba lain yang mampu mengoksidasi amonia menjadi nitrit adalah Nitrospira
dan Nitrococcus. Bakteri tanah yang mengoksidasi amonium menjadi nitrit dan
nitrat umunya mempunyai sifat khemoautotrofik. Kelompok bakteri ini mampu
menggunakan senyawa anorganik sebagai satu-satunya sumber energi dan
menggunakan CO2 sebagai sumber karbon. Selain itu terdapat mikroba heterotrof
baik bakteri maupun jamur juga berperan dalam proses nitrifikasi.
Reduksi nitrat (Denitrifikasi)
Jika oksigen dalam tanah kurang maka akan berlangsung denitrifikasi,
yaitu nitrat direduksi sehingga terbentuk nitrit dan akhirnya menjadi amoniak
yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Contoh bakteri yang menyebabkan
denitrifikasi adalah Micrococcus denitrificans dan Pseudomonas denitrificans.
Ion nitrat dapat diubah menjadi bahan organik olehmikroba melalui proses
asimilasi reduksi nitrat. Sekelompok mikroba heterotrof termasuk bakteri, jamur
dan algae dapat mereduksi nitrat. Proses ini menggunakan sistem enzim nitrat dan
nitrit reduktase, membentuk amonia yang kemudian disintesis menjadi protein.
Pada lingkungan tanpa oksigen, ion nitrit dapat berfungsi sebagai aseptor
elektron terakhir, yang dikenal sebagai proses respirasi nitrat atau asimilasi nitrat.
Dalam proses desimilasi reduksi nitrat, nitrat diubah menjadi bahan tereduksi
sedang senyawa organik dioksidasi. Pada keadaan anaerob, reaksi ini lebih banyak
menghasilkan energi dibandingkan energi yang dihasilkan oleh reaksi fermentasi.
Ada dua tipe desimilasi reduksi nitrat. Sekelompok mikroba fakultatif
anaerob seperti Alcaliganes, Escherichia, Aeromonas, Enterobacter, Bacillus,
Flavobacterium, Nocardia, Spirillum, Staphylococcus, dan Vibrio mampu
mereduksi nitrat menjadi nitrit dalam keadaan anaerob. Nitrit yang dihasilkan
diekskresikan, sehingga mikroba dapat mereduksinya melalui hidroksilamin ke
amonium. Enzim yang bekerja pada reaksi tersebut melibatkan sistem enzim nitrat
reduktase dan nitrit reduktase.
Mikroba pereduksi nitrat seperti Paracoccus denitrificans, Thiobacillus
denitrificans dan beberapa Pseudomonas mempunyai tahap reaksi reduksi yang
lebih lengkap sebagai berikut:
NO3- NO2
- NO N2O N2
Reaksi denitrifikasi ni dapat terjadi dalam keadaan lingkungan anaerob pada
tekanan oksigen yang sangat rendah (reduktif). Walaupun demikian denitrifikasi
juga dapat terjadi dalam keadaan aerob apabila terdapat mikrohabitat anion.
Mikroba denitrifikasi utama di dalam tanah ialah genera Pseudomonas dan
Alcaligenes. Mikroba lain yang juga mampu mereduksi nitrat adalah Azospirillum,
Rhizobium, Rhodopseudomonas, dan Propionibacterium.
b. Tranformasi fosfor oleh mikroba
Mikroba tanah dapat berperan dalam proses penyediaan unsur hara untuk
tanaman. Pada tanah-tanah kahat unsur hara tertentu yang perlu masukan tinggi
untuk memanipulasi secara kimia agar ketersediaanya meningkat, maka
penyediaan secara biologis dengan menggunakan mikroba menjadi sangat
penting. Kenyataan di alam, pada rhizosfer (daerah sekitar perakaran) setiap
tanaman merupakan habitat yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh
karena itu penggunaan mikroba yang hidup di rhizosfer yang dapat meningkatkan
serapan unsur hara tanaman menjadi perhatian utama pada kajian ini. Mikroba
yang berperan dalam tranformasi P dalam tanah adalah mikoriza yang
bersimbiosis dengan perakaran tanaman dan mikroba pelarut fosfat yang hidup
bebas di daerah perakaran.
Mikroba yang berperanan dalam pelarutan fospat adalah bakteri, jamur
dan aktinomisetes. Dari golongan bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis,
B. cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium.
Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae.
Bakteri ini adalah bakteri aerob khemoorganotrof ,berbentuk batang lurus
atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5- 4.0 μm, tidak
membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram.Di dalam tanah
jumlahnya 3-15% dari populasi bakteri. Pseudomonas terbagi atas grup,
diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat
mengeluarkan pigmen phenazine. Kebolehan menghasilkan pigmen phenazine
juga dijumpai pada kelompok tak berpendarfluor yang disebut sebagai spesies
Pseudomonas multivorans. Sehubungan itu maka ada empat spesies dalam
kelompok Fluorescent yaitu Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescent, P. putida,
dan P. multivorans (Hasanudin,2003).
Bakteri pelarut fospat merupakan bakteri decomposer yang mengkonsumsi
senyawa carbon sederhana, seperti eksudat akar dan sisa tanaman. Melalui proses
ini bakteri mengkonversi energi dalam bahan organik tanah menjadi bentuk yang
bermanfaat untuk organisme tanah lain dalam rantai makanan tanah. Bakteri ini
dapat merombak pemcemar tanah, dapat menahan unsur hara di dalam selnya.
Aktivitas bakteri pelarut posfat akan tinggi pada suhu 30oC – 40oC
(bakteri mesophiles) , kadar garam tanah. Struktur Tambahan Bakteri :
1. Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis
bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya
tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas
polisakarida dan air.
2. Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral
yang menonjol dari dinding sel.
3. Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang
menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih
pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan
hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis
pilus tetapi lebih pendek daripada pilus.
4. Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan
mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses
fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan
fotosintesis.
5. Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.
6. Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram
positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan
bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi
genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein
dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya,
suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan
endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.
Senyawa Fosfat Tanah
Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu P-organik
dan P-anorganik.Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah,
tetapi pada umumnya rendah , Gambar 20 menunjukkan bagian dunia yang
kekuranagn P (Handayanto dan Hairiyah,2007)
Posfor organik di dalam tanah terdapat sekitar 50% dari P total tanah dan
bervariasi sekitar 15-80% pada kebanyakan tanah. Bentuk-bentuk fospat ini
berasal dari sisa tanaman, hewan dan mikrobia. Di sini terdapat sebagai senyawa
ester dari asam orthofospat yaitu inositol , fosfolipid, asam nukleat, nukleotida,
dan gula posfat. Tiga senyawa yaitu inositol fospolopid dan asam nukleat amat
dominan dalam tanah.
Inositol fospat dapat mempunyai satu sampai enam atom P setiap unitnya,
dan senyawa ini dapat ditemukan dalam tanah atau organisme hidup (bakteri)
yang dibentuk secara enzimatik. Asam nukleat sebagai DNA dan RNA menyusun
1-10% P-organik total (Elfiati,2005). Sel-sel mikrobia (bakteri) sangat kaya
dengan asam nukleat. Jika organisme tersebut mati maka asam nukleatnya siap
untuk dimineralisasi.
Ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas
mikrobia untuk memineralisasikannya. Namun seringkali hasil mineralisasi ini
segera bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik untuk membentuk senyawa
yang relatif sukar larut. Enzim fostafase berperan utama dalam melepaskan P dari
ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan dari mikrobia tanah,terutama yang
bersifat heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan
meningkatnya C-organik,tetapi juga dipengaruhi oleh pH , kelembaban temperatur
dan faktor lain.
Dalam kebanyakan tanah total P-organik sangat berkorelasi dengan C-
organik tanah, sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya C-
organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P-organik semakin
meningkat immobilisasi P. Fosfat anorganik dapat diimmobilisasi menjadi P-
organik oleh mikrobia dengan jumlah yang bervariasi antara 25-100%.
Bentuk P-anorganik dapat dibedakan menjadi P aktif yang meliputi Ca-P,
Al-P, Fe-P dan P tidak aktif, yang meliputi occhided-P , reductant-P , dan mineral
P primer.Fospor anorganik di dalam tanah pada umumnya berasal dari mineral
fluor apatit. Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral P sekunder
seperti hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit dan lainnya sesuai dengan
lingkungannya. Selain itu ion-ion fospat dengan mudah dapat bereaksi ion
Fe3+,Al3+,Mn2+ dan Ca2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida
hidrat besi, aluminium dan hidrat.
P-anorganik berupa senyawa 3Ca(PO4)CaF Fluor apatit,
3Ca3(PO4)2CaCO3 Carbonat apatit, 3Ca2(PO4)2Ca(HO)2 Hidroksi apatit,
3Ca3(PO4)2CaO Oksi apatit, Ca(PO4)2CaCO3 Tri kalsium Phosfat, Ca3(PO4)2
Dikalsium phosfat, AlPO42H2O Variscit, FePO42H2O Strengit.
Vesikular Arbuskular Mikoriza
Pada keadaan tanah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman, telah ditemukan adanya simbiosis tanaman dengan sejenis jamur yang
disebut mikoriza. Mikoriza terdiri atas beberapa macam spesies, simbion untuk
tanaman pertanian pada umumnya adalah endomikoriza yang dikenal sebagai
vesikular asbukular mikoriza (VAM). Tanaman memerlukan mikoriza untuk
pengambilan unsur hara terutama kemampuannya untuk meningkatkan serapan P,
sehingga dapat membantu pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah kahat
P.
Perakaran tanaman yang terinfeksi mikoriza mempunyai daya serap yang
lebih besar terhadap air dan unsur hara, khususnya P, apabila dibandingkan
dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini disebabkan adanya miselium jamur
mikoriza yang tumbuh keluar dari akar sehingga daya jangkau dan luas
permukaan perakaran meningkat, akibatnya dapat memperbesar daya serap akar.
Diduga bahwa hifa eksternal mikoriza menyerap ion secara intersepsi dan melalui
pertukaran kontak langsung, sehingga penyerapan ion oleh tanaman dengan cara
tersebut menjadi lebih besar, sedangkan penyerapan secara difusi dan aliran masa
tetap berlangsung. Dengan demikian pada ketersediaan P yang sama, maka
tanaman bermikoriza dapat menyerap P yang lebih besar apabila dibandingkan
dengan tanaman tanpa mikoriza.
Tanaman bermikoriza mempunyai daya serap akar yang lebih besar
sehingga mengakibatkan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman juga
meningkat. Oleh karena sifat dan cara penyerapan unsur hara yang berbeda satu
sama lain, maka jumlah unsur hara yang dapat diserap oleh adanya miselium
jamur mikoriza ini kemungkinan juga berbeda, dan hal ini dapat menyebabkan
respon mikoriza pada serapan unsur hara tertentu sangat besar tetapi untuk unsur
hara yang lain tidak sama. Penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat secara pasif
dan aktif, ada yang berpendapat bahwa pengaruh mikoriza lebih nyata pada unsur
hara yang terutama diserap tanaman secara pasif dan sifat ionnya tidak lincah,
seperti fosfor yang terutama diserap oleh akar secara difusi. Fosfor merupakan
unsur penting penyusun ATP, dan ATP merupakan bentuk energi tinggi yang
sangat berperan penting dalam penyerapan unsur hara secara aktif, sehingga
peningkatan serapan fosfor memungkinkan peningkatan serapan unsur hara lain
yang diserap secara aktif oleh perakaran tanaman.
c. Transformasi Sulfur
Belerang atau sulfur merupakan unsur penyusun protein. Tumbuhan
mendapat sulfur dari dalam tanah dalam bentuk sulfat (SO4). Kemudian tumbuhan
tersebut dimakan hewan sehingga sulfur berpindah ke hewan. Lalu hewan dan
tumbuhan mati diuraikan menjadi gas H2S atau menjadi sulfat lagi. Secara alami,
belerang terkandung dalam tanah dalam bentuk mineral tanah. Ada juga yang
gunung berapi dan sisa pembakaran minyak bumi dan batubara.
Energi batubara merupakan jenis energi yang erat dengan masalah
lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan
oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut
sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat
menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang
merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma
masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket),
sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta
berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Alternatif yang paling aman dan ramah
terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi
menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans.
Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan
desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi
besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi
sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi
teroksidasi.
Daur tipe sedimen cenderung untuk lebih kurang sempurna dan lebih
mudah diganggu oleh gangguan setempat sebab sebagian besar bahan terdapat
dalam tempat dan relatif tidak aktif dan tidak bergerak di dalam kulit bumi.
Akibatnya, beberapa bagian dari bahan yang dapat dipertukarkan cenderung "
hilang" untuk waktu yang lama apabila gerakan menurunnya jauh lebih cepat dari
pada gerakan "naik" kembali. Setiap daur melibatkan unsur organisme untuk
membantu menguraikan senyawa-senyawa menjadi unsur-unsur. Dalam daur
belerang misalnya, mikroorganisme yang bertanggung jawab dalam setiap
trasformasi adalah sebagai berikut :
1. H2S → S → SO4; bakteri sulfur tak berwarna, hijau dan ungu.
2. SO4 → H2S (reduksi sulfat anaerobik), bakteri desulfovibrio.
3. H2S → SO4 (Pengokaidasi sulfide aerobik); bakteri thiobacilli.
4. S organik → SO4 + H2S, masing-masing mikroorganisme heterotrofik
Sulfur terdapat dalam bentuk sulfur anorganik, sulfur direduksi oleh
bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida
atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk
diperairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang
mati. Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4). Perpindahan sulfat
terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati dan akan
diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat
dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan
mereduksi sulfat menjadi sulfide dalam bentuk hydrogen sulfide (H2S) kemudian
H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan
sulfur dan oksigen. Sulfur dioksida menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrop
seperti Thiobacillus. Bakteri ini menggunakan hydrogen dan sulfur anorganik
sebagai sumber energinya, reaksinya adalah sebagai berikut:
H2 + S -------------- H2s
6H2S + 3O2 --- 6S + 6H2O
Menurut Anonim (2002b), bakteri tersebut adalah Thiobacillus thiooxidans
dan merupakan bakteri chemolithotrophs yang menggunakan S yang tereduksi
sebagai sumber energi. Asam sulfat merupakan hasil akhir dari reaksi tersebut dan
menyebabkan pH lingkungan disekitarnya 2 atau kurang. Menurut Anonim
(2002a) beberapa bakteri pengoksidasi yang toleran terhadap kemasaman adalah
Thiobacillus ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidans pada pH 2-3, dan
Thiobacillus acidophilus pada pH 1,4.
Menurut Anonim (2002b), reduksi sulfat tersebut dimedia oleh organisme
yang diketahui secara kolektif sebagai bakteri pereduksi sulfur (SRB). SRB
merupakan bakteri obligat anaerob yang menggunakan H2 atau organik sebagai
donor elektron (chemolithotrophic). Kelompok organisme pereduksi sulfat ini
secara generik diberi nama awal dengan “desulfo”, dimana SO42- sebagai aseptor
elektron. Menurut Mills (2002) bakteri tersebut berasal dari genus Desulfovibrio
dan Desulfotomaculum yang merupakan organisme heterotrophic, yang
menggunakan sulfate, thiosulphate (S2O3) dan sulfide (SO3-) atau ion yang
mengandung sulfur tereduksi sebagai terminal aseptor elektron dalam proses
metabolisme. Bakteri tersebut memerlukan subtrat organik yang berasal dari asam
organik berantai pendek seperti asam laktat atau asam piruvat. Dalam kondisi
alamiah, asam tersebut dihasilkan oleh aktivitas fermentasi dari bakteri anaerob
lainnya. Laktat digunakan oleh SRB selama respirasi anaerobik untuk
menghasilkan acetat dengan reaksi berikut:
2 CH3CHOHCOO- + SO4- à 2CH3COO- + 2HCO3
- + H2S
H2S tersebut berguna untuk mengendapkan Cu, Zn, Cd sebagai metal
sulfide. Menurut Anonim (2002a) dan Gadd (1999), bakteri pereduksi sulfat
dapat mereduksi sulfat pada kondisi anaerob menjadi sulfida, selanjutnya dapat
mengendapkan logam-logam toksik sebagai logam sulfida. Menurut Saida
(2002), pada percobaan lab dengan media agar, bakteri tersebut dapat tumbuh
sampai pH 2 dan meningkatkan pH media menjadi 6,4. Menurut Beckett et. al.
(diacu dalam Sullivan et al. 2002), reduksi sulfat ke sulfide dalam lingkungan
anarobik dilakukan oleh bakteri dan fungi. Beberapa gas dihasilkan dalam
oksidasi-reduksi sulfur tersebut dan tervolatilisasi ke atmosfer dengan jumlah
kurang dari 5% dari total residu sulfur. Dua gas terpenting adalah SO2 dan H2S.
SO2 dari lahan basah bergabung dengan yang berasal dari industri dapat
membentuk formasi hujan asam. Pada kondisi aerobik, H2S mungkin dikonsumsi
oleh pengoksidasi S, dimana SO2 diserap secara kimia.
d. Transformasi mangan
Mangan diserap dalam bentuk ion Mn++, seperti unsur hara lainnya, Mn
dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks khelat. Mn dalam tanaman tidak
dapat bergerak atau beralih tempat dari organ yang satu ke organ lain yang
membutuhkan. Mangan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat
dan silikat dengan nama pyrolusite (MnO2), manganite (MnO(OH)),
rhododhirosite (MnCO3) dan rhodoinite (MnSiO3) (Davidesau, 1980). Mn
umumnya terdapat dalam batuan primer terutama dalam bahan ferro magnesium.
Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan
batuan. Hasil pelapukan batuan adalah mineral sekunder, terutama pyrolusite
(MnO2) dan mangannite (MnO(OH)). Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300-
2000 ppm. Bentuk Mn dapat berupa kation Mn2+ atau mangan oksida, baik
bervalensi dua maupun valensi empat.
Mangan ada di air tanah umumnya dalam frekuensi yang lebih kecil dan
konsentrasi yang lebih kecil (lebih dari 0.2 ppm) dari iron yang mirip sifatnya.
Dijumpai sebagai mangan bicarbonate yang terlarut yang berubah menjadi
mangan hidroksida yang tidak larut jika berkontak dengan oksigen. Kotoran yang
disebabkan mangan lebih sulit dihilangkan daripada iron. Slime yang dibuat oleh
bakteri serupa dengan bakteri iron yang juga mengoksidasi garam mangan
menjadi bentuk tidak terlarut. Mangan terlarut dan iron dapat distabilkan dengan
penambahan sejumlah kecil sodium hexametaphosphate ke air tanah sebelum
berkontak dengan udara. Ini menunda presipitasi campuran iron dan mangan,
waktu penundaan bervariasi dengan kuantitas bahan kimia yang ditambahkan.
Adapun bakteri pengoksidasi mangan yang umum antara lain Leptothrix
discophora.
Siklus mangan ini dapat kita lihat dalam suatu proses produksi fuel gas baru dari
sumber karbon padat. Pada siklus mangan ini terdapat empat tahap, antara lain :
1. Produk carbide yang berasal dari Mn (oksida) dan karbon padat
xMn + yC MnxCy
atau,
xMnOz + (y+zx)C MnxCy + xzCO
2. Produk fuel gas yang berasal dari hydrolysis carbide
MnxCy + H2O H2 + hydrocarbon + xMn(OH)2
3. Reaksi oksidasi yang spontan dari Mn(OH)2 menjadi Mn2O3
4. Regenerasi karbit dari Mn2O3 dan sumber karbon baru.
e. Transformasi Besi
Besi adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai
dalam keadaan unsur bebas. Besi atau ferrum biasanya bersimbol Fe. Kelarutan
besi tergantung kepada nilai pH dan ketersediaan karbon dioksida. Iron ferro
sebagai Fe (OH)2 dapat dilarutkan sampai 100 ppm pada pH 8 dan sampai
10.000 ppm pada pH 7. Dalam ketersediaan karbon dioksida kelarutan ferro
carbonate 1 sampai 10 ppm pada pH antara 7 dan 8, meskipun dapat menjadi
100 ppm untuk pH 6 sampai 7. Untuk mendapatkan unsur besi, campuran lain
mesti disingkir melalui pengurangan kimia. Besi dalam bentuk zat besi amat
penting bagi semua organisme, kecuali bagi sebagian kecil bakteria. Tempat
huni bakteri besi ini dalam perairan asam dari pabrik bijih logam yang
mengandung sulfida logam seperti pirit besi (FeS2). Bakteri melakukan
penyediaan asam belerang dan regenerasi dari Fe, komponen ini terpakai pada
pelapisan biji logam.
Di antara bakteri pengoksidasi besi, yang terkenal ialah Thiobacillus
ferrooxidans. Spesies ini dapat hidup ototrof dengan menggunakan ion besi
dan sulfur sebagai donor elektron. Yang lainnya ialah Sulfolobus dari golongan
Archaea dan bakteri Gallionella, Leptothrix. Reaksi umumnya: Fe2+ + bakteri
besi à Fe3+. Dengan kata lain, ion ferro atau besi (II) dioksidasi oleh bakteri
besi menjadi ion ferri atau besi (III). Oksidasi besi ini dapat berlangsung secara
anaerob maupun aerob.
Menurut Dent (1986), kemasaman yang ditimbulkan ditambahkan
dengan kemasaman yang terjadi oleh adanya oksidasi besi monosulfat amorf
mengakibatkan tanah menjadi masam. Jika pH tanah menjadi lebih rendah dari
4, Fe3+ larut dan mengoksidasi pirit dengan kecepatan tinggi. Persamaan reaksi
oksidasi pirit oleh Fe3+ sebagai berikut :
FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O à 15 Fe2- + 2 SO42- + 16 H+
Dengan adanya oksigen, Fe2+ yang dihasilkan dapat berubah menjadi Fe3+.
Namun pada pH kurang dari 3,5 oksidasi melalui proses kimia tersebut
berlangsung lambat. Fe2+ hanya stabil dengan hadirnya O2 pada pH rendah. Pada
pH rendah tersebut redoks potensial lebih besar daripada pH netral (Anonim
2002). Pada pH rendah tersebut, bakteri Thiobacillus ferrooxidans mengoksidasi
Fe2+ menjadi Fe3+ dengan cepat dan selanjutnya Fe3+ yang dihasilkan terlibat lagi
dalam proses oksidasi pirit. Reaksi oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dengan bantuan
Thiobacillus ferrooxidans adalah sebagai berikut :
Fe2+ + 1/4 O2 + H+ à Fe3+ + ½ H2O
Dari persamaan diatas, terlihat bahwa sebagian besar kemasaman (H+) yang
dihasilkan dalam proses oksidasi pirit oleh Fe3+, digunakan dalam proses oksidasi
Fe2+ dengan bantuan Thiobacillus ferrooxidans. Menurut Anonim (2002c),
bakteri tersebut merupakan bakteri sulfur acidophillic yang dapat menggunakan
besi tereduksi (Fe2+) sebagai sumber energinya. Menurut Mills (2002) dan
Natarajan (2002), hadirnya Fe3+ akan menyerang logam sulfide (MS) lainnya
dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
MS + n Fe3+ à Mn+ + S + n Fe2+
sehingga melarutkan logam-logam dan menghasilkan ion Cu2+, Zn2+, Pb2+, dan
Cd2+. Reaksi logam sulfide dengan asam sulfat bereaksi lambat tanpa hadirnya
Fe3+. Hadirnya ion logam tersebut dapat bersifat toksik bagi mikroorganisme,
misalnya hasil oksidasi arseno pirit (FeAsS) yaitu ion arsenit dan arsenat, sangat
menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi
Transformasi senyawa kimia berbahaya
Transformasi senyawa organik oleh mikroba sering digambarkan sebagai
detoksifikasi, degradasi, dan mineralisasi. Detoksifikasi :transformasi atau
perubahan senyawa menjadi beberapa bentuk perantara yang bersifat kurang
toksik. Degradasi memilki arti : senyawa asal tidak terdapat lagi. Mineralisasi ;
konversi struktur organik sempurna mnejadi bentuk anorganik. Akibatnya
detoksifikasi dan degradasi penting untuk mineralisasi.
Beberapa senyawa yang secara nyata menimbulkan masalah terhadap
lingkungan, termasuk didalamnya yaitu peptisida, PCBs, hidrokarbon alifatik dan
alisiklik (terdapat dalam minyak bumi dan peptisida), dan zat pewarna. untuk
sebagian besar senyawa kimia, kontak langsung antara permukaan sel mikrob
dengan hidrokarbon bersifat penting untuk kecepatan degradasi tinggi. Bakteri
dan fungi berfilamen sering mnyerang alkana.
Mikroorganisme secara tersendiri tidak dapat melakukan mineralisasi
sebagian besar senyawa berbahaya. Mineralisasi sempurna dihasilkan oleh
campuran mikroorganisme. Tahap degradasi terjadi ketika organisme kedua
mendegradasi produk metabolik pertama, kedua, ketiga dan seterusnya untuk
menghasilkan mineralisasi sempurna suatu senyawa organik.
Peran sinergisme mikroorganisme
Tahap-tahap degradasi
Sintesiskomponen penting
Meningkatkan keseluruhan degradasi
Mikrobial web (jaringan mikroba),memerlukan hubungan yang
kompleks
Termodinamika yang menguntungkan
interaksi mikroorganisme konsorsium, contohnya dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
1) Desulfomonile tiedjei merupakan organisme yang mampu
menghilangkan klor pada klobenzoat. Karbon dioksida merupakan
sumber karbon utama untuk organisme ini.
2) BZ-2merupakan strain yang mampu mengoksidasi klorobenzoat,
tetapi reaksi katalisis tidak tidak berlangsung karenasuatu situasi
termodinamika yang tidak menguntungkan. Benzoat merupakan
subtrat yang membantu pertumbuhannya.
3) Strain PM-1 (Methanospirillum) hanya menggunakan format atau
hidrogen sebagai subtrat. Dengan menurunkantekanan parsial gas
hidrogen , organisme ini dapat membuat situasi yang
menguntungkan secara termodinamik untuk strain BZ-2 sehingga
dapat engoksidasi benzoat. Konsorsium tiga mikroorganisme
tersebut akan mendegradasi 3-klorobenzoat, menghasilkan methan,
asetat, dan klorida.
Komunitas mikroba campuran adalah penting untuk bioremidiasi
kontaminan organik campuran, merupakan metode yang sering digunakan
untuk mineralisasi senyawa berbahaya spesifik. Kemungkinan
keberhasilan bioremidiasi secara dramatik ditingkatkan dengan keragaman
mikroba.
Organisme yang aktif dalam tanah tercemar dan / pemulihan air tanah
antara lain (Lamar, 1990 cookson,1995) : Achromobacter xyloxidans,
acinetobacter sp., alcaligenes denitrificans, Desulfomonile tiedjei,
flavobacterium, Hypomicrobium sp, inonatus circinatus,dll
Dominasi mikroorganisme
seperti telah dibahas di atas, bhawa tidak hanya 1 spesies yang mampu
melakukan bioremidiasi suatu daerah yang tercemar. Senyawa berbahaya
menyebabkan seleksi populasi mikroba campuran dengan memperbaiki
kemampuannya untuk bertahan dan mengambil energi dari kontaminan.
tabel Mikroorganisme bioremidiasi sebagai anggota konsorsium aktif
Alcaligenes denitrificans Nocardia sp
Arthrobacter sp Pseudomonas aeruginosa
Bacillus megaterium Pseudomonas capacia
Bacillus sp Pseudomonas flourescens
Flavobacterium sp Pseudomonas mendocina
Mycobacterium vaccae Pseudomonas methanic
Nitrosomonas curupaca Pseudomonas putida
Nocardia corallina Pseudomonas vesicularis
1. Metanogen
Kelompok bakteri yang dikenal sebagai metanogen sangat berarti
dalam bioremidiasi karena hubungan ekologinya dengan konsorsium
bioremidiasi Degradasi produk fermentasi sering dirubah dengan adanya
methanogens. Mikroorganisme ini membuat reaksi tertentu sehingga
memungkinkan tersedianya lingkungan termodinamik yang lebih baik.
Beberapa senyawa tidak mengalami deklorinasi kecuali jika terdapat
aktivitas metanogen.
Bakteri penghasil methan menggunakan hidrogen sebagai sumber
enegi yan CO2 sebagai akseptor elektron. Bakteri merupakan anaerob
obligat dan mampu menghasilkan methan dalam biosfer. Senyawa organik
seperti asam asetat, asam format, dan asam butiratmestimulasi
pertumbuhannya. Asetat dan format dapat digunakan sebagai sumber
karbon. Produksi metan oleh methanogen melalui reaksi sebagai berikut
CH3COOH CH4 +CO2
CO2 +4H2 CH4 + 2H2O
2. Metanotrof
Metanotrof seperti methanogen, merupakan mikroorganisme
spesifik untuk bioremidiasi. Mikroorganisme ini, dibawah kondisi aerobik,
mampu melakukan dehalogenasi senyawa berbahaya, mulai dari metan,
etan, dan etilen-berhalogen. bakteri ini disebut metanotrof karena
menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi. Metanotrof
merupakan bakteri prokariotik, yang bersifat aerob obligat dan terdapat
dalam bentuk batang, vibrio, dan kokus. Dapat tumbuh cepat dalam
keadaan berkurangnya tekanan oksigen, dan terdapat bukti bahwa alkohol
dan H2O2 dapat menghambat aktivitas methanotrophs. Sebagian besar
metanotrof merupakan metilotrof obligat, hanya menggunakan ikatan
karbon-karbon sebagai sumber energi dan karbon. Beberapa anggotanya
daoat menggunakan methanol dan formaldehid,dan ada juga yang
menggunakan berbagai senyawa organik. Metilotrof fakultatif dapat
tumbuh pada senyawa satu karbon dan banyak karbon. Sebagaian besar
menggunakan amonia dan nitrat sebagai sumber nitrogen. Bakreri ini
dapat dihambat pertumbuhannya dengan beberapa asam amino. Bakteri
metilotrof mampu mengoksodasi senyawa, karena tidak memiliki
spesifitas enzim, monooksigenase.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2002 a. Sulphur Cycle. http://bob.soil.wisc.edu/hickey/soil523/
Partll /sulphur cycle.html. [1 Mei 2010]
Saida 2002. Isolasi, karakterisasi dan uji aktivasi bakteri pereduksi sulfat dari
ekosistem air hitam Kalimantan Tengah.
http://www.icbb.org/indonesia/
penelitian/penelitian12.htm. [1 Mei 2010]
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas
Pertanian Unsri & Prodi Ilmu Tanaman, Program S2, Program Pascasarjana,
Universitas Sriwijaya. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia.
Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.