laporan mikrobiologi

23
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN (RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI POTENSI TIGA DOSIS Disusun Oleh : RIDA RUFAIDAH (260110080075) AULIA ASSARI (260110080077) LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI

description

gg

Transcript of laporan mikrobiologi

Page 1: laporan mikrobiologi

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN

(RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI

POTENSI TIGA DOSIS

Disusun Oleh :

RIDA RUFAIDAH (260110080075)

AULIA ASSARI (260110080077)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2010

Page 2: laporan mikrobiologi

PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN

(RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI

POTENSI TIGA DOSIS

I. Tujuan

Menentukan besarnya potensi sample antibiotika di pasaran terhadap

antibiotika standar.

II. Prinsip

1. Membandingkan respon, yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari jasad

renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari

dosis sediaan yang diuji terhadap dosis sediaan baku

2. Baku Pembanding (references standar)

Sebagai baku yang potensinya dinyatakan dalam unit (satuan/milligram)

dari zat kering, telah ditetapkan secara internasional maupun nasional.

3. Biakan mikroorganisme

- harus dipilih dari strain murni

- harus memberi respon bertahap sesuai dengan kenaikan dosis

4. Media pembenihan

- harus dapat mendukung pertumbuhan jasad renik yang digunakan

- tidak mengandung zat lain yang mengganggu aktivitas baku

5. Pengenceran

Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zat dilarutkan

dalam x mL pelarut.

Page 3: laporan mikrobiologi

V1N1 = V2N2

Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula

digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut setelah

pengenceran (V2N2).

III. Teori

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan

kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.

Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh

Alexander Fleming, secara kebetulan saat Alexander Fleming menanamkan

bakteri pada cawan tetapi lupa tidak ditutup. Besoknya diamati, terlihat

adanya organisme asing yang di sekelilingnya ada daerah bening, organisme

asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu adalah Penicillium notatum.

Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada pembenihan yang baru.

Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah

beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat

dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan

oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-jamur dan

bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid

terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk tubuh

manusia adalah relatif kecil.

Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan

bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba", yaitu kelompok

obat yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur, dan antiparasit.

Obat semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga dapat

digunakan sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya hanya digunakan

untuk formulasi yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi sekarang

antimikroba buatan juga termasuk di dalamnya, seperti sulfonamida.

Page 4: laporan mikrobiologi

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun

seperti striknin, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik

penyakit tanpa melukai tuannya. Individu antibiotik sangat beragam

keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang

membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya

lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan

kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik yang dimakan

adalah pendekatan yang mudah jika efektif, dan antibiotik melalui infus

dignakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat

digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.Mekanisme kerja antibiotik

umumnya dapat dijelaskan secara terperinci:

a. Menghambat biosintesis dinding sel (penisilin, sefalosporin, sikloserin,

basitrasin).

b. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma (sefalosporin,

sikloserin, basitrasin).

c. Mengganggu sintesis protein normal bakteri (tetrasiklin,

kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, antibotika aminoglikosida).

Antibiotika yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau

permeabilitas membran sel bekerja bakterisid, sedangkan yang bekerja pada

sintesis protein bekerja bakteriostatik.

Dalam farmakope Indonesia dinyatakan bahwa semua potensi adalah

perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan standar atau larutan

pembanding yang menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama

pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Aktivitas (potensi) antibiotik

dapat ditunjukkan pada pada kondisi yang sesuai dengan efek daya

hambatannya pada mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga

dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh

metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya

merupakan suatu standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan

hilangnya aktivitas. Farmakope Indonesia menentukan bahwa potensi

Page 5: laporan mikrobiologi

antibiotica standar berkisar antara 95-105%. Namun potensi tersebut dapat

menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan yang tidak benar dan terjadinya

penguraian obat yang menghasilkan zat lain yang tidak memiliki efek lagi.

Aktivitas suatu antibiotica dapat dilihat pada dua criteria yaitu MIC

dan besar diameter hambatan. Makin rendah MIC makin kuat potensialnya,

demikian pula makin besar diameter hambatan, makin kuat pula potensialnya.

Namun pada umumnya, antibiotic yang mempunyai potensi tinggi memiliki

MIC yang rendah dan diameter yang besar.

Ada dua metode umum pengujian potensi antibiotica yang dapat

digunakan:

1. Metode penetapan dengan lempeng silinder

Metode ini berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang

tegak lurus pada lapisan agar dapat dalam cawan petri atau lempeng,

sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhanya pada

daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder yang berisi

larutan antibiotika.

2. Metode Turbidimetri

Metode ini berdasarkan hambatan perkembang biakan mikroba dalam

larutan serbasama antibiotika, dalam media cair yang dapat

menumbuhkan microba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotika.

Rifampisin

Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota

kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Rifampisin

menghanbat pertumbuhan berbagai kuman gram-negatif dan gram-positif.

Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G, tetapi sedikit

lebih kuat daripada erythromycin, linkomisin dan sefalotin. Terhadap kuman

gram-negatif kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, klorampenikol,

kanamisin, dan kolistin. Obat ini juga dapat menghambat pertumbuhan

beberapa jenis virus .

Page 6: laporan mikrobiologi

In vitro, Rifampisin dalam kadar 0.005-0,2 μg/ml dapat menghambat

pertumbuhan Mycobacterium tuberkulosis. Pada 0,25-1 μg/ml dapat

menghambat Mycobacterium kansasii. Pada kadar 4 μg/ml dapat menghambat

Mycobacterium intracellulare tapi pada beberapa galur baru dihambat bila

kadarnya lebih dari 16 μg/ml

Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya

menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan

mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan

pemanjangan ) rantai dalam sintesis RNA.

Pemberian Rifampisin peroral menghasilkan kadar puncak dalam plasma

setelah 2-4 jam, dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7

μg/ml. obat ini cepat mengalami deasetilasi sehingga dalam waktu 6 jam

hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin,

yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Rifampisin menyebabkan

induksi metabolisme, sehingga walaupun bioavabilitasnya tinggi eliminasinya

meningkat pada pemberian berulang.

Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dengan dosis

biasa, kurang dari 4% penderita tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang

paling sering adalah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian

berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi flu like syndrome, nefritis

interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Berbagai keluhan yang

berhubungan dengan system saraf rasa lelah, mengantuk, sakit kepala, pusing,

ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan

melemahnya otot dapat juga terjadi .

Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin

sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup. Rifampisin mungkin juga

mengganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan kelainan

tulang berupa osteomalasia .

Page 7: laporan mikrobiologi

Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan

tuberkulosis yang sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi

tuberkulosis jangka pendek .

Bacillus substilis

Merupakan bakteri gram positif yang biasanya ditemukan di tanah,

termasuk kedalam genus Bacilus. Seperti spesies yang lainnya, kuman ini

memiliki kemampuan untuk membentuk endospora pelindung, yang tahan

terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tidak seperti beberapa kuman

Bacillus yang lainnya, Bacillus substilis merupakan kuman aerob obligat

Bacillus substilis tidak dianggap sebagai kuman patogen, tetapi dapat

mengkontaminasi makanan dan jarang sebagai penyebab keracunan.

Bacillus substilis

IV. Alat dan Bahan

Alat

Cawan petri

Inkubator

Jangka sorong

Lampu spirtus

Mikropipet

Perforator

Pinset

Rak tabung

Spatel

Tabung reaksi

Page 8: laporan mikrobiologi

Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml

Bahan

Air suling steril

Larutan desinfektan

Media nutrien agar

Pelarut sediaan uji

Sedia antibiotika standar dan sample (Rifampisin)

Suspensi Bacillus subtilis

V. Prosedur

Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24 jam,

bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan cara

dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian disterilkan

dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji ke dalam

labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan air

suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, digerus

dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur. Direncanakan

pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat variasi dua seri

dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat larutan inokulum

dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang

telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan nutrien agar yang

mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis

sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan dasar cawan

menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area tersebut

tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam cetakan

reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan menggunakan

perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara membuang

agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang

telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan

desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada

Page 9: laporan mikrobiologi

masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan ,menggunakan

mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam ikubator pada suhu kurang

lebih 370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat diameter daerah bening (zone

lisis) yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika

tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Dihitung potensi antibiotik.

V. Perhitungan

Konsentrasi Rifampisin dalam labu ukur = 100 mg /100 mL

= 100000 µg / 100 mL

= 1000 µg/mL

= 1000 µg/ 1000 µL

= 50 µg / 50 µL

Konsentrasi untuk larutan baku

Dosis Tinggi = 30 µg/50 µL

N1 x 50 µL = 30 µg

N1 = 0,6 µg/µL

N1 = 600 µg/mL

1000 µg/mL x 1 mL = 600 µg/mL x V2

V2 = 1,67 mL

Aquadest yang ditambah = 0,67 mL

Dosis Menengah = 15 µg / 50 µL

N1 x 50 µL = 15 µg

N1 = 0,3 µg/µL

N1 = 300 µg/mL

1000 µg/mL x 1 mL = 300 µg/mL x V2

V2 = 3,33 mL

Aquadest yang ditambah = 2,33 mL

Page 10: laporan mikrobiologi

Dosis Rendah = 7,5 µg / 50 µL

N1 x 50 µL = 7,5 µg

N1 = 0,15 µg/µL

N1 = 150 µg/mL

1000 µg/mL x 1 mL = 150 µg/mL x V2

V2 = 6,67 mL

Aquadest yang ditambah = 5,67 mL

Konsentrasi untuk larutan sampel

Dosis Tinggi = 30 µg/50 µL

N1 x 50 µL = 30 µg

N1 = 0,6 µg/µL

N1 = 600 µg/mL

1000 µg/mL x 1 mL = 600 µg/mL x V2

V2 = 1,67 mL

Aquadest yang ditambah = 0,67 mL

Dosis Menengah = 15 µg / 50 µL

N1 x 50 µL = 15 µg

N1 = 0,3 µg/µL

N1 = 300 µg/mL

1000 µg/mL x 1 mL = 300 µg/mL x V2

V2 = 3,33 mL

Aquadest yang ditambah = 2,33 mL

Dosis Rendah = 7,5 µg / 50 µL

N1 x 50 µL = 7,5 µg

N1 = 0,15 µg/µL

N1 = 150 µg/mL

1000 µg/mL x 1 mL = 150 µg/mL x V2

V2 = 6,67 mL

Page 11: laporan mikrobiologi

Aquadest yang ditambah = 5,67 mL

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan Dosis

Cawan

Petri

Larutan Baku (mm) Larutan Sampel (mm)

Tinggi

(Bt)

Menengah

(Bm)

Rendah

(Br)

Tinggi

(St)

Menengah

(Sm)

Rendah

(Sr)

I 22,0 19,3 17,3 21,7 21,6 15,3

II 24,0 22,2 21,6 24,2 21,8 17,6

Total 46,0 41,5 38,9 45,9 43,4 32,9

Rata-

rata

23 20,75 19,45 22,95 21,7 16,45

PERHITUNGAN POTENSI

Log dosis = log (dosis tinggi/dosis rendah)

= log (30 µg/µl /15 µg/µl)

= log 2

Log θ = 1/3 (22,95 + 21,7 + 16,45) - (23 + 20,75 + 19,45) x log 2

¼ ( 22,95 - 16,45) + (23 - 19,45)

Log θ= 1/3 (61,1) - (63,2) x 0.301

¼ ( 6,5) + (3,5)

log θ = - 0,08386

θ = 0,8244

Potensi sampel = 0,8244 x 100 %

= 82,44 %

Jadi potensi Rifampisin sampel terhadap baku adalah 82,44 %

Page 12: laporan mikrobiologi

VIII. PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi

sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan

konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai

bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut

farmakope haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak

memenuhi syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.

Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan

potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder,

yaitu menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media

nutrien agar yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat

ditentukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan

membandingkannya dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.

Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus

biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri

yang diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari

bakteri yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin,

dan sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah

Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah Bacillus substilis, karena

menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis.

Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran

dan perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah

penentuan nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan

pada antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi rifampisin pada awalnya

adalah 1000 µg/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel dianggap

konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan

perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi

adalah 30 µg/50 µl, untuk mendapatkannya, dicampurkan 1 ml rifampisin

Page 13: laporan mikrobiologi

1000 µg/ml lalu di tambahkan air suling steril hingga 0,67 ml, inilah dosis

tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 15 µg/50 µl,

dengan cara mencampurkan 1 ml rifampisin 600 µg/ml dengan 1ml air

suling steril. Untuk dosis rendah yaitu 7,5 µg/ml, dengan cara

mencampurkan 1 ml antibiotic rifampisin 300 µg/ml dengan 1ml aquadest

steril. Konsentrasi untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.

Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian

pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar. Setiap area

ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun

larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam

pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan

berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan

berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena

dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan

petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak

terkontaminasi oleh udara luar.

Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis,

hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh

mikroba lain yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor

yang steril, yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan

yang dibuat dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika.

Namun saat memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan

terlebih dahulu hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar

spiritus, agar bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang

berisi bakteri. Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat

melubanginya dan jika terlalu jauh dari api, ditakutkan akan

terkontaminasi oleh bakteri. Proses pembuatan lubang harus dilakukan

dengan cepat, jangan biarkan cawan petri terbuka terlalu lama untuk

menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam cawan. Setelah keenam

daerah yang dibagi tadi telah dilubangi, maka dimasukkanlah larutan

antibiotika dengan dosis tinggi dan rendah dari larutan baku maupun

Page 14: laporan mikrobiologi

larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat

dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 µl (masing–masing lubang

diisi dengan 50 µl antibiotika).

Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan

di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus

tepat di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik

berdifusi sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang

dihitung mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah

digunakan harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benar-

benar kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan

mempengaruhi konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat

bakteriosida).

Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan

koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya

bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak

boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah

sehingga tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini

dibuat duplo (dua kali) dengan perlakuan yang sama.

Berdasarkan hasil pengamatan pada antibiotik baku, didapat zona

bening pada dosis tinggi, di cawan petri I dan II masing-masing yakni

sebesar 22,0 , 24,0 mm, dosis menengah adalah 19,3 , 22,2 mm ,dan

dosis rendah sebesar 17,3 , 21,6 mm. Pada antibiotik sampel diperoleh

zona bening pada dosis tinggi di cawan petri I dan II masing-masing

sebesar 21,7 , 24,2 mm, dosis menengah 21,6 , 21,8 mm dan pada dosis

rendah sebesar 15,3 , 17,6 mm. Diameter hambat dosis tinggi pada

antibiotik sampel maupun baku lebih besar daripada pada dosis rendah.

Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi

larutan sampel rifampisin yang diuji adalah sebesar 82,44 %. Sehingga

antibiotik ini layak dipasarkan.

Page 15: laporan mikrobiologi

IX. KESIMPULAN

Potensi dari sampel kloramfenikol terhadap baku pada bakteri

Basillus subtillis adalah 82,44 %.

Page 16: laporan mikrobiologi

DAFTAR PUSTAKA

Departtemen Kesehatan RI.1979.Farmakope Indonesia. Edisi III. DEPKES RI:

Jakarta.

Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta.

Jawetz, Melnick, and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC :

Jakarta.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerbit ITB : Bandung.

Pelczar, M.J. Jr and Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta.

Rod,tobbing. 2008. Antibiotika. Tersedia

di:http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotic

mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya/ (diakses tgl : 26 April 2010)

Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan terapi .Edisi keempat (dengan perbaikan).

Bagian farmakologi FKUI : Jakarta.